Anda di halaman 1dari 8

B.

STRATEGI MEMINIMALKAN EFEK KECEMASAN,KEHILANGAN KONTROL


DAN TRAUMA FISIK
1. Hospitalisasi
Hospitalisasi adalah suatu proses yang karena suatu alas an yang berencana atau
darurat mengharuskan anak untuk tinggal di RS, menjalani terapi dan perawatan
sampai pemulangannya kembali ke rumah
Perasaan yang sering muncul pada anak : Cemas, marah, sedih, takut dan rasa
bersalah (Wong, 2000). Timbul karena :
a. menghadapi sesuatu yang baru dan belum pernah dialaminya
b. rasa tidak aman dan nyaman
c. perasaan kehilangan sesuatu yang biasa dialaminya dan sesuatu yang dirasakan
menyakitkan
2. Reaksi Terhadap Hospitalisasi
Reaksi anak terhadap hospitalisasi
a. Kecemasan karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh dan rasa nyeri masa
bayi ( 0 - 1 tahun )
1) Perpisahan dengan orang tua : gangguan pembentukan rasa percaya dan
kasih saying
2) Terjadi stranger anxiety ( usia 6 bulan ) : cemas apabila berhadapan dengan
orang asing dan perpisahan
3) Reaksinya : menangis, marah, banyak melakukan gerakan
b. Masa toddler ( 2 3 tahun )
1) Sumber stress yang utama : cemas akibat perpisahan
2) Respon : tahap protes, putus asa dan pengingkaran
3) Tahap protes : menangis kuat, menjerit memanggil orang tua atau menolak
aperhatian yang diberikan orang lain
4) Tahap putus asa : menangis berkurang,anak tidak aktif, kurang
menunjukkan minat bermain dan makan, sedih dan apatis
5) Tahap pengingkaran : mulai menerima perpisahan,membina hubungan
secara dangkal, anak mulai terlihat menyukai lingkungannya
1) 0000
a. Masa remaja
1) Timbul perasaan cemas : harus berpisah dengan teman sebayanya

2) Pembatasan aktivitas di RS :anak kehilangan kontrol terhadap dirinya dan


menjadi tergantung pada keluarga atau pertugas kesehatan
3) Reaksi yang sering muncul : menolak perawatan atau tindakan yang
dilakukan, anak tidak mau kooperatif dengan petugas kesehatan atau
menarik diri dari keluarga, sesama pasien dan petugas kesehatan
4) Perasaan sakit : respon anak bertanya-tanya, menarik diri dari
lingkungannya

menolak kehadiran orang lain


3. Kecemasan
Kecemasan adalah: merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak
menyenangkan dan di alami oleh semua makluk hidup dalam kehidupan seharihari.kecemasan adalah kebingungan,kekuatiran pada sesuatu yang terjadi dengan
penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan peasaan tidak menentu dan
tidak berdaya (suliswati 2005)
Setiap orang pasti pernah mengalami rasa cemas,kehilangan kontrol dan trauma
fisik di setiap tahap perkembangannya. Misalnya, bayi dapat cemas apabila ia
kedinginan akibat popoknya basah. Selain itu, anak-anak dihinggapi rasa cemas
saat menghadapi ujian kenaikan kelas, saat melihat ayah dan ibunya bertengkar,
ketika masuk ke lingkungan baru, sekolah baru, dan bertemu orang baru. Intinya,
setiap saat orang bisa mengalami rasa cemas dan perasaan itu merupakan hal yang
manusiawi.
4. Penyebab Timbulnya Kecemasan
Berbagai teori mengungkapkan penyebab timbulnya kecemasan pada anak-anak,
seperti faktor neurobiologis, faktor genetik, dan lain sebagainya. Tak jarang
orangtua

yang

pencemas

juga

berpotensi

mengakibatkan

anak

yang

pencemas. Penjelasn tentang gangguan kecemasan pada kanak-kanak adalah sama


dengan penjelasan tentang gangguan kecemasan pada masa dewasa. Pendekatan
psikodinamik mengemukakan bahwa kecemasan tersebut disebabka oleh konflik-

konflik yang belum selesai, dan pendekatan belajar mengemukakan bahwa


kecemasan adalah respons yang dikondisikan secara klasik, sedangkan menurut
pendekatan kognitif kecemasan itu terjadi karena distorsi-distorsi kognitif dan
kepercayaan-kepercayaan yang salah. Pendekatan fisiologis mengemukakan bahwa
proses-proses fisiologis adalah penting dan dengan demikian kecemasan yang
terjadi pada anak-anak disebabkan oleh masalah-masalah yang menyangkut
transmisi sinaptik.
5. Akibat Gangguan Kecemasan
Anak-anak yang mengalami gangguan kecemasan dapat menunjukkan berbagai
macam bentuk manifestasi kecemasan yang dirasakannya secara berbeda-beda.
b. Gagap: ada anak yang mengalami kecemasan menjadi gagap (stuttering
disorder).
c. Menjadi pendiam: Sebagian anak memilih diam dan tidak berbicara apapun
pada situasi tertentu yang menyebabkan dirinya tidak nyaman (selective
mutism).
d. Fobia juga kerap dialami anak-anak yang mengalami kecemasan berlebih atau
irasional terhadap suatu objek atau peristiwa tertentu. Baik fobia spesifik
ataupun fobia sosial.
e. Obsesi-kompulsi: Obsesi adalah pikiran yang timbul secara terus menerus, sulit
dikendalikan, dan tidak diharapkan. Sementara kompulsif adalah perilaku
berulang dan sengaja dilakukan sebagai bentuk respon dari obsesi yang muncul.
Contohnya, seorang anak yang cemas dirinya terkena penyakit akan mencuci
tangan secara berulang-ulang dalam frekuensi makin meningkat secara berkala
setiap harinya.
6. Trauma Fisik dan Psikis pada anak
a. Trauma adalah cedera yang terjadi pada batin dan tubuh akibat suatu peristiwa
tertentu. Keberadaan trauma sebagai suatu peristiwa yang pernah dialami
sebenarnya. Jadi, bukan merupakan suatu masalah, namun biasanya efek dari

trauma tersebut yang menimbulkan berbagai gangguan/keluhan, baik yang


bersifat fisik, mental emosional, perilaku sosial, maupun spiritual.
b. Trauma psikologis anak didefinisikan sebagai ancaman fisik atau psikologis
atau penyerangan kepada fisik anak, integritas, rasa diri, keselamatan atau
kelangsungan hidup atau untuk keselamatan fisik orang lain signifikan terhadap
anak.
7. Penyebab trauma fisik dan psikis anak
Hospitalisasi pada anak merupakan proses karena suatu alasan yang darurat
mengharuskan anak untuk tingal di rumah sakit dengan menjalani terapi dan
perawatan sampai pemulangan kembali ke rumah. Selama proses tersebut, anak
dapat mengalami berbagai kejadian yang menunjukkan pengalaman yang sangat
trauma dan penuh dengan stress.
a. Pelayanan keperawatan dilakukan dalam upaya meningkatkan derajat
kesehatan, mencegah penyakit, penyembuhan, pemulihan serta pemeliharaan
kesehatan kepada seseorang untuk mencapai kondisi sejahtera dalam
kesehatannya. Seorang anak sering kali mengalami trauma fisik dan psikis
akibat pengalaman anak ketika pelayanan keperawatan yang diberikan oleh
tenaga medis di Rumah Sakit. Trauma fisik dan psikis yang dialami anak
tersebut dapat menjadi hambatan bagi perawat dalam proses berkomunikasi.
b. Lingkungan fisik dan psikososial dapat menjadi stressor bagi anak untuk
menimbulkan trauma. Lingkungan fisik yang dapat menimbulkan trauma pada
anak adalah lingkungan fisik rumah sakit, tenaga kesehatan baik dari sikap
maupun pakaian putih, alat-alat yang digunakan dan lingkungan antar sesama
pasien. Dengan adanya tekanan tersebut anak dapat mengalami gangguan tidur,
pembatasan aktivitas, perasaan nyeri, kecemasan, kecewa, sedih hingga
berdampak pada proses kesembuhannya.

c. Trauma fisik dan psikis anak akan mengahambat proses kesembuhannya,


karena perasaan seseorang dapat berpengaruh terhadap cepat lambat
kesembuhannya. Semakin perasaan dalam dirinya itu nyaman maka proses
kesembuhannya akan berjalan semakin cepat. Lingkungan atau suasana rumah
sakit yang terkesan menyeramkan dan membuatnya merasa asing dan kesepian
karena berbeda dengan ketia ia masih berada di rumah bersama keluarga dan
saudara-saudaranya.
8. Intervensi Keperawatan Dalam Mengatasi kecemasan,kehilangan control dan
trauma fisik
a. Meminimalkan stresor atau penyebab stress
1) Untuk mencegah atau meminimalkan dampak perpisahan :
a) Libatkan ortu berperan aktif dalam perawatan anak
b) Beri kesempatan ortu untuk melihat anak setiap saat
c) Modifikasi ruang perawatan : membuat situasi ruang rawat seperti di
rumah
d) Pertahankan kontak dengahn kegiatan sekolah
2) Untuk mencegah perasaan kehilangan control :
a) Hindari pembatasan fisik jika anak dapat kooperatif terhadap petugas
kesehatan
b) Buat jadwal kegiatan untuk proserdur terapi, latihan, bermain dan
aktivbitas lain dalam perawatan
c) Fokuskan intervensi kep. Pada upaya untuk mengurangi ketergantungan
b. Memaksimalkan manfaat hospitalisasi
1) Bantu perkembangan ortu dan anak
2) Beri kesempatan ortu untuk belajar tentang penyakit anak, terapi yang
didapat dan prosedur keperawatan
3) Berikan kesempatan pada anak untuk mengambil keputusan
4) Fasilitasi anak untuk tetap menjaga sosialisasinya sesama pasien yang ada,
teman sebaya atau teman sekolah
c. Memberikan dukungan pada anggota keluarga lain
1) Berikan dukungan pada keluarga untuk mau tinggal dengan anak di RS
2) Fasilitasi keluarga untuk berkonsultasi pada psikolog atau ahli agama :
keluarga mengalami masalah psikosoasial daa spiritual

3) Beri dukungan kepada keluarga untuk menerima kondisi anaknya dengan


nilai yang diyakini
d. Mempersiapkan anak untuk mendapatkan perawatan di RS
1) Siapkan ruang rawat sesuai dengan tahap usia dan jenis penyakit dengan
peralatan yang diperlukan\
2) Oriantasikan anak dengan situasi RS bila anak harus dirawat secara
3)
4)
5)
6)
7)

berencana
Kenalkan perawat dan dokter yang merawatnya
Kenalkan dengan pasien anak lain yang akan menjadi teman sekamar
Jelasakan aturan RS yang berlaku dan jadwal kegiatan yang diikuti
Laksanakan pengkajian riwayat keperawatan
Lakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lainnya

e. Strategi meminimalkan trauma fisik oleh perawat


Dalam menangani hal tersebut, perawat perlu menggunakan cara-cara khusus dalam
menghadapinya. Atraumatic care mungkin menjadi cara yang efektif untuk
mengatasi masalah dalam berkomunikasi dengan anak. Atraumatic care adalah
perawatan yang tidak menimbulkan adanya trauma pada anak. perawatan tersebut
di fokuskan dalam pencegahan terhadap trauma dengan mengurangi dampak
psikologis darai tindakan yang di berikan.
1) Melibatkan orang tua pasien
Peran orang tua sangat diperlukan dalam mengatasi kesulitan berkomunikasi
dengan anak trauma. Orang tua hendaknya dilibatkan dalam perawatan anak
karena orang tua adalan orang terdekat dengan anak, sehingga akan lebih
memahami keinginan anak dan orang tua juga mengerti tentang masa lalu
atau riwayat yang pernah di alami anak terkait dengan perawatan medis.
Karena dalam bayangan anak, perawat hanya akan menyakitinya sehingga
dengan dilibatkannya orang tua maka anak akan merasa lebih nyaman dan
tenang perasaannya ketika ada orang tua yang berada di sampingnya. Selain
itu anak juga akan merasa mendapatkan perlindungan dari orang yang lebih
menyayanginya yaitu orang tua. Perawat merupakan sosok yang asing bagi

anak, karena perawat bukan anggota keluarga dan dia tidak mengenalnya
sehingga anak menganggap perawat adalah orang jahat. Sehingga dengan
adanya orang tua juga akan memberikan dukungan kepada anak bahwa
perawat bukanlah orang yang jahat, tetapi orang yang akan membantunya
untuk terbebas dari penyakit yang di derita.
2) Memberikan penjelasan mengenai prosedur perawatan
Tidak dapat di pungkiri bahwa diinjeksi itu menyakitkan. Perawat sebaiknya
menjelaskan tentang apa yang akan dia lakukan pada anak. memberikan
pengertian khusus untuk mengurangi dampak ketakutan terhadap perawatan,
Adek, suster mau kasih adek sesuatu. adek pernah di suntik? Disuntik itu
memang sakit adek, tapi adek tidak perlu khawatir ya manis, karena
sakitnya itu cuma sebentar setelah itu adek bisa sehat kembali. Ya adek
manis? Mau ya?. Anak memang sangat sensitive terhadap hal-hal
kekerasan, perawat sebaiknya menggunakan bahasa-bahasa yang halus dan
menyejukkan hati anak agar hati anak tersebut menjadi sedikit luluh dan
merasa bahwa perawat tersebut tidak akan menyakitinya.
3) Membuat lingkungan menjadi nyaman
Membuat lingkungan menjadi nyaman dan tidak menakutkan atau
menyeramkan bagi anak dengan memodifikasi lingkungan menjadi
senyaman mungkin dengan dekorasi nuansa anak yang penuh keceriaan,
tempat tidur bermotif warna-warni. Memberikan mainan anak agar tidak
membuatnya jenuh ketika berada di rumah sakit, juga agar anak dapat
beristirahat dengan nyaman meskiput tidak berada di rumahnya sendiri.
4) Mengajak pasien bermain dan bercanda
Untuk mengurangi stress atau trauma yang dialami anak, perawat mengajak
pasien untuk bermain dan bercanda. Karna itu akan menimbulkan keakraban
pasien dengan perawat sehingga pasien akan menganggap perawat bukan
orang yang asing lagi bagi dirinya dan tidak akan menyakitinya bahkan

percaya bahwa perawat tersebut akan membantunya. Dengan candaan dan


tawa, maka perasaan takut akan sedikit demi sedikit berkurang sehingga
komunikasi antara anak dan perawat dapat berjalan efektif ketika perasaan
anak sedang bahagia dengan gelak tawanya maka itulah kesempatan
perawat untuk mendekatkan diri dengan pasien.

Anda mungkin juga menyukai