Anda di halaman 1dari 8

HOSPITALISASI PADA ANAK

1.

Pengertian
Hospitalisasi adalah bentuk stressor individu yang berlangsung selama individu

tersebut dirawat dirumah sakit. Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu
alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di RS, menjalani
terapi dan perawatan sampai pemulangannya ke rumah.
Hospitalisasi merupakan pengalaman yang mengancam bagi individu karena stressor
yang dihadapi dapat menimbulkan perasaan tidak aman, seperti:
a) Lingkungan yang asing
b) Berpisah dengan orang yang berarti
c) Kurang informasi
d) Kehilangan kebebasan dan kemandirian
e) Pengalaman yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan , semakin sering
berhubungan dengan rumah sakit, maka bentuk kecemasan semakin kecil atau
malah sebaliknya.
f) Prilaku petugas Rumah Sakit.
Hospitalisasi selama

kanak-kanak adalah pengalaman yang memiliki efek yang

lama. Kira-kira satu dari tiga anak pernah mengalami hospitalisasi (Fortinas and Warrel,
1995). Hospitalisasi menjadi stresor terbesar bagi anak dan keluarganya yang
menimbulkan ketidaknyamanan, jika koping yang biasa digunakan tidak mampu
mengatasi atau mengendalikan akan berkembang menjadi krisis. Tetapi besarnya efek
tergantung pada masing-masing anak dalam mempersepsikannya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi koping anak :
a) Umur dan perkembangan kognitifnya
b) Pengalaman sakit terdahulu
c) Kedekatan anak pada orang tua
d) Lamanya sakit dan seringnya anak dirawat
e) Tipe dan frekwensi tindakan invasif yang dilakukan
f) Tingkat kecemasan orang tua
g) Stres yang dialami anak sebelum di rumah sakit
Kecemasan anak usia pra sekolah selama dirawat di rumah sakit menurut Hewen
Lewer (1996), adalah :
a) Perpisahan dengan orang tua

b) Tidak mengenal petugas dan lingkungan rumah sakit


c) Pembatasan aktifitas dan merasa sebagai hukuman
d) Kehilangan keutuhan/cedera tubuhnya atau nyeri
Respon-respon kecemasan pada anak.
Menurut (Borkovee, et all, 1977), reaksi ketakutan dan kecemasan pada anak merupakan
suatu yang kompleks, pengorganisasian dari tiga sistem respon yaitu subyektif, motorik
dan fisiologi.
2.

Dampak Hospitalisasi pada Anak Usia Prasekolah


Hospitalisasi adalah kebutuhan klien untuk dirawat karena adanya perubahan atau

gangguan fisik, psikis, sosial dan adaptasi terhadap lingkungan (Parini, 1999).
Hospitalisasi terjadi apabila dalam masa pertumbuhan dan perkembangan anak
mengalami suatu gangguan fisik maupun mentalnya yang memungkinkan anak untuk
mendapatkan perawatan di rumah sakit.
Hospitalisasi dapat merupakan satu penyebab stres bagi anak dan keluarganya. Tetapi
tingkat stresor terhadap panyakit dan hospitalisasi tersebut berbeda menurut anak secara
individu. Mungkin seorang anak menganggap hal itu sebagai hal yang biasa tetapi
mungkin yang lainnya menganggap hal tersebut sebagai suatu stresor.
Menurut Sandra R. Mott et all (1990) dampak hospitalisasi pada anak meliputi :
a) Dampak perpisahan
Perpisahan dengan orang yang dapat memberinya semangat menimbulkan suatu
kecemasan pada anak. Perpisahan dengan figur pemberi kasih sayang selama prosedur
yang menakutkan atau menyakitkan akan meningkatkan rasa tidak nyaman pada anak.
Lebih jauhnya, anak tidak mampu untuk mengerti bahwa hal tersebut merupakan
perpisahan sementara dan alasan ketidakhadiran orang tua berakibat perasaan dibiarkan.
b) Kehilangan kontrol
Hospitalisasi pada anak tanpa melihat usia anak sering menimbulkan kehilangan kontol
pada fungsi tubuh tertentu. Anak sering membutuhkan bantuan dalam mengerjakan
aktifitas yang dia dapat lakukan sendiri di rumah. Hal ini menyebabkan anak merasa
tidak berdaya dan frustasi serta meningkatkn ketergantungan pada orang lain.

c) Gangguan body image


Dimulai pada masa pra sekolah, anak sering merasa tidak nyaman terhadap perubahan
penampilan tubuh atau fungsinya yang disebabkan oleh pengobatan, perlukaan, atau
ketidakmampuan. Mereka mungkin takut bertemu orang lain dan tidak memperbolehkan
orang lain untuk melihatnya.
d) Sakit/pain
Prosedur yang menyakitkan dan invasif merupakan stresor bagi anak pada semua usia.
Selama masa pra sekolah anak belajar mengasosiasikan nyeri dengan prosedur spesifik
misal pengambilan sampel darah, aspirasi sumsum tulang belakang, ganti balutan atau
injeksi. Anak yang mendapat suntikan berulang tidak mengerti mengapa tubuhnya selalu
disakiti. Pengalaman ini dapat menimbulkan trauma jika orang yang dipercaya anak tidak
memberikan rasa nyaman atau menenangkannya.
e) Ketakutan
Terjadinya karena anak berada di lingkungan rumah sakit yang mungkin asing baginya
dan karena perpisahan dengan orang-orang yang sudah dikenalnya.
f) Lingkungan Asing
Menurut Wong & Whaley (1996) lingkungan asing merupakan lingkungan yang berbeda
dari lingkungan rumah atau tempat tinggalnya dan tidak dikenali sebelumnya. Dalam hal
ini adalah lingkungan rumah sakit yang menakutkan atau mengerikan bagi anak, tidak
ada orang yang dikenalinya dan banyak terdapat perawat dan dokter yang berbaju putih
serta peralatan yang mengerikan seperti jarum suntik, infus, kateter maupun alat-alat
pemeriksaan radiologis.
Melestarikan kelanjutan antara lingkungan rumah dan rumah sakit merupakan pemikiran
yang sangat penting untuk mengatasi dan meringankan penyakit anak. Tujuannya adalah
untuk menyembuhkan (jika mungkin) atau memperbaiki status fisik dan mental sehingga
anak dapat berkembang dalam keterbatasannya.
Lingkungan yang ramah, suasana seperti rumah, terbuka pada anak di rumah sakit dan
tempat diatur seperti di rumah misalnya seperti tempat makan, tempat minum, duduk dan
istirahat sehingga dapat meminimalkan dampak hospitalisasi.

g) Jenis Tindakan/Prosedur
Tindakan/prosedur merupakan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang telah
ditentukan, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal (Carpenito,
1998).
Pelaksanaan tindakan keperawatan dapat dilaksanakan secara langsung yaitu
ditangani sendiri oleh perawat yang menemukan masalah kesehatan, dan dapat juga
dengan cara delegasi yaitu diserahkan kepada perawat lain atau orang lain yang dapat
dipercaya seperti keluarga pasien untuk melakukan tindakan kepada pasien.
Prosedur yang menyakitkan merupakan stresor bagi anak pada semua usia. Selama
masa pra sekolah anak belajar mengasosiasikan dengan prosedur yang spesifik seperti
pengambilan darah, infus, penyuntikan maupun ganti balutan. Pengalaman ini dapat
menimbulkan trauma jika orang yang dipercaya tudak memberikan rasa nyaman atau
menenangkannya (Mott et al, 1995).
h) Immobilitas Fisik
Immobolitas fisik merupakan pembatasan gerak atau aktifitas dari yang biasanya
dilakukan (Carpenito, 1998).
Seorang anak yang di masa pertumbuhan dan perkembangan, dimana dalam
kesehariannya ia tampak begitu aktif, harus terganggu karena ia harus dirawat di rumah
sakit. Anak harus berbaring di tempat tidur dan tidak dapat bermain dengan teman-teman
serta orang-orang terdekatnya. Perilaku anak menjadi tidak kooperatif yang menyebabkan
harus diberikan pembatasan fisik dengan cara mengikat.
Bagi anak-anak yang dapat berprilaku kooperatif pengikatan tidak perlu dilaksanakan.
Lingkungan dibuat sedemikian rupa sehingga anak tetap merasa aman dengan kelemahan
dan kondisinya, untuk meningkatkan kebebasan selama di tempat tidur misalnya dengan
meletakkan tempat tidur di dekat pintu dan jendela. Untuk meminimalkan gangguan
dalam melakukan aktifitas sehari-hari dapat dibuat jadwal waktu bersama-sama antara
anak dan perawat yang akan dipakai pedoman oleh anak dengan tidak mengabaikan
kesehatan atau program pengobatan (Depkes, 1998)

3.

Perubahan Yang Terjadi Akibat Hospitalisai


a) Perubahan konsep diri.
Akibat penyakit yang di derita atau tindakan seperti pembedahan, pengaruh citra
tubuh , perubahan citra tubuh dapat menyebabkan perubahan peran , idial diri, harga
diri dan identitasnya.
b) Regresi
Klien mengalami kemunduran ketingkat perkembangan sebelumnya atau lebih
rendah dalam fungsi fisik, mental, prilaku dan intelektual.
c) Dependensi
Klien merasa tidak berdaya dan tergantung pada orang lain.
d) Dipersonalisasi
Peran sakit yang dialami klien menyebabkan perubahan kepribadian, tidak realistis,
tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan, perubahan identitas dan sulit
bekerjasama mengatasi masalahnya.
e) Takut dan Ansietas
Perasaan takut dan ansietas timbul karena persepsi yang salah terhadap penyakitnya
f) Kehilangan dan perpisahan
Kehilangan dan perpisahan selama klien dirawat muncul karena lingkungan yang
asing dan jauh dari suasana kekeluargaan, kehilangan kebebasan, berpisah dengan
pasangan dan terasing dari orang yang dicintai.

4.

Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi


Reaksi tersebut bersifat individual dan sangat tergantung pada usia perkembangan

anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia dan
kemampuan koping yang dimilikinya, pada umumnya, reaksi anak terhadap sakit adalah
kecemasan karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri.
Reaksi anak pada hospitalisasi :
a) Masa bayi (0-1 th)
Dampak perpisahan
Pembentukan rasa percaya diri dan kasih saying
Usia anak > 6 bln terjadi stanger anxiety /cemas
- Menangis keras
- Pergerakan tubuh yang banyak
- Ekspresi wajah yang tak menyenangkan

b) Masa todler (2-3 th)


Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan . Disini respon perilaku anak dengan
tahapnya.
Tahap protes menangis, menjerit, menolak perhatian orang lain
Putus asa menangis berkurang, anak tak aktif, kurang menunjukkan minat bermain,
sedih, apatis
Pengingkaran/ denial
- Mulai menerima perpisahan
- Membina hubungan secara dangkal
- Anak mulai menyukai lingkungannya
c) Masa prasekolah ( 3 sampai 6 tahun )
Menolak makan
Sering bertanya
Menangis perlahan
Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan
Perawatan di rumah sakit :
- Kehilangan kontrol
- Pembatasan aktivitas
Sering kali dipersepsikan anak sekolah sebagai hukuman. Sehingga ada perasaan
malu, takut sehingga menimbulkan reaksi agresif, marah, berontak, tidak mau bekerja
sama dengan perawat.
d) Masa sekolah 6 sampai 12 tahun
Perawatan di rumah sakit memaksakan meninggalkan lingkungan yang dicintai,
keluarga, kelompok sosial sehingga menimbulkan kecemasan. Kehilangan kontrol
berdampak pada perubahan peran dlm keluarga, kehilangan kelompok sosial,
perasaan takut mati, kelemahan fisik. Reaksi nyeri bisa digambarkan dgn verbal dan
non verbal.
e) Masa remaja (12 sampai 18 tahun )
Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok sebayanya. Saat MRS cemas
karena perpisahan tersebut. Pembatasan aktifitas kehilangan control. Reaksi yang
muncul :
- Menolak perawatan / tindakan yang dilakukan
- Tidak kooperatif dengan petugas
Perasaan sakit akibat perlukaan menimbulkan respon :
- Bertanya-tanya

- Menarik diri
- Menolak kehadiran orang lain
5.

Reaksi Orang Tua Terhadap Hospitalisasi


Reaksi orang tua terhadap hospitalisasi & perasaan yang muncul dalam hospitalisasi :
- Takut dan cemas, perasaan sedih dan frustasi :
- Kehilangan anak yang dicintainya :

Prosedur yang menyakitkan

Informasi buruk tentang diagnosa medis

Perawatan yang tidak direncanakan

Pengalaman perawatan sebelumnya & Perasaan sedih :

Kondisi terminal, perilaku

isolasi /tidak mau didekati orang lain & Perasaan

frustasi : Kondisi yang tidak mengalami perubahan. Perilaku tidak kooperatif, putus
asa, menolak tindakan, menginginkan pulang paksa (P.P) & Reaksi saudara kandung
terhadap perawatan anak di RS : Marah, cemburu, benci, rasa bersalah
6.

Intevensi Keperawatan Dalam Mengatasi Dampak Hospitalisasi

Fokus intervensi keperawatan adalah :


- Meminimalkan stressor
- Memaksimalkan

manfaat hospitalisasi,

memberikan dukungan psikologis

pada anggota keluarga


- Mempersiapkan anak sebelum masuk rumah sakit
Upaya meminimalkan stresor atau penyebab stress dapat dilakukan dengan cara :
- Mencegah atau mengurangi dampak perpisahan
- Mencegah perasaan kehilangan control
- Mengurangi / meminimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubuh dan rasa nyeri
Upaya mencegah / meminimalkan dampak perpisahan :
- Melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak
- Modifikasi ruang perawatan
- Mempertahankan kontak dgn keg sekolah : surat menyurat, bertemu teman
sekolah
Mencegah perasaan kehilangan kontrol :

- Hindarkan pembatasan fisik jika anak dapat kooperatif.


- Bila anak diisolasi lakukan modifikasi lingkungan
- Buat jadwal untuk prosedur terapi, latihan, bermain
- Memberi kesempatan anak mengambil keputusan dan melibatkan orang tua dalam
perencanaan kegiatan
Meminimalkan rasa takut terhadap cedera tubuh dan rasa nyeri :
- Mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk tindakan prosedur yang
menimbulkan rasa nyeri
- Lakukan permainan sebelum melakukan persiapan fisik anak
- Menghadirkan orang tua bila memungkinkan
- Tunjukkan sikap empati
- Pada tindakan elektif bila memungkinkan menceritakan tindakan yang dilakukan
melalui cerita, gambar. Perlu dilakukan pengkajian tentang kemampuan
psikologis anak menerima informasi ini dengan terbuka.
Memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak :
- Membantu perkembangan anak dengan memberi kesempatan orang tua untuk
belajar
- Memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang penyakit anak
- Meningkatkan kemampuan kontrol diri
- Memberi kesempatan untuk sosialisasi
- Memberi support kepada anggota keluarga
Mempersiapkan anak untuk mendapat perawatan di rumah sakit
- Siapkan ruang rawat sesuai dengan tahapan usia anak
- Mengorientasikan situasi rumah sakit
Pada hari pertama lakukan tindakan :
- Kenalkan perawat dan dokter yang merawatnya
- Kenalkan pada pasien yang lain
- Berikan identitas pada anak
- Jelaskan aturan rumah sakit
- Laksanakan pengkajian
- Lakukan pemeriksaan fisik

Anda mungkin juga menyukai