Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ANOREKSIA PADA LANSIA

A. Konses Dasar Lansia


1. Lansia
a. Definisi lansia dan Batasan lansia
Pengertian lanjut usia (lansia) menurut UU No.13 Tahun 1998
tentang kesejahteraan Lanjut Usia pasal 1 ayat 1 adalah seseorang
yang telah mencapai 60 tahun keatas. Selanjutnya pasal 5 ayat 1
disebutkan bahwa lanjut usia memiliki hak yang sama dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pasal 6 ayat 1
disebutkan bahwa lanjut usia memiliki kewajiban yang sama dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Menjadi tua
merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga
tahap kehidupannya yaitu anak, dewasa, dan tua (Nuugroho, 2008).
Penuaan adalah suatu proses yang alamiah yang tidak dapat
dihindari, berjalan secara terus menerus dan berkesinanbungan
(Depkes RI, 2003).

b. Klasifikasi Lansia
Menurut Word Health Organization (WHO) lanjut usia terdiri dari
beberapa jenjang usia meliputi; Usia pertengahan (middle age) yaitu
usia antara 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) yaitu usia antara 60-74
tahun, lanjut usia tua (old) yaitu usia antara 75-90 tahun dan Usia
sangat tua (very old) yaitu usia diatas 90 tahun.
Klasifikasi lansia menurut Depkes (2005) dibagi menjadi lima yaitu:
1) Pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia anatara 45-
59 tahun
2) Lansia yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3) Lansia resiko tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau
lebih atau seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan
masalah kesehatan (Depkes RI, 2005).
4) Lansia tidak potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari
nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain
(Depkes RI, 2005).

c. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia


Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia menurut Nugroho
(2000) yaitu :
1) Perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada lansia diakibatkan
oleh terjadinya proses degeneratif yang meliputi :
a) Sel terjadi perubahan menjadi lebih sedikit jumlahnya dan
lebih besar ukurannya, serta berkurangnya jumlah cairan
tubuh dan berkurangnya intraseluler.
b) Sistem persyarafan terjadi perubahan berat otak 10-20,
lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi dan
mengecilnya syaraf panca indera yang menyebabkan
berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran,
menurunnya sensasi perasa dan penciuman sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya masalah kesehatan misalnya
glukoma dan sebagainya.
c) Sistem pendengaran terjadi perubahan hilangnya daya
pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi
suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit
mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia di atas umur 65
tahun dan pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia
yang mengalami ketegangan jiwa atau stress. Hilangnya
kemampuan pendengaran meningkat sesuai dengan proses
penuaan dan hal yang seringkali merupakan keadaan
potensial yang dapat disembuhkan dan berkaitan dengan
efek-efek kolateral seperti komunikasi yang buruk dengan
pemberi perawatan, isolasi, paranoia dan penyimpangan
fungsional.
d) Sistem penglihatan terjadi perubahan hilangnya respon
terhadap sinar, kornea lebih terbentuk spesies, lensa lebih
suram sehingga menjadi katarak yang menyebabkan
gangguan penglihatan, hilangnya daya akomodasi,
meningkatnya ambang pengamatan sinar, daya adaptasi
terhadap kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam
cahaya gelap, menurunnya lapang pandang sehingga luas
pandangnya berkurang luas.
e) Sistem kardiovaskuler terjadi perubahan elastisitas dinding
aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi kaku,
kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap
tahun sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan
menurunnya kontraksi dan volume kehilangan elastisitas
pembuluh darah karena kurangnya efektivitas pembuluh
darah feriver untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur
ke duduk, duduk keberdiri bias mengakibatkan tekanan
darah menurun menjadi mmHg yang mengakibatkan pusing
mendadak, tekanan darah meninggi diakibatkan oleh
meningkatnya resitensi dari pembuluh darah perifer.

2) Perubahan mental
Meliputi perubahan dalam memori secara umum. Gejala-gejala
memori cocok dengan keadaan yang disebut pikun tua, akhir-
akhir ini lebih cenderung disebut kerusakan memori berkenaan
dengan usia atau penurunan kognitif berkenaan dengan proses
menua. Pelupa merupakan keluhan yang sering dikemukakan
oleh manula, keluhan ini di anggap lumrah dan biasa oleh lansia,
keluhan ini didasari oleh fakta dari peneliti cross sectional dan
logitudional didapat bahwa kebanyakan, namun tidak semua
lansia mengalami gangguan memori, terutama setelah usia 70
tahun, serta perubahan IQ (intelegentia quotient) tidak berubah
dengan informasi matematika dan perkataan verbal,
berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan psikomotor
terjadi perubahan daya membayangkan karena tekanan-tekanan
dari factor waktu.
3) Perubahan-perubahan psikososial
Meliputi pensiun, nilai seseoarang sering di ukur oleh
produktivitasnya dan identitas di kaitkan dengan peranan dalam
pekerjaan. Bila seorang pension (purna tugas) ia akan
mengalami kehilangan financial, status, teman dan pekerjaan.
Merasakan sadar akan kematian, semakin lanjut usia biasanya
mereka menjadi semakin kurang tertarik terhadap kehidupan
akhirat dan lebih mementingkan kematian itu sendiri serta
kematian dirinya, kondisi seperti ini benar khususnya bagi
orang yang kondisi fisik dan mentalnya semakin memburuk,
pada waktu kesehatannya memburuk mereka cenderung untuk
berkonsentrasi pada masalah kematian dan mulai dipengaruhi
oleh perasaan seperti itu, hal ini secara langsung bertentangan
dengan pendapat orang lebih muda, dimana kematian mereka
tampaknya masih jauh dank arena itu mereka kurang
memikirkan kematian.

4) Perubahan psikologis
Masalah psikologis yang dialami oleh lansia ini pertama kali
mengenai sikap mereka sendiri terhadap proses menua yang
mereka hadapi, antara lain penurunan badaniah atau dalam
kebingungan untuk memikirkannya. Dalam hal ini di kenal apa
yang di sebut disengagement theory, yang berarti ada penarikan
diri dari masyarakat dan diri pribadinya satu sama lain.
Pemisahan diri hanya dilakukan baru dilaksanakan hanya pada
masa-masa akhir kehidupan lansia saja. Pada lansia yang
realistik dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan baru.
Karena telah lanjut usia mereka sering dianggap terlalu lamban,
dengan gaya reaksi yang lamban dan kesiapan dan kecepatan
bertindak dan berfikir yang menurun. Daya ingat mereka
memang banyak yang menurun dari lupa sampai pikun dan
demensia, biasanya mereka masih ingat betul peristiwa-
peristiwa yang telah lama terjadi, malahan lupa mengenal hal-
hal yang baru terjadi.
d. Tipe Lansia
Macam-macam tipe lansia antara lain yaitu:
1) Tipe arif bijaksana; lanjut usia ini kaya dengan hikmah
pengalaman, menyesuaikan diri dengan bersikap ramah, rendah
hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan menjadi
panutan.
2) Tipe mandiri; lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang
hilang dengan kegiatan baru, selekktif dalam mencari pekerjaan
dan teman pergaulan serta memenuhi undangan.
3) Tipe tidak puas; lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir
batin, menentang proses penuaan yang menyebabkan kehilangan
kecantikan, kehilangan daya tarik jasmani, kehilangan
kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah, tidak sabar,
mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani dan pengkritik.
4) Tipe pasrah; lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu
nasib baik, mengikuti kegiatan beribadat, ringan kaki, pekerjaan
apa saja yang dilakukan.
5) Tipe bingung; lansia yang kagetan, kehilangan kepribadian,
mengasingkan diri, merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak
acuh (Nugroho, 2008).
e. Tugas perkembangan lansia
Adapun tugas perkembangan lansia menurut Maryam (2011) antara
lain yaitu;
1) Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun
2) Mempersiapkan diri untuk pension
3) Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya
4) Mempersiapkan kehidupan baru
5) Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan social atau
masyarakat secara santai
6) Mempersiapkan diri untuk kematian dan kematian pasangan

f. Masalah pada Lansia


Maslah kesehatan mental pada lansia dapat berasal dari 4
aspek yaitu fisik, psikologi, sosial dan ekonomi. Masalah tersebut
dapat berupa emosi labil, mudah tersinggung, gampang merasa
dilecehakan, kecewa, tidak bahagia, perasaan kehilangan, dan tidak
berguna. Lansia dengan problem tersebut menjadi rentan mengalami
gangguan psikiatrik seperti depresi, ansietas (kecemasan), psikosis
(kegilaan) atau kecanduan obat. Pada umumnya masalah kesehatan
mental lansia adalah masalah penyesuaian. Penyesuaian tersebut
karena adanya perubahan dari keadaan sebelumnya (fisik masih
kuat, bekerja dan berpenghasilan) menjadi kemunduran.

Lansia juga identik dengan menurunya daya tahan tubuh dan


mengalami berbagai macam penyakit. Lansia akan memerlukan obat
yang jumlah atau macamnya tergantung dari penyakit yang diderita.
Semakin banyak penyakit pada lansia, semakin banyak jenis obat
yang diperlukan. Banyaknya jenis obat akan menimbulkan masalah
antara lain kemungkinan memerlukan ketaatan atau menimbulkan
kebingungan dalam menggunakan atau cara minum obat. Disamping
itu dapat meningkatkan resiko efek samping obat atau interaksi obat.

Pemberian nutrisi yang baik dan cukup sangat diperlukan


lansia. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa lansia
memerlukan nutrisi yang adekuat untuk mendukung dan
mempertahnkan kesehatan. Beberapa faktor yang mempengaruhi
kebutuhan gizi antara lain: berkurangnya kemampuan mencerna
makanan, berkurangnya cita rasa, dan faktor penyerapan makanan.

Dengan adanya penurunan kesehatan dan keterbatasan fisik


maka diperlukan perawatan sehari-hari yang cukup. Perawatn
tersebut dimaksudkan agar lansia mampu mandiri atau mendapat
bantuan yang minimal. Perawatan yang diberikan berupa kebersihan
perorangan seperti kebersihan gigi dan mulut, kebersihan kulit dan
badan serta rambut. Selain itu pemberian informasi pelayanan
kesehatan yang memadai juga sangat diperlukan bagi lansia agar
dapat mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai.
Penyakit Anoreksia Lansia
A. Pengertian
Anoreksia merupakan penurunan napsu makan yang merupakan gejala
umum pada banyak penyakit dan dapat disebabakan oleh makanan, obat,
emosi, ketakutan, masalah psikologi dan infeksi.
Anorexsia Nervosa adalah gangguan makan yang ditandai dengan
penolakan mempertahankan berat badan dalam batas-batas minimal yang
normal. Ciri khasnya adalah mengurangi berat badan dengan sengaja, dipacu
dan atau dipertahankan oleh penderita.
Anoreksia jangka panjang dapat menyebabkan ketidak seimbangan
elektrolit yang dapat menyebabkan dysritmia jatung. Makan merupakan salah
satu cara dalam menaikan berat badan akan tetapi pemberian makanan
melalui selang atau infuse dapat menjadikan sebuah pilihan. Tanyakan
kepada pasien apa oenyebab merekan kehilangan napsu makan dan apa yang
dapat meningkatkan napsu makan tersebut.

B. Etiologi
Berbagai faktor psikologi berhubungan dengan perkembangan perilaku
yang khas dari Anorexsia Nervosa. Rasa harga diri yang rendah sering
berperan penting dalam munculnya penyakit ini. Penurunan berat badan
dipandang sebagai suatu pencapaian dan harga diri bergantung pada ukuran
dan berat badannya. Ada pula hubungan antara gangguan makan dengan
gangguan alam perasaan. Dinamika keluarga juga dapat berperan dalam
perkembangan gejala anorexsia nervosa. Orangtua mungkin terlalu
memegang kendali dan terlalu melindungi anak. Faktor lain yang juga
berperan dalam munculnya gangguan ini adalah kelangsingan idealik
masyarakat yang berusaha disamai atau bahkan dilampau oleh para remaja.
Individu yang terkena gangguan ini mempunyai citra tubuh yang
menyimpang menganggap dirinya obesitas atau terobsesi tentang ukuran dan
bentuk bagian tubuh tertentu.
C. Patofisiologi
Penyebab dari anoreksia hingga saat kini belum diketahui. Akan tetapi,
para ahli kesehatan berpendapat bahwa factor sosial memegang peranan
penting dari anoreksia. Pada beberapa penelitian terdapat faktor-faktor yang
menjadi predisposisi peningkatan resiko anorexsia nervosa meliputi faktor
biologi, sosiokultural, dan psikologi.
1. Faktor Biologi
a. Kelaparan atau starvasi akan menyebabkan perubahan pada
aktivitas neuropeptida dan memberikan kontribusi terhadap
gangguan neuroendokrin pada pasien anorexsia nervosa. Sebagai
contoh , perubahan CRH berkontribusi terhadap
hypercortisolemia dan perubahan NPY dapat berkontribusi pada
amenore. Perubahan dari peptida-Peptida ini seperti opiat,
vasopresin, dan aktivitas oksitosin dapat berkontribusi menjadi
karakteristik gangguan psikofisiologis lain, seperti mengurangi
makanan pada kondisi akut anoreksia (Kaye 1999).
b. Pada penelitian fungsi dari hypothalamic- pituitary-
adernal(HPA) Axis pada pasien anoreksia nervosa secara prinsip
ditemukan hyperkortisolisme dimana HPA berperan dalam
melepaskan hormon kortikotropin yang mempengaruhi pasien
menjadi anoreksia (licino,1996).
c. Jalur pusat serotonim mengatur pola makan dan juga
berpartisipasi terhadap regulasi prilaku dan susunan hati.
Gangguan pengaturan regulasi serotonim memberikan implikasi
pada kondisi depresi umum dengan jelas akan menyebabkan
gangguan makan. Pada penelitian regulasi serotonim yang
terganggu memberikan peningkatan resiko anorexsia nervosa
(Jimerson, 1990).
d. Determinasi Ghrelin , glucose-dependent insulinotropic
polypeptide (GIP) memberikan respon peningkatan anoreksia.
pada penelitian didapatkan ghrelin yang berperan dalam
patofisiologi anoreksia. penurunan GIP terjadi pada objek,
meskipun intake sedikit kalori mencegah respon cepat insulin
terhadap pasien yang mengalami anorexsia (Stock, 2005).
e. Pada kondisi fungsi tiroid tertekan, kelainan ini hanya bisa
dikoreksi dengan kaliminasi. Kelaparan juga menyebabkan
aminore yang menunjukan kadar hormon (Luitenizing hormon,
FSH, Gonadotropin, realising hormone). Meskipun begitu,
beberapa pasien anoreksia nervosa menderita aminore sebelum
kehilangan berat badan yang signifikan.
2. Faktor sosiokultural
Tidak ada gambaran keluarga yang spesifik untuk anorexsia
nervosa. Walaupun begitu, ditemukan bukti yang menunjukkan pasien
anorexsia nervosa mempunyai masalah hubungannya dengan keluarga
dengan penyakit mereka. Pasien anoxeksia mempunyai sejarah
keluarga depresi ketergantungan alkohol, atau gangguan makan.
3. Faktor Psikologis
Anorexsia nervosa adalah suatu reaksi dari tuntunan remaja untuk
kebebasan yang lebih dan peningkatan fungsi sosial dan seksual
mereka. Takut gemuk atau merasa terlalu gemuk ini terutama terjadi
pada wanita sehingga membatasi makan dan terkadang tidak makan
atau puasa, akhirnya tidak mau makan hingga penderita kurus kering.
Dimana pada akhirnya kondisi ini menimbulkan efek berbahaya yaitu
kematian penyakit ini dapat menyebabkan kematian pada 10%
penderitanya (neumaker, 1997).
Respon pertama dari anorexsia nervosa adalah gangguan
makanan yang memberikan manifestasi ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh. Kondisi merasa terlalu gemuk
memberikan manifestasi gangguan konsep diri (gambaran diri).
Kondisi anorexsia akut memberikan manifestasi fisik dehidrasi dan
resiko shock hypovolemik akibat kurangnya asupan cairan serta terjadi
ketidakseimbangan elektrolit terutama kalium sehingga meningkatkan
resiko hipokalemia.

D. Manifestasi Klinis
1. Penurunan berat badan mendadak, tanpa penyebab yang jelas.
2. Tampilan kurus kering, hilangnya lemak subcutan
3. Perubahan kebiasaan makan, waktu makan yang tidak lazim
4. Latihan dan aktivitas fisik yang berlebihan
5. Amenorea
6. Kulit kering bersisik
7. Lanugo pada ekstremitas, punggung dan wajah.
8. Kulit berubah kekuningan
9. Gangguan tidur
10. Konstipasi
11. Erosi eosopagus
12. Alam perasaan depresi
13. Fokus yang berlebihan pada pencapaian hasil yang tinggi
14. Perhatian berlebihan terhadap makanan dan penampilan tubuh
15. Erosi email dan dentin tinggi

E. Komplikasi
1. Jantung: bradikardi, tachikardi, aritmia, hipotensi, gagal jantung
2. Gastrointestinal: esofagitis, ulcus peptikum, hepatomegali
3. Ginjal; abnormalitas urea serum dan elektrolit
4. Skelet; osteoporosis, faktor patologik
5. Endokrine; penurunan fertilitas, peningkatan kadar kortisol dan hormon
pertumbuhan, peningkatan glukoneogenesis
6. Metabolik; penurunan BMR, gangguan pengaturan suhu badan,
gangguan tidur

F. Penatalaksanaan
Pengobatan diberikan dengan rawat jalan, kecuali muncul masalah
medis yang berat. Pengobatan rawat jalan ini mencakup:
1. Pemantauan medis
2. Rencana diet untuk memulihkan status nutrisinya
3. Psikoterapi jangka panjang untuk mengatasi penyebab dasarnya
4. Pengobatan psikofarmaka untuk mengatasi gejala depresi, kegelisahan
dan perilaku kompulsif – obsesif
Obat-obat yang dapat digunakan :
a. Antidepresan, juga dipakai SSRI (Selective Serotonin Reuptake
Inhibitors), terutama bila salah satu komponen penyakitnya
adalah latihan yang dipaksakan (Imipramin, Desipramin,
Fluoksetin, Sertralin).
b. Penggantian estrogen untuk amenore
G. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

a. Pengkajian

1. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan jarang diungkapkan
klien. Klien biasa mengungkapkan bahwa dia tidak menderita anorexsia
nervosa dengan tanda binge dan purge.
2. Riwayat penyakit dahulu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah
di riwayat sebelumnya, kapan waktu terjadinya, dan penanganan yang
dilakukan sendiri sebelum di rawat. Klien anorexsia nervosa sering berfokus
pada cara menyenangkan orang lain dan menghindari konflik. Klien sering
memiliki perilaku impulsif seperti penyalahgunaan zat dan pencurian,
ansietas, depresi, dan gangguan keperibadian.
3. Riwayat penyakit sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode
PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality
atau kualitas (Q) yaitu bagaimana binge dan purge dirasakan oleh klien,
regional (R) yaitu menjalar binge dan purge kemana, Safety (S) yaitu posisi
yang bagaimana yang dapat mengurangi binge dan purge atau klien merasa
nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan binge dan purge
tersebut.

4. Riwayat penyakit keluarga


Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit
anorexsia nervosa.
5. Pemeriksaan fisik
a. Penampilan Umum
Mengkaji tentang berat badan dan tinggi badan klien. catat
kehilangan berat badan 15% dibawah normal atau lebih. Klien
anorexsia nervosa dapat kelebihan berat badan atau kekurangan berat
badan, tetapi biasanya mendekati berat badan yang diharapkan sesuai
dengan usia dan ukuran tubuhnya. Penampilan umum klien tidak luar
biasa, dan klien tampak terbuka dan mau berbicara.
b. Kesadaran
Kesadaran mencakup tentang kualitas dan kuantitas keadaan
klien. Klien biasanya malu dengan perilaku makan berlebihan dan
pengurasan. Klien mengakui bahwa perilaku tersebut abnormal dan
berusaha keras untuk menyembunyikanya dari orang lain. Klien merasa
lepas kendali dan tidak mampu merubah perilaku tersebut meskipun
klien mengakui perilaku tersebut sebagai hal yang patologis.
c. Tanda-tanda Vital
Mengkaji mengenai tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi
(TPRS).
d. Sistem gastrointestinal
Mengkaji tentang keadaan gigi, mulut, dan abdomen . Biasanya
pada klien anoreksia nervosa dapat terlihat karies gigi, lidah kotor,
membran mukosa mulut kering dan perut agak cekung atau semua ini
bisa tidak terlihat karena terjadi dengan dirahasiakan oleh klien.
e. Nutrisi
Dikaji tentang intake dan output nutrisi, porsi makan, nafsu
makan, pola makan dan aktifitas setelah makan kliem. Klien makan
berlebihan (binge) dan melakukan pengurasan (purge). Klien mengakui
bahwa perilaku tersebut abnormal dan berusaha keras untuk
menyembunyikanya dari orang lain.
f. Cairan
Dikaji tentang intake cairan yang berkurang dan output cairan
berlebih, keseimbangan cairan dan elektrolit (natrium, kalsium,
albumin), turgor kulit tidak elastis dan membran mukosa kering.
g. Aktivitas
Dikaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan mengatur pola
makan binge, mencegah terjadinya pengurasan (purge) dan kekuatan
otot. Hal membuat klien dapat cepat lelah karena kekurangan asupan
nutrisi dan cairan yang cukup.
h. Psikologis
Kaji tentang emosi, pengetahuan terhadap penyakit, dan suasana
hati klien. Klien yang mengalami gangguan makan mempunyai mood
yang labil, biasanya berhubungan dengan perilaku makan atau diet
klien. Menghindari makanan yang “buruk” atau makanan yang
menggemukkan memberi klien perasaan kuat dan kendali terhadap
tubuhnya, sedangkan makan berlebihan atau pengurasan menimbulkan
ansietas, depresi, dan perasaan lepas kendali. Klien sering tampak
sedih, cemas, dan khawatir.
Klien anoreksia nervosa pada awalnya senang dan gembira,
seolah-olah tidak ada yang salah. Wajah yang menyenangkan biasanya
hilang saat klien menunjukan perilaku makan berlebihan dan
pengurasan, dan klien mungkin menunjukan emosi yang intens tentang
perasaan bersalah, malu, dan memalukan. Klien merasa lepas kendali
dan tidak mampu merubah perilaku tersebut meskipun klien mengakui
perilaku tersebut sebagai hal yang patologis.
Hal ini menebabkan klien anoreksia nervosa menjalini hidup
yang rahasia, dengan diam-diam melakukan makan yang berlebihan
dan pengurasan dibelakang teman dan keluarga klien. Jumlah waktu
yang diluangkan untuk membeli dan memakan makanan dan kemudian
melakukan pengurasan dapat mengganggu performa peran baik di
rumah maupun di lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA

Bachrach, L.K., Guido D., Katzman D. 1990. “Decreased Bone Density in


Adolescent Girls with Anorexsia Nervosa”. Pediatrics. 86 (3):440-7/1990
September. New Jersey.

Departemen Kesehatan RI, (2005). Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut


Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta.

Dixon, J. 1984. “Effect of Nursing Interventions on Nutritional and Performance


Status in Cancer Patients”. Nurs Res. 33(6):330-5/1984 November-
Desember. New York.

Duker, M., dan Slade, R. 2003. Anorexsia Nervosa: How to Help. UK: Open
University Press.
Chandrasoma,Parakrama.2005.Ringkasan Patologi Anatomi edisi 2. Jakarta: EGC

Carpenito-Moyet, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosis


Keperawatan. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran. EGC

Doenges. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakara : EGC

NANDA Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.


Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran. EGC

Potter dan Perry, Fundamental Keperawatan Volume 2.

Nanda NIC-NOC.2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis Edisi Revisi Jilid 1. Jakarta : ECG

Nanda NIC-NOC.2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis Edisi Revisi Jilid 2. Jakarta : ECG

Anda mungkin juga menyukai