Anda di halaman 1dari 39

CONGENITAL HIP

DISLOCATION (CHD)
atau
DISLOKASI HIP KONGENITAL
(DHK)

08:01
INSIDEN DISLOKASI HIP KONGENITAL
(DHK)

 Adalah keadaan instabilitas / dislokasi sendi hip yang


terjadi pada bayi dimana caput femur keluar dari
acetabulum.
 ± 5-20 per 1000 kelahiran bayi mengalami kondisi DHK
 Wanita : Pria = 7 : 1
 1 dari 5 kasus bilateral

Faktor penyebab:
•posisi sungsang, acetabulum dangkal,

caput kecil, hypotonia ekstreem,faktor


08:01 keturunan.
• Faktor post natal:
– Kebiasaan membebat bayi dgn posisi
full extention hip dan knee => insiden
– Kebiasaan menggendong bayi dgn
posisi abduksi di pinggang (dipekeh, bhs
jawa)=> insiden
– Kebiasaan menolong bayi yang
menyebabkan ekstensi pasif yg tiba-2
dari posisi fleksi hip => merupakan
faktor awal dari dislokasi hip

08:01
B
A

A. Kebiasaan membebat bayi


B. 08:01
Ekstensi pasif yang tiba-tiba
PATOLOGI CHD
 Beberapa saat setelah lahir => mungkin
bentuk normal tetapi kapsul sendi sering
terulur
 Selama perkembangan bayi => terjadi
perubahan dalam perkembangan berupa :
 Displasia acetabulum / femur proksimal
 Kapsul sendi terulur dan ligamentum teres

capitis memanjang dan hipertropi =>


menghalangi reduksi

08:01
GAMBARAN KLINIS
UNILATERAL
 Tungkai > pendek, lipatan kulit asymetri
 Galeazzi test +

 Penurunan LGS Abd & ekstensi hip

 Trendelenberg sign homolateral

BILATERAL
•lumbal lordosis +
•Pelvis spt pelvis orang dewasa
•Bilateral trendelenberg

08:01
1 2 3

1. Galeazzi’s sign (+)


2 & 3. Telescoping. Pada CHD terjadi pergerakan
pada paha
08:01
 Deteksi dini CHD pada setiap kelahiran
dilakukan dengan test instabilitas sendi
Hip.

 Test instabilitas sendi Hip


1. Test Ortolani (reposisi caput femur)
2. Test Barlow (redislokasi caput femur)

08:01
Protocol Test :
Barlow’s test :
With the baby in supine on an examination table,the hips
and knee are flexed to 900 , and the abducted. In neonate,
the hip should abduct to approximately 900 with hip in mid
rotation. Pressure is applied longitudinally down towards the
table. If a click or jerk is felt, it indicate that the head of
femur has slipped posterior over the rim of the acetabulum
and out the socket.
Ortolani’s test
Handle is the same, pressure by the fingers throught the
greater trochanter as the hip is gently abducted will push the
hed of the femur back intop the acetabulum
08:01
 Test Ortolani:
 Posisi bayi terlentang (supine)
 Paha bayi dipegang dengan ibu jari pada sisi
medial dan jari lainnya pada trochanter mayor
 Hip difleksikan 90º dan dengan lembut abduksikan

08:01
• Penilaian test Ortolani :
 Normal : hip dapat diabduksikan hampir 90º.

DHK : gerakan abduksi terhambat, tetapi jika


diberikan penekanan pada trochanter mayor
didapatkan soft clunk o/k dislokasi tereduksi.
Kemudian hip abduksi penuh

Jika abduksi berhenti ditengah jalan dan tidak


ada jerk of entry => dislokasi tidak reducible.

08:01
 Test Barlow :
 Bayi posisi terlentang
 Ibu jari pemeriksa
diletakkan pada inguinal
dan memegang paha atas
 Hip fleksi dan sedikit
diabduksikan sambil
ditekan kebawah
sepanjang aksis femur.
 Kemudian sedikit
diabduksikan sambil
mengangkat femur keatas
dan ke depan pada
trochanter mayor
 Usaha untuk mengungkit
caput femur keluar-masuk
acetabulum
08:01
 Penilaian test Barlow :
Normal : jika caput femur pada posisi
tereduksi. Akan tetapi dapat dibuat slip out
dari socket dan dapat kembali lagi => hip
dislocatable.
DHK : pada saat diabduksikan sambil ditekan
kebawah sepanjang aksis femur => caput
femur tergelincir ke posterior keluar
acetabulum
Kemudian sedikit diabduksikan sambil
mengangkat femur keatas dan ke depan pada
trochanter mayor => tiba-tiba caput femur
tereduksi ke dalam acetabulum dgn “jerk”

08:01
 Setiap hip dengan tanda instabilitas tetapi
ringan => dilakukan radiologi u/ melihat
bentuk kartilago socket dan posisi caput
femur.
 Jika ditemukan abnormalitas => bayi diberi
splint dengan posisi fleksi hip dan abduksi.
 Dievaluasi 6 minggu kemudian :
 Apakah tereduksi dan stabil
 Apakah tereduksi dan tidak stabil
 Apakah subluksasi / dislokasi

08:01
Pemeriksaan Radiologi CHD
 radiologi :
Dapat melihat bentuk kartilago socket dan
posisi caput femur.
Ini tidak dapat dilihat pada foto polos
radiologi

 Foto Pelvis AP :
Dilakukan pada usia di atas 6 bulan
Yang terlihat adalah garis luar tulang
08:01
Terapi CHD
 3 – 6 bulan pertama :
Reduksi dan diimmobilisasi dengan Pavlik
harness / Frejka pillow.
Immobilisasi dipertahankan selama 6 minggu
dan kemudian dievaluasi.
60-80% stabil secara spontan.
Jika tetap tidak stabil diberikan splint yg lebih
formal ( misal hip spica plaster) sampai
acetabular roof berkembang dengan baik (3-6
bulan).
08:01
A. Frejka pillow. B. Pavlik harness

08:01
 6- 18 bulan (dislokasi persiten):
Dilakukan traksi kedua tungkai dgn vertikal
frame dan abduksi, bertahap ditingkatkan,
selama 3 minggu.
Kalau perlu adduktor tenotomy
Evaluasi dengan foto radiografi & arthrografi
Splintage dengan plaster spica, 60º fleksi, 40º
abduksi dan 20º internal rotasi, selama 6
minggu.

08:01
 6- 18 bulan (dislokasi persiten):
 Kemudian dengan Pavlik harness dipertahankan 3-
6 bulan.
 Jika tidak berhasil, maka operasi terbuka
diperlukan yaitu yang menyumbat diangkat dan
hip direduksi dan dilanjutkan dengan plaster spica
seperti di atas.

08:01
Spica cast

Skin traction

08:01
Arthrogryphosis
Multiplex Congenital

08:01
Arthrogryphosis Multiplex Congenital
 Non-progresif rigid joint

Kapsul sendi menebal & tidak elastis (Walton, 1969)
 Causa (Pearson & Fowler, 1963):
 Congenital hypotonia
 Non-progresif muscle weakness
 Muscular dystrophy

 Gambaran klinis:
 Biasanya symetris
 Dua persendian atau lebih
 Extremitas inferior > superior

08:01
 5 sifat klinis AMC:
1. Extr. Tampak kecil & silindris, lipatan kulit hilang,
jaringan sub-cutan tipis
2. Kekakuan sendi
3. Dislokasi hip dan atau ankle
4. Atropi otot & penurunan kekuatan group otot
5. Sensoris normal, tendo reflek (-) / hilang

08:01
Pola Kecacatan
 Extr. Superior:
 Add – endo bahu
 Fleksi / ekstensi siku
 Palmar fleksi & ulnar deviasi pergelangan tangan
 In-aktif otot-otot deltoid, biceps, lengan bawah  claw
hand
 Extr. Inferior:
 Fleksi-abd-exo panggul  dislokasi
 Rigid fleksi/ekstensi lutut
 Patella dislokasi / tak ada
 Club foot
08:01
Terapi
1. Fisioterapi:
 Positioning
 Stretching
 Gentle mobilizing
 Active movement trunk
 Gait training
 Home program
2. Operatif:
 Capsulotomy

08:01
 Congenital Torticolis

08:01
Congenital Torticolis
 Posisi kepala: lateral fleksi homolateral + rotasi
heterolateral, wajah asymetris
 Penyebab: fibrousis m. Sternocleidomastoideus
 Problematik: fibrousis m. Sternocleidomastoideus dan
keterbatasan LGS leher ke lateral fleksi hetero-lateral +
rotasi homolateral

 TERAPI:
1. Fisioterapi: (1) Stroking & effleurage pada m. SCM
(2) Stretching m. SCM: traksi kepala + gerak pasif ke
lateral fleksi heterolateral dan rotasi homolateral
(3) Mobilisasi aktif: stimulasi m.SCM herterolateral
2. Operatif
08:01
Scoliosis

08:01
Scoliosis
 Penyebab: (1) idiophathic, (2) neuromusculair, (3)
congenital
 Terminologi Curva:
 Primary/major curve  kurva “C”
 Double major curve  kurva double “C” (“S”)
 Compensatory curve  kurva triple “C”
 Decompensation  garis kurva keluar dr midline
 Jenis kerusakan:
 Fungsional  kurva hilang bila: (1) berbaring, (2)
menggelantung, (3) diluruskan sendiri
 Struktural
08:01
 Pemeriksaan spesifik:
 Berdiri tegak, periksa line vertebrae dg “schied lood”
 Membungkuk 900, periksa ketinggian punggung/ scapula
dan pinggang kanan-kiri
 Berdiri tegak, periksa level bahu dan crista iliaca
 Berdiri tegak, periksa symetrisnya dada dr samping
 Metode “Cobb-Lippman”, foto ronsen  ukur sudut
pembengkokan
 Problem:
 Nyeri punggung tengah
 Kosmetik posture

08:01
 Terapi:
 Pain dumping: TENS, SWD
 Massage: Effleurage, “dwars friction”
 Tx.Latihan:
 pendekatan unilateral: sisi cekung stretching, sisi cembung
 strengthening (arah latihan ke samping)  resiko terjadi
curva kompensasi
 pendekatan bilateral: stretching & strengthening bersamaan
(arah latihan: ke depan, belakang, atas)
 Bracing: (1) kurva < 250, Misalnya:
 milwaukee brace/CTLSO, boston jacket/TLSO.
 Lama bracing 12 jam/hr

08:01
Duchenne Muscular
Dystrophy / DMP
(Pseudohypertropic
Muscular Dystrophy)

08:01
Duchenne Muscular Dystrophy / DMP
(Pseudohypertropic Muscular Dystrophy)
 Suatu kelainan pd anak2 yg ditandai dg pseudo-hypertropi
& progresif degenerasi otot2
 Biasanya pd anak laki2 usia 3 s/d 12 th
 Biasanya meninggal pd decade II
 Dipengaruhi oleh faktor “X” genetik ibunya
 Tanda awal:
 Malas, enggan berjalan, mudah terjatuh, Canggung
beraktifitas
 Pseudohypertropi: gastrocnemius, infraspinatus &
deltoideus
08:01
 Pengetesan Hystology:
 Pelepasan serabut otot  jar. Ikat
 Penimbunan sel-sel lemak
 Aktif degenerasi & kerusakan otot
 Lumbal lordosis o.k. kelemahan m.quadrisep &
gluteus maksimus  saat berjalan based melebar
 kontraktur tractus iliotibialis

 Pola kelemahan dr proksimal ke distal


 Tendensi kontraktur sth 3 th  ankle plantar fleksi
& inversi, hip & knee fleksi  imbalance
 scoliosis
08:01
Pemeriksaan
 Muscle testing  tingkat progresivitas : (1) > 10% /
th  sangat progresif, (2) 5% - 10% / th  sedang, (3) <
5% / th  lambat.
 Penilaian (Zitter, Allsop, Tyler):

 Normal = 11
 Good + = 10, Good = 9, Good - = 8
 Fair + = 7, Fair = 6, Fair - = 5
 Poor + = 4, Poor = 3, Poor - = 2
 Trace = 1
 Zero = 0
 Otot yg diukur : 28 otot (14 pasang)

08:01
 Otot yg diukur  28 otot (14 pasang) : (1) Upper trapezius,
(2) lower trapezius, (3) rhomboideus, (4) deltoideus, (5) pectoralis, (6)
triceps brachii, (7) serratus ant, (8) lattisimus dorsi, (9) iliopsoas, (10)
quadrisep, (11) gluteus maximus, (12) gluteus medius, (13) tibialis
anterior, (14) abdominalis

 Cara menghitung score:


Total hasil pengukuran : total score (308) x 100%
Dibandingkan dg hasil tahun lalu  tingkat progresif

 Pengukuran ROM  ISOM

 Penilaian kemampuan fungsional


08:01
 Klasifikasi perub. Kemamp. Fungsional (asosiasi
muskular distropi amerika)
 Tk I : ambulasi waddling gait, lordosis, naik
turun tangga tanpa bantuan
 Tk II : ambulasi waddling gait, lordosis, naik
turun tangga dengan bantuan
 Tk III : ambulasi waddling gait berlebihan,

lordosis, tidak mampu naik turun tangga


 Tk IV : ambulasi waddling gait berlebihan,

lordosis +, tidak mampu bangkit dr kursi


 Tk V : ambulasi & ADL dg kursi roda scr mandiri
 TK VI : ambulasi dg kursi roda scr mandiri,

transfers dg bantuan

08:01
 TK VII: ambulasi dg kursi roda dg bantuan,
memakai penyangga punggung
 Tk VIII: tirah baring, ADL dibantu

 Problematik:
 Kelemahan otot
 Penurunan ROM
 Penurunan kemamp. Fungsional & Ambulasi
 Penurunan fungsi respirasi
 Trauma emosional

08:01
Terapi
 Tujuan:
 Mencegah kecacatan
 Memelihara kemampuan fungsional
 Fascilitasi perkembangan
 Support mental
 Terapi:
 Exercises: pasif, free aktif
 Stretching
 Posisioning
 Respirator exc.: Postural drainage, assisted coughing,
B.E.
 Motivasi
08:01

Anda mungkin juga menyukai