Anda di halaman 1dari 70

PEMBERIAN MODALITAS FISIOTERAPI TRANSCUTANEOUS

ELECTRICAL NERVE STIMULATION, TRAKSI LUMBAL DAN

TERAPI LATIHAN PADA PASIEN LOW BACK PAIN

DI RSUD SIDOARJO

Disusun Oleh:

Anak Agung Gde Mangu Prawirayuda (P27226017106)


Maevy Dwi Cahyaningrum (P27226017131)
Rachma Fajar Ayu Karfitasari (P27226017139)
Rosyida Nur Fitrah (P27226017144)
Taufik Rirenggatama (P27226017147)
Diah Ayu Putri Ning Sriyana (P27226017167)

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN FISIOTERAPI

JURUSAN FISIOTERAPI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES

SURAKARTA

2020
PEMBERIAN MODALITAS FISIOTERAPI TRANSCUTANEOUS

ELECTRICAL NERVE STIMULATION, TRAKSI LUMBAL DAN

TERAPI LATIHAN PADA PASIEN LOW BACK PAIN

DI RSUD SIDOARJO

Disusun Oleh:

Anak Agung Gde Mangu Prawirayuda (P27226017106)


Maevy Dwi Cahyaningrum (P27226017131)
Rachma Fajar Ayu Karfitasari (P27226017139)
Rosyida Nur Fitrah (P27226017144)
Taufik Rirenggatama (P27226017147)
Diah Ayu Putri Ning Sriyana (P27226017167)

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN FISIOTERAPI

JURUSAN FISIOTERAPI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES

SURAKARTA

2020

i
MAKALAH

PEMBERIAN MODALITAS FISIOTERAPI TRANSCUTANEOUS


ELECTRICAL NERVE STIMULATION, TRAKSI LUMBAL DAN
TERAPI LATIHAN PADA PASIEN LOW BACK PAIN
DI RSUD SIDOARJO

Disusun Oleh:
Anak Agung Gde Mangu Prawirayuda (P27226017106)
Maevy Dwi Cahyaningrum (P27226017131)
Rachma Fajar Ayu Karfitasari (P27226017139)
Rosyida Nur Fitrah (P27226017144)
Taufik Rirenggatama (P27226017147)
Diah Ayu Putri Ning Sriyana (P27226017167)

Telah diperiksa dan disetujui oleh:


Pada tanggal: …………………………..

Pembimbing

Winar Hartini, Ftr Ririn Ratna Damaiyanti, Ftr


NIP. 19650929 198903 2 016 NIP. 19670217 199202 2 001

Mengetahui
Kepala Sub Bagian Pendidikan dan Penelitian
RSUD Sidoarjo

Dr. Agus Santosa, S. Kp, M.Kes


NIP. 1969 0427 199203 1 003

ii
PRAKATA PRAKTIK

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan izinnya

penulis dapat menyelesaikan makalah tentang pemberian modalitas fisioterapi

transcutaneous electrical nerve stimulation, traksi lumbal dan terapi latihan pada

pasien low back pain di RSUD Sidoarjo guna memenuhi tugas praktik kinik yang

dilakukan di RSUD Sidoarjo.

Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada Nabi Muhammad

SAW, keluarga, sahabat serta para pengikutnya.

Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan makalah ini, meskipun masih

banyak kekurangan dan kesalahan dalam makalah ini. Untuk itu penulis

mengharapkan kritik yang membangun guna keberhasilan penulis yang akan

datang.

Penulis menyadari makalah ini tidak dapat diselesaikan tanpa dukungan

dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak

terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikan

makalah ini, semoga segala upaya yang telah dicurahkan mendapat berkah dari

Allah SWT. Aamiin.

Sidoarjo, 19 September 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul.............................................................................................. i

Halaman Pengesahan................................................................................... ii

Prakata Praktik............................................................................................. iii

Daftar Isi...................................................................................................... iv

Daftar Gambar.............................................................................................. v

Daftar Tabel................................................................................................. vi

Daftar Lampiran........................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah........................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................. 4
C. Tujuan Penulisan................................................................... 4
D. Manfaat Penulisan................................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................. 6


A. Anatomi dan Fungsional Punggung Bawah.......................... 6
B. Low Back Pain....................................................................... 12
C. Modalitas Fisioterapi............................................................. 19

BAB III PELAKSANAAN STUD KASUS.............................................. 29


A. Keterangan Umum Penderita................................................ 29
B. Diagnosa Medis..................................................................... 29
C. Segi Fisioterapi...................................................................... 30

BAB IV PENUTUP................................................................................... 50
A. Kesimpulan............................................................................. 50
B. Saran....................................................................................... 50

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 51

iv
DAFTAR GAMBAR

v
DAFTAR TABEL

vi
DAFTAR LAMPIRAN

vii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Semakin majunya perkembangan zaman, persaingan dalam segala bidang

semakin ketat. Untuk mampu mengikuti persaingan yang semakin ketat

dibutuhkan kualitas Sumber Daya Manusia yang bermutu dan produktifitas kerja

yang baik. Sumber Daya Manusia cukup berkualitas pun jika mengalami masalah

kesehatan dapat menurunkan produktifitas kerja. Salah satu masalah kesehatan

yang bisa mempengaruhi menurunnya produktifitas kerja adalah low back pain.

Low back pain adalah nyeri, ketegangan otot atau kekakuan lokal yang

dirasakan di daerah bawah kosta sampai lipatan bokong bawah yang disertai atau

tanpa disertai sciatica yaitu nyeri yang cenderung menjalar ke posterior paha dan

tungkai yang disebabkan tekanan pada saraf sciatic (Chou, 2011). Low back pain

(LBP) adalah gangguan yang terjadi pada area punggung bawah yang dapat

menimbulkan nyeri sehingga menghambat aktivitas sehari-hari. Kelainan ini

melibatkan otot dan tulang, sumber rasa sakit yang dialami individu adalah karena

cidera pada struktur jaringan lunak yang meliputi otot, fascia, dan ligament

(Kirthika, 2016). Low back pain (LBP) adalah nyeri yang dirasakan di punggung

bagian bawah, bukan merupakan penyakit ataupun diagnosis untuk suatu penyakit

namun merupakan istilah untuk sindrom nyeri yang dirasakan di area anatomi

yang terkena dengan berbagai variasi lama terjadinya nyeri (Andini Fauzia, 2015).

1
2

Keluhan low back pain ini sering ditemukan dalam kehidupan sehari–hari.

Diperkirakan sekitar 60-85% seluruh populasi pernah mengalami keluhan ini

selama hidupnya. Prevalensi low back pain di Indonesia sendiri bervariasi antara

7,6% sampai 37% (Ditjen Yankes, 2018). Menurut World Health Organization

(WHO) umumnya penderita low back pain berusia 25 – 65 tahun. Meskipun

sebenarnya dapat terjadi di semua usia, namun prevalensi ini sering terjadi pada

usia 35 – 55 tahun dan terus meningkat seiring bertambahnya usia.

Salah satu klasifikasi low back pain adalah low back pain miogenik. low

back pain miogenik merupakan penyebab terbanyak yang sering terjadi. low back

pain miogenik lebih kurang 90% disebabkan oleh faktor mekanik yaitu low back

pain pada struktur anatomi normal yang digunakan secara berlebihan atau akibat

dari trauma atau deformitas, yang menimbulkan stress atau strain pada otot,

tendon dan ligamen (Borenstein dan Wiesel, 2004; dikutip oleh Pramita, 2014).

low back pain miogenik berkaitan dengan aktivitas sehari-hari yang berlebihan,

mengangkat beban yang berat, terlalu lama berdiri atau duduk dengan posisi yang

salah.

Low back pain miogenik merupakan nyeri disekitar punggung bawah

yang disebabkan karena gangguan atau kelemahan pada unsur otot dan tendon

tanpa disertai gangguan neurologis. Low back pain miogenik dapat

mengakibatkan spasme pada otot yang mana dapat menimbulkan penderita

merasakan nyeri. Spasme otot yang bekepanjangan menyebabkan penekanan pada

pembuluh darah yang lama kelamaan akan menyebabkan iskemia, sehingga

penderita akan membatasi adanya gerakan yang dapat menimbulkan nyeri.


3

Adanya pembatasan gerakan akan menimbulkan penurunan tingkat aktivitas

fungsional penderita, dalam jangka waktu yang lama maka terjadi penurunan

kekuatan otot yang selanjutnya diikuti dengan terjadinya atrofi pada otot-otot

daerah punggung bawah (Sugijanto, 2006; dikutip oleh Pangestu, 2016).

Permasalahan yang ditimbulkan low back pain cukup besar, tetapi

sebagian besar keluhan dapat hilang sendirinya tanpa adanya penanganan medis

(Kravitz, 2006; dikutip oleh Pramita, 2014). Masa penyembuhan low back pain

biasanya berlangsung antara 3 - 4 bulan. Hilangnya keluhan low back pain masih

menimbulkan permasalahan yaitu resiko untuk kambuh kembali yang salah

satunya disebabkan karena adanya penurunan fungsi stabilitas otot-otot tulang

belakang bagian dalam. Impairment pada LBP yaitu berupa nyeri, penurunan

proprioseptif, keterbatasan lingkup gerak sendi (LGS) lumbal dan kelemahan otot

pada regio punggung bawah. Gangguan-gangguan tersebut akan mengakibatkan

functional limitation seperti kesulitan dalam membungkuk, berjongkok, berdiri

dari posisi duduk lama, berdiri lama dan kesulitan berjalan. Oleh karena itu

dibutuhkan terapi untuk meningkatkan kemampuan fungsionalnya.

Fisioterapi sebagai tenaga medis memberikan pelayanan dalam tahap

pengembangan, pemeliharaan dan pemulihan gerak dan fungsi tubuh mempunyai

peranan penting dalam penanganan LBP. Secara umum, tujuan dari pengobatan

konservatif LBP adalah untuk mengurangi nyeri, meningkatkan aktivitas hidup

sehari-hari (ADL), dan untuk mengajarkan pasien bagaimana mengatasi nyeri

(Kachanathu et al., 2014). Modalitas fisioterapi yang dapat diberikan untuk


4

mengurangi low back pain dapat berupa transcutaneous electrical nerve

stimulation, traksi lumbal dan terapi latihan.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada makalah ini adalah: bagaimana pengaruh

pemberian modalitas fisioterapi berupa Transcutaneous electrical nerve

stimulation, traksi lumbal dan terapi latihan pada kasus low back pain?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui pengaruh

penanganan fisioterapi dengan modalitas Transcutaneous electrical nerve

stimulation, traksi lumbal dan terapi latihan pada kasus low back pain di RSUD

Sidoarjo dan mengevaluasi pengaruh modalitas fisioterapi berupa Transcutaneous

electrical nerve stimulation, traksi lumbal dan terapi latihan pada kasus low back

pain di RSUD Sidoarjo.

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi penyusun makalah

Dapat melakukan penanganan fisioterapi dengan modalitas berupa

Transcutaneous electrical nerve stimulation, traksi lumbal dan terapi latihan pada

kasus low back pain di RSUD Sidoarjo.

2. Bagi fisioterapis dan institusi pelayanan


5

Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk pemilihan modalitas

terapi pada pasien dengan low back pain, selain pilihan modalitas terapi lain yang

biasa digunakan di RSUD Sidoarjo.

3. Bagi institusi pendidikan

Sebagai sebuah masukan kepada institusi Pendidikan dan aplikasi ilmu

pengetahuan di bidang fisioterapi, untuk selanjutnya dapat dikembangkan lebih

lanjut.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fungsional Punggung Bawah

Kolumna vertebralis tersusun dari 33 tulang vertebra yang tersusun dalam

5 regio (7 vertebra servikalis, 12 vertebra torakalis, 5 vertebra lumbalis, 5 vertebra

sakralis dan 4 vertebra coccygeus). 33 pasang tulang vertebra tersebut

dihubungkan satu sama lain oleh diskus, ligamen, otot. Dari 33 jumlah vertebra

tersebut semua dapat digerakan tetapi 9 vertebra sisanya tidak dapat digerakan

karena 5 vertebra sakralis menyatu membentuk os sacrum dan 4 vertebra

coccygeus menyatu untuk membentuk os coccygeus. Vertebra lumbalis terletak di

bagian punggung bawah di antara toraks dan sakrum. Vertebra lumbalis terdiri

dari 5 tulang vertebra yaitu L1-L5. Sebuah vertebra umumnya terdiri dari satu

arkus vertebra di posterior, satu korpus vertebra di anterior, diskus, sendi facet

dan ligamen. Korpus vertebra lumbal juga memiliki bentuk yang lebih besar jika

dibandingkan dengan corpus vertebra lainya (Lippert, 2017).

Arkus vertebra terletak di sebelah posterior korpus vertebra dan terdiri dari

dua pasang (kanan dan kiri) pedikulus dan lamina. Arkus vertebra dan permukaan

posterior korpus vertebra membentuk dinding foramen vertebralis. Susunan

foramen vertebralis pada kolumna vertebralis akan membentuk kanalis vertebralis

(kanalis spinalis), yang berisi medulla spinalis dan akar saraf spinalis (Moore dan

6
Dalley, 2013). Arkus vertebralis terdiri dari; 2 prosesus transversus, 4

prosesus

7
8

artikularis dan 1 prosesus spinosus. Letak prosesus artikularis inferior menghadap

anterior atau lateral yang berhimpitan antara artikularis superior dan artikularis

inferior sehingga membentuk articulatio (facies) zygapophysialis. Prosesus

transversus sendiri merupakan proyeksi dari arkus vertebra yang terletak di sisi

lateral. Sedangkan prosesus spinosus merupakan proyeksi paling posterior dari

arkus vertebra, terletak di persimpangan dua lamina dan berfungsi sebagai titik

tempat melekatnya banyak otot dan ligamen dan dapat teraba di sepanjang tulang

belakang (Lippert, 2017).

Gambar 2.1

Pandangan superior vertebra lumbalis (Lippert, 2017).

Korpus vertebra merupakan bagian anterior tulang vertebra yang lebih

padat dan secara kasar berbentuk silindris, yang memberi kekuatan pada kolumna

vertebralis saat menopang berat tubuh. Dimana semakin ke caudal, ukuran korpus

vertebra berangsur menjadi lebih besar dan kemudian secara progresif kembali

mengecil ke ujung os coccygeus. Keadaan bahwa daerah lumbal dan sacrum akan

menerima beban yang lebih besar daripada daerah servikal dan torakal yang

membuat terjadinya perbedaan struktural vertebra lumbal dengan yang lainnya.


9

Vertebra mencapai ukuran maksimum tepat di sebelah superior sakrum, yang

memindahkan beban ke gelang panggul pada articulatio sacroiliaca (Moore dan

Dalley, 2013).

Diskus intervertebralis terdiri dari dua bagian yaitu annulus fibrosus yang

terletak dibagian pinggir dan pada bagian tengah disusun oleh nucleus pulposus.

Diskus ini berfungsi sebagai peredam kejut atau benturan apabila beban pada

kolumna vertebralis bertambah. Fungsi lain dari diskus intervertebralis yaitu

sebagai penyangga beban, penahan gerakan antar tulang vertebra dan untuk

memisahkan antar tulang vertebra sebagai unit fungsional dari sendi facet.

Sendi facet atau yang biasa disebut sendi apophyseal atau zygapophyseal

merupakan sendi yang khas yang terletak di bagian posterior dari vertebra. Sendi

ini dibentuk oleh prosesus artikularis superior vertebra dengan prosesus artikularis

inferior vertebra yang terletak di atasnya. Setiap ruas tulang belakang memiliki

dua sendi facet dikarenakan setiap ruas vertebra memiliki dua prosesus artikularis

superior dan dua prosesus artikularis inferior (Lippert, 2017).

Gambar 2.2
Sendi facet (Putz dan Pabst, 2006)
10

Komponen yang terakhir pada vertebra adalah ligamen. Terdapat cukup

banyak ligamen yang bekerja secara bersama – sama untuk menyokong beban

berat tubuh.

Gambar 2.3

Ligamen pada vertebra (Moore dan Dalley, 2014).

Ligamen juga berfungsi sebagai penopang berat badan dan peredam

gerakan tiba-tiba. Selain itu ligamen juga berfungsi untuk memelihara stabilitas

sendi saat terjadi gerakan. Ligamen sendiri merupakan stabilisator pasif pada

vertebra. Selain dengan adanya stabilisator pasif, pada vertebra juga terdapat

stabilisator aktif yaitu otot. Otot-otot pada punggung bawah membantu

mempertahankan posisi tubuh, menggerakkan serta mengontrol gerakan. Otot juga

mempunyai komponen yang dapat mempertahankan fungsi normal vertebra dari

luapan beban (Kapandji, 2010).

Otot punggung dapat dikategorikan menjadi otot intrinsik, ekstrinsik, dan

otot intermediate atau otot perantara. Otot intrinsik merupakan otot bagian dalam
11

yang menyatu dengan kolumna vertebra dan dianggap sebagai otot sejati. Otot-

otot intrinsik memanjang mulai dari dasar tengkorak sampai sakrum. Tiga otot

bagian dalam punggung termasuk semispinalis, multidifus dan rotatores (Henson

dan Edens, 2018). Otot intrinsik terdiri dari kelompok otot yang berfungsi untuk

mempertahankan postur, mengendalikan pergerakan kepala dan kolumna vertebra

(Suyasa, 2018).

Otot ekstrinsik merupakana otot superfisial yang menghubungkan anggota

gerak atas dengan kolumna vertebra, terdiri dari otot serratus posterior,

rhomboids, latissimus dorsi, dan trapezius, pada bagian superfisial berhubungan

dengan bagian dari otot erector spine dan otot semispinalis (Suyasa, 2018). Otot

intermediate merupakan otot erector spine yang teridri dari otot longissimus,

iliocostalis, dan otot spinal. Otot-otot tersebut membantu pergerakan sangkar

thorak ekstensor utama pada kolumna vertebra dan mengontrol fleksi pada

kolumna vertebra atas (upper column vertebrae), otot – otot dalam ini tertutup

oleh fasia (Henson dan Edens, 2018).


12

Gambar 2.4
Otot-otot punggung untuk gerakan ekstensi trunk (Putz R dan Pabst R, 1995).
Keterangan gambar 2. 4
1. m. Spinalis thoracis
2. m. Iliocostalis lumborum
3. m. Obliqus eksternus abdominis
4. m. Obliqus internus abdominis
5. m. Iliocostalis thoracis
6. m. Latisimus dorsi
7. m. Erector spine
Otot trunk atau dikenal sebagai core muscle merupakan otot-otot yang

berada pada vertebra dan pelvis. Struktur penyusun otot trunk yang berfungsi

sebagai fleksor trunk adalah (1) rectus abdominis, (2) obliqus internus, (3)

obliqus eksternus. Otot-otot ini berada di bagian perut (Hall, 2003). Otot

rectus abdominis berorigo pada simpisis pubis dan berinsersio pada prosesus

xhipoideus, cartilage costa, dan costa ke 5-7. Otot obliqus internus berorigo

pada aponeurosis thoraco-lumbal, cristailiaca, ligament inguinal lateral dan

berinsersio pada permukaan dalam costa ke 10-12, garis pectineal tengah dari

pubis, dan linea alba. Otot obliqus eksternus berorigo pada permukaan luar

costa ke 5-12 dan berinsersio pada puncak anterior tulang ilium, ligament

inguinal, dan linea alba (Cael, 2010).


13

Gambar 2.5

Otot – otot penggerak fleksor trunk (Hall, 2015)

B. Low Back Pain

1. Definisi low back pain

Low Back Pain (LBP) atau nyeri punggung bawah merupakan nyeri di

daerah punggung antara sudut bawah kosta sampai daerah lumbosacral (Adhyati,

2011). Low back pain dapat disebabkan oleh masalah saraf, iritasi otot atau lesi

pada tulang. Nyeri ini juga dapat mengikuti cedera pada trauma pada punggung,

dan dapat juga disebabkan oleh kondisi degeneratif seperti penyakit arthritis dan

osteoporosis. Penyebab lainnya adalah obesitas, berat badan saat hamil, postur

tubuh saat beraktivitas serta posisi tidur yang buruk (Kusumaningrum, 2014).
14

Low back pain (LBP) adalah gangguan yang terjadi pada area punggung

bawah yang dapat menimbulkan nyeri sehingga menghambat aktivitas sehari-hari.

Kelainan ini melibatkan otot dan tulang, sumber rasa sakit yang dialami individu

adalah karena cidera pada struktur jaringan lunak yang meliputi otot, fascia, dan

ligament (Kirthika, 2016). Low back pain (LBP) adalah nyeri punggung bawah,

nyeri yang dirasakan di punggung bagian bawah, bukan merupakan penyakit

ataupun diagnosis untuk suatu penyakit namun merupakan istilah untuk sindrom

nyeri yang dirasakan di area anatomi yang terkena dengan berbagai variasi lama

terjadinya nyeri (Andini Fauzia, 2015).

2. Klasifikasi Low back pain

Low back pain dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Low back pain spesifik

Low back pain dapat dikaitkan dengan penyebab nyeri dengan

karakteristik yang lebih spesifik diantaranya, nyeri radikuler, masalah pada sendi

faset, sacro-iliaka, nyeri diskogenik, dan stenosis spinal (Allegri, et al, 2016).

b. Low back pain non spesifik

Nyeri punggung bawah non spesifik merupakan gejala dengan penyebab

yang tidak jelas. Sebagian besar nyeri punggung bawah dianggap tidak spesifik,

namun ketegangan dan spasme otot dianggap sebagai salah satu alasan yang

umum untuk nyeri punggung bawah (Allegri, et al., 2016). Nyeri punggung

bawah merupakan tanda yang menyertai sebagian penyakit. Diagnosis non-

spesifik low back pain dapat diartikan karena pathoanatomical yang tidak
15

diketahui penyebabnya. Permasalahan ini dapat menyerang siapa saja. Nyeri yang

timbul pada masa anak-anak dapat diprediksi akan menjadi nyeri punggung

bawah kronis saat dewasa (Maher, et al, 2017).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Low back pain

a. Jenis kelamin

Pada umumnya perempuan lebih rentan mengalami nyeri punggung bawah

daripada laki-laki karena secara fisiologis kekuatan otot pada perempuan lebih

rendah daripada laki-laki dengan perbandingan 2/3, sehingga daya tahan otot laki-

laki lebih tinggi dibanding perempuan (Legiran, 2018).

b. Umur

Nyeri punggung bawah dapat menyerang siapa saja baik dewasa, lansia,

bahkan remaja. Nyeri punggung bawah yang terjadi pada masa pertumbuhan akan

lebih beresiko dibanding pada orang dewasa karena terdapat kemungkinan untuk

penyakit yang serius apabila keluahan nyeri punggung bawah disertai dengan

penurunan berat badan, kelemahan, dan masalah ketika berjalan berupa nyeri yang

menyebar sampai punggung bawah dan mengganggu tidur (Spiteri, et al, 2017).

Nyeri punggung bawah yang sering terjadi pada masa pertumbuhan dianggap

karena belum matangnya sistem muskuloskeletal terutama pada tulang belakang

(Simamora, 2019).

c. Aktivitas

Nyeri punggung dapat diakibatkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik.

Nyeri punggung bawah sering terjadi pada mereka yang memiliki aktivitas yang
16

berat dengan body mechanic atau sikap kerja yang salah ketika mengangkat,

memindahkan, dan mendorong benda berat (Roma, 2019).

d. Indeks massa tubuh

Otot punggung merupakan stabilisator dan penyokong pada tulang

belakang, karena itu pada orang yang overweight dan obesitas beban pada tulang

belakang akan menjadi lebih besar, sehingga dapat mengalami nyeri punggung

karena degenerasi pada diskus yang disebabkan oleh kompresi dan kelainan lokasi

anatomis akibat beban yang berlebih (Lisanti,2017). Menurut WHO, body mass

index atau indeks massa tubuh diklasifikasikan sebagai berikut.

TABEL 2.1

KATEGORI INDEKS MASSA TUBUH

Klasifikasi IMT
Berat badan kurang (underweight) <18,5
Berat badan normal 18,5 – 22,9
Kelebihan berat badan (overweight) 23 – 24,9
dengan risiko
Obesitas I 25 – 29,9
Obesitas II ≥ 30

Sumber : Kemenkes RI, 2018

e. Postur dan sikap tubuh

Sikap atau postur tubuh yang salah seperti kebiasaan duduk dalam posisi

yang salah, posisi duduk statis yang lama dan kurang ergonomis, membungkuk

kedepan, kepala menunduk serta punggung bawah yang terlalu lordosis

mengakibatkan titik berat badan akan jatuh ke depan. Hal ini akan berpengaruh

pada fleksibilitas dan menimbulkan kelelahan pada otot-otot stabilisator lumbal

apabila terjadi terus menerus dan dalam jangka waktu yang lama akan
17

menyababkan timbulnya nyeri. adanya kelainan struktur yang abnormal seperti

scoliosis, lordosis dan kifosis juga dapat menimbulkan nyeri punggung bawah

Kissner, 2017).

4. Penyebab Low back pain

Low back pain secara umum dapat diklasifikasikan sebagi nyeri punggung

bawah spesifik yang diketahui penyebab pastinya dan nyeri punggung bawah non

spesifik yang tidak diketahui penyebab pastinya (Allegri, et al, 2016). Sebagian

besar (85%), penyebab nyeri punggung bawah adalah non-spesifik terkait dengan

masalah pada jaringan lunak berupa cedera otot maupun ligamen dan spasme,

serta kelelahan pada otot-otot punggung (Fitrina, 2018).

Low back pain merupakan keluhan muskuloskeletal yang disebabkan oleh

berbagai faktor resiko. Pada umumnya faktor resiko yang dapat dialami oleh

semua orang adalah pembebanan pada area punggung. Hal tersebut dapat

menyebabkan cedera pada tulang belakang dan otot-otot punggung akibat beban

berat yang bertumpu langsung pada punggung sehingga posisi tubuh dalam

keadaan membungkuk, yang dapat menyebabkan terjadinya postur yang buruk

dan gangguan muskuloskeletal (Listiarini, 2016). Pembebanan otot dan tulang

yang lama dan berulang akan menyebabkan penyempitan permanen pada rongga

diskus dan degenerasi dini pada tulang belakang serta kontraksi berlebih pada otot

sehingga menimbulkan nyeri punggung bawah (Arwinno, 2018).

Menurut Janda (2010) dikutip oleh Widnyana (2018), NPB yang

disebabkan karena permasalahan pada otot umumnya ditemukan muscle

imbalance syndrome yang ditandai dengan: (1) adanya tightness pada otot
18

ekstensor lumbal yang kemudian diikuti dengan adanya tightness pada otot fleksor

panggul atau sebaliknya, (2) tightness pada kedua otot tersebut disebabkan karena

adanya kelemahan otot perut dan otot pantat dalam kontrol postural tegak. Nyeri

punggung bawah ini berhubungan dengan aktivitas sehari-hari yang berlebihan

seperti membawa beban yang berat dan terjadi secara berulang. Hal ini akan

menyebabkan penurunan mobilitas lumbal karena adanya nyeri, spasme,

imbalance antara otot perut dan paravertebral sehingga menyebabkan disabilitas.

Winar (2001), dikutip oleh Listiarini (2016) mengatakan bahwa proses

mengangkat beban lebih terletak pada otot, beban tersebut lebih ditumpukan pada

otot besar dan memiliki stabilitas kuat seperti otot-otot punggung, namun hal ini

dapat menambah lengkungan lordosis pada lumbal dan pada bagian depan

menambah kifosis pada dada sehingga tubuh akan membungkuk. Semakin berat

beban yang dibawa seseorang maka akan tekanan pada tulang belakang menjadi

semakin besar sehingga semakin meningkatkan resiko nyeri pada punggung

bawah (Pratiwi, 2009).

Berat beban yang diangkut tubuh secara berlebihan dapat menyebabkan

cedera pada tulang belakang dan otot, hal tersebut karena beban berat yang

diangkut dapat mengurangi ketebalan diskus intervertebral dan menambah

kelengkungan tulang vertebra (Legiran, 2018).

Pembebanan yang terjadi pada tulang belakang akan menyebabkan otot-

otot punggung mengalami kejang dan kaku sehingga menimbulkan nyeri

punggung yang dapat ditandai dengan keterbatasan gerak. Apabila hal ini

berlangsung dalam waktu yang lama akan menyebabkan kelemahan pada otot
19

punggung yang menumpu beban sehingga nyeri yang terjadi juga berlangsung

lama (Listiarini, 2016). Ketika seseorang membawa beban yang melebihi

kapasitas tubuhnya, maka kepala akan condong kedepan untuk mempertahankan

posturnya, hal ini akan menambah kelengkungan pada tulang belakang dan akan

menimbulkan adanya nyeri punggung bawah (Dewantari dan Adiputra, 2017)

5. Patofisiologi Low back pain

Tulang belakang dibagi ke dalam bagian anterior dan bagian posterior.

Bentuknya terdiri dari serangkaian badan silindris vertebra, yang terartikulasi oleh

diskus intervertebral dan diikatbersamaan oleh ligamen longitudinal anterior dan

posterior. Struktur yang peka terhadap nyeri adalah periosteum, 1/3 bangunan luar

anulus fibrosus, ligamentum, kapsula artikularis, fasia dan otot tereksitasi apabila

ada kelainan bersifat patologi, penyakit, trauma, beban mekanik dan postural yang

tidak baik sehingga adanya muskuler berupa peningkatan alfa dan gamma motor

neuron sehingga timbul spasme. Semua struktur tersebut mengandung nosiseptor

yang peka terhadap berbagai stimulus (mekanikal, termal, kimiawi). Pada kondisi

nyeri punggung bawah pada umumnya otot ekstensor lumbal lebih lemah

dibanding otot fleksor, sehingga tidak kuat mengangkat beban. Otot sendiri

sebenarnya tidak jelas sebagai sumber nyeri, tetapi muscle spindles jelas

diinervasi sistem saraf simpatis. Dengan hiperaktifitas kronik, muscle spindles

mengalami spasme sehingga mengalami nyeri tekan. Perlengketan otot yang tidak

sempurna akan melepaskan pancaran rangsangan saraf berbahaya yang

mengakibatkan nyeri sehingga menghambat aktivitas otot (Mahendra, 2018). 

C. Modalitas Fisioterapi
20

1. TENS

a. Definisi TENS

Stimulasi saraf elektrik transkutaneus (TENS) indikasinya manajemen nyeri

dan modulasi nyeri melalui aktivasi teori gerbang kendali (gate control) dan teori

opiate endogen. TENS adalah bentuk stimulasi saraf elektrik perifer melalui kulit

yang digunakan untuk mendapatkan elektroanalgesia, untuk mencari saraf

perkutaneus, untuk mempertahankan aktivitas otot setelah stroke dan untuk

perkembangan otot.

Karakteristik dalam TENS konvensional, yaitu frekuensinya sebesar 10-100

Hz dan dalam TENS modern, frekuensinya dapat beragam dari 2-600 Hz.

frekuensi dapat disesuaikan dalam kedua jenis perlengketan TENS.

Dipercaya bahwa jaringan tubuh dapat beradaptasi terhadap arus TENS dan

untuk mencegah hal ini, arus TENS dimodulasi. Perubahan bertahap dan kontinu

dalam satu atau lebih parameter arus TENS, untuk mencegah adaptasi dikenal

sebagai modulasi TENS. Modulasi ini dapat dihasilan dengan perubahan frekuensi

secara bertahap dan kontinu.

Klasifikasi TENS bergantung pada frekuensi dan penggunaannya, TENS

dibagi menjadi dua jenis berbeda, yaitu TENS frekuensi tinggi dan TENS

frekuensi rendah. TENS frekuensi tinggi juga dikenal sebagai TENS tinggi dan

intensitas rendah. TENS frekuensi tinggi memiliki frekuensi diatas 50 Hz

digunakan untuk nyeri akut. TENS frekuensi rendah memiliki frekuensi kurang

dari 50 Hz digunakan untuk nyeri kronik.


21

b. Mekanisme analgesia pada TENS

Menggunakan teori endorphin: TENS menyebabkan stimulasi dan

peningkatan sirkulasi endorphin. Endorfin adalah zat transmitter endogenus yang

menyerupai morfin. Endofin terbentuk secara alamiah di dalam otak dan kelenjar

hipofisis. Endorfin dari otak bersirkulasi dan menghambat sensi nyeri sebagai

hasil dari aplikasi TENS.

Teori Gerbang Kontrol menyatakan bahwa nyeri dapat dihambat di

berbagai gerbang yang dilalu oleh impuls nyeri saat menuju ke otak. Gerbang ini

berlokasi di sinaps neuronal di dalam medulla spinalis. Informasi yang mengarah

ke sensasi nyeri berjalan melewati gerbang dan bergantung pada keseimbangan

aktivitas di serabut saraf eferen yang besar dan kecil serta di serabut yang turun

dari bagian pusat yang lebh tinggi. Transmisi sensasi nyeri bergantung pada

aktivasi transmisi sel (T) oleh serabut saraf yang besar atau kecil.

c. Indikasi Penggunaan TENS

TENS umumnya digunakan untuk elektroanalgesia di banyak kondisi.

Nyeri sendi: arthritis rheumatoid, osteoarthritis, hemoragi intra artikular, dan lain

lain. Nyeri akut: TENS dapat juga digunakan dalam terapi nyeri akut seperti nyeri

obstetric atau nyeri persalinan, trauma akut, nyeri orofasial akut, nyeri

pascaoperasi, dan dismenorea primer. Nyeri otot: TENS juga digunakan dalam

terapi nyeri karena berbagai gangguan otot, seperti spasme otot, tortikolis spastic,

miositis, mialgia, dan otot keseleo. Nyeri spinal: cedera medulla spinalis,

siringomielitis kompresi radiks dorsalis, arakhonoiditis, pascakordotomi,

kompresi saraf spinal dapat diterapi dengan sangat baik. Nyeri neoplastik: TENS
22

dapat digunakan dalam terapi kondisi neoplastik. Gangguan saraf: cedera saraf

perifer, neuroma traumatic, neuralgia, trigeminal, kausalgia, neuralgia brakial,

neuritis interkostal, mononeuritis, polyneuritis, dan neuropati. Indikasi non

analgesik: TENS juga dapat digunakan pada dismenorea, penyakit raynaud,

penyakit buerger, pemulihan luka dan setelah bedah rekonstruktif dan Nyeri

psikogenik dan nyeri fantom.

d. Dosimetri TENS

Pada nyeri akut TENS frekuensi tinggi dan intensitas rendah atau yang

dapat dilaca dapat diaplikasikan selama 20 menit. Pada nyeri kronik, TENS

frekuensi rendah dapat diaplikasikan dengan intensitas tinggi atau dapat

ditoleransi selama 30 menit. Namun jika intensitas nyeri sangat hebat bahkan

TENS dapat diaplikasikan selama 8 hingga 24 jam.

2. Traksi

Traksi merupakan suatu teknik terapi yang menggunakan tenaga mekanik

ataupun manual dengan cara kerja yaitu dengan cara memisahkan atau

melonggarkan sendi dan jaringan lunak.

Indikasi dilakukan traksi yaitu radiks saraf spina yang terganggu

disebabkan oleh pulposus nucleus terherniasi atau stenosis spina, spasme otot,

hipomobilitas spina, inflamasi otot, nyeri sub akut dan kronik. Traksi yang

menjadi salah satu modalitas yang digunakan dalam penanganan kondisi Hernia

Nucleus Pulposus (HNP) ini bahwa dengan traksi teknik intermiten dapat

menurunkan nyeri dan menurunkan spasme (Cameron, 1999). Adapun kontra

indikasi dilakukan traksi meliputi kondisi trauma akut atau inflamasi,


23

hipermobilitas atau instabilitas, hipertensi yang tidak terkontrol, fraktur,

osteoporosis, spondylosis.

Ada dua jenis traksi yaitu traksi kontinu dan intermiten untuk

pelaksanaannya kedua jenis traksi sama yaitu adalah posisi pasien tidur terlentang

paha sedikit fleksi 85 derajat dan eksorotasi 10-15 derajat serta lutut dalam

keadaan fleksi 85-90 derajat. Pelaksanaannya menggunakan alat pengikat

punggung berupa sabuk (pelvic belt) yang diikatkan diatas crista iliaca. Kedua

adalah traksi intermiten untuk posisi pasien dan pelaksanaannya sama seperti

traksi kontinu, yang membedakan Teknik traksi yaitu jika kontinu dilakukan

secara terus menerus sedangkan intermiten dilakukan secara terputus putus yaitu

dengan memberikan waktu sendi untuk relaksasi beberapa detik.

3. William flexion exercise

a. Definisi william flexion exercise

William flexion exercise adalah exercise therapy diperkenalkan oleh Dr.

Paul Williams pada tahun 1937. Latihan William flexion exercise ini dirancang

untuk mengurangi nyeri pinggang dengan memperkuat otot-otot yang

memfleksikan lumbo sacral spine, terutama otot abdominal dan otot gluteus

maksimus dan meregangkan kelompok ekstensor punggung bawah

(Luklukaningsih 2014:124). Dengan pemberian William flexion exercise

diharapkan mampu meningkatkan lingkup gerak sendi pada daerah lumbal

penderita low back pain sehingga lingkup gerak sendinya meningkat dan kembali

normal. William flexion exercise dengan frekuensi 3 kali latihan dalam satu

minggu, dan dengan waktu 1 kali terapi 20 menit. William flexion exercise adalah
24

latihan yang dirancang untuk mengurangi nyeri pinggang dengan memperkuat

otot-otot yang memfleksikan lumbo sacral spine, terutama otot abdominal dan

otot gluteus maksimus dan meregangkan kelompok ekstensor punggung bawah.

Tujuan dari terapi latihan Williams fleksion adalah untuk mengurangi nyeri

punggung bawah dan membentuk stabilitas batang tubuh bagian bawah dengan

cara : 1). Aktivasi otot abdominal, gluteus maksimus dan otot hamstring. 2).

Peregangan secara pasif otot-otot fleksor panggul dan punggung bawah (m.

sacrospinalis) sehingga dapat menghasilkan keseimbangan antara otot-otot fleksor

postural dengan otototot ekstensor postural. 3). Mengurangi posisi lordosis dari

vertebra lumbal sehingga dapt mengurangi tekanan pada struktur posterior

vertebra lumbal. 4). Penguatan otot-otot abdominal dan m. Gluteus maksimus.

b. Gerakan MC Kenzie exercise

1) Lying on stomach

Posisi tengkurap dengan kedua lengan ditekuk di samping badan, kepala

menghadap ke bawah ambil napas dalam kemudian hembuskan. Lakukan selama

5 menit. Frekuensi : 1-2 kali perhari.


25

2) Lying on pillow

Tidur tengkurap dengan kedua lengan di samping badan sambil diberi

bantal di bawah dada, kepala menghadap ke bawah ambil napas dalam kemudian

hembuskan. Lakukan selama 5 menit. Frekuensi : 1-2 perhari.

3) Prone on elbows

Berbaring tengkurap, letakkan siku di bawah bahu sehingga badan

menumpu pada lengan bawah. Ambil napas dalam kemudian hembuskan. Tahan

posisi selama 30 detik, ulangi 10 kali. Frekuensi : 1-2 kali perhari.


26

4) Prone press ups

Berbaring tengkurap, letakkan kedua tangan di bawah bahu. Secara

perlahan, luruskan siku sehingga tubuh bagian atas terdorong naik sedangkan

tubuh bagian bawah tetap dalam posisi rileks. Tahan posisi selama 10 detik,

ulangi 10 kali. Frekuensi : 1-2 kali perhari.

Core Strengthening Program

1. Finding pelvic neutral

Posisi telentang kedua tungkai ditekuk. Letakkan handuk di bawah

punggung bawah. Kemudian, kencangkan otot perut dengan cara mendesis

/ ucapkan huruf “S” sehingga handuk akan tertekan oleh tubuh


27

2. Quadruped

Posisi awal seperti merangkak, tubuh menumpu pada kedua tangan dan

lutut. Angkat lengan dan angkat tungkai pada sisi yang berlawanan secara

bersamaan. Tahan 10 detik. Ganti sisi satunya dan hindari extensi

punggung

Frekuensi : 1 set max, sekali sehari

3. Prone plank

Posisi tubuh tengkurap menumpu pada kedua siku dan kaki.

Keseimbangan pada siku. Kontraksikan otot gluteus, tahan posisi dan

hindari ekstensi punggung.

Frekuensi : 1 set max, sekali perhari


28

Goal : Good : 2 m ; Great : 3-5 m

4. Superman

Posisi berbaring tengkurap. Kemudian angkat kedua lengan dan kedua

kaki bersamaan sejajar dengan telinga. Tahan posisi selama 10 detik.

Hindari ekstensi punggung yang berlebihan

Frekuensi : 1 set max, sekali perhari

5. Double leg bridge

Tidur telentang dengan kedua tungkai ditekuk 90 derajat. Secara perlahan

angkat panggul dan tahan selama 5 detik

Frekuensi : 1 set max, sekali perhari


29
30
BAB III

PELAKSANAAN STUDI KASUS

A. Keterangan Umum Penderita

Nama : Tn. P

Umur : 65 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Tidak bekerja

Alamat : Tanggulangin, Kedunganten Selatan, Sidoarjo

No. CM : 1726900

B. Diagnosa Medis

(Diagnosis medis, catatan klinis, medika mentosa, hasil lab, radiologi, dll)

Diagnosis medis : Low back pain

Hasil foto rontgen (22-08-2020) :

- scoliosis lumbalis dengan konveksitas kekiri

- penyempitan disk space VL 4-5

- trabekulasi tulang baik

- osteofit VL 2,3,4,5 ; pedikel baik

- sacroiliac joint baik

- tak tampak paravertebral soft tissue

kesimpulan

31
32

- scoliosis lumbalis dan spondylosis lumbalis

- Penyempitan disk space VL 4-5

Hasil lab : gula darah sewaktu terkontrol = 150 mg/dl

Medika mentosa:

- Mecobalamin 2x1

- Alpentin 2x1

- Meloxicam 15 mg, methylprednisolone 16 mg, diazepam 2mg 2x1

C. Segi Fisioterapi

1) Pemeriksaaan Subyektif

a) Keluhan utama dan riwayat peyakit sekarang

Anamnesis auto pada tanggal : 17 September 2020

Keluhan utama : pasien mengeluh nyeri pada punggung atas

sebelah kanan, terasa “kemeng” terutama pada pinggang sebelah kiri.

Keluhan yang diderita pasien sudah dirasakan sejak ± 5 tahun yang

lalu, merasakan nyeri pinggang atau ‘’kemeng’’ terutma didaerah pungung

atas kanan dan pinggang kiri. Nyeri dirasa memberat pada saat pasien

berjalan, melakukan aktivitas seperti menyapu lantai, bangun dari tidur di

pagi hari, ketika aktivitas mudah capek, dan tidak mampu untuk duduk

maupun berdiri terlalu lama. Nyeri dirasakan meringan saat pasien

istirahat atau tiduran.


33

Kurang lebih pada 5 bulan yang lalu nyeri semakin memberat dan

mengganggu aktivitas kemudian berobat ke puskesmas terdekat pada

bulan April 2020. Pasien meminta rujukan ke RSUD Sidoarjo. Setelah itu

pasien dirujuk ke poli saraf RSUD Sidoarjo. Pada tanggal 22 Agusus 2020

dikonsulkan ke poli rehab medik RSUD Sidoarjo dan dirujuk untuk foto

rontgen, kemudian diberi tindakan fisioterapi sampai sekarang dan

menjalani terapi 3 kali seminggu

b) Riwayat keluarga dan status sosial

Pasien adalah seorang pensiunan welder kapal yang dulunya

bekerja di bidang pengelasan kapal dan seorang kepala rumah tangga

dengan satu istri dan seluruh anaknya sudah berumah tangga.

c) Riwayat penyakit dahulu dan penyerta

Pasien memiliki riwayat penyakit diabetes dan hipertensi. Kadar gula

darah terakhir kali cek 150 mg/dL. Terdapat riwayat trauma 2 tahun lalu dan tidak

punya penyakit kanker.

2) Pemeriksaan objektif

i. Pemeriksaan tanda vital

a) Tekanan darah : 150/80 mmhg

b) Denyut nadi : 75 kali/menit

c) Pernapasan : 20 kali/menit

d) Temperature : 36֯ C
34

e) Tinggi badan : 160 cm

f) Berat badan : 59 kg

Indeks Masa Tubuh (IMT)

59/(1,6 )² = 23 (Normal)

ii. Inspeksi / observasi

a) Statis

- Keadaan umum pasien terlihat baik

- Pasien memiliki postur kyphosis dan scoliosis tipe s ringan

- Bahu nampak asimetris kanan lebih tinggi

- Ketinggian scapula asimetris

- Kepala Nampak head forward

b) Dinamis

- Pola jalan antalgic gait dengan postur membungkuk

- Ekspresi pasien tampak menahan sakit ketika menggerakan

secara aktif fleksi trunk

iii. Palpasi

- Suhu lokal teraba normal

- Terdapat spasme thorakal kanan

- Terdapat spasme paralumbal kiri

- Sips kiri teraba lebih tinggi

- Terdapat nyeri tekan pada sips kanan

- Endfeel vertebra lumbal terasa soft

iv. Joint test


35

a. Pemeriksaan gerak dasar (gerak aktif/pasif/isometrik fisiologis)

1) Pemeriksaan gerak aktif

Pada pemeriksaan pasien diminta melakukan gerakan ke segala arah

bidang gerak yaitu fleksi-ekstensi lumbal, lateral fleksi kanan-kiri, dan rotasi.

Didapatkan pasien mengalami perbedaan antara lateral fleksi ke kiri dan ke

kanan dimana gerakan ke kanan lebih terbatas, disertai dengan adanya keluhan

nyeri.

2) Pemeriksaan gerak pasif

Pemeriksaan ini tidak dilakukan.

3) Pemeriksaan gerak isometric

Pemeriksaan ini tidak dilakukan.

b. Pemeriksaan gerak pasif accessory

Pemeriksaan ini tidak dilakukan

v. Muscle test

Pemeriksaan kekuatan otot

Pasien diminta untuk melakukan gerakan aktif (fleksi, eksensi)

dengan melawan tahanan berat tubuh dan gaya gravitasi. Didapatkan pasien

dapat menggerakkan ke segala arah tetapi tidak full ROM pada gerak fleksi

dan lateral fleksi ke kanan.

vi. Neurological test


36

vii. Kemampuan fungsional dan lingkungan aktivitas

Kemampuan fungsional dasar :

Pemeriksaan kemampuan fungsional dengan menggunakan “Modified

Oswestry Low Back Pain Disability Questionnaire” dengan interpretasi hasil

0% - 20 % = Minimal disability, 21% - 40% = Moderate disability, 41% -

60% = Severe disability, 61% - 80% = Crippled, 81% - 100% = Pasien sudah

sangat tersiksa oleh nyeri yang timbul. Dalam pemeriksaan ini didapatkan

hasil moderate disability Pasien merasakan nyeri yang lebih dan mulai

kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti duduk, mengangkat

barang dan berdiri.

Lingkungan aktivitas

Lingkungan aktivitas pasien cukup mendukung kesembuhan karena pasien

hanya melakukan aktivitas ringan dirumah.

viii. Pemeriksaan spesifik

a. Tes provokasi

1) Tes SLR

Pada tes ini pasien tidur terlentang kemudian secara pasif hip di

fleksikan dengan mempertahankan lutut tetap ekstensi. Pemeriksa harus

mencatat derajat fleksi pinggul di mana pasien melaporkan nyeri atau

reproduksi gejala. Hasil yang diperoleh menunjukkan negatif nyeri

penjalaran.

2) Bragard test
37

Pada tes ini pasien tidur terlentang kemudian secara pasif hip di

fleksikan dengan mempertahankan lutut tetap ekstensi ditambah dengan

memberikan dorso fleksi pada kaki pasien secara pasif. Pemeriksa harus

mencatat derajat fleksi pinggul di mana pasien melaporkan nyeri atau

reproduksi gejala. Hasil yang diperoleh menunjukkan negatif nyeri

penjalaran.

3) Neri test

Pada tes ini pasien tidur terlentang kemudian secara pasif hip di

fleksikan dengan mempertahankan lutut tetap ekstensi ditambah dengan

memberikan dorso fleksi pada kaki pasien secara pasif dan pasien

menggerakkan dagu menyentuh dada secara aktif. Pemeriksa harus mencatat

derajat fleksi pinggul di mana pasien melaporkan nyeri atau reproduksi

gejala. Hasil yang diperoleh menunjukkan negatif nyeri penjalaran.

b. Pemeriksaan nyeri dengan vas

Nyeri diam : 2

Nyeri gerak : 5

Nyeri tekan : 3

c. Pemeriksaan LGS

1) Schoober test

Tes ini dilakukan dengan mengukur atau memberikan tanda

setinggi spina iliaka posterior superior (SIPS) atau prosessus spinosus S2 10

cm ke atas dan 5 cm kebawah dari SIPS. Kemudian pasien diminta untuk


38

membungkuk sampai adanya keterbatasan kemudian ukur jarak antar dua

tanda. Pasien dikatakan normal bila jarak kedua titik lebih dari 20 cm,

sedangkan pasien dikatakan tidak normal bila jarak kedua titik kurang dari

20 cm. Hasil dari tes ini selisih jarak kurang dari 20 cm menunjukkan

adanya gangguan fleksi pada lumbal atau sebesar 18 cm.

2) LGS lateral fleksi

Untuk gerakan lateral fleksi, pengukuran dilakukan dengan

meletakkan mid line pada jari tengah, kemudian ukur jarak normal (saat

berdiri tegak) dari jari tengah sampai lantai. Setelah itu pasien diminta untuk

melakukan gerak lateral fleksi kanan dan kiri, ukur jaraknya dari jari tengah

sampai lantai, apakah ada perbedaan yang mencolok antara kanan dan kiri.

Dari tes ini ditemukan gerakan lateral fleksi ke kanan lebih terbatas.

3) LGS rotasi

Untuk gerakan rotasi pengukuran dilakukan dengan menggunakan

goniometer dengan titik pusat pada garis tengah sutura frontalis beragntian

ke kanan dan kiri. Dari pemeriksaan ini didapatkan rotasi kekanan lebih

terbatas.

d. Pemeriksaan kekuatan otot

Pengukuran secara fungsional dengan mengukur kekuatan dan


integritas dari fungsi dasar lumbal
Nama otot Nilai otot
Fleksor lumbal 3
Ekstensor lumbal 5

Tabel 3.1
39

Nilai kekuatan otot

3) Underlying proccess
(clinincal reasoning)

- cedera otot ataupun Faktor usia/


ligament, spasm, Degeneratif
kelelahan otot otot
punggung
- postur yang buruk Tekanan abnormal
yang terus menerus
- muscle imbalance
syndrome

Kurva vertebra
abnormal Spondilosis

Perubahan postur
Teknologi Intervensi
Fisioterapi Spasme otot
- TENS
- Traksi Lumbal
- William Nyeri
Flexion
Exercise
- Koreksi Postur
Aktivitas fungsional

Aktivitas fungsional

Gambar 3.1
Underlying proses
40

4) Diagnosa fisioterapi

a. Impairment

- Terdapat nyeri gerak

- Terdapat nyeri tekan

- Terdapat spasme thorakal kanan

- Terdapat spasme paralumbal kiri

- Postur kifosis dan scoliosis tipe s ringan

- Pemendekan latissimus dorsi

- Fleksibilitas trunk terbatas

b. Functional limitations

Pasien mengalami gangguan dalam aktifitas sehari-hari seperti berjalan,

bangun tidur di pagi hari, mudah capek saat beraktifitas, dan tidak mampu

untuk duduk maupun berdiri terlalu lama.

c. Disability / participation restriction

Aktivitas social pasien tidak terganggu

5) Program fisioterapi

a. Tujuan jangka pendek

- Mengurangi nyeri pada lumbal

- Mengurangi spasme pada lumbal dan thorakal


41

b. Tujuan jangka panjang

- Melanjutkan tujuan dari jangka pendek

- Meningkatkan kemampuan fungsional / ADL

c. Teknologi intervensi fisioterapi

- TENS

- Traksi

- Terapi latihan William flexion exercise

d. Rencana evaluasi

- Nyeri dengan VAS

- LGS dengan mitlin

- Kekuatan otot dengan MMT

- Aktifitas fungsional dengan Oswestry Dissability Index

e. Prognosis

- Quo ad vitam : baik

- Quo ad sanam : baik

- Quo ad fungsionam : kurang baik

- Quo ad cosmeticam : baik

6) Pelaksanaan terapi

1) TENS

a. Persiapan pasien

Pasien diposisikan senyaman mungkin, rileks, tanpa adanya rasa sakit

yaitu dengan posisi tidur tengkurap. Bagian yang akan diterapi yaitu
42

daerah lumbal harus terbebas dari pakaian. Sebelum diberikan terapi,

pasien diberi penjelasan tentang tujuan terapi yang diberikan dan

sensasi yang dirasakan saat terapi.

b. Pelaksanaan

Alat diatur sedemikian rupa sehingga kabel elektroda dapat

menjangkau area yang akan diterapi yaitu area lumbal pasien. Pasang

elektroda secara ((?)). Kemudian atur tampilan pada layar TENS

sebagai berikut :

- Therapy : tens

- Type : symmetric

- Frequency : 100 Hz

- Mode : constant current (CC)

- Polarity : positive

Kemudian, tekan enter lalu atur intensitas sesuai dengan toleransi

pasien.

2) Traksi

a. Persiapan pasien

Timbang berat badan pasien. Kemudian posisikan pasien tidur

telentang, pastikan pasien dalam kondisi rileks. Kemudian pasang belt

untuk bahu dan pinggang pasien. Letakkan bantalan segitiga pada

bawah lutut pasien sehingga tungkai pasien pada posisi tertekuk.

b. Pelaksanaan
43

Pastikan pasien dalam keadaan rileks dan beri penjelasan kepada

pasien mengenai sensasi yang terasa selama melakukan terapi dan

instruksikan pasien untuk tidak bergerak selama terapi berjalan.

Lepaskan kunci pada bawah bed sehingga bed bisa bergerak. Setting

mesin sebagai berikut :

- Beban total 50 % BB

- Hold 20-30% BB

- Waktu total 15 menit dengan Hold 15-30 detik dan rest 15-30 detik

atau kontinyu

3) Terapi latihan

a. Persiapan pasien

Untuk memulai latihan posisikan pasien tidur telentang dengan

nyaman dan rileks

b. Pelaksanaan

5) Lying on stomach

Posisi tengkurap dengan kedua lengan ditekuk di samping badan, kepala

menghadap ke bawah ambil napas dalam kemudian hembuskan. Lakukan

selama 5 menit

Frekuensi : 1-2 kali perhari


44

Gambar 3.2 Lying on stomach

6) Lying on pillow

Tidur tengkurap dengan kedua lengan di samping badan sambil diberi

bantal di bawah dada, kepala menghadap ke bawah ambil napas dalam

kemudian hembuskan. Lakukan selama 5 menit

Frekuensi : 1-2 perhari

7) Prone on elbows

Berbaring tengkurap, letakkan siku di bawah bahu sehingga badan

menumpu pada lengan bawah. Ambil napas dalam kemudian hembuskan.

Tahan posisi selama 30 detik, ulangi 10 kali

Frekuensi : 1-2 kali perhari


45

Gambar 3.3 Prone on elbows

8) Prone press ups

Berbaring tengkurap, letakkan kedua tangan di bawah bahu. Secara

perlahan, luruskan siku sehingga tubuh bagian atas terdorong naik

sedangkan tubuh bagian bawah tetap dalam posisi rileks. Tahan posisi

selama 10 detik, ulangi 10 kali

Frekuensi : 1-2 kali perhari


46

Gambar 3.4 Prone press ups

Core Strengthening Program

1. Finding pelvic neutral

Posisi telentang kedua tungkai ditekuk. Letakkan handuk di bawah

punggung bawah. Kemudian, kencangkan otot perut dengan cara mendesis

/ ucapkan huruf “S” sehingga handuk akan tertekan oleh tubuh

Gambar 3.5 Finding pelvic neutral

2. Quadruped

Posisi awal seperti merangkak, tubuh menumpu pada kedua tangan dan

lutut. Angkat lengan dan angkat tungkai pada sisi yang berlawanan secara

bersamaan. Tahan 10 detik. Ganti sisi satunya dan hindari extensi

punggung

Frekuensi : 1 set max, sekali sehari


47

Gambar 3.6 Quadruped

3. Prone plank

Posisi tubuh tengkurap menumpu pada kedua siku dan kaki.

Keseimbangan pada siku. Kontraksikan otot gluteus, tahan posisi dan

hindari ekstensi punggung.

Frekuensi : 1 set max, sekali perhari

Goal : Good : 2 m ; Great : 3-5 m

Gambar 3.7 Prone plank


48

4. Superman

Posisi berbaring tengkurap. Kemudian angkat kedua lengan dan kedua

kaki bersamaan sejajar dengan telinga. Tahan posisi selama 10 detik.

Hindari ekstensi punggung yang berlebihan

Frekuensi : 1 set max, sekali perhari

Gambar 3.8 gerakan superman

9) Double leg bridge

Tidur telentang dengan kedua tungkai ditekuk 90 derajat. Secara perlahan

angkat panggul dan tahan selama 5 detik

Frekuensi : 1 set max, sekali perhari


49

Gambar 3.9 Double leg bridg

7) Edukasi

Edukasi yang diberikan kepada pasien yaitu pasien diminta untuk : 1) berjemur

setiap pagi dibawah jam 9, selama 30 menit, 2) menghindari mengangkat beban

yang terlalu berat, 2) menggunakan teknik angkat angkut yang benar yaitu

menggunakan otot tungkai, 3) menjaga berat badan, 4) istirahat yang cukup, 5)

berjemur, 6) tidur di atas kasur yang agak keras, 7) melanjutkan latihan di rumah.
50

8) Evaluasi dan tindak lanjut

1. Evaluasi nyeri dengan VAS

T0 T1 T2
Nyeri diam 2 2 2
Nyeri tekan 3 3 2
Nyeri gerak 5 3 3

2. Evaluasi LGS dengan mitlin

LGS T0 T1 T2
Schober’s test 18 cm 19 cm 21 cm
Lateral fleksi 15 cm 13 10 cm

kanan cm
Lateral fleksi kiri 19 cm 19 cm 17 cm
Rotasi kanan 50 ֯ 58 ֯ 65 ֯
Rotasi kiri 75 ֯ 80 ֯ 80 ֯

3. Evaluasi kekuatan otot dengan MMT

T0 T1 T2
Fleksi trunk 3 4 4
Ekstensi trunk 5 5 5

4. Evaluasi aktifitas fungsional dengan Oswestry Dissability Index

T0 T1 T2
Intensitas nyeri 2 2 2
Perawatan diri 1 1 1
Aktivitas 3 1 0

mengangkat
Berjalan 3 2 1
Duduk 2 3 2
Berdiri 3 2 2
Tidur 2 1 1
Kehidupan sosial 2 2 2
51

Bepergian 2 1 0
Hasil 40% 26% 22%

Keterangan

0% - 20 %  Minimal disability : Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-

hari tanpa terganggu oleh rasa nyeri.

21% - 40%  Moderate disability : Pasien merasakan nyeri yang lebih

dan mulai kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti duduk,

mengangkat barang dan berdiri.

41% - 60%  Severe disability : Nyeri terasa sepanjang waktu dan

aktivitas sehari-hari mulai terganggu karena rasa nyeri.

61% - 80%  Crippled : Nyeri yang timbul mengganggu seluruh aktivitas

sehari- hari.

81% - 100%  Pasien sudah sangat tersiksa oleh nyeri yang timbul

9) Evaluasi

Seorang laki-laki berumur 65 tahun dengan kondisi low back pain yang

menimbulkan masalah berupa nyeri gerak ketika membungkuk, spasme otot

lumbal, dan nyeri tekan,. Setelah mendapatkan penanganan fisioterapi dengan

menggunakan modalitas TENS, traksi, dan terapi latihan berupa William flexion

exercise sebanyak 2 kali didapatkan perkembangan yang positif yaitu 1) nyeri

berkurang, 2) spasme berkurang, 3) LGS bertambah, 4) kemampuan fungsional

bertambah.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemberian modalitas fisioterapi transcutaneous electrical nerve

stimulation, traksi lumbal dan terapi latihan pada pasien low back pain

myogenik dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

penurunan nyeri dan peningkatan lingkup gerak sendi. Hal ini berdampak

pula pada perbaikan postur terutama pada pola yang membungkuk dan

kemampuan fungsional. Dapat disimpulkan penggunaan modalitas

transcutaneous electrical nerve stimulation, traksi lumbal dan terapi

latihan tepat dalam penanganan low back pain myogenic di RSUD

Sidoarjo

B. Saran

Bagi fisioterapis RSUD Sidoarjo hendaknya melakukan penelitian lebih

lanjut terhadap teknologi fisioterapi terbaru sehingga didapatkan aplikasi terbaik

untuk peningkatan pelayanan fisioterapi.

Bagi pengelola RSUD Sidoarjo supaya mengkalibrasi TENS dan traksi

lumbal secara berkala agar arus sesuai dengan dosimetry selain itu pembaruan

TENS dan traksi lumbal yang sudah lama.

52
DAFTAR PUSTAKA

Allegri, M, Silvana. M, Fabiana. S, Adriana V, Maurizio M, Christian C, Marco


B, Maria Elena, Guido F., 2016; Mechanism Of Low Back Pain : A
Guide For Diagnosis And Therapy (Version : 2; referees : 3
approved). doi : 10.12688/f1000research.8105.2
Andini, F., 2015; Risk factors of low back pain in workers; Jurnal
Penelitian, vol.4, no.1.
Arwinno, L.D. 2018; Keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Penjahit Garmen.
Higeia Journa. 2(3), 406-416.
Chou, R., 2011; Low Back Pain (Chronic), American Family Physician, hal. 437-
438.
Dewantari, Ayu dan I Nyoman Adiputra. 2017; Hubungan Berat Tas Punggung
dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah, Nyeri Bahu dan Nyeri Leher
Pada Siswa SD di Kecamatan Kuta Badung. E-jurnal Medika. 6(2), 1-
11.
Ditjen Yankes; Low Back Pain; diakses pada tanggal 22/07/2020 dari
http://www.yankes.kemkes.go.id/read-low-back-pain-lbp-5012.html
Fitrina, R, 2018; Low Back Pain (LBP). Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Diakses pada 3/4/2020;
http://www.yankes.kemkes.go.id/read-low-back-pain-lbp-5012.html
Hall, 2015; anatomi lumbal; diakses di
http://physiolearning.blogspot.com/2014/05/anatomy-lumbal.html?
m=1 pada tanggal 20 september 2020
Henson, B dan Mary Ann Edens. 2020; Anatomy Back Muscle. USA : Statpearls
Kapandji, I.A., 2010; The Physiology of The Joint; Sixth Edition, Churchil Living
Stone, New York.
Kisner, C., Colby, L. A., & Borstad, J. 2017. Therapeutic exercise: foundations
and techniques. Fa Davis.
Kisner, C., dan Colby, L. A., 2012; Therapeutic Exercise Foundation and
Techniques sixth Edition, F. A. Davis Company, Philadelphia, USA.

53
Legiran, Tri Suciati, Meirisa Rahma. 2018; Hubungan Antara Penggunaan Tas
Sekolah dan Keluhan Muskuloskeletal Pada Siswa Sekolah Dasar.
JKK. 5(1), 1-9.
Legiran, Tri Suciati, Meirisa Rahma. 2018; Hubungan Antara Penggunaan Tas
Sekolah dan Keluhan Muskuloskeletal Pada Siswa Sekolah Dasar.
JKK. 5(1), 1-9
Liebenson, C. (2005). McKenzie self-treatments for sciatica. Journal of Bodywork
and Movement Therapies, 9(1), 40-42.
Lippert, L. S., 2017; Clinical Kinesiology and Anatomy, 6th ed, Philadelphia, F.
A. Davis Company.
Lisanti, Martini, B. Widjasena. 2017; Hubungan Penggunaan Tas Punggung
Dengan Keluhan Muskuloskeletal Pada Siswa MI Nashrul Fajar
Meteseh Kecamatan Tembalang Kota Semarang. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. 5 (4), 409-418.
Mahendra, A., 2018; Hubungan Usia, Masa Kerja, Status Gizi dan Intensitas
Getaran Mesin dengan Keluhan Subyektif Low Back Pain (Studi
Pada Pekerja Penggergajian Kayu Desa Sapuran, Wonosobo),
Universitas Muhammadiyah Semarang, Semarang.
Mahendrayani, L.I, Susi Purnawati, Nopi Andayani. 2014; Hubungan Berat Tas
Dengan Nyeri Punggung Bawah Pada Anak Sekolah Umur 12-14
tahun di Denpasar
Moore, and Dalley, 2013; Anatomi Berorientasi Klinis Edisi kelima Jilid 2,
Erlangga, Jakarta.
Moore, Keith L dan Anne M.R. Agur, 2013; Anatomi Klinis Dasar; Hipokrates,
Jakarta, hal. 190 – 206
Pangestu, K.Y., 2016; Pengaruh Pemberian Short Wave Diathermy (SWD),
TENS, dan William’s Flexion Exercise (WFE) terhadap Penurunan
Nyeri dan Peningkatan Kemampuan Fungsional Nyeri Punggung
Bawah Myogenic, Program Studi Diploma IV Fisioterapi, Jurussan
Fisioterapi, Poltekkes Surakarta.

54
Pramita, I., Pangkahlia, A., Sugijanto, 2015; Core Stability Exercise Lebih Baik
Meningkatkan Aktivitas Fungsional dari pada William Flexion
Exercise pada Pasien Nyeri Punggung Bawah Miogenik; Sport and
Fitness Journal, Universitas Udayana, Vol 3 No 1 hal 35-49

Pramita, Indah, 2014; Core Stability exercise lebih baik Meingkatkan Aktivitas
Fungsional daripada William’s Flexion Exercise pada Pasien Nyeri
Punggung Bawah Miogenik, Program Pascasarjana Universitas
Udayana, Denpasar, hal 62-67.
Pratiwi M, Yuliani S, Bina K, Martini. 2009; Beberapa Faktor Yang Berpengaruh
Terhadap Keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Penjual Jamu
Gendong. Jurnal Promosi Kesehatan. 4(1), 61-67
Simamora, M, Elida Sinuraya, Nurlelasari, H. 2019; Hubungan Berat Tas
Punggung Dengan Nyeri Punggung bawah Pada Anak Usia Sekolah.
Jurnal Kesehatan Surya Nusantara. 62-70
Spiteri, K, M. Louisa Busuttil, Samuel Aquilina, Dorothy G, Erin C, Victor G.
2017; Schoolbags and Back Pain In Children Between 8-13 years : A
National Study. British Journal Pain. 11 (2), 81-86.
Suyasa, Ketut. 2018; Penyakit Degenerasi Lumbal Diagnosis Dan Tata Laksana.
Bali : Udayana University Press
Widnyana, M, Luh Made, Wahyuddin B, I Made M, Sugijanto. 2018;
Lumbopelvic stabilization exercise lebih menurunkan disabilitas
dibandingkan dengan william’s flexion exercise pada pasien nyeri
punggung bawah. Sport and fitness journal. 6 (1). 41-47

55
56
LAMPIRAN

LAMPIRAN I

Pemeriksaan Fungsional Dengan Menggunakan


“Modified Oswestry Low Back Pain Disability Questionnaire”

Berikan tanda √ pada salah satu pilihan jawaban yang paling menggambarkan
keadaan anda.

Intensitas nyeri

 Saat ini saya tidak nyeri (Nilai : 0)


 Saat ini nyeri terasa sangat ringan (Nilai : 1)
 Saat ini nyeri terasa ringan (Nilai : 2)
 Saat ini nyeri terasa agak berat (Nilai : 3)
 Saat ini nyeri terasa sangat berat (Nilai : 4)
 Saat ini nyeri terasa amat sangat berat (Nilai : 5)

Perawatan diri (mandi, berpakaian dll)

 Saya merawat diri secara normal tanpa disertai timbulnya nyeri (Nilai : 0)
 Saya merawat diri secara normal tetapi terasa sangat nyeri (Nilai : 1)
 Saya merawat diri secara hati-hati dan lamban karena terasa sangat nyeri
(Nilai : 2)
 Saya memerlukan sedikit bantuan saat merawat diri (Nilai : 3)
 Setiap hari saya memerlukan bantuan saat merawat diri (Nilai : 4)
 Saya tidak bisa berpakaian dan mandi sendiri, hanya tiduran di bed (Nilai :
5)
Aktifitas Mengangkat

 Saya dapat mengangkat benda berat tanpa disertai timbulnya nyeri (Nilai :
0)
 Saya dapat mengangkat benda berat tetapi disertai timbulnya nyeri (Nilai :
1)

 Nyeri membuat saya tidak mampu mengangkat benda berat dari lantai,
tetapi saya mampu mengangkat benda berat yang posisinya mudah,
misalnya di atas meja. (Nilai : 2)
 Nyeri membuat saya tidak mampu mengangkat benda berat dari lantai,
tetapi saya mampu mengangkat benda ringan dan sedang yang posisinya
mudah, misalnya di atas meja. (Nilai : 3)
 Saya hanya dapat mengangkat benda yang sangat ringan (Nilai : 4)
 Saya tidak dapat mengangkat maupun membawa benda apapun (Nilai : 5)

Berjalan

 Saya mampu berjalan berapapun jaraknya tanpa disertai timbulnya nyeri


(Nilai : 0)
 Saya hanya mampu berjalan tidak lebih dari 1 mil karena nyeri (Nilai : 1)
 Saya hanya mampu berjalan tidak lebih dari 1/4 mil karena nyeri (Nilai :
2)
 Saya hanya mampu berjalan tidak lebih dari 100 yard karena nyeri (Nilai :
3)
 Saya hanya mampu berjalan menggunakan alat bantu tongkat atau kruk
(Nilai : 4)
 Saya hanya mampu tiduran, untuk ke toilet dengan merangkak (Nilai : 5)

Duduk

 Saya mampu duduk pada semua jenis kursi selama aku mau (Nilai : 0)
 Saya mampu duduk pada kursi tertentu selama aku mau (Nilai : 1)
 Saya hanya mampu duduk pada kursi tidak lebih dari 1 jam karena nyeri
(Nilai : 2)
 Saya hanya mampu duduk pada kursi tidak lebih dari 1/2 jam karena nyeri
(Nilai : 3)
 Saya hanya mampu duduk pada kursi tidak lebih dari 10 menit karena
nyeri (Nilai : 4)
 Saya tidak mampu duduk karena nyeri (Nilai : 5)

Berdiri

 Saya mampu berdiri selama aku mau (Nilai : 0)


 Saya mampu berdiri selama aku mau tetapi timbul nyeri (Nilai : 1)
 Saya hanya mampu berdiri tidak lebih dari 1 jam karena nyeri (Nilai : 2)
 Saya hanya mampu berdiri tidak lebih dari 1/2 jam karena nyeri (Nilai : 3)
 Saya hanya mampu berdiri tidak lebih dari 10 menit karena nyeri (Nilai :
4)
 Saya tidak mampu berdiri karena nyeri (Nilai : 5)

Tidur

 Tidurku tak pernah terganggu oleh timbulnya nyeri (Nilai : 0)


 Tidurku terkadang terganggu oleh timbulnya nyeri (Nilai : 1)
 Karena nyeri tidurku tidak lebih dari 6 jam (Nilai : 2)
 Karena nyeri tidurku tidak lebih dari 4 jam (Nilai : 3)
 Karena nyeri tidurku tidak lebih dari 2 jam (Nilai : 4)
 Saya tidak bisa tidur karena nyeri (Nilai : 5)

Kehidupan Sosial

 Kehidupan sosialku berlangsung normal tanpa gangguan nyeri (Nilai : 0)


 Kehidupan sosialku berlangsung normal tetapi ada peningkatan derajat
nyeri (Nilai : 1)

 Kehidupan sosialku yang aku sukai misalnya olahraga tidak begitu


terganggu adanya nyeri (Nilai : 2)
 Nyeri menghambat kehidupan sosialku sehingga aku jarang keluar rumah
(Nilai : 3)
 Nyeri membuat kehidupan sosialku hanya berlangsung di rumah saja
(Nilai : 4)
 Saya tidak mempunyai kehidupan sosial karena nyeri (Nilai : 5)
Bepergian / Melakukan Perjalanan

 Saya bisa melakukan perjalanan ke semua tempat tanpa adanya nyeri


(Nilai : 0)
 Saya bisa melakukan perjalanan ke semua tempat tetapi timbul nyeri (Nilai
: 1)
 Nyeri memang mengganggu tetapi saya bisa melakukan perjalanan lebih
dari 2 jam (Nilai : 2)
 Nyeri menghambatku sehingga saya hanya bisa melakukan perjalanan
kurang dari 1 jam (Nilai : 3)
 Nyeri menghambatku sehingga saya hanya bisa melakukan perjalanan
pendek kurang dari 30 menit (Nilai : 4)
 Nyeri menghambatku untuk melakukan perjalanan kecuali hanya berobat
(Nilai : 5)

Anda mungkin juga menyukai