Anda di halaman 1dari 3

Teknologi Intervensi Fisioterapi

Teknologi Fisioterapi yang digunakan dalam kasus ini adalah terapi latihan. Terapi
latihan adalah usaha pengobatan dalam fisioterapi yang pelaksanaannya menggunakan latihan-
latihan gerakan tubuh, baik secara aktif maupun pasif (Priatna,1985).

1. Static Contraction
Terjadi kontraksi otot tanpa disertai perubahan panjang otot dan tanpa gerakan
pada sendi (Kisner,1996). Latihan ini dapat meningkatkan tahanan perifer pembuluh
darah, vena yang tertekan oleh otot yang berkontraksi menyebabkan darah di dalam vena
akan terdorong ke proksimal yang dapat mengurangi oedem, dengan oedem berkurang,
maka rasa nyeri juga dapat berkurang. Ditambahkan elevasi sehingga dengan pengaruh
gravitasi akan semakin memperlancar aliran darah pada pembuluh darah vena.

2. Passive Movement
Passive movement adalah gerakan yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan dari
luar sementara itu otot pasien lemas (Priatna,1985). Relaxed PassiveMovement
merupakan gerakan pasif yang hanya dilakukan sebatas timbul rasa nyeri. Bila pasien
sudah merasa nyeri pada batas lingkup gerak sendi tertentu, maka gerakan dihentikan
(Priatna,1985).

3. Active Movement
Latihan gerak aktif merupakan gerakan yang timbul dari kekuatan kontraksi otot
pasien sendiri secara volunter / sadar (Kisner, 1996). Pada kondisi oedem, gerakan aktif
ini dapat menimbulkan “pumping action” yang akan mendorong cairan bengkak
mengikuti aliran darah ke proksimal. Latihan ini juga dapat digunakan untuk tujuan
mempertahankan kekuatan otot, latihan koordinasi dan mempertahankan mobilitas sendi.
Active Movement terdiri dari :

a. Assisted Active Movement


Assisted active movement yaitu suatu gerakan aktif yang dilakukan oleh
adanya kekuatan otot dengan bantuan kekuatan dari luar. Bantuan dari luar dapat
berupa tangan terapis, papan maupun suspension. Terapi latihan jenis ini dapat
membantu mempertahankan fungsi sendi dan kekuatan otot setelah terjadi fraktur.

b. Free Active Movement


Free active movement merupakan suatu gerakan aktif yang dilakukan
oleh adanya kekuatan otot tanpa bantuan dan tahanan kekuatan dari luar, gerakan
yang dihasilkan oleh kontraksi dengan melawan pengaruh gravitasi (Priatna,
1985). Gerakan dilakukan sendiri oleh pasien, hal ini dapat meningkatkan
sirkulasi darah sehingga oedem akan berkurang, jika oedem berkurang maka nyeri
juga dapat berkurang. Gerakan ini dapat menjaga lingkup gerak sendi dan
memelihara kekuatan otot.
4. Latihan Jalan
Latihan jalan dilakukan bila penderita sudah mampu dan keseimbangannya sudah
baik. Latihan jalan dapat dilakukan dengan kruk menggunakan cara partial weight
bearing (PWB) yaitu pasien berjalan dengan menumpu sebagian berat badan, yang
kemudian ditingkatkan dengan cara full weight bearing (FWB) yaitu pasien berjalan
dengan menumpu berat badan penuh. Latihan berjalan dilakukan dengan metode swing
through. Dimana swing through merupakan latihan berjalan dengan cara kruk diayunkan
lebih dulu kemudian kaki melangkah melebihi kruk (Hollis, 1999).

Proses penyembuhan fraktur dengan kalus


1. Destruksi jaringan dan pembentukan hematom
Pembuluh darah robek dan terjadi pembentukan hematom disekitar fraktur. Tulang pada
permukaan yang patah, kehilangan asupan darah, dan mati (gambar 2a).
2. Inflamasi dan proliferasi selular
Dalam 8 jam, fraktur mengalami reaksi inflamasi akut dengan migrasi sel inflamatorik
dan inisiasi proliferasi dan diferensiasi dari stem sel mesenkimal dari periosteum
menembus kanal medular dan sekitar otot. Sejumlah besar mediator inflamasi seperti
sitokin dan beberapa faktor pertumbuhan dilibatkan. Selanjutnya bekuan darah hematom
diabsorbsi perlahan dan membentuk kapiler baru pada area tersebut.
3. Pembentukan kalus
Diferensiasi stem sel menyediakan sejumlah sel kondrogenik dan osteogenik. Pada
kondisi yang tepat mereka akan mulai membentuk tulang dan pada beberapa kasus, juga
membentuk kartilago (gambar 2b). Di sejumlah sel ini terdapat osteoklas yang siap
membersihkan tulang yang mati. Massa seluler yang tebal bersama pulau‒pulau tulang
imatur dan kartilago, membentuk kalus atau rangka pada permukaan periosteum dan
endosteum. Saat anyaman tulang yang imatur termineralisasi menjadi lebih keras
(gambar 2c), pergerakan pada lokasi fraktur menurunkan progresivitas dan fraktur
menyatu dalam 4 minggu setelah cidera.
4. Konsolidasi
Tulang anyaman terbentuk menjadi tulang lamelar dengan aktivitas osteoklas dan
osteoblas yang kontinyu. Osteoklas pada proses ini melakukan pelubangan melalui debris
pada garis fraktur, dan menutup kembali jaringan tersebut. Osteoblas mengisi ruang yang
tersisa antara fragmen dan tulang baru. Proses ini berjalan lambat sebelum tulang cukup
kuat untuk menopang beban dengan normal.
5. Remodeling
Fraktur telah dijembatani dengan lapisan tulang yang solid. Pada beberapa bulan atau
bahkan tahun, dilakukan pembentukkan ulang atau reshaped dengan proses yang kontinu
dari resorpsi dan pembentukan tulang (gambar 2d).

Anda mungkin juga menyukai