Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN RUPTUR ACL (Anterior

cruciate ligament) pada Tn.D di unit Royal


Prince di Rumah Sakit Bali Royal Hospital

Oleh :
Chandra Dewi (P07120319039)
Profesi Ners

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM
STUDI PROFESI NERS
2019
Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Ruptur ACL

A. Konsep dasar teori

1. Pengertian Ruptur ACL

Anterior Cruciate Ligament (ACL) adalah salah satu dari 4 ligamen utama yang
menstabilisasi sendi lutut. Ligamen ini terdiri dari jaringan fibrosa yang menyerupai
tambang yang berkoneksi dengan tulang di persendian. ACL mencegah tulang bagian
bawah (tibia) dari pergeseran yang berlebihan dan menstabilisasi lutut untuk melakukan
berbagai aktivitas (McMillan, 2013).
Ruptur ACL adalah robeknya ligament anterior cruciatum yang menyebabkan sendi lutut
menjadi tidak stabil sehingga tulang tibia bergeser secara bebas. Ruptur ACL sering
terjadi pada olahraga high-impact, seperti sepak bola, futsal, bola voli, tenis,
bulutangkis, bola basket dan olahraga lain seperti beladiri (McMillan, 2013). Sebagian
besar cedera ACL memerlukan tindakkan operasi. Standar operasi rekonstruksi ACL
yang biasa dipakai adalah teknik arthroskopi (Edwards, 2010).
Cedera ACL (anterior cruciate ligament) atau ACL rupture adalah robekan di salah
satu ligamen lutut yang menghubungkan tulang kaki atas dengan tulang kaki bagian
bawah. ACL menjaga kestabilan lutut.Ruptur ACL seringkali terjadi pada atlet olahraga
dengan high-impact.

2. Klasifikasi

Cedera ligament yang berkenaan dengan "Sprain" dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Grade 1 Sprain : ligamen sedikit tertarik namun masih mampu menjaga kesetabilan
sendi lutut.
b. Grade 2 Sprain : Ligamen tertarik dengan hebat dan membuat sendi lutut
menjadi longgar/tidak setabil
c. Grade 3 Sprain : ligamen mengalami sobekan total bahkan hingga terputus
sehingga sendi lutut kehilangan kesetabilan. (rthoinfo.aaos.org/26 June
2014/13:29).
Sedangkan menurut Giam (1993:137) tingkatan dalam cedera olahraga dikelompokkan
sebagai berikut :
a. Cedera ringan merupakan cedera dengan robekan yang hanya dapat dilihat dengan
mikroskop, sedikit keluhan, dan tidak mengganggu performance atlet, misalnya :
lecet, memar, atau robek ligamen kecil.
b. Cedera sedang adalah cedera dengan kerusakan jaringan, menimbulkan rasa nyeri,
bengkak, merah, atau panas dengan menimbulkan gangguan fungsi dan
mempengaruhi performance atlet, misalnya : robek otot, dan robek ligament.
c. Cedera berat yaitu cedera dengan robekan otot atau ligamen secara lengkap atau
hampir lengkap atau faktur tulang yang memerlukan istirahat total, pengobatan intesif,
bahkan operasi.

3. Anatomi Fisiologi

a. Anatomi
Ligamentum Cruciatum Anterius berada di dalam septum intercondylicum (celah
dalam rongga sendi lutut), berjalan dari coraniolateral ke caudomedial yaitu dari facies
medialis condylus leteralis femoris ke tuberculum intercondyloideum tibiale dan fossa
intecodyloidea anterioc (Tim Anatomi,2012).

ACL istilah cruciate berasal dari kata crux yang artinya (menyilang) dan crucial
(sangat penting).Cruciate ligament saling bersilangan satu sama yang lain. Menyerupai
huruf X. ACL adalah stabelizer untuk knee joint pada aktivitas pivot. ACL mula
berkembang pada minggu ke 14 usia gestasi, berukuran sebesar jari kita dan panjangnya
rata-rata 38mm dan lebar rata-rata 10 mm, dan dapat menahan tekanan seberat 500 pon
sekitar 226kg.
Ligamentum ini melekat pada area intercondylaris anterior tibiae dan berjalan
kearah atas, kebelakang dan lateral untuk melekat pada bagian posterior permukaan
medial condylus lateralis femoris. Ligamentum ini akan mengendur bila lutut ditekuk dan
akan menegang bila lutut diluruskan sempurna. Ini tidak hanya mencegah anterior
translasi dari tibia pada femur tetapi juga memungkinkan untuk helicoid biasa tindakan
lutut, sehingga mencegah kemungkinan untuk patologi meniscal. Ini terdiri dari dua
bundel, sebuah bundel anteromedial, yang ketat di fleksi, dan bundel posterolateral, yang
lebih cembung dan ketat dalam ekstensi.
Suplai vaskuler ACL berasal dari arteri geniculate middle, serta dari difusi melalui sheath
sinovial nya . persarafan dari ACL terdiri dari mechanoreceptors berasal dari saraf tibialis
dan memberikan kontribusi untuk proprioseptifnya, serabut rasa nyeri dalam ACL yang
hampir tidak ada,ini menjelaskan mengapa ada rasa sakit yang minimal setelah ruptur
ACL akut sebelum pengembangan hemarthrosis yang menyakitkan.
b. Fisiologi
Dari ligamen lutut, cruciates adalah yang paling penting dalam menyediakan
pengekangan pasif untuk anterior / posterior gerakan lutut. Jika salah satu atau kedua
cruciates terganggu, biomekanik selama kegiatan jalan mungkin terganggu. Fungsi
utama dari ACL adalah untuk mencegah translasi anterior dari tibia, dalam ekstensi
penuh, ACL menyerap 75% muatan anterior dan 85% antara 30 dan 90 °
fleksi. Selain itu, fungsi lain ACL termasuk melawan rotasi internal tibia dan varus
/ valgus angulasi dari tibia dengan adanya cedera ligamen kolateral, hilangnya ACL
menyebabkan penurunan magnitude pada coupled rotasi selama fleksi, dan lutut
yang tidak stabil. Kekuatan tarik ACL sekitar 2200N tetapi berubah dengan usia dan
beban berulang.
4. Etiologi
Penyebab cedera ACL dapat ditimbulkan oleh berbagai aktivitas (tidak hanya aktivitas
olahraga). Penyebab cedera berdasarkan betapa sering aktivitas tersebut menyebabkan cedera
ACL dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Gerakan Berputar yang terlalu cepat dan tidak normal (Non-Contact)
b. Lutut berpilin saat mendarat
c. Kontak atau benturan langsung(Diktat Anatomy, 2012).
Sedangkan Menurut Robert G. Mark MD dalam bukunya yang berjudul "The ACL
Solution", di jelaskan urutan penyebab terjadinya cedera ACL sebagai berikut:

a. Cutting and Pivoting Sport


Kebanyakan pemicu cedera ACL pada atlet berasal dari situasi non-contac (sekitar 70%).
biasanya terjadi saat atlet mendarat setelah melakukan lompatan, merubah arah dengan
cepat untuk menghindari pemain lawan, atau saat atlet melakukan gerakan berhenti
secara mendadak (Mark & Mykleburst,2012).
b. Usia
Usia muda merupakan kelompok penyumbang angka cedera ACl tertinggi. Faktornya
adalah karena mereka melakukan banyak aktivitas fisik dalam kegiatan sehari - hari
maupun dalam latihan olahraga kesehatan atau prestasinya. American Academy of
Orthopaedic memberikan data bahwa dari 2000 operasi yang dilakukan untuk cedera
ACL kebayakan pasien dalam range usia 15 - 25 tahun (Mark & Mykleburst,2012).
c. Jenis Kelamin
Studi menjelaskan bahwa wanita yang aktiv dalam "Cutting Sport" -sepak bola, bola
basket, dll- memiliki 6 kali resiko lebih tinggi untuk menderita cedera ACl dibanding pria
dengan jenis olahraga yang sama. Sebagian besar dari wanita yang menderita ACL yakni
pada usia 12 - 18 tahun (Mark & Mykleburst,2012). Penyebabnya adalah, secara anatomi
kondisi "Valgus" wanita lebih lunak dari pada pria. Itu yang menyebabkan wanita
memiliki resiko terkena cedera ACl lebih tinggi dibanding dengan pria. Selain itu, faktor
tingginya hormon esterogen pada siklus menstruasi membuat kekompakkan sendi
menurun, sendi menjadi lebih tidak setabil.
5. Patofisiologi
Dari ligamen lutut, cruciates adalah yang paling penting dalam menyediakan
pengekangan pasif untuk anterior / posterior gerakan lutut. Jika salah satu atau kedua cruciates
terganggu, biomekanik selama kegiatan jalan mungkin terganggu. ACL, seperti semua
ligamen lain, terdiri dari tipe kolagen. Ultrastruktur ligament sangat mirip dengan tendon,
tetapi serat didalam ligamen lebih bervariasi dan memiliki isi elastin yang lebih tinggi.
Ligamen menerima suplai darah dari lokasi insersinya. Vaskularisasi dalam ligamen adalah
seragam, dan ligamen masing-masing berisi mechanoreceptors dan ujung saraf bebas yang
diduga membantu dalam menstabilkan sendi. Ruptur ACL yang paling umum, adalah ruptur
midsubstan. Jenis ruptur ini terjadi terutama sewaktu ligamentum ditranseksi oleh condillus f
emoral lateral yang berputar. ACL menerima suplai darah kaya, terutamanya
dari arteri geniculate medial, sewaktu ACL pecah,
haemarthrosis biasanya berkembang dengan cepat.

6. Manifestasi Klinis
Pasien selalunya merasa atau mendengar bunyi "pop" di lutut pada saat cedera yang
sering terjadi saat mengganti arah, pemotongan, atau pendaratan dari melompat (biasanya
kombinasi hiperekstensi /poros). Ketidakstabilan mendadak di lutut (lutut terasa goyah). Hal
ini bisa terjadi setelah lompatan atau perubahan arah atau setelah pukulan langsung ke sisi
lutut. Nyeri di bagian luar dan belakang lutut.
Lutut bengkak dalam beberapa jam pertama dari cedera. Ini mungkin merupakan tanda
perdarahan dalam sendi. Pembengkakan yang terjadi tiba-tiba biasanya merupakan tanda
cedera lutut serius. Gerakan lutut terbatas karena pembengkakan dan / atau rasa sakit.
Kebanyakan cedera pada ACL dapat didiagnosis melalui anamnesa yang cermat
menekankan mekanisme kejadian cedera ditambah dengan pemeriksaan fisik yang sesuai.
Pastikan anamnesa mencakup mekanisme kejadian cedera sekarang dan kejadian sebelumnya
jika ada.

7. Komplikasi
Orang yang mengalami cedera ACL berada pada risiko lebih tinggi terkena osteoartritis
lutut, dimana tulang rawan sendi memburuk dan permukaan halusnya menjadi kasar. Arthritis
dapat tetap terjadi meskipun Anda telah menjalani operasi untuk merekonstruksi ligamen.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Gerakan Sendi Lutut
Pemeriksaan gerakan sendi lutut sangat penting karena setiap kelainan pada lutut
akan memberikan gangguan pergerakan lutut. Pada pemeriksaan perlu diketahui apakah
gerakan disertai nyeri atau krepitasi. Secara normal gerakan fleksi pada sendi lutut
sebesar 120-145 derajat dan gerakan ekstensi 0 derajat dan mungkin ditemukan
hiperekstensi sebesar 10 derajat.
Uji stabilitas sendi lutut yang dapat dilakukan :
1) Pemeriksaan ligamentum kolateral medial dan lateral
Robekan pada ligamentum kolateral medial dapat diperiksa melalui uji
abduction stress dan pada ligamentum kolateral lateral melalui uji adduction stress.
Pada pemeriksaan ini sendi lutut dalam keadaan ekstensi penuh, satu tangan
pemeriksa memegang pergelangan kaki dan satunya pada lutut. Dengan kedua tangan
dilakukan abduksi untuk menguji ligamentum medial, dan adduksi untuk menguji
lgamentum lateral. Apabila terdapat robekan pada ligamentum kolateral maka dapat
dirasakan sendi bergerak melebihi batas normal.

2) Pemeriksaan ligamentum krusiatum anterior dan posterior


Kedua ligamentum ini berfungsi untuk stabilisasi sendi lutut karah depan dan
belakang. Ligamentum krusiatum anterior berfungsi untuk mencegah tibia tergelincir
ke depan femur, sedangkan ligamentum krusiatum posterior pada arah sebaliknya.
Cara pemeriksaan :
a. Uji Drawer
Lutut difleksikan 90 derajat dan pemeriksa duduk pada kaki pasien untuk
mencegah gerakan kaki. Dengan meletakkan kedua tangan di belakang tibia
bagian proksimal dan kedua ibu jari pada kondilus femur, kemudian dilakukan
tarikan pada tibia ke depan dan ke belakang. Kecurigaan adanya robekan pada
ligamentum krusiatum apabila ada gerakan yang abnormal, baik ke depan
ataupun ke belakang.
b. Uji Lachman
Pada pemeriksaan ini lutut difleksikan 15-20 derajat. Satu tangan
memegang tungkai atas pada kondilus femur, sedangkan tangan lainnya
memegang tibia proksimal. Kedua tangan kemudian digerakkan ke depan dan
belakang antara tibia proksimal dan femur.
c. Pemeriksaan pivot shift lateral
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan tambahan untuk mengetahui
defisiensi pada ligamentum krusiatum anterior. Caranya kaki yang mengalami
kelainan diangkat, Dimana kaki kanan diangkat tangan kanan dan kaki kiri
diangkat dengan tangan kiri dan lutut dalam keadaan ekstensi maksimal.
Dengan
satu tangan pemeriksa memutar dari arah luar tungkai bawah persis di sebelah
bawah lutut sehingga terjadi tekanan valgus. Pada saat yang bersamaan tibia
dirotasi ke medial. Selanjutnya lutut difleksi secara perlahan-lahan dari posisi
ekstensi. Pemeriksaan positif apabila kondilus lateralis tibialis terelokasi secara
spontan pada kondilus femur ketika fleksi mencapai 30-35 derajat.
3) Pemeriksaan Radiologi
Foto polos dapat memperlihatkan bahwa ligamen telah mengavulsikan sepotong
tulang kecil – ligamen medial biasanya dari femur, ligamen lateral dari fibula, ligamen
krusiatum anterior dari spina tibia dan krusiatum posterior dari bagian belakang tibia atas.
Film tekanan (kalau perlu dibawah anestesi) dapat menunjukkan apakah engsel sendi
terbuka ke satu sisi.
a. Pemeriksaan Artroskopi
Bila terjadi robekan hebat pada ligamen kolateral dan kapsul, artroskopi tidak boleh
dilakukan karena ekstravasasi cairan akan menghambat diagnosis dan menyulitkan
prosedur selanjutnya. Indikasi utama untuk melakukan artroskopi adalah pada robekan
ligamentum krusiatum terisolasi yang dicurigai, dan pada sprain yang lebih ringan untuk
menyingkirkan cedera internal lain misalnya robekan meniskus, yang (kalau ada) dapat
ditangani seketika itu juga.

9. Penatalaksanaan
a. Terapi Operasi
Pembentukan ligament. Kebanyakan ACL yang robek tidak boleh di jahit dan
disambung semula. Untuk membolehkan reparasi dari ACL untuk restorasi stabilitas lutut
adalah rekonstruksi dari ligament tersebut. Ligament tersebut akan di ganti dengan graft
jaringan ligament. Graft tersebut akan menjadi dasar untuk ligament yang baru untuk
tumbuh.
Graft tersebut diambil dari beberapa sumber. Selalunya dari tendon patella, yang
merupakan sambungan patella dan tibia. Tendon hamstring pada posterior pada juga
sering digunakan. Kadang tendon kuadrisep yang insersinya dari patella ke paha dapat
digunakan. Graft dari kadaver (allograft) juga dapat digunakan. Penyembuhan semula
mengambil masa sekurang-kurangnya 6bulan sebelum atlit dapat berolahraga setelah
operasi.
Tindakan operasi untuk rekonstruktif ACL dapat digunakan dengan arthroscopi
dengan insisi yang kecil. Opperasi artroskopi kurang invasive. Kelebihan dari artroskopi
adalah kerana kurang invasive,kurang nyeri, masa rawat inap lebih pendek dan
penyembuhan lebih cepat.
Tehnik ini telah dilakukan lebih dari 200 kali sejak tahun 2007. Tehnik operasi ini
sangat populer di USA, Eropa dan Jepang karena dengan tehnik ini, hasilnya sangat
memuaskan pasien. Saat ini tehnik operasi ini dipakai sebagai standard untuk operasi
cedera ACL atlet-atlet papan atas kelas dunia, misalnya Tiger Wood.
Setelah luka bedah disembuhkan oleh pasien maka akan menjadwalkan pertemuan
pertama mereka dengan seorang fisioterapis. Terapis fisik untuk mengembangkan
rencana untuk mengobati pasien. Tujuan utama awal untuk mengurangi pembengkakan
dan bekerja untuk mencegah pembentukan jaringan parut. Tujuan berikutnya adalah
untuk menyediakan berbagai gerak kembali, sekaligus memperkuat otot-otot yang
mendukung sendi lutut. Dengan berbagai peningkatan gerak dan kekuatan, terapis fisik
rehabilitasi mereka akhirnya kegiatan dengan panggung dan kontrol neuromuskular
gerakan fungsional yang sesuai dengan kebutuhan sehari-hari pasien. Ini harus mengikuti
jalannya akronim pada tahap awal pemulihan dari robek ACL.
b. Terapi Non-Operasi
ACL yang robek tidak akan sembuh sendiri dan harus dioperasi. Namun terapi
tanpa operasi efektif kepada pasien yang sudah tua dengan aktivitas kehidupan yang
sederhana. Jika stabilitas pada lutut intak, indikasinya adalah tanpa operasi.
1) Bracing
Alat ini dapat memproteksi lutut dari ketidakstabilan. Selanjutnya bias diteruskan
dengan pemakaian tongkat yang dapat mengurangi beban pada kaki.
2) Terapi Fisikal
Apabila oedem berkurang, rehabilitasi akan bermula. Olahraga yang spesifik dapat
restorasi fungsi pada lutut dan menguatkan otot kaki yang memberi sokongan
padanya.
B. Konsep dasar asuhan keperawatan

1. Pengkajian
a. Identitas – nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, nama orang tua
atau suami atau isteri atau penanggungjawab, alamat, pendidikan pekerjaan, suku
bangsa dan agama
b. Keluhan utama – keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien pergi ke dokter
atau mencari pertolongan. Hal yang perlu ditanyakan meliputi nyeri, kekakuan,
pembengkakan, deformitas, disabilitas dan penyakit sistemik
c. Riwayat penyakit sekarang – riwayat perjalanan penyakit merupakan cerita yang
kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan
utama sampai pasien datang berobat
d. Riwayat penyakit dahulu – mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan
antara penyakit yang pernah diderita dengan penyakitnya sekarang
e. Riwayat penyakit dalam keluarga – untuk mencari kemungkinan penyakit herediter,
familial atau penyakit infeksi
f. Riwayat pengobatan – apakah yang sudah dilakukan / diberikan ketika insiden terjadi.
g. Pemeriksaan fisik meliputi:
1) Look, cari apakah terdapat:
- Deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnomal, angulasi, rotasi, dan pemendekan
- Functio laesa (hilangnya fungsi), mencari tau apakah bagian yang terkena cedera masih
dapat berfungsi dengan baik atau tidak.
- Lihat juga ukuran panjang tulang, bandingkan kiri dan kanan.
2) Feel, apakah terdapat nyeri tekan.
3) Move, untuk mencari:
- Krepitasi, terasa bila ada fraktur ketika digerakkan.
- Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif maupun pasif.
- Seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak mampu dilakukan,
range of motion (derajat dari ruang lingkup gerakan sendi), dan kekuatan
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan: Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis),
kerusakan jaringan
b. Gangguan mobilitas fisik Berhubungan dengan
- Kehilangan integritas struktur tulang
- Kerusakan muskuloskeletal dan neuromuskuler
- Intoleransi aktivitas/penurunan kekuatan dan stamina
c. Resiko tinggi trauma b.d ketidak mampuan mengerakkan tungkai bawah
dan ketidaktahuan cara mobilisasi yang adekuat
d. Resiko infeksi b.d prosedur invasif
e. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman
kematian, perubahan konsep diri, kurang pengetahuan dan hospitalisasi
3. Intervensi
Diagnosa Keperawatan Rencana keperawatan

(SDKI) Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (SIKI)

(SLKI)

Nyeri akut berhubungan  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara


dengan:  pain control, komprehensif termasuk lokasi,
Agen injuri (biologi, kimia,  comfort level karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
fisik, psikologis), kerusakan Setelah dilakukan dan faktor presipitasi
jaringan tinfakan keperawatan  Observasi reaksi nonverbal dari
selama …. Pasien tidak ketidaknyamanan
DS: mengalami nyeri, dengan  Bantu pasien dan keluarga untuk
- Laporan secara kriteria hasil: mencari dan menemukan dukungan
verbal DO:  Mampu mengontrol  Kontrol lingkungan yang dapat
- Posisi untuk menahan nyeri (tahu penyebab mempengaruhi nyeri seperti suhu
nyeri nyeri, mampu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- Tingkah laku berhati-hati menggunakan tehnik  Kurangi faktor presipitasi nyeri
nonfarmakologi untuk
- Gangguan tidur (mata mengurangi nyeri,  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
sayu, tampak capek, sulit mencari bantuan) menentukan intervensi
atau gerakan kacau,  Melaporkan bahwa  Ajarkan tentang teknik non farmakologi:
menyeringai) nyeri berkurang dengan napas dala, relaksasi, distraksi, kompres
- Terfokus pada diri sendiri menggunakan hangat/ dingin
- Fokus menyempit manajemen nyeri  Berikan analgetik untuk mengurangi
(penurunan persepsi  Mampu mengenali nyeri nyeri: ……...
waktu, kerusakan (skala, intensitas,  Tingkatkan istirahat
proses berpikir, frekuensi dan tanda  Berikan informasi tentang nyeri seperti
penurunan interaksi nyeri) penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
dengan orang dan  Menyatakan rasa berkurang dan antisipasi
lingkungan) nyaman setelah nyeri ketidaknyamanan dari prosedur
- Tingkah laku distraksi, berkurang  Monitor vital sign sebelum dan sesudah
contoh : jalan-jalan,  Tanda vital dalam pemberian analgesik pertama kali
menemui orang lain rentang normal
dan/atau aktivitas,  Tidak mengalami
aktivitas berulang-ulang) gangguan tidur
- Respon autonom (seperti
diaphoresis, perubahan
tekanan darah, perubahan
nafas, nadi dan dilatasi
pupil)
- Perubahan autonomic
dalam tonus otot
(mungkin dalam rentang
dari lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah,
merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu
makan dan minum

Resiko tinggi trauma b.d Setelah dilakukan 1. Sediakan lingkungan yang aman
ketidakmampuan tindakan keperawatan untuk pasien.
selama 3x24 jam klien 2. Identifikasi kebutuhan keamanan
mengerakkan tungkai bawah
tidak mengalami trauma pasien sesuai dengan kondisi fisik
dan ketidaktahuan cara dengan kriteria hasil : dan fungsi kognitif pasien dan
mobilisasi yang adekuat. 1) Pasien bebas dari riwayat penyakit teradahulu pasien
trauma fisik 3. Menghindarkan lingkungan yang
berbahaya.
4. Memasang side rail tempat tidur.
5. Menyediakan tempat tidur yang
nyaman dan bersih.
6. Menempatkan saklar lampu yang
mudah dijangkau pasien.
7. Membatasi pengunjung.
8. Control lingkungan dari kebisingan.
9. Berikan penjelasan kepada pasien dan
keluarga tau pengunjung adnaya
perubahan status kesehatan dan
penyebab penyakit
Resiko infeksi b.d prosedur Setelah dilakukan 6. Pertahankan teknik aseptic
invasif tindakan keperawatan 7. Batasi pengunjung bila perlu
selama 3x24 jam pasien 8. Cuci tangan sebelum dan sesudah
tidak mengalami infeksi melakukan tindakan keperawata
dengan criteria hasil : 9. Gunakan baju, sarung tangan
1. Klien bebas dari sebagai alat pelindung
tanda dan gejala 10. Ganti letak IV perifer dan dressing
infeksi. sesuai dengan petunjuk umum
2. Menunjukkan 11. Gunakan kateter intermitten untuk
kemampuan untuk menurunkan infeksi kandung kemih
mencegah timbulnya 12. Tingkatkan intake nutrisi
infeksi. 13. Berikan terapi antibiotic
3. Jumlah leukosit 14. Monitor tanda gejala infeksi
dalam batas normal. sistemik dan local
4. Menunjukkan 15. Pertahankan teknik isolasi
perilaku hidup sehat 16. Inspeksi kulit dan membrane
5. Status imun, mukosa terhadap kemerahan, panas,
gastrointestinal, drainase.
Genitourinaria 17. Dorong masukan cairan
dalam batas normal 18. Dorong istirahat
19. Ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
20. Kaji suhu badan pada pasien
neutropenia setiap 4 jam.

Gangguan mobilitas fisik


Berhubungan dengan :  Joint Movement : Exercise therapy : ambulation
- Gangguan Active  Monitoring vital sign sebelm/sesudah
metabolisme sel  Mobility Level latihan dan lihat respon pasien saat
- Keterlembatan  Self care : ADLs latihan
perkembangan  Transfer  Konsultasikan dengan terapi fisik
- Pengobatan performance Setelah tentang rencana ambulasi sesuai
- Kurang support dilakukan tindakan dengan kebutuhan
lingkungan keperawatan  Bantu klien untuk menggunakan
- Keterbatasan ketahan selama….gangguan tongkat saat berjalan dan cegah
kardiovaskuler mobilitas fisik teratasi terhadap cedera
dengan kriteria hasil:
- Kehilangan  Klien meningkat  Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan
integritas struktur dalam aktivitas fisik lain tentang teknik ambulasi
tulang  Mengerti tujuan dari  Kaji kemampuan pasien dalam
- Terapi pembatasan gerak peningkatan mobilitas mobilisasi
- Kurang pengetahuan  Memverbalisasikan  Latih pasien dalam pemenuhan
tentang kegunaan perasaan dalam kebutuhan ADLs secara mandiri
pergerakan fisik meningkatkan sesuai kemampuan
- Indeks massa tubuh diatas kekuatan dan  Dampingi dan Bantu pasien saat
75 tahun percentil sesuai kemampuan mobilisasi dan bantu penuhi
dengan usia berpindah kebutuhan ADLs ps.
- Kerusakan persepsi  Memperagakan  Berikan alat Bantu jika klien
sensori penggunaan alat memerlukan.
- Tidak nyaman, nyeri Bantu untuk  Ajarkan pasien bagaimana merubah
- Kerusakan mobilisasi (walker) posisi dan berikan bantuan jika
muskuloskeletal dan diperlukan
neuromuskuler
- Intoleransi
aktivitas/penurunan
kekuatan dan stamina
- Depresi mood atau cemas
- Kerusakan kognitif
- Penurunan kekuatan otot,
kontrol dan atau masa
- Keengganan untuk
memulai gerak
- Gaya hidup yang
menetap, tidak digunakan,
deconditioning
- Malnutrisi selektif atau
umum
DO:
- Penurunan waktu reaksi
- Kesulitan merubah posisi
- Perubahan gerakan
(penurunan untuk
berjalan, kecepatan,
kesulitan memulai
langkah pendek)
- Keterbatasan motorik
kasar dan halus
- Keterbatasan ROM
- Gerakan disertai nafas
pendek atau tremor
- Ketidak stabilan posisi
selama melakukan ADL
- Gerakan sangat lambat
dan tidak terkoordinasi
Ansietas berhubungan
dengan - Kontrol kecemasan Anxiety Reduction (penurunan
Faktor keturunan, Krisis - Koping kecemasan)
situasional, Stress, Setelah dilakukan asuhan  Gunakan pendekatan yang
perubahan status kesehatan, selama.......................klien menenangkan
ancaman kematian, kecemasan teratasi dgn  Nyatakan dengan jelas harapan
perubahan konsep diri, kriteria hasil: terhadap pelaku pasien
kurang pengetahuan dan  Klien mampu  Jelaskan semua prosedur dan apa
hospitalisasi mengidentifikasi dan yang dirasakan selama prosedur
mengungkapkan  Temani pasien untuk memberikan
DO/DS: gejala cemas keamanan dan mengurangi takut
- Insomnia  Mengidentifikasi,  Berikan informasi faktual mengenai
- Kontak mata kurang mengungkapkan dan diagnosis, tindakan prognosis
- Kurang istirahat menunjukkan tehnik  Libatkan keluarga untuk
- Berfokus pada diri sendiri untuk mengontol mendampingi klien
- Iritabilitas cemas
- Takut  Vital sign dalam batas  Instruksikan pada pasien untuk
- Nyeri perut normal menggunakan tehnik relaksasi
- Penurunan TD dan denyut  Postur tubuh, ekspresi  Dengarkan dengan penuh perhatian
nadi wajah, bahasa tubuh  Identifikasi tingkat kecemasan
- Diare, mual, kelelahan dan tingkat aktivitas  Bantu pasien mengenal situasi yang
- Gangguan tidur menunjukkan menimbulkan kecemasan
- Gemetar berkurangnya  Dorong pasien untuk
- Anoreksia, mulut kering kecemasan mengungkapkan perasaan, ketakutan,
- Peningkatan TD, denyut persepsi
nadi, RR  Kelola pemberian obat anti
- Kesulitan bernafas cemas:........
- Bingung
- Bloking dalam
pembicaraan
- Sulit berkonsentrasi

4. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
di susun pada tahap perencanaan. Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien
terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk
klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian
hari.
Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai dengan rencana
keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif (intelektual), kemampuan
dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan tindakan. Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang
mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan
komunikasi
5. Evaluasi
a. Pasien tidak mengalami nyeri
b. Gangguan mobilitas fisik teratasi
c. Pasien menunjukkan pengetahuan tentang proses penyakit
d. Klien kecemasan teratasi
DAFTAR PUSTAKA

Rasjad, Chairuddin.2009.Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta : PT. Yarsif


Watampone
Jon C. 2010.Thompson, Anatomy of Leg/knee, Netter’s concise orthopaedic
anatomy.England
Smith BA, Livesay GA, Woo SL. Biology and biomechanics of the anterior cruciate
ligament. Clin Sports Med 1993; 12:637–670
Bickley S. 2011.Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan Bates. 5th ed.
Jakarta: EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(Definisi dan Indikator Diagnostik). Jakarta Selatan: DPP PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Definisi
dan Tindakan Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI

Beaupre, LA., Jones, A., & Saunders, LD. 2005. Best Practices for Elderly Hip
Fracture Patients A Systematic Overview of the Evidence. J Gen Intern Med; 20:1019–
1025.
Bjordal, JM., Klovning,A,. Ljunggren,AE., & Slordal L. 2007. Short-Term Effi Cacy Of
Pharmacotherapeutic Interventions In Osteoarthritic Knee Pain: A Meta-Analysis
Of Randomised Plasebo-Controlled Trials. Eur J Pain.
Buschbacher. 2002. Practical Guide to Musculoskeletal Disorders : Diagnosis and
Rehabilitation. Second edition. USA. Pp:76-84
Brukner,P & Khan,K. 2011. Clinical Sports Medicine. 2nd Ed. New York: The McGraw-Hill
Book Company.
Dorland. 2002. Kamus saku kedokteran edisi 28. Jakarta : Buku kedokteran EGC
12
Edwards R., 2010. Rekonstruksi Kerusakan Anterior Cruciate Ligament (ACL) dengan
Arthroskopi [online]. Jakarta, Orthopedi Rumah Sakit Mitra Kemayoran; 2010.
(diakses 11 maret 2015). http://www.rumahsakitmitrakemayoran.com/rekonstruksikerusakan-
anterior-cruciate-ligament-acl-dengan-arthroskopi/
Edler, SS., Beckers, D & Buck M. 2008. PNF in practive. Third Edition. Germany:
Springer. Hardjosworo, SA., 2014; Penanganan Cedera Olahraga [online]. Tangerang: Sport
Clinic Bintaro International Hospital; [diakses 11 maret 2015].
Availablefrom:URL:www.rspremierbintaro.com/healthinfo/DefaultEvent.aspx?id=1
0
Hewet & Timothy. 2007. Understandingband preventing Noncontact ACL injuries. United of
america : american Orthopaedic Sciery for sport medicine
Jhun,MS., 1999. Patellofemoral pain Syndrome : a revie an guidelines for treatment. USA.
Journal of the American Academu of Family Physician.(diakses: 15 Juni 2015).
http://aafp.org/afp/1999/1101/p2012.html.
Kisner,C & Colby,LA. 2007. Therapeutic Exercise: Foundation and Techniques. 5th ed.
Philadelphia : FA Darwis Company.
Kurt,S & Wright,R. 2007. Anterior Cruciate Ligament (diakses 11maret 2011)
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/nejmcp0804745.
Loaser & Melzack, 1999. Neurologi Korelatif dan Neurologi Fungsional; Second Edition.
New York : Volume 3.
Mander, R,. 2004. Nyeri Persalinan. Jakarta : EGC
McMillan, S. 2013. Anterior Cruciate Ligament Reconstruction. Burlington: Lourdes
Medical Associates Professional Orthopaedics
Parjoto, S. 2006. Terapi Listrik Untuk Modulasi Nyeri, Semarang.
Ogbru, O & Pharm, D. 2011. MedicineNet, Inc, Dalam: FDA Prescribing Information,
Nonsteroidal Antiinflammatory Drugs (NSAIDs), diakses dari :
http://www.medicinenet.com/nonsteroidal_antiinflammatory_drugs/articl e.htm
Soeroso, I. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Pusat Penerbit Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Tamsuri, A. 2007. Konsep Dan Penatalaksanaan Nyeri . Jakarta.: EGC
Widiastuti, MI. 2007. Peran Neuropati Pada Patogenesis kaki diabetik. Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Zein, MI. 2013. Cedera Anterior Cruciate Ligament (ACL) Pada Atlet Berusia Muda. Jurnal
Medikor. VOL XI. No. 2 Oktober:111-121

Anda mungkin juga menyukai