Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN KASUS

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS

POST OP REKONSTRUKSI ANTERIOR CRUCIATE LIGAMENT DAN


MENISCUS REPAIR KNEE SINISTRA FASE II

DI ROYAL SPORTS MEDICINE CENTER JAKARTA 2020

Disusun Oleh:

Refki Sanjaya Pratama 1762030010


Erna Puspita Sari 1762030017
Bagus Dhika Pratama 1762030026
Dwita Nora Saragih 1762030033
Martina Sartika Iaia 1762030034

PRODI FISIOTERAPI
FAKULTAS VOKASI
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2020
LAPORAN KASUS

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS

POST OP REKONSTRUKSI ANTERIOR CRUCIATE LIGAMENT DAN


MENISCUS REPAIR KNEE SINISTRA FASE II

DI ROYAL SPORTS MEDICINE CENTER JAKARTA 2020

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Praktik Fisioterapi
Komprehensif Pada Lahan Ke - II

Disusun Oleh:

Refki Sanjaya Pratama 1762030010


Erna Puspita Sari 1762030017
Bagus Dhika Pratama 1762030026
Dwita Nora Saragih 1762030033
Martina Sartika Iaia 1762030034

PRODI FISIOTERAPI
FAKULTAS VOKASI
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2020
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN KASUS
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS

POST OP REKONSTRUKSI ANTERIOR CRUCIATE LIGAMENT

KNEE SINISTRA FASE I – II

DI ROYAL SPORTS MEDICINE CENTER JAKARTA 2020

Laporan kasus ini telah diperiksa dan disetujui oleh


pembimbing untuk dipertahankan di hadapan penguji

Pembimbing Lapangan,

Priska Prisilia
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

hanya dengan rahmatNya kami akhirnya bisa menyelesaikan Laporan Kasus yang

berjudul “ Laporan Kasus Penatalaksanaan Fisioterapi pada kasus post op

rekontruksi Anterior Cruriate Ligament knee sinistra fase II Di royal sports

medicine center jakarta 2020 ” ini dengan baik.

Tidak lupa kami menyampaikan rasa terima kasih kepada pembimbing

lahan komprehensif yang telah memberikan bimbingan serta masukan yang

bermanfaat dalam proses praktik dilapangan dan penyusunan laporan kasus ini.

Rasa terima kasih juga hendak kami ucapkan kepada semua teman dalam

kelompok praktik yang secara bersama-sama telah berkontribusi dan bekerja sama

dalam menyusun laporan ini.

Semoga laporan yang kami susun ini bisa dengan mudah dipahami oleh

semua kalangan. Kami menyadari bahwa laporan ini masih memiliki banyak

kekurangan yang membutuhkan perbaikan, sehingga kami sangat terbuka dan

mengharapkan masukan serta kritikan yang membangun dari para pembaca, demi

terciptanya laporan yang lebih baik.


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Olahraga merupakan aktivitas penting yang harus dilakukan

oleh manusia dalam rangka untuk memperoleh kesehatan tubuh.

Terdapat banyak jenis cabang olahraga yang ada di dunia salah

satunya adalah bola basket. Bola basket merupakan salah satu cabang

olahraga permainan bola besar yang di mainkan oleh dua regu yang

masing-masing terdiri dari lima orang (Fatahilah, 2018).

Sepak bola merupakan olahraga bodycontac langsung

sehingga atlet atau pemain sepakbola akan sangat dekat dengan

cedera-cedera pada bagian tersebut. Cedera yang dialami oleh

seorang pemain atau atlet sepak bola dapat menyebabkan mundurnya

prestasi seorang atlet, trauma, gangguan psikologis, fisik menurun,

dan bahkan cacat permanen atau bahkan sampai pada kematian.

Cidera fisik dapat mengakibatkan terganggunya sistem muskulosletal

yang meliputi otot, tulang, sendi, tendon, ligamentum serta jaringan

ikat yang mendukung dan mengikat jaringan dan organ bersama-

sama (Spinder & Rick, 2007).


Anterior Cruciate Ligament (ACL) merupakan ligamen yang

terdapat pada sendi lutut. Ligamen ini berfungsi sebagai

stabilisator yang mencegah pergeseran ke depan yang berlebih dari

tulang tibia terhadap tulang femur. Setiap cedera yang terjadi pada

ACL berpotensi menimbulkan gangguan kestabilan pada sendi

lutut (Zein, 2013).

Cidera ACL dapat disebabkan oleh adanya kontak dan non

kontak. Contact injury terjadi karena kontak langsung ataupun

benturan dengan lawan seperti tertendang pada area lutut. Pada

pemain sepakbola, contact injury sering terjadi ketika pemain

menerima tackle dari lawannya. Non-contact injury terjadi tanpa

adanya kontak langsung dengan lawan main. Non-contact ACL

injury sering terjadi pada gerakan berputar, deselerasi, dan

melompat. sekitar 75% cedera yang terjadi karena kontak minimal

ataupun non-contact (Brophy et al., 2014).

Prevalensi cedera ACL yaitu 1 kasus dijumpai dalam 3500

orang, memperkirakan 95.000 ruptur ACL per tahun. Sekitar

200.000 ACL terkait terjadi cedera setiap tahun di Amerika Serikat

dengan sekitar 95.000 ruptur ACL maka setiap tahun 100.000 ACL

dilakukan rekonstruksi. (Quinn, 2016).

Problematik fisioterapi pada ruptur anterior cruciatum

ligament meliputi impairment, functional limitation dan

participation restriction. Problematik yang termasuk impairment,


yaitu : (1) adanya nyeri gerak (2) menurunnya kekuatan otot

penggerak fleksor dan ekstensor lutut kiri dan (3) keterbatasan

lingkup gerak sendi aktif dan pasif pada sendi lutut kiri.

Problematik yang termasuk functional limitation adalah pasien

mengalami kesulitan pada saat jongkok ke berdiri, Problematik

yang termasuk participation restriction adalah pasien belum bisa

berlatih sepak bola maka pasien mengurangi aktifitasnya untuk

kegiatan ekstra dan pada saat ini pasien belum dapat menjalankan

pekerjaannya sebagai pemain.

Penangan cedera ACL biasanya dilakukan melalui operasi

dengan penggantian ligament menggunankan graft yang disebut

rekontruksi ACL. . Penelitian telah menunjukan bahwa setelah

operasi ACL juga memberikan dampak kekakuan pada sendi lutut

karena imobilisasi (Qais, 2017). Hal tersebut tentu memberikan

gangguan fungsi dan gerak sehingga membutuhkan waktu untuk

berolahraga. Rehabilitasi yang baik diperlukan agar penderitanya

dapat bermain kembali. Salah satu penanganan pasca operasi ACL

dapat dilakukan dengan fisioterapi.

Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan untuk

mengembangkan, memelihara, dan memulihkan gerak dan fungsi

tubuh dengan menggunakan penanganan secara manual,

peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis)

pelatihan fungsi dan komunikasi (PERMENKES, 2015).

Fisioterapi memiliki kompetensi untuk merehabilitasi dan


mengatasi masalah akibat post reconstruction ACL dan Meniscus

tear yang bertujuan untuk mengantarkan kembali pada permainan

sepak bola.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengkaji

lebih lanjut tentang penatalaksanaan fisioterapi pada kasus post

reconstruction ACL knee sinistra dan Meniscus repair di RS

Royal Progress Jakarta Utara sebagai tambahan pengetahuan untuk

penatalaksanaan fisioterapi terkait banyaknya kasus tersebut.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang di jelaskan berdasarkan uraian latar

belakang di atas adalah:

1. Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi pada kasus Post Op

Anterior Cruciate Ligament dan meniscus (ACL) Fase II Pada

Knee Sinistra di Royal Sports Medicine Center Jakarta 2020?

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum
a. Untuk mengetahui penatalaksanaan Fisioterapi pada kasus Post Op

reconstruction Anterior Cruciate Ligament dan meniscus repair

pada Fase II Knee Sinistra di Royal Sports Medicine Center

Jakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui prosedur assesment pada pasien Post Op

reconstruction Anterior Cruciate Ligament dan meniscus repair

Fase II Knee Sinistra di Royal Sports Medicine Center Jakarta.


b. Untuk mengetahui Intervensi Fisioterapi pada pasien Post Op

reconstruction Anterior Cruciate Ligament dan meniscus repair

Fase II Knee Sinistra di Royal Sports Medicine Center Jakarta.

c. Untuk mengetahui pengaruh Intervensi Fisioterapi pada pasien

Post Op reconstruction Anterior Cruciate Ligament dan

meniscus repair Fase II Knee Sinistra di Royal Sports Medicine

Center Jakarta.

D. Manfaat penulisan

1. Bagi Penulis

Untuk menambah pengetahuan tentang penatalaksanaan fisioterapi

pada post rekontruksi ACL.

2. Bagi Fisioterapi

Dapat menambah informasi dan pengetahuan kesehatan, khususnya

ilmu kesehatan muskuloskeletal pada olahraga yang berkaitan dengan

post rekontruksi ACL.

3. Bagi Pasien

Membantu pasien dalam menambah wawasan mengenai kondisi

yang dialami pasien saat ini.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan teori

1. Anatomi Knee Joint


Anggota gerak bawah dihubungkan oleh sendi, sama seperti
anggota gerak atas. Anggota bawah khusus untuk menopang berat badan,
mengatur gaya berat dan berjalan (Quinn, E: 2016). Persendian atau
artikulasi adalah suatu hubungan antara dua tulang atau lebih yang
dihubungkan melalui pembungkus jaringan ikat pada bagian luar dan
pada bagian dalam terdapat rongga sendi dengan permukaan tulang yang
dilapisi oleh tulang rawan. Fungsi dari sendi secara umum adalah untuk
melakukan gerakan pada tubuh (Edward R. : 2010).

Lutut memiliki beberapa persendian antara lain adalah


tibiofemoral joint, patellofemoral joint, proximal tibiofemoral joint.
Meskipun sendi lutut memiliki konstruksi yang baik, fungsinya sering
terganggu bila terjadi gerakan berlebihan pada lutut. Sendi lutut tersusun
atas tulang, otot, ligamen, bursa, meniskus, kapsul sendi, saraf, dan
vaskularisasi (Quinn, E: 2016).

a. Tulang Femur

Femur merupakan tulang terbesar dan terkuat dari tubuh. Struktur

pada ujung proximal meliputi kepala yang bulat, leher yang pendek, dan

dua tonjolan besar yang merupakan tempat perlekatan otot. Pada ujung

distal yang membesar ialah kondilus lateral dan medial merupakan

permukaan yang berartikulasi dengan tibia. Disisi lain, kepala tulang

paha cocok dengan acetabulum dan tulang coxal (Gunstream, 2016 ).


Sumber https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fdokumen.tips%2Fdocuments%2Fanatomi-os-femur.html

b. Tulang Patella

Patela atau tempurung lutut adalah tulang sesamoid bentuk

segitiga berdiameter sekitar 5 cm yang tertanam dalam tendon insersi

m.quadriceps femoris. Bila otot ini lemas, patela dapat digerakan

kekiri dan kanan dan sedikit keatas dan kebawah. Patela mempunyai

dua permukaan,

anterior, dan artikuler;

punya tiga tepi, superior,

medial, dan lateral.

Sumber : https://www.google.com/url?sa=i&url=http%3A%2F%2Fgudangmedis.blogspot.com%2F2015%2F01%2Fteknik-radiografi-

patela.html

c. Tulang Tibia

Tibia atau tulang kering merupakan tulang yang berfungsi

menanggung berat tubuh. Bagian proksimalnya yang besar terdiri dari

kondilus lateral dan medial yang berartikulasi dengan tulang paha untuk
membentuk sendi knee. Tuberositas tibia ialah

area kasar di permukaan anterior tepat di

bawah kondilus sebagai tempat ligamen

patela, serta ujung distal tibia berartikulasi

dengan talus (Gunstream, 2016 ).

Sumber : https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fwww.pinterest.com

d. Tulang Fibula

Tulang dibagian lateral yang ramping di kaki bagian bawah terlibat

dalam membentuk sendi knee. Ujung distal berikatan dengan tibia dan

tarsal. Malleolus lateral membentuk lateral pergelangan kaki

(Gunstream, 2016 ).

e. Stabilitas Statis Sendi Lutut

Stabilitas statis sendi lutut bergantung pada empat ligamen lutut

utama yang berfungsi untuk menahan gerakan lutut yang abnormal:

1). Anterior Cruciatum Ligament (ACL)

2). Posterior Cruciatum Ligament (PCL)

3). Lateral Collaterale Ligament (LCL)

4). Medial Collateral Ligament (MCL)


Sumber:https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F
%2Fwww.capitalphysiotherapy.com.au%2Fpcl-injury
f. Otot Penggerak Knee

a. Fleksor Lutut
Sumber: https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F
%2Fwww.getbodysmart.com

Kelompok otot fleksor lutut adalah hamstring yang terdiri


dari biceps femoris, semitendinosus, semimebranosus. Selain itu
juga dibantu otot- otot gracilis, sartorius, gastrocnemius, popliteus
dan plantaris (Marieb EN, et. al : 2012).

1) M. Biceps Femoris (Caput Brevis)


Origo : Linea Aspera Femur
Insersio : Permukaan lateral caput fibula
Aksio : Fleksi knee, rotasi tibia ke arah lateral
(eksorotasi), ekstensi hip
Inervasi : N. Ischiadicus (L5, S1, S2)

2) M. Semitendinosus
Origo : Tuberositas ischiadicum, membagi tendon sama
besar dengan semitendinosus dan biceps femoris
Insersio : Permukaan medial dari superior tibia melalui
tendon pes anserinus
Aksio : Fleksi knee, rotasi hip ke arah medial (endorotasi).
Inervasi : N. Ischiadicus (L5, S1, S2)

3) M. Semimembranosus
Origo : Tuberositas ischiadicum, membagi tendon sama
besar dengan semitendinosus dan biceps femoris
Insersio : Permukaan posterior medial condylus tibia
Aksio : Fleksi knee, rotasi hip ke Arah medial
(endorotasi)
Inervasi : Nervuss tibial (L5-S2)

4) M. Gracilis
Origo : 1/2 bawah symphisis pubis dan 1⁄2 atas arcus
pubis
Insersio : Permukaan medial dan superior tibia melalui
tendon pes anserinus
Aksio : Adduksi hip, fleksi knee, dan rotasi ke arah
medial (endorotasi)
Inervasi : Nervus obturator (L3,L4)

5) M. Sartorius
Origo : Spina iliaca
anterior superior
Insersio :
Permukaan
antero medial
atas os tibia
tepat di pes
anserinus
Aksio : Fleksi, abduksi dan external rotasi hip joint.
Fleksi dan internal rotasi knee joint
Inervasi : Nervus Femoral (L2-L3)

6) M. Gastrocnemius
Origo : Caput medial dan lateral dari permukaan
posterior condylus femoralis
Insersio : Permukaan posterios calcaneus membentuk
tendon achiles
Aksio : Plantar fleksi kaki, fleksi knee
Inervasi : Nervus Tibial (S1-S2)

7) M. Popliteus
Origo : Permukaan lateral condyles lateral
Insersio : Permukaan posterios proksimal shaft tibial
Fungsi : Fleksi knee, membantu dalam rotasi medial tibia
Inervasi : Nervus tibial (Variabel: L4, S1)

b. Ekstensor Lutut
Sumber:https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F
%2Fwww.healthguideline.net%2F2019%2F07%2Fquadriceps-muscle-
strain-and-treatment.html

Kelompok otot ekstensor lutut adalah quadriceps yang


terdiri dari: rectus femoris, vastus medialis, vastus intermedius,
vastus lateralis. Keempat otot quadriceps bersatu membentuk
tendon dan melekat pada tulang tibia (tuberositas tibialis) melalui
ligamen patella (Marieb EN, et. al : 2012).
1) M. Rectus Femoris
Origo : Spina iliaca anterior inferior dan bagian superior
lekukan acetabulum
Insersio : Tuberositas tibia
Aksio : Fleksi hip dan ekstensi knee
Inervasi : Nervus Femoris (L2-L4)
2) M. Vastus Medialis
Origo: Linea intertrochanterica dan bagian medial linea
aspera
Insersio : Tendon patella dan tuberositas tibia
Aksio : Ekstensi sendi lutut
Inervasi : Nervus Femoris (L2-L4)
3) M. Vastus Intermedius
Origo : 2/3 atas bagian anterior dan permukaan lateral os
femur
Insersio : Tuberositas tibialis
Aksio : Ekstensi sendi lutut (knee joint)
Inervasi : Nervus Femoral (L2-L4)
4) M. Vastus Lateralis
Origo : Trochanter major dan permukaan lateral atas
linea aspera
Insersio : Tuberositas tibia
Aksio : Ekstensi sendi lutut
Inervasi : Nervus femoris (L2-L4)
2. Fisiologi Knee Joint

Sendi lutut terdiri dari struktur yang kompleks. Ada banyak fungsi dari

sendi lutut, salah satunya untuk menumpu berat tubuh agar tubuh bisa

berdiri tegak (Cael, 2010). Gerakan dari sendi lutut yaitu fleksi dan ekstensi.

Gerakan sendi lutut distabilkan secara dinamis oleh otot dan secara pasif

oleh ligamen. Terdapat pula peran dari meniscus, yaitu untuk Shock

Absorber sehingga lutut tidak terlalu terbebani oleh tubuh. Sendi lutut

tersusun dari persendian patellofemoral, tibiofemoral, otot-otot yang

melintasi lutut, ligamen, dan meniscus (Palastanga and Soames, 2012).

Cruciate Ligamen memberikan stabilitas dalam bidang sagital. ACL

berfungsi untuk mempertahankan tulang femur pada tibia agar tidak

bergerak berlebihan ke arah posterior. Sebaliknya, membuat tibia tidak

bergerak berlebihan pada bagian depan femur.

Colateral ligamen berfungsi menjaga stabilitas pada bidang frontal.

Medial Collateral Ligamen (MCL) berfungsi menjaga stabilitas medial dan

mencegah gerakan berlebihan pada dorongan ke sisi medial lutut. Lateral

Collateral Ligamen (LCL) memberikan stabilitas ke sisi medial. LCL

berfungsi menjaga stabilitas medial dan mencegah gerakan berlebihan pada

dorongan ke sisi lateral lutut. Colateral ligamen juga berperan dalam

pergerakan lutut, yaitu mengencang selama ekstensi, namun kendur selama

fleksi.

3. Biomekanik Knee Joint

Arthrokinematik terjadi ketika fleksi dan ekstensi lutut.

Arthrokinematik yang terjadi pada lutut yaitu Condylus Femoral (Convex)


bergerak pada Condylus tibial (Concave) dan sebaliknya, tergantung apakah

itu gerakan open- atau closed chain kinematik. Permukaan artikular

Condylus femoralis lebih besar daripada Condylus tibial.

Jika tulang tibia bergerak di femur dari fleksi ke ekstensi akan terjadi

roll ke arah anterior dan gliding ke arah anterior. Pada akhir gerakan

terdapat mekanisme yang disebut screwhome mechanism of the knee. Ini

adalah gerakan memutar yang terjadi pada akhir gerakan ekstensi untuk

memngunci lutut. Fungsi dari mekanisme ini membuat kita dapat berdiri

lama tanpa membebani otot otot pada lutut.

4. Anterior Cruciate Ligament (ACL)

a. Definisi ACL

Anterior Cruciate Ligament merupakan bagian dari empat ligamen

utama yang menstabilisasi sendi lutut. Anterior Cruciate Ligament

(ACL) dan Posterior Cruciate Ligament (PCL) terentang dari tulang

disekitar fosa interkondiler femur sampai ke tibia masing - masing

didepan dan dibelakang interkondiler (Iman Santoso, Ikke Dwi Kartika

Sari, et al, 2018). Penamaan anterior dan posterior berdasarkan

perlekatannya pada tibia. Kedua ligamen ini saling menyilang seperti

huruf X. Mencegah tulang tibia dari pergeseran yang berlebihan dan

menstabilisasi knee dalam melakukan berbagai aktivitas.


Sumber:https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fbg-moon.com%2F10-causes-of-

kneepain

%2F&psig=AOvVaw1_CYMIq8mmUgqI76gqJK&ust=1584350297121000&source=images&cd=vf

e&ved=0CAIQjRxqFwoTCLi3toWTnOgCFQAAAAAdAAAAABAD

b. Etiologi Cedera ACL

Penyebab ACL injury terbagi menjadi dua, yaitu contact dan non-

contact. Contact injury terjadi karena kontak langsung ataupun

benturan dengan lawan seperti tertendang pada area lutut. Pada pemain

sepakbola, contact injury sering terjadi ketika pemain menerima tackle

dari lawannya (Brophy et al., 2014). Sedangkan Non-contact injury

terjadi tanpa adanya kontak langsung dengan lawan main. Non-contact

ACL injury sering terjadi pada gerakan berputar, decelerasi, dan

melompat. Sekitar 75% cedera yang terjadi karena kontak minimal

ataupun non-contact. Gerakan memutar merupakan salah satu penyebab

kerobekan ACL yaitu saat lutut menjadi tumpuan dan badan memutar

tiba-tiba dengan cepat. Momen deccelerasi yang cepat juga melibatkan

tumpuan pada lutut, juga menyebabkan cedera ACL, serta mendarat

dari lompatan, gerakan memutar dengan tumpuan pada lutut akan

berdampak langsung pada ACL yang menyebabkan cedera (Wetters et

al, 2015).
c. Patofisiologi ACL

Cedera ACL sering terjadi saat posisi lutut valgus. ketika posisi

lutut valgus, medial collateral ligamen mengencang dan terjadi

kompresi lateral. Tekanan yang terjadi serta vektor gaya anterior yang

disebabkan oleh kontraksi quadriceps, menyebabkan translasi femur

terhadap tibia di mana condylus lateral femur bergeser ke posterior dan

translasi tibia ke anterior rotasi internal, yang mengakibatkan robeknya

ACL. Setelah ACL robek, stabilisator utama untuk translasi tibia ke

anterior hilang. Hal ini menyebabkan condylus medial femur bergerak

ke posterior yang menghasilkan rotasi eksternal tibia (Koga et al, 2010).

d. Klasifikasi Cedera Ligamen

Cedera ligamen dapat diklasifikasikan seperti berikut ini (Fischer,

2014):

1). Grade I

Ligamen telah sedikit teregang namun masih bisa menjaga

kestabilan sendi. Sedikit serabut yang putus disertai nyeri ringan

dan bengkak tetapi tidak ada perpanjangan kerusakan pada

ligamen.

2). Grade II

Titik dimana regangan ligamen semakin lebar dan sudah

terjadi robekan parsial ligamen. Ligamen biasanya akan sembuh

tanpa operasi. Dapat berfungsi terbatas dengan sedikit

ketidakstabilan.

3). Grade III


Pada grade ini sudah terjadi robekan komplit ligamen.

Ligamen telah terpisah menjadi dua bagian dan sendi lutut menjadi

tidak stabil dan seringkali sangat sulit untuk menyangga meskipun

menggunakan tongkat, operasi sering diperlukan untuk perbaikan.

Sumber:

https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fdocplayer.info
%2F94075488-Bab-ii-tinjauan-pustaka-atau-menyokong-organ-dalam-beberapa-
ligamen-berbeda-struktur.html

e. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Penunjang Magnetic Resonance Imaging (MRI)

berguna untuk mendiagnosis cedera ACL, meskipun terbatas dalam

membedakan antara robekan ACL keseluruhan atau sebagian. Diagnosa

MRI juga dapat mendeteksi robekan meniskus. Magnetic Resonance

Imaging (MRI) secara spesifik mengevaluasi perubahan regional pada

kartilago (Ardern et al, 2011). Radiografi menunjukan tanda penyempitan

ruang sendi dan pembentukan osteofit.

f. Proses Penyembuhan Cedera Ligamen

Pada saat tubuh mengalami kerusakan jaringan atau luka maka


akan terjadi peradangan yang ditandai dengan nyeri, bengkak, panas

kemerahan dan gangguan fungsi. Hal ini perlu diuraikan sehubungan

dengan patofisiologi cedera ligamen dan nantinya peneliti dapat

menyesuaikan tahapan-tahapannya dengan usaha penyembuhan

berdasarkan modalitas yang diterapkan. Adapun fase – fase penyembuhan

luka secara fisiologis adalah sebagai berikut (Moshiri A, Oryan A. 2013).

1. Fase Perdarahan

Fase ini terjadi antara 20 – 30 menit setelah terjadi trauma. Pada

fase tahap ini perdarahan berhenti setelah dikeluarkan fibrin untuk

menutupi luka. Pada fase ini ditandai dengan keluarnya hematoma dan

keluarnya zat – zat iritan.

2. Fase Peradangan

Fase yang terjadi antara 24 – 36 jam setelah trauma. Fase

peradangan aktif ditandai dengan radang tinggi dengan gejala- gejala

panas, merah dan bengkak pada daerah trauma. Pada fase ini terjadi

aktualitas nyeri yang tinggi dimana fase ini sebagai awal dari proses

penyembuhan luka.

3. Fase Regenerasi

Pada fase ini terdiri dari tiga fase :

a) Fase proliferasi (2 – 4) hari

Pada fase ini ditandai dengan menurunnya rasa nyeri,

jumlah protein pertahanan tubuh banyak dan jumlah fibroblast

meningkat. Pada fase ini juga terjadi rekonstruksi jaringan


pembentukan jaringan permukaan dan memberikan kekuatan pada

daerah trauma. Sel – sel lain peningkatan, juga terjadi

peningkatan sel – sel macrophage dan sel-sel Endoteliat unntuk

memberntuk pembuluh darah baru yang dikenal sebagai proses

agiogenesis.

b) Fase produksi (4 hari – 3 minggu)

Pada fase ini ditandai dengan penurunan proses pertahanan

tubuh, diikuti dengan peningkatan fibroblast yang tinggi, telah

terjadi pelekatan kolagen dan jaringan granulasi baru serta

peningkatan oksigenisasi pada daerah cedera. Beberapa fibroblast

terbentuk menjadi myofibroblast yang memberikan efek wound

contraction.

c) Fase remodeling (3 minggu – 3 bulan)

Fase ini merupakan fase pembentukan jaringan yang

normal. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrous dan kekurangan

vaskuler untuk membentuk jaringan fibrous yang rapat seperti

scar tissue. Selama tiga minggu kekuatan pada daerah yang

cedera sekitar 15%. Proses ini berlanjut sampai tiga bulan hingga

terjadi pembentukan jaringan yang baru. Jumlah pembuluh darah

berkurang untuk mempertahankan viabilitas jaringan. Arteri, vena

dan lympa berkembang kembali dan terjadi regenerasi pada

serabut saraf yang kecil.


g. Fase Rehabilitasi Anterior Cruciate Ligament

1. Fase I: segera post-op (0-2 minggu setelah bedah)


Tujuan
Rehabilitasi · Lindungi graft

· Mengurangi pembengkakan, meminimalkan rasa sakit

· Kembalikan mobilitas patela

· Kembalikan ekstensi penuh, secara bertahap meningkatkan


fleksi

· Meminimalkan penghambatan otot arthrogenik, membangun


kembali kontrol quad, mendapatkan kembali ekstensi aktif
penuh

· Pendidikan pasien

o Jaga agar lutut Anda lurus dan terangkat


saat duduk atau berbaring. Jangan beristirahat
dengan handuk diletakkan di bawah lutut
o Jangan secara aktif menendang lutut keluar
lurus; mendukung sisi bedah Anda saat melakukan
transfer (yaitu duduk hingga berbaring)
o Jangan berporos di sisi bedah Anda

Weight Walking
Bearing
· Awalnya penjepit terkunci, kruk

· Dapat mulai berjalan tanpa kruk asalkan tidak ada


peningkatan rasa sakit.

O Allograft dan hamstring autograft melanjutkan


penumpukan sebagian berat badan dengan kruk
selama 6 minggu kecuali diminta sebaliknya oleh
MD
· Dapat membuka kunci brace sekali mampu melakukan
kenaikan tungkai lurus tanpa jeda

· Dapat menghentikan penggunaan brace setelah 6 minggu per


MD dan setelah kontrol quad yang memadai tercapai

· Saat menaiki tangga, pastikan Anda memimpin dengan


sisi non-bedah saat naik tangga, pastikan Anda memimpin
dengan kruk dan sisi bedah saat menuruni tangga

Intervensi Manajemen Pembengkakan

· Es, kompresi, peninggian (periksa dengan MD re: terapi


dingin)

· Pijat retrograde

· Pompa kaki

Rentang gerakan / Mobilitas

· Mobilisasi patela: superior / inferior dan medial / lateral

o ** Mobilisasi patela sangat ditekankan pada


fase awal pasca operasi setelah autograft
tendon patela **
· Ekstensi fleksi lutut dengan bantuan duduk dan slide tumit
dengan handuk

· Intensitas rendah, ekstensi ekstensi berdurasi panjang: rawan


menggantung, penyangga tumit

· Peregangan gastroc berdiri dan soleus stretch

Kriteria kemajuan
ROM ekstensi lutut 0 deg

· Kontraksi quad dengan patella glide superior dan ekstensi


aktif penuh

· Mampu melakukan tungkai lurus tanpa jeda.

2. Fase II: tenggara post-op (3-5 minggu setelah bedah)

Tujuan · Terus melindungi graft


Rehabilitasi
· Pertahankan ekstensi penuh, kembalikan fleksi penuh (sisi
lateral berlawanan)

· Normalisasi gaya berjalan


Intervensi
Tambahan Rentang gerak / Mobilitas
*
Lanjutkan · Sepeda statis
dengan
intervensi · Regangkan semua kelompok otot dengan
Fase I lembut: rawan quad stretch, berdiri quad stretch, lutut
berlutut fleksor peregangan

Penguatan

· Keriting hamstring yang rawan

· Langkah maju dan meningkatkan dengan pawai

· Latihan squat parsial

· Squat bola, slide dinding, mini squat dari 0-60 deg

· Penguatan Lumbopelvic: jembatan & jembatan


unilateral, sidelying pinggul eksternal rotasi-clamshell,
jembatan di fisioball, menjembatani pada fisioball
dengan roll-in, menjembatani pada fisioball bergantian,
kenaikan

saldo Balance / proprioception

· Keseimbangan berdiri satu kaki (lutut sedikit


tertekuk) statis berkembang ke dinamis dan level
berkembang ke permukaan tidak stabil

· Langkah-langkah lateral

· pelatihan ulang posisi bersama

Kriteria untuk · Tanpa pembengkakan (Modifikasi Stroke Test)


kemajuan
· ROM fleksi dalam 10 derajat sisi lateral

· Extension ROM sama dengan sisi kontra


3. Fase III: late post-op (6-8 minggu setelah bedah)

Tujuan · Terus melindungi situs graft


Rehabilitasi
· Pertahankan ROM penuh

· Melanjutkan penguatan dengan aman

· Promosikan pola gerakan yang tepat

· Menghindari rasa sakit pasca latihan / pembengkakan

· Hindari kegiatan yang menimbulkan rasa sakit di situs


donor graft.

Intervensi
TambahanInt Rentang gerak / Mobilitas
ervensi
* Lanjutkan · Mobilisasi tibial rotasi jika ROMterbatas
denganFase I-
II Cardio

· Elips, pemanjat tangga, berenang bergetar, joging


kolam renang

Penguatan

· Peralatan olahraga: mesin press kaki, mesin keriting


hamstring duduk dan mesin hamstring curl, pinggul
penculik dan mesin adductor, mesin ekstensi pinggul, kursi
roman, duduk mesin betis

o Autograft Hamstring dapat mulai melawan penguatan


hamstring pada 12 minggu

1. · Intensitas kemajuan (kekuatan) dan durasi (ketahanan)


latihan

** Latihan-latihan berikut ini untuk fokus pada kontrol yang tepat


dengan penekanan pada stabilitas proksimal yang baik

· Jongkok ke kursi
· Menekuk lutut lateral

· Deadlift Rumania
· Perkembangan tungkai tunggal: sebagian berat
bantalan pers kaki tunggal, papan slide Menekuk lutut:
retro dan lateral, meningkatkan dan melangkah dengan
berbaris, langkah lateral, turun, squat kaki tunggal, slide
dinding satu kaki

· Latihan Lutut untuk latihan dan deskripsi tambahan

Balance / proprioception

· Kemajuan keseimbangan tungkai tunggal termasuk


pelatihan perturbasi

Kriter
ia · Tidak ada pembengkakan / nyeri setelah latihan
untuk
Kema · Kiprah normal
juan
· ROM sama dengan sisi lateral kontra

· Rasa posisi sendi simetris (<5 derajat margin of error)

· Indeks paha depan ≥80%; HHD berarti lebih disukai


(pengujian isokinetik jika tersedia)

4. Fase iv: peralihan (9-12 minggu setelah bedah)

Tujuan
Rehabilitasi · Pertahankan ROM penuh

· Melanjutkan penguatan dengan aman

· Promosikan pola gerakan yang tepat

· Menghindari rasa sakit pasca latihan / pembengkakan

· Hindari kegiatan yang menimbulkan rasa sakit di situs donor


graft.

Intervensi
Tambahan · Mulai pelatihan khusus olahraga sub-max di bidang sagital

* Lanjutkan · Plyometrics PWB bilateral berkembang menjadi plyometrics


dengan FWB

intervensi Fase
I-III
Kriteri
a untuk · Tidak ada episode ketidakstabilan
Kemaj
uan · Pertahankan kekuatan quad

· 10 repetisi bentuk tunggal kaki jongkok melalui setidaknya


60 derajat fleksi lutut

· Jatuhkan lompatan vertikal dengan kontrol yang baik

· Kuisioner KOOS-olahraga > 70%

· Penilaian Fungsional

o Indeks paha depan> 80%; HHD berarti lebih


disukai (pengujian isokinetik jika tersedia)

o Hamstring, limpah med, limpah indeks max


≥80%; Rata-rata HHD lebih disukai (pengujian
isokinetik untuk

HS jika tersedia)

o Tes hop kaki tunggal ≥75% dibandingkan dengan


sisi lateral kontra (paling awal 12 minggu)

· Pengujian olahraga kembali dapat dilakukan di Terapi Fisik


MGH Sports, jika perlu

5. Fase v: pengembalian awal untuk olahraga (3 -5 bulan setelah bedah)

Tujuan · Melanjutkan penguatan dengan aman


Rehabilitasi
· Memulai program pelatihan khusus olahraga dengan aman

· Promosikan pola gerakan yang tepat

· Menghindari rasa sakit pasca latihan / pembengkakan

· Hindari kegiatan yang menimbulkan rasa sakit di situs donor


graft.
Intervensi
Tambahan · Program berjalan interval
* Lanjutkan
dengan  Kembali ke Program Menjalankan
intervensi
Fase II-IV

· Kemajuan untuk program plyometric dan agility (dengan brace


fungsional jika ditentukan)

o Kelincahan dan Program Plyometrik

Kriteria untuk
Maju · Izin dari MD dan SEMUA kriteria tonggak di bawah ini
telah dipenuhi

· Program jogging / lari lengkap tanpa rasa sakit / bengkak

· Penilaian Fungsional

o Quad / HS / indeks kekenyangan ≥90%; HHD


berarti disukai (pengujian isokinetik jika tersedia)

o Rasio hamstring / quad ≥70%; HHD berarti lebih


disukai (pengujian isokinetik jika tersedia)

o Pengujian Hop ≥90% dibandingkan dengan sisi


lateral kontra

· Kuisioner KOOS-olahraga > 90%

· Komite Lutut Internasional Evaluasi Lutut Subyektif > 93

· Kesiapan Psikologis untuk Kembali ke Olahraga (PRRS)

6. Fase vi: pengembalian kembali ke olahraga (6+ bulan setelah bedah)

Tujuan
Rehabilitasi · Terus memperkuat dan melakukan latihan proprioseptif

· Performa simetris dengan latihan khusus olahraga


· Melaju dengan aman ke olahraga penuh

Intervensi
Tambahan · Program plyometrics khusus olahraga multi-bidang
* Lanjutkan
dengan · Program kelincahan khusus multi-bidang olahraga
intervensi
Fase II-V · Termasuk pemotongan keras dan berputar tergantung
pada tujuan individu (~ 7 bulan)

· Latihan non-kontak → Latihan penuh →bermain penuh

2. Meniscus

Sendi lutut terdiri dari struktur meniskus, yang terdiri dari

komponen medial dan lateral yang terletak antara kondilus femur dan tibia

plateau. Meniskus adalah suatu jaringan fibrokartilago berbentuk huruf C

berpasangan, dimana masing-masing berwarna putih mengkilat, yang

terdiri dari komponen selular khususnya molekul ekstraselular matriks

yang memiliki inervasi dan vaskularisasi secara spesifik (Makris, Hadidi

and Athanasiou, 2011).

Sumber: https://orthoinfo.aaos.org/globalassets/figures/a00358f01.jpg
Meniskus sangat penting sebagai stabilitas sendi, meredam gaya

goncangan, berperan sebagai landasan atau bantalan ketika adanya

suatunya impaksi kekuatan femur dan tibia, memberikan lubrikasi pada

sendi, dan sebagai fungsi proprioseptif. Meniskus medial berbentuk C.

Ujung (horn) posteriornya lebih besar daripada ujung (horn) anteriornya.

Pada bagian ujung (horn) anterior dari medial meniskus sebagai tempat

perlekatan dari tulang. Sedangkan ujung (horn) posterior terletak sebelah

anterior dari posterior cruciate ligament. Meniskus lateral berbentuk

semisirkular dan membungkus sebagian besar permukaan artikular dari

tulang tibia jika dibandingkan dengan meniskus medial. Ujung (horn)

anterior dari meniskus lateral letaknya berdekatan dengan anterior cruciate

ligament. Sedangkan ujung (horn) posterior dikenal sebagai ligamen

meniskofemoral yang disebut juga dengan Humphries and Wrisberg

ligament, dimana menghubungkan bagian ujung (horn) posterior dengan

bagian lateral dari kondilus medial femur (Howell et al., 2014).

Permukaan meniskus secara nyata dan mikroskopis tampak seperti

sesuatu yang lembut. Meniskus manusia bagian medial dan lateral masing

– masing memiliki perbedaan dimensi, yaitu : panjang meniskus lateral

sekitar 32.4 - 35.7 mm dan lebarnya sekitar 26.6 - 29.3 mm, sedangkan

meniskus medial panjangnya sekitar 40.5 - 45.5 mm dan lebarnya sekitar

27 mm. Secara keseluruhan, meniskus dibagi menjadi dua zona, yaitu red

– red zone (kaya akan pembuluh darah dan saraf) dan white – white zone

(daerah avaskular dan aneural). Dan kedua zona tersebut diatas dipisahkan

oleh red – white zone (Makris, Hadidi and Athanasiou, 2011).


a. Klasifikasi Cedera Meniskus
Cedera meniskus berdasarkan lokasinya, dapat dibagi menjadi 2

bagian yaitu (Makris, Hadidi and Athanasiou, 2011):

1) Cedera meniskus bagian perifer (daerah vaskular)

Berbagai macam teknik operasi telah digambarkan dan

dilaksanakan dalam memperbaiki cedera meniskus di daerah

perifer (vaskular). Keberhasilan penyembuhan meniskus pada

zona ini adalah sangat baik sekitar 69-91%.

2) Cedera meniskus bagian dalam (daerah avaskular)

Cedera meniskus pada daerah avaskular ini

merupakan suatu bagian yang paling luas, kompleks, dan

sering berhubungan dengan prognosis yang buruk jika

dilakukan tindakan perbaikan meniskus. Untuk peningkatan

proses penyembuhan meniskus pada daerah ini, menjadi

suatu tantangan bagi para klinis dan peneliti. Banyak teknik

operasi termasuk banyak penelitian – penelitian dilakukan

untuk meningkatkan proses penyembuhan di daerah

avaskular meniskus ini, namun hasilnya tetap saja tidak

memuaskan. Oleh karena itu, para dokter sering melakukan

tindakan menisektomi pada daerah avaskular meniskus ini,

namun memberikan efek buruk bagi permukaan tulang

rawan.

b. Mekanisme Cedera Meniskus

Cedera meniskus dapat terjadi baik trauma maupun non trauma.

Cedera meniskus oleh karena non trauma, biasanya terjadi pada orang usia
dewasa pertengahan dan usia tua. Hal ini disebabkan oleh suatu proses

degeneratif seperti osteoarthritis. Sedangkan cedera meniskus oleh karena

trauma, umumnya terjadi pada orang muda dan berhubungan dengan

kegiatan olahraga (sepakbola, basket, ski, dan baseball). Mekanisme injuri

dari cedera meniskus karena trauma ini biasanya berhubungan dengan

gerakan lutut yang melakukan gaya twisting, cutting, hiperekstensi, atau

akibat adanya kekuatan yang begitu besar. Cedera meniskus biasanya

berhubungan dengan cedera anterior cruciate ligament (sekitar >80%

kasus) (Makris, Hadidi and Athanasiou, 2011).

c. Penangan Cedera Meniskus

Penanganan cedera meniskus secara umum dibagi menjadi dua

bagian, yaitu (Brindle, Nyland and Johnson, 2001):

1) Non Operatif

Penanganan non operatif untuk cedera meniskus biasanya

untuk cedera meniskus yang bersifat asimtomatis dan pasien usia

tua yang tidak mampu mengubah gaya hidupnya. Semua pasien

seharusnya ditangani dengan RICE (rest, ice compression,

elevation, and NSAID). Rehabilitasi dilakukan pada cedera

meniskus untuk mengurangi nyeri, latihan ROM secara penuh, dan

latihan penguatan otot – otot lutut.

Pada tindakan artroskopi lutut, jika didapatkan adanya

robekan meniskus, kemudian tidak dilakukan tindakan abrasi

parameniskus untuk mempercepat proses penyembuhan. Oleh

karena itu ada beberapa hal yang tidak memerlukan tindakan


operasi pada cedera meniskus, seperti :

a) Partial thickness splits

b) Full thickness vertical atau robekan oblik yang

panjangnya kurang dari 5 mm (kondisi stabil)

c) Short radial atau robekan minor pada bagian sentral


meniskus
d) Robekan karena proses degeneratif khususnya pada kasus osteoartritis

yang disertai tanpa gejala mekanikal

e) Robekan yang bersifat stabil dengan tidak adanya pergeseran ke arah

sentral yang lebih besar dari 3 mm

2) Operatif

Penanganan cedera meniskus dengan tindakan operasi

direkomendasikan untuk pasien yang memiliki keluhan nyeri secara

menetap, usia muda dengan aktivitas yang aktif (atlet), ada keluhan

locking knee, dan pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda – tanda

dari robekan meniskus. Tindakan operatif tersebut, meliputi:

a) Menisektomi total

Prosedur ini dilakukan dengan membuang semua meniskus

dan diindikasikan pada kasus-kasus meniskus yang mengalami

proses degeneratif. Hal tersebut tentu saja akan menyebabkan

terjadinya peningkatan kerusakan tulang rawan, penyempitan celah

sendi, perubahan geometri tulang, dan pembentukan osteofit.

b) Menisektomi parsial (sebagian)

Prosedur ini dilakukan dengan membuang sebagian


meniskus yang cedera, khususnya yang mengalami puntiran atau

bagian yang tidak stabil (flaps, complex tear, degenerative dan

central/radial tear) dengan menyisakan kontur atau bentuk dari

sebagian meniskus sehat yang tersisa.

c) Repair (penjahitan) meniskus

Prosedur ini dilakukan dengan mempertahankan meniskus dan

dilakukan perbaikan, seperti penjahitan (dengan menggunakan benang

polydioxanone dan nonabsorbable) terhadap meniskus yang

mengalami robekan. Beberapa teknik penjahitan meniskus,

meliputi : open meniscal repair, inside – out arthroscopic repair,

outside – in arthroscopic repair, dan all – inside arthroscopic

repair.

d) Transplantasi meniskus

Prosedur ini merupakan perkembangan termuktahir dalam

penanganan cedera meniskus. Dengan cara ini mampu mencegah

terjadinya perubahan proses degeneratif pada pasien – pasien paska

dilakukan tindakan menisektomi total atau parsial. Indikasi

prosedur ini adalah usia pasien kurang dari 45 tahun, rasa nyeri

maupun tidak nyaman yang berkepanjangan, osteoartritis stadium

kurang dari 4 tanpa disertai dengan cedera ACL dan tidak adanya

malalignment yang signifikan. Sedangkan kontraindikasinya

adalah umur pasien lebih dari 60 tahun dengan adanya perubahan

arsitektur tulang, beresiko infeksi, malalignment yang signifikan,

dan instability.
d. Mekanisme Penyembuhan

Mekanisme penyembuhan meniskus dapat melalui dua bentuk


pathway yaitu (de Albornoz and Forriol, 2012):

1. Extrinsic Pathway

Terjadi pada daerah lesi meniskus yang mempunyai

vaskularisasi dan penyembuhan ini melibatkan pembuluh darah

kapiler yang mensuplai nutrisi untuk sel – sel mesenkimal dalam

mempercepat proses penyembuhan meniskus.

2. Intrinsic Pathway
Berdasarkan kemampuan penyembuhan diri sendiri dari

fibrokartilago meniskus dan cairan sinovium. Semakin sentral lokasi

dari cedera menikus, maka akan menyebabkan respon intrinsik sangat

rendah untuk sembuh. Pada kasus ini biasanya diperlukan faktor –

faktor lainnya yang dapat memberikan respon biologis untuk

penyembuhan meniskus serta diperlukan peran cairan sinovial untuk

mempercepat proses penyembuhan.

6. Penatalaksanaan Fisioterapi

Berdasarkan PERMENKES 65 tahun 2015 pasal 1 fisioterapi ialah

bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau

Poltekkes Kemenkes Jakarta III kelompok untuk mengembangkan,

memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang

kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan

gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis) pelatihan fungsi, dan

komunikasi. Proses pelayanan fisioterapi meliputi:


1. Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu pengumpulan data dengan cara

tanya jawab antara terapis dengan sumber data, dimana dengan

dilakukannya tanya jawab diharapkan akan memperoleh informasi

tentang penyakit dan keluhan yang dirasakan oleh sumber data.

Anamnesis dapat dibagi menjadi dua, yaitu autoanamnesis dan

heteroanamnesis. Autoanamnesis merupakan suatu proses tanya jawab

yang dilakukan secara langsung dengan sumber data atau pasien,

sedangkan heteroanamnesis merupakan suatu proses tanya jawab yang

dilakukan dengan orang lain (keluarga ataupun orang yang mengetahui

tentang perjalanan penyakit dari sumber data).

a. Diagnosa Medis

Hasil dari pengkajian data dan pemeriksaan yang telah

dilakukan disimpulkan ke dalam bentuk diagnosis.

b. Catatan Klinis

Catatan yang sering digunakan dalam medis untuk

mengidenifikasi penyakit pasien (mendiagnosa)

c. MRI

Pemeriksaan pencitraan dengan teknologi medan magnet

2. Pemeriksaan Subyektif

a. Keluhan Utama

Disampaikan oleh pihak pasien tentang permasalahan yang

dialami pasien. Penulisan keluhan utama berdasarkan bahasa

pasien..
b. Riwayat Penyakit Sekarang

Penjelasan keluarga pasien mengenai rincian dari keluhan

utama yang berisi tentang riwayat perjalanan pasien selama

mengalami keluhan secara lengkap, dimulai saat pertama kali pihak

pasien mengetahui permasalah sampai datang ke fisioterapi.

3. Pemeriksaan Fisik

a. Tanda-Tanda Vital

1) HR : Denyut Nadi adalah gelombang darah yang dapat

dirasakan karena dipompa kedalam arteri oleh

kontraksi ventrikel kiri jantung. Denyut nadi diatur

oleh sistem saraf otonom).

2) BP : Tekanan Darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada

dinding arteri. Tekanan puncak terjadi saat ventrikel

berkontraksi dan disebut tekanan sistolik. Tekanan

diastolik adalah tekanan terendah yang terjadi saat

jantung beristirahat.

3) RR : Peristiwa menghirup atau pergerakan udara dari luar yang

mengandung oksigen (O2) ke dalam tubuh atau paru-

paru serta menghembuskan udara yang banyak

mengandung karbondioksida (CO2) sebagai sisa dari

oksidasi ke luar dari tubuh.

b. Inspeksi (Statis & Dinamis) :

1) Posture
Bentuk tubuh ,keadaan tubuh ,sikap yang

terlihat dari ujung kepala sampai ujung kaki.


2) Pola Gerak

Merupakan suatu proses untuk memperoleh

gerak yang senantiasa berkembang.

3) Tonus Hypo/Hypertonus

kondisi dimana kualitas tonus otot lebih rendah

dari normal. Dikelompokkan sebagai kelumpuhan.

Dalam kontraksi otot yang diperlukan untuk

stabilisasi dan menggerakkan tulang. Hypertonus

merupakan kelainan sistem saraf pusat yang ditandai

oleh otot yang terus menerus menerima impuls untuk

menjadi kaku. Saraf yang menginervasi otot tidak

dapat mengendalikan impuls yang masuk sehingga

otot terus menerus mengalami hipertonus. Sehingga

terjadi kelelahan otot yang berpengaruh terhadap gait

dan gerakan.

4) Gait

Cara berjalan yang merupakan gerakan dengan

koordinasi tinggi yang dikontrol oleh susunan saraf

pusat.

5) Tropic change

Perubahan Warna bengkak

c. Palpasi

Pemeriksaan dengan cara menyentuh atau

merasakan dengan tangan untuk mengetahui adanya nyeri


tekan, spasme otot, suhu lokal, tonus otot dan oedem.

Pemeriksaan ini dilakukan untuk memeriksa kualitas

jaringan di bawahnya.

d. Gerakan Dasar

1) Gerak Aktif

Pemeriksaan fungsi gerak yang dilakkan secara

mandiri oleh pasien tanpa bantuan dari orang lain atau

terapis hasil yang didapat dari pemriksaan fungsi gerak

dasar aktif adalah nyeri dan keterbatasan gerak.

2) Gerak Pasif

Pemeriksaan fungsi gerak yang dilakukan

terapis sementara pasien dalam keadaan pasif atau

rileks. Hasil yang di dapat dari pemeriksaan fungsi

gerak dasar pasif adalah nyeri, keterbataan gerak dan

end feel.

3) Isometrik

Pemeriksaan fungsi gerak dasar yang dilakukan

oleh pasien sementara terapis memberikan tahanan dan

dilakukan untuk setiap bidang gerak. Hasil yang

didapat dari pemeriksaan fungsi gerak dasar isometric

adalah nyeri dan keterbatasan.

e. Pengukuran

1) Numeric Rating Scale

Pemeriksaan nyeri dapat dilakukan dengan


Numeric Rating Scale (NRS). NRS adalah alat ukur

nyeri yang digunakan untuk memeriksa intensitas

nyeri menurut keterangan yang dikatakan pasien.

Skala NRS dari angka 0-10 dengan 0 tidak ada nyeri

dan 10 sangat nyeri.

2) MMT (Manual Muscle Testing)

MMT merupakan salah satu bentuk

pemeriksaan kekuatan otot yang paling sering

digunakan. Hal tersebut karena penatalaksanaan,

intepretasi hasil serta validitas dan reliabilitasnya

telah teruji. Namun demikian tetap saja, manual

muscle testing tidak mampu untuk mengukur otot

secara individual melainkan group / kelompok otot.

(Bambang, 2012).

Tabel 2. 2 Manual Muscle Testing


Nilai Keterangan
0 Tidak ada kontraksi
1 Ada kontraksi pada tonus, tapi tidak bisa
menggerakkan sendi
2 Ada kontraksi otot tidak bisa melawan gaya
gravitasi dan tidak full ROM
3 Ada kontraksi otot, bisa melawan gravitasi, dan
tidak full ROM
4 Kontraksi otot dengan tahanan minimal
5 Kontraksi otot normal dengan tahanan maksimal
Sumber: (Maimurahman 2012)

3) Lingkup Gerak Sendi

Lingkup gerak sendi adalah kemampuan gerak


persendian tubuh untuk dapat melakukan kegiatan

sehari-hari. Gerak sendi merupakan suatu mekanisme

hubungan tulang yang digerakkan oleh otot ataupn

gaya eksternal lain dalam lingkup geraknya.

Pengukuran Lingkup Gerak Sendi dapat dilakukan

dengan menggunakan goniometer.

Flexi 130°– 150°


Knee Ekstensi 0°

4) Pengukuran kekuatan otot menggunakan


spigmamometer

• Pengukuran kekuatan otot quadriceps

Untuk melakukan test kekuatan ismetrik

pada otot quadriceps, pasien diposisikan terlentang

dengan spyhgmamometer berada pada fossa

poliateal (Mondin et al., 2018).

Gambar 2.8 Quadriceps spigmamometer test


Sumber : Mondin et al, 2018

5) Antropometri

Adalah studi yang berkaitan dengan pengukuran

dimensi tubuh manusia seperti lingkar kepala, tinggi

badan, lingkar otot, berat badan, dan panjang tungkai


(Wignjosoebroto, 2008).

f. Tes Khusus

Tes khusus adalah pengukuran yang digunakan untuk

beberapa kasus tertentu yang bertujuan untuk penegakan

diagnosa dan menjadi acuan progresi atau perkembangan

evaluasi.

1) Anterior drawer test

Anterior drawer test dipergunakan untuk

mengetahui adanya hipermobilitas. Tes ini hanya dapat

dilihat apabila otot-otot disekitarnya dalam keadaan rileks.

Prosedur: posisi os dalam posisi terlentang atau long sitting.

Posisi lutut flexi 70°.Terapis memfiksasi kaki os. Tangan

terapis pada proksimal tibia. Terapis menarik kearah

anterior. Assesment: Positif rupture ligament cruciatum

anterior bila terdapat soft end feel dan gerakan kearah

anterior yang berlebihan (Santoso et al., 2018).

Gambar 2.10 Anterior Drawer Test


Sumber:https://i.ytimg.com/vi/D_JwJH0cNV0/maxresdefa
ult.jpg

2) Lachman test

Tes Lachmann merupakan tes untuk melihat pergeseran

antara tungkai atas dan tungkai bawah yang menunjukkan


adanya ketidakstabilan lutut. Pergeseran sebanyak 5 mm

dapat menjadi indikasi untuk dilakukan rekonstruksi. Tes ini

dilakukan dengan meletakkan lutut pada posisi fleksi dalam

sudut 30 derajat, dengan tungkai diputar secara eksternal.

Satu tangan dari pemeriksaan mestabilkan tungkai bawah

dengan memegang bagian akhir atau ujung distal dari tungkai

atas, dan tangan yang lain memegang bagian proksimal dari

tulang tibia, kemudian usahakan untuk digerakkan ke arah

anterior (Santoso et al., 2018).

Gambar 2.11 Lachman Test


Sumber : https://freemedicalvideos.com/wp-
content/uploads/2017/05/lachman-testcruciate-ligament-youtube-
thumbnail.jpg

g. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan yang

dilakukan untuk membantu atau melengkapi data untuk

diagnosis pasien, misalnya pemeriksaan laboratorium, X-

Ray, CT Scan, dan MRI.

h. Diagnosa

Hasil dari pengkajian data dan pemeriksaan yang


telah dilakukan disimpulkan ke dalam bentuk diagnosis.

Dalam menentukan diagnosa fisioterapi mengacu kepada

International Classification Functioning and Health (ICF),

yaitu:

1) Problematika Fisioterapi

a) Gangguan gerak dan fungsi tubuh

Struktur anatomi dan fungsi dari tubuh klien

yang mengalami gangguan.

b) Keterbatasan aktivitas

Keterbatasan atau ketidakmampuan klien dalam

melakukan aktifitas fungsional.

c) Keterbatasan partisipasi

Masalah yang berkaitan dengan kemampuan klien

terhadap lingkungannya.

2) Diagnosa Fisioterapi
Diagnosa Fisioterapi Berdasarkan Kesimpulan dari

hasil body function and structure impairment, activity

limitation, dan participation restriction dibuat dalam

suatu diagnosa oleh fisioterapis

3) Program Fisioterapi

a) Tujuan Jangka Pendek

Tujuan jangka pendek digunakan

mengarahkan tindakan terapi yang segera da

dibuat berdasarkann prioritas masalah yang utama

dengan memerhatikan waktu pencapaian, kondisi


pasien dan lingkungan

b) Tujuan jangka Panjang

Tujuan jangka panjang menggambarkan

pencapaian maksimal dari pasien dengan

memerhatikan harapan pasien serta target yang

memungkinkan hasil pemeriksaan. Dalam

Fisioterapi olahraga, Terapis harus mengantarkan

pasien hingga kembali berolahraga seperti semula.

i. Edukasi

Penyelengaraan pelayanan fisioterapi di fasilitas

pelayanan kesehatan, didukng media komunikasi dan edukasi

agar proses pelayanan berlangsng sesuai dengan tujuan,

termasuk media edukasi berupa leaflet/brosur yang diberikan.

j. Rencana Evaluasi
Dilakukan oleh fisioterapis sesuai tujuan

perencanaan intervensi, dapat berupa kesimpulan, dan tidak

terbatas pada rencana penghentian program atau merujuk

pada dokter/profesional lain terkait kewenangan melakukan

evaluasi/re-evaluasi diberikan berdasarkan hasil kredensial

fisioterapi yang telah di tetapkan.

BAB III

STATUS KLINIS

A. Identitas Passien

Nama : Tn. Rendy Juliansyah

Umur : 17 Tahun (27-07-2002)


Jenis Kelamin : Laki – laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Atlet Sepak Bola Tim Nasional U-19

Alamat : jl. Beruang, Bintaro sektor 3, Tanggerang.

No. CM : 42-54-49

B. Data – Data Medis Rumah Sakit

1. Diagnosa Medis

Post Op Rekontruksi ACL Dan Meniscus Tear Knee Sinistra

2. Catatan Klinis

MRI Knee Sinnistra (+)

3. Terapi Umum

Jenis Operasi yang dilakukan adalah ACL sinistra

rekontruksi dengan graft diambil dari tendon M.

Semitendinosus dan Menuscus repair.

C. Assesment / Pemeriksaan

Tanggal Pemeriksaan : 09 febuari 2020

1. Pemeriksaan Subyektif
a. Keluhan Utama
Nyeri pada lutut kiri

b. Riwayat Penyakit Sekarang :


Cedera pada sendi lutut sudah dialami pasien sejak 3 tahun
lalu tetapi masih belum dilakukan tindakan operasi dan hanya
diberikan latihan penguatan untuk kembali bertanding, pada febuari
2020 pasien mengalami cedera kembali dengan keluhan nyeri pada
utut kiri pada saat pertandingan dan segera diperiksa ke rumah
sakit. Pada tanggal 14 febuaari 2020 pasien dilakukan operasi
rekontruksi ACL & Meniscus repair sinistra.

c. Anamnesis Sistem
Tabel 3.1 Anamnesis Sistem
Sistem Keterangan
Kepala dan leher Tidak ada keluhan
Kardiovaskuler Tidak ada keluhan
2.
Respirasi Tidak ada keluhan
Gastrointestinalis Tidak ada keluhan
Urogenital Tidak ada keluhan
Musculoskletal Post op rekonstruksi ACL dan
Meniscus Repair sinistra
Nervorum Tidak ada keluhan
Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-Tanda Vital
Tinggi Badan: 179 cm
Berat Badan: 64 Kg
HR : 64 x/menit
BP : 110 / 70 mmHg
RR : 16 x/menit

b. Inspeksi (Statis & Dinamis)


Posture : Bahu Simetris
Tonus Hypo/Hypertonu : Normal
Gait : kurang nyaman ketika
berjalan akibat adanya
nyeri saat lutut kiri
diluruskan secara penuh.

c. Palpasi
Nyeri : Tidak ada nyeri diam,
nyeri tekan dibawah
patella bagian dalam lutut
kiri.

Tekan dengan VAS : 7 / 10 daerah bawah patella bagian


bawah
Suhu local : Normal
Tonus : Normal
Bengkak : Terdapat bengkak pada
bawah patella bagian
dalam lutut kiri.

d. Perkusi : Tidak dilakukan.


e. Auskutasi : Tidak dilakukan.
3. Gerakan Dasar
a. Gerak Aktif

Tabel 3.2 Gerak aktif


Gerakan Dextra Sinistra
Tidak ada keterbatasan LGS Adanya keterbatasan LGS
Knee flexion
dan tidak ada nyeri 124O dan adanya nyeri
Knee Adanya hyperekstensi 5O dan Adanya keterbatasan LGS -2O
Extension tidak adanya nyeri dan Adanya nyeri
Tidak ada keterbatasan LGS Tidak ada keterbatasan LGS
Flexi Hip
dan tidak ada nyeri dan tidak ada nyeri
Tidak ada keterbatasan LGS Tidak ada keterbatasan LGS
Extensi Hip
dan ada nyeri dan ada nyeri
Tidak ada keterbatasan LGS Tidak ada keterbatasan LGS
Adduksi Hip
dan tidak ada nyeri dan tidak ada nyeri
Tidak ada keterbatasan LGS Tidak ada keterbatasan LGS
Abduksi Hip
dan ada nyeri dan ada nyeri
Tidak ada keterbatasan LGS Tidak ada keterbatasan LGS
Plantar Flexi
dan tidak ada nyeri dan tidak ada nyeri
Tidak ada keterbatasan LGS Tidak ada keterbatasan LGS
Dorso Flexi
dan ada nyeri dan tidak ada nyeri

b. Gerak Pasif
Tabel 3.3 Gerak pasif
Gerakan Dextra Sinistra
Knee Tidak ada adanya keterbatasan
flexion keterbatasan ROM ROM 134O dan ada
dan tidak ada nyeri nyeri saat flexi pasif
Knee Tidak ada adanya keterbatasan
extension keterbatasan ROM ROM 2O dan ada nyeri
dan tidak ada nyeri saat extensi pasif

4. Pengukuran
a. Nyeri

Nyeri diam 0/10 Interpretasi:


Nyeri gerak saat 3/10 Skala nyeri 0 : tidak nyeri
naik turun tangga Skala nyeri 1-3 : nyeri ringan
Skala nyeri 4-7 : nyeri sedang
Nyeri gerak saat naik /10
ketika wall squad Skala nyeri 8-10 : nyeri berat

Nyeri tekan /10

b. ROM
Tabel 3. 6 Range Of Motion
Regio Dekstra Sinistra Selisih Interpretasi:
c. Ekstensi : 0
16°
Antropometri S: 5°-0°-
Knee S: 0°-2°-124° Fleksi : 130-
140°
150
Tabel 3. 7 Pemeriksaan Antopometri

Titik Referensi Dextra Sinistra Selisih


20 cm ↑ Mid Patella
50,1 cm 45 cm 5,1 cm
10 cm ↑ Mid Patella
41 cm 38 cm 3 cm
5 cm ↑ Mid Patella
38,5 cm 36,5 cm 2 cm
Mid patella 36,6 cm 39 cm 2,4 cm
5 cm ↓ Mid Patella
34 cm 33,5 cm 0,5 cm
10 cm ↓ Mid Patella
33,8 cm 33,6 cm 0,2 cm
Interprentasi : masih terdapat bengkak pada lutut kiri
terutama pada bawah os. Patella bagian dalam.
d. Sphygmomanometer Test

Tabel 3. 8 Muscle Sphygmomanometer Test

Grup Otot Dextra Sinistra Selisih


Knee extensor 86 mmHg 80 mmHg 6 mmHg

Interprentasi : Otot knee extensor dextra menunjukan nilai

86 mmHg, sedangkan pada Knee extensor sinistra menunjukan

nilai 80 mmHg dengan selisih pada knee ekstensor menunjukkan

selisih dengan nilai 6 mmHg. Hal ini menunjukan adanya

kelemahan pada grup extensor knee sinistra.

5. Diagnosa Fisioterapi

Tabel 3. 9 Diagnosa
Kondisi/Diagnosa Gangguan Keterbatasan Keterbatasan
struktur dan aktivitas partisipasi
Fungs
i
1. Nyeri Ketidak Tidak dapat
Post op 2. Penurunan nyamanan bermain sepak
rekonstruksi ACL massa otot berjalan karena bola
sinistra dan 3. Penurunan masih terasa
Meniscur repair kekuatan otot nyeri
4. Penurunan
ROM knee
sinistra

Diagnosa (narasi) :

Gangguan gerak dan fungsi berjalan dikarenakan adanya nyeri,

penurunan massa otot, penurunan kekuatan otot, penurunan ROM

knee, penurunan keseimbangan pada kaki kiri sehingga pasien

tidak dapat bermain seppak bola.


5. Perencanaan Fisioterapi

a. Tujuan Jangka Pendek

• Mengurangi nyeri
• Meningkatkan ROM sendi knee sinistra
• Mengembalikan fungsional berjalan
• Mengembalikan massa otot
• Mengembalikan kekuatan otot

b. Tujuan Jangka Panjang

Pasien mampu bermain sepak bola

6. Intervensi Fisioterapi

No. Intervensi Metode Pelaksanaan Dosis Keterangan


Fisioterapi

Mobilisas Posisi pasien supine lying. Fisoterapis secara pasif melakukan


1
i patella mobilisasi pada patella sinistra.

Posisi pasien duduk


F:
dengan bersandar
3x/minggu
dengan kedua kaki
I: 10x3set
2 Quad set diluruskan. Pasien
Hold: 10s
diintruksikan untuk
T : 5 menit
menekan kedua lutut
kebawah

Posisi pasien duduk


dengan bersandar
dengan kedua kaki F: 3x/minggu
ditekuk 90O dan I: 10x3 set
3 Ham set diberikan bola
doantara kedua
lutut. Pasien
diintruksikan untuk
ankle kearah
belakang dengan
kedua lutut
mengapit bola
4 Ankle Siapkan bantal F : 3x/minggu
pumping dibawah lutut I : 20x3 set
pasien dan ( dorso flexi)
theraband dibagian 1 menit
ankle. Lalu ( plantar
instruksikan pasien
flexi )
dengan gerakan
plantar dan dorso.

Posisi pasien supine


lying dengan kedua F:3x/minggu
kaki lurus dan I:50x1 set
menempel pada
4 Wall slides dinding. Pasien
dintruksikan utuk
fleksi dan extensi
knee secara
bergantian.

5 Hip Pasien dintruksikan F: 3x/minggu


strengthening untuk melakukan I:10x3set
exercise gerakan fleksi hip, Hold: 10s
extensi hip, add hip,
abd hip dengan
diberikan beban pada
bagian ankle

6 Gluteus exc Pasien diintruksikan F: 3x/ minggu


untuk tidur miring I : 5x1set
dan menfleksikan Hold: 10s
knee 90◦
7 Static bike Pasien diintrusikan F:3xsemingg
naik static cycel u
dengan mengayun T: 10 menit
kedua kaki R:1

7 Ultrasound

8 Double calf Pasien diinstruksikan F:


raise berdiri diatas box 3xseminggu
sambil berpegangan I: 10x3 set
dengan kaca dan
pasien melakukan
gerakan menjinjit
penuh dan
sebaliknya.

9 Heel slides Pasien diinstruksikan F:


tidur terletang 3xseminggu
dengan I: 50x1set
memfleksikan dan di Hold: 10s
ekstensikan kaki
yang sakit.

10 Prone hang Siapkan bad yang F:


menggantung sedikit 3xseminggu
dan pasien T: 10menit
diinstruksikan
dengan terlungkup
dibad dengan beban
dan kaki
menggantung.
Pasien diminta untuk
11 Abdominal tidur terletang F: 3x/minggu
Crunch kemudian pasien I: 10x3 set
mengangkat kedua Hold: 10s
kaki lurus ke atas
dan angkat kepala,
kemudian tahan.

Letakkan ice
13 Ice Pack pack pada lutut T: 10 menit
yang mengalami
cidera

7. Edukasi/Home Program
a. Pasien tidak diperbolehkan melakukan …..
b. Pasien dapat melakukan mobilisas patella dan heel
slide dirumah.

Anda mungkin juga menyukai