Anda di halaman 1dari 24

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS GLOBAL DELAY

DEVELOVMENT DI RSAB HARAPAN KITA


TAHUN 2020

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Definisi
Delay Development (DD) adalah keterlambatan tumbuh kembang anak
berupa ketertinggalan secara signifikan pada fisik, kemampuan kognitif,
perilaku, emosi, atau perkembangan sosial seorang anak bila dibandingkan
dengan anak normal seusianya (Wahyono,2008).

Gambar 2.1 periode tumbuh kembang hingga usia 2 tahun


Sumber : Sarihusada, 2016

Global Development Delay (GDD) adalah ketidakmampuan seorang anak


di bawah usia 5 tahun yang tidak dapat mencapai tugas perkembangan sesuai
dengan usianya. Dengan istilah lain GDD merupakan keterlambatan dua
bidang atau lebih perkembangan motorik kasar, motorik halus,
bicara/berbahasa, kognisi, personal/sosial dan aktifitas sehari-hari (Tjandrajani
et al, 2017).
Seorang anak disebut mengalami GDD apabila ia menunjukkan
keterlambatan perkembangan dalam dua bidang perkembangan atau lebih,
termasuk gerak kasar, gerak halus, bicara bahasa, kognitif, pesonal-sosial, dan
aktivitas dalam kehidupan sehari-hari. Yang dimaksud dengan keterlambatan
adalah kemampuan anak kurang dari dua bidang baku kemampuan pada
populasi anak normal seusianya. Yang paling sering ditemukan adalah
keterlambatan perkembangan motorik dan keterlambatan bicara (IDAI, 2017).
Perkembangan motorik adalah proses tumbuh kembang kemampuan gerak
seorang anak. Pada dasarnya, perkembangan ini berkembang sejalan dengan
kematangan syaraf dan otot anak. Sehingga, setiap gerakan sesederhana apapun
merupakan hasil pola interaksi yang kompleks dari berbagai bagian dan sistem
yang ada di dalam tubuh yang dikontrol oleh otak (Izza, 2010).

B. Epidemiologi
Global Delay Development sekitar 5-10% pada anak di seluruh dunia,
sedangkan di amerika serikat angka kejadian Global Delay Development
diperkirakan 1-3% dari anak-anak berumur <5 Tahun (Walters, 2010).
Di indonesia khususnya di jakarta, telah dilakukan Stimulasi Deteksi dan
Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak (SDIDTK). Hasilnya 22 anak
mengalami Global Delay Development dari 476 anak (Perna, 2013).
Sementara Di antara 604 pasien di KKTK yang dievaluasi didapatkan 187
(30,9 %) pasien dengan keterlambatan perkembangan umum, 93 kasus
(49,7%) di antaranya mempunyai sebab yang jelas kelainan kongenital,
mikrosefali, makrosefali, epilepsi, gangguan sensori integrasi, kejang demam,
ensefalitis, cerebral palsy, hipotiroid kongenital, sindrom down, riwayat
asfiksia, dan ADHD. Sisanya 94 (50,3%) tanpa penyakit penyerta, terdiri dari
62 (66%) lakilaki dan 32 orang perempuan (Tjandrajani, 2012).
Coba tambahkan jumalh pasien GDD ini yang ada di RSAB

C. Patofisiologi

Keterlambatan perkembangan motorik anak diartikan sebagai


keterlambatan perkembangan dari unsur kematangan dan pengendalian gerak
tubuh, dan perkembangan tersebut erat kaitannya dengan perkembangan pusat
motorik anak. Perkembangan pengendalian gerakan tubuh meliputi kegitan
yang terkoordinir antara susunan saraf, otot, otak, dan spinal cord.
Keterlambatan perkembangan gerakan motorik anak dapat dibagi menjadi dua
yaitu motorik kasar dan motorik halus. Motorik kasar adalah aspek yang
berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh dan biasanya memerlukan
tenaga, karena dilakukan oleh otot-otot tubuh yang besar. Contohnya
menegakkan kepala, tengkurap, merangkak, berjalan, dan berlari. Sedangkan
motorik halus adalah gerakan yang melibatkan bagian- bagian tubuh tertentu
saja dan dilakukan otot-otot kecil, tetapi diperlukan koordinasi yang cermat,
contohnya memegang benda kecil dengan jari telunjuk dan ibu jari,
memasukan benda kedalam botol, dan menggambar (Khan &Underhill, 2006).

D. Etiologi

Global Delay Development terjadi karena faktor yang mempengaruhi dan


menghambat proses tumbuh kembang terjadi pada masa sebelum lahir
(Pranatal) : adanya kelainan genetik (Syndrome Down), gizi ibu hamil yang
tidak adekuat, kekurangan makronutrien dan atau mikronutrien, dan infeksi
toxoplasmosis, infeksi konginetal, konginetal hipotiroid, rubella,
cytomegalovirus, herpes, malformasi cerebral, dan cerebral palsy,.
1. Masa persalinan (natal) : asfiksia yang terjadi karena gangguan pada
palsenta dan tali pusat, kesukaran persalinan, infeksi, trauma lahir.
2. Masa pasca persalinan (post natal) : pola asuh yang salah, infeksi
gangguan saraf dan perilaku karena pengaruh lingkungan yang tidak
optimal.
Terdapat beberapa penyebab yang mungkin menyebabkan global delay
development dan beberapa penyebab dapat diterapi. Selain hal di atas, kelainan
perkembangan juga bisa disebabkan oleh kurangnya stimulasi dalam
perkembangan anak, di mana lingkungan terutama orang tua kurang mengajari
anak dalam proses perkembangannya (Goldson, 2005).

E. Perkembangan Motorik normal Pada Anak


Perkembangan kemampuan motorik bayi akan sangat membantu
melakukan eksporasi dan mempraktikan kemampuan yang baru. Hal ini
dimungkinkan karena pencapaian keterampilan motorik pada tahun pertama
menyababkan meningkatnya kemandirian, kemungkinan bayi untuk
menjelajahi lingkungan dengan lebih leluasa, dan untuk memulai berinteraksi
dengan orang lain. Pada tahun kedua anak mmenjadi lebih terampil secara
motorik dan aktif, mereka tidak lagi diam di satu tempat tetapi ingin bergerak
di datu ruangan. Aktivitas pada tahun kedua ini berperan penting bagi
perkembangan kompetensi anak (Soetjiningsih, 2012).
Keterampilan (atau perkembangan?) motorik dibedakan menjadi 2
yaitu motorik kasar (Gross motor) dan Motorik Halus (Fine motor), berikut
penjelasannya ( Soetjiningsih, 2012) :
1. Motorik kasar
a. Usia 0-3 bulan
1) Menegakan kepala
2) Menyangga dada menggunakan lengan
3) Berguling

Gambar 2.2 Anak menegakan kepala dan menyangga dada


Sumber : ECCD, 2010

b. Usia 3-6 bulan


1) Tengkurap
2) Duduk dengan disangga/diatas pangkuan

Gambar 2.3 Anak Tengkurap


Sumber : ECCD, 2010

c. Usia 6-12 bulan :


1) Duduk sendiri (6-7 bulan)
2) Merangkak dan merayap (8 bulan)
3) Berdiri/Berjalan dengan bantuan pegangan (10-11 bulan)
4) Berjalan tanpa bantuan (12 bulan)

Gambar 2.4 Anak duduk mandiri, merangkak, berdiri/berjalan dengan bantuan dan
tanpa bantuan
Sumber : ECCD, 2010

d. Usia 12-18 bulan


1) Naik tangga dengan merangkak (15 bulan)
2) Naik tangga tanpa bantuan (17 bulan)

Gambar 2.5 Anak dengan merangkak dan tanpa bantuan


Sumber : Metro, 2015

e. Usia 18-24 bulan


1) Berjalan tanpa kesulitan
2) Berlari
3) Jongkok sambil bermain dengan mainan dilantai
4) Berjalan mundur
5) Melompat

Gambar 2.6 Anak berjalan tanpa kesulitan, jongkok


sambil bermain, berjalan mundur, dan melompat
Sumber : ECCD, 2010

f. Usia 3 tahun
1) Melempar dan menangkap bola
2) Berdiri dan menendang bola tanpa jatuh

Gambar 2.7 Anak melempar bola dan menendang bola


Sumber : ECCD, 2010

2. Motorik Halus
a. Usia 0-3 bulan
1) Membuka dan menutup telapak tangan
2) Memegang benda kecil
3) Memegang dengan jari-jari
Gambar 2.8 Anak membuka dan menutup mata, memegang benda kecil, dan
memegang dengan jari
Sumber : ECCD, 2010

b. Usia 3-6 bulan


1) Meraih obyek yang bergantung dengan tangannya
2) Mengeksploitasikan obyek degan tangan dan mulut

Gambar 2.9 Anak meraih obyek dan mengeploitasi obyek dengan tangan dan mulut
Sumber : ECCD, 2010

c. Usia 6-12 bulan


1) Bermain dengan benda-benda kecil
2) Mengambil obyek kecil dengan jari lalu memindahkannya dari
tangan kiri ke tangan kanan
3) Memukul obyek secara bersamaan

Gambar 2.10 Anak bermain dengan benda kecil dan memukul obyek bersamaan
Sumber : ECCD, 2010

d. Usia 12-18 bulan


1) Menumpuk benda
2) Mengambil benda dari tempatnya
3) Makan sendiri
Gambar 2.11 Anak menumpuk benda, mengambil bbenda, dan makan sendiri
Sumber : ECCD, 2010

e. Usia 18-24 bulan


4) Menggunakan tangan untuk minum dari gelas
5) Mencoret dengan pergerakan seluruh tangan

Gambar 2.12 Anak minum dari gelas dan mencoret


Sumber : ECCD, 2010

f. Usia 2-3 tahun


1) Menggambar lingkaran
2) Mengucurkan pasie dari satu wadah ke wadah yang lain
3) Membuka tutup toples

Gambar 2.13 Anak menggambar lingkaran, mengucurkan pasir, dan membuka


toples
Sumber : ECCD, 2010
Beberapa penelitian menunjukan adanya perbedaan kemampuan
anak laki-laki dan pperempuan. Anak laki-laki umumnya lebih unggul
dalam keterampilan yang berkaitan dengan melempar dan memukul,
sedangkan pada anak perempuan umumnya lebih unggul dalan
keterampilan seperti melompat dan berlari (Amri,2010 dikutip dari
Soetjiningsih, 2012).

F. Deteksi dini (tdk usah sebaiknya ganti dengan kemampuan


keseimabangan berdiri dan berjalan
Perkembangan setiap anak memiliki keunikan tersendiri dan
kecepatan pencapaian perkembangan tiap anak berbeda. Kisaran waktu
pencapaian tiap tahap perkembangan umumnya cukup besar, misalnya
seorang anak dikatakan normal jika ia dapat berjalan mulai usia 10 hingga 18
bulan, sehingga seringkali terjadi perbedaan perkembangan di antara anak
yang seusia. Untuk itu, orang tua perlu mengenal tanda bahaya (red flag)
perkembangan anak (IDAI,2013). Untuk mengetahui apakah seorang anak
mengalami keterlambatan perkembangan umum, perlu data / laporan atau
keluhan orang tua dan pemeriksaan deteksi dini atau skrining perkembangan
pada anak.
Deteksi dini merupakan suatu upaya yang dilaksanakan secara
komprehensif untuk menemukan penyimpangan tumbuh kembang dan
mengetahui serta mengenal faktor resiko pada anak usia dini. Melalui deteksi
dini dapat diketahui penyimpangan tumbuh kembang anak secara dini,
sehingga upaya pencegahan, stimulasi, penyembuhan serta pemulihan dapat
diberikan dengan indikasi yang jelas pada masa proses tumbuh kembang.
Penilaian pertumbuhan dan perkembangan meliputi dua hal pokok, yaitu
penilaian pertumbuhan fisik dan penilaian perkembangan (Departemen
Kesehatan RI. 2005).
G. Manifestasi Klinis
Secara umum, keterlambatan perkembangan umum pada anak dapat
dilihat dari beberapa tanda bahaya (red flags) perkembangan anak sederhana
seperti yang tercantum di bawah (IDAI,2013).
1. Tanda bahaya perkembangan motor kasar
a. Gerakan yang asimetris atau tidak seimbang misalnya antara anggota
tubuh bagian kiri dan kanan.
b. Menetapnya refleks primitif (refleks yang muncul saat bayi) hingga
lebih dari usia 6 bulan
c. Hiper / hipotonia atau gangguan tonus otot
d. Hiper / hiporefleksia atau gangguan refleks tubuh
e. Adanya gerakan yang tidak terkontrol
2. Tanda bahaya gangguan motor halus
a. Bayi masih menggenggam setelah usia 4 bulan
b. Adanya dominasi satu tangan (handedness) sebelum usia 1 tahun
c. Eksplorasi oral (seperti memasukkan mainan ke dalam mulut) masih
sangat dominan setelah usia 14 bulan
d. Perhatian penglihatan yang inkonsisten
3. Tanda bahaya bicara dan bahasa ( ekspresif )

a. Kurangnya kemampuan menunjuk untuk memperlihat


kan ketertarikan terhadap suatu benda pada usia 20 bulan.
b. Ketidakmampuan membuat frase yang bermakna setelah 24 bulan
c. Orang tua masih tidak mengerti perkataan anak pada usia 30 bulan
4. Tanda bahaya bicara dan bahasa (reseptif)
a. Perhatian atau respons yang tidak konsisten terhadap suara atau bunyi,
misalnya saat dipanggil tidak selalu member respons
b. Kurangnya join attention atau kemampuan berbagi perhatian atau
ketertarikan dengan orang lain pada usia 20 bulan
c. Sering mengulang ucapan orang lain (membeo) setelah usia 30 bulan
5. Tanda bahaya gangguan sosio-emosional
a. 6 bulan: jarang senyum atau ekspresi kesenangan lain
b. 9 bulan: kurang bersuara dan menunjukkan ekspresi wajah
c. 12 bulan: tidak merespon panggilan namanya
d. 15 bulan: belum ada kata
e. 18 bulan: tidak bisa bermain pura-pura
f. 24 bulan: belum ada gabungan 2 kata yang berarti
g. Segala usia: tidak adanya babbling, bicara dan kemampuan
bersosialisasi / interaksi
6. Tanda bahaya gangguan kognitif
a. 2 bulan: kurangnya fixation
b. 4 bulan: kurangnya kemampuan mata mengikuti gerak benda
c. 6 bulan: belum berespons atau mencari sumber suara

d. 9 bulan: belum babbling seperti mama, baba


e. 24 bulan: belum ada kata berarti
f. 36 bulan: belum dapat merangkai 3 kata.

H. Gejala Klinis
Sebagian besar pemeriksaan pada anak dengan delay development
difokuskan pada keterlambatan perkembangan kemampuan motorik halus,
motorik kasar atau bahasa. Gejala yang terdapat biasanya (Soetjiningsih.
1995) :
1. Keterlambatan kemampuan motorik :
a. anak belum mampu mengangkat kepala saat usia 4 bulan,
b. anak belum mampu tengkurap dan terlentang saat usia 6 bulan,
c. anak belum mampu merangkak saat usia 7 bulan,
d. anak belum mampu duduk mandiri saat usia 9 bulan,
e. anak belum mampu berjalan pada usia 12 bulan,
f. anak belum berlari saat usia 2 tahun
2. Rendahnya kemampuan sosial
3. Perilaku agresif
4. Masalah dalam komunikasi (Soetjiningsih. 1995)
I. Proses Fisioterapi
Dalam melakukan praktek fisioterapi, seorang fisioterapi harus melakukan
asuhan atau proses fisioterapi yang terdiri dari lima bagian utama, yaitu sebagai
berikut:

1. Assesment Fisioterapi
Adalah pemeriksaan pada perorangan atau kelompok, nyata atau yang
berpotensi untuk terjadi kelemahan, keterbatasan fungsi, ketidakmampuan
atau kondisi kesehatan lain dengan cara pengambilan perjalanan penyakit
(history taking), skreening, test khusus, pengukuran dan evaluasi dari hasil
pemeriksaan melalui analisis dan sintesa dalam sebuah proses
pertimbangan klinis. Dapat dilakukan dengan jalan tanya jawab antara
terapis dengan sumber data. Filosofi assessment terdiri dari dua, yaitu
sebagai berikut:
a. Anamnesis
Yaitu cara pengumpulan data dengan metode tanya jawab
antara fisioterapis dengan sumber data. Anamnesis terdiri dari
autoanamnesis, merupakan anamnesis yang langsung ditujukan pada
pasien yang bersangkutan, sedangkan heteroanamnesis merupakan
anamnesis yang ditujukan pada keluarga pasien atau orang terdekat
atau orang yang mengetahui riwayat penyakit pasien. Anamnesis
tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut:
1) Identitas anak, meliputi : nama, umur, jenis kelamin, anak ke
berapa dari berapa bersaudara, alamat.
2) Riwayat Penyakit
a) Keluhan Utama: Merupakan satu atau lebih gejala
dominan yang mendorong keluarga atau pengasuh untuk
mencari pertolongan atau pengobatan. Apa keluhan
utama nya?
b) Riwayat Penyakit: Gambaran riwayat penyakit secara
lengkap mencakup lokasi kualitas, waktu, sifat, faktor-
faktor yang memperberat atau memperingan keluhan,
pemeriksaan lain sebelumnya, pertolongan sebelumnya,
dan pengaruh terhadap aktivitas penderita, yang meliputi:
(1) Riwayat Kandungan
Riwayat kandungan sangat penting untuk
diketahui karena berhubungan dengan
perkembangan dan pertumbuhan pada anak.
(a) Apakah usia ibu saat mengandung cukup umur
atau tidak?
(b) Apakah pada saat mengandung pernah
mengalami trauma atau tidak?
(c) Apakah pada saat meengandung pernah
mengkonsumsi obat-obatan?
(d) Apakah pada saat mengandung asupan makanan
dari ibu ke janin cukup atau tidak?
(e) Apakah pada saat mengandung ibu rajin
memeriksa kandungan ke dokter atau tidak?
(2) Riwayat Kelahiran :
(a) Berapa usia kandungan saat anak lahir, apakah
cukup bulan atau premature?
(b) Berapa berat badan atau panjang badan pada
bayi lahir?
(c) Berapa lingkar kepala pada bayi? (Ukuran
lingkar kepala saat lahir sangat berpengaruh
pada anak dengan gangguan hidrosefalus, untuk
mengetahui perkembangan otaknya)
(d) Bagaimana persalinan dilakukan oleh dokter
atau bidan?
(3) Riwayat Imunisasi :
Berisikan keterangan lengkap atau tidaknya
imunisasi yang pernah diberikan kepada anak
tersebut.
3) Gambaran komunikasi :
Untuk mengetahui kemampuan anak dalam menerima
informasi dan menyampaikan informasi.
4) Gambaran Kemampuan Fungsional (ADL)
Untuk mengetahui kemampuan anak dalam melakukan
aktifitas sehari-hari, apakah anak dibantu atau dapat
melakukan secara mandiri.
5) Gambaran Temperamen Anak
Untuk mengetahui emosi anak, mudah tidaknya terkena
rangsangan emosi, kekuatan serta kecepatannya bereaksi,
kualitas kekuatan suasana hatinya, segala cara dari pada
fluktuasi (gelombang) dan identitas suasana hati.
6) Gambaran Tonus Postural
Bagaimana kondisi tonus otot, apakah hipertonus,
hipotonus atau flukluatif.
7) Gambaran Kemampuan Kognitif atau kecerdasan anak
Untuk menilai aktivitas mental seperti
memperhatikan, mengingat, melambangkan,
mengelompokkan, merencanakan, menalar, memecahkan
masalah, menghasilkan dan membayangkan. Perkembangan
kognitif anak melibatkan ketrampilan belajar pada anak yang
terjadi melalui proses elaborasi di dalam otak (mind), dan
kegiatan mental internal yang kompleks.

b. Pemeriksaan Umum
1) Vital Sign, yang terdiri dari :
a) Denyut nadi
Alat ukur : Stopwatch
Prosedur :
(1) Palpasi menggunakan 3 jari pada arteri brachialis.
(2) Hitung selama 60 detik.
(3) Nilai normal frekuensi denyut nadi anak
(4) Ini judulnya apa?
Umur Frekuensi nadi rata-rata
Lahir 140
1 bulan 130
1-6 bulan 130
6-12 bulan 115
1-2 tahun 110
2-4 tahun 105
6-10 tahun 95
10-14 tahun 85
14-18 tahun 82
Tabel 2.1 Frekuensi denyut nadi anak normal
sumber : joyce Eagel, 2005 (letakan di atas table)
(5) Catat dan dokumentasikan.
deskripsikan
b) Pernafasan :
Alat ukur : stopwatch
metode: inspeksi
Prosedur:
(1) Alihkan perhatian pasien dari usaha mengatur
pernafasan normal.
(2) Hitung frekuensi napas dalam satu menit, satu
hitungan meliputi satu kali inspirasi dan satu kali
ekspirasi.
(3) Amati pula usaha bernapas, pola pernapasan,
keikutsertaan otot bantu pernapasan
(4) Nilai normal dalam kisaran 20-30 kali/ menit.
(5) Catat dan dokumentasikan
c) Temperatur
Alat ukur : thermometer digital.
Prosedur :
(1) Menggunakan metode axilla
(2) Letakan thermometer di axilla
(3) Tunggu hingga thermometer bunyi
(4) Normal: 36,5˚- 37˚C
d) Panjang badan
Alat ukur : midline, metode observasi.
Prosedur :
(1) Ukur panjang badan secara horizontal dimulai dari
telapak kaki hingga permukaan kepala atas.
(2) Catat dan dokumentasikan.
e) Berat badan
Alat ukur: timbangan berat badan, metode: observasi.
Prosedur :
(1) Pastikan pasien tidak memakai peralatan yang
terlalu memberi beban seperti sepatu, tas, dan lain-
lain.
(2) Pastikan timbangan masih berfungsi dengan baik,
jarum berawal dari titik 0.
(3) Bawa pasien naik keatas timbangan, dan perhatikan
perubahan jarum penunjuk.
(4) Catat dan dokumentasikan.
f) Tingkat kesadaran
(1) Compos mentis: kesadaran penuh
(2) Apatis: sadar namun diberi stimulasi tidak terdapat
respon
(3) Somnolent: keadaan mengantuk, mudah
dibangunakan, dan mampu memberi jawaban verbal
dan menangkis rangsang nyeri.
(4) Soporo stupor: masih dapat dibangunkan dengan
ransang yang kuat, masih dapat mengikuti suruhan
singkat dan terlihat gerakan spontan, namun reaksi
terhadap perintah tidak konsisten dan samar.
(5) Soporo koma: tidak ada respon dengan ransang
verbal gerakan yang timbul sebagai respon terhadap
ransang nyeri, tidak dapat dibangunkan.
(6) Koma: tidak ada gerakan spontan, tidak ada jawaban
sama sekali terhadap ransang nyeri yang
bagaimanapun kuatnya.
g) Status gizi: Status gizi anak dapat dilihat dari
pemeriksaan turgor kulit, konjungtiva mata, proporsi
tubuh dan IMT.
2) Inspeksi
Merupakan pemeriksaan dengan cara melihat dan
mengamati, seperti: keadaan umum, sikap tubuh, deformitas,
cara berjalan, ekspresi wajah, dan warna kulit.
3) Palpasi
Merupakan pemeriksaan dengan cara meraba dan
merasakan dengan tangan, sepert: tonus otot, suhu lokal, dan
oedem.
4) Askultasi
Merupakan pemeriksaan dengan cara mendengar
menggunakan stetoskop, seperti: bunyi suara napas dan letak
sputum.

c. Pemeriksaan Fisik
Merupakan pemeriksaan dengan cara melihat keadaan
postur tubuh pasien baik dari kepala, leher, punggung,, panggul,
tes khusus, ROM, ektremitas atas dan bawah (antara kiri dan
kanan).
d. Pemeriksaan khusus (deskripsikan dulu apa itu pemeriksaan
khusus)
1) Gross Motor Function Classification System (GMFCS)
Gross Motor Function Classification System (GMFCS)
adalah sistem klasifikasi yang universal berlaku untuk semua
bentuk. GMFCS membatu menentukan tindakan operasi,
pengobatan, terapi, dan teknologi pendukung yang cenderung
menghasilkan hasil yang terbaik untuk anak. Selain itu
GMFCS adalah sistem yang kuat bagi para peneliti, dimana
dapat meningkatan pengumpulan dan analisis data, karenanya
menghasilkan pemahaman yang lebih baik untuk penanganan
kasus dengan masalah delay development.
Klasifikasi GMFCS dibuat berdasarkan kemampuan
dan keterbatasan motorik anak dirumah, sekolah, maupun
dilingkungan. Kemampuan motorik yang diamati terutama
kemampuan duduk (trunk control) dan berjalan yang terbagi
menjadi 5 tingkatan (derajat I sampai V). Skala GMFCS dapat
membantu menentukan pilihan terapi yang tepat sesuai dengan
usia pasien dan tingkatan fungsi motorik,serta memprediksi
prognosis fungsi motorik kasar. (IDAI,2017)
Menurut Palisano,dkk (2007) GMFCS yang sekarang
sudah diperluas dan mencakup rentang usia untuk remaja usia
12 hingga 18 tahun dan menekankan konsep-konsepnya
melekat dalam International Classification of Functioning,
Disability and Health (ICF) Organisasi Kesehatan Dunia.
Fokus GMFCS adalah menentukan level mana yang paling
mewakili kemampuan dan keterbatasan anak-anak atau remaja
dalam fungsi motorik kasar. Penekanan pada kinerja biasa
seperti di rumah, sekolah, dan komunitas (mis., apa yang
mereka lakukan). GMFCS mampu mengelompokan anak
berdasarkan usia (0-2, 2-4, 4-6, 6-12, dan 12-18).
Tabel 2.1 Gross Motor Function Classification System
(GMFCS) (usahakan tabel jangan terpotong)
GMFCS Kriteria
Level
Kelompok usia 0 – 2 tahun

1 Bayi akan dapat bergerak maju dan mundur pada


posisi duduk dengan kedua tangga bebas
memainkan suatu objek. Bayi dapat merangkak
dengan lututnya, bayi dapat berdiri dengan
berpegangan dan melangkah dengan merembet
di perabotan rumah tangga. Bayi dapat berjalan
di usia 18 bulan
dan 2 tahun tanpa menggunakan alat bantu.
2 Bayi mampu duduk dilantai dengan
menggunakan kedua tangannya untuk menjaga
keseimbangannya. Bayi dapat merayap dengan
kedua tangan dan kakinya. Bayi mungkin
menarik untuk berdiri dan mengambil langkah-
langkah
berpegangan pada perabotan rumah tangga.
3 Bayi memiliki head control namun tumpuan
pada anggota gerak tubuh bagian atas diperlukan
saat duduk di lantai. Bayi mampu melakukan
rolling dengan posisi mengangkat wajah
dan mampu melakukan rolling dengan posisi
wajah tertutup.
4 Bayi memiliki head control namun butuh
tumpuan atau dan dan sandaran pada saat bayi
duduk, mampu melakukan
rolling dengan posisi wajah menunduk.
5 Keterbasan fisik mengakibatkan keterbatasan
dalam mengontrol gerakan. Bayi tidak cukup
baik dalam head control, bayi membutuhkan
bantuan orang dewasa saat
melakukan rolling.
Kelompok usia 2-4 tahun

1 Anak dapat duduk di lantai dengan tangan bebas untuk


memainkan suatu objek, dalam hal pergerakan anak dapat
melakukan sendiri tanpa bantuan orang dewasa, anak
dapat berjalan sebagai bentuk mobilisasi tanpa
menggunakan alat
bantu gerak.
2 Anak duduk di lantai dengan mengalami kesulitan
keseimbangannya pada saat tangan anak memainkan
suatu objek. pergerakan bisa dilakukan secara mandiri
tanpa bantuan orang dewasa, tetapi pada saat anak berdiri
membutuhkan bantuan atau pegangan agar anak dapat
berdiri biasanya anak memilih permukaan yang stabil atau
halus agar keseimbangannya tetap stabil. Anak dapat
merangkak dengan tumpuan di kedua tangan dan kakinya,
dengan menggunakan
pola aktif silmutan, berjalan menggunakan bantuan.
3 Anak duduk dengan menggunakan pola W tertekuk
dan internal rotasi hip dan knee dan memungkinkan
untuk memerlukan bantuan orang dewasa untuk
menjaganya saat duduk. Anak-anak merangkak pada kedua
tangan dan lututnya tanpa gerakan kaki yang aktif simultan
sebagai metode utama mereka bergerak. Anak-anak berdiri
dengan cara berpegangan dengan permukaan yang stabil
dan jarak yang pendek, dalam hal ini anak-anak mungkin
berjalan dengan jarak tempuh yang tidak panjang atau tidak
lama didalam ruangan dan anak-anak level III ini
membutuhkan alat bantu pegangan pada saat berjalan dan
butuh bantuan dari
orang dewasa.
4 Anak-anak duduk di lantai dengan bantuan orang dewasa
atau sudah di posisikan duduk oleh orang dewasa, anak-
anak tidak bisa menjaga keselarasannya dan
keseimbangannya tanpa menggunakan kedua tangannya
untuk bertumpu. Anak membutuhkan alat adaptif untuk
duduk dan berdiri. Pergerakan yang di lakukan dengan
jarak yang pendek dapat
dicapai dengan merayap ataupun merangkak.
5 Gangguan fisik tersebut akan membatasi gerakan yang
diinginkan dan kemampuan untuk mengantur control
kepala dan trunk controlnya. Semua fungsi motoriknya
memiliki keterbatasan. Keterbatasan fungsional dalam
melakukan duduk dan berdiri tidak sepenuhnya bisa
dikompensasi oleh
alat bantu.

e. Problematik Fisioterapi
Berisikan tentang gangguan pada pasien yang berhubungan
dengan kondisi penyakitnya yang diurutkan berdasarkan prioritas.
Problematik fisioterapi pada kasus ini yaitu: (ini msh teori jgn
dimasukan hasis cukup deskripsinya saja
1) Adanya gangguan keseimbangan
2) Adanya kelemahan otot tungkai
3) Anak belum mampu berdiri seimbang
4) Anak belum mampu berjalan

2. Diagnosa Fisioterapi
Merupakan suatu pernyataan yang berisikan problematik pasien
dan hubungannya dengan sistem yang terkait. Dapat pula disebutkan
nama penyakit atau kondisi medisnya. (berikan contoh diagnose
secara umum pd GDD)
Diagnosa fisioterapi pada kasus ini adalah Anak belum bisa
berjalan akibat adanya gangguan keseimbangan dan kelemahan otot
tungkai pada kasus Global Delay Development. (inikan nanti masuk
bab 3

3. Rencana Progam Fisioterapi


a. Tujuan Jangka Pendek
Merupakan tujuan yang diharapkan dalam gangguan gerak
dan fungsi yang terjadi pada pasien, yang sesuai dengan prioritas
yaitu stimulasi sensorik, menstimulasi dan fasilitasi
keseimbangan berdiri dan berjalan.
b. Tujuan Jangka Panjang
Merupakan tujuan yang diharapkan dalam gangguan gerak
dan fungsi yang terjadi pada pasien. Dalam kasus ini, tujuan
jangka panjangnya adalah anak bisa berjalan secara mandiri.

c. Rencana Intervensi Fisioterapi


Rencana intervensi merupakan berbagai pelayanan
fisioterapi yang direncanakan untuk dilaksanakan dalam
mengatasi problematik fisioterapi yang muncul, dalam kasus ini
fisioterapis menggunakan intervensi berupa :
1) Neuro Sensomotor Reflex Development and Synchronization
(NSMRDS)
Neuro Senso Motor Reflex Development and
Synchronization (NSMRDS) adalah sebuah metode teknik-
teknik terapi yang mengedepankan prinsip stimulasi terhadap
otak untuk menghasilkan output (Noegroho, Agoeng.2016).
Neuro senso motor reflex development and
synchronization akan mempengaruhi pembentukan pola
belajar gerak yang fungsional serta perkembangan pribadi
individu yang memberikan pengaruh besar pada
perkembangan struktur dan fungsi tubuh yaitu: kontrol
postur, koordinasi gerakan, sensory integration dan senso-
motor integration (Masgutova, 2006).
Pada kondisi Global Delayed Development (GDD)
ini Neuro Senso Motor Reflek Development and
Synchronization bertujuan untuk stimulasi sensoris,
mendukung pembelajaran pola berjalan, dan meningkatkan
keseimbangan. Kelebihan metode NSMRDS yaitu dapat
merileksasi otot-otot tubuh, meningkatkan kemampuan gerak
tubuh yang terkoordinasi dan mengaktifkan kerja reseptor
yang berhubungan dengan sentuhan dalam dan tekanan.
Kekurangan metode NSMRDS yaitu metode ini tidak bisa
diberikan kepada anak dengan kondisi umum yang kurang
baik, misalnya pada anak yang masih demam(Takarini,
2015). (perhatikan spasi dan font-nya)

2) Latihan Keseimbangan Berdiri dan berjalan


Latihan keseimbangan berdiri dan berjalan adalah
suatu upaya untuk memperkuat dan meningkatkan tonus
otot melalui proprioseptif. Yang berguna meningkatkan
keseimbangan, memelihara posisi dan pola gerak yang
dipengaruhi oleh gaya gravitasi secara automatik
(Soekarno, 2000).
di berikan pada anak dengan global delay
development ini karena anak memiliki gangguan
keseimbangan berdiri dan berjalan, dengan tujuan agar
dapat membantu meningkatkan keseimbangan berdiri,
kekuatan otot tungkai dan pola berjalan yang benar.
sehingga diharapkan terdapat adanya peningkatan aktivitas
fungsional berjalan.

d. Rencana Evaluasi Fisioterapi


1) Evaluasi Sesaat
Dilakukan sebelum dan sesudah melakukan terapi.
Yang dievaluasi tanda vital sign.
2) Evaluasi Periodik
Dilakukan setiap 2x terapi yang dievaluasi adalah
waktu keseimbangan berdiri dan pola berjalan.
3) Evaluasi Kumulatif
Setelah 2x terapi dievaluasi kemampuan fungsional
pasien (Gross Motor Functional Meassurement).

4. Pelaksanaan Program Fisioterapi.


Merupakan layanan fisioterapi yang dilakukan sesuai dengan
rencana tindakan yang telah ditetapkan dengan maksud agar
kebutuhan pasien terpenuhi secara maksimal yang mencakup aspek
peningkatan, pemeliharaan, serta pemulihan kesehatan. Pelaksanaan
yang dilakukan ini meliputi persiapan alat, persiapan pasien dan
pelaksanaan terapi.

5. Re-evaluasi Fisioterapi
Evaluasi fisioterapi merupakan hasil pengukuran yang
menunjukan efektivitas program fisioterapi yang dilakukan dalam
upaya mencapai tujuan jangka pendek maupun jangka panjang.
Adapun evaluasi fisioterapi terdiri evaluasi sesaat, evaluasi periodik
dan evaluasi kumulatif.

Anda mungkin juga menyukai