Anda di halaman 1dari 30

KEPERAWATAN ANAK

“PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN USIA TODDLER”

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2

1. Astria marthen tira 1805305301


2. Bona fentura liah 1707607601
3. Dewi Armayanti 1805905901
4. Elma Agustina 1806206201
5. Fitriana Nur Faidah 1806406401
6. Irma wati hidayah 1806706701
7. Kheny Voice Memah 1807007001
8. Maria katarina 1807307301
9. Nurul hidayah 1808008001
10. Putri Wahyuni 1808408401
11. Siti rosidah 1809309301
12. stephani Angelina Debora Tuko 1809409401

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN & SAINS WIYATA HUSADA SAMARINDA

2020
PEMBAHASAN

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN USIA TODLER

A. PERTUMBUHAN FISIK USIA TODDLER


Aspek tumbuh kembang anak, dewasa ini adalah salah satu aspek yang
diperhatikan serius oleh para pakar, karena hal tersebut merupakan aspek yang
menjelaskan mengenai proses pembentukan individu secara fisik maupun
psikologis. Wong (2009) menyatakan bahwa pertumbuhan merupakan
perubahan kuantitatif yaitu peningkatan jumlah dan ukuran sel yang akan
menghasilkan peningkatan ukuran dan berat seluruh atau sebagian bagian sel
sedangkan perkembangan merupakan perubahan kualitatif yaitu perubahan
fungsi tubuh yang terjadi secara bertahap dari tingkat yang paling rendah ke
tingkat yang paling tinggi melalui proses kematangan dan belajar.
Pertumbuhan dan perkembangan mempunyai arti yang berbeda. Pertumbuhan
berdampak terhadap aspek fisik sedangkan perkembangan berkaitan dengan
pematangan fungsi organ dan individu. Kedua kondisi tersebut saling
berkaitan dan berpengaruh pada tumbuh kembang pada setiap anak (Kesmas,
2010).
Tumbuh kembang pada anak terjadi di sepanjang kehidupan yang terdiri
dari beberapa tahapan, salah satu diantaranya adalah masa toddler. Masa
toddler berada dalam rentang dari masa kanak-kanak mulai berjalan sendiri
sampai mereka berjalan dan berlari dengan mudah, yaitu mendekati usia 12
sampai 36 bulan (Potter & Perry, 2010). Pada masa ini seorang anak mulai
belajar menentukan arah perkembangan dirinya, suatu fase yang mendasari
derajat kesehatan, perkembangan emosional, derajat pendidikan, kepercayaan
diri, kemampuan bersosialisasi serta kemampuan diri seorang anak di masa
mendatang. Interaksi antara anak dan orang tua dalam proses ini sangat
bermanfaat bagi proses perkembangan anak secara keseluruhan karena orang

1
tua dapat segera mengenali kelainan proses tumbuh kembang anaknya sedini
mungkin.
Periode penting dalam proses tumbuh kembang anak adalah masa lima
tahun pertama (Center on the Developing Child Harvard University, 2009),
yang merupakan masa emas kehidupan individu atau disebut dengan the
golden period (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Golden period merupakan
masa dimana kemampuan otak anak untuk menyerap segala bentuk informasi
sangatlah tinggi, karena sekitar 80% otak anak berkembang pada periode emas
tersebut (Ambarwati & Handoko, 2011). Masa ini juga merupakan jendela
kesempatan bagi anak, yang memungkinkan anak untuk mengasah seluruh
aspek perkembangan motorik, penglihatan, kemampuan berpikir, kemampuan
bahasa, perkembangan sosial, serta kecerdasan emosional (Schiller, 2010).
Masa emas ini sekaligus merupakan periode kritis bagi anak karena pada masa
ini lingkungan memiliki dampak yang besar terhadap perkembangan anak,
khususnya lingkungan yang tidak mendukung seperti asupan gizi yang tidak
adekuat, tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai, serta
kurangnya stimulasi, akan berdampak buruk pada perkembangan anak
(Kemenkes RI, 2011). Anak dibawah lima tahun merupakan kelompok yang
menunjukkan pertumbuhan badan yang pesat namun kelompok ini sering
menderita kekurangan gizi (Proverawati, 2009). Dampak kurang gizi pada
anak dapat meningkatkan risiko kematian, menghambat perkembangan
kognitif, dan mempengaruhi status kesehatan pada usia remaja dan dewasa
(Almatsier, Soetardjo & Soekatri, 2011).
Pada masa ini, toddler mengalami beberapa perubahan dalam pertumbuhan
fisik. Pada tahun kedua anak akan mengalami kenaikan berat badan sekitar
1,5-2,5 dan panjang badan 6-10 cm. Kemudian pertumbuhan otak, juga
mengalami perubahan di mana kenaikan lingkar kepala hanya 2 cm, untuk
pertumbuhan gigi terdapat tambahan 8 buah gigi susutermasuk gigi geraham
pertama, dan gigi tering sehingga seluruhnya berjumlah 14-16 buah. Dalam
perkembangan motorik kasar anak sudah mampu melangkah dan berjalan
2
dengan tegak, pada sekitar umur 18 bulan anak mampu menaiki tangga
dengan satu tangan dipegang dan pada akhir tahun kedua sudah mapu berlari-
lari kecil.

B. PERKEMBANGAN MOTORIC KASAR DAN HALUS PADA USIA


TODDLER
1. Perkembangan Motoric Kasar pada Usia Toddler
Perkembangan motoric kasar adalah perkembangan kemampuan anak-
anak yang melibatkan otot-otot besar dalam melakukan gerakan dan skip
tubuh. Banyak factor yang memperngaruhi perkembangan motoric kasr
yaitu genetic, pre natal, post natal, stimulasi, dan riwayat kelahiran
premature. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-
faktor yang berhubungan dengan perkembanga motoric kasar pada anak
toodle. Perkembangan motoric kasar adalah perkembangan yang
berhubungan dengan aspek kemampuan anak dalam melalukan pergerakan
dan sikap tubuh yang melibatkan otot-otot besar seperti tengkurap, duduk,
berjalan dan sebagainya. Pada dasarnya perkembangan ini sesuai dengan
kematangan ini sesuai dengan kematangan syaraf dan otot anak
(Soetjiningsih, 2014).
Kemampuan motoric kasar anak akan mempresentasikan keinginan
anak, misalnya ketika anak melihat mainan yang beraneka ragam, anak
mempersepsikan dalam otaknya bahwa dia ingin memainkannya, persepsi
tersebut akan memotivasi anak untul melakukan sesuatu, yaitu bergerak
untuk mengambilnya, akibat gerakan tersebut anak akan berhasil
mendapatkan keinginannya dan ini akan mempengaruhi self image anak
atau kepercayaan diri anak. Dengan kemampuan motorik yang baik, anak
akan lebih mudah beradaptasi dengan lingkungannya (Marni dan Raharjo,
2012). Perkembangan motorik kasar yang tidak optimal bisa menyebabkan
menurunnya kreatifitas anak dalam beradaptasi (Andriana, 2012). Menurut
Hurlock (2006) menyebabkan bahwa keterampilan motorik juga di
3
gunakan untuk keterampilan bantu diri (Self image), keterampilan bantu
sosial, keterampilan bermain dan keterampilan sekolah. Untuk mencapai
kemandiriannya anal harus memperlajari kemampuan motorik yang
memungkinkan mereka mampu melakukan sesuatu bagi diri mereka
sendiri, sehingga mampu menjadi kelompok sosial yang kooperatif yang
bisa diterima di lingkungan. Semakin baik keterampilan motorik yang di
miliki semakin baik pula penyesuaian sosial yang di lakukan. Gangguan
sensorik motorik akan menyebabkan ketidak mampuan anak untuk
mengenali lingkungan dan akan mempersulit mereka untuk bisa di terima
di lingkungannya. Gangguan perkembangan motorik kasar bisa di
sebabkan oleh berbagai hal, di antaranya faktor nutrisi, genetik, penyakit
penyerta, penyulit persalinan dan kelahiran prematurs (Hurlock, 2006).
2. Perkembangan Motoric Halus pada Usia Toddler

Mahendra 1998 dalam Sumantri (2005) mengemukakan bahwa


keterampilan motorik halus (fine motor skill) merupakan keterampilan-
keterampilan yang memerlukan kemampuan untuk mengontrol otot-otot
kecil/halus untuk mencapai pelaksanaan ketrampilan yang berhasil.
Santrock (1995) mengemukakan bahwa pada usia 3 tahun, kemampuan
anak masih berasal dari kemampuan bayi untuk menempatkan dan
memegang benda-benda. Walaupun mereka telah mampu untuk
memegang benda kecil diantara ibu jari dan jari telunjuk, namun anak

4
masih kaku. Pada usia ini anak dapat menyusun suatu balok tanpa
terbentuk karena hanya merupakan suatu garis lurus. Juga anak dapat
menyusun suatu potongan gambar, namun mereka belum dapt
menempatkan potongan gambar pada tempat yang sebenarnya.
Perkembangan motorik halus anak usia taman kanak-kanak ditekankan
pada koordinasi gerakan motorik halus, dalam hal ini berkaitan dengan
kegiatan meletakkan atau memegang sesuatu objek dengan menggunakan
jari-jari tangan. Pada usia 4 tahun, koordinasi sempurna. Namun, anak
seusia ini masih mengalami kesulitan dalam menyusun balok-balok
mainan menjadi suatu bentukk bangunan. Hal ini disebabkan karena
keinginan anak untuk meletakkan balok secara sempurna sehingga
kadang-kadang meruntuhkan bangunan balok tersebut.
Koordinasi gerakan motorik halus pada usia 5 atau 6 tahun
berkembang dengan pesat. Pada masa ini anak telah mampu
mengkoordinasikan gerakan visual motorik, seperti mengkoordinasikan
gerakan maka dengan gerakan tangan, lengan, dan tubuh secara bersamaan,
antara lain dapay dilihat pada waaktu anak menulis dan menggambar.
Keterampilan koordinasi gerakan motorik halus meliputi gerakan jari
tangan dalam melakukan berbagai aktivitas seperti :
a. Dapat menggunakan gunting unutk memotong kertas
b. Dapat memasang dan membuka kancing dan resliting
c. Dapat menahan kertas dengan satu tangan, sementara tangan yang
lain digunakan untuk menggambar, manulis atau kegiatan lainnya
d. Dapat memasukan benang kedalam jarum
e. Dapat mengatur (meronce) manik-manik dengan benang dan jarum
f. Dapat meliputi kertas untuk dijadikan suatu bentuk
g. Dapat melipat kertas sesuai dengan gari dan lain-lain (Jamris, 2005)

C. PERKEMBANGAN BAHASA PADA USIA TOODLER

5
Pada masa ini, anak sudah mulai belajar menggunakan satu kata yang
memiliki arti yang mewakili keseluruhan idenya, satu kata mewakili satu atau
bahkan lebih frasa atau kalimat. Contoh ujaran yang diucapkan anak: “juju”!
(sambil memegang baju) mau memakai baju atau ini baju. Kata –kata yang
sering di ucapkan orangtua sewaktu mengajak bayinya berbicara berpotensi
lebih besar menjadi kata pertama yang diucapkan anak tersebut. Selain itu,
kata tersebut mudah bagi si anak. Dalam pengasuhan ibu diharapkan sering
menggunakan pola kalimat tanya pada anak usia toodler misalnya: apa itu,
dengan siapa dan mengapa. Pada masa ini perkembangan bahasa anak
meingkat dengan pesat, terutama karena si ibu sering menggunakan teknik
untuk mengajak anak bercakap-cakap. Pertanyaan yang dapat dijawab si anak
akan dijawab sendiri oleh si ibu, sehingga menjelang menjelang usia tiga
tahun anak sudah mengenal dialog.
Banyak faktor yang mendukung anak untuk berkembang dalam berbicara
dengan menggunakan kalimat-kalimat sederhana. Salah satu faktor penting
yang dapat dimanfaatkan orangtua untuk melatih anak berbicara yaitu dengan
menggunakan cerita-cerita yang menarik minat anak. Orangtua harus
menyedlakan waktu untuk ada bersama dan bercenta dengan anaknya.
1. Tahap perkembangan anak
a. Kata pertama
Menurut francescato (2008, dalam purwo, 2009) anak belajar
mengucapkan kata sebagai suatu keseluruhan, tanpa memperhatikan
kata-kata itu satu persatu. Umpamanya, ketika pada tahap tertentu si
anak belum mampu mengucapkan , tetapi sudah dapat mengucapkan
dengan menirukan kata (ikan) menjadi (itan). Dengan demikian, kita
lihat ini dia menyederhanakan pengucapannya yang dilakukan secara
sistematis.

b. Tahap satu kata (12-18 bulan )


6
Pada masa ini, anak sudah mulai belajar menggunakan satu kata
yang memiliki arti yang mewakili keseluruhan idenya. Satu kata
mewakili satu atau bahkan lebih frasa atau kalimat. Contoh ujaran
yang diucapkan anak: “Juju!” (sambil memegang baju)
Kalimat satu persatu yang lazim disebut ucapan holofrasis oleh
pakar dapata dianggap bukan sebagai kalimat, karena maknanya sukar
diprediksikan. Kalimat bagi mereka dalam memperoleh sintaksis baru
dimulai kalau anaka itu sudah menggabungkan dua buah kata.
Kata-kata yang dapat diucapkan oleh kanak-kanak satu suku atau
dua suku kata berupa rangkaian VK,KV,KVKV ( am, ta, baba).
Owens (2004)
Perkembangan kosa kata anak pada awalnya memang lambat.
Namun kemudian menjadi agak cepat, sehingga pada usia 18 bulan,
anak telah memiliki kosa kata lebih banyak. Kata-kata yang dikuasai
biasanya kata benda, dan kemudian menyusul kata menyatakan
tindakan.
c. Tahap dua kata (18-24 Bulan)
Pada masa ini, kebanyakan anak sudah mulai mencapai tahap
kombinasi dua kata. Kata-kata yang diucapkan ketika masih tahap
satu-kata dikombinasikan dalam ucapan-ucapan pendek tanpa kata
penunjuk, kata depan, atau bentukbentuk lain yang seharusnya
digunakan. Anak mulai dapat mengucapkan “Ma, maem", maksudnya
“Mama. saya mau makan”
Kalimat dua kata adalah kalimat yang hanya terdiri dari dua buah
kata, sebagai kelanjutan dari kalimat satu kata. Dalam menggabungkan
kata, anak mengikuti urutan kata yang terdapat pada bahasa orang
dewasa. Urutan dua kata itu seperti dilaporkan bloom (1993) dan
brown (2003), sebagai berikut : Setelah penguasaan kalimat dua kata
mencapai tahap tertentu, maka berkembanglah penyusunan kalimat
yang terdiri dari tiga buah kata. Menurut brown (2003) konstruksi
7
kalimat tiga kata ini sebenarnya merupakan hasil dari penggabungan
atau perluasan dari konstruksi dua kata sebelumnya yang digabungkan,
misalnya, konstruksi adik minum digabungkan menjadi konstrusi adik
minum susu.
d. Tahap Banyak-Kata (3-5 tahun)
Pada saat mencapai usia tiga tahun. anak semakin kaya dengan
perbendaharaan kata Mereka sudah mulai mampu membuat kalimat
pertanyaan, pernyataan negatif, kalimat majemuk, dan berbagai bentuk
kalimat. Terkait dengan itu, Tompkins dan Hoskisson (2008)
menyatakan bahwa pada usia 3-4 tahun. tuturan anak mulai lebih
panjang dan tata bahasanya lebih teratur. Dia tidak lagi menggunakan
hanya dua kata, tetapi tiga atau lebih. Pada umur 5-6 tahun. bahasa
anak telah menyerupai bahasa orang dewasa.
e. Tahap 3-4 Tahun
Anak mulai mampu menggunakan kata-kata yangbersifat perintah;
haI ini juga menunjukkan adanya rasa percaya diri yang kuat dalam
menggunakan kata-kata dan menguasai keadaan.
2. Strategi perkembangan bahasa anak
Interaksi antara anak dan ibunya selama mengadakan kegiatan
pengasuhan. Keterlambatan dalam berbahagmy pada anak usia toddler
disebabkan oleh faktor pola asuh orangtua. Pola perilaku ini dapat
dirasakan oleh anak dari segi negatif maupun positif. Hasil penelitian
Munir (2013) membuktikan bahwa perkembangan bahasa anak baik jika
diasuh dengan pola asuh demokratis.
Pola asuh yang kreatif, inovatif. seimbang. dan sesuai dengan tahap
perkembangan anak akan menciptakan interaksi dan situasi komunikasi
yang memberi kontribusi positif terha~ dap keterampilan berbahasa pada
anak. Dengan kata lain kealamian pemerolehan bahasa tidak dibiarkan
mengalir begitu saja. (Brown. 2013). Anak hendaknya mendapat stimulus
positif sebanyak dan sevariatif mungkin. Dengan demikian, anak tidak
8
akan mengalami kesulitan ketika memasuki tahap pembelajaran bahasa
untuk kemudian menjadi sosok yang terampil berbahasa.
Bagi anak, orangtua merupakan tokoh identifikasi. Oleh sebab itu.
tidaklah mengherankan jika mereka meniru hal-hal yang dilakukan
orangtua. (Fachrozi. 2013). Anak serta-merta akan meniru apa pun yang ia
tangkap dan peroleh di keluarga dan lingkungannya sebagai bahan
pengetahuannya yang baru terlepas apa yang didapatkannya itu baik atau
tidak baik. Citraan orangtua menjadi dasar pemahaman baru yang
diperolehnya sebagai khazanah pengetahuannya, artinya apa saja yang
dilakukan orangtuanya dianggap baik menurutnya. Apa pun bahasa yang
diperoleh anak dari orangtua dan lingkungan –nya tersimpan di benaknya
sebagai konsep perolehan bahasa anak itu sendiri.
Seorang anak mulai berkomunikasi dengan orang yang paling dekat
dengannya, yakimu ibu. ayah. dan anggota keluarga lainnya yang
diekspresikan melalul tangisan. senyum, atau gerak gerik. Ekspresi
tersebut merupakan tanda bahwa ia membutuhkan sesuatu sesuai dengan
keinginannya. Orang yang paling peka memahami bahasa adalah ibu.
Kepekaan ibu itu muncul pada saat ia menyusui atau meninabobokan
anaknya. Di saat inilah bunyi-bunyi bahasa dihasilkan dan diwujudkan
dalam kalimat satu kata. dua kata. atau lebih dari tiga kata. Komunikasi
yang dibangun oleh orangtua sangat mendukung perkembangan
kemampuan berbicara anak. Hal ini jelas terlihat dalam perjalanan hidup
anak memasuki kegiatan belajar tahap awal pada kelompok taman
bermain. Pada saat ini. anak mulai berinterlaksi.
D. PERKEMBANGAN SOSIAL
1. pengertian
Anak-anak yang memiliki motivasi kuat untuk belajar akan
mempunyai masa depan yang cerah diwarnai penemuan, kesempatan, dan
kontribusi. Mereka memiliki kecenderungan alami untuk menguasai hal-
hal tersebut yang akan membuatnya sukses pada abad ke 21, serta
9
mendapat manfaat dari segala perubahan positif dalam masyarakat.
Mereka yang memiliki motivasi belajar yang kuat mungkin saja akan
menghadapi kendala-kendala dari sebuah ketidakadilan, tetapi kendala
tersebut bukanlah musuhnya. Mereka akan menjadi orang-orang yang
paling cocok untuk belajar bagaimana menghadapi kendala tersebut.
Mareka akan menjadi orang yang paling mampu berkreasi dan mencapai
kesuksesan karena hasil terbaik dalam IPTEK, penelitian, dan kesenian
tidak dapat dipaksakan dari hati yang mengerdil. Anak bukanlah orang
dewasa dalam ukuran kecil. Oleh sebab itu, anak harus diperlakukan
sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya. Hanya saja, dalam praktik
pendidikan sehari-hari, tidak selalu demikian yang terjadi. Banyak contoh
yang menunjukkan betapa para orang tua dan masyarakat pada
umummnya memperlakukan anak tidak sesuai dengan tingkat
perkembangananya. Di dalam keluarga orang tua sering memaksakan
keinginannya sesuai kehendaknya, di sekolah guru sering memberikan
tekanan (preasure) tidak sesuai dengan tahap perkembangan anak, di
berbagai media cetak/elektronika tekanan ini lebih tidak terbatas lagi,
bahkan cenderung ekstrim.

Menurut Hurlock (2000:251) untuk mencapai perkembangan sosial dan


mampu bermasyarakat, seorang individu memerlukan tiga proses. Ketiga
proses tersebut saling berkaitan, jadi apabila terjadi kegagalan dalam salah
satu proses akan menurunkan kadar sosialisasi individu. Ketiga proses ini
yaitu:
a. Belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial.
10
Sebagian dari bentuk perilaku sosial yang berkembang pada masa
kanak-kanak awal, merupakan perilaku yang terbentuk atas dasar
landasan yang diletakan pada masa bayi. Sebagian lainnya merupakan
bentuk perilaku sosial baru yang mempunyai landasan baru. Banyak di
antara landasan baru ini dibina oleh hubungan sosial dengan teman
sebaya di luar rumah dan hal-hal yang diamati anak dari tontonan
televisi atau buku komik. Pola perilaku dalam situasi sosial banyak
yang nampak tidak sosial atau bahkan anti sosial, tetapi masing-
masing tetap penting bagi proses sosialisasi. Landasan yang diletakkan
pada masa kanak-kanak awal akan menentukan cara anak
menyesuaikan diri dengan orang lain. Pola perilaku sosial menurut
Elizabeth B. Hurlock (1978: 239) terbagi atas dua kelompok, yaitu pola
perilaku yang sosial dan pola perilaku yang tidak sosial. Pola perilaku
yang termasuk dalam perilaku sosial adalah :
1.) Kerja sama, sekelompok anak belajar bermain atau bekerja
bersama dengan anak lain.
2.) Persaingan, persaingan merupakan dorongan bagi anak-anak untuk
berusaha sebaik-baiknya. Hal itu akan menambah sosialisasi
mereka.
3.) Kemurahan hati. Kemurahan hati terlihat pada kesediaan untuk
berbagi sesuatu dengan anak lain.
4.) Hasrat akan penerimaan sosial. Jika hasrat pada diri anak untuk
diterima kuat, hal itu mendorong anak untuk menyesuaikan diri
dengan tuntutan sosial.
5.) Simpati. Anak kecil tidak mampu berperilaku simpati sampai
mereka pernah mengalami situasi yang mirip dengan duka cita.
6.) Empati. Empati adalah kemampuan meletakan diri sendiri dalam
posisi orang lain dan menghayati pengalaman orang tersebut.

11
7.) Ketergantungan. Ketergantungan terhadap orang lain dalam hal
bantuan, perhatian, dan kasih sayang mendorong anak untuk
berperilaku dalam cara yang diterima secara sosial.
8.) Sikap ramah. Anak kecil memperlihatkan sikap ramah melalui
kesediannya melakukan sesuatu untuk orang lain atau anak lain
dan dengan mengekspresikan kasih sayang kepada mereka.
9.) Sikap tidak mementingkan diri sendiri. Anak perlu mendapat
kesempatan dan dorongan untuk membagi apa yang mereka miliki.
Belajar memikirkan orang lain dan berbuat untuk orang lain.
10.)Meniru. Dengan meniru orang yang diterima baik oleh kelompok
sosial, anakanak memperoleh kesempatan untuk mengembangkan
sifat dan meningkatkan penerimaan kelompok terhadap diri
mereka.
11.)Perilaku kelekatan (attachment behaviour). Dari landasan yang
diberikan pada masa bayi, yaitu ketika bayi mengembangkan
kelekatan yang hangat dan penuh cinta kasih kepada ibu atau
pengganti ibu, anak kecil mengalihkan pola perilaku ini kepada
anak atau orang lain dan belajar membina persahabatan dengan
mereka. Setiap kelompok sosial mempunyai standar masing-
masing bagi para anggotanya mengenai perilaku yang dapat
diterima. Agar dapat diterima dalam suatu kelompok sosial,
seorang anak harus mengetahui perilaku seperti apa yang dapat
diterima. Sehingga mereka dapat berperilaku sesuai dengan
patokan yang dapat diterima.
b. Belajar memainkan peran sosial yang dapat diterima.
Dunia anak adalah dunia bermain, khususnya pada anak
prasekolah bermain merupakan kebutuhan dasar mereka. Dengan
demikian wajarlah bila sebagian besar waktu anak diisi dengan
kegiatan bermain. Elizabeth B. Hurlock (1978: 234) memberikan
batasan tentang bermain sebagai kegiatan yang dilakukan tanpa
12
mempertimbangkan hasil akhir, semata-mata untuk menimbulkan
kesenangan dan kegembiraan saja. Biasanya anak melakukannya
secara sukarela, tanpa paksaan dan tanpa ada aturan main tertentu,
kecuali bila ditentukan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam
permainan tersebut.
Setiap kelompok sosial memiliki pola ke biasaan yang telah ditentukan
oleh para anggotanya. Pola kebiasaan tersebut tentu saja harus dipatuhi
oleh setiap anggota kelompok. Misalnya kesepakatan bersama untuk
kebiasaan di kelas antara guru dan murid.
c. Perkembangan proses sosial, untuk bersosialisasi dengan baik, anak
harus menyukai orang dan kegiatan sosial dalam kelompok.
Kemampuan anak dalam menghadapi situasi sosial yang dihadapi erat
kaitannya dengan kemampuan anak dalam menjalin hubungan antar
manusia. Hal ini disebabkan karena situasi sosial yang dihadapi anak,
mau tidak mau melibatkan orang lain sehingga pada dasarnya tidak
dapat lepas dari hubungannya dengan orang lain. Menurut Elizabeth B.
Hurlock (1987: 228) untuk menjadi orang yang mampu bersosialisasi
memerlukan tiga proses. Masing-masing proses terpisah dan sangat
berbeda satu sama lain, tetapi saling berkaitan. Kegagalan dalam satu
proses akan menurunkan kadar sosialisasinya.
Jika mereka dapat melakukannya, mereka akan berhasil dalam
penyesuaian sosial dan diterima sebagai anggota kelompok sosial
tempat mereka bergaulJika mereka dapat melakukannya, maka mereka
akan dengan mudah menyesuaikan diri dan dapat diterima sebagai
anggota kelompok sosial tempat mereka bergabung.

13
2. Ciri ciri perkembangan sosial

Soemarti (Sri Harini dan Aba Firdaus, 2003: 60) menyebutkan ciri
sosial anak prasekolah secara umum antara lain: memiliki satu atau dua
sahabat tetapi cepat berganti, bisa menyesuaikan diri secara sosial, sudah
mau bermain dengan temannya dalam kelompok kecil dan kurang
terorganisir dengan baik, perselisihan kerap terjadi akan tetapi hanya
berlangsung beberapa saat kemudian mereka baikan kembali, anak yang
lebih kecil sering bermain bersebelahan dengan anak yang lebih besar, dan
anak-anak telah menyadari peran jenis kelamin dan sex typing.
a. Ciri perkembangan sosial pada masa ini ditandai oleh meluasnya
lingkungan sosial. Anak-anak mulai melepaskan diri dari keluarga,
mendekatkan diri pada orang lain disamping anggota keluarga
(Rahayu, dkk, 1998:183). Anak-anak memasuki dunia dengan wawasan
(perceptual) dan kemampuan motorik yang mengejutkan, sehingga
masa kecil sebagai saat ideal untuk mempelajari keterampilan motorik
dan seperangkat kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain, dan
kapasitas untuk belajar siap digunakan begitu mereka lahir (Ebbeck,
1997:123).
b. Aspek perkembangan sosial pada anak usia dini diharapkan memiliki
kemampuan dan hasil belajar yang dicapai meliputi: kemampuan
mengenal lingkungan sekitar, mengenal alam, mengenal lingkungan
sosial, peranan masyarakat, dan menghargai keragaman sosial budaya
yang ada di sekitar anak dan mampu mengembangkan konsep diri,
14
sikap positif terhadap belajar, memiliki kontrol diri yang baik, serta
memiliki rasa empati pada orang lain.
c. Erikson mengidentifikasi perkembangan sosial anak sebagai berikut (1)
Tahap 1 : Basic trust vs Mistrust (percaya vs curiga), usia 0-2 tahun
pada tahap ini, apabila anak mendapatkan pengalaman yang menye
nangkan akan tumbuh rasa percaya diri dan apabila mendapatkan
pengalaman yang kurang menyenangkan akan timbul rasa curiga. (2)
Tahap 2: Autonomy vs Shame & Doubt (mandiri vs ragu), anak usia 2-
3 tahun apabila sudah merasa mampu menguasai anggota tubuhnya
dapat menimbulkan otonomi, sebaliknya apabila lingkungan terlalu
banyak bertindak untuk anak akan menimbulkan rasa malu dan ragu-
ragu. (3) Tahap 3: Initiative vs Guilt (iniiatif vs bersalah), anak usia 4-5
tahun, anak dapat menunjukkan mulai lepas dari orang tua anak
berinteraksi denagn lingkungannya. Kondisi lepas dari orang tua
menimbulkan rasa berinisiatif, dan sebaliknya menimbulkan rasa
bersalah.(4) Tahap 4: percaya diri vs rasa rendah diri, usia 6 tahu
sampai pubertas, anak telah dapat melaksanakan tugas-tugas
perkembangan untuk menyiapkan diri memasuki masa dewasa
sehingga perlu memiliki keterampilan tertentu. Apabila anak
menguasai keterampilan tertentu dapat menumbuhkan rasa percaya
diri, dan apabila tidak akan menumbuhkan rasa rendah diri.
d. Menurut Piaget ciri perkembangan sosial anak usia 4-6 tahun (taman
kanak-kanak) sebagai berikut (1) Usia 4 tahun, perkembangan sosial
antara lain: sangat antusias, lebih menyukai bekerja dengan 2 atau 3
teman yang dipilih, suka memakai baju orang tua/orang lain, dapat
membereskan alat permainannya, tidak menyukai apabila dipegang
tangannya dan menarik perhatian karena di puji. (2) Usia 5 tahun,
perkembangan sosial antara lain: senang di rumah dekat dengan ibu,
ingin di suruh/ senang membantu, senang pergi ke sekolah, kadang-
kadang malu dan sukar bicara, bermain dengan kelompok 2 atau 5
15
orang, serta bekerjanya terpacu oleh kompetisi dengan anak lain. (3)
Usia 6 tahun, perkembangan sosial meliputi: mulai terlepas dari sang
ibu, menjadi pusatnya sendiri, mementingkang diri sendiri, antusiasme
yang impulsif, dapat menjadi faktor penggnaggu di kelas, menyukai
pekerjaannya dan selalu ingin membawa pulang.
e. Perilaku prososial anak usia dini sebagaimana dalam Permendikbud
nomor 137 tahun 2014 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini
mencakup (1) Kemampuan bermain dengan teman sebaya, (2)
Memahami perasaan, (3) Merespon, (4) Berbagi, (5) Menghargai hak
dan pendapat orang lain, (6) Kooperatif,(6) Toleran, dan (7)
Berperilaku sopan.
f. Hurlock (dalam Susanto, 2011: 139) menjelaskan bahwa pola perilaku
sosial pada anak usia dini meliputi: (1) Meniru, anak meniru sikap dan
perilaku orang yang ia kagumi, (2) Persaingan, keingingan untuk
mengungguli dan mengalahkan orang lain sudah terlihat ketika anak
berusia 4 (empat) tahun.(3) Kerjasama. Anak pada usia 3 tahun akhir
sudah mulai bermain bersama/kooperatif dengan teman sebaya.(4)
Simpati. Simpati membutuhkan pengertian tentang perasaan-perasaan
dan emosi orang lain. Dunia anak adalah bermain, semakin banyak
kontak bermain semakin cepat simpati akan berkembang. (5) Empati,
(6) Dukungan sosial. Berakhirnya masa kanak-kanak dukungan dari
temanteman menjadi lebih penting daripada persetujuan orang dewasa.
(7) Membagi. Anak mengetahui bahwa salah satu cara untuk
memperoleh persetujuan sosial adalah dengan membagi apa yang ia
miliki dengan anak lain. Anak akan rela berbagi mainan, makanan dan
sebagainya untuk mempererat pertemanan. (7) Perilaku akrab. Bentuk
perilaku akrab diperlihatkan anak dengan canda gurau, tawa riang,
memeluk, merangkul, gendong dan sebagainya.

16
3. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Anak
Anak dilahirkan belum bersifat sosial, artinya anaktersebut belum
memiliki kemampuan untuk bergaul dengan orang lain. Untuk mencapai
kematangan sosial, anak harus belajar cara menyesuaikan diri dengan
orang lain. Kemampuan ini diperoleh anak melalui berbagai kesempatan
atau pengalaman bergaul dengan orang-orang di lingkungannya, baik
orang tua, saudara, teman sebaya atau orang dewasa lainnya.
Menurut Hurlock (2000:256) perkembangan sosial anak dipengaruhi
oleh dua hal yaitu pertama, lingkungan keluarga dan kedua, lingkungan di
luar rumah. (1) Keluarga; Keluarga merupakan lingkungan pertama dan
utama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan
anak, termasuk perkembangan sosialnya. Perkembangan sosial anak
sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orang tua dalam
mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial, atau normanorma
kehidupan bermasyarakat atau mendorong dan memberikan contoh kepada
anaknya bagaimana menerapakan norma-norma tersebut dalam kehidupan
sehari-hari. (2) Lingkungan di luar rumah, Hurlock (2000; 257)
mengatakan bahwa pengalaman sosial awal di lingkungan luar keluarga
melengkapi pengalaman di lingkungan keluarga. Sekolah merupakan salah
satu lingkungan di luar keluarga yang mempengaruhi ber kembangnya
sikap sosial anak. Menurut pendapat sunarto dan Agung Hartono (2002:
132), pendidikan di sekolah merupakan proses sosialisasi anak yang
terarah. Penanaman norma perilaku yang benar secara sengaja diberikan
kepada peserta didik yang belajar di lembanga pendidikan (sekolah).
Proses pengoperasian ilmu yang normatif dalam pendidikan, akan
memberikan warna kehidupan sosial anak di dalam masyarakat dan
kehidupan mereka yang akan datang. Guru akan mulai memasukkan
pengaruh terhadap sosialisasi anak. Kepada peserta didik, akan dikenalkan
norma-norma lingkungan dekat, dikenalkan pula norma-norma kehidupan
bermasyarakat. Upaya yang dapat dilakukan oleh guru untuk
17
mengembangkan aspek sosial anak usia dini menurut Martini Jamaris
(2002: 83) antara lain; pertama, menimbulkan rasa aman pada anak dan
menciptakan suasana yang baik di dalam kelas maupun luar kelas; kedua,
menciptakan perilaku positif di dalam dan diluar kelas baik dalam
tindakan, perkataan, atau perilaku lainnya; ketiga, memberikan
kesempatan pada anak untuk menentukan pilihannya (apabila pilihan anak
tidak tepat atau ditolak maka dijelaskan alasannya); keempat, memberikan
kesempatan kepada anak untuk berani menyatakan pen dapatnya baik
bersifat penolakan maupun yang mendukung dengan cara-cara positif; dan
kelima, menyediakan sarana prasarana yang mendukung program
pembentukan perilaku sosial anak.Moh Padil dan Triyo Supriyatno
(2007:105) menjelaskan bahwa perkembangan sosial anak bergantung pada
dua hal yaitu pertama, perkembangan biologis (contoh makanan atau
minuman, perlindungan orang tua kepada bayi dan sebagainya); dan kedua,
perkembangan personal sosial meliputi pengalaman dan pengaruh orang
lain. Perkembangan sosial anak dipengaruhi oleh 4 (empat) hal yaitu
pemberian kesempatan bergaul dengan orang lain di sekitar anak; adanya
minat dan motivasi untuk bergaul; adanya bimbingan dan pengajaran dari
orang lain yang dianggap model bagi anak, dan adanya kemampuan
komunikasi secara baik yang dimiliki anak (Ahmad Susanto, 2011: 156).
Dari beberapa pendapat yang ada dapat diketahui bahwa faktor yang
mempengaruhi perkembangan sosial anak berasal dari dalam diri anak
(faktor internal), dan dari luar diri anak (faktor eksternal). Wujud
perkembangan kemampuan sosial anak dapat dilihat misalnya pada saat
anak bermain, anak rela berbagi mainan dengan teman sebayanya mentaati
aturan, saling tolong menolong dalam melakukan sesuatu,dan sebagainya.

18
E. TEORI PERKEMBANGAN PADA USIA TODDLER
1. Perkembangan psikososial
a. Pengertian
Menurut ERIK H. ERIKSO Teori perkembangan psikososial
ini adalah salah satu teori kepribadian terbaik dalam psikologi. Seperti
Sigmund Freud, Erikson percaya bahwa kepribadian berkembang
dalam beberapa tingkatan. Salah satu elemen penting dari teori
tingkatan psikososial Erikson adalah perkembangan persamaan ego.
Persamaan ego adalah perasaan sadar yang kita kembangkan melalui
interaksi sosial. Menurut Erikson, perkembangan ego selalu berubah
berdasarkan pengalaman dan informasi baru yang kita dapatkan dalam
berinteraksi dengan orang lain. Erikson juga percaya bahwa
kemampuan memotivasi sikap dan perbuatan dapat membantu
perkembangan menjadi positif, inilah alasan mengapa teori Erikson
disebut sebagai teori perkembangan psikososial. Erikson memaparkan
teorinya melalui konsep polaritas yang bertingkat/bertahapan. Ada 8
(delapan) tingkatan perkembangan yang akan dilalui oleh manusia.
Menariknya bahwa tingkatan ini bukanlah sebuah gradualitas.
Manusia dapat naik ketingkat berikutnya walau ia tidak tuntas pada
tingkat sebelumnya. Setiap tingkatan dalam teori Erikson berhubungan
dengan kemampuan dalam bidang kehidupan. Jika tingkatannya
tertangani dengan baik, orang itu akan merasa pandai. Jika tingkatan
itu tidak tertangani dengan baik, orang itu akan tampil dengan
perasaan tidak selaras. Dalam setiap tingkat, Erikson percaya setiap
orang akan mengalami konflik/krisis yang merupakan titik balik dalam
perkembangan. Erikson berpendapat, konflik-konflik ini berpusat pada
perkembangan kualitas psikologi atau kegagalan untuk
mengembangkan kualitas itu. Selama masa ini, potensi pertumbuhan
pribadi meningkat. Begitu juga dengan potensi kegagalan.

19
b. Sifat-sifat umum psikososial yang pada bayi toddler
Anak di daycare/toddler akan banyak berinteraksi dengan
teman sebayanya di sekolah toddler/PG atau ketika aktivitas daycare.
Anak akan bertemu dengan guru, pengasuh, orang tua, dan terutama
temen-temannya itu sendiri. Anak belajar bagaimana bisa
berhubungan dan berteman dengan baik.
2. Perkembangan psikoseksual

a. Pengertian
Teori perkembangan psikoseksual yang dikemukakan oleh
Freud mengatakan bahwa setiap makhluk hidup pasti mengalami
pertumbuhan dan perkembangan, begitu pula manusia juga
mengalaminya. Freud mengatakan bahwa seksualitas adalah faktor
pendorong terkuat untuk melakukan sesuatu dan bahwa pada masa
anak-anak pun mengalami ketertarikkan dan kebutuhan seksual.
Apabila tahap-tahap psikoseksual selesai dengan sukses, hasilnya
adalah kepribadian yang sehat. Jika masalah tertentu tidak diselesaikan
pada tahap yang tepat, fiksasi dapat terjadi. fiksasi adalah fokus yang
gigih pada tahap awal psikoseksual. Sampai konflik ini diselesaikan,
individu akan tetap “terjebak” dalam tahap ini. Misalnya, seseorang
yang terpaku pada tahap oral mungkin terlalu bergantung pada orang
lain dan dapat mencari rangsangan oral melalui merokok, minum, atau
makan.

20
b. Sifat-sifat umum Perkembangan Psikoseksual Anak Pada Usia 1-3
Tahun Dibagi dua fase :
1.) Fase Anal
Pada fase ini fungsi tubuh yang memberi kepuasan berkisar
pada sekitar anus. Tugas perkembangan yang harus dilalui anak
adalah melakukan kontrol terhadap BAB dan BAK, dan bila
tercapai anak akan senang melakukan sendiri. Sedangkan bila
tugas perkembangan tidak tercapai akan muncul beberapa masalah
seperti anak akan menahan dan melakukannya dengan
mempermainkan.Peran lingkungan adalah membantu anak untuk
belajar mengontrol pengeluaran (melakukan Toilet Training), yaitu
suatu konsep bersih dimana anak belajar mengontrol pengeluaran
tepat waktu dan tempat serta dapat melakukan dengan mandiri.
Adapun kreteria yang umumnya ditemukan antara lain :
a.) Kehidupan anak berpusat pada kesenangan anak terhadap
dirinya sendiri, sangat egoistik, mulai mempelajari struktur
tubuhnya.
b.) Pada fase ini tugas yang dapat dilaksanakan anak adalah latihan
kebersihan.
c.) Anak senang menahan feses, bahkan bermain-main dengan
fesesnya sesuai dengan keinginanya.
d.) Untuk itu toilet training adalah waktu yg tepat dilakukan dalam
periode ini. e. Masalah yang yang dapat diperoleh pada tahap
ini adalah bersifat obsesif (ganggan pikiran) dan bersifat
impulsif yaitu dorongan membuka diri, tidak rapi, kurang
pengendalian diri.
2). Fase perkembangan moral
Menurut Kohelberg, tingkatan pertama dari perkembangan
moral adalah prekonvensional ketika anak merespon pada label

21
“baik” atau “buruk”. Selama tahun kedua kehidupan, anak mulai
belajar mengetahui beberapa aktifitas yang mendatangkan pengaruh
dan persetujuan. Mereka juga mengenal ritual-ritual tertentu, seperti
mengulang bagian dari doa-doa. Saat usia dua tahun, toddler belajar
pada perilaku orang tua mereka yang berkaitan dengan urusan
moral.
Salah satu tokoh yang mengembangkan teori perkembangan
moral yaitu Lawrence Kohlberg, lahir pada 1927 dan besar di
bouxmille, New York. Kohlberg membuat disertasi pada 1958
dengan judul The Development Of Mades Thinking and Choice in
the year 10 to 16 yang merupakan titik tolak teorinya mengenai
penahapan perkembangan moral (gunarsa, 1997). Selanjutnya
dijelaskan bahwa Kohlberg mengemukakan teori perkembangan
moral dasar teori piaget, jadi dengan pendekatan organismic,
melalui tahap-tahap dalam perkembangan yang seperti juga piaget,
dianggapnya mempunyai sifat penahapan menurut urutan yang pasti
dan berlaku universal.
perkembangan moral pada anak toodler Pada usia ini dasar-
dasar moralitas terhadap kelompok sosial harus sudah terbentuk.
Kepada si anak tidak lagi terus-menerus diterangkan mengapa
perbuatan ini salah atau benar, tetapi ia ditunjukkan bagaimana ia
harus bertingkah laku dan bilamana hal ini tidak dilakukan maka ia
kena hukum.Ia memperlihatkan sesuatu perbuatan yang baik tanpa
mengetahui mengapa ia harus berbuat demikian. Ia melakukan hal
ini untuk menghindari hukuman yang mungkin akan dialami dari
lingkungan sosial atau memperoleh pujian. Setelah usia 5 atau 6
tahun anak sudah harus patuh terhadaptuntutan atau aturan orang
tua dan lingkungan sosialnya. Ucapan-ucapan orang lain,seperti
baik, tidak boleh, nakal, akan disosialisasikan anak dengan konsep
benar atau salah. Penanaman konsep moralitas pada anak-anak ini
22
mungkin mengalami kesulitan oleh karena sifat-sifat
pembangkangan terhadap perintah dan sifat-sifat egoisme.
Pola disiplin mempengaruhi perkembangan moral toddler :
a) Hukuman fisik dan pengambilan hak-hak khusus cenderung
membentuk moral yang negatif.
b) Menghilangkan cinta dan perasaan sebagai bentuk dari
hukuman menimbulkan perasaan bersalah pada toddler.
c) Disiplin diukur secara tepat dengan memberikan penjelasan
yang sederhana mengapa perbuatan nya tidak diperbolehkan,
memberikan pujian terhadap perbuatan yang baik.

c. Perkembangan kognitiif
a. Pengertian

kognitif adalah operasi-operasi atau prosedur-prosedur mental


yang bisa digunakan individu untuk mendapatkan, menahan, serta
mengambil kembali berbagai pengetahuan dan kepandaian
(Rigney,1978 dalam Jonassen 1987 ). Strategi kognitif mencerminkan
bagaimana seseorang belajar, mengingat, dan berfikir serta bagaimana
memotivasi diri mereka sendiri (Weinstein dan mayer, 1985 dalam
Jonassen (1987). Jonassen (1987) berkesimpulan bahwa strategi-
strategi kognitif merepresentasikan kegiatan- kegiatan kognitif yang
sangat luas yang mendukung pembelajaran seseorang. Dengan

23
demikian, jelas bahwa strategi kognitif sangat penting bagi siapa pun
untuk mencapai kompetensi yang baik.
Teori perkembangan kecerdasan berfokus pada intuisi,
keyakinan, ingatan, dan persepsi. Teori ini dikenal sebagai tahap
perkembangan kognitif yang berkaitan manusia secara bertahap
memperoleh, membangun, dan menggunakan pengetahuan. Bagi
Piaget perkembangan kognitif proses pengaturan pengetahuan secara
progresif yang dihasilkan dari kematangan biologis dan pengamalan
yang diperoleh dari lingkungan.
b. Sifat-sifat kognitif yang umumnya pada bayi toddler :
Menurut Jean Piagiet pada usia 1-3 tahun anak sudah dapat :
1) Membedakan diri sendiri dengan setiap objek.
2) Mengenal diri sebagai pelaku kegiatan dan mulai bertindak
dengan tujuan tertentu contohnya : menarik seutas tali untuk
menggerakkan sebuah mobil atau menggerakkan mainan supaya
bersuara.
3) Menguasai keadaan tetap dari objek misalnya : menyadari bahwa
benda tetap ada meskipun tidak terjangkau oleh mata.
c. Sifat-sifat fisik kognitif yang umumnya pada bayi toddler :
1) Sewaktu lahir, berat otak anak sekitar 27% berat otak orang
dewasa. Sedangkan pada usia 2 tahun, berat otak anak sudah
mencapai 90% dari berat otak orang dewasa (sekitar 1200 gram).
Hal ini menunjukkan bahwa pada usia ini, masa perkembangan
otak sangat pesat. Pertumbuhan ini memberikan implikasi
terhadap kecerdasan anak.
2) Pada usia 1 – 2 tahun, anak memiliki rasa ingin tahu yang sangat
besar. Pada usia ini, anak mengembangkan rasa keingintahuannya
melalui beberapa hal berikut ini :
3) Memahami kalimat yang terdiri dari beberapa kata. Pada usia 12 –
17 bulan, anak sudah dapat memahami kalimat yang terdiri atas
24
rangkaian beberapa kata. Selain itu, anak juga sudah dapat
mengembangkan komunikasi dengan menggunakan gerakan tubuh,
tangisan dan mimik wajah. Pada usia 13 bulan, anak sudah mulai
dapat mengucapkan kata-kata sederhana seperti “mama” atau
“papa”. Pada usia 17 bulan, umumnya anak sudah dapat
mengucapkan kata ganti diri dan merangkainya dengan beberapa
kata sederhana dan mengutarakan pesan-pesan seperti: “ Adik mau
susu.”
4) Cepat menangkap kata-kata baru. Pada usia 18 – 23 bulan, anak
mengalami perkembangan yang pesat dalam mengucapkan kata-
kata. Perbendaharaan kata anak-anak pada usia ini mencapai 50
kata. Selain itu, anak sudah mulai sadar bahwa setiap benda
memiliki nama sehingga hal ini mendorongnya untuk melancarkan
kemampuan bahasanya dan belajar kata-kata baru lebih cepat.
5) Belajar melalui pengamatan / mengamati. Mulai usia 13 bulan,
anak sudah mulai mengamati hal-hal di sekitarnya. Banyak
“keajaiban” di sekitarnya mendorong rasa ingin tahu anak. Anak
kemudian melakukan hal-hal yang sering dianggap bermain,
padahal anak sedang mencari tahu apa yang akan terjadi kemudian
setelah anak melakukan suatu hal sebagai pemuas rasa ingin
tahunya. Pada usia 19 bulan, anak sudah dapat mengamati
lingkungannya lebih detail dan menyadari hal-hal yang tidak
semestinya terjadi berdasarkan pengalamannya.

25
PENUTUP
A. Kesimpulan
Usia toddler adalah usia antara 1-4 tahun, dimana seorang anak mulai
belajar menentukan arah perkembangan dirinya, suatu fase yang
mendasari bagaimana derajat kesehatan, perkembangan emosional, derajat
pendidikan, kepercayaan diri, kemampuan bersosialisasi serta kemampuan
diri seorang anak di masa mendatang.
B. SARAN
Kami menyadari banyak terdapat kesalahan, kejanggalan, dan
kekurangan dalam penulisan makalah ini. Dari kesederhanaan makalah ini,
kami menerima kritikan dan saran, demi kesempurnaan makalah ini

26
DAFTAR PUSTAKA
Dra.Lilis madyawati.M,si. STRATEGI PENGEMBANGAN BAHASA
PADA ANAK.Edisi 1. 2016.jakarta: PT kharisma putra utama
Musyarofah.2017. Pengembangan aspek sosial anak usia dini di taman
kanak-kanak aba iv mangli jember tahun 2016. INJECT:
Interdisciplinary Journal of Communication .Vol. 2 No.1
Rohayati, Titing .2013.Pengembangan perilaku sosial anak usia dini.
Cakrawala Dini : Vol. 4 No. 2
Dinas Pendidikan. 2013. Pedoman Pengembangan Pembelajaran
(Kurikulum) dan Perangkat Bahan Ajar Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD) Holistik Integratif. Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah
Dirjen PAUDNI. 2012. Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia
Dini Terpadu. Jakarta: Direktorat PAUDNI
Agustiana, (2012), “pengaruh aktivitas Ritmik Tergadap Kemampuan
Motorik Kasar Anak Taman Kanak-Kanak,” Skripsi Sarjana
pada FIK UPI, Bandung
Soetjiningsih, Chistiana Hari. 2012. Seri psikologi perkembangan anak
sejak pembuahan sampai dengan kanak-kanak akhir. Jakarta :
KENCANA (devisi dari PRENADAMEDIA group).
Mashar, Riana. 2011. Emosi Anak Usia Dini dan Strategi
Perkembangannya. . Jakarta : KENCANA (devisi dari
PRENADAMEDIA group).
Masganti. 2017. Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini. Depok :
KENCANA.
Ndari, Susianty Selaras. 2018. Metode Perkembangan Sosial Emosi Anak
Usia Dini. Jawa Barat : EDU PUBLISHER.
Mandagi, Mieke O. Putri, Ni Luh. 2018. Asesmen Pembelajaran AUD dan
TK.https://books.google.co.id/books?id=rynHDwAAQBAJ&pri
ntsec=frontcover&dq=ASESMEN+PEMBELAJARAN+AUD+
27
DAN+TK&hl=idASESMEN%20PEMBELAJARAN%20AUD%
20DAN%20TK&f=false
(7 April 2020)
Dewi, N. Juni 2011. Status gizi dengan tingkat perkembangan usia toodler.
Diakses 7 april
2020.https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&
q=status+gizi+usia+toddler&oq=status+gizi+usia+t#d=gs_qabs
&u=%23p%3DLuirT9j8DO0J
Fristy, dkk. April 2011. Perbandingan tumbuh kembang anak toodler yang
diasuh orang tua dengan diasuh selain orang tua. Diakses 7 april
2020.https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&
q=perbandingam+tumbuh+kembang+anak+toddler&btnG=#d=g
s_qabs&u=%23p%3D9ECMo611ikYJ

28

Anda mungkin juga menyukai