Frozen Shoulder
A. Judul Kasus : Frozen Shoulder
Kode ICD : M75.0
Kode ICF : b7102, d5100, d5101, d5400, d5401
B. Masalahan Kesehatan
Pengertian
Frozen Shoulder atau biasa dikenal dengan capsulitis adhesive adalah suatu
kondisi yang menyebabkan keterbatasan gerak pada sendi bahu disertai dengan
nyeri dan kekakuan yang sering terjadi tanpa dikenali penyebabnya (Cluett,
2010).
Frozen shoulder dikenal juga dengan istilah capsulitis adhesiva dimana
kondisi bahu menjadi sakit dan kaku. Biasaya keluhan ini disebabkan karena
cedera yang relatif kecil pada bahu tetapi penyebab yang sering berkembang
belum jelas. Frozen shoulder juga sering dikaitkan dengan masalah kesehatan
lainnya seperti diabetes millitus (Teyhen, 2013 ).
Fisiologi
Frozen shoulder (capsulitis adhesive) merupakan syndrome karena terdapat
perubahan patologi yakni pada kapsul artikularis glenohumeral yaitu perubahan
pada kapsul sendi bagian anterior superior mengalami synovitis yaitu perdangan
dan meningkatkan cairan synovial yang merupakan cairan bening yang
dilepaskan oleh membrane synovial dan bertindak sebagai pelumnas untuk
sendi dan tendon.
Karena terdapat peningkatan cairan menyebabkan cairan tersebut menyebar
keseluruh bagian sendi sehingga terjadi pelengketan jaringan, kemudian terjadi
kontraktur ligament coracohumeral, diikuti dengan penebalan pada ligament
superior glenohumeral, pada kapsul sendi bagian anterior inferior mengalami
penebalan pada ligament inferior glenohumeral dan pelengketan pada ressesus
axilaris. Kapsul sendi bagian posterior terjadi keterbatasan mobilitas
(kontraktur), sehingga menyebabkan sebuah kasus pola kapsuler yaitu gerak
fleksi lebih terbatas daripada ekstensi.
Epidemiologi
Secara epidemiologi onset frozen shoulder terjadi sekitar usia 40-65 tahun.
Dari 2-5% populasi sekitar 60% dari kasus frozen shoulder lebih banyak
E. Penegakan Diagnosis
Activity Limitation : - Meraih benda ditempat yang lebih tinggi
5. De Quervain Syndrome
A. Judul Kasus : De Quervain Syndrome
Kode ICD : M65.4
Kode ICF :
B. Masalahn Kesehatan
Pengertian
De Quervain syndrome merupakan penyakit dengan nyeri pada daerah
prosesus stiloideus akibat inflamasi kronik pembungkus tendon otot abductor
polisis longus dan ekstensor polisis brevis setinggi radius distal dan jepitan
pada kedua tendon tersebut (Wright, 2004).
Mekanisme terjadinya De Quervain Syndrome adalah karena adanya kelelahan
trauma kecil yang berulang-ulang secara perlahan dan makin lama semakin
menjadi berat. De Quervain Syndrome ini dapat menimbulkan degenerasi dini
pada jaringan yang tertekan. Dimana terjadi rasa sakit yang timbul dari otot
yang overuse.
Epidemiologi
De quervain syndrome umumnya terjadi pada wanita karena rata-rata wanita
mempunyai proccesus styloideus yang lebih besar dari pada laki-laki dan
paling sering terjadi pada wanita yang berusia antara 30 tahun sampai 50 tahun
yang diakibatkan pembebanan ibu jari tangan untuk bekerja.
C. Hasil Anamnesis
Tn. H usia 63 tahun datang dengan mengeluhkan nyeri pada sisi lateral
pergelangan tangan kiri saat fleksi adduksi ibu jari tangan atau ulnar deviasi yang
sudah berlangsung sejak 2 hari yang lalu.
E. Penegakan Diagnosis
Activity Limitation :
- Mengetik
- Mencuci
- Texting
- Menulis
- Menggenggam
- Mengendarai motor
- Memotong
Body Function and structure impairment :
- Inflamasi
- Adhesion
- Penebalan tendon
- Muscle weakness
- Nyeri
- Fleksibilitas menurun
Participation Restriction :
- Keterbatasan dalam pekerjaan
- Keterbatasan dalam olahraga
- Keterbatasan dalam rekreasi
Diagnosa Fisioterapi
Nyeri gerak pada tendon otot m abd pol longus dan ext poli brevis akibat
tenovaginitis m abd pol longus dan ext poli brevis
F. Rencana Penatalaksanaan
Tujuan : Mengembalikan gerak fungsional tangan sehingga
pasien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya.
Prinsip Terapi : Menurunkan nyeri, menghancurkan adhesion,
meningkatkan mobilitas gerak.
Konseling-Edukasi : Gerak aktif pada jari-jari dan ibu jari, dan pasien
dianjurkan untuk mengurangi aktifitas pada ibu jari seperti tidak tidak
mengepel, tidak mencuci dan tidak melakukan aktivitas yang dapat
memperberat keadaan ibu jari pasien menjadi bertambah parah.
Kriteria Rujukan : Dari Dokter Orthopedi
G. Prognosis
Prognosis dari De Quervain Syndrome pada dasarnya tergantung pada lokasi dan
tingkat keparahan tenosynovitis, gejala dapat bertahan selama beberapa hari atau
beberapa minggu. Jika berlebihan atau terus bertambah, rasa sakit dapat
memperburuk dan bertahan selama beberapa bulan.
. Trigger Finger
A. Judul Kasus : Trigger Finger
Kode ICD : M65.30
Kode ICF :
B. Masalahn Kesehatan
Pengertian
Trigger finger (Stenosing Tenosynovitis) adalah kondisi dimana terkuncinya
sendi jari pada saat digerakkan dari posisi fleksi ke posisi ekstensi. Hal ini
dikarenakan adanya inflamasi local atau adanya pembengkakan pada
pembungkus tendon fleksor yang mengakibatkan pembungkus tersebut tidak
dapat meluncur dengan normal.
Trigger finger adalah suatu tipe dari stenotosing tenosynovitis yang mana
sarung pelindung disekitar tendon jari menjadi bengkak, atau benjolan
(nodule) yang terbentuk pada tendon, trigger finger pada umumnya terjadi
pada wanita daripada pria dan cenderung kebanyakan terjadi pada orang yang
berusia antara 30 sampai 50 tahun keatas.
Trigger finger menimbulkan gejala-gejala berupa nyeri, kaku (snapping)
dan bunyi klik. Sebab dari kondisi ini maka akan mengalami gangguan
fungsional seperti menggenggam,menulis,mengetik,menjahit yang
berhubungan dengan kinerja tangan.
Patofisiologi
Patofisiologi pada trigger finger, peradangan selubung retinaculum dan
hipertrofi membatasi gerakan progresif fleksi dari tendon. Selubung biasanya
membentuk sebuah system katrol yang terdiri dari serangkaian sistem di setiap
jari yang berfungsi untuk memaksimalkan kekuatan tendon dan efisiensi
gerakan. Sejauh ini pada katrol annular yang pertama atau A1 terdapat pada
metacarpal paling sering terjadi masalah trigger finger. Trigger finger dapat
juga terjadi pada annular kedua dan ketiga (Makkouk dkk., 2008).
Epidemiologi
Prevalensi kejadian trigger finger lebih beresiko dan sering terkena pada
wanita daripada pria. Hal ini disebabkan karena mengalami menopause.
C. Hasil Anamnesis
Ny. R , usia 47 thn datang dengan keluhan nyeri pada jari ketiga atau keempat
pada tangan kanan, saat ditekuk mengunci dan kembali lurus dan berbunyi. Nyeri
pada setinggi caput metacarpal. Nyeri sudah 1 minggu yang lalu.
D. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Fisik
- Inspeksi : Tidak khas
- Tes cepat : Tes fleksi jari2 dan ekstensikan (jari ketinggalan)
- Tes aktif :
o Pada gerak fleksi jari III/IV nyeri pada akhir ROM dan bila di
ekstensikan bunyi klik dan nyeri
o Gerak sendi lain normal
- Tes pasif :
o Saat ekstensi jari bunyi klik dan nyeri
- Terdapat nyeri saat fleksi jari yang bersangkutan penuh
- Tes isometric :
o Gerak fleksi jari yang bersangkutan terdapat nyeri
- Gerak lain negatif
- Tes Khusus :
- Palpasi pada caput metacarpal III atau IV teraba benjolan nyeri.
- Bila dalam palpasi bersamaan digerakkan fleksi penuh dan
ekstensi teraba benjolan yang bergerak.
Pemeriksaan Penunjang :-
E. Penegakan Diagnosis
Activity Limitation : - Mengetik
- Mengendarain motor
- Makan
- Menulis
- Menggengam
- Memasak
Body Function and structure impairment :
- Nyeri tekan
- Inflamasi
- Penebalan tendon
- Kelemahan otot-otot tangan
- Penguncian gerak
Participation Restriction :
- Keterbatasan dalam pekerjaan (karyawan)
- Keterbatasan dalam olahraga (bulutangkis)
- Keterbatasan dalam rekreasi (bersepeda, belanja)
Diagnosa Fisioterapi :
Nyeri gerak pada jari ke tiga (atau keempat) karena Tendovaginitis Stenosis
flexor digitorum profundus
F. Rencana Penatalaksanaan
Tujuan : Menghilangkan nyeri dan mengembalikan gerak
fungsional tangan sehingga dapat kembali beraktivitas.
Prinsip Terapi : meningkatkan LGS, menguatkan otot-otot tangan,
menghilangkan nyeri
Konseling-Edukasi :
Kriteria Rujukan : dokter orthopedi
G. Prognosis
Pasien dapat sembuh apabila segera ditangani. Namun aabila tidak segera ditngani
akan menjadi inflamasi krinik dan terjadi kontraktur dan keterbatasan gerak.
H. Sarana dan Prasarana
Sarana : US, TENS, InfraRed, tapping, kursi, meja
Prasarana : Ruang terapi / fisioterapi
B. Masalahn Kesehatan
Pengertian
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan
kerusakan kartilago sendi, dimana terjadi proses degradasi interaktif sendi yang
kompleks, terdiri dari proses perbaikan pada kartilago, tulang dan sinovium
diikuti komponen sekunder proses inflamasi. Prosesnya tidak hanya mengenai
rawan sendi namun juga mengenai seluruh sendi, termasuk tulang subkondral,
ligamentum, kapsul dan jaringan sinovial serta jaringan ikat periartikuler. Pada
stadium lanjut rawan sendi mengalami kerusakan, ditandai adanya fibrilasi, fisur,
dan ulserasi yang dalam pada permukaan sendi. Paling sering mengenai vertebra,
panggul, lutut, dan pergelangan tangan kaki (Waenoor,2012).
Populasi
Osetoarthritis merupakan kelainan degeneratif sendi yang paling banyak
didapatkan di masyarakat, terutama pada usia lanjut. Lebih dari 80% usia diatas
75 tahun menderita Osetoarthritis, Osetoarthritis merupakan kasusterbanyak yang
terdapat di rumah sakit dari semua kasus penyakit rematik. Kelainan pada lutut
merupakan kelainan terbanyak dari Osetoarthritis diikuti sendi panggul dan
tulang belakang. Di Indonesia prevalensi OA lutut yang tampak secara radiologik
mencapai 15,5 % pada pria dan 12,7 % pada wanita berumur antara 40-60 tahun,
C. Hasil Anamnesis
Ny. X , umur 63 tahun datang dengan mengeluhkan adanya rasa nyeri pada lutut
kanan terutama saat naik turun tangga, berjalan dengan jarak yang jauh, berdiri
pada posisi jongkok dan nyeri berkurang saat istirahat. mengeluh nyeri sudah 1
bulan yang lalu.
D. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
- Statis : deformitas varus pada lutut kanan
- Dinamis : gangguan pola jalan (Antalgic gait)
Quick test
- Gerak aktif fleksi ekstensi lutut : nyeri dan terbatas ada krepitasi
Pemeriksaan fungsi gerak dasar
- Pemeriksaan gerak pasif : Ada keterbatasan LGS, firm end
feel, fleksi < ekstensi, capsular pattern
- Pemeriksaan gerak isometric melawan tahanan : Tidak ditemukan
gangguan yang khas
Tes Khusus :
- Joint play movement : capsular pattern
- Ballottement test : hydrops
- JPM test fleksi, ekstensi tibio femoral joint, firm end feel.
- Patello femoral test
- Fluktuation test
Pemeriksaan Penunjang
X-ray : - Adanya osteofit
- Celah sendi menyempit
- Penebalan os. subchondral
E. Penegakan Diagnosis
Activity Limitation :
- Bangkit dari duduk
- Jongkok
- Berjalan
- Naik turun tangga,
- Toilet
Body Function and structure impairment :
- Inflamasi
- Nyeri kompresi
- Hypomobility
- Kelemahan otot-otot tungkai bawah
- Instabilitas
- Deformitas varus
-
Participation Restriction :
- Keterbatasan dalam pekerjaan
- Keterbatasan dalam beribadah
- Keterbatasan dalam olahraga
- Keterbatasan dalam rekreasi (bermain dengan keluarga, belanja, jalan-
jalan)
Diagnosa Fisioterapi : Capsular pattern tibio femoral joint secondary to
Osteoarthrosis tibio femoral joint
F. Rencana Penatalaksanaan
Tujuan : Untuk meningkatkan kemampuan fungsional pasien sehingga bisa
beraktifitas seperti biasanya.
Prinsip Terapi : mengurangi impairmen dan memperbaiki fungsi, melindungi
sendi dari kerusakan lebih lanjut, serta mencegah disabilitas dan menurunnya
kesehatan yang terjadi sekunder karena inaktivitas dengan meningkatkan level
aktifitas fisik sehari-hari dan memperbaiki daya tahan fisik.
Konseling-Edukasi : Menjaga berat badan ideal, Penggunain toilet duduk,
mengurangi aktivitas naik turun tangga,
Kriteria Rujukan : Dokter Orthopedi
G. Prognosis
Pasien dapat sembuh apabila ditangani dengan segera dan tepat. Namun apabila
tidak segara ditangani operasi menjadi pilihan.
F. Rencana Penatalaksanaan
Tujuan : Mencegah disabilitas dan menurunnya kesehatan yang terjadi
sekunder karena inaktivitas dengan meningkatkan level aktifitas fisik sehari-
hari dan memperbaiki daya tahan fisik.
Prinsip Terapi :
- Mengurangi impairment dan memperbaiki fungsi,
- Melindungi sendi dari kerusakan lebih lanjut dengan cara mengurangi
stress pada sendi, mengurangi joint forces, dan memperbaiki biomekanik
sendi.
Konseling-Edukasi :
Prinsip perlidungan sendi, bagaimana manajemen gejala OA, dan program
latihan di rumah.
Kriteria Rujukan : Dokter Spesialis
G. Prognosis
Secara umum prognosis OA adalah baik. Dengan obat-obat konservatif, sebagian
besar nyeri pasien dapat teratasi. Hanya pada kasus-kasus tertentu yang
memerlukan operasi. Akan tetapi, harus diingat pasien-pasien OA dilaporkan
mempunyai resiko hipertensi dan penyakit jantung yang lebih tinggi.
Pemeriksaan Penunjang
E. Penegakan Diagnosis
Activity Limitation :
- Keterbatasana aktivitas keseharian
- Mengemudi mobil/motor
- Konsentrasi terganggu
Body Function and structure impairment :
- Spasme otot trapezius
- Tenderness otot-otot pericarnial
Participation Restriction :
- Keterbatasan dalam pekerjaan
- Keterbatasan dalam melakukan ibadah
- Keterbatasan dalam olahraga
Keterbatasan dalam rekreasi (belanja,bermain bersama
cucu)
Diagnosa Fisioterapi :
Adanya nyeri tekan pada kepala hingga tengkuk yang mengakibatkan
gangguan aktifitas mengetik sehingga menurunkan produktifitas Px dalam
bekerja dan menyelesaikan pekerjaan kantor.
F. Rencana Penatalaksanaan
Tujuan : mengurangi nyeri
Prinsip Terapi : mengoreksi postur, penunurunan spasme pada otot trapezius
Konseling-Edukasi :
- Keluarga ikut membantu mengurangi kecemasan atau depresi pasien serta
menilai adanya kecemasan atau depresi pada pasien.
- Jagalah postur anda ketika sedang membaca, bekerja pada komputer, dan
saat mengemudi.
Kriteria Rujukan : Dokter Spesialis Saraf
G. Prognosis
Sakit kepala tipe ketegangan (TTH) mungkin menyakitkan, tetapi tidak berbahaya.
Kebanyakan kasus muncul sebentar. Namun, mereka mungkin menjadi kronis jika
hidup stres tidak berubah.
H. Sarana dan Prasarana
Sarana : Bed, Biofeedback, Oil (baby oil)
Prasarana : Ruang terapi
I. Referensi
Hartwig, Mary S., Wilson, Lorraine M. 2006. Nyeri. Dalam : Price, Sylvia
A., Wilson, Lorraine M., eds. Patqfisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit.Vol 1. Edisi 6. Jakarta : EGC. h 1063-106
Chowdhury, Debashish. 2012. Tension type headache. Indian: Jurnoul of
Indian Academy of Neurology.
Gerwin, Robert D et al. 2010. Tension-Type and Cervicogenic Headache:
Pathophysiology, Diagnosis, and Management. United States of Amerika:
Jones And Bartlett Publishers.
10. Scoliosis
A. Judul Kasus : Scoliosis
Kode ICD : M41.9
Kode ICF : b4153,
B. Masalahn Kesehatan
1. Pengertian
Skoliosis adalah suatu kelainan bentuk pada tulang belakang dimana terjadi
pembengkokan tulang belakang ke arah samping kiri atau kanan, melengkung
membentuk seperti huruf ―C‖ atau ―S‖
Pada dasarnya, skoliosis dapat dikategorikan menjadi skoliosis fungsional
(non-struktural) dan skoliosis struktural. Skoliosis fungsional adalah fenomena
skoliosis yang terjadi karena postur tubuh ketika duduk atau berdiri tidak
tegak lurus, sehingga tulang bahu terlihat tidak sejajar. Sedangkan skoliosis
struktural adalah fenomena skoliosis yang memang disebabkan karena
perkembangan kedua sisi tubuh yang tidak seimbang sehingga tulang belakang
jadi melengkung secara permanen dan skoliosis ini bersifat progresif sehingga
perlu penanganan.
2. Patofisiologi
Patofisiologi scoliosis masih belum jelas, namun dapat lebih dipahami dengan
penyebab yang mendasarinya. Scoliosis pada umumnya berada di thoracal
atau thoracolumbal, dan bisa terjadi hanya pada daerah lumbal saja.
Berdasarkan penyebabnya,secara umum scoliosis dapat dibagi menjadi:
scoliosis kongenital
Deformitas pada kasus scoliosis kongenital mulai berkembang sejak
dalam kandungan yang disebabkan karena formasi dan segmentasi
tulang belakang yang abnormal.
Scoliosis neuromuscular
Scoliosis terjadi ketika terdapat masalah pada lemahnya otot spinal atau
pada sistem saraf. Pada umumnya, terjadi pada individu yang tidak dapat
berjalan karena gangguan neuromuscular yang mendasari dan harus
menggunakan kursi roda untuk bergerak (seperti muscular dystrophy
atau cerebral palsy).
Scoliosis degeneratif
Scoliosis terjadi saat usia lanjut karena degeneratif dari sendi di tulang
belakang dan diskus yang menyebabkan pembengkokan di tulang
belakang.
Scoliosis idiopatik
Scoliosis idiopatik merupakan kasus scoliosis yang paling umum terjadi.
Penyebabnya tidak diketahui. dan akan semakin besar sudut kurva
seiring dengan pertumbuhan. Biasanya tidak menimbulkan gejala,
namun saat kurva semakin besar dapat menumbulkan gangguan fungsi
paru-paru atau nyeri punggung.
3. Epidemiologi
Berdasarkan data TheNational Scoliosis Foundation USA(2011) menyatakan bahwa,
skoliosis ditemukan pada 4,5% populasi umum dan skoliosis lebih sering terjadi pada
wanita daripada pria.Sebanyak 4-5% dari seluruh populasi wanita di dunia menderita
kelainan tulang belakang ini. Jika dibandingkan dengan pria, maka perbandingannya
adalah 1:9 .Hal ini disebabkan tulang belakang wanita lebih lentur daripada pria.
Sebaliknya, pria memiliki tulang belakang yang lebih tebal.
C. Hasil Anamnesis
Perempuan umur 25 thn, mahasiswi
Punggung asimetri punggung (scapula) menonjol satu sisi
Diketahui secara tidak sengaja oleh orang tuanya
Tidak diketahui sebabnya
D. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : Asimetri dan rib hump, atau pelvis torsion
Tes cepat : Fleksi punggung tampak rib hump
Tes gerak aktif :
Gerak lateral fleksi kekanan terbatas pada T8 tetap
melengkung kekiri atau hanya tegak
Gerak lateral fleksi kekiri lebih besar
Tes gerak pasif :
- Gerak lateral fleksi kekanan terbatas pada T8 terbatas
dengan firm end feel
- Gerak lateral fleksi kekiri pada T8 ROM lebih besar dari
normal dengan end feel elastik
Tes gerak isometric : Negatif
Tes khusus :
- Fleksi dijumpai ribs hump kanan
- Asimetri pelvis (pelvic torsion) terhadap plumb line yang
ditempatkan pada kolumna vertebrali
- Pengukuran panjang kaki dijumpai leg discrepancy
- LPAVP dijumpai keterbatasan dengan firm end feel
- Gapping test T7-8-9 terbatas dengan firm end feel
b. Pemeriksaan Penunjang
‗X‘ ray dijumpai flat neck kadang kifosis segment tertentu
Pengukuran ‗cobb angle‘
E. Penegakan Diagnosis
1. Activity Limitation : - Duduk terlalu lama
- Berdiri tegak terlalu lama
- Membungkuk
2. Body Function and structure impairment : - Sensasi nyeri pada punggung
- Imbalance pada otot-otot
spinal
- Kontraktur
- Deformitas (S/C)
- Fleksibilitas menurun
- Sirkulasi menurun
- Sesak napas
3. Participation Restriction :
- Keterbatasan dalam pekerjaan (duduk lama ketika mengetik)
- Keterbatasan dalam olahraga (basket, voly)
- Keterbatasan dalam rekreasi
4. Diagnosa Fisioterapi :
Adanya keterbatasan menggerakan tungkai kiri karena bengkak dan nyeri
sehingga terganggunya klien dalam melakukan aktivitas kesehariannya.
F. Rencana Penatalaksanaan
nociceptor
dan menyebabkan guarding spasme dimana
terjadi statis sirkulasi pada jaringan yang akan menyebabkan terjadinya
ischemic karena mikrosirkulasi.
2. Epidemiologi
Berdasarkan hasil penelitian Albert et al di Inggris pada tahun 2011, terdapat
sekitar 65,2 % pasien yang mengalami disc bulging dari 400 MRI lumbar
spine dibeberapa rumah sakit yang telah diteliti.
C. Hasil Anamnesis
Nyeri jenis ngilu/pegal pada Lumbar spine menyebar samapi ke kaki
Paresthesia hingga kekaki pada area dermatome L5-S1
Posisi duduk lama, jongkok; gerak fleksi lumbale meningkatkan nyeri
dan paresthesia
D. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : Posisi lumbale scoliosis
Tes cepat : Gerak fleksi lumbale nyeri dan paresthesia pada
tungkai-kaki
Tes gerak aktif :
Gerak fleksi lumbale nyeri dan paresthesia hingga
tungkai belakang-kaki
Gerak lain kadang positif
Tes gerak pasif :
- Nyeri dan terbatas dengan springy end feel pada
gerak fleksi lumbale.
- Gerak ekstensi lumbale terasa nyaman
- Gerak lain kadang nyeri
Tes gerak isometric : Kadang ekstensi ibu jari kaki lemah.
Tes khusus :
- Palpasi teraba otot para vertebrale spasm
- Lasegue sign positif, bragard test positif
- Compression test posisi fleksi nyeri dan
paresthesia hingga kaki
- Traction test posisi ekstensi keluhan berkurang
- Tes sensasi dijumpai hypoaesthesia/paresthesia
area dermatome tertentu
b. Pemeriksaan Penunjang
X-ray diumpai flat back
MRI dijumpai disc bulging hingga protrusi
E. Penegakan Diagnosis
1. Activity Limitation :
- Membungkuk
- Keterbatasan saat merah benda
- Duduk lama
- Keterbatasan saat mengakat benda atau barang
- Keterbatasan dari jongkok ke berdiri
2. Body Function and structure impairment :
- Fleksi nyeri
- Inflamasi
- Otot para vertebrale spasm
- Athropy otot-tot paralumbal karena
guarding spasme
- Paresthesia
- Penekanan pada ligament longitudinal
- Keterbatasan ROM
3. Participation Restriction :
- Keterbatasan dalam pekerjaan
- Keterbatasan dalam beribadah
- Keterbatasan dalam olahraga
- Keterbatasan dalam rekreasi
4. Diagnosa Fisioterapi
Nyeri radikuler cercical disertai paresthesia lengan disebabkan karena disc
bulging/ HNP lumbale segment
F. Rencana Penatalaksanaan
1. Tujuan : Mengembalikan gerak fungsional lumbal sehingga
pasien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya.
2. Prinsip Terapi : Menurunkan nyeri, mengembalikan ROM normal,
menurunkan spasme
3. Konseling-Edukasi : Hindari posisi membungkuk, membatasi aktifitas
mengangkat barang dengan beban berat, hindari posisi mengangkat barang
dengan posisi membungkuk. Mengajarkan posisi mengangkat barang dengan
posisi benar.
4. Kriteria Rujukan : Dari Dokter Orthopedi
G. Prognosis
Prognosis baik jika dilakukan koreksi posur dan penanganan fisioterapi secara
tepat.
H. Saran dan Prasarana
Saran : Bed, bantal, Ultrasound, TENS
Prasarana : Ruang terapi (fisioterapi)
I. Referensi
- North American Spine Society. 2012. Diagnosis and Treatment of
Lumbar Disc Herniation with Radiculopathy. America: NASS.
- Bogduk Nikolai. 2012. Clinical and Radiological Anatomy of the
Lumbar Spine 5th edition. United Kingdom: Elsevier.
- Mulligan Brian R. 2010. Manual Therapy “NAGs”, “SNAGs”.
“MWMs”. New Zealand: FNZSP (Hon): 76-82.
- Krouwel Oliver. 2009. An investigation into the potential hypoalgesic
effects of different amplitudes of PA mobilisations on the lumbar spine
as measured by pressure pain thresholds (PPT). United Kingdom:
Elsevier, Manual Therapy 15.
12. Spondyloarthritis Lumbalis
A. Judul Kasus : Spondyloarthritis lumbalis
Kode ICD :
Kode ICF :
B. Masalahn Kesehatan
1. Pengertian
Spondyloarthrosis lumbalis adalah suatu patologi yang diawali degenerasi
pada diskus kemudian menyusul facet. Segmen yang sering terkena biasanya
pada segmen lumbal bawah yaitu pada segmen L5-S1,L4-L5, patologi pada
region ini mudah terjadi karena beban yang paling berat pada lumbal bawah
terutama pada posisi lumbal back ward, disamping itu juga disebabkan oleh
mobilitas yang sangat tinggi pada L dan L5-S1. 4-L5.
Terdapat dua tipe spondyloarthrosis yaitu tipe pertama ditandai dengan
peradangan yang akan menyebabkan kekakuan tulang belakang, nyeri.
Sedangkan tipe yang kedua terjadi kerusakan tulang yang menyebabkan
kelainan bentuk tulang belakang dan cacat dari sendi sacroiliac maka disebut
sakroillitas yang bahu dan pinggul.
Pada spondyloarthrosis lumbal akan terjadi degenerasi diskus yang akan
menyebabkan diskus menipis kemudian mengeras, sehingga otot akan
menyebabkan facet menyempit kemudian kan terjadi pengelupasan chondrum
dan mengakibatkan penebalan tulang subchondral yang mengakibatkan
osteofit pada tepi sendi yang akibatnya terjadi penyempitan foramen
intervertebralis sehingga terjadi iritasi radix, hal inilah yang menyebabkan
nyeri.
2. Epidemiologi
Di Indonesia, LBP dijumpai pada golongan usia 40 tahun. Secara keseluruhan,
LBP merupakan keluhan yang paling banyak dijumpai (49 %). Pada negara
maju prevalensi orang terkena LBP adalah sekitar 70-80 %. Pada buruh di
Amerika, kelelahan LBP meningkat sebanyak 68 % antara tahun 1971-1981.
Spondyloarthrosis lumbalis banyak terjadi pada pria dan wanita yang berusia
40-50 tahun. Insidensi terbesar adalah wanita, hal ini diakibatkan karena
pengaruh post menopausal syndrome. Adapun penyebabnya adalah usia,
cedera yang berulang, obesitas dan bad posture.
LBP oleh karena spondyloarthrosis mempunyai pravelansi 6% dari populasi
umum. Banyak sekali terjadi pada pria dan wanita berusia 50-60 tahun.
Insidensi terbesar adalah wanita, hal ini dikarenakan pengaruh
postmenopausal syndrome (Lumbal Arthritis 2007). Schmorl dan junghanns
dalam penelitiannya di US mengatakan bahwa pada kondisi spondiloarthrosis
lumbal, didapati 60% perempuan dan 80% laki-laki pada usia diatas 49 tahun.
Schmorl dan junghanns juga menemukan insidensi kondisi spondilosis
lumbalis 95% laki-laki dan perempuan pada usia 70 tahun
C. Hasil Anamnesis
Morning sickness dan Start pain
jenis ngilu/pegal pada lumbale kadang hingga kelakang paha
Nyeri lelumbale disertai kaku
Nyeri/paresthesia meningkat pada gerak ekstensi lumbale
D. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : Lumbale lordosis atau flat back
Tes cepat :
Gerak fleksi terasa tegang tetapi nyeri berkurang, gerak
ekstensi nyeri lumbale
Tes gerak aktif : Nyeri dan kaku pada gerak aktif lumbale terutama
ekstensi.
Tes gerak pasif :
Nyeri dan ROM terbatas dengan firm end feel, sering terasa
crepitasi
Keterbatasan gerak dalam capsular pattern.
Tes gerak isometric : Gerak isometric negative atau kadang nyeri
Tes khusus :
Compression test posisi fleksi nyeri
Gapping test terbatas firm end feel.
Tes dengan PACVP nyeri segmental.
2. Pemeriksaan Penunjang
‗X‘ ray dijumpai osteofit tepi corpus dan/atau facets
MRI dijumpai osteofit.
E. Penegakan Diagnosis
1. Activity Limitation : - Membungkuk
Menengadah
Mengangakat barang
Duduk lama
Berdiri terlalu lama
2. Body Function and structure impairment : - Nyeri pinggang
Pegal
Paresthesia
Hyperlordosis lumbar
Spasme otot paravetebra
Flat back
Inflamasi
Mikrosirkulasi
3. Participation Restriction :
- Keterbatasan dalam pekerjaan
- Keterbatasan dalam beribadah
- Keterbatasan dalam olahraga
- Keterbatasan dalam rekreasi
F. Rencana Penatalaksanaan
1. Tujuan : Mengembalikan gerak fungsional lumbal sehingga
pasien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya.
2. Prinsip Terapi : Menurunkan nyeri, mengembalikan ROM normal,
release otot-otot spasme.
3. Konseling-Edukasi :
Hindari aktivitas dengan beban tinggi (high impact), misalnya berlari. Pilih
jenis olah raga yang lebih lembut dan mengandalkan peregangan dan
kelenturan.
Lakukan exercise leher dan punggung yang dapat meningkatkan kekuatan
otot, kelenturan, dan jangkauan gerak.
Jangan melakukan aktivitas dalam posisi yang sama dalam jangka waktu
lama. Beristirahatlah sering-sering. Misalnya waktu menonton TV, bekerja
di depan komputer, ataupun mengemudi.
Pertahankan postur yang baik. Duduklah yang tegak. Jangan bertumpu
pada satu kaki bila berdiri. Jangan membungkuk bila hendak mengangkat
barang berat lebih baik tekuk tungkai dan tetap tegak.
Lindungi diri dengan sabuk pengaman saat berkendara. Hal ini membantu
mencegah terjadinya cedera bila ada trauma.
Penggunaan korset untuk mengkoreksi postur.
4. Kriteria Rujukan : Dari Dokter Orthopedi
G. Prognosis
Prognosis baik apabila dilakukan koreksi postur, penangana fisioterapi dengan
tepat dan pemakaian korset.
H. Saran dan Prasarana
Saran : Bed, SWD, TENS,korset
Prasarana : Ruang terapi (fisioterapi)
4. Diagnosa Fisioterapi :
Nyeri dan gerak terbatas pada tungkai bawah disebabkan oleh piriformis
syndrome
F. Rencana Penatalaksanaan
1. Tujuan : mengembalikan gerak dan fungsional pelvic
2. Prinsip Terapi : penguatan otot pelvic
3. Konseling-Edukasi : hindari posisi membungkuk
4. Kriteria Rujukan : Dari Dokter Orthopedi
G. Prognosis
Prognosis baik jika segera ditangani dengan tepat dan penanganan fisioterapi
H. Saran dan Prasarana
Saran :
Prasarana : Ruang terapi (fisioterapi)
14. Plantar Fasciitis
A. Judul Kasus : plantar fasciitis
Kode ICD : M72.2
Kode ICF :
B. Masalahn Kesehatan
Pengertian
Plantar Fasciitis merupakan nyeri pada bagian medial calcaneus yang ditandai
dengan inflamasi atau peradangan pada perlengketan apponeurosis plantaris
bagian bawah dari tuberositas calcaneus akibat penguluran yang berlebihan
dan secara terus menerus, penekanan saat kaki menyangga beban tubuh
sehingga terjadi cidera berulang dan menimbulkan kerobekan kecil pada fascia
plantaris. (Roxas, 2005)
Secara aktual patofisiologi dari plantar fascitis berawal dari stress yang
menyebabkan penguluran yang berlebihan dari plantar fascianya. Faktor yang
menyebabkannya yaitu kurangnya fleksibilitas dari plantar fascia dan tightness
otot-otot gastroc dan soleus. Lemahnya otot otot pada ankle terutama m.
Tibialis posterior pada ankle, penambahan berat badan atau aktivitas yang
berat, kekurangan propriosepsi atau adanya deformitas dari struktur kaki,
seperti pes cavus dan flat foot. Hal tersebut akan mengakibatkan tarikan pada
fascia, sehingga terjadi kerobekan dan timbul iritasi pada fascia plantarisnya.
Populasi
Penelitian yang dilakukan Defour,et al (2009) menyimpulkan bahwa 29% dari
1901 orang wanita di Framingham Foot Study mengalami nyeri pada tumit
(Heel Pain) dan nyeri pada permukaan bawah kaki (Arc Pain) dikarenakan
oleh pemakaian sepatu dengan hak tinggi (High heels) selama lebih dari 5
tahun. Pada pengguna high heels ,keluhan nyeri yang paling sering terjadi
adalah nyeri dibagian bawah kaki atau plantar fasciitis.
C. Hasil Anamnesis
-Nyeri pada telapak kaki belakang diatas tuberositas calcanel
-Nyeri jenis nyeri tajam pada telapak kaki posterior
-Nyeri pada pagi hari dan meningkat pada saat berjalan
G. Prognosis
rognosis untuk pemulihan fungsional penuh dalam kasus sindrom patellofemoral
sangat baik. Secara umum, sindrom ini berhasil diobati dengan tindakan konservatif
H. Sarana dan Prasarana
Sarana : wobble board, US, TENS, MWD, SWD, Tapping, Bed
Prasarana: ruang terapi
OLAHRAGA
1. Sprain Ankle
a. Sprain Ankle
- Icf : b7150, b7601
- Icd : S93.4
b. Masalah Kesehatan
- Definisi
Sprain ankle juga dikenal sebagai cidera ankle atau cidera ligament ankle,
pada umumnya sprain ankle ini terjdi karena robeknya sebagian dari ligament
(torn partial ligament) atau keseluruhan dari ligament (torn ligament) dan
Hampir 85% sprain ankle terjadi pada struktur jaringan bagian lateral ankle
yaitu ligamen lateral complex. (H. Habib Nasution, 2006)
- Epidemiologi
3.140.132 kasus sprain ankle berisiko terjadi pada populasi 146.1379.599
orang per tahun. untuk tingkat kejadian 2,15 per 1000 orang pertahun di
Amerika Serikat. (Waterman BR, 2010)
c. Hasil Anamnesis
Pendrita dapat menceritakan proses cideranya yatu terjatuh dengan posisi
pergelangan kaki terputar ke dalam atau keluar. Setelah cedera, penderita
mengeluh sakit berlebihan pada aspek anterolateral pada sendi pergelangan kaki.
Perabaan di atas sakit tersebut hanya di bawah malleolus lateral. Dengan
penyebaran terjadi di tempat bengkak yang berlebihan daerah pergelangan kaki
sisi lateral dan anterior, persamaan tes ditunjukkan adaya ketidakseimbangan,
MRI diindikasikan tidak patah tulang.
d. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : Lumbale lordosis atau flat back
Tes cepat : Otawa Ankle rule
Gerak squat and bouncing terasa nyeri pada saat bouncing
Tes gerak aktif : Nyeri ke arah inversi
Tes gerak pasif :
Nyeri pada sisi kontra lateral dari arah gerakan
Keterbatasan gerak searah nyeri
Tes gerak isometric : Gerak isometric negative atau kadang nyeri
Tes khusus : drawer sign positif
Palpasi pada derah nyeri
e. Penegakkan diagnosa
Activity limitation
- Adanya gangguan berlari, loncat, kemampuan berjalan, keseimbangan,
kontrol gerak
Body structure and body function
nyeri
oedema
Participation restriction
Tidak dapat melakukan olahraga dengan maksimal
Diagnosa berdasarkan ICF
Adanya gangguan stability ankle, adanya ketidakmampuan melakukan
kordinasi gerakan ankle.
f. Rencana Penatalaksanaan
Tujuan
- Mencegah malaligment
- Meningkatkan movement coordination
- Meningkatkan stabilisasi ankle
- Meningkatkan kemampuan ankle
Prinsip Terapi
- Istirahat
- Aktivasi otot otot stabilisasi
- Meningkatkan kemampuan fungsional
Konseling-Edukasi
- Latihan keseimbangan
- Latihan aktifitas fungsional
Kriteria Rujukan
- Dokter
- Fisioterapis
g. Prognosis
Pada umumnya sprain ankle dapat sembuh tanpa komplikasi dan pasien dapat
kembali beraktivitas sebagaimana biasanya.
h. Sarana dan prasarana
Wobble board, elastic bandage, taping, tera band
i. Referensi
Sumber :
Nasution, Habib. Rika melianita. 2006. Pengaruh Penambahan Terapi Ultra Sonik
pada Intervensi Mwd Terhadap Penurunan Nyeri Akibat Sprain Ankle. avalaible
at : ejurnal.esaunggul.ac.id/index.php/Fisio/article/download/589/552
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20926721
2. Shin Splints ( Tibial Stress Syndrome )
a. Shin splints
- Icf : d4552, d4553, d9201
- Icd : 844.9
b. Masalah Kesehatan
- Definisi
Shin splints adalah peradangan pada otot, tendon, dan jaringan tulang di
sekitar tibia akibat overuse dan cedera berulang pada daerah postero
medial dan antero medial. Nyeri biasanya terjadi di sepanjang perbatasan
bagian dalam tibia, di mana otot melekat ke tulang.
- Epidemiologi
10-15% of running injuries, 60% of leg pain syndromes
c. Hasil Anamnesis
Pasien mengeluh nyeri pada bagian distal dan posteromedial tibia setelah
melakukan hobinya dalam olahraga berlari. Keluhan terjadi tanpa penyebab yang
jelas
d. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : terjkadang ada flat foot
Tes cepat : Tidak ada tanda yang jelas
Tes gerak aktif : nyeri terutama pada gerakan dorsal fleksi ankle .
Tes gerak pasif :Nyeri pasif ke arah plantar fleksi
Tes gerak isometric : Gerak isometric nyeri pada saat dorsal fleksi
Tes khusus :
Palpasi pada perio s tibia ada nyeri dan high tension
e. Penegakkan diagnosa
Activity limitation
- berjalan, berlari
Body structure and body function
Poor endurance
Pain
Participation restriction
Tidak dapat melakukan olahraga yang mencakup berlari terlalu lama
Diagnosa berdasarkan ICF
Adanya gangguan stability ankle, adanya ketidakmampuan melakukan
lari dalam batas waktu lebih lama.
f. Rencana Penatalaksanaan
Tujuan:
Menghilangkan/ mengurangi nyeri, pencapaian normal ROM, adaptasi anatomi
dan hipertropi otot, berjalan dan berlari dengan seimbang.
Prinsip terapi:
stretching
Penguatan pada invertors and evertors dari calf
Melatih keseimbangan kaki
Konseling-edukasi :
menjelaskan pencegahan dan kontra indikasi
menjelaskan dan merencanakan program dengan pasien
Kriteria rujukan:
Dokter
Fisioterapi
g. Prognosis
Prognosis pada shin splint tergantung dari jenis dan berat ringannya gejala yang
terjadi, selama fase istirahat pasien akan mengalami pemulihan
h. Sarana dan prasarana
Bed, ice, taping
3. Tennis Elbow
a. Tennis Elbow tipe 2
- Icf : b2801, b7300, d92010
- Icd : 726.32
b. Masalah Kesehatan
- Definisi
Tennis elbow timbul karena adanya injuri pada tenno periosteal yang
menimbulkan inflamasi akibat trauma atau pekerjaan atau aktivitas atau
kegiatan yang melibatkan tangan dan pergelangan tangan
secara berlebihan. Umumnya pekerjaan atau olahraga yang menyebabkan
injuri pada ekstensor karpi radialis brevis, tennis elbow ditandai nyeri siku
yang terjadi ketika ekstensi pergelangan tangan dengan posisi pronasi atau
supinasi.
- Epidemiologi
Tennis elbow terjadi 2.4 dari 1000 orang pada tahun 2012 (Sanders TL Jr,
2015)
c. Hasil Anamnesis
Klien dengan keluhan nyeri pada siku sisi lateral , nyeri meningkat saat
mengangkat beban pada posisi dorsal fleksi, nyeri akan bertambah setelah
beraktivitas terutama dengan gerakan menggenggam yang kuat.
d. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : Tidak tampak kelainan
Tes cepat :
Gerak ekstensi nyeri
Tes gerak aktif :
Tes gerak pasif :
Nyeri dan ROM terbatas dengan firm end feel, sering terasa
crepitasi ke arah dorsal fleksi
Tes gerak isometric: Gerak isometric nyeri kea rah dorsal fleksi
Tes khusus :
Palpasi nyeri sekitar epicondilus lateralis
Mills Manipulation nyeri
e. Penegakkan diagnosa
Activity limitation
Adanya gangguan menggenggam dan mengangkat barang
Body structure and body function
inflamasi
thigtness
Participation restriction
Tidak dapat bermain tennis/ bulu tangkis dengan teman-temannya
Diagnosa berdasarkan ICF
Penurunan kekuatan otot, nyeri pada saat mengangkat barang, menggapai
benda, keterbatasan dalam olahraga seperti melempar, badminton, tenis.
Rencana Penatalaksanaan
Tujuan:
Menghilangkan/ mengurangi nyeri dan kaku, pencapaian normal ROM,
elastisitas otot, adaptasi anatom terutama pada stabilisasi .
Prinsip terapi:
Eliminasi nyeri
Meningkatkan kemampuan aktivasi stabilisasi otot
Meningkatkan kemampuan functional
Konseling-edukasi :
menjelaskan pencegahan dan kontra indikasi
menjelaskan dan merencanakan program dengan pasien
Kriteria rujukan:
Fisioterapi
Prognosis
Tenis elbow yang tidak ditangani akan berlangsung hingga 6 bulan sampai 2
tahun dan rentan terhadap kekambuhan.
Sarana dan prasarana
Tennis elbow brace,
Referensi
Miller, John. 2015. Tennis Elbow. Available at :
http://physioworks.com.au/injuries-conditions-1/tennis-elbow
Sanders TL Jr. Et al. 2015. The epidemiology and health care burden of tennis
elbow: a population-based study. Availabe at :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25656546
4. Sprain Anterior Cruciate Ligament (ACL)
a. Anterior Cruciate Ligament (ACL)
- Icf b7150, b7601
- Icd S83.5
b. Masalah Kesehatan
- Definisi
Sprain ACL injury adalah robek hingga putusnya jaringan ligament
anterior cruciate ligament pada sendi lutut yang menghubungkan tulang
tibia dengan tulang femur. ACL adalah salah satu ligament pada sendi
lutut yang sering bermasalah pada para pemain olahraga yang
menggunakan kaki sebagai tumpuan utama dalam permainannya,
contohnya sepak bola, basket, taekwondo dan lain-lain.
- Epidemiologi
Insidensi cedera ACL pada populasi penduduk secara umum di USA
1:3000. Dimana secara gender wanita lebih banyak 2-8x lebih banyak
untuk cedera ACL dibanding laki-laki. Dan lebih banyak pada populasi
atlit olah raga sekitar 80.000 sampai 250.000 setiap tahunnya. (Bernard
R.Bach, 2010)
c. Hasil Anamnesis
Atlet tiba-tiba berhenti, memotong atau loncat, terjadi trauma hiperekstensi dan
rotasi dan terdengar suara pop sound lalu si atlet tidak dapat melanjutkan olah
raga saat itu dan beberapa jam kemudian terjadi bengkak pada lutut. Bila
dilakukan berjalan terasa adanya giving way
d. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : Bengkak pada lutut
Tes cepat :
Squat ada giving way
Tes gerak aktif : Nyeri dan kaku pada saat fleksi lutut
Tes gerak pasif :
Nyeri dan ROM terbatas dengan firm end feel, Keterbatasan
gerak dalam capsular pattern.
Tes gerak isometric : Gerak isometric negative
Tes khusus
Lachman Test
Anterior drawer test
Pivot shift test
Pemeriksaan penunjang
X-Ray, MRI
e. Penegakkan diagnosa
Activity limitation
- Adanya gangguan keseimbangan saat berjalan, berlari
Body structure and body function
- Joint line tenderness
- Bengkak, nyeri
- Instabilitas
Participation restriction
Tidak dapat melakukan olahraga yang mencakup berlari dan koordinasi,
ibadah
Diagnosa berdasarkan ICF
Adanya gangguan stability, adanya gangguan koordinasi gerak.
f. Rencana Penatalaksanaan
Tujuan:
Menghilangkan/ mengurangi nyeri dan bengkak, pencapaian normal ROM,
adaptasi anatomi dan hipertropi otot, linear dan lateral stabilisasi, berjalan dan
berlari dengan seimbang, drill untuk kembali ke olah raga.
Prinsip terapi:
Eliminasi nyeri dan bengkak
Meningkatkan aktif ROM (cascio et al 2004)
Functional Strengthening (Gale and Richdmon 2006, Mc carthy and bach 2005)
Konseling-edukasi :
menjelaskan pencegahan dan kontra indikasi
menjelaskan dan merencanakan program dengan pasien
Kriteria rujukan:
Dokter ortopedi
Fisioterapi
g. Prognosis
Pada cedera acl bisa dilakukan non operative treatment jika keadaan dengan
indikasi tua dan sedentary dilakukan modifikasi aktivitas sehingga mengurangi
gejala-gejala yang ditimbulkan, namun rekonstruksi acl sangat diperlukan pada
atlet dan penuh aktivitas.
h. Sarana dan prasarana
Bed, wobel board, ball, cone, box jump
5. Sprain Medial Collateral Ligament (MCL)
e. Penegakkan diagnosa
Activity limitation
- Adanya nyeri saat berlari, melompat, menendang
Body structure and body function
- Nyeri
- Quadriceps inaktif
Participation restriction
Tidak dapat melakukan olahraga yang mencakup berlari, melompat dan
menendang
Diagnosa berdasarkan ICF
Adanya nyeri saat berlari, meloncat dan menendang. adanya gangguan
koordinasi gerak.
Nyeri pada bagian lutut sisi depan bagian bawah, penurunan LGS, serta
penurunan kemampuan fungsional.
f. Rencana Penatalaksanaan
Tujuan:
Menghilangkan/ mengurangi nyeri, pencapaian normal ROM, adaptasi anatomi
dan hipertropi otot, stabilisasi, berjalan dan berlari dengan seimbang, latihan drill
untuk kembali ke olah raga.
Prinsip terapi: Eliminasi
nyeri Functional
Strengthening Latihan
eksentrik Konseling-
edukasi :
menjelaskan pencegahan dan kontra indikasi
menjelaskan dan merencanakan program dengan pasien
Kriteria rujukan:
Dokter ortopedi
Fisioterapi
g. Prognosis
Pada atlet dengan jumper‘s knee akan terus mengalami gejala ringan
berkepanjangan setelah karir atletiknya.
h. Sarana dan prasarana
Taping, Es, Bola, wobble board
i. Referensi
Darrow, Marc. 2002. The knee sourcebook. Amarika: McGrew-Hill Companies.
NVvP. Artsenwijzer podotherapie, Jumper‘s knee, Amersfoort 2004.
Available at :
http://www.podotherapiezeeland.nl/files/podomedics/pathologieen_podowijzer_maart_20
15/jumpers_knee.pdf
David S. Logerstedt, et al. 2011. Knee Stability and Movement Coordination
Impairments: Knee Ligament Sprain.
Available at : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3158982/
7. Condromalacie patella
a. Condromalacie patella
- Icf : b.28016
- Icd : M22.40
b. Masalah Kesehatan
- Definisi
Kerusakan pada tulang rawan di bawah tempurung lutut.
- Epidemiologi
Menurut penelitian pada 1242 pengemudi taksi di Taipei tahun
2000, menemukan prevelensi nyeri lutut sebesar 22% pada yang
mengemudi dari 10 jam/hari. Pada tahun yang sama, Anderson dan Raanas
yang dikutip oleh Chen, melakukan survei keluhan nyeri lutut yang
berhungungan dengan kerja pada 703 pengemudi taksi profesional di
Norwegia, dengan menggunakan Nordic Musculoskeletal Questionnaire.
Didapat prevelensi nyeri lutut pada pengemudi taksi adalah 29%,
dibandingkan pada masyarakat umum yang hanya 25%. Survei di Taiwan
yang menggunakan modifikasi dari Nordic Musculoskeletal Questionnair,
menemukan bahwa para pengemudi profesional mengeluh nyeri lutut lebih
tinggi dibandingkan rata-rata prevelensi nasional 11% berbanding 8,6%.
Sedangkan pada tahun 2011 di RS Cipto Mangunkusumo kasus nyeri lutut
mencapai 56,7% dari seluruh pasien yang berobat kedevisi Reumatologi
Depertemen Ilmu Penyakit Dalam, insidensi pada usia kurang dari 20
tahun hanya sekitar 10% dan meningkat menjadi lebih dari 80% pada usia
diatas 55 tahun
c. Hasil Anamnesis
Pasien datang dengan nyeri daerah plutut bagian anterior biasanya menyebabkan
rasa nyeri di bagian lutut, nyeri ini bisa diperparah ketika berjalan naik atau turun
tangga, berlutut atau jongkok, duduk dengan lutut ditekuk untuk jangka waktu
yang lama.
d. Pemeriksaan fisik dan dasar penunjang
- Hasil pemeriksaan fisik
Tes gerak pasif fleksi ekstensi ROM normal
Kompresi tes patella nyeri
Palpasi nyeri pada medial patela
Tes otot kelemahan pada Vastus medialis oblique
Antropometri ada atropi quadriceps
e. Penegakkan diagnosa
Activity limitation
Nyeri saat berjalan, naik tangga, jongkok duduk dengan kaki ditekuk
Body structure and body function
Mal alignment gerak patella
Nyeri lutut depan
Knee deformity
Participation restriction
Olahraga, bekerja,rekreasi
Diagnosa berdasarkan ICF
nyeri pada sendi anggota gerak bagian bawah dan gangguan gerak, nyeri pada
satu sendi.
f. Rencana Penatalaksanaan
1. Tujuan
Meningkatkan kemampuan fungsional
2. Prinsip Terapi
- Meningkatkan kekuatan otot-otot sekitar lutut akan mengurangi tekanan
pada lutut.
- Memperbaiki aligment lutut
- Mengurangi nyeri
3. Edukasi
Mengajarkan anda bisa diajarkan untuk melakukan latihan yang memperkuat
bagian dalam otot paha depan bagian dalam .
4. Kriteria Rujukan
Dokter
Fisiterapi
g. Prognosis
Chondromalacia dilihat sebagai cedera akibat berlebihan dalam olahraga dan
memutuskan untuk istirahat dari pelatihan dapat menghasilkan hasil yang baik.
h. Sarana dan prasara
8. Meniscus tears
a. Meniscus tears
- Icf : b28016, b7100, b770
- Icd : S83.2
b. Masalah Kesehatan
- Definisi : Robekan pada meniskus karena gerakan fleksi, rotasi,
lutut terkunci
- Epidemiologi : Injuri pada meniscus dengan angka insiden dari 12%
ke 14% dan prevalensi dari 61 kasus per 100.000 orang (Majewski M,
2006)
c. Hasil Anamnesis
Pasien datang dengan cedera pada area lutut insiden terjadi pada aktivitas olahraga
dimana posisi lutut terpelintir dan sedikit menekuk. Pada sata jalan sering terasa
lutut terkunci
d. Pemeriksaan fisik dan dasar penunjang
- Hasil pemeriksaan fisik
- Tes gerak pasif terbatas pola kapsuler dan nyeri
- Tes isometric tidak ada keluhan
- Tes khusus
Rotasi medial, lateral, valgus/varus tes postidf nyeri
- Pemeriksaan penunjang
MRI, X-Ray
e. Penegakkan diagnosa
Activity limitation
Nyeri fleksi maupun ekstensi, naik tangga
Body structure and body function
Nyeri
Gangguan mobilisasi
Participation restriction
Olahraga, bekerja
Diagnosa berdasarkan ICF
Adanya nyeri sekitar sendi, mobilitas single joint terbatas, gait pattern fuction.
f. Rencana Penatalaksanaan
5. Tujuan
Meningkatkan kemampuan stabilisasi kaki dan penguatan kaki yang lemah
6. Prinsip Terapi
- Stabilisasi
- Strengthning
7. Edukasi
Mengajarkan latihan strengthning, manipulasi meniscus
8. Kriteria Rujukan
Dokter
Fisioterapi
g. Prognosis
Meniscus dibagi menjadi dua area berdasarkan cara penyembuhannya, dalam
dunia medis disebut RED zone dan White zone. Pada red zone terdapat aliran
darah yang mensuplay makannan sedangkan white zone tidak ada, jadi meniscus
pada white zone tidak bisa sembuh secara alami (harus operasi).
h. Sarana dan prasarana
Knee support, taping.
i. Referensi
Sumber:
Logerstedt, David S. 2010. Knee Pain and Mobility Impairments: Meniscal and
Articular Cartilage Lesions. Journal Orthop Sports PT.
Available at :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3204363/
9. Iternal Impingement
a. Internal Impingement
- Icf : b2801, b28014,b28016, d4300, d4305
- Icd : M75.100 726.10
b. Masalah Kesehatan
- Symptoms
Abnormal kontak antara permukaan bawah rotator cuff dan sisi
posterosuperior glenoid, mengakibatkan robekan dari rotator cuff dan
o
labrum posterosuperior karena gerakan melempar posisi 90 abduksi dan
maximum external rotasi (McMahon PJ, OKU08, 2005).
- Epidemiologi
Overuse atau microtrauma berkelanjutan gerakan melempar dapat
menyebabkan patologi impingement dan rotator cuff. nyeri bahu dan
rotator cuff sering terjadi pada atlet yang terlibat dalam olahraga yang
membutuhkan gerakan lengan melempar (misalnya, berenang, baseball,
bola voli, tenis).
c. Hasil Anamnesis
Atlet baseball datang dengan mengeluh sakit dalam waktu yang cukup lama di
bagian belakang bahu, terutama ketika bahu adduksi dan eksternal rotasi.
- Hasil pemeriksaan fisik
- Tes cepat
Painful Arc 60°
internal rotation resistance
- Tes gerak fungsi
Pasif ada keterbatasan gerak pola capsuler
Aktif nyeri pada gerak abduksi (Supraspinatus), Internal rotasi
(Subscapularis), Eksternal rotasi (Infraspinatus), Fleksi siku (Biceps caput
longum)
Palpasi nyeri pada bagian tertentu
- Tes khusus
Flexibility tests
Active compression test
Jobe‘s test
Gross strength testing
Apprehension test
- Pemeriksaan penunjang
Ultrasound, MRI
d. Penegakkan diagnosa
Activity limitation
Memakai baju, mengangkat barang,
Body structure and body function
Nyeri
Weakness
Limitasi ROM
Participation restriction
Bekerja, olahraga
Diagnosa berdasarkan ICF
ROM terbatas saat internal rotasi dan abduksi, nyeri pada rentang akhir
gerakan aktif dan pasif, nyeri dengan palpasi, penurunan fungsi shoulder,
nyeri saat berolahraga.
e. Rencana Penatalaksanaan
9. Tujuan
Mengurangi/ menghilangkan nyeri
Meningkatkan ROM
Mengembalikan kemampuan fungsional
10. Prinsip Terapi
Manual terapi traksi caudal
US dan Friction
Eccentric exercises
Isometric exercise
Latihan penguatan
Latihan stabilisasi
11. Edukasi
Memberikan edukasi treatment pada pasien terhadap indikasi dan kontra
indikasi
12. Kriteria Rujukan
Fisioterapi
Dokter
f. Prognosis
Baik-buruk tergaqntung tingkat injury yang diderita, Biasanya bisa kembali
bermain dalam waktu tiga bulan dalam penanganan yang tepat.
g. Sarana dan prasarana
-
10. Rectus Femoris Rupture
a. Rectus Femoris Rupture
- Icf : b7150, b7601, d450, d4552, d4553
- Icd : S76.312A
b. Masalah Kesehatan
- Symptoms
Ada onset akut nyeri dari robek tajam di paha anterior proksimal atau
menuju ujung iliac anterior selama aktivitas. Cedera ini sering terjadi
selama aktivitas intens dalam olahraga seperti tenis, squash atau berlari
dan olahraga melompat, ini biasanya putusnya sebagian insersi atau massal
pada otot proksimal rectus femoris setelah ekstensi hip berlebihan atau
kontraksi eksentrik dari mendarat atau landing.
- Epidemiologi
Cedera kontraksi yang disebabkan dimana serat otot robek karena stres
mekanik panjang. Ini sebagian besar terjadi sebagai akibat dari kontraksi
eksentrik yang kuat atau peregangan berlebihan dari otot. Biasa terjadi
pada olahraga dengan karakter kontraksi dinamis seperti berlari,
melompat.
c. Hasil Anamnesis
Pasien datang dengan kelemahan dan nyeri pada bagian paha depan.
d. Pemeriksaan fisik dan dasar penunjang
- Hasil pemeriksaan fisik
Inspeksi
Assymetri ukuran volume paha
- Tes GERAK FUNGSI :
Isometrik tes nyeri ke arah fleksi lutut
Pasif nyeri ke arah ekstensi dengan spriny end feel
- Tes khusus
Ely‘s test
- Pemeriksaan penunjang
MRI, Ultra sound muscle
e. Penegakkan diagnosa
Activity limitation
Nyeri saat jalan, aktivitas
Body structure and body function
Nyeri
Swelling
Weakness
Participation restriction
Bekerja, olahraga
Diagnosa berdasarkan ICF
Adanya kekakuan, nyeri, instability, voluntary movement, nyeri saat jalan,
berlari, meloncat, dan olahraga.
f. Rencana Penatalaksanaan
13. Tujuan
Mengurangi/ menghilangkan nyeri
Mengembalikan kemampuan fungsional
14. Prinsip Terapi
RICE
Eccentric exercises
Latihan penguatan
Latihan stabilisasi
15. Edukasi
Memberikan edukasi treatment pada pasien terhadap indikasi dan kontra
indikasi
16. Kriteria Rujukan
Fisioterapi Dokter
g. Prognosis
Pada penanganan yang tepat pemulihan lebih cepat.
h. Sarana dan prasarana
Bed, wobble board, taping, ice, box jump.