Anda di halaman 1dari 45

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA

KASUS POST OP MITRAL VALVE REPAIR Dan TRIKUSPID


VALVE REPAIR ET CAUSA PENYAKIT JANTUNG REMATIK
DI RSUP Dr. KARIADI SEMARANG

MAKALAH
Disusun Oleh:
Adetia Putri Kartika J130185029
Indah Septia Novilia J130185033
Miftahul Jannah J130185045
Elvindiani Novitasari J130185112
Muhammad Iqbal Hamid J130185104
Albar Miftachul Falah J130185046

PROGRAM STUDI PROFESI FISIOTERAPI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA


KASUS POST OP MITRAL VALVE REPAIR Dan TRIKUSPID VALVE
REPAIR ET CAUSA PENYAKIT JANTUNG REMATIK
DI RSUP Dr. KARIADI SEMARANG

Disusun oleh :
Adetia Putri Kartika J130185029
Indah Septia Novilia J130185033
Miftahul Jannah J130185045
Elvindiani Novitasari J130185112
Muhammad Iqbal Hamid J130185104
Albar Miftachul Falah J130185046

Makalah ini telah disetujui oleh pembimbing guna memenuhi tugas praktik Program
Studi Profesi Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Pada tanggal __ Februari 2019

Clinical Educator,

(Purnomo Gani, SST.FT, Ftr)

ii
iii
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur ”Alhamdulillah” penulis panjatkan kehadirat


Allah SWT, yang telah memeberi rahmat, taufik dan hidayah-Nya serta dengan
usaha sungguh sungguh penulis dapat menyelesaikan makalah ini sebagai salah
satu tugas bukti pelaporan kegiatan mahasiswa selama masa praktik Di RSUP
Dr. Kariadi Semarang.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini,
penulis tidak lepas dari bantuan dan dorongan dari berbagai pihak yang telah
membantu baik secara moril maupun materi sehingga terlaksananya makalah
ini. Pada kesempatan ini penulis degan segala kerendahan hati mengucapkan
terimakasih kepada :
1. Prof. Dr. Sofyan Anif, M.Si. selaku rektor Universitas Muhammadiyah
Surakarta
2. Dr. Mutallazimah, M.Kes. selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadyah Surakarta.
3. Bapak Totok Budi Santoso, S.Fis., S.Pd., M.PH selaku kepala prodi
fisioterapi Universitas Muhammadyah Surakarta.
4. Bapak Purnomo Gani, SSt.FT, Ftr selaku Pembimbing lahan praktik Profesi
Fisioterapi RSUP Dr. Kariadi Semarang.
5. Orang tua yang selalu memberi semangat dan motivasi untuk menjadi lebih
baik lagi.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf
apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan saya mohon
kritik dan saran yang membangun dari anda demi perbaikan makalah ini
diwaktu yang akan datang.

iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ........................................................................... 2
D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 4
A. Definisi ................................................................................................... 4
B. Etiologi ................................................................................................... 4
C. Anatomi Jantung..................................................................................... 4
1. Letak Jantung ....................................................................... 4
2. Dinding Jantung ................................................................... 5
3. Rongga Jantung ................................................................... 6
4. Katup Jantung ...................................................................... 6
5. Pembuluh Darah .................................................................. 7
D. Anatomi Otot-Otot Thoraks .......................................................... 8
E. Patogenesis .................................................................................... 9
F. Patologi.......................................................................................... 11
G. Manifestasi Penyakit Jantung Rematik ......................................... 12
H. Temuan Makrospik ....................................................................... 13
I. Temuan Mikroskopik .................................................................... 15
J. Pendekatan Diagnosis ................................................................... 15
K. Problematikan Post Operasi Mitral valve Replacement dan Trikuspid
Valve Replacement ....................................................................... 17
L. Problematika dan komplikasi katup jantung ................................ 18

v
M. Tindakan Pasca Operasi MVR dan TVR ...................................... 19
1. Breathing Exercise ............................................................... 16
2. Deep Breathing .................................................................... 17
3. Batuk Efektif ........................................................................ 18
4. Fisioterapi Dada ................................................................... 20
5. Latihan ADL ........................................................................ 22
BAB III LAPORAN KASUS .......................................................................... 23
BAB IV PENUTUP ......................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demam rematik dan penyakit jantung rematik telah lama dikenal.


Penyakit jantung rematik adalah penyakit yang diakibatkan oleh komplikasi dari
demam rematik yang ditandai dengan adanya cacat pada katup jantung (Afif,
2012).
Demam rematik akut adalah suatu penyakit yang diakibatkan oleh adanya
suatu reaksi imunologi terhadap infeksi oleh bakteri Streptokokus Group A.
Demam rematik akut menyebabkan infeksi generalisata dan menginfeksi pada
bagian tubuh tertentu, seperti jantung, persendian, otak dan kulit. Individu dengan
Demam Rematik Akut sering menyebabkan penyakit yang berat dan memerlukan
perawatan di Rumah Sakit
(Brown, 2011).
Demam rematik masih sering didapati pada anak di negara sedang
berkembang dan sering mengenai anak usia antara 5 – 14 tahun (brown, 2011).
Dalam laporan WHO Expert consultation Geneva, 29 October – 1
November 2001 yang diterbitkan tahun 2004 angka mortalitas untuk PJR 0,5
per 100.000 penduduk di negara maju hingga 8,2 per 100.000 penduduk di
negara berkembang dan didaerah Asia Tenggara diperkirakan 7,6 per100.000.
Diperkirakan sekitar 2000 – 332.000 yang meninggal diseluruh dunia karena
penyakit tersebut (Afif, 2012).
Data terakhir mengenai prevalensi demam rematik di Indonesia untuk
tahun 1981 – 1990 didapati 0,3-0,8 diantara 1000 anak sekolah dan jauh
lebih rendah dibanding negara berkembang lainnya 5,13. Statistik rumah
sakit di negara sedang berkembang menunjukkan sekitar 10 – 35 persen dari
penderita penyakit jantung yang masuk kerumah sakit adalah penderita demam
rematik dan penyakit jantung rematik. Data yang berasal dari negara
berkembang memperlihatkan mortalitas karena demam rematik dan penyakit
jantung rematik masih merupakan problem dan kematian karena demam rematik
akut terdapat pada anak dan dewasa muda.

|1
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam makalah ini ialah bagaimana pengaruh intervensi
fisioterapi pada pasien post operasi mitral valve repair dan trikuspid valve repair et
causa penyakit jantung rematik yang meliputi :
1. Apakah pemberian pursed lip breathing efektif dapat meningkatkan ventilasi
saluran pernafasan, meningkatkan kerja otot dan menurunkan spasme otot
pernafasan ?
2. Apakah melakukan batuk efektif dapat membantu mengeluarkan sputum?
3. Apakah general pasif dan aktif exercise dapat memelihara lingkup gerak
sendi, mencegah oedem dan memelihara fisiologis otot ?
4. Apakah pemberian latihan transfer dan ambulasi mampu meningkatkan
kemampuan fungsional pasien?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini untuk mengetahui bagaimana pengaruh
intervensi fisioterapi pada pasien post operasi mitral valve repair dan trikuspid
valve repair et causa penyakit jantung rematik yang meliputi :
1. Pemberian pursed lip breathing dapat meningkatkan ventilasi saluran
pernafasan, meningkatkan kerja otot dan menurunkan spasme otot pernafasan.
2. Pemberian batuk efektif dapat membantu mengeluarkan sputum.
3. Pemberian general pasif dan aktif exercise dapat memelihara lingkup gerak
sendi, mencegah oedem dan memelihara fisiologis otot
4. Pemberian latihan transfer dan ambulasi mampu meningkatkan kemampuan
fungsional pasien.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Dapat menambah pengetahuan dan pemahaman tentang pengaruh
intervensi fisioterapi pada pasien post operasi mitral valve repair dan
trikuspid valve repair et causa penyakit jantung rematik.
2. Bagi Institusi
Sebagai sumber wawasan dan sumber informasi tentang pengaruh
intervensi fisioterapi pada pasien post operasi mitral valve repair dan
trikuspid valve repair et causa penyakit jantung rematik.

|2
3. Bagi Fisioterapis
Dapat lebih mengetahui peran fisioterapi dalam mengatasi
permasalahan pada pasien post operasi mitral valve repair dan trikuspid valve
repair et causa penyakit jantung rematik.

|3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Penyakit jantung rematik adalah penyakit yang diakibatkan oleh


komplikasi dari demam rematik yang ditandai dengan adanya cacat pada katup
jantung (Chin, 2017)

B. Etiologi

Kuman Streptokokus β hemolitik dapat dibagi atas sejumlah grup


serologinya yang didasarkan atas antigen polisakarida yang terdapat pada dinding
sel bakteri tersebut. Tercatat saat ini lebih dari 130 serotipe M yang bertanggung
jawab pada infeksi pada manusia, tetapi hanya grup A yang mempunyai hubungan
dengan etiopatogenesis Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik (Afif,
2012).
Hubungan kuman Streptokokus β hemolitik grup A sebagai penyebab

Demam Rematik terjadi secara tidak langsung, karena organisme penyebab tidak
dapat diperoleh dari lesi, tetapi banyak penelitian klinis, imunologis dan
epidemiologis yang membuktikan bahwa penyakit ini mempunyai hubungan
dengan infeksi Streptokokus β hemolitik grup A, terutama serotipe
M1,3,5,6,14,18,19 dan 24 (Afif, 2012).

C. Anatomi Jantung
1. Letak Jantung
Jantung, pompa berotot yang terdiri dari serat otot jantung, dapat
dianggap sebagai otot daripada organ. Ini memiliki empat kamar, atau rongga,
dan berdetak rata-rata 60-100 denyut per menit (bpm) atau sekitar 100.000
kali dalam satu hari. Jantung terletak di mediastinum di tengah rongga dada;
Namun, itu tidak tepat terpusat; lebih banyak jantung berada di sisi kiri
mediastinum daripada di kanan.

|4
Dengan ukuran sekepalan tangan dan berbentuk seperti pir terbalik,
jantung terletak tepat di belakang tulang dada. Ujung jantung di tepi bawah
disebut apex (Aaronson, Ward, & Connolly, 2012).

2. Dinding Jantung
Dinding jantung cukup tebal dan terdiri dari tiga lapisan sebagai berikut
(Aaronson et al., 2012).
a. Endokardium
Lapisan dalam jantung yang melapisi ruang jantung. Ini adalah
lapisan yang sangat halus dan tipis yang berfungsi mengurangi gesekan
ketika darah melewati ruang jantung.
b. Miokardium
Lapisan tengah jantung yang tebal dan berotot. Kontraksi lapisan
otot ini mengembangkan tekanan yang dibutuhkan untuk memompa
darah melalui pembuluh darah.
c. Epikardium
Lapisan luar jantung. Jantung tertutup dalam kantung pleura
berlapis ganda, yang disebut perikardium. Epicardium adalah
pericardium visceral, atau lapisan dalam kantung. Lapisan luar kantung
adalah perikardium parietal. Cairan di antara dua lapisan kantung
mengurangi gesekan saat jantung berdetak.

|5
3. Rongga Jantung
Jantung dibagi menjadi empat ruang atau rongga. Ada dua atrium, atau
bilik atas, dan dua ventrikel, atau bilik bawah. Ruang-ruang ini dibagi
menjadi sisi kanan dan kiri oleh dinding yang disebut septum interatrial dan
septum interventrikular. Darah yang kembali ke jantung melalui pembuluh
darah pertama kali terkumpul di atrium. Ventrikel adalah ruang pompa.
Ventrikel memiliki miokardium jauh lebih tebal dan kontraksi ventrikel
mengeluarkan darah dari jantung dan masuk ke pembuluh darah besar
(Aaronson et al., 2012).
4. Katup Jantung
Pada jantung terdapat 4 katup. 4 katup bertindak sebagai gerbang
penahan untuk mengontrol arah aliran darah. Mereka terletak di pintu masuk
dan keluar ke ventrikel. Katup yang berfungsi dengan benar memungkinkan
darah mengalir hanya ke arah depan dengan menghalangi dari kembali ke
ruang sebelumnya.
Empat katup jantung dijabarkan sebagai berikut (Aaronson et al., 2012).
a. Katup Trikuspid
Katup ini mengontrol pembukaan antara atrium kanan dan
ventrikel kanan. Begitu darah memasuki ventrikel kanan, darah itu tidak
bisa mengalir kembali ke atrium. Katup ini memiliki tiga selebaran atau
cusps.

|6
b. Katup Pulmonalis (Katup Semilunar)
Katup dengan semi- yang berarti setengah dan kata –lunar yang
berarti bulan, menunjukkan bahwa katup ini terlihat seperti setengah
bulan. Terletak di antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis, katup ini
mencegah darah yang telah dikeluarkan ke arteri pulmonalis untuk
kembali ke ventrikel kanan saat relaks.
c. Katup Mitral (Katup Bicuspid)
Katup ini menunjukkan bahwa ia memiliki dua puncak. Darah
mengalir melalui katup atrioventrikular ini ke ventrikel kiri dan tidak
bisa naik kembali ke atrium kiri.
d. Katup Aorta
Katup yang terletak di antara ventrikel kiri dan aorta. Darah
meninggalkan ventrikel kiri melalui katup ini dan tidak dapat kembali
ke ventrikel kiri.
5. Pembuluh Darah
Ada tiga jenis pembuluh darah, yaitu arteri, kapiler, dan vena. Ini adalah
pipa yang mengalirkan darah ke seluruh tubuh. Lumen adalah saluran di
dalam pembuluh darah di mana darah mengalir (Aaronson et al., 2012).
a. Arteri
Arteri adalah pembuluh darah besar dan berdinding tebal yang
membawa darah menjauh dari jantung. Dinding arteri berisi lapisan
tebal otot polos yang dapat berkontraksi atau rileks untuk mengubah
ukuran lumen arteri. Arteri paru membawa darah terdeoksigenasi dari
ventrikel kanan ke paru-paru. Arteri terbesar, yaitu aorta, dimulai dari
ventrikel kiri jantung dan membawa darah beroksigen ke semua sistem
tubuh. Arteri koroner kemudian bercabang dari aorta dan memberikan
darah ke miokardium. Ketika mereka melakukan perjalanan melalui
tubuh, arteri bercabang menjadi arteri yang berukuran lebih kecil secara
progresif. Arteri terkecil, yang disebut arteriol, mengantarkan darah ke
kapiler.
b. Kapiler
Jaringan pembuluh darah kecil disebut kapiler. Darah arteri
mengalir ke kapiler, dan darah vena mengalir kembali. Kapiler
berdinding sangat tipis, memungkinkan difusi oksigen dan nutrisi dari
|7
darah ke jaringan tubuh. Demikian juga, karbon dioksida dan produk
limbah dapat berdifusi keluar dari jaringan tubuh dan masuk ke aliran
darah untuk dibawa pergi. Darah tidak akan mengalir dengan cepat
melalui arteri dan vena karena kapiler berdiameter sangat kecil. Ini
berarti bahwa darah memiliki waktu untuk pertukaran nutrisi, oksigen,
dan bahan limbah terjadi. Saat darah keluar dari kapiler, darah kembali
ke jantung melalui vena.
c. Vena
Vena membawa darah kembali ke jantung. Kapiler yang
meninggalkan darah pertama kali memasuki venula kecil, yang
kemudian bergabung menjadi vena yang lebih besar. Vena memiliki
dinding yang jauh lebih tipis dari pada arteri, menyebabkannya mudah
runtuh. Vena juga memiliki katup yang memungkinkan darah bergerak
hanya ke arah jantung. Katup ini mencegah darah mengalir kembali,
memastikan bahwa darah selalu mengalir ke jantung. Dua vena besar
yang memasuki jantung adalah vena cava superior, yang membawa
darah dari tubuh bagian atas, dan vena cava inferior, yang membawa
darah dari tubuh bagian bawah. Tekanan darah di vena jauh lebih
rendah daripada di arteri. Tindakan otot melawan vena dan kontraksi
otot rangka membantu dalam pergerakan darah.

D. Anatomi Otot-Otot Thoraks


Beberapa otot yang berhubungan dengan incisi (vertikal) bedah thorax, antara
lain:

|8
1. Pectoralis Mayor
a. Origo : anterior sternum
b. Insersio : lateral sulcus intertubercularis humerus
c. Fungsi : Otot ini membantu gerakan aduksi dan endorotasi tulang
humerus dan menarik scapula ke arah ventral dan kaudal. Jika berfungsi
sendiri: pars clavicularis melakukan fleksi humerus dan pars
sternocostalis melakukan ekstensi humerus.
2. Otot Seratus Anterior
a. Origo : permukaan anterior delapan tulang rusuk atas.
b. Insersio : anterior pinggir scapula.
c. Fungsi : menarik scapula ke arah depan dinding dada.
3. Rectus Abdominis
a. Origo : dipermukaan anterior kartilago costalis 5 – 7, procesus
xiphoidues dan ligament xiphoideus
b. Insersio : ramus inferior osis pubis
c. Fungsi : fleksi trunk dan mengangkat pelvis.
4. Pectoralis Minor
a. Origo : tulang rusuk 3, 4 dan 5
d. Insersio : pinggir medial procesus coracoideus di scapula
e. Fungsi : bila bahu terfiksasi, otot ini akan mengangkat tulang rusuk
(origonya).

|9
E. Patogenesis

Demam Rematik adalah Demam rematik merupakan respons auto immun


terhadap infeksi Streptokokus β hemolitik grup A pada tenggorokan. (Burke AP.
Pathology of Rheumatic Heart Disease (Burge,2012). Mekanisme patogenesis
yang pasti sampai saat ini tidak diketahui, tetapi peran antigen
histokompatibility mayor, antigen jaringan spesifik potensial dan antibody yang
berkembang segera setelah infeksi streptokokkus telah diteliti sebagai faktor
resiko yang potensial dalam patogenesis penyakit ini. Terbukti sel limfosit
T memegang peranan dalam patogenesis penyakit ini dan ternyata tipe M
dari Streptokkokus grup A mempunyai potensi rheumatogenik. Beberapa
serotype biasanya mempunyai kapsul, berbentuk besar, koloni mukoid yang
kaya dengan M-protein. M-protein adalah salah satu determinan virulensi
bakteri, strukturnya homolog dengan myosin kardiak dan molecul alpha-
helical coiled coil, seperti tropomyosin, keratin dan laminin. Laminin
adalah matriks protein ekstraseluler yang disekresikan oleh sel
endothelial katup jantung dan bagian integral dari strukturkatup jantung (Burge,
2012).
Superantigen streptokokal adalah glikoprotein unik yang disintesa
oleh bakteri dan virus yang dapat berikatan dengan major histocompatibility
complex molecules dengan nonpolymorphic V b-chains dari T-cell receptors.
Pada kasus streptokokus banyak penelitian yang difokuskan pada peranan
superantigen-like activity dari fragmen M protein dan juga streptococcal
pyrogenic exotoxin, dalam patogenesis Demam Rematik (WHO, 2012).
Terdapat bukti kuat bahwa respons autoimmune terhadap antigen streptokokkus
memegang peranan dalam terjadinya DR dan PJR pada orang yang rentan. Sekitar 0,3
– 3 persen individu yang rentan terhadap infeksi faringitis streptokokkus berlanjut
menjadi Demam Rematik. Data terakhir menunjukkan bahwa gen yang mengontrol low
level respons antigen streptokokkus berhubungan dengan Class II human leukocyte
antigen, HLA (Afif, 2012).
Infeksi Streptokokkus dimulai dengan ikatan permukaan bakteri dengan

reseptor spesifik sel host dan melibatkan proses spesifik seperti pelekatan,
kolonisasi dan invasi. Ikatan permukaan bakteri dengan permukaan reseptor host
adalah kejadian yang penting dalam kolonisasi dan dimulai oleh fibronektin dan

| 10
oleh streptococcal fibronectin-binding proteins (Afif, 2012).

Gambar 01. Skema patogenesis Demam Rematik dan Penyakit Jantung


Rematik.

F. Patologi

Demam Rematik ditandai oleh radang eksudatif dan proliferatif pada


jaringan ikat, terutama mengenai jantung, sendi dan jaringan subkutan. Bila terjadi
karditis seluruh lapisan jantung akan dikenai. Perikarditis paling sering terjadi dan
perikarditis fibrinosa kadang-kadang didapati. Peradangan perikard biasanya
menyembuh setelah beberapa saat tanpa sekuele klinis yang bermakna, dan jarang
terjadi tamponade. Pada keadaan fatal, keterlibatan miokard menyebabkan
pembesaran semua ruang jantung (Afif, 2012).

Pada miokardium mula-mula didapati fragmentasi serabut kolagen,


infiltrasi limfosit, dan degenerasi fibrinoid dan diikuti didapatinya nodul aschoff
| 11
di miokard yang merupakan patognomonik DR. Nodul aschoff terdiri dari area
nekrosis sentral yang dikelilingi limfosit, sel plasma, sel mononukleus yang besar
dan sel giant multinukleus. Beberapa sel mempunyai inti yang memanjang dengan
area yang jernih dalam membran inti yang disebut Anitschkow myocytes. Nodul
Aschoff bisa didapati pada spesimen biopsi endomiokard penderita Demam
Rematik. Keterlibatan endokard menyebabkan valvulitis rematik kronis. Fibrin
kecil, vegetasi verrukous, berdiameter 1-2 mm bisa dilihat pada permukaan atrium
pada tempat koaptasi katup dan korda tendinea. Meskipun vegetasi tidak didapati,
bisa didapati peradangan dan edema dari daun katup (Walace, 2012)
Penebalan dan fibrotik pada dinding posterior atrium kiri bisa didapati dan
dipercaya akibat efek jet regurgitasi mitral yang mengenai dinding atrium kiri.
Proses penyembuhan valvulitis memulai pembentukan granulasi dan fibrosis daun
katup dan fusi korda tendinea yang mengakibatkan stenosis atau insuffisiensi
katup. Katup mitral paling sering dikenai diikuti katup aorta. Katup trikuspid dan
pulmonal biasanya jarang dikenai (Burge, 2012)

| 12
G. Manifestasi Penyakit Jantung Rematik

Demam Rematik Akut adalah penyakit sistemik ditandai dengan adanya


kelainan pada jantung, sistem saraf pusat, jaringan subkutan dan
kulit. Pengecualian untuk jantung, sebagian besar organ-organ ini hanya sedikit
yang mengalami kerusakan akibat Demam Rematik tersebut (Burke, 2012).

Gambar 02. Manifestasi Kinis dari Demam Rematik berdasarkan


waktu terjadinya (Wallace, 2012).

H. Temuan Makroskopik

1. Stenosis pada katup mitral. Berdasarkan penelitian yang ada bahwa


sekitar 60% dengan riwayat Demam Rematik dijumpai stenosis pada katub
mitral.8 Seseorang dengan stenosis katup mitral bisa saja tidak bergejala,
namun gejala umum yang sering adalah sesak nafas saat beraktifitas,
fatigue dan bedebar-debar. Pada pemeriksaan fisik ditemukan low-pitched
mid-diastolic “rumble” pada apeks ventrikel kiri (WHO, 2006).
2. Perikarditis adalah komplikasi yang serius dari Demam Rematik dan
prevalensinya mencapai 50% dari kasus yang ada. Dalam kasus yang lebih
lanjut mungkin pasien mengeluhkan dispnea ringan sampai sedang, nyeri
dada, edema, batuk ataupun ortopnea. Pada pemeriksaan fisik suara

| 13
jantung menjauh menandakan adanya efusi perikardium (Chin, 2012).

3. Stenosis dan Insufisiensi Aorta. Penyakit Jantung Rematik jarang


menyebabkan stenosis pada aorta, dan lebih jarang terjadi di negara-negara
maju bila dibandingkan dengan penyakit degeneratif katup aorta dan
penyakit degeneratif katup bikuspidalis (Burke, 2012).
4. Gagal Jantung Kongestif. Gagal jantung kongestif
merupakan komplikasi dari insufisiensi berat pada katup jantung atau
miokarditis. Pasien dengan jantung kongestif dapat mengeluhkan
takipnea, ortopnea, peninggian vena jugularis, hepatomegali, irama
gallop dan edema pada ekstremitas (Chin, 2012).

| 14
Gambar 03. Stenosis pada katup aorta ditandai adanya nodul kalsifikasi fokal
(Burke, 2012).

I. Temuan Mikroskopik

Pada pemeriksaan histologi, neovaskularisasi katup jantung sering


ditemukan paska demam rematik. Aschoff bodies adalah gambaran spesifik untuk
karditis paska demam rematik, sedangkan sel Anitschkow dapat ditemukan pada
berbagai kondisi. Bahkan Aschoff bodies dianggap patognomonik untuk Penyakit
Jantung Rematik; Aschoff bodies adalah suatu lesi fibroinflamasi
intersisial dengan makrofag dan nekrosis jaringan kolagen. sel Anitschkow
biasanya memiliki inti yang bergelombang, disebut juga sel ulat dan
biasanya hadir bersama dengan Aschoff bodies, tetapi bisa juga diihat dalam
kondisi lain yang tidak berkaitan dengan Aschoff bodies( Burke, 2012).

| 15
Gambar 04. Sel Anitschkow yang berada di sentral Aschoff bodies. Sel-sel ini
tidak spesifik untuk demam rematik tetapi dapat terlihat dalam kondisi lain. Sel
Anitschkow adalah makrofag.
J. Pendekatan Diagnosis

Pendekatan diagnosis untuk Demam Rematik sampai saat ini masih


menggunakan krieria Jones. Demam Rematik/Penyakit Jantung Rematik
ditegakkan berdasarkan adanya bukti infeksi Streptokokus sebelumnya, adanya 2
manifestasi mayor atau adanya 1 manifestasi mayor ditambah 2 manifestasi

| 16
Tabel 01. Kriteria Jones.

Pada negara berkembang dimana insiden dan prevalensi Demam Rematik


dan Penyakit Jantung Rematik masih tinggi bila dibandingkan negara maju

| 17
mempunyai gambaran dan presentasi klinis Demam Rematik dan Penyakit
Jantung Rematik yang berbeda dibandingkan di negara maju. Poliartritis, eritema
marginatum dan nodul subkutan jarang didapati di negara berkembang
dibandingkan di negara maju, dan artralgia lebih sering ditemui di negara
berkembang dibandingkan dengan poliartritis di negara maju.

Pada tahun 2002 – 2003 WHO mengajukan kriteria untuk diagnosis


Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik (bersarkan kriteria Jones yang
telah direvisi).
Revisi kriteria WHO ini memfasilitasi diagnosis untuk:

- a primary episode of RF

- recurrent attacks of RF in patients without RHD

- recurrent attacks of RF in patients with RHD

- rheumatic chorea

- insidious onset rheumatic carditis

- chronic RHD.

Untuk menghindarkan overdiagnosis ataupun underdiagnosis dalam


menegakkan diagnosis.1,9

| 18
Tabel 02. Pada tahun 2002 – 2003 WHO mengajukan kriteria untuk diagnosis
Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik (bersarkan kriteria
Jones yang telah direvisi).

K. Problematika Post Operasi Mitral Valve Replacement dan Trikuspid Valve


Replacement
1. Nyeri
Nyeri pembedahan sedikitnya mengalami dua perubahan, pertama akibat
pembedahan itu sendiri yang menyebabkan rangsangan nosiseptif dan yang kedua
setelah proses pembedahan terjadi respon inflamasi pada daerah sekitar operasi,
dimana terjadi pelepasan zat-zat kimia (prostaglandin, histamin, serotonin,
| 19
bradikinin, substansi P dan lekotrein) oleh jaringan yang rusak dan sel-sel
inflamasi. Zat-zat kimia yang dilepaskan inilah yang berperan pada proses
transduksi dari nyeri. Sesak nafas menjadi keluhan seiring adanya nyeri bekas
incisi yang sering dirasakan pasien karena adanya komponen otot pernapasan
yang juga terincisi sehingga terganggunya fungsi pengembangkan sangkar toraks.
2. Penumpukan Sputum
Sputum merupakan lendir dan materi lainnya yang dibawa dari paru-paru,
bronkus dan trakhea yang mungkin dibatukkan dan dimuntahkan atau ditelan.
Orang dewasa normal membentuk sputum ± 100 ml/hari. Jika produksi
berlebihan , proses pembersihan mungkin tidak efektif lagi sehingga sputum
akan tertimbun (Muttaqin, 2008).
Sputum ini akan digiring ke faring dengan mekanisme pembersihan silia
dari epitel yang melapisi saluran pernapasan. Keadaan abnormal produksi
sputum yang berlebihan (karena gangguan fisik, kimiawi atau infeksi yang
terjadi pada membran mukosa), menyebabkan proses pembersihan tidak berjalan
secara normal sehingga sputum akan tertimbun. Bila hal ini terjadi membran
mukosa akan terangsang dan sputum akan dikeluarkan dengan tekanan intra
thorakal dan intra abdominal yang tinggi.
C. penurunan ekspansi thoraks
D. Sesak Nafas

L. Prognosis dan Komplikasi Operasi Katup Jantung


Prognosis pada pasien dengan penggantian katup jantung sangat bervariasi.
Hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti jenis katup yang digunakan, usia
pasien, kelanjutan pengawasan, dan medikasi pasca implantasi. Secara umum
penggantian katup dapat memperpanjang harapan hidup bagi pasien-pasien
dengan indikasi penggantian katup jantung. Namun, beberapa komplikasi juga
dapat terjadi seperti perdarahan dan tromboemboli, yang pada tingkatan tertentu
jika tidak terkontrol secara baik dan mencukupi dapat mengancam jiwa pasien.
Komplikasi pada operasi katup biologi dalam tingkat tahunan biasanya terjadi
thrombosis katup 0,03%; thromboembolisme 0,87%; perdarahan 0,38%.
Diperkirakan pada pasien laki-laki usia 65 tahun pasca implantasi katup, perkiraan
harapan hidup sekitar 11,3 tahun. Risiko aktual untuk re-operasi sekitar 28%, dan
kejadian-kejadian terkait katup sekitar 47%.
| 20
Sedangkan pada operasi yang menggunakan katup mekanik, katup ini
memerlukan antikoagulan dalam jangka panjang sehingga komplikasi antikoagulan
termasuk perdarahan ketika rasio normalisasi internasional terlalu tinggi dan
thrombosis ketika rasio di bawah rasio terapi. Tingkat perdarahan minor adalah 2%
hingga 4% per tahun, dan perdarahan major 1% hingga 2% per tahun.
Thromboemboli dan perdarahan sering terjadi setelah operasi dengan prosthesis
mekanik dan memiliki dampak penting dalam survival rate, sehingga kontrol
optimal International Normalized Ratio adalah yang terpenting. Risiko komplikasi
dari prosthesis mekanis, termasuk endocarditis, sekitar 15 per tahun. Semua pasien
dengan prosthesis katup memerlukan antibiotik profilaksis untuk endocarditis.
Angka harapan hidup dan harapan hidup tanpa komplikasi sekitar 7 tahun dan 5
tahun pada pasien laki-laki usia 75 tahun. Terhitung risiko seumur hidup untuk
thromboemboli 22% dan perdarahan 15% pada pasien laki-laki usia 35 tahun, serta
thromboemboli 22% dan perdarahan 37% pada pasien laki-laki usia 75 tahun.

M. Tindakan Pasca Operasi MVR dan TVR


Setelah tindakan bedah dilakukan, biasanya pasien dirawat di ruang ICU
selama 1 – 3 hari. Selama beberapa jam pertama kesadaran pasien kurang akibat
obat anestesi yang diberikan saat pembedahan. Pasien pasca bedah akan
mendapatkan perawatan intensif di ICU sebagai berikut.
1. Ventilator, yaitu mesin yang digunakan untuk membantu pasien bernafas
ketika efek obat anestesi pasca bedah masih bekerja.
2. Kateter intravena, yaitu alat berupa selang plastik yang dimasukkan pada kulit
pasien dan dihubungkan pada pembuluh darah vena untuk membantu
memberikan cairan dan obat obatan pada pasien selama perawatan.
3. Arterial line, yaitu alat yang umumnya dipasang pada pergelangan tangan
pasien, dan digunakan untuk mengukur tekanan darah secara terus menerus
selama pasien perawatan ICU.
4. Nasogastric tube, yaitu selang plastik yang digunakan untuk mengeluarkan isi
lambung dan memasukkan nutrisi cair serta obat-obatan, dipasang melalui
hidung sampai lambung.
5. Kateter urin, yaitu selang plastik yang digunakan untuk mengeluarkan urin
pasien, serta membantu mengukur kerja jantung, karena setelah pasien

| 21
melakukan operasi jantung akan melemah dan menyerap banyak cairan yang
memungkinkan terjadinya pembengkakan jantung.
6. Chest tube, yaitu tabung drainase pada dada yang digunakan untuk
mengeluarkan darah yang menumpuk setelah penutupan pembedahan.
7. Heart monitor, yaitu alat yang digunakan untuk memantau keadaan jantung,
gambaran irama jantung, tekanan arteri, tekanan nadi, dan nilai - nilai lainnya.
Setelah dirawat di ICU, pasien dibawa ke ruang pemulihan dalam
beberapa hari. Pasien dan keluarga pasien diajarkan cara merawat luka pasca
bedah dan latihan untuk mempercepat pemulihan kemampuan fisik. Kemudian
pasien diperbolehkan kembali ke rumah (Dewanti, 2014).
N. Fisioterapi Pasca Operasi MVR dan TVR
Permasalahan yang biasanya dialami oleh pasien setelah operasi
penggantian katup aorta seperti nyeri bekas luka incisi, sesak napas karena
penumpukan sputum, dan penurunan Activity Daily Living (ADL) seperti transfer
dan ambulasi dapat diberikan penatalaksanaan fisioterapi sebagai berikut.
1. Breathing Exercise
Latihan napas berupa purse lips breathing. Tujuan latihan pernapasan
adalah untuk mengatur frekuensi dan pola napas, memperbaiki fungsi
diafragma,memperbaiki mobilitas sangkar thorak dan mengatur kecepatan
pernapasan sehingga bernapas lebih efektif. Latihan ini meningkatkan inflasi
alveolar maksimal, meningkatkan relaksasi otot, menghilangkan kecemasan,
menyingkirkan pola aktivitas otot-otot pernapasan yang tidak berguna dan
tidak terkoordinasi, melambatkan frekuensi pernapasan, dan mengurangi kerja
pernapasan.
2. Batuk Efektif
a. Pengertian
Batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar, dimana
pasien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah
mengeluarkan dahak secara maksimal. Batuk merupakan gerakan yang
dilakukan tubuh sebagai mekanisme alamiah terutama untuk
melindungi paru paru. Gerakan ini pula yang kemudian dimanfaatkan
kalangan medis sebagai terapi untuk menghilangkan lendir yang
menyumbat saluran pernapasan akibat sejumlah penyakit. Itulah yang

| 22
dimaksud pengertian batuk efektif. Batuk efektif dilakukan melalui
gerakan yang terencana atau dilatihkan terlebih dahulu.
Keefektifan batuk pasien dievaluasi dengan melihat apakah ada
sputum cair, laporan pasien tentang sputum yang ditelan atau
terdengarnya bunyi napas tambahan yang jelas saat pasien diauskultasi.
Pasien yang mengalami infeksi saluran napas atas dan infeksi saluran
napas bawah harus didorong untuk napas dalam dan batuk sekurang-
kurangnya setiap 2 jam saat terjaga. Pasien yang memiliki jumlah
sputum yang besar harus didorong untuk batuk setiap jam saat terjaga
dan setiap 2-3 jam saat tidur.
b. Penatalaksanaan Batuk Efektif

Gambar 2.5 Batuk Efektif


Sumber : bookmarkingcenter.net
1) Langkah 1 :
a) Duduk di sudut tempat tidur atau kursi, juga dapat berbaring
terlentang dengan lutut agak ditekukkan,
b) Pegang atau tahan bantal atau gulungan handuk terhadap
luka operasi dengan kedua tangan,
c) Bernapaslah dengan normal
2) Langkah 2 :
a) Bernapaslah dengan pelan dan dalam melalui hidung.
b) Kemudian keluarkan napas dengan penuh melalui mulut,
Ulangi untuk yang kedua kalinya.
c) Untuk ketiga kalinya, Ambil napas secara pelan dan dalam
melalui hidung, Penuhi paru-paru sampai terasa sepenuh
mungkin.
3) Langkah 3 :
| 23
b) Batukkan 2 – 3 kali secara berturut-turut. Usahakan untuk
mengeluarkan udara dari paru-paru semaksimalkan
mungkin ketika batuk.
2) Transfer dan Ambulasi
Latihan mobilisasi dada merupakan latihan yang menggabungkan
gerakan aktif dari batang tubuh atau ekstremitas dengan breathing. Digunakan
untuk mempertahankan atau meningkatkan mobilitas dinding dada, batang
tubuh, dan bahu yang mempengaruhi ventilasi atau postur (Kisner & Colby,
2007).
ADL pada pasien pasca operasi katup jantung dapat ditingkatkan
dengan cara salah satunya, yaitu tindakan ambulasi dini. Ambulasi dini adalah
tindakan segera yang harus dilakukan setelah pasca operasi yang mempunyai
manfaat dalam meningkatkan aktivitas sehari-hari (activity of daily living) dan
mencegah komplikasi pasca operasi. Ambulasi dini berupa passive dan active
exercise untuk meningkatkan kemampuan aktivitas mandiri, dimulai dari
bangun dan duduk di sisi tempat tidur sampai pasien turun dari tempat tidur,
berdiri dan mulai belajar berjalan dengan bantuan alat sesuai kondisi pasien
(Wulansari, 2015). Ambulasi dini sangat penting sebagai tindakan
mempercepat pengembalian fungsi tubuh sehingga dapat meningkatkan
kemampuan ADL. Ambulasi meningkatkan kapasitas metabolik dan
fungsional otot skeletal. massa otot, perbaikan suplai oksigen, dan
meningkatkan kemampuan dalam melakukan aktivitas terutama activity of
daily living (Sukmawati, 2016).
3) Thorachic Expansion Exercise
Mobilisasi sangkar thoraks adalah salah satu dari banyak teknik dan sangat
penting dalam fisioterapi dada konvensional untuk meningkatkan mobilitas
dinding dada dan meningkatkan fungsi pernapasan. Baik mobilisasi dada pasif
atau aktif dapat membantu meningkatkan mobilisasi dinding dada, fleksibilitas,
dan kemampuan dada. Konsep dari teknik ini dengan meningkatkan panjang otot
interkostal dan membantu melakukan kontraksi otot yang efektif (Leelarungrayub,
2012).

| 24
BAB III
STATUS KLINIS

I. KETERANGAN UMUM PENDERITA


Identitas Pasien
No. RM : C7266XX
Nama : Nn. N
Umur : 21 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Desa Tengger, Blora
Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawan Pabrik Sepatu

II. DATA MEDIS RUMAH SAKIT


A. Diagnosa medis
Post MVR dan TVR e.c Penyakit Jantung Rematik
B. CATATAN KLINIS ( medika mentosa, hasil lab, EKG, Foto rontgen, CT-Scan, catatan
operasi, spirometri, analisa gas darah dll )
1. Medikamentosa
Dobutamin 3 mcg/kg B/ menit, Vascon 0,3 mcg/kg B/ menit, Heparin 250, Morfin 1
mg/jam.
2. ECG : 7 Desember 2019
Kesan :
- Dilatasi LA, LV, RA
- Positif Left ventricular hipertropi (LVH)
- LV Fs sistolik menurun mild (EF 57%)
- RV Fs sistolik menurun
- MR Severe
- TR Mild
3. Laboratorium
Plasma Protombin 17,2 Partial Thromboplastin 33,7
Tromboplastin 30,9 Ph 7,36
pCO2 44,1 pO2 84,0
HCO3‫־‬ 25,5 Hb 12,2
Leukosit 12 Trombosit 222

III. SEGI FISIOTERAPI


| 25
A. PEMERIKSAAN SUBJEKTIF
1. Body Chart

2. Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan nyeri pada bagian dada akibat incisi sternum dan mengeluhkan
sesak nafas.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan sesak nafas sejak 6 bulan yang lalu dan semakin parah 3 bulan
yang lalu. Pasien mengalami sesak nafas ketika beraktifitas dan sesak nafas berkurang
ketika istirahat. Selain itu pasien juga mengeluhkan nyeri perut dan perut membesar. 3
bulan yang lalu pasien dibawa ke salah satu rumah sakit di blora dan didiagnosa PJR
kemudian dirujuk ke RSUP Dr. Kariadi Semaang. Pasien menjalani operasi MVR dan
TVR Repair pada tanggal 8 Maret 2019.
4. Riwayat Keluarga dan Status Sosial
Tidak ada riwayat penyakit dari keluarga.
5. Riwayat Penyakit Penyerta
Pasien memiliki riwayat:
- Hipertyroid
- Hipoalbumin
- Cardiomegali
- HbsAg (+)
6. STATUS SOSIAL: (Lingkungan kerja, tempat tinggal, aktivitas rekreasi dan
diwaktu senggang, aktivitas sosial)
Pasien sekarang tidak bekerja lagi karena merasa mudah lelah dan nafas terasa berat ketika
menaiki tangga ataupun berjalan jauh.

B. PEMERIKSAAN OBJEKTIF

| 26
1. Pemeriksaan Vital Sign :
BP : 121/59 mm/Hg HR : 93 x/menit BB : 45 Kg
RR : 18x/menit SH : 36 ͦ Celcius TB : 155 cm
Pulse : 93 SPO2 : 100 %
2. Inspeksi :
Inspeksi Statis :
a. Tampak adanya incise pada midsternum
b. Tampak terpasang WSD, CUC, AL dan DC
c. Pasien tampak kesulitan untuk bernafas
Inspeksi Dinamis:
a. Pola nafas dada dengan irama lambat dan inspirasi diperpanjang.
b. Pasien tampak menahan nyeri ketika batuk
3. Palpasi
Tidak dilakukan
4. Auskultasi
- Tidak terdapat suara roncki dan wheezing
- Terdapat suara vesikuler
5. Perkusi
- Terdapat suara pekak.

6. Pemeriksaan Gerak Dasar :


a. Gerak Aktif
ROM Nyeri
Regio Gerakan
S D S D
Fleksi Full T. Full Tidak Nyeri Nyeri
Ekstensi Full Full Tidak Nyeri Tidak Nyeri
Shoulder
Eksorotasi Full Full Tidak Nyeri Tidak Nyeri
Endorotasi Full Full Tidak Nyeri Tidak Nyeri
Abduksi Full T.Full Tidak Nyeri Nyeri
Adduksi Full Full Tidak Nyeri Tidak Nyeri

| 27
b. Gerak pasif

7. Pemeriksaan Ekspansi Thoraks


Inspirasi Ekspirasi Selisih

Axilla 92 cm 91cm 1

ICS4 90 cm 89 cm 1

Proc.Xypoideus 81 cm 80 cm 1

Kesimpulan : Terdapat penurunan ekspansi thoraks

8. Pemeriksaan Sesak Napas (VAS, BORG Scale)

SKALA BORG

Nilai sesak nafas Keterangan

0 Tidak sesak sama sekali

0,5 Sesak sangat ringan sekali

1 Sesak sangat ringan

2 Sesak ringan

3 Sesak sedang

4 Sesak kadang berat

5 Sesak berat

| 28
6

7 Sesak sangat berat

10 Sesak sangat berat sekali

9. Pemeriksaan Fungsional

Pemeriksaan NYHA (New York Heart Asosiation )

Klasifikasi I Tidak ada keterbatasan fisik yang


biasa

Klasifikasi II Kegiatan sehari-hari yang


menimbulkan gejala

Klasifikasi III Ditandai dengan adanya keterbatasan,


lebih nyaman sewaktu tidur

Klasifikasi IV Semua aktivitas fisik membuat tidak


nyaman bahkan gejala ti,bul saat
istirahat

8. Pemeriksaan Nyeri FT1 :


Pengukuran nyeri dengan VDS : 5
9. Test Kognitif, Intra Personal, dan Interpersonal
a. Kognitif : Pasien dapat menceritakan kondisi yang dialami dan menjawab semua
pertanyaan yang diberikan oleh fisioterapis dengan baik.
b. Intra Personal : Semangat pasien untuk segera pulih dan saat diterapi tinggi
c. Interpersonal : Pasien ramah dan terbuka pada fisioterapis

| 29
C. DIAGNOSIS FISIOTERAPI
a. Impairment
(1) Nyeri pada saat inspirasi dan ekspirasi
(2) Penurunan ekspansi thoraks
(3) Sesak nafas
(4) Penumpukan sputum
b. Functional Limitation
(1) Kesulitan untuk memakai baju
(2) Kesulitan untuk menyisir rambut
(3) Kesulitan untuk aktivitas toileting
c. Participation Restriction
(1) Pasien kesulitan untuk mengikuti kegiatan social di rumah dan berhenti untuk
bekerja.
D. PROGRAM FISIOTERAPI
Jangka Pendek :

1. Mengurangi nyeri
2. Mengurangi sesak nafas
3. Meningkatkan ekspansi thorax
4. Mengeluarkan sputum

Jangka Panjang :
1. Melanjutkan tujuan jangka pendek
2. Menghindari keparahan atau progresivitas penyakit
3. Meningkatkan aktivitas fisik dan kemampuan fungsional pasien secara maksimal.

E. RENCANA INTEVENSI
a. Breathing Exercise
b. Batuk Efektif
c. Thoracic Expantion Exercise
d. General Pasif dan Aktif Exercise
e. Positioning
f. Transfer Ambulasi

| 30
F. INTERVENSI FISIOTERAPI
- FT1 pada hari Senin, tanggal 11 Maret 2019 :
1. Breathing Exercise
a. Pused Lip Breathing Exercise
Tujuan : Memperbaiki ventilasi saluran pernafasan, meningkatkan kemampuan
kerja otot-otot pernafasan dan menurunkan spasme otot-otot pernafasan.
Action :
 Posisi pasien : supine lying atau duduk di tepi bed
 Meletakkan satu tangan pasien pada abdomen dan satu tangan berada pada
dada untuk merasakan gerakan abdomen dan thorax pada saat bernafas
 Menarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik
 Hembuskan nafas melalui bibir yang dirapatkan dan sdikit terbuka
2. Batuk Efektif
Tujuan : Untuk mengeluakan sputum
Action :
 Tarik nafas pelan & dalam dengan pernafasan diafragma
 Tahan nafas 2 detik atau hitung sampai 2 hitungan
 Batukkan 2 kali dengan mulut sedikit terbuka. Batuk pertama akan
melepaskan seret atau mucus dari tempatnya dan batuk kedua akan
mendorong keluar mucus tersebut.
3. Thoracic Expantion Exercise
Tujuan : Untuk meningkatkan ekspansi thorax dan mengurangi sesak nafas
Action :

 Posisi duduk, atau berbaring dengan fleksi lutut


 Dapat dilakukan bersamaan dengan postural drainage
 Bila bagian tertentu dari paru yang ingin dilakukan ekspansi, dapat dilakukan
dengan meletakkan tangan pada bagian yang diharapkan sebagai stimuli
proprioseptif. Atau memakai belt untuk bagian posterior karena tidak bisa
terjangkau tangan.
 Selalu dilakukan pengamatan bahwa gerakan rongga dada adalah simetris

4. General Pasif Exercise


Tujuan : Memelihara lingkup gerak sendi, mencegah oedema dan memelihara sifat
fisiologis otot.
Action :

| 31
 Terapis menggerakkan ankle kearah dorsi fleksi, plantar fleksi, inverse dan
eversi
 Terapis menggerakkan knee kearah fleksi dan ekstensi
 Terapis menggerakkan hip fleksi abduksi, adduksi, internal dan eksternal rotasi
 Terapis menggerakkan shoulder kearah fleksi, abduksi, adduksi, internal dan
eksternal rotasi
 Terapis menggerakkan elbow kearah fleksi dan ektensi
 Terapis menggerakkan wrist kearah dorsi fleksi, palmar fleksi, inverse dan
eversi
5. Positioning
Tujuan : Mencegah resiko tirah baring
Action :
 Pasien diminta untuk miring ke kiri dan kekanan
- FT2 pada hari Selasa, tanggal 12 Maret 2019 :
Sama dengan fisioterapi pertama
1. Ambulasi
Tujuan : untuk menigkatkan kapasitas paru dan mengembalikan aktifitas tertentu
sehingga pasien dapat kembali mandiri.
Action :
 Pasien diminta untuk duduk tanpa sandaran dan diminta untuk berdiri.
- FT3 pada hari Rabu, tanggal 13 Maret 2019 :
Sama dengan fisioterapi kedua.
- FT4 pada hari Kamis, tanggal 14 Maret 2019 :
Sama dengan fisioterapi ketiga.
1. Transfer
Tujuan : untuk menigkatkan kapasitas paru dan mengembalikan aktifitas tertentu
sehingga pasien dapat kembali mandiri.
Action :
 Pasien diminta untuk berjalan
2. Melakukan penghitungan Six Minute Walking Test
Hasil METS : 2,8
3. Edukasi aktivitas sehari-hari

| 32
G. UNDERLYING PROCESS

Streptokokus B

Aktivasi sistem
imun

B cell dan T cell

Peradangan & Proliferasi


Jaringan ikat

Perikarditis PJR

Pembesaran Nodul Perubahan anatomi


Aschoff jantung

Peradangan Pada Katup

Stenosis MVR & TVR


Repair

Penurunan Nyeri Sesak


Ekpansi Nafas

Gangguan Mobilitas Fisik

| 33
H. PROGNOSIS
Qua at Vitam : Bonam
Qua at Sanam : Dubia ad Sanam
Qua at fungsionam : Dubia ad Sanam
Qua at cometicam : Bonam

I. EDUKASI:
a) Pasien diminta untuk latihan jalan sejauh 30-90 meter
b) Pasien diminta untuk naik turun tangga tidak lebih dari 2-3 tangga
c) Pasien diminta untuk latihan sepeda statis selama 3 menit

J. EVALUASI
Setelah dilakukan 4x fisioterapi didapatkan hasil sebagai berikut:
a) Nyeri dengan VDS
FT1 FT2 FT3 FT4
5 4 6 5

b) Ekspansi Thorax

c) Voldyne
FT1 FT2 FT3 FT4
400 500 600 800

d) NYHA
FT1 FT2 FT3 FT4
II II II II

e) Skala Borg
FT1 FT2 FT3 FT4

| 34
3 3 3 2

K. HASIL TERAPI AKHIR

Pasien atas nama Nn. N dengan diagnosa fisioterapi yaitu nyeri nyeri, sesak nafas,
penumpukan sputum dan penurunan ekspansi thorax. Berdasarkan hasil fisioterapi yang
telah dilakukan selama 4x dengan intervensi Breathing Exercise, Batuk Efektif, Thoracic
Expantion Exercise, General Exercise, Positioning, Transfer dan Ambulasi didapatkan hasil
sebagai berikut:

1. Terdapat penurunan nyeri


2. Penurunan sesak nafas
3. Terdapat peningkatan ekspansi thorax
4. Berhasil mengeluarkan sputum

| 35
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil fisioterapi yang telah dilakukan selama 4x dengan intervensi
Breathing Exercise, Batuk Efektif, Thoracic Expantion Exercise, General Exercise,
Positioning, Transfer dan Ambulasi didapatkan hasil terdapat penurunan nyeri dan sesak,
peningkantan ekspansi thorak dan pengeluaran sputum. Serta pemberian latihan transfer
dan ambulasi mampu meningkatkan kemampuan fungsional pasien diukur dari
peningkatan kemampuan pasien dari tidur ke duduk, duduk ke berdiri, dan
kemampuan pasien untuk berjalan di sekitar bed.
B. Saran
Pasien disarankan untuk melanjutkan latihan seperti yang telah diajarkan oleh
fisioterapis. Keberhasilan terapi memerlukan kerjasamayang baik antara fisioterapis,
pasien, dan keluarga pasien sehingga didapatkan hasil terapi yang optimal.
Dalam menangani kasus post operasi mitral valve repair dan tricuspid valve
repair et causa penyakit jantung rematik dan tercapainya tujuan terapi maka seorang
fisioterapis disarankan untuk selalu meningkatkan pengetahuan sehingga mampu
mengidentifikasi permasalahan serta melakukan tindakan fisioterapi secara tepat.
Bagi instansi rumah sakit sebaiknya melibatkan fisioterapi dalam menangani
pasien post operasi aortic valve repla mitral valve repair dan tricuspid valve repair et
causa penyakit jantung rematik atau kasus gangguan katup jantung lainnya guna
memberikan peran preventif dan rehabilitatif terhadap permasalahan yang melibatkan
gangguan pada fungsi dan gerak tubuh pasien.

| 36
DAFTAR PUSTAKA

Aaronson, P. I., Ward, J. P. T., & Connolly, M. J. (2012). The Cardiovascular System at a
Glance (4th ed.). Wiley-Blackwell.

Afif A. Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik Permasalahan Indonesia.


Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Disertasi [Article on the
internet] 2008. [cited on 29 October 2012].
Brown A, Maguire G, Walsh W. Australian guideline for prevention, diagnosis and
management of acute rheumatic fever and rheumatic heart disease. 2nd edition).
The National Heart Foundation of Australia and the Cardiac Society of Australia
and New Zealand. [Article on the internet] 2012.

Chin TK. Pediatric Rheumatic Heart Disease. Medscape [Article on the internet]
2012.[cited on 29 October 2012].
Dewanti, I. P. (2014). Coronary artery bypass graft. Universitas Diponegoro.
https://doi.org/10.1253/circj.CJ-16-1148

Essianda, Vania. 2015. Mortalitas Operasi Jantung Ganti Katup Di RSUP DR. Kariadi
Semarang. KTI. Universitas Diponegoro.

Harris, David. 2006. Nebulizer guidelines. United Bristol Health care. Directorate of
children’s services.

Hoan, Tan, Drs & Rahardja, Kirana, Drs. 2010. Obat-obat Penting Ed.6. Penerbit PT. Elex
Media Komputindo Kelompok Kompas Gramedia : Jakarta

Ikawati, Zullies. 2011. Penyakit System Pernapasan Dan Tatalaksana Terapinya.Yogyakarta


: Bursa Ilmu.

Kumar, R. 2013. Dasar-Dasar Patofisiologi penyakit. Alih Bahasa : Andry Hartono.


Tangerang : Binarupa Aksara

| 37
Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 7. Volume 2.
Alih bahasa oleh Brahm U Pendit. Jakarta: EGC.

Muttaqin, A. 2012. Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Penafasan.
Jakarta : Salemba Medika

Marijon E, Celermajer DS, Tafflet M, Jani DN, Ferreira B, et al.


Rheumatic Heart Disease Screening by Echocardiography: The Inadequacy of World
Health Organization Criteria for Optimizing the Diagnosis of Subclinical
Disease. AHA Journals. [data base on the internet] 2009.
Pearce EC., 2002. Anatomi dan Fisiologi Paru untuk Paramedis. PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta

Prasetyo, Y., & Yuliansyah, R. (2017). Manajemen Perioperatif pada Pasien dengan
Restenosis Katup Biomitral yang Menjalani Pergantian Katup Mitral. Jurnal
Anestesiologi Indonesia, 9(2), 110–120. Retrieved from
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/19828/13675

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2007. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume 1.
Edisi 8. Jakarta: EGC.

Simanjuntak, R.T. 2013. Karakteristik Penderita Bronkitis yang dirawat Jalan pada
Kelompok Umur ≥ 15 tahun di RSU Dr. Ferdinan Lumban Tobing Sibolga. Skripsi.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan.

Somantri, I. 2007. Keperawatan Medikal Bedah : Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika

Syahputra, A., & Yuniadi, Y. (2010). Anti-coagulant therapy after valvular heart surgery.
Indonesian Cardiology Journal, 31(2), 118–125.

Kliegman RM, Stanton BF, Geme JW.St, Schor NF, Behrman RE. Nelson Textbook of
Pediatrics. 19th Edition. [texs book] 2011. Philadelphia: Elsevier

| 38
Wallace MR. Rheumatic Fever. Medscape [Article on the internet] 2012. [cited on 29
October 2012].
Yunani. 2008. Efektifitas latihan peregangan otot pernafasan terhadap penurunan nyeri pada
pasien pasca coronary artery bypass grafting di rumah sakit jantung dan pembuluh
darah harapan kita Jakarta. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia. Depok.

| 39

Anda mungkin juga menyukai