Anda di halaman 1dari 8

PRAKTIKUM 10

(SPINA BIFIDA)

A. TUJUAN PRAKTIKUM
Mahasiswa mampu menguasai konsep dasar dan prosedur pelaksanaan fisioterapi pada
kasus spina bifida.

B. TEORI SINGKAT
1. Definisi Spina Bifida
Spina bifida adalah salah satu gangguan penutupan neural tube yang
menyebabkan terjadinya malformasi kongenital dan mempengaruhi sistem saraf.
Spina bifida berarti terbelahnya arcus vertebra yang bisa melibatkan jaringan saraf
di bawahnya atau tidak. Penyebabnya adalah kegagalan penutupan tube neural
dengan sempurna sehingga mempengaruhi neural dan struktur kutaneus ectodermal
yang terjadi pada hari ke 17- 20 kehamilan.

Gambar 1. Neural Tube

2. Etiologi
Kekurangan asam folat pada saat awal kehamilan. Asam folat adalah suatu gugus
yang berperan dalam pembentukan DNA pada proses erithropoesis yakni dalam
pembentukan sel-sel darah merah atau eritrosit dan perkembangaan sistem saraf.
Selain itu, penyebab terjadinya spina bifida adalah rendahnya kadar vitamin maternal
yang dikonsumsi akan mengurangi vitamin yang dibutuhkan dalam pembentukkan,
apa lagi pada awal masa kehamilan, sehingga nutrisi yang dibutuhkan dalam
membentuk tulang pada bayi menjadi lambat dan kurang sempurna. Adapun
kelainan bawaan lainnya yang juga ditemukan pada penderita spina bifida:
1) Hidrosefalus
2) Siringomielia
3) Dislokasi Pinggul

3. Tanda dan Gejala


Gambar 2. Spina Bifida
a. Spina Bifida Okulta
Bentuk ini merupakan spina bifda yang paling ringan. Kelainan seperti ini
biasanya terdapat didaerah lumbosacral, sebagian besar ditutupi oleh kulit dan
tidak tampak dari luar kecuali adanya segumpal kecil rambut diatas daerah yang
dihinggapi. Pada keadaan seperti ini medula spinalis dan saraf-saraf biasanya
normal dan gejala-gejala neurologik tidak ditemukan. Lesi yang terbentuk
terselubung atau tersembunyi di bawah kulit. Seringkali lesi pada kulit berupa
hairy patch, sinus dermal, dimple, hemangioma atau lipoma dan kadang-kadang
timbul gangguan neurologik pada regio torakal, lumbal, dan sakral. Pada masa
pertumbuhan anak-anak dapat pula ditemukan paralisis spastik yang ringan.
b. Spina Bifida Kistik
1) Meningokel
Penonjolan yang terdiri dari meninges dan sebuah kantong berisi cairan
serebrospinal (CSS). Penonjolan ini tertutup kulit biasa. Tidak ada kelainan
neurologik dan anak tidak mengalami paralise dan mampu untuk
mengembangkan kontrol kandung kemih dan usus. Terdapat kemungkinan
terjadinya infeksi bila kandung tersebut robek dan kelainan ini adalah masalah
kosmetik sehingga harus dioperasi
2) Miolomeningokel
Mielomeningokel merupakan jenis spina bifida yang paling berat.
Mielomeningokel ditandai dengan protrusi hernia dan kista meninges seperti
kantong cairan spinal dengan sarafnya keluar melalui defek tulang pada
kolumna vertebralis.

4. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala spina bifida bervariasi tergantung kepada beratnya kerusakan
pada korda spinalis dan akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala
ringan atau tanpa gejala, sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada
daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis maupun nakar saraf yang terkena.
Gejalanya dapat berupa penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai
bawah pada bayi baru lahir, kantung tidak tembus cahaya jika disinari, kelumpuhan
atau kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki, penurunan sensasi, inkontinensia
urin maupun inkontinansia alvi, korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi
(meningitis), adanya seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang),
dan lekukan pada daerah sacrum
5. Patofisiologi
Spina bifida disebabkan oleh kegagalan dari tabung saraf untuk menutup selama
bulan pertama embrio pembangunan (sering sebelum ibu tahu dia hamil). Biasanya
penutupan tabung saraf terjadi pada sekitar 28 hari setelah pembuahan. Namun, jika
sesuatu yang mengganggu dan tabung gagal untuk menutup dengan baik, cacat
tabung saraf akan terjadi. Obat seperti beberapa Antikonvulsan, diabetes, setelah
seorang kerabat dengan spina bifida, obesitas, dan peningkatan suhu tubuh dari
demam atau sumber-sumber eksternal seperti bak air panas dan selimut listrik dapat
meningkatkan kemungkinan seorang wanita akan mengandung bayi dengan spina
bifida. Namun, sebagian besar wanita yang melahirkan bayi dengan spina bifida
tidak punya faktor risiko tersebut, sehingga meskipun banyak penelitian, masih
belum diketahui apa yang menyebabkan mayoritas kasus. Beragam spina bifida
prevalensi dalam populasi manusia yang berbeda dan bukti luas dari strain tikus
dengan spina bifida menunjukkan dasar genetik untuk kondisi. Seperti manusia
lainnya penyakit seperti kanker, hipertensi dan aterosklerosis (penyakit arteri
koroner), spina bifida kemungkinan hasil dari interaksi dari beberapa gen dan faktor
lingkungan. Penelitian telah menunjukkan bahwa kekurangan asam folat (folat)
adalah faktor dalam patogenesis cacat tabung saraf, termasuk spina bifida (Smeltzer
& Bare, 2002).

6. Pemeriksaan Diagnostik Spina Bifida


Pemeriksaan diagnosis spina bifida ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil
pemeriksaan fisik. Pada trimester pertama wanita hamil menjalani pemeriksaan
darah yang disebut Triple Screen. Tes ini merupakan tes penyaringan untuk spina
bifida, sindroma down dan kelainan bawaan lainnya. 85 % wanita yang mengandung
bayi dengan spina bifida akan memiliki kadar serum alfa feytoprotein yang tinggi.
Tes ini memiliki angka positif palsu yang tinggi, karena itu jika hasilnya positif,
perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosis. Dilakukan USG
yang biasanya dapat menemukan adanya spina bifida. Perlu juga dilakukan
amniosentesis (analisa cairan ketuban) (Smeltzer & Bare, 2002).
Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan rontgen tulang belakang untuk
menentukan luas dan lokasi kelainan, USG tulang belakang bias menunjukkan
adanya kelainan pada korda spinalis maupun vertebra, CTScan atau MRI tulang
belakang kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan luasnya kelainan (Smeltzer
& Bare, 2002)

7. Diagnosa Fisioterapi
a. Body Structure : Deformitas tulang belakang (vertebra), kerusakan jaringan
saraf di daerah yang terkena spina bifida, atrofi otot pada bagian bawah lesi,
deformitas ekstremitas bawah (dislokasi hip, kontraktur sendi, club foot)
b. Body Function : Hilangnya sensasi bagian bawah lesi, kelemahan otot bagian
bawah lesi, keterbatasan lingkup gerak sendi, masalah bladder dan bowel,
keterlambatan perkembangan motorik.
c. Activity Limitation : Keterlambatan tumbuh kembang (berupa berguling,
duduk, merangkak, berdiri dan berjalan), Keterbatasan transfer dan ambulasi,
keterbatasan merawat diri (makan, berpakaian, dan toileting)
d. Participation Restriction : Kesulitan dalam berinteraksi sosial, kesulitan
bermain dengan temannya, kesulitan belajar dan sekolah.

8. Pemeriksaan fisioterapi
a. Two point discrimination
b. Finger to finger terapis
c. MMT : Untuk mengetahui nilai kekuatan otot

9. Problematika Fisioterapi
a. Somatosensorik
1) Muscle tone: hypotone untuk tungkai
2) Gerak: Kesulitan berjalan, saat bayi anak tidak bisa merangkak, kalau
merangkak seperti merayap, bila duduk posisi kaki seperti huruf ”w,
3) Sensasi : penurunan sensasi
4) Keseimbangan: anak tampak aneh dalam perjalanan, sering jatuh, tersandung
dan menabrak, kesulitan mengikat sepatu, kesulitan memasang dan
melepaskan kancing, melempar dan menangkap bola, anak tampak lamban
dalam bergerak halus dan kasar, benda yang dipegang sering jatuh.
5) Postur: Skoliosis, club foot
b. Kognisi
1) Tidak pandai menggambar, tulisannya sangat jelek
2) Sulit mengerjakan permainan jigsaw, menggunakan permainan yang
konstruksional
3) Sering dijumpai kesulitan bersekolah
4) Pada beberapa kasus bersamaan dengan gangguan perkembangan emosional
dan perilaku

10. Tujuan Fisioterapi


a. Meningkatkan keterampilan fisik yang mandiri
b. Optimalisasi mobilitas (baik berjalan atau si kursi roda)
c. Pencegakan deformitas

11. Intervensi Fisioterapi


a. Pasif, Aktif , dan Isometrik exercise
b. Latihan diatas Bola
c. Tillting Table
d. Latihan Berjalan
e. Terapi fisik dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga dan untuk memperkuat
fungsi otot.

C. ALAT DAN BAHAN


1. Alat tulis
2. Buku panduan praktikum
3. Bola Bobath
4. Tillting Table
5. Walking Bar
6. Dumble 1kg
7. Rubber band

D. PROSEDUR PELAKSANAAN
1. Persiapan
a. Ucapkan salam
b. Perkenalkan identitas diri
c. Jelaskan maksud dan tujuan dilakukannya tindakan
d. Cuci tangan
e. Kenakan handscoon dan masker

2. Pelaksanaan

PEMERIKSAAN FISIOTERAPI PADA KASUS SPINA BIFIDA

PROSEDUR KETERANGAN

1) Pasif Exercise

Lakukan Pasif exercise pada semua gerakan ekstremitas bawah full


ROM dengan toleransi, pada sendi :

a) Sendi Hip
b) Knee
c) Ankle

Tujuan Untuk : Untuk mempertahankan dan meningkatkan


gerak sendi

2) Active Excercise
Perintahkan pasien menggerakan gerakan yang ssma dengan passive
exercise pada ekstremitas bawah

Tujuan : memelihara kekuatan otot, dan fleksibilitas sendi

3) Isometric Exercise

Gerakan yang sama dengan passive exercise, tetapi terapis sedikit


menahan pergerakan pasien

Jika Pasien sudah mampu duduk :

Tujuan : Meningkatkan massa otot, meningkatkan kekuatan otot,


meningkatkan luas sendi

4) Latihan Dengan Bola


Letakan pasien diatas bola bobat, lalu gerakan bola kesegala arah
dengan toleransi kemampuan pasien

Tujuan :

a) Meningkatkan koordinasi dan keseimbangan


b) Memfasilitasi motor control
c) Meningkatkan kekuatan otot
d) Memfasilitasi transisi mobilisasi dari duduk
e) Meningkatkan input vestibular
f) Meningkatkan respon protective

5) Tilting Table

Lakukan pada posisi diatas dengan semua sendi panggul, hip, knee,
dan anke flat pada papan. Lakukan selama 10-60 menit.

Tujuan :

a) Stimulasi pada propioseptif persendian (trunk & Tungkai


termasuk kaki)
b) Stimulasi terhadap sistem vaskularisasi
c) Adaptasi bertahap terhadap posisi tegak (15 derajat, 30 derajat,
45 derajat, 60 derajat, 90 derajat)

6) Latihan Berjalan

Latihan berjalan bisa diulai dengan menggunakan lat bantu penuh


hingga sedikit semi sedikit kemampuan ditingaktakn sesuai toleransi
pasien

3. Akhiri dengan salam

Anda mungkin juga menyukai