Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN FISIOTERAPI PADA KASUS TENSION TYPE

HEADACHE UNTUK MENGURANGI NYERI DAN


MENINGKATKAN KEKUATAN OTOT DENGAN MODALITAS
FISIOTERAPI

Oleh:

1. Huriyah Hanan Kurniawan


2. M. Syukri
3. Nindy Lestari
4. Trianadewi

PROGRAM STUDI D-III FISIOTERAPI


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ABDURRAB
PEKANBARU
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan nyeri kepala adalah salah satu gangguan yang paling umum dari

sistem saraf. Nyeri kepala atau headache adalah suatu rasa nyeri dan tidak enak pada

daerah kepala, dan juga meliputi daerah wajah dan tengkuk leher (Perdossi, 2013).

Berdasarkan data dari International Association for Study of Pain (IASP, 2011).

Setengah dari populasi umum memiliki riwayat sakit kepala dan lebih dari 90%

penduduk dunia mempunyai riwayat sakit kepala selama hidupnya. Secara global,

diperkirakan prevalensi nyeri kepala pada orang dewasa adalah sekitar 50-

75%dengan rentan usia 18-65 tahun di dunia mengalami sakit kepala selama setahun

terakhir (WHO, 2011).

Berdasarkan hasil penelitian multisenter berbasis rumah sakit pada lima rumah

sakit besar di Indonesia menunjukkan hasil bahwa prevalensi pasien cluster headache

0,5%, migrain dengan aura 1,8%, migrain tanpa aura 10%, mixed headache 14%,

chronic tension-type headache 24%, episodic tension-type headache(TTH)31%. Dari

hasil penelitian itu, dapat disimpulkan bahwa tension-type headache merupakan

keluhan nyeri kepalaterbanyak yang dialami oleh masyarakat. (Sjahrir, dalam Oroh,

et al., 2016).

Selain dapat menurunkan kualitas hidup dan meningkatkan beban ekonomi,

nyeri kepalajugadapat mengganggu aktivitas sehari-hari (WHO, 2011). Adapun

faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya nyeri kepala, diantaranya seperti stres
emosional, kurang tidur, kelelahan, menstruasi, perubahan cuaca, makanan, dan

depresi(Iliopoulos, et al., 2015).

Tidur merupakan proses fisiologis penting dalam kehidupan manusia karena

gangguan pada siklus tidur dapat berdampak serius pada kesehatan

(Lemma,2012).Pola tidur yang buruk dapat berakibat kepada gangguan fisiologis dan

psikologi, dampak fisiologis meliputi penurunan aktifitas sehari-hari, rasa lelah,

lemah, penurunan daya tahan tubuh. Kebanyakan orang dewasa muda secara

individu sering mengalami jam-jam tidur yang tidak beraturan. Berkurangnya durasi

dan kualitas tidur di masyarakat, erat kaitannya dengan perubahan gaya hidup,

peningkatan penggunaan teknologi, peningkatan beban pekerjaan, dan kebutuhan

sosial (Lemma, 2012).

1.2 Rumusan Masalah

Apakah Pengaruh intervensi fisioterapi pada kasus Type Tension Headach?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh intervensi Fisioterapi

untuk menurunkan nyeri dan meningkatkan kekuatan otot pada kasus Tension Type

Headach.
1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Memberi pengetahuan bagi penulis khususnya dalam peneliti pengaruh

Pemberian intervensi Fisioterapi untuk menurunkan nyeri meningkatkan

kekuatan otot pada kasus Type Tension Headach.

1.4.2 Bagi Pendidikan

Penelitian karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi

Institusi pendidikan dalam membuat sumber keputusan tentang penanganan

Fisioterapi yang efektif bagi penderita Type Tension Headach

1.4.3 Bagi Pasien dan Masyarakat

Diharapkan pasien mendapatkan intervensi yang tepat dan efektif. Serta

menambah pengetahuan dan wawasan terhadap masyarakat mengenai

Pemberian intervensi Fisioterapi untuk menurunkan nyeri meningkatkan

kekuatan otot pada kasus Type Tension Headach.


BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Variabel Studi Kasus

2.1.1 Pengertian Type Tension Headech

Nyeri kepala tipe tegang atau tension type headache (TTH) adalah nyeri

kepala yang berlangsung beberapa menit sampai beberapa hari. Nyeri kepala

bilateral menekan atau mengikat dengan intensitas ringan sampai sedang. Nyeri

tidak bertambah pada aktifitas fisik rutin, tidak didapatkan mual tapi bisa ada

fotofobia atau fonofobia (Perdossi, 2015).

Secara epidemiologi prevalensi TTH pada populasi cukup beragam. Hal

ini dikarenakan studi serta desain penelitian yang berbeda dan disesuaikan

dengan demografi tertentu. TTH lebih sering terjadi di Eropa, dengan tingkat

prevalensi mencapai 80%, dibandingkan dengan Asia, yang memiliki tingkat

prevalensi TTH terendah sekitar 20%. Perbedaan jenis kelamin pada TTH

memiliki prevalensi sedikit lebih tinggi pada wanita pada semua umur

dibandingkan pria, dengan rasio wanita: pria berkisar 2 : 1 sampai dengan 3 : 1

( Chaidkk., 2012).

2.1.2 Etiologi Type Tension Headech

Penyebab dari TTH masih belum diketahui secara pasti. Diduga dapat

disebabkan oleh faktor psikis danfisik. Secara psikis, TTH dapat timbul akibat

reaksi tubuh terhadap stres, kecemasan, depresi dan konflik emosional.

Sedangkan faktor fisik, seperti posisi kepala yang menetap dalam jangka waktu

lama mengakibatkan kontraksi otot-otot kepala dan leher, tidur yang kurang,
kesalahan 9 dalam posisi tidur dan kelelahan juga dapat menyebabkan TTH.

(Duran ddkk., 2006; Midle-Busch dkk., 2011).

2.1.3 Patofisiologi Type Tension Headech

Nyeri kepala berkaitan dengan terangsangnya susunan peka nyeri. Nyeri

kemudian timbul setelah melewati proses modulasi sebelum akhirnya

dipersepsikan sebagai rasa nyeri baik melalui mekanisme sensitisasi perifer

atau sensitisasi sentral (Fumal dkk, 2008). Rangsang nyeri kepala bisa

disebabkan oleh adanya tekanan, traksi, displacement maupun proses kimiawi

dan inflamasi terhadap nosiseptor-nosiseptor pada struktur peka nyeri di

kepala. Jika struktur peka nyeri tersebut terletak pada ataupun diatas tentorium

serebeli, maka rasa nyeri yang timbul akan terasa menjalar pada daerah

didepan batas garis vertikal yang ditarik dari kedua telinga kiri dan kanan

melewati puncak kepala (daerah frontotemporal dan parietal anterior).

Sedangkan rangsangan terhadap struktur peka nyeri dibawah tentorium

(pada fossa kranii posterior) radik servikalis bagian atas dengan cabang-

cabang saraf perifernya akan menimbulkan nyeri pada daerah dibelakang garis

tersebut, yaitu didaerah oksipital, suboksipital dan servikal bagian atas. Rasa

nyeri ini ditransmisi oleh saraf kranial IX, X dan saraf spinal C1, C-2, dan C-3

(Chen, 2009).

Patofisologi TTH secara pasti belum diketahui, namun beberapa

penelitian menyatakan bahwa sensitisasi perifer (nosisepsi dari jaringan

miofasial perikranium) dan sensitisasi sentral (peningkatan rangsangan pada

centra lnervus system) memegang peranan penting pada patofisiologi TTH,

Asal nyeri kepala pada TTH sejak dahulu dikaitkan dengan kontraksi otot yang
berlebihan, iskemia, dan radang pada otot-otot kepala dan leher. Sejumlah studi

menunjukkan bahwa jaringan miofasial pada pasien dengan TTH di katakan

lebih nyeri dibandingkan pada kontrol, dan nyeri tekan pada saat palpasi juga

berkaitan dengan intesitas dan frekuensi nyeri pada TTH (Ashina dkk., 2013).

Timbulnya CTTH berkaitan dengan aktivasi sistem miofasial perifer

(sensitisasi perifer) dan sensititasi sentral. Proses tersebut dipengaruhi oleh

neurotransmiter dan mediator inflamasi seperti substansi-P, bradikinin,

calcitonin gene-related peptide (CGRP) serotonin dan norefineprin. Kondisi ini

akan mengakibatkan aktifnya nosiseptor perifer yang berlanjut dengan

sensitisasi 12 sentral yang dapat berlanjut hingga nyeri bersifat kronis akibat

dari impuls nyeri yang terus-menerus dipersepsikan. Pada nyeri kepala juga

terjadi proses inflamasi steril. Adanya inflamasi steril pada nyeri kepala

ditandai dengan pelepasan kaskade zat substansi dari perbagai sel. Makrofag

melepaskan sitokin Interleukin-1 (lL-1), Interleukin-6 (lL-6) dan Tumor

Necrotizing Faktor α (TNF-α) dan Nerve Growth Faktor (NGF). Mastcell

melepas metabolit histamin, serotonin, prostaglandin dan asam arakidonat

dengan kemampuan melakukan sensitisasi di terminal sel saraf (Bendsten dkk.,

2011).
2.1.4 Anatomi

a. Face Muscle

No Otot Origo Insersio Saraf


1 Sternokleidomastoideu Kaput sternal : manubrium Prosesus mastoideus CN XI, C
s superior tulang temporal dan C3
Kaput Klavikula :
Sepertiga medial
2 Temporalis Fossa temporal Prosesus koronoideus Saraf
dan tepi anterior ramus trigemin
mandibula
3 Occipitofrontalis Venter frontalis : kulit alis Galea aponeurotica Nervu
mata dan glabela, membuat facialis (V
lapisan sebuah otot
bersama m. Procerus,
corrugator supercili et
orbicularis oculi
Venter occipitalis : linea
nuchalis suprema
4 Zygomaticum major Os zygomaticum di dekat Bibir atas, sudut mulut Nervu
sutura facialis (V
zygomaticotemporalis
5 Zygomaticum minor Os zygomaticum di dekat Bibir atas, sudut mulut Nervu
sutura facialis (V
zygomaticomaxillaris

b. Upper Back Muscle


No Otot Origo Insersio Saraf
1 Supraspinatus Supraspinpous fossa scapula Tuberkel mayor humerus Saraf
supraskapular
C5-C6
2 Infraspinatus Infraspinous fossa scapula Tuberkel mayor humerus Saraf
supraskapular
C5-C6
3 Teresminor Batas lateral superior Tuberkel mayor humerus Saraf aksila
skapula C5-C6
4 Teresmajor Permukaan posterior angulus Bibir medial sulcus Saraf
inferior skapula bicipitalis pada humerus subskapular
bawah
C5-C6
5 Rhomboid minor Prosesus spinosus C7-T1 Batas medial skapula dari Saraf Skapular
akar spina ke sudut dorsal
inferior C5
6 Rhomboid major Prosesus spinosus T2-T5 Batas medial skapula dari Saraf Skapular
akar spina ke sudut dorsal
inferior C5
7 Upper trapezius Seluruh otot : ligamen nukal, 1/3 akromial clavicula Saraf
oksiput, dan prosesus aksesorius
spinosus C7-T12 C3-C4
Serat superior : protuberans
oksipital eksternal, sepertiga
medial garis nukal superior
oksiput, ligamen nukal dan
prosesus spinosus C7.

c. Upper arm Muscle


No Otot Origo Insersio Saraf
1 Deltoid Sepertiga lateral Tuberositas deltoid Saraf aksila
klavikula, prosesus humerus C5-C6
akromion, dan spina
skapula
2 Biceps Brachialis Kaput longum : tuberkel Tuberositas radial dan Saraf
supraglenoid skapula aponeurosis bisipital muskulokutaneus
Kaput breve : prosesus yang melapisi tendon C5-C6
korakoideus skapula fleksor komunis
3 Triceps Brachialis Kaput longum : tuberkel Prosesus olekranon Saraf radial
infraglenoid skapula ulna C5-T1
Kaput lateral : separuh
proksimal korpus
posterior humerus
Kaput medial : separuh
distal korpus posterior
humerus
4 Coracobrachialis Prosesus korakoideus Korpus medial, Saraf
skapula sepertiga tengah muskulokutaneus
humerus C5-C7
5 Brachialis Satu setengah permukaan Tuberositas dan Saraf
anterior humerus distal prosesus koronoideus muskulokutaneus
ulna C5-C6

2.1.5 Metode dan Intervensi Fisioterapi

1. Infrared
a. Pengertian InfraRed

Sinar infra merah adalah pancaran gelombang elektro-magnetik

dengan panjang gelombang 7.700 –4 juta Amstrong. Sebelumnya

telah dijelaskan bahwa selain dari Matahari, sinar Infra merah dapat

diperoleh secara buatan. Rentang frekuensi antara 400 THz-3 THz,

dan rentang energi foton antara 12,4 meV-1,7 eV.

b. Mekanisme IR

Rasa hangat yang ditimbulkan infra red dapat meningkatkan

vasodilatasi jaringan superfisial sehingga dapat memperlancar

metabolisme dan menyebabkan efek relaks pada ujung saraf

sensorik.Efek terapeutiknya adalah mengurangi nyeri (Prasetyo,

2018).

Infrared diberikan selama 10 menit pada bagian upper trapezius,

selama pemberian IR singkirkan pakaian yang menghalangi tubuh

pasien. Daya penetrasi 0,8 – 1 mm.

c. Tujuan IR

Tujuan diberi IR, mengurangi nyeri karena ketegangan otot-otot

terutama yang terletak superfisial, meningkatkan daya regang /

ekstensibilitas jaringan lunak sekitar sendi seperti ligamen, dan

kapsul sendi.

2. Release
Menggunakan teknik skin rolling, teknik general, lifting rolling dan

direct teknik serta manual terapi berupa tekanan yang diberikan untuk

otot. Ketika release harus disertai dengan stretch agar bertujuan untuk

memanjangkan komponen jaringan dalam kondisi stretch untuk

memanjangkan otot tanpa adanya ketegangan yang dapat membuat

kesulitan penetrasi.

Tujuan dari release untuk rileksasi otot, meningkatkan LGS,

mengurangi nyeri akibat adanya pembatasan dari suatu jaringan,

meningkatkan keseimbangan, mengembalikan postur yang benar.

Pelaksanaan : singkirkan pakaian pada daerah yang akan di release,

berikan oil untuk melakukan release.

3. US (Ultrasound)

Ultrasound menimbulkan efek biologis, dalam penggunaan

Ultrasound melalui penyerapan dari energi Ultrasound yang dapat

menghasilkan efek panas sehingga terjadi peningkatan sirkulasi darah

dan akan mengurangi tekanan peradangan pada tension headache

sehingga terjadi penurunan nyeri.

Ultrasound adalah gelombang suara berfrekuensi tinggi yang tidak

dapat terdeteksi oleh telinga manusia. Frekuensi ultrasound medis di AS

adalah 500.000 hingga 5.000.000 Hz (0,5 hingga 5MHz). Gelombang

ultrasound dihasilkan oleh Kristal keramik piezoe elektrik (biasanya

disebut timbale zirkonat titanata) yang dipasang pada aplikator atau

tranduser yang menghantarkan gelombang tersebut ke pasien. Ketika arus

bolak-balik dipasangkan pada kristal tersebut, terjadi pemecahan struktur


molekul, lalu molekul bergetar dan menghasilkan gelombang mekanis

yang serupa dengan gelombang suara. Frekuensi gelombang ditentukan

oleh ukuran kristal dan frekuensi arus yang dipasang. Gelombang

memerlukan media elastic sebagai tempat berpindah. Ketika berpindah,

gelombang menekan (fase kondensasi) dan melepaskan (fase rarefaksi)

molekul pada media secara bergantian, memancarkan energi melalui

molekul. Energi dari gelombang dapat menghasilkan efek termal atau

mekanis di tempat gelombang diserap. Ketika diaplikasikan pada

jaringan manusia, penyerapan gelombang oleh berbagai jaringan

menghasilkan produksi panas. Efek yang pertama terjadi adalah efek

mekanik, yaitu menimbulkan adanya peregangan sehingga tekananan

didalam jaringan yang dikenal sebagai micro-massage. Efek thermal dari

Ultrasound diantaranya meningkatkan lokal pada aliran darah,

meningkatkan metabolisme dalam jaringan tempat panas diserap,

meingkatkan ekstensibilitas jaringan ikat, meningkatkan kecepatan

konduksi saraf, mengontrol nyeri, mengurangi kekakuan sendi. Efek non

thermal dari Ultrasound yaitu cavitation dan micro-streaming.

Cavitation merupakan proses pembentukan gelembung udara yang dapat

membesar dalam jaringan sehingga dapat meningkatkan aliran plasma

dalam jaringan.Microstreaming merupakan desakan gelombang suara

padamembran sel yang dapat meningkatkan kerja pompa sodium sel yang

dapat mempercepat proses penyembuhan.

Pelaksanaan : Singkirkan pakaian dari bagian yang akan diberikan

US, bersihkan area, lalu berikan gel pada bagian yang akan di US pada
daerah tersebut dengan gerakan atas bawah / bulat, US diberikan selama

5 menit dengan intensitas 0,5 dan frekuensi 1 MHz.

Tujuan US : mengurangi nyeri, memperbaiki jaringan-jaringan yang

rusak.

4. TENS (Transcutaneus electrical nerve stimulation)

Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS) dapat

mengurangi nyeri karena terdapat mekanisme terjadinya penurunan nyeri

berdasarkan mekanisme gate control. Stimulasi saraf listrik transkutan

(transcutaneous elestrical nerve stimulation, TENS) adalah nama generik

untuk metode stimulasi serabut saraf aferen yang dirancang untuk

mengendalikan nyeri. TENS mengaktifkan jaringan saraf asendensdan

desendens yang kompleks, pemancar neurokimiawi, dan reseptor

opioid/non-opioid yang akan mengurangi konduksi impuls nyeri dan

persepsi nyeri. Mekanisme nyeri dapat dikategorikan berdsarkan (1)

input ke sistem saraf pusat, (2) pemprosesan sentral termasuk hornus

dorsal medula spinalis dan komponen afektif/emosional suprasegmental,

serta yang terakhir (3) komponen output.

Pelaksanaan : Singkirkan pakaian dari bagian yang akan dipakai,

bersihkan area, lalu letakkan pada area yang akan dipasangkan pad tens.

Tens diberikan selama 11 menit dalam ambang batas pasien.

Tujuan : Mampu mengaktivasi baik serabut saraf berdiameter besar

atau kecil yang akan menyampaikan berbagai informasi sensoris ke

sistem saraf pusat. Berkurangnya nyeri selama 3 jam / lebih sesudah


penggunaan tens, kemajuan fungsional (LGS) peningkatan kekuatan dan

ketahanan.

5. Dry Needling

Pelaksanaan : Singkirkan pakaian pada daerah yang akan diberikan

dry needling, bersihkan daerah yang akan diberikan dry needling

menggunakan alkohol, lalu jarum dimasukkan ke dalam kulit di atas

MTrP hingga kedalaman 2 mm.

Tujuan : target utamanya pemicu nyeri pecah dan terbawa titik nyeri

pada otot, yang berfungsi untuk mengurangi derajat nyeri, dry needling

berperan merangsang titik pemicu nyeri yang mendasarinya Dry

needling juga bertindak melalui pelepasan endorfin dan kortisol serum

tetapi juga menghilangkan nyeri dan refungsi biomekanik oleh

menonaktifkan kasus pada tingkat sel otot dan sehingga menghilangkan

fokus nociceptive otot. Jarum juga menyebabkan pendarahan lokal yang

menyebabkan penyembuhan dengan merangsang kolagen dan

pembentukan protein.

6. Electrical Muscle Stimulation (EMS)

Pelaksanaan : Penjepit EMS di jepitkan pada jarum dry needling

dengan intensitas waktu selama 10-15 menit.

Tujuan : EMS digunakan untuk meningkatkan voluntary motor

control dengan meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan motor

kontrol, mengurangi spastisitas, mengurangi rasa sakit dan meningatkan

lingkup gerak sendi. EMS juga dapat digunakan untuk mempertahankan

massa otot dan fungsi selama jangka waktu lama, untuk pemulihan massa
otot dan untuk perbaikan fungsi otot pada kelompok sehat seperti lansia,

atlet, dewasa.

Frekuensi : Arus yang digunakan arus DC dengan bentuk gelombang

byphasic, frequensi 30 Hz dan Pulse duration 200-300 μs.


BAB 3

LAPORAN STATUS KLINIK

TEMPAT PRAKTIK : Klinik Lazora

Tanggal Pembuatan Laporan : Kamis, 27 Mei 2021

Kondisi / Kasus : FT B

3.1 Keterangan Umum Penderita

Nama : Tn. Yoseph

Umur : 40 thn

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Kristen

Pekerjaan : TNI

Alamat : Panam

3.2 Data Data Medis

(Diagnosis medis, catatan klinis, general treatment, medika mentosa,

hasil lab, foto ronsen, dll)

Diagnosis Medis : Tension Headche

General Treatment : - Tukang pijit

- Rumah Sakit Syafira

- Fisioterapi Lazora
3.3 Assesmen Fisioterapi

A. ANAMNESIS (AUTO)

1. KELUHAN UTAMA

Pasien merasakan sakit kepala bagian kiri (migrain) dan leher terasa

kaku.

2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

± Pada tahun 2004 pasien jatuh saat latihan terjun dan kejadian terulang

pada tahun 2018. Pada saat terjatuh yang ke 2 kali pasien baru merasakan

sakit pada bagian pinggang dan bahu. Pasien membawa ke berbagai

tukang pijit namun tidak ada hasil, lalu pasien sempat fisioterapi juga di

Rumah Sakit Syafira dengan intervensi traksi dan infrared. Karena tidak

adanya rasa yang berkurang dan tidak puas, pasien berobat ke lazora

untuk melanjutkan fisioterapi. Rasa sakit ketika menoleh ke kiri dan

kanan, jika bahu sudah merasa tegang barulah kepala menjadi pusing

(migrain).

3. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Sebelumnya pasien belum pernah mengalami sakit serupa.

4. RIWAYAT PENYAKIT PENYERTA

Hipertensi (-)

Diabetes (-)

5. RIWAYAT KELUARGA DAN STATUS SOSIAL

Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti pasien.


B. PEMERIKSAAN FISIK

1. PEMERIKSAAN TANDA VITAL

Tekanan Darah : 120/90 mmHg

Denyut Nadi : 68 x / menit

Penapasan : 20 x / menit

Temperatur : 36,3 ° C

Tinggi badan : 182 Cm

Berat Badan : 82 Kg

2. INSPEKSI/OBSERVASI

Statis : - Bahu asimetris.

- Ekspresi wajah asimetris.

- Scapula bag. sinistra lebih menonjol daripada scapula dextra.

Dinamis : - Tampak sedikit kesulitan menggerekkan leher (menoleh

kiri dan kanan)

3. PALPASI

Adanya spasme pada otot upper trapezius, teres minor, teres mayor,

infraspinatus, supraspinatus, sternocleidomastoideus, face muscle,

brachialis, supinator, deltoid, triceps brachialis, biceps brachialis,

subscapularis, coracobrachialis, rhomboideus mayor dan

rhomboideus minor.

4. PERKUSI

Tidak dilakukan.

5. AUSKULTASI

Tidak dilakukan
6. PEMERIKSAAN FUNGSI

Gerakan Cervical

 Aktif :

Fleksi >< ekstensi : Mampu dilakukan gerakan aktif ROM

normal.

Lat. Fleksi dex >< Lat. Fleksi sin : Mampu dilakukan gerakan

aktif ROM normal.

Rot. Dex >< Rot. Sin : Mampu dilakukan gerakan aktif ROM

normal.

Pasien mampu melakukan gerakan aktif cervical tetapi tidak

terlalu maksimal ketika rotasi sinistra maupun rotasi dextra.

 Pasif :

Fleksi >< ekstensi : LGS dalam batas normal elastic endfeel.

Lat. Fleksi dex >< Lat. Fleksi sin : LGS dalam batas normal

elastic endfeel.

Rot. Dex >< Rot. Sin : LGS dalam batas normal namun springy

endfeel.

Gerakan shoulder

 Aktif :

Fleksi >< ekstensi : Mampu dilakukan gerakan aktif ROM

normal.

Abduksi >< Adduksi : Mampu dilakukan gerakan aktif ROM

normal.
Int. Rot >< Eks. Rot : Mampu dilakukan gerakan aktif ROM

normal.

Pasien mampu melakukan gerakan aktif shoulder.

 Pasif :

Fleksi >< ekstensi : LGS dalam batas normal elastic endfeel.

Abduksi >< Adduksi : LGS dalam batas normal elastic endfeel.

Int. Rot >< Eks. Rot : LGS dalam batas normal elastic endfeel.

7. PEMERIKSAAN KHUSUS DAN PENGUKURAN

Cervical Goneometer :

S = 10°-0-10°

F = 40°-0-40°

R = 75°-0-70°

Vas :

Nyeri diam : 0

Nyeri gerak : 8 (Sebelum Terapi)

4 (Setelah Terapi)

Pengukuran spasme otot dengan palpasi :

Upper trapezius : 1 (Ada Spasme)

Teres minor : 1 (Ada Spasme)

Teres mayor : 1 (Ada Spasme)

Infraspinatus : 1 (Ada Spasme)

Supraspinatus : 1 (Ada Spasme)

Sternocleidomastoideus : 1 (Ada Spasme)

Face muscle : 1 (Ada Spasme)


Brachialis : 1 (Ada Spasme)

Supinator : 1 (Ada Spasme)

Deltoid : 1 (Ada Spasme)

Triceps brachialis : 1 (Ada Spasme)

Biceps brachialis : 1 (Ada Spasme)

Subscapularis : 1 (Ada Spasme)

Coracobrachialis : 1 (Ada Spasme)

Rhomboideus mayor : 1 (Ada Spasme)

Rhomboideus minor : 1 (Ada Spasme)

Pemeriksaan Khusus :

Foraminal Compession Test : - (Negatif)

Spurling’s Test : - (Negatif)

Distraction Test : - (Negatif)

8. KOGNITIF, INTRAPERSONAL & INTERPERSONAL

Kognitif : Pasien bisa berkomunikasi dan merespon dengan baik untuk

mengikuti instruktur terapis.

Intrapersonal : Bisa mengetahui motivasi pasien untuk sembuh karena

adannya ekspresi wajah yang menggambarkannya.

Interpersonal : Pasien mampu kooperatif dan komunikasi untuk

berinteraksi dengan fisioterapis.


3.4 Diagnosa Fisioterapi

Impairment

Anatomical : Adanya spasme pada otot upper trapezius, teres minor, teres

mayor, infraspinatus, supraspinatus, sternocleidomastoideus, face muscle,

brachialis, supinator, deltoid, triceps brachialis, biceps brachialis,

subscapularis, coracobrachialis, rhomboideus mayor dan rhomboideus minor.

Fungsional : Nyeri saat melakukan gerakan rotasi dextra dan rotasi sinistra

cervical.

Functional Limitation

o Pasien kesulitan dalam melakukan gerakan menoleh ke kiri dan kanan.

o Migrain

Disability/Participation restriction

Kesulitan dalam melakukan pekerjaannya.

3.5 Rencana Evaluasi (Sesuai dengan Problematick Fisioterapi)

o VAS nyeri aktif.

o Endfeel Cervical.

o Penurunan spasme dengan palpasi.

3.6 Prognosis

Quo Ad Vitam : Baik

Quo Ad Sanam : Baik

Quo Ad Cosmeticam : Baik


Quo Ad Fungsional : Baik

3.7 Program Fisioterapi

A. TUJUAN

Jangka Pendek : - Mengurangi nyeri bag. leher dan bahu.

- Mencegah kontraktur.

- Menurunkan spasme.

Jangka Panjang : - Meningkatkan kemampuan fungsional agar pasien

melakukan

Aktifitas pekerjaan TNI tanpa adanya rasa terganggu.

- Melanjutkan tujuan jangka pendek.

B. TINDAKAN FISIOTERAPI

- IR (InfraRed)

Infrared diberikan selama 10 menit pada bagian upper trapezius, selama

pemberian IR singkirkan pakaian yang menghalangi tubuh pasien. Daya

penetrasi 0,8 – 1 mm.

Tujuan diberi IR, mengurangi nyeri karena ketegangan otot-otot

terutama yang terletak superfisial, meningkatkan daya regang /

ekstensibilitas jaringan lunak sekitar sendi seperti ligamen, dan kapsul

sendi.

- Release

Menggunakan teknik skin rolling, teknik general, lifting rolling dan

direct teknik serta manual terapi berupa tekanan yang diberikan untuk

otot. Ketika release harus disertai dengan stretch agar bertujuan untuk

memanjangkan komponen jaringan dalam kondisi stretch untuk


memanjangkan otot tanpa adanya ketegangan yang dapat membuat

kesulitan penetrasi.

Tujuan dari release untuk rileksasi otot, meningkatkan LGS,

mengurangi nyeri akibat adanya pembatasan dari suatu jaringan,

meningkatkan keseimbangan, mengembalikan postur yang benar.

Pelaksanaan : singkirkan pakaian pada daerah yang akan di release,

berikan oil untuk melakukan release.

- US (Ultrasound)

Pelaksanaan : Singkirkan pakaian dari bagian yang akan diberikan US,

bersihkan area, lalu berikan gel pada bagian yang akan di US pada

daerah tersebut dengan gerakan atas bawah / bulat, US diberikan selama

5 menit dengan intensitas 0,5 dan frekuensi 1 MHz.

Tujuan US : mengurangi nyeri, memperbaiki jaringan-jaringan yang

rusak.

- TENS

Pelaksanaan : Singkirkan pakaian dari bagian yang akan dipakai,

bersihkan area, lalu letakkan pada area yang akan dipasangkan pad tens.

Tens diberikan selama 11 menit dalam ambang batas pasien.

Tujuan : Mampu mengaktivasi baik serabut saraf berdiameter besar atau

kecil yang akan menyampaikan berbagai informasi sensoris ke sistem

saraf pusat. Berkurangnya nyeri selama 3 jam / lebih sesudah

penggunaan tens, kemajuan fungsional (LGS) peningkatan kekuatan

dan ketahanan.
- Dry Needling

Pelaksanaan : Singkirkan pakaian pada daerah yang akan diberikan dry

needling, bersihkan daerah yang akan diberikan dry needling

menggunakan alkohol, lalu jarum dimasukkan ke dalam kulit di atas

MTrP hingga kedalaman 2 mm.

Tujuan : target utamanya pemicu nyeri pecah dan terbawa titik nyeri

pada otot, yang berfungsi untuk mengurangi derajat nyeri, dry needling

berperan merangsang titik pemicu nyeri yang mendasarinya Dry

needling juga bertindak melalui pelepasan endorfin dan kortisol serum

tetapi juga menghilangkan nyeri dan refungsi biomekanik oleh

menonaktifkan kasus pada tingkat sel otot dan sehingga menghilangkan

fokus nociceptive otot. Jarum juga menyebabkan pendarahan lokal yang

menyebabkan penyembuhan dengan merangsang kolagen dan

pembentukan protein.

- Electrical Muscle Stimulation (EMS)

Pelaksanaan : Penjepit EMS di jepitkan pada jarum dry needling dengan

intensitas waktu selama 10-15 menit.

Tujuan : EMS digunakan untuk meningkatkan voluntary motor control

dengan meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan motor kontrol,

mengurangi spastisitas, mengurangi rasa sakit dan meningatkan lingkup

gerak sendi. EMS juga dapat digunakan untuk mempertahankan massa

otot dan fungsi selama jangka waktu lama, untuk pemulihan massa otot

dan untuk perbaikan fungsi otot pada kelompok sehat seperti lansia,

atlet, dewasa.
Frekuensi : Arus yang digunakan arus DC dengan bentuk gelombang

byphasic, frequensi 30 Hz dan Pulse duration 200-300 μs.

C. EDUKASI DAN HOME PROGRAM

Edukasi : saat tidur menggukan bantal yang tidak terlalu tinggi dan tidak

terlalu rendah serta jam tidur yang baik dan cukup.

Home program : melakukan stretching ulang yang telah di ajarkan oleh ft.

3.8 Hasil Terapi Akhir

Terdapatnya penurunan nyeri dengan skala nyeri VAS :

8 saat sebelum terapi

4 saat setelah terapi

Serta adanya penurunan spasme yang hanya tersisa pada otot teres minor, teres

mayor dan brachialis.

Belum adanya perubahan pada endfeel.


BAB 4

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap pasien, maka penulis mengambil

kesimpulan yaitu pemberian intervensi fisioterapi yang diberikan terapi selama ini

memberikan hasil yang efektif untuk mengurangi nyeri pada Type Tension Hadeach

dimana terdapat penurunan nyeri dan meningkatkan kekuatan otot. Bahwa hasil

pelaksanaan terapi dengan menggunakan intervensi fisioterapi mampu mengurangi

nyeri pada kasus Type Tension Headache.

B. Saran

a. Diharapkan Home program yang telah

diberikan kepada pasien terus dilakukan oleh pasien dirumah.

b. Diharapkan penulis mampu memberi

motivasi kepada pasien untuk mengurangi kegiatan yang berlebihan.

Anda mungkin juga menyukai