Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Nyeri kepala atau cephalgia termasuk keluhan yang umum dan dapat terjadi
akibat banyak sebab yang membuat pemeriksaan harus dilakukan dengan lengkap. Nyeri
kepala kronik biasanya disebabkan oleh migren, ketegangan, atau depresi, namun dapat
juga terkait dengan lesi intracranial, cedera kepala, dan spondilosis servikal, penyakit gigi
atau mata, disfungsi senditemporomandibular, hipertensi, sinusitis, dan berbagai macam
gangguan medis umum lainnya (Baehr, 2010).
Definisi menurut IASP (International assosiation for the study of pain), nyeri
adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang sedang
terjadi atau telah terjadi atau yang digambarkan dengan kerusakan jaringan. Nyeri kepala
adalah perasaan sakit atau nyeri, termasuk rasa tidak nyaman yang menyerang daerah
tengkorak (kepala) mulai dari kening kearah atas dan belakang kepala. dan daerah wajah.
IHS tahun 1988 menyatakan bahwa nyeri pada wajah termasuk juga dalam nyeri kepala.
Kini penanganan akan nyeri kepala sudah memiliki standarisasi dari IHS untuk
membedakan akan cluster headache, migrain, tension headache dan dengan nyeri kepala
lainnya (Baehr, 2010).
Nyeri kepala biasa disebabkan gaya hidup, kondisi penyakit, jenis kelamin, umur,
pemberian histamin atau nitrogliserin sublingual dan faktor genetik. Prevalensi nyeri
kepala di USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau 45 juta orang menderita nyeri
kepala kronik dan 20 juta dari 45 juta tersebut merupakan wanita. 75 % dari jumlah di
atas adalah tipe tension headache (ICHD II, 2011)

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan nyeri kepala primer?

2. Bagaimana epidemiologi, etiologi dan faktor resiko nyeri kepala primer?

3. Bagaimana anatomi dan patofisiologi dari nyeri kepala primer?

4. Apa saja dan bagaimana klasifikasi dari nyeri kepala primer?

1
5. Bagaimana penatalaksanaan nyeri kepala primer?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari nyeri kepala primer

2. Mengetahui epidemiologi, etiologi dan faktor resiko dari nyeri kepala primer

3. Mengetahui anatomi dan patofisiologi dari nyeri kepala primer

4. Mengetahui klasifikasi dari nyeri kepala primer

5. Mengetahui penatalaksanaan nyeri kepala primer

2
BAB II

TINJUAN PUSTAKA

A. Definisi
Nyeri kepala atau cephalgia merupakan rasa nyeri atau rasa tidak nyaman pada
daerah atas kepala, memanjang dari orbita sampai ke arah belakang kepala yaitu area
oksipital dan sebagian daerah tengkuk.Cephalgia adalah rasa nyeri atau tidak enak di
antara daerah orbital dan oksipital yang muncul dari struktur nyeri yang sensitif.
(Lindsay,2004)(perdossi,2013)
Nyeri kepala diklasifikasikan oleh International Headache Society, menjadi nyeri
kepala primer dan sekunder. Yang termasuk ke dalam nyeri kepala primer antara lain
adalah: nyeri kepala tipe tegang (TTH - Tension Type Headache), migrain, nyeri kepala
cluster dan nyeri kepala primer lain, contohnya hemicrania continua. Nyeri kepala primer
merupakan 90% dari semua keluhan nyeri kepala. Nyeri kepala juga dapat terjadi
sekunder, yang berarti disebabkan kondisi kesehatan lain. (perdossi,2013)

B. Epidemiologi
Berdasarkan hasil penelitian multisenter berbasisi rumah sakit pada 5 rumah sakit
di Indonesia, didapatkan prevalensi penderita nyeri kepala sebagai berikut, Migren tanpa
aura 10%, Migren dengan aura 1,8%, Episodik Tension Type Headache 31%, Chronic
Tension Type Headache 24%, Cluster Headache 0,5%, Mixed Headache
14%.).(perdossi,2013)(Stephen,2001).
Penelitian berbasis populasi menggunakan kriteria International Headache Society
untuk Migrain dan Tension Type Headache (TTH), juga penelitian Headache in General
dimana Chronis Daily Headache juga disertakan. Secara global, presentase populaasi
orang dewasa dengan gangguan nyeri kepala 46%, 11% Migren, 42% Tension Type
Headache dan 3% untuk Chronic Daily Headache.

C. Etiologi
Bangunan yang mengandung ujung saraf yang sensitif terhadap rasa nyeri, dapat
distimulasikan oleh traksi (tarikan), inflamasi, tekanan, infiltrasi neoplasma (keganasan),

3
zat biokimiawi yang terlepas pada nyeri kepala tertentu.Stimulasi bangunan peka nyeri
yang berada di atas tentorium serebellum cenderung menimbulkan rasa nyeri di daerah
oksipital dan suboksipital.Semua jaringan kulit kepala (scalp), wajah, leher, dan kuduk
peka terhadap rangsang nyeri.Nyeri kepala dapat langsung terjadi pada penyakit di mata
dan bangunan di orbita, rongga hidung dan sinus paranasal, gigi, telinga bagian eksterna
dan bagian tengah.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa nyeri kepala dapat disebabkan oleh :
 Traksi atau trombosis atau peranjakan vena sinus atau cabang kortikalnya
Traksi, dilatasi atau inflamasi yang melibatkan dura fosa anterior dan fosa
posterior atau arteri intrakranial atau ekstrakranial.
 Traksi, peranjakan atau penyakit pada saraf kranila V, IX, X dan tiga saraf spinal
servikal bagian pertama (saraf spinal C1, C2, dan C3)
 Perubahan tekanan intrakranial
 Penyakit di jaringan kulit kepala, wajah, mata, hidung telinga dan leher kuduk.

Secara garis besar dan sederhana nyeri kepala dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
 Vaskular.
 Kontraksi otot (nyeri kepala jenis tegang).
 Keadaan ekstrakranial atau intrakranial, struktural atau inflamasi.

4
D. Faktor Resiko
Faktor resiko terjadinya nyeri kepala yaitu :
 Kelainan vaskular, saraf atau metabolism
 Trauma kepala
 Penyakit sistemik seperti anemia, hipertensi, hipotensi
 Kelelahan berkendara
 Mengkonsumsi alkohol berlebihan
 Postur/posisi tubuh yang salah
 Riwayat keluarga dan genetik.

E. Anatomi Nyeri Kepala


Nyeri kepala dipengaruhi oleh nukleus trigeminoservikalis yang merupakan
nosiseptif yang penting untuk kepala, tenggorakan dan leher bagian atas.Semua aferen
nosiseptif dari saraf trigeminus, fasial, glosopharingeus, vagus dan saraf dari C1-3
beramifikasi pada grey matter area ini. Nukleus trigeminoservikalis terdiri dari tiga
bagian pars oralis yang berhubungan dengan sensasi taktil diskriminatif dari region
orofasial, pars interpolaris yang berhubungan dengan transmisi sensasi taktil diskriminatif
seperti sakit gigi, pars kaudalis yang berhubungan dengan transmisi nosiseptif dan suhu.
Saraf trigeminus terdiri dari 3 yaitu V1, V2 dan V3.V1 yaitu oftalmikus,
menginervasi daerah orbita dan mata, sinus frontalis, duramater dari fossa cranial dan
falx serebri serta pembuluh darah yang berhubungan dengan duramater ini.V2 maksilaris
menginervasi daerah hidung, sinus paranasal, gigi bagian atas dan duramater bagian fossa
cranial medial.V3 yaitu mandibularis menginervasi daerah duramater bagian fossa cranial
medial, rahang bawah dan gigi, telinga, sendi temporomandibular dan otot mengunyah.
Selain saraf trigeminus terdapat saraf cranial VII, IX, X yang menginervasi
meatus auditorius eksterna dan membrane timpani.Saraf cranial IX menginervasi rongga
telinga tengah, saraf cranial IX dan X menginervasi faring dan laring.Servikalis yang
terlibat dalam sakit kepala adalah C1, C2 dan C3.Ramus dorsalis dari C1 menginervasi
otot suboksipital triangle obliqus superior, inferior dan rectus capitis posterior major dan
minor. Ramus dorsalis dari C2 memiliki cabang lateral yang masuk ke otot leher

5
superficial posterior, longissimus capitis dan splenius. Sedangkan cabang besarnya
bagian medial menjadi greater occipital nerve.

F. Patofisiologi
Nyeri merupakan mekanisme protektif yang dapat terjadi setiap saat bila ada
jaringan manapun yang mengalami kerusakan, dan melalui nyeri inilah, seorang individu
akan bereaksi dengan cara menjauhi stimulus nyeri tersebut.Rasa nyeri dimulai dengan
adanya perangsangan pada reseptor nyeri oleh stimulus nyeri.Stimulus nyeri dapat dibagi
tiga, yaitu mekanik, termal, dan kimia.Mekanik, spasme otot merupakan penyebab nyeri
yang umum karena dapat mengakibatkan terhentinya aliran darah ke jaringan (iskemia
jaringan), meningkatkan metabolisme di jaringan dan juga perangsangan langsung ke
reseptor nyeri sensitif mekanik.Termal, rasa nyeri yang ditimbulkan oleh suhu yang
tinggi tidak berkorelasi dengan jumlah kerusakan yang telah terjadi melainkan
berkorelasi dengan kecepatan kerusakan jaringan yang timbul.Hal ini juga berlaku untuk
penyebab nyeri lainnya yang bukan termal seperti infeksi, iskemia jaringan, memar
jaringan, dan lainnya. Pada suhu 450C, jaringan– jaringan dalam tubuh akan mengalami
kerusakan yang didapati pada sebagian besar populasi.5 Kimia, ada beberapa zat kimia
yang dapat merangsang nyeri seperti bradikinin, serotonin, histamin, ion kalium, asam,
asetilkolin, dan enzim proteolitik. Dua zat lainnya yang diidentifikasi adalah
prostaglandin dan substansi P yang bekerja dengan meningkatkan sensitivitas dari free
nerve endings.Prostaglandin dan substansi P tidak langsung merangsang nyeri tersebut.
Dari berbagai zat yang telah dikemukakan, bradikinin telah dikenal sebagai
penyebab utama yang menimbulkan nyeri yang hebat dibandingkan dengan zat lain.
Kadar ion kalium yang meningkat dan enzim proteolitik lokal yang meningkat sebanding
dengan intensitas nyeri yang dirasakan karena kedua zat ini dapat mengakibatkan
membran plasma lebih permeabel terhadap ion.Iskemia jaringan juga termasuk stimulus
kimia karena pada keadaan iskemia terdapat penumpukan asam laktat, bradikinin, dan
enzim proteolitik. Semua jenis reseptor nyeri pada manusia merupakan free nerve
endings. Reseptor nyeri banyak tersebar pada lapisan superfisial kulit dan juga pada
jaringan internal tertentu, seperti periosteum, dinding arteri, permukaan sendi, falx, dan
tentorium.Kebanyakan jaringan internal lainnya hanya diinervasi oleh free nerve endings

6
yang letaknya berjauhan sehingga nyeri pada organ internal umumnya timbul akibat
penjumlahan perangsangan berbagai nerve endings dan dirasakan sebagai slow – chronic-
aching type pain.
Nyeri dapat dibagi atas dua yaitu fast pain dan slow pain. Fast pain, nyeri akut,
merupakan nyeri yang dirasakan dalam waktu 0,1 s setelah stimulus diberikan. Nyeri ini
disebabkan oleh adanya stimulus mekanik dan termal. Signal nyeri ini ditransmisikan dari
saraf perifer menuju korda spinalis melalui serat Aδ dengan kecepatan mencapai 6-30
m/s. Neurotransmitter yang mungkin digunakan adalah glutamat yang juga merupakan
neurotransmitter eksitatorik yang banyak digunakan pada CNS. Glutamat umumnya
hanya memiliki durasi kerja selama beberapa milliseconds. Slow pain, nyeri kronik,
merupakan nyeri yang dirasakan dalam wkatu lebih dari 1 detik setelah stimulus
diberikan. Nyeri ini dapat disebabkan oleh adanya stimulus mekanik, kimia dan termal
tetapi stimulus yang paling sering adalah stimulus kimia. Signal nyeri ini ditransmisikan
dari saraf perifer menuju korda spinalis melalui serat C dengan kecepatan mencapai 0,5 –
2 m/s. Neurotramitter yang mungkin digunakan adalah substansi P.5 Meskipun semua
reseptor nyeri adalah free nerve endings, jalur yang ditempuh dapat dibagi menjadi dua
pathway yaitu fast-sharp pain pathway dan slow-chronic pain pathway. Setelah mencapai
korda spinalis melalui dorsal spinalis, serat nyeri ini akan berakhir pada relay neuron
pada kornu dorsalis dan selanjutnya akan dibagi menjadi dua traktus yang selanjutnya
akan menuju ke otak. Traktus itu adalah neospinotalamikus untuk fast pain dan
paleospinotalamikus untuk slow pain.6 Traktus neospinotalamikus untuk fast pain, pada
traktus ini, serat Aδ yang mentransmisikan nyeri akibat stimulus mekanik maupun termal
akan berakhir pada lamina I (lamina marginalis) dari kornu dorsalis dan mengeksitasi
second-order neurons dari traktus spinotalamikus. Neuron ini memiliki serabut saraf
panjang yang menyilang menuju otak melalui kolumn anterolateral. Serat dari
neospinotalamikus akan berakhir pada:
1. Area retikular dari batang otak (sebagian kecil),
2. nukleus talamus bagian posterior (sebagian kecil),
3. kompleks ventrobasal (sebagian besar). Traktus lemniskus medial bagian kolumn
dorsalis untuk sensasi taktil juga berakhir pada daerah ventrobasal.

7
Adanya sensori taktil dan nyeri yang diterima akan memungkinkan otak untuk
menyadari lokasi tepat dimana rangsangan tersebut diberikan. Traktus
paleospinotalamikus untuk slow pain, traktus ini selain mentransmisikan sinyal dai serat
C, traktus ini juga mentransmisikan sedikit sinyal dari serat Aδ. Pada traktus ini saraf
perifer akan hampir seluruhnya nerakhir pada lamina II dan III yang apabila keduanya
digabungkan, sering disebut dengan substansia gelatinosa. Kebanyakan sinyal kemudian
akan melalui sebuah atau beberapa neuron pendek yang menghubungkannya dengan area
lamina V lalu kemudian kebanyakan serabut saraf ini akan bergabung dengan serabut
saraf dari fast-sharp pain pathway. Setelah itu, neuron terakhir yang panjang akan
menghubungkan sinyal ini ke otak pada jaras anterolateral. Ujung dari traktus
paleospinotalamikus kebanyakan berakhir pada batang otak dan hanya sepersepuluh
ataupun seperempat sinyal yang akan langsung diteruskan ke talamus. Kebanyakan sinyal
akan berakhir pada salah satu tiga area yaitu :

 nukleus retikularis dari medulla, pons, dan mesensefalon.


 area tektum dari mesensefalon,
 regio abu – abu dari peraquaductus yang mengelilingi aquaductus Silvii.
Ketiga bagian ini penting untuk rasa tidak nyaman dari tipe nyeri. Dari area
batang otak ini, multipel serat pendek neuron akan meneruskan sinyal ke arah atas
melalui intralaminar dan nukleus ventrolateral dari talamus dan ke area tertentu dari
hipotalamus dan bagian basal otak.

G. Klasifikasi
Nyeri kepala merupakan gejala yang dapat disebabkan oleh berbagai
kelainan baik struktural maupun fungsional, maka diperlukanklasifikasi dan kriteria
diagnosis dan masing-masing jenis nyeri kepalaagar didapatkan kesamaan
pengertian. Usaha klasifikasi tersebutmembutuhkan waktu bertahun-tahun, melibatkan
para pakar dari seluruhdunia, dan pada tahun 2004 dihasilkan klasifikasi nyeri kepala
oleh
International Headache Society (IHS).
1. Sakit kepala bisa merupakan keluhan primer atausekunder:

8
 Primer : suatu nyeri kepala tanpa disertai adanya penyebabstruktural
organik merupakan diagnosis utama, bukandisebabkan karena adanya
penyakit lain.
 Sekunder : sakit kepala merupakan gejala ikutan karena adanyapenyakit
lain

Berdasarkan lokasi

9
1. Tension Type Headache (TTH)
1.1 Definisi TTH
TTH merupakan sensasi nyeri pada daerah kepala akibat kontraksi terus
menerus otot- otot kepala dan tengkuk (M.splenius kapitis, M.temporalis,
M.maseter, M.trapezius, M.sternokleidomastoid, M.servikalis posterior, dan
M.levator skapula).
1.2 Etiologi TTH
Etiologi Tension Type Headache (TTH) adalah stress, depresi, bekerja
dalam posisi yang menetap dalam waktu lama, kelelahan mata, kontraksi otot
yang berlebihan, berkurangnya aliran darah, dan ketidakseimbangan
neurotransmitter seperti dopamin, serotonin, noerpinefrin, dan enkephalin.
1.3 Faktor risiko TTH
Hampir 90 % wanita dan sekitar 70 % pria mengalami sakit kepala tension
sepanjang hidup mereka. Kejadian sakit kepala tension memuncak pada usia 40-
an, dan dapat mengenai semua usia.
1.4 Epidemiologi TTH
TTH terjadi 78 % sepanjang hidup dimana Tension Type Headache
episodik terjadi 73 % dan Tension Type Headache kronik terjadi 3 %. Tension
Type Headache episodik lebih banyak mengenai pasien wanita yaitu sebesar 71%
sedangkan pada pria sebanyak 56 %.Biasanya mengenai umur 20 – 40 tahun.
1.5 Klasifikasi TTH
Klasifikasi TTH adalah Tension Type Headache episodik dan Tension
Type Headache kronik.Tension Type Headache episodik, apabila frekuensi
serangan tidak mencapai 15 hari setiap bulan.Tension Type Headache episodik
(ETTH) dapat berlangsung selama 30 menit–7 hari.Tension Type Headache
kronik (CTTH) apabila frekuensi serangan lebih dari 15 hari setiap bulan dan
berlangsung lebih dari 6 bulan.
1.6 Diagnosa TTH
Tension Type Headache harus memenuhi syarat yaitu sekurang – kurangnya 2
dari berikut ini:
1. Adanya sensasi tertekan/terjepit

10
2. Intensitas ringan–sedang
3. Lokasi bilateral
4. Tidak diperburuk aktivitas.
5. Tidak dijumpai mual muntah
6. Tidak ada fotofobia dan fonofobia
1.7 Gambaran klinis TTH
Gejala klinis dapat berupa nyeri ringan- sedang – berat, tumpul seperti
ditekan atau diikat, tidak berdenyut, menyeluruh, nyeri lebih hebat pada daerah
kulit kepala, oksipital, dan belakang leher, terjadi spontan, memburuk oleh stress,
insomnia, kelelahan kronis, iritabilitas, gangguan konsentrasi, kadang vertigo, dan
rasa tidak nyaman pada bagian leher, rahang serta temporomandibular.
1.8 Diferensial Diagnosa TTH
Diferensial Diagnosa dari TTH adalah sakit kepala pada spondiloartrosis
deformans, sakit kepala pasca trauma kapitis, sakit kepala pasca punksi lumbal,
migren klasik, migren komplikata, cluster headache, sakit kepala pada arteritis
temporalis, sakit kepala pada desakan intrakranial, sakit kepala pada penyakit
kardiovasikular, dan sakit kepala pada anemia.
1.9 Penatalaksanaan TTH
Meskipun sakit kepala tension-type umum dan berdampak besar pada
masyarakat, sangat sedikit studi yang terkontrol-baik dari pengobatannya yang
telah dilakukan.Banyak percobaan sebelumnya termasuk pasien dengan
gabungan-tipe tension dan migrain tanpa aura dan pasien dengan sakit kepala
akibat pengobatan yang berlebihan.Namun, mengingat sifat kronis gangguan ini
dan risiko penggunaan berlebihan-obat-obatan sakit kepala pada pasien dengan
sakit kepala sering, terapi profilaksis tampaknya terjamin untuk kebanyakan
pasien.Sejak sakit kepala tension-type kronis adalah sebuah gangguan pengolahan
nyeri sentral, obat dengan sentral efek modulasi nyeri cenderung paling efektif.
a. Obat Antidepresan
Antidepresan trisiklik obat pilihan untuk mencegah sakit kepala tension-type
kronis, dan beberapa efektif sebagai profilaksis migrain.Antidepresan diuji pada
studi double-blind, dikontrol plasebo yang mencakup amitriptyline, doxepin, dan

11
maprotiline. 7,8,9 Amitriptyline mengurangi jumlah sakit kepala harian atau
durasi sakit kepala sekitar 50% pada sekitar sepertiga pasien dalam beberapa
studi, meskipun studi lain menemukan ini tidak lebih baik daripada placebo. Pada
anak dan pasien tua, dosis awal biasa amitriptyline (atau obat serupa) adalah 10
mg pada waktu tidur.Pada dewasa, dosis awal biasa adalah 25 mg pada waktu
tidur.Dosis dapat ditingkatkan sampai hasil terapeutik diperoleh atau efek
samping tidak dapat ditoleransi.Antidepresan biasanya diberikan dari 4 sampai 6
minggu untuk bisa menunjukkan efek menguntungkan.Antidepresan trisiklik
lainnya mungkin juga efektif, sebagaimana disarankan oleh pengalaman klinis,
meskipun belum diteliti pada sakit kepala tension-type kronis. SSRI: fluoxetine,
paroxetine, dan citalopram belum menunjukkan efikasi studi-terkontrol. Obat ini
sering digunakan, namun, karena mereka memiliki insiden efek samping lebih
rendah.
b. Relaksan otot
Relaksan otot seperti chlorzoxazone, orphenadrine sitrat, carisoprodol, dan
metaxalone umumnya digunakan oleh pasien dengan sakit kepala tension-type
kronis, tetapi belum terbukti efektif untuk melegakan nyeri akut.Cyclobenzaprine
adalah relaksan otot struktural terkait dengan amitriptyline. Pada 1972 studi
double-blind, 10 dari 20 pasien menerima cyclobenzaprine mengalami 50 % atau
lebih perbaikan pada sakit kepala tension-type, dibandingkan dengan 5 dari 20
pasien yang menerima plasebo.
Dosis biasa cyclobenzaprine adalah 10 mg pada waktu tidur.Tizanidine,
sebuah penghambat alfa-adrenergik, dilaporkan efektif untuk sakit kepala tension-
type kronis pada percobaan plasebo-terkontrol tunggal.Dosis biasanya dititrasi
dari 2 mg pada waktu tidur hingga 20 mg per hari, dibagi menjadi tiga
dosis.Sedasi adalah efek samping paling umum dari agen ini.
c. Anti konvulsi
Antikonvulsi agonis asam gamma-aminobutyric (GABA), asam valproate
telah dievaluasi untuk keberhasilannya pada migraine, dan “sakit kepala
harian kronis”. Mathew dan Ali mengevaluasi kemanjuran valproate 1.000
hingga 2.000 mg per hari pada 30 pasien dengan sakit kepala harian kronis

12
membandel (migrain tanpa aura dan sakit kepala tension-type kronis) dalam
percobaan open-label. Level darah dipertahankan antara 75 dan 100
mg/mL.Pada bulan ketiga terapi, dua pertiga pasien telah membaik secara
signifikan.Efek samping yang paling sering dilaporkan adalah berat
bertambah, gemetaran, rambut rontok, dan mual.
d. Obat anti-inflamasi non steroid
Obat anti-inflamasi non steroid (NSAID) secara luas diresepkan baik
sebagai terapi tambahan sakit kepala tension-type dan untuk profilaksis dari
migraine. Tidak ada acak percobaan terkontrol acak akan efikasi mereka pada
profilaksis sakit kepala tension-type kronis, meskipun mereka sering
digunakan untuk tujuan ini. Toksin botulinum Suntikan toksin botulinum pada
otot kepala dan leher ditemukan efektif untuk meredakan sakit kepala tension-
type kronis pada seri kecil pasien.Hasil dari uji klinis kecil telah dicampur,
dan dua uji terkontrolplasebo besar saat ini sedang dilakukan.Sumatriptan
Sumatriptan telah dievaluasi pada beberapa studi sakit kepala tension-
type.Obat ini tidak lebih efektif daripada plasebo untuk serangan akut pada
pasien dengan sakit kepala tension-type kronis; namun, sakit kepala tension-
type episodik berat pada pasien bersama dengan migrain tampaknya merespon
terhadap agen ini.
1.10 Komplikasi TTH
Komplikasi TTH adalah rebound headache, yaitu nyeri kepala yang disebabkan
oleh penggunaan obat – obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dll yang
berlebihan.
1.11 Pencegahan TTH
Pencegahan TTH adalah dengan mencegah terjadinya stress dengan
olahraga teratur, istirahat yang cukup, relaksasi otot (massage, yoga, stretching),
meditasi, dan biofeedback. Jika penyebabnya adalah kecemasan atau depresi
maka dapat dilakukan behavioral therapy.Selain itu, TTH dapat dicegah dengan
mengganti bantal atau mengubah posisi tidur dan mengkonsumsi makanan yang
sehat.

13
2. MIGRAINE
2.1 Definisi Migraine
Menurut International Headache Society (IHS), migren adalah nyeri kepala
dengan serangan nyeri yang berlansung 4 – 72 jam. Nyeri biasanya unilateral,
sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat dan diperhebat oleh
aktivitas, dan dapat disertai mual muntah, fotofobia dan fonofobia.
2.2 Etiologi dan Faktor Resiko Migraine
Penyebab pasti migraine tidak diketahui, namun 70-80% penderita migraine
memiliki anggota keluarga dekat dengan riwayat migraine juga.Risiko terkena
migraine meningkat 4 kali lipat pada anggota keluarga para penderita migraine
dengan aura.Namun, dalam migraine tanpa aura tidak ada keterkaitan genetik
yang mendasarinya, walaupun secara umum menunjukkan hubungan antara
riwayat migraine dari pihak ibu.Migraine juga meningkat frekuensinya pada
orang-orang dengan kelainan mitokondria seperti MELAS (mitochondrial
myopathy, encephalopathy, lactic acidosis, and strokelike episodes).Pada pasien
dengan kelainan genetik CADASIL (cerebral autosomal dominant arteriopathy
with subcortical infarcts and leukoencephalopathy) cenderung timbul migrane
dengan aura.
2.3 Faktor Pencetus Migraine
 Faktor Ekstrinsik
 Ketegangan jiwa (stress) : emosional maupun fisik dapat memperberat
serangan migraine.
 Makanan tertentu : makanan atau zat tertentu dapat memicu timbulnya
serangan migraine. Pemicu migraine tersering adalah alkohol dan bir.
 Lingkungan : perubahan lingkungan (cuaca, musim, tekanan udara, terik
matahari; lingkungan kerja tak menyenangkan dan suara yang tak
menyenangkan).
 Obat-obatan : vasodilator (nitrogliserin, isosorbid dinitrat), antihipertensi
(nifedipine, captopril, prazosin, reserpin, minoxidil), histamin-2 bloker
(simetidin, ranitidin), antibiotik (trimetoprim sulfa, griseofulvin,

14
tetrasiklin), selective serotinin reuptake inhibitor, vitamin A dosis
tinggi,dan lain-lain.

 Faktor Instrinsik

 Hormonal : Fluktuasi hormonal merupakan faktor pemicu pada 60%


wanita. Nyeri kepala migren di picu oleh turunnya kadar 17-b Referat
Cephalgia | 18 estradiol plasma saat akan haid. Serangan migraine
berkurang selama kehamilan karena kadar estrogen yang relatif tinggi dan
konstan. Pemakaian pil kontrasepsi, clomiphene, danazol juga
meningkatkan frekuensi serangan migraine.
 Menopause : Nyeri kepala migraine akan meningkat frekuensi dan berat
ringannya pada saat menjelang menopause. Tetapi beberapa kasus
membaik setelah menopause. Terapi hormonal dengan estrogen dosis
rendah dapat di berikan untuk mengatasi serangan migraine pasca
menopause.
2.4 Klasifikasi migraine
migraine dapat diklasifikasikan menjadi migren dengan aura, tanpa aura:

1) Migraine Tanpa Aura


Nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan selama 4–72
jam.Karakteristik unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat
bertambah berat dgn aktifitas fisik dan fonofobia.
Kriteria Diagnosis :
a) Sekurang- kurang 5 kali serangan yang termasuk kriteria B-
D.
b) B. Serangan nyeri kepala berlangsung antara 4-72 jam
(tidak diobati atau pengobatan tidak cukup).
c) Nyeri kepala yang terjadi sekurang- kurangnya dua dari
karakteristik sebagai berikut:
 Lokasi unilateral
 Sifatnya mendenyut

15
 Intensitas sedang sampai berat
 Diperberat oleh kegiatan fisik
d) Selama serangan sekurang- kurangnya ada satu dari yang
tersebut di bawah ini :
 mual dan atau muntah
 fotofobia dan fonofobia
e) Tidak berkaitan dengan kelainan lain.\
2) Migraine Dengan Aura
Terdiri dari aural visual yang muncul secara gradual yang
mendahului nyeri kepala dan berlangsung sekitar 15 – 30
menit.Gangguan visual dapat berupa scotoma yang bersintilasi,
bergerak, atau dapat juga gangguan dilapang penglihatan seperti
garis, spectra fortifikasi (garis bergerigi) atau distorsi penglihatan
yang muncul di sebagian atau seluruh lapang pandang.
Gejala nonvisual, yang tidak berkaitan dengan penglihatan,
dapat berlangsung singkat, seperti hemiparesis, yang dapat juga
mendahului nyeri kepala sebagai aura.

Kriteria Diagnosis :

a) sekurang-kurangnya terdapat 2 serangan seperti kriteria B – D.


b) Adanya aura paling sedikit satu dibawah ini tetapi tidak
dijumpai kelemahan motorik.
 Gangguan visual reversibel seperti : Positif (cahaya
berkedi-kedip, bintik-bintik atau garis). Negatif (hilang
penglihatan)
 Gangguan sensoris reversibel termasuk positif (nyeri) /
negatif (hilang rasa).
 Gangguan bicara disfasia yg reversibel sempurna
c) Paling sedikit 2 dibawah ini.
 Gejala visual homonim dan/ gejala sensoris unilateral.

16
 Paling tidak timbul satu macam aura secara gradual ≥ 5
mnt dan / jenis aura lainnya ≥ 5 menit.
 Masing – masing gejala berlangsung 5 – 60 menit
d) Nyeri kepala memenuhi kriteria migraine tanpa aura
e) Tidak berkaitan dengan kelainan lain.

2.5 Patofisiologi Migraine


Teori vaskular
Menurut teori atau hipotesis vascular aura disebabkan oleh vasokontriksi
intraserebral diikuti dengan vasodilatasi ekstrakranial.Aura merupakan
manifestasi penyebaran depresi, suatu peristiwa neuronal yang di karakteristik
oleh gelombang penghambatan yang menyebabkan turunnya aliran darah otak
sampai 25-35%.Nyeri diakibatkan oleh aktivitas trigeminal yang menyebabkan
pelepasan neuropeptida vasoaktif →vasodilatasi plasma protein ekstravasation
dan nyeri.Aktivitas di dalam trigeminal di regulasi oleh saraf noreadrenergik dan
serotonergik. Resptor 5HT, terutama 5HT1 dan 5HT2→ ikut terlibat dalam
patofisiologi migren.4,8 Peningkatan kadar 5HT menyebabkan vasokonstriksi →
menurunkan aliran darah cranial → terjadi iskemia → aura. Iskemi selanjutnya
akan berkurang dan diikuti oleh periode vaodilatasi serebral, neurogenic inflamasi
dan nyeri.

Teori Neurovaskular dan Neurokimia


Teori vaskular berkembang menjadi teori neurovaskular yang dianut oleh
para neurologist di dunia.Pada saat serangan migraine terjadi, nervus trigeminus
mengeluarkan CGRP (Calcitonin Gene-related Peptide) dalam jumlah besar.Hal
inilah yang mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah multipel, sehingga
menimbulkan nyeri kepala.CGRP adalah peptida yang tergolong dalam anggota
keluarga calcitonin yang terdiri dari calcitonin, adrenomedulin, dan amilin.Seperti
calcitonin, CGRP ada dalam jumlah besar di sel C dari kelenjar tiroid.Namun
CGRP juga terdistribusi luas di dalam sistem saraf sentral dan perifer, sistem
kardiovaskular, sistem gastrointestinal, dan sistem urologenital.Ketika CGRP

17
diinjeksikan ke sistem saraf, CGRP dapat menimbulkan berbagai efek seperti
hipertensi dan penekanan pemberian nutrisi. Namun jika diinjeksikan ke sirkulasi
sistemik maka yang akan terjadi adalah hipotensi dan takikardia. CGRP adalah
peptida yang memiliki aksi kerja sebagai vasodilator poten.Aksi keja CGRP
dimediasi oleh 2 reseptor yaitu CGRP 1 dan CGRP 2.Pada prinsipnya, penderita
migraine yang sedang tidak mengalami serangan mengalami hipereksitabilitas
neuron pada korteks serebral, terutama di korteks oksipital, yang diketahui dari
studi rekaman MRI dan stimulasi magnetik transkranial. Hipereksitabilitas ini
menyebabkan penderita migraine menjadi rentan mendapat serangan, sebuah
keadaan yang sama dengan para pengidap epilepsi. Pendapat ini diperkuat fakta
bahwa pada saat serangan migraine, sering terjadi alodinia (hipersensitif nyeri)
kulit karena jalur trigeminotalamus ikut tersensitisasi saat episode
migraine.Mekanisme migraine berwujud sebagai refleks trigeminal vaskular yang
tidak stabil dengan cacat segmental pada jalur nyeri. Cacat segmental ini yang
memasukkan aferen secara berlebihan yang kemudian akan terjadi dorongan pada
kortibular yang berlebihan. Dengan adanya rangsangan aferen pada pembuluh
darah, maka menimbulkan nyeri berdenyut.

Teori cortical spreading depression (CSD)


Patofisiologi migraine dengan aura dikenal dengan teori cortical spreading
depression (CSD).Aura terjadi karena terdapat eksitasi neuron di substansia nigra
yang menyebar dengan kecepatan 2-6 mm/menit. Penyebaran ini diikuti dengan
gelombang supresi neuron dengan pola yang sama sehingga membentuk irama
vasodilatasi yang diikuti dengan vasokonstriksi. Prinsip neurokimia CSD ialah
pelepasan Kalium atau asam amino eksitatorik seperti glutamat dari jaringan
neural sehingga terjadi depolarisasi dan pelepasan neurotransmiter lagi.4,8 CSD
pada episode aura akan menstimulasi nervus trigeminalis nukleus kaudatus,
memulai terjadinya migraine. Pada migraine tanpa aura, kejadian kecil di neuron
juga mungkin merangsang nukleus kaudalis kemudian menginisiasi migren.
Nervus trigeminalis yang teraktivasi akan menstimulasi pembuluh kranial
untuk dilatasi. Hasilnya, senyawasenyawa neurokimia seperti calcitonin gene-

18
related peptide (CGRP) dan substansi P akan dikeluarkan, terjadilah ekstravasasi
plasma. Kejadian ini akhirnya menyebabkan vasodilatasi yang lebih hebat,
terjadilah inflamasi steril neurogenik pada kompleks trigeminovaskular.Selain
CSD, migren juga terjadi akibat beberapa mekanisme lain, di antaranya aktivasi
batang otak bagian rostral, stimulasi dopaminergik, dan defisiensi magnesium di
otak.Mekanisme ini bermanifestasi pelepasan 5-hidroksitriptamin (5-HT) yang
bersifat vasokonstriktor.Pemberian antagonis dopamin, misalnya Proklorperazin,
dan antagonis 5-HT, misalnya Sumatriptan dapat menghilangkan migraine dengan
efektif.

2.6 Manifestasi klinis


Migraine dengan aura dapat dibagi menjadi empat fase, yaitu:
Fase I Prodromal
Sebanyak 50% pasien mengalami fase prodromal ini yang berkembang
pelan-pelan selama 24 jam sebelum serangan. Gejala: kepala terasa ringan, tidak
nyaman, bahkan memburuk bila makan makanan tertentu seperti makanan manis,
mengunyah terlalu kuat, sulit/malas berbicara.
Fase II Aura
Berlangsung lebih kurang 30 menit, dan dapat memberikan kesempatan
bagi pasien untuk menentukan obat yang digunakan untuk mencegah serangan
yang dalam.Gejala dari periode ini adalah gangguan penglihatan (silau/fotofobia),
kesemutan, perasaan gatal pada wajah dan tangan, sedikit lemah pada ekstremitas
dan pusing.Periode aura ini berhubungan dengan vasokonstriksi tanpa nyeri yang
diawali dengan perubahan fisiologi awal.Aliran darah serebral berkurang, dengan
kehilangan autoregulasi lanjut dan kerusakan responsivitas CO2.
Fase III sakit kepala
Fase sakit kepala berdenyut yang berat dan menjadikan tidak mampu yang
dihubungkan dengan fotofobia, mual dan muntah.Durasi keadaan ini bervariasi,
beberapa jam dalam satu hari atau beberapa hari.

19
Fase IV pemulihan
Periode kontraksi otot leher dan kulit kepala yang dihubungkan dengan
sakit otot dan ketegangan lokal. Kelelahan biasanya terjadi, dan pasien dapat tidur
untuk waktu yang panjang

2.7 Diagnosa migraine


Anamnesa riwayat penyakit dan ditegakkan apabila terdapat tanda– tanda
khas migraine. Kriteria diagnostic IHS untuk migraine dengan aura mensyaratkan
bahwa harus terdapat paling tidak tiga dari empat karakteristik berikut :
1. migraine dengan satu atau lebih aura reversibel yang mengindikasikan
disfungsi serebral korteks dan atau tanpa disfungsi batang otak.
2. paling tidak ada satu aura yang terbentuk berangsur – angsur lebih dari 4
menit.
3. aura tidak bertahan lebih dari 60 menit.
4. sakit kepala mengikuti aura dalam interval bebas waktu tidak mencapai 60
menit.

Kriteria diagnostik IHS untuk migraine tanpa aura mensyaratkan bahwa harus
terdapat paling sedikit lima kali serangan nyeri kepala seumur hidup yang
memenuhi kriteria berikut :

1. berlangsung 4 – 72 jam,
2. paling sedikit memenuhi dua dari :
 unilateral
 sensasi berdenyut
 intensitas sedang berat
 diperburuk oleh aktifitas
 bisa terjadi mual muntah, fotofobia dan fonofobia.

20
2.8 Diferensial Diagnosa Migraine
Diferensial diagnosa migraine adalah malformasi arteriovenus, aneurisma
serebri, glioblastoma, ensefalitis, meningitis, meningioma, sindrom lupus
eritematosus, poliarteritis nodosa, dan cluster headache.

2.9 Penatalakasanaan.

Medikamentosa

Terapi Abortif

1. Sumatriptan
Sumatriptan cukup efektif sebagai terapi abortif jika diberikan secara
subkutan dengan dosis 4-6 mg. Dapat diulang sekali setelah 2 jam kemudian
jika dibutuhkan. Dosis maksimum 12 mg per 24 jam. Triptan merupakan
serotonin 5-HT1B/1D–receptor agonists.Golongan obat ini ditemukan dalam
suatu penelitian mengenai serotonin dan migraine yang mendapatkan adanya
suatu atypical 5-HT receptor.Aktivasi reseptor ini menyebabkan vasokontriksi
dari arteri yang berdilatasi.Sumatriptan juga terlihat menurunkan aktivitas
saraf trigeminal.Terdapat tujuh subkelas utama dari 5-HT receptors.Semua
triptan dapat mengaktivasi reseptor 5- HT1B/1D, serta dalam potensi yang
lebih ringan dapat mengaktivasi reseptor 5-HT1A atau 5-HT1F.Namun,
aktivitas 5-HT1B/1D–agonist merupakan mekanisme utama dari efek
terapeutik golongan triptan. Indikasi: serangan migren akut dengan atau tanpa
aura. Dosis & Cara Pemberian: dapat diberikan secara subkutan dengan dosis
4-6 mg. Dapat diulang sekali setelah 2 jam kemudian jika dibutuhkan. Dosis
maksimum 12 mg per 24 jam.
2. Zolmitriptan
Zolmitriptan efektif untuk pengobatan akut. Dosis awal oral 5 mg. Gejala-
gejala akan berkurang dalam 1 jam. Obat ini dapat diulang sekali lagi setelah
2 jam jika diperlukan. Dosis maksimal adalah 10 mg untuk 24
jam.Zolmitriptan juga dapat digunakan melalui nasal spray. Indikasi: Untuk
mengatasi serangan migraine akut dengan atau tanpa aura pada dewasa. Tidak

21
ditujukan untuk terapi profilaksjis migren atau untuk tatalaksana migren
hemiplegi atau basilar. Dosis & Cara Pemberian : Pada uji klinis, dosis
tunggal 1; 2,5 dan 5 mg efektif mengatasi serangan akut. Pada perbandingan
dosis 2,5 dan 5 mg, hanya terjadi sedikit penambahan manfaat dari dosis lebih
besar, namun efek samping meningkat. Oleh karena itu, pasien sebaiknya
mulai dengan dosis 2,5 atau lebih rendah. Jika sakit terasa lagi, dosis bisa
diulang setelah 2 jam, dan tidak lebih dari 10 mg dalam periode 24 jam. Efek
Samping: hiperestesia, parestesia, sensasi hangat dan dingin, nyeri dada,
mulut kering, dispepsia, disfagia, nausea, mengantuk, vertigo, astenia,
mialgia, miastenia, berkeringat. Kontraindikasi: Pasien dengan penyakit
jantung iskemik (angina pectoris, riwayat infark miokard, coronary artery
vasospasm, Prinzmetal's angina), dan pasien hipersensitif.
3. Eletriptan
Eletriptan terikat dengan afinitas tinggi terhadap reseptor 5-HT1B, 5-HT1D
dan 5-HT1F.Aktivasi reseptor 5-HT1 pada pembuluh darah intrakranial
menimbulkan vasokontriksi yang berkorelasi dengan meredanya sakit kepala
migraine.Selain itu, aktivasi reseptor 5-HT1 pada ujung saraf sensoris pada
sistem trigeminal menghambat pelepasan proinflammatory neuropeptida.
Indikasi: Penanganan migraine akut dengan atau tanpa aura. Dosis & Cara
Pemberian: 20–40 mg po saat onset berlangsung, dapat diulang 2 jam
kemudian sebanyak 1 kali. Dosis maksimum tidak melebihi 80 mg/24 jam.
Efek Samping: parestesia, flushing, hangat, nyeri dada, rasa tidak enak pada
perut, mulut kering, dispepsia, disfagia, nausea, pusing, sakit kepala,
mengantuk.

Terapi Non Medikamentosa.


1. Terapi abortif
Para penderita migraine pada umumnya mencari tempat yang
tenang dan gelap pada saat serangan migraine terjadi karena fotofobia dan
fonofobia yang dialaminya. Serangan juga akan sangat berkurang jika
pada saat serangan penderita istirahat atau tidur.

22
2. Terapi profilaktif
Pasien harus memperhatikan pencetus dari serangan migraine yang
dialami, seperti kurang tidur, setelah memakan makanan tertentu misalnya
kopi, keju, coklat, MSG, akibat stress, perubahan suhu ruangan dan cuaca,
kepekaan terhadap cahaya terang, kelap kelip, perubahan cuaca, dan lain-
lain. Selanjutnya, pasien diharapkan dapat menghindari faktor-faktor
pencetus timbulnya serangan migraine.Disamping itu, pasien dianjurkan
untuk berolahraga secara teratur untuk memperlancar aliran darah.
Olahraga yang dipilih adalah yang membawa ketenangan dan relaksasi
seperti yoga dan senam.Olahraga yang berat seperti lari, tenis, basket, dan
sepak bola justru dapat menyebabkan migraine.

2.10Komplikasi Migraine.
Komplikasi migraine adalah rebound headache, nyeri kepala yang
disebabkan oleh penggunaan obat–obatan analgesia seperti aspirin,
asetaminofen, dan lainnya yang berlebihan.

2.11Pencegahan Migraine
Pencegahan migraine adalah dengan mencegah kelelahan fisik,
tidur cukup, mengatasi hipertensi, menggunakan kacamata hitam untuk
menghindari cahaya matahari, mengurangi makanan (seperti keju, coklat,
alkohol), makan teratur, dan menghindari stress.

3. Cluster Headache

Nyeri kepala atau muka unilateral yang hebat selama 15 menit-3 jam
yang disertai injeksi konjungtiva, lakrimasi, penyumbatan hidung ipsilateral
beberapa kali dalam sehari dalam kurun waktu beberapa minggu hingga
bulan. Pada sebagian penderita menimbulkan nyeri tekan di daerah dasar
tengkorak dan leher ipsilateral.

23
3.1 Bentuk-bentuk Cluster Headache
Tipe episodik, paling sering (80%): 1-3 serangan singkat periorbital
seharinya selama 2-12 minggu diikuti masa bebas serangan selama 3 bulan - 3
tahun.
Tipe kronik (20%) : tidak ada remisi selama lebih dari 1 tahun atau remisi
singkat kurang dari 14 hari (NKK tipe primer), sedangkan yang berkembang
dari tipe episodik disebut sebagai NKK tipe sekunder.

3.2 Manifestasi klinis Cluster Headache

Nyeri timbul mendadak, eksplosif dan unilateral (mencapai puncak dalam 10-
15 menit dan berlangsung hingga 2 jam) berupa nyeri seperti dibor disekitar
dan belakang mata, seperti biji mata mau keluar, nyeri seperti dibakar,
menetap tak berdenyut, tanpa disertai gejala aura, frekuensi 4-6 serangan
dalam sehari. Nyeri menjalar ke daerah supraorbita, pelipis, maksila dan gusi
atas (daerah divisi 1 dan 2 nervus trigeminus). Sering ditemukan nyeri tumpul
yang ditemukan menetap di mata, pelipis rahang atas di luar serangan.
Serangan sering terjadi tepat setelah tertidur dan gangguan pernafasan waktu
tidur dapat mencetuskan serangan.

3.3 Gejala penyerta Cluster Headache


- Gejala otonom: penyumbatan hidung ipsilateral, pembengkakan jaringan
lunak, dahi berkeringat, lakrimasi, mata merah (injeksi konjungtiva) akibat
aktivitas berlebihan parasimpatis.
- Paralisis parsial simpatis sindroma Horner ringan (ptosis, miosis,
anhidrosis), bradikardia, muka merah atau pucat, nyeri di muka dan daerah
arteri karotis ipsilateral.
- Gejala migren : ggn gastrointestinal, fotofobia dan fonofobia ( tidak
sebanyak migren)

24
- Perubahan perilaku selama serangan berupa kegelisahan : berlari-lari atau
duduk dalam posisi tertentu dengan mata yang dikompres, berteriak kesakitan
dan kadang-kadang ada upaya untuk bunuh diri.
- Gejala neurologik : hiperalgesia pada muka dan kepala

3.4 Faktor pencetus


Beberapa pemicu cluster headache meliputi:
1. Injeksi subkutan histamine memprovokasi serangan pada 69%
pasien.
2. Serangan yang dipicu pada beberapa pasien karena stres, alergi,
perubahan musiman, atau nitrogliserin.
3. Perokok berat.
4. Gangguan dalam pola tidur normal.
5. Keabnormalan kadar hormon tertentu.
6. Alkohol menginduksi serangan selama cluster tetapi tidak selama
remisi. Pasien dengan cluster headache, 80% adalah perokok berat.
3.5 Penatalaksanaan Cluster Headache

Penatalaksanaan medis terhadap cluster headache dapat dibagi ke dalam


pengobatan terhadap serangan akut, dan pengobatan preventif, yang bertujuan
untuk menekan serangan. Pengobatan akut dan preventif dimulai secara
bersamaan saat periode awal cluster. Pilihan pengobatan pembedahan yang
terbaru dan neurostimulasi telah menggantikan pendekatan pengobatan yang
bersifat merugikan.
1. Pengobatan Serangan Akut
Serangan cluster headache biasanya singkat, dari 30 sampai 180 menit, sering
memberat secara cepat, sehingga membutuhkan pengobatan awal yang cepat.
Penggunaan obat sakit kepala yang berlebihan sering didapatkan pada pasien-
pasien cluster headache, biasanya bila mereka pernah memiliki riwayat
menderita migren atau mempunyai riwayat keluarga yang menderita migren,
dan saat pengobatan yang diberikan sangat tidak efektif pada serangan akut,

25
seperti triptan oral, acetaminofen dan analgetik agonis reseptor opiate.
Oksigen: inhalasi oksigen, kadar 100% sebanyak 10-12 liter/menit selama 15
menit sangat efektif, dan merupakan pengobatan yang aman
untuk cluster headache akut. Triptan: Sumatriptan 6 mg subkutan,
sumatriptan 20 mg intranasal, dan zolmitriptan 5 mg intranasal efektif pada
pengobatan akut cluster headache. Tiga dosis zolmitriptan dalam dua puluh
empat jam bisa diterima. Tidak terdapat bukti yang mendukung penggunaan
triptan oral pada cluster headache. Dihidroergotamin 1 mg intramuskular
efektif dalam menghilangkan serangan akut cluster headache. Cara intranasal
terlihat kurang efektif, walaupun beberapa pasien bermanfaat menggunakan
cara tersebut. Lidokain: tetes hidung topikal lidokain dapat digunakan untuk
mengobati serangan akut cluster headache. Pasien tidur telentang dengan
kepala dimiringkan ke belakang ke arah lantai 30° dan beralih ke sisi sakit
kepala. Tetes nasal dapat digunakan dan dosisnya 1 ml lidokain 4% yang
dapat diulang setekah 15 menit.

2. Profilaksis
Pilihan pengobatan pencegahan pada cluster headache ditentukan oleh
lamanya serangan, bukan oleh jenis episodik atau kronis. Preventif dianggap
jangka pendek, atau jangka panjang, berdasarkan pada seberapa cepat efeknya
dan berapa lama dapat digunakan dengan aman. banyak ahli sekarang ini
mengajukan verapamil sebagai pilihan. pengobatan lini pertama, walaupun
pada beberapa pasien dengan serangan yang singkat hanya perlu
kortikosteroid oral atau injeksi nervus
oksipital mungkin lebih tepat. Verapamil lebih efektif dibandingkan dengan
placebo dan lebih baik
dibandingkan dengan lithium. Praktek klinis jelas mendukung penggunaan
dosis verapamil yang relatif lebih tinggi pada cluster headache, tentu lebih
tinggi dari pada dosis yang digunakan untuk indikasi kardiologi. Setelah
dilakukan pemeriksaan EKG, pasien memulai dosis 80 mg tiga kali sehari,
dosis harian akan ditingkatkan secara bertahap dari 80 mg setiap 10-14 hari.

26
Pemeriksaan EKG dilakukan setiap kenaikan dosis dan paling kurang sepuluh
hari setelah dosis berubah. Dosis ditingkatkan sampai serangan cluster
menghilang, efek samping atau dosis maksimum sebesar 960 mg perhari. Efek
samping termasuk konstipasi dan pembengkakan kaki dan hiperplasia
ginggiva (pasien harus terus memantau kebersihan giginya). Kortikosteroid
dalam bentuk prednison 1 mg/kgbb sampai 60 mg selama empat hari yang
diturunkan bertahap selama tiga minggu diterima
sebagai pendekatan pengobatan perventif jangka pendek. Pengobatan ini
sering menghentikan periode cluster, dan dapat digunakan tidak lebih dari
sekali setahun untuk menghindari nekrosis aseptik. Lithium karbonat terutama
digunakan untuk cluster headache kronik karena efek sampingnya, walaupun
kadang digunakan dalam berbagai episode. Biasanya dosis lithium sebesar
600 mg sampai 900 per-hari dalam dosis terbagi. Kadar lithium harus
diperiksa dalam minggu pertama dan secara periodik setelahnya dengan target
kadar serum sebesar 0,4 sampai 0,8 mEq/L. Efek neurotoksik termasuk
tremor, letargis, bicara cadel, penglihatan kabur, bingung, nystagmus, ataksia,
tanda-tanda ekstrapiramidal, dan kejang. Penggunaan bersama dengan diuretik
yang mengurangi natrium harus dihindari, karena dapat mengakibatkan kadar
lithium meningkat dan neurotoksik. Efek jangka panjang seperti
hipotiroidisme dan komplikasi renal harus dipantau pada pasien yang
menggunakan lithium untuk jangka waktu yang lama. Peningkatan leukosit
polimorfonuklear adalah reaksi yang timbul karena penggunaan lithium dan
sering salah arti akan adanya infeksi yang tersembunyi. Penggunaan bersama
dengan indometasin dapat meningkatkan kadar lithium. Topiramat digunakan
untuk mencegah serangan cluster headache. Dosis biasanya adalah 100-200
mg perhari, dengan efek samping yang sama seperti penggunaannya pada
migraine. Melatonin dapat membantu cluster headache sebagai preventif dan
salah satu penelitian terkontrol menunjukan lebih baik dibandingkan placebo.
Dosis biasa yang digunakan adalah 9 mg perhari. Obat-obat pencegahan
lainnya termasuk gabapentin (sampai 3600 perhari) dan methysergide (3
sampai 12 mg perhari). Methysergide tidak tersedia dengan mudah, dan tidak

27
boleh dipakai secara terus-menerus dalam pengobatan untuk menghindari
komplikasi fibrosis. Divalproex tidak efektif untuk pengobatan cluster
headache. Injeksi pada saraf oksipital: Injeksi metilprednisolon (80 mg)
dengan lidokain ke dalam area sekitar nervus oksipital terbesar ipsilateral
sampai ke lokasi serangan mengakibatkan perbaikan selama 5 sampai 73 hari.
Pendekatan ini sangat membantu pada serangan yang singkat dan untuk
mengurangi nyeri keseluruhan pada serangan yang memanjang dan pada
cluster headache kronis. Pendekatan Bedah: Pendekatan bedah modern pada
cluster headache didominasi oleh stimulasi otak dalam pada area hipotalamus
posterior grey matter dan stimulasi nervus oksipital. Tidak terdapat tempat
yang jelas untuk tindakan destruktif, seperti termoregulasi ganglion trigeminal
atau pangkal sensorik nervus trigeminus.

4. Nyeri Kepala Primer Lainnya


Nyeri kepala primer lainnya dapat dibagi menjadi
a. Primary Stabbing Headache
Merupakan nyeri kepala seperti ditusuk-tusuk timbul spontan, sepintas,
terlokalisasi, tanpa didasari penyakit organic atau gangguan saraf otak. Terapi
pencegahan menggunakan indometasin 25-150 mg secara teratur, dan bila
intoleran terhadap indometasin dapat diberikan COX-2 inhibitor, melatonin,
gabapentin.
b. Primary Cough Headache
Merupakan nyeri kepala yang dicetuskan oleh batuk atau mengejan, tanpa
dijumpai gangguan intracranial. Terapi pencegahan menggunakan indometasin
25-150 mg/hari, naproxen, propanolol.
c. Primary Exertional Headache
Merupakan nyeri kepala yang dicetuskan oleh aktifitas fisik. Terapi abortif
menggunakan indometasin atau aspirin, pencegahan ergotamine tartat, metisergin
atau propanolol yng dapat diminum sebelum aktifitas. Pemanasan sebelum
olahraga atau latihan bertahap dan progresif.

28
d. Nyeri kepala primer yang berhubungan dengan aktifitas sexual
Merupakan nyeri kepala yang dicetuskan oleh aktifitas sexual yang
diawali dengan nyeri tumpu bilateral saat terjadi peningkatan kenikmatan sexual
dan mendadak intensitas nyeri meningkat saat orgasme tanpa dijumpai gangguan
intracranial, dapat dibagi menjadi dua yaitu :
 Nyeri kepala pre orgasmic
 Nyeri kepala orgasmic
Terapi dapat diberikan analgesic spesifik (ergotamine, triptan), NSAID
diminum sebelum melakukan aktifitas sexual, propanolol dan diltiazem juga
sangat baik diberikan karena dapat menurunkan hipertensi yang sering menjadi
komorbiditas. Atau nyeri kepala dapat diredakan dengan menghentikan aktifitas
sexual sebelum orgasme tercapai atau lebih pasif saat berhubungan sexual.
e. Hypnic Headache
Merupakan nyeri kepala yang bersifat tumpul dan selalu menyebabkan
pasien terbangun dari tidurnya.
Terapi dapat diberikan kafein 50-60 mg sebelum tidur, litium karbonat
300-600 mg, alternative lain dapat diberikan indometasin, flunarizin,atenolol,
verapamil, prednisone, gabapentin.
f. Primary thunderclap headache
Merupakan nyeri kepala yang memiliki internsitas nyeri yang sangat
hebat, timbul mendadak dan menyerupai rupture aneurisma serebral. Terapi yang
dapat diberikan kortikosteroid , hindari vasokonstriktor seperti triptan , ergot, dan
kokain. Untuk preventif dapat nimodipin selama 2-3 bulan.
g. Hemikrania kontinua
Merupakan nyeri kepala unilateral yang selalu persisten dn responsive
terhadap indometasin.Nyeri kepala akan hilang jika diberikan indometasin 50-100
mg IM , reda dalam 2 jam. Dosis efektif 25-300 mg.
h. New daily persistent headache
Merupakan nyeri kepala yang dirasakan sepanjang hari tanpa mereda sejak
awal serangan (pada umumnya dalam 3 hari) . Nyerinya khas bersifat bilateral,
seperti ditekan atau ketat dengan intensitas nyeri derajat ringan sampai sedang.

29
Dapat dijumpai fotofobia, fonofobia, atau nausea ringan.Terapi dapat diberikan
analgetika minimal, dapat pula diberi pencegahan migren kronis , dan blok saraf
N.Oksipitalis magnus.

Gambar 2.3. Gambaran Karakteristik Cephalgia

30
BAB III

KESIMPULAN

Nyeri kepala dapat dikatakan sebagai rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan pada
daerah atas kepala memanjang dari orbital sampai ke daerah belakang kepala (area
oksipital dan sebagian daerah tengkuk). Cephalgia dapat disebabkan adanya kelainan
organ-organ dikepala, jaringan sistem persarafan dan pembuluh darah. Faktor risiko
terjadinya nyeri kepala adalah gaya hidup, kondisi penyakit, jenis kelamin, umur,
pemberian histamin atau nitrogliserin sublingual dan faktor genetik.
Beberapa mekanisme umum yang memicu nyeri kepala yaitu peregangan atau pergeseran
pembuluh darah; intrakranium atau ekstrakranium, traksi pembuluh darah, kontraksi otot
kepala dan leher (kerja berlebihan otot), peregangan periosteum(nyeri lokal), degenerasi
spina servikalis atas disertai kompresi pada akar nervus servikalis (misalnya, arteritis
vertebra servikalis), defisiensi enkefalin (peptida otak mirip- opiat, bahan aktif pada
endorfin).
Nyeri kepala dapat diklasifikasikan menjadi nyeri kepala primer dan nyeri kepala
sekunder. Nyeri kepala primer dapat dibagi menjadi migren, tension type headache,
cluster headache dengan sefalgia trigeminal/autonomik, dan nyeri kepala primer lainnya.
Nyeri kepala sekunder dapat dibagi menjadi nyeri kepala yang disebabkan oleh karena
trauma pada kepala dan leher, nyeri kepala akibat kelainan vaskular kranial dan servikal,
nyeri kepala yang bukan disebabkan kelainan vaskular intrakranial, nyeri kepala akibat
adanya zat atau withdrawal, nyeri kepala akibat infeksi, nyeri kepala akibat gangguan
homeostasis, nyeri kepala atau nyeri pada wajah akibat kelainan kranium, leher,telinga,
hidung, sinus, gigi, mulut atau struktur lain di kepala dan wajah, nyeri kepala akibat
kelainan psikiatri.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Aru W. Sudoyo, Bambang Setyohadi, dkk. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi IV. Jakarta
: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2007. H.934-6
2. Baehr, M dan M. Frostcher. Diagnosis Topik Neurologi Duus : Anatomi, Fisiologi,
Tanda, Gejala. EGC : Jakarta, 2010.
3. Goadsby, J. Peter,.2009. Treatment of Cluster Headache. Headache Group. Departement
of neurology University Of California.
4. ISH Classification ICHD II ( International Classification of Headache Disorders).
Diunduh dari http://hisclassification.org/_downloads/mixed/ICHD-IIR1final.doc
5. Lindsay, Kenneth W. dkk. Headache and Neurology. (Diunduh dari www.medscape.com
tanggal 6 November 2018)
6. McPhee, Stephen J, Maxine A. Papadakis, dkk. Nervous
System disorders.Current Medical Diagnosis and Treatment 2009. San Fransisko:
McGraw-HillCompanies.2009.
7. Patestas, Maria A. dan Leslie P.Gartner. Cerebrum.A Textbook of
Neuroanatomy.UnitedKingdom: Blackwell.2006.69-70.
8. Price, Sylvia dan Lorraine M.Wilson.Nyeri. Huriawati,dkk.Patofisiologiedisi6.Jakarta
:EGC.2003

32

Anda mungkin juga menyukai