Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


SKA (Sindrom Koroner Akut) yang terdiri atas infark miokard
dengan atau tanpa segmen elevasi ST merupakan gangguan yang
mengancam dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi meskipun
penatalaksaan terapi SKA telah berkembang (Kolansky, 2009). SKA
menyebabkan angka perawatan rumah sakit yang sangat besar dalam tahun
2003 di Pusat Jantung Nasional dan merupakan masalah utama saat ini.
Pada tahun 2010, secara global PJK menjadi penyebab kematian pertama
di negara berkembang, menggantikan kematian akibat infeksi.
Diperkirakan bahwa diseluruh dunia, PJK pada tahun 2020 menjadi
pembunuh pertama tersering yakni sebesar 36% dari seluruh kematian,
angka ini dua kali lebih tinggi dari angka kematian akibat kanker
(Departemen Kesehatan, 2006).
Menurut data statistik dari American Heart Association (AHA),
sekitar 18% pada pria dan 23% pada wanita dengan usia >40 tahun
meninggal dalam kurun waktu 1 tahun yang memiliki infark miokard
untuk diagnosa pertama, 20% pasien SKA masuk rumah sakit untuk
serangan ulang dalam 1 tahun dan 60% dari biaya rumah sakit terkait
dengan pasien SKA yang mengalami ulangan masuk rumah sakit
(Kolansky, 2009). Berdasarkan data dari Scientific Comittee ASHIMA
2016, data WHO menujukan bahwa penyakit Kardiovaskuler merupakan
panyakit yang menyebabkan kematian nomor 1 di dunia. Pada tahun 2012
angka kematian dunia akibat penyakit kardiovaskuler mencapai 17,5 juta
orang.
Di Indonesia dilaporkan PJK (yang dikelompokkan menjadi
penyakit sistem sirkulasi) merupakan penyebab utama dan pertama dari
seluruh kematian, yakni sebesar 26,4%, angka ini empat kali lebih tinggi
dari angka kematian yang disebabkan oleh kanker (6%). Dengan kata lain,
lebih kurang satu diantara empat orang yang meninggal di Indonesia

1
adalah akibat PJK (Departemen Kesehatan,2006). Menurut data statistik
dari American Heart Association (AHA), sekitar 18% pria dan 23%
wanita dengan usia >40 tahun meninggal dalam kurun waktu 1 tahun yang
memiliki infark miokard untuk diagnosa pertama, 20% pasien SKA masuk
rumah sakit untuk serangan ulang dalam 1 tahun dan 60% dari biaya
rumah sakit terkait dengan pasien SKA yang mengalami ulangan masuk
rumah sakit (Kolansky,2009).
Di Indonesia Penyakit jantung merupakan penyakit yang banyak
menyebabkan kematian. Dikutip dari AHA (American Heart Association)
tahun 2014, penyakit jantung menjadi pembunuh utama dengan
menyumbangkan 1,8 juta kematian di Indonesia (35% kematian dari angka
mortalitas).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Definisi Sindrom Koroner Akut?
2. Bagaimana Etiologi Sindrom Koroner Akut?
3. Bagaimana Manifestasi Klinis Sindrom Koroner Akut?
4. Apa saja Komplikasi Sindrom Koroner Akut?
5. Bagaimana Patofisiologi Sindrom Koroner Akut?
6. Bagaimana WOC Sindrom Koroner Akut?
7. Bagaimana Pemeriksaan Diagnosis Sindrom Koroner Akut?
8. Bagaimana Penatalaksanaan Medis Sindrom Koroner Akut?

1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui Definisi Sindrom Koroner Akut
2. Untuk Mengetahui Etiologi Sindrom Koroner Akut
3. Untuk Mengetahui Manifestasi Klinis Sindrom Koroner Akut
4. Untuk Mengetahui Komplikasi Sindrom Koroner Akut
5. Untuk Mengetahui Patofisiologi Sindrom Koroner Akut
6. Untuk Mengetahui WOC Sindrom Koroner Akut
7. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Diagnosis Sindrom Koroner Akut
8. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Medis Sindrom Koroner Akut

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Sindrome Koroner Akut (Acute Coronary Syndrome)


SKA Merupakan spektrum manifestasi akut dan berat yang
merupakan keadaan kegawatdaruratan dari koroner akibat
ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran
darah.
Acute coronary syndrome adalah istilah untuk tanda-tanda klinis
dan gejala iskemia miokard: angina stabil, non-ST-segmen elevasi
miokard infark, dan elevasi ST-segmen infark miokard.
Sindrom koroner akut (SKA) adalah merupakan satu dari tiga
penyakit pembuluh darah arteri koroner, yaitu : ST-Elevasi infark miokard
(30 %), Non ST-Elevation infark miokard (25 %), dan Angina Pectoris
Tidak Stabil (25 %).

2.2 Etiologi
Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :
1. Faktor pembuluh darah :
a. Aterosklerosis.
b. Spasme
c. Arteritis
2. Faktor sirkulasi :
a. Hipotensi
b. Stenosis aorta
c. Insufisiensi
3. Faktor darah :
a. Anemia
b. Hipoksemia
c. Polisitemia

3
d. Curah jantung yang meningkat :
1) Aktifitas berlebihan
2) Emosi
3) Makan terlalu banyak
4) Hypertiroidisme
e. Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
1) Kerusakan miocard
2) Hypertropi miocard
3) Hypertensi diastolik
4) Faktor predisposisi
f. Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
1) Usia > 40 tahun
2) Jenis kelamin : insiden pada pria, sedangkan pada
wanita meningkat setelah menopause
3) Hereditas
4) Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
g. Faktor resiko yang dapat diubah :
1) Mayor :
 Hiperlipidemia
 Hipertensi
 Merokok
 Diabetes
 Obesitas
 Diet tinggi lemak jenuh, kalori
2) Minor:
 Inaktifitas fisik
 Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif,
ambisius, kompetitif).
 Stress psikologis berlebihan.

4
2.3 Manifestasi Klinis
1. Nyeri :
 Gejala utama adalah nyeri dada yang terjadi secara
mendadak dan terus-menerus tidak mereda, biasanya
dirasakan diatas region sternal bawah dan abdomen bagian
atas.
 Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai
nyeri tidak tertahankan lagi.
 Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang
dapat menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan
(biasanya lengan kiri).
 Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan
atau gangguan emosional), menetap selama beberapa jam
atau hari, dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau
nitrogliserin.
 Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
 Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin,
diaforesis berat, pening atau kepala terasa melayang dan
mual muntah.
 Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri
yang hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat
mengganggu neuroreseptor.
2. Pada ACS dapat ditemukan juga sesak napas, diaphoresis, mual,
dan nyeri epigastrik.
3. Perubahan tanda vital, seperti takikardi, takipnea, hipertensi, atau
hipotensi, dan penurunan saturasi oksigen (SAO 2) atau kelainan
irama jantung

2.4 Komplikasi
Ada beberapa komplikasi yang dapat ditemukan, antara lain :
1. Aritmia
2. Kematian mendadak

5
3. Syok kardiogenik
4. Gagal Jantung ( Heart Failure)
5. Emboli Paru
6. Ruptur septum ventikuler
7. Ruptur muskulus papilaris
8. Aneurisma Ventrikel

2.5 Patofisiologi
Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak tertimbun di
intima arteri besar. Timbunan ini, dinamakan ateroma atau plak akan
menggangu absorbsi nutrient oleh sel-sel endotel yang menyusun lapisan
dinding dalam pembuluh darah dan menyumbat aliran darah karena
timbunan menonjol ke lumen pembuluh darah. Endotel pembuluh darah
yang terkena akanmengalami nekrotik dan menjadi jaringan parut,
selanjutnya lumen menjadi sempit dan aliran darah terhambat. Pada lumen
yang menyempit dan berdinding kasar, akan cebderung terjadi
pembentukan bekuan darah, hal ini menjelaskan bagaimana terjadinya
koagulasi intravaskuler, diikuti oleh penyakit tromboemboli, yang
merupakan penyakit aterosklerosis.
Mekanisme pembentukan lesi aterosklerosis adalah pembentukan
thrombus pada permukaan plak, konsolidasi thrombus akibat efek fibrin,
perdarahan ke dalam plak, dan penimbunan lipid terus menerus. Bila fibrosa
pembungkus plak pecah, maka debris lipid akan terhanyut dalam aliran
darah dan menyumbat arteri koroner dan kapiler di sebelah distal plak yang
pecah. Hal ini di dukung dengan struktur arteri koroner yang rentan
terhadap ateroskerosis, dimana arteri koroner tersebut berpilin dan berkelok-
kelok saat memasuki jantung, menimbulkan kondisi yang rentan untuk
terbentuknya ateroma.
Dari klasifikasinya, maka ACS dapat dilihat dari dua aspek, yaitu
Iskemik dan Infark.Iskemia adalah suatu keadaan kekurangan oksigen yang
bersifat sementara dan reversibel. Penurunan suplai oksigen akan
meningkatkan mekanisme metabolisme anaerobik. Iskemia yang lama dapat

6
menyebabkan kematian otot atau nekrosis.Keadaan nekrosis yang berlanjut
dapat menyebabkan kematian otot jantung (infark miokard).Ventrikel kiri
merupakan ruang jantung yang paling rentan mengalami iskemia dan infark,
hal ini disebabkan kebutuhan oksigen ventrikel kiri lebih besar untuk
berkontraksi.Metabolisme anaerobik sangat tidak efektif selain energi yang
dihasilkan tidak cukup besar juga meningkatkan pembentukan asam laktat
yang dapat menurunkan PH sel (asidosis). Iskemia secara khas ditandai
perubahan EKG: T inversi, dan depresi segmen ST. Gabungan efek
hipoksia, menurunnya suplai energi, serta asidosis dapat dengan cepat
mengganggu fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi pada daerah yang
terserang mengalami gangguan, serabut ototnya memendek, serta daya
kecepatannya menurun.Perubahan kontraksi ini dapat menyebakan
penurunan curah jantung.Iskemia dapat menyebabkan nyeri sebagai akibat
penimbunan asam laktat yang berlebihan.Angina pektoris merupakan nyeri
dada yang menyertai iskemia miokardium.
Angina pektoris dapat dibagi: angina pektoris stabil (stable angina),
angina pektoris tidak stabil (unstable angina), angina variant (angina
prinzmetal). Angina Pektoris Stabil: Nyeri dada yang tergolong angina
stabil adalah nyeri yang timbul saat melakukan aktifitas. Rasa nyeri tidak
lebih dari 15 menit dan hilang dengan istirahat. Angina Pektoris Tidak
Stabil (UAP): Pada UAP nyeri dada timbul pada saat istirahat, nyeri
berlangsung lebih dari 15 menit dan terjadi peningkatan rasa nyeri. Angina
Varian: Merupakan angina tidak stabil yang disebabkan oleh spasme arteri
koroner.
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 menit dapat menyebabkan
kerusakan sel yang ireversibel dan kematian otot (nekrosis). Bagian
miokardium yang mengalami nekrosis atau infark akan berhenti
berkontraksi secara permanen (yang sering disebut infark).

7
2.6 WOC

Arterosklerosis, Trombosis, Kontriksi Arteri Koroneria

Aliran darah ke jantung menurun

Oksigen dan nutrisi menurun

Jaringan miokard iskemik

Nekrose lebih dari 30 menit

Suplai kebutuhan oksigen ke jantung tidak sumbang

Suplai oksigen ke miokard menurun

Metabolisme anaerob Hipoksia

Nyeri akut
Timbunan asam laktat Integritas sel berubah
Resiko
penurunan
Timbunan asam laktat Kontraktilitas turun
curah
jantung
Fatique
Kerusakan COP turun Kegagalan pompa
Pertukaran jantung
Gas (Tidak
Cemas
sesuai Gangguan
(Pertimbangan
patologi) perfusi Gagal jantung
Intoleransi Aktifitas)
jaringan

Resiko kelebihan
volume cairan ekstra
vaskuler

8
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
1. EKG
 STEMI : Perubahan pada pasien dengan Infark Miokard
Akut, meliputi : hiperakut T, elevasi segmen ST yang
diikuti dengan terbentuknya Q pathologis, terbentuknya
bundle branch block/ yang dianggap baru. Perubahan EKG
berupa elevasi segment ST ≥ 1 mm pada 2 sadapan yang
berdekatan pada limb lead dan atau segment elevasi ≥ 2
mm pada 2 sadapan chest lead.
 NSTEMI : Perubahan EKG berupa depresi segment ST ≥ 1
mm pada 2 sadapan yang berdekatan pada limb lead dan
atau segment depresi ≥ 2 mm pada 2 sadapan chest lead.
 Gambaran EKG
Pemeriksaan EKG memegang peranan penting dalam
mendiagnosa AKS.Pemeriksaan tyang sederhana,murah
tapi mempunyai nilai klinis yang tinggi. Pada APTS/ Non
Q infark,perubahan berupa adanya ST segmen depresi atau
T inversi. Hal ini harus dibedakan dengan tanda hipertropi
ventrikel kiri.

Gambaran EKG berupa ST Depresi

 Pada akut infark dengan gelombang Q, didapat adanya ST


segemen Elevasi,yang pada jam awal masih berupa
hiperakut T (gelombang T tinggi ) yang kemudian berubah
menjadi ST elevasi. Adanya new RBBB/LBBB juga

9
merupakan tanda perubahan ECG pada infark
gelombang Q.

Gambaran EKG berupa ST Elevasi

 Pada penderita dengan nyeri dada sementara ECG-nya


normal menunjukkan besar kemungkinan nonkardiac pain.
Sementara progonosis dengan perubahan ECG hanya T
inverted lebih baik dari ST segmen depresi yang masuk
dalam risiko tinggi.
2. Enzim Jantung
 CKMB : dapat dideteksi 4-6 jam pasca infark, mencapai
puncaknya pada 24 jam pertama, kembali normal setelah 2-
3 hari.
 Troponin T : spesifik untuk kerusakan otot jantung, dapat
dideteksi 4-8 jam pasca infark
 LDH : dapat dideteksi 24-48 jam pasca infark, mencapai
puncaknya setelah 3-6 hari, normal setelah mencapai 8-14
hari.
3. Elektrolit.
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan
kontraktilitas, misalnya hipokalemi, hiperkalemi.

10
4. Sel darah putih Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada
hari ke-2 setelah IMA berhubungan dengan proses inflamasi.
5. Kecepatan sedimentasi Meningkat pada hari ke-2 dan ke-3 setelah
IMA, menunjukkan inflamasi.
6. AGD Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut
atau kronis.
7. Kolesterol atau Trigliserida serum Meningkat, menunjukkan
arteriosklerosis sebagai penyebab IMA.
8. Rontgen Dada Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran
jantung diduga GJK atau aneurisma ventrikuler.
9. Ekokardiogram Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi,
gerakan katup atau dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi
katup.
10. Pemeriksaan pencitraan nuklir
 Talium : mengevaluasi aliran darah miokard dan status sel
miokard, misal lokasi atau luasnya AMI.
 Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area
nekrotik
11. Pencitraan darah jantung (MUGA) Mengevaluasi penampilan
ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional dan fraksi
ejeksi (aliran darah).
12. Angiografi coroner Menggambarkan penyempitan atau sumbatan
arteri koroner. Biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran
tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi).
Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase AMI kecuali mendekati
bedah jantung angioplasty atau emergensi.
13. Nuklear Magnetic Resonance (NMR) Memungkinkan visualisasi
aliran darah, serambi jantung atau katup ventrikel, lesivaskuler,
pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah.
14. Tes stress olah raga Menentukan respon kardiovaskuler terhadap
aktifitas atau sering dilakukan sehubungan dengan pencitraan
talium pada fase penyembuhan.

11
2.8 Penatalaksanaan Medis
Tujuan terapi pada penderita AKS, yaitu men-stabilkan angina
(pada APTS) dan mencegah kerusakan lebih lanjut pada infark. Masa-
masa kritis pada penderita infark adalah 2 jam pertama setelah
serangan,dimana komplikasi gangguan listrik jantung yang fatal VT-VF
merupakan hal yang paling sering sebagai penyebab suddent death.
Penatalaksanaan dibedakan menjadi 2 bagian yaitu :
1. Umum
 Pasien dianjurkan istirahat total
 Pasien puasa 4-6 jam, setelah pasien tidak ada keluhan nyeri
dada dapat diit cair
 Segera pasang IV line
 Oksigen
 Nitral (cedocard) sublingual
 Nitrogliserin oral atau infus (drip)
 Aspirin 160 mg dikunyah
 Pain killer (Morphine/Petidine)
 Penderita dirawat di CVCU/ICCU, memerlukan monitor ketat
2. Khusus
 B Bloker Mengurangi konsumsi oksigen. Pilihan pada B
Bloker non ISA. KI pada AV blok, Asma Bronkial, Severe
LHF. Pemberian B bloker dapat menurunkan progresif AKS
sekitar 13 %.
 ACE Inhibitor Hari pertama serangan, mampu menurunkan
mortalitas fasca infark.
 Lipid Lowering Terapi (atorvastatin )
 Trombolitik Terapi Pemberian Trombolitik terapi hanya pada
Infrak dengan Gelombang Q (ST elevasi), sedang pada infark
non Q dan APTS tidak ada manfaat pemberian trombolitk.
 Heparin, UFH (unfraksional heparin), risiko perdarahan
memerlukan monitor APTTT,dosis bolus 5000 IU,diikuti
dengan infus 1000 IU/jam (2-2,5 x nilai APTT baseline). Low

12
Molucle Weight Heparin (LMWH) lebih aman,risiko
perdarahan kecil dan tidak memerlukan pemantauan APTT.
Dosis sesuai dengan berat badan, 1 mg/kgBB.
 Platelet Gliko Protein (GP) Iib/IIIa reseptor Bloker.
Digunakan untuk pencegahan pembekuan darah lebih
lanjut,fibrinolisis endogen dan mengurangi derajat stenosis.
 Primary dan Rescue PTCA Di senter-senter yang fasilitas cath-
lab dan tenaga ahli yang lengkap ,jarang memberikan
trombolitik biasanya penderita langsung didorong ke kamar
cateterisasi untuk dilakukan PTCA, dan pada mereka yang
gagal dalam pemberian trombolitk dilaukan rescue PTCA.
 CABG

13
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

2.1 Pengkajian

a. Anamnesa:
1. Identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, nomor RM, Nama
penanggung jawab, hubungan dengan pasien, alamat.
2. Keluhan (nyeri dada, Klien mengeluh nyeri ketika beristirahat , terasa
panas, di dada retro sternal menyebar ke lengan kiri dan punggung kiri,
skala nyeri 8 (skala 1-10), nyeri berlangsung 10menit)
3. Riwayat penyakit sekarang (Klien mengeluh nyeri ketika beristirahat,
terasa panas, di dada retro sternal menyebar ke lengan kiri dan
punggung kiri, skala nyeri 8 (skala 1-10), nyeri berlangsung10 menit)
4. Riwayat penyakit sebelumnya (DM, hipertensi, kebiasaan merokok,
pekerjaan, stress), dan Riwayat penyakit keluarga (jantung, DM,
hipertensi, ginjal).

b. Pemeriksaan fisik
1. Breathing
Pada pasien dengan ACS biasanya didapatkan tanda dan gejala
dyspnea karena beban kerja jantung yang meningkat.
2. Blood
Denyut nadi biasanya takikardi, terdapat nyeri dada (chest pain) dan
kaji apakah ada suara jantung tambahan.
3. Brain
Klien dengan pneumonia berat biasanya dapat mengalami penurunan
kesadaran, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi
jaringan berat. Perlu dikaji tingkat kesadaran, besar dan reflek pupil
terhadap cahaya

14
4. Bladder
Pengukuran volume output dan intake cairan, oleh karena itu perawat
perlu memonitor adanya oliguria karena pada penderita ACS biasanya
ditemukan gejala oliguria.
5. Bowel
Dikaji apakah ada penurunan berat badan, mual, muntah bising usus,
bagaimana pola eliminasi alvi, adakah kelainan pada anus.
6. Bone
Didapatkan kelemahan dan kelelahan secara fisik.

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri Akut
2. Resiko Penurunan Curah Jantung
3. Kerusakan Pertukaran Gas (Tidak Sesuai Patologi)
4. Cemas (Pertimbangan Intoleransi Aktivitas)
5. Gangguan Perfusi Cairan
6. Resiko kelebihan volume cairan ekstra vaskuler

3.3 Intervensi Keperawatan

Rencana mengenai tindakan yang akan dilakukan oleh perawat, baik


mandiri maupun kolaboratif. Rencana yang dilakukan menyesuaikan pada
diagnosa keperawatan terkait dengan ACS.

3.4 Implementasi Keperawatan

Tindakan yang dilakukan perawat berdasarkan intervensi keperawatan


yang telah disusun, baik secara mandiri maupun kolaboratif. Implementasi
dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi rasa yang mengganggu pasien
khususnya mengenai diagnosa keperawatan terkait dengan ACS\

15
3.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana


evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan dengan terus-menerus dengan
melibatkan pasien, keluarga, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana
keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian
ulang.

16
BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN KASUS SEMU

Kasus

Pada tanggal 28 Maret 2018 Tn.B datang ke IGD Jombang diantar oleh istrinya
pada pukul 20.53 WIB. Pasien mengeluh nyeri dada setalah berakivitas, nyeri
terasa pada dada kiri dan menjalar hingga ke pungung, nyeri seperti tertekan
dengan skala nyeri 7 dan sesak nafas. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik
didapatkan TD : 130/80 mmHg, Nadi : 100 x/menit, RR : 28 x/menit, Suhu : 37
o
C, pasien tampak lemah.

4.1 Pengkajian

1. Identitas pasien
Nama : Tn.B

Umur : 67 tahun

Jenis kelamin : Laki - laki

Alamat : Meranti

Agama : Islam

Pekerjaan : Perkapalan

Dx. Medis : ACS NSTEMI

Penanggungjawab : Ny.S

2. Primary survey:
 Keluhan utama :
Nyeri dada

17
 Riwayat penyakit sekarang :
Pada hari rabu pasien dinatar oleh suaminya, pasien mengatakan sejak
beberapa hari yang lalu nyeri dada kiri dan menjalar hingga ke
punggung, nyeri seperti tertekan dengan skala nyeri 7 dan sesak nafas,
kemudian pasien segera pergi ke IGD RSUD Jombang pada jam 20.53
WIB.
P : setelah beraktivitas
Q : seperti tertekan
R : dada
S : nyeri 7
T : sejak beberapa hari yang lalu
 Kesadaran (A,V,P,U) : Verbal (berespon ketika diajak bicara)
 Airway : tidak ada gangguan jalan nafas dan suara nafas tambahan
 Breathing : apneu, RR : 28 x / menit
 Circulating: TD : 130/80 mmHg, Nadi : 100 x/menit, nadi teraba kuat,
tidak ada sianosis, akral hangat
 Tanda-Tanda vital :
TD : 130/80 mmHg
Nadi : 100 x/menit
RR : 28 x/menit
Suhu : 37 oC,
 GCS (eye, verbal, motorik) : 456
3. Pemeriksaaan fisik:
Head to toe
a. Kepala
Inspeksi
1. Kulit kepala, rambut
Tidak ada oedem, rambut beruban dan tidak ada
benjolan di kepala
2. Mata
Kedua mata simetris, Sklera ikterik, konjungtiva
anemis

18
3. Hidung
Sedikit kotor dan terpasang nasal kanul 3 liter/menit
4. Telinga
Terdapat serumen, kedua telinga simetris
5. Mulut
Mukosa Bibir lembab
6. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
b. Leher
Inspeksi : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, JVP
2 cm, tidak ada kaku kuduk
Palpasi :-
c. Dada
1. Paru
Inspeksi : bentuk tulang dada simetris,terdapat
retraksi dada
Palpasi : pengembangan paru tidak sama
Auskultasi : Vasikuler
Perkusi : terdapat suara sonor

2. Jantung
Inspeksi : bentuk simetris
Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS 4
midclavicula sinistra
Perkusi : pekak
Auskultasi : S1- S2 terdapat suara tambahan murmur
d. Abdomen
Inspeksi : tidak ada pembesaran
Palpasi : Kuadran I : hepar  tidak ada
hepatomegali, tidak ada nyeri tekan

19
Kuadran II :gaster  tidak ada nyeri
tekan abdomen
lien  tidak ada
splenomegali
Kuadran III :tidak ada masa (skibala,
tumor), tidak ada nyeri
tekan
Kuadran IV :tidak ada nyeri tekan pada
titik Mc Burney
Auskultasi : Bising usus 14 x /mnt
Perkusi : Timpani
e. Lower back/Punggung bawah
Inspeksi : tidak terkaji
Palpasi :tidak terkaji
f. Pelvis
Inspeksi : tidak terkaji
Palpasi : tidak terkaji
g. Genitalia
Inspeksi : terpasang kateter
h. Ekstremitas atas dan bawah, kulit
Ekstremitas atas :terpasang infus, di sebelah kanan
terpasang manset tensi di sebelah kiri
Ekstremitas bawah :tidak ada oedem maupun fraktur

i. Persyarafan (if necessasry)


Tidak ada kelainan

4.2 Masalah keperawatan:

Nyeri Akut berhubungan dengan agen cidera biologi

20
4.3 Intervensi dan implementasi

No. Intervensi Rasional Jam/Waktu Implementasi

1. Lakukan pengkajian Pengkajian yang 20.53 Melakukan


yang komprehensif komprehensif dapat pengkajian nyeri
tentang nyeri, termasuk membantu kita untuk
 Skala : 7
lokasi, karakteristik, memudahkan
 Lokasi : dada
onset atau durasi, mengurangi intensitas
 Karakteristik :
frekuensi, kualitas, skala nyeri dan dapat
seperti di
intensitas, atau beratnya memberikan perawatan
remas
nyeri dan faktor yang terbaik untuk
 Durasi : terus
presipitasi. klien.
menerus

2. Anjurkan pasien untuk istirahat akan 20.55 Memberikan posisi


istirahat memberikan semi fowler
ketenangan sebagai
salah satu relaksasi
klien sehingga rasa
nyeri yang dirasakan
berkurang

3. Ajarkan teknik relaksasi relaksasi napas dalam 20.56 Mengajarkan


nafas dalam adalah salah satu teknik distraksi relaksasi :
relaks dan distraksi,
Pasien dapat
kondisi relaks akan
menirukan teknik
menstimulus hormon
distraksi relaksasi
endorfin yang memicu
mood ketenangan bagi
klien

21
4. Kolaborasi analgesik Analgesik akan Kolaborasi
ASA 1 x 100 mg mengeblok memberikan
nosireseptor, sehingga analgesic :
respon nyeri klien
berkurang

22
4.4 Evaluasi & hands off”

Evaluasi

Subjektif :

Anak pasien mengatakan pasien sesak nafas

Objektif:

 KU : Lemah
 Kesadaran : GCS (eyes,verbar,motorik) 456
 TTV
TD : 150/90 mmHg

RR : 30 x/mnt

Nadi : 96 x/mnt

Suhu : 37,5°C

 Conjungtiva anemis
 Membrane mukosa bibir sianosis

Assesment:

Subjective data entry

Anak pasien mengatakan pasien sesak nafas

Objective data entry


 TTV
TD : 150/90 mmHg

RR : 30 x/mnt

23
Nadi : 96 x/mnt

Suhu : 37,5°C

 Conjungtiva anemis
 Membrane mukosa bibir sianosis
Planning:

- Monitor TTV dan GCS


- Monitor status pernafasan dan oksigenasi
- Mempertahankan oksigen
- Bantu ADL pasien

24
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
SKA Merupakan spektrum manifestasi akut dan berat yang
merupakan keadaan kegawatdaruratan dari koroner akibat ketidakseimbangan
antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran darah
Gejala utama adalah nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan
terus-menerus tidak mereda, biasanya dirasakan diatas region sternal bawah
dan abdomen bagian atas
5.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa dapat
mengetahui kegawatdaruratan pada Artery Coronary Desease

25
DAFTAR PUSTAKA

Doenges M.E., 2002. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi ke-3. Jakarta : EGC
Fakultas Kedokteran UI, 2001, Kapita Selekta Kedokteran, editor Arif M. Dkk
edisi
ke-3 jilid 1, Jakarta, Media Aesculapius
Heni Rokaeni, SMIP, CCRN. et. al. 2001. Keperawatan Kardiovaskular. Harapan
Kita. Jakarta
Nanda, 2011. Diagnosa Keperawatan, alih bahasa Budi Santosa, Jakarta ; EGC
Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia, 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
,
edisi ke-3. jilid 1 Jakarta : FKUI
Price,S.A, 2005, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit, alih
bahasa,
Brahm U. Pendit ; editor Huriawati Hartanto Edisi 6 Volume 1, Jakarta ;EGC
Smeltzer, Suzanne C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth, alih bahasa Agung Waluyo; editor Monica Ester, Edisi ke- 8 Volume 2,
Jakarta : EGC
Udijanti, 2010, Keperawatan Kardiovaskuler, Jakarta ; Salemba Medika

26

Anda mungkin juga menyukai