SCROTAL MASS
Disusun Oleh:
Chyncia Vriesca
1865050013
Pembimbing:
dr. Ronald Tanggo, Sp.U
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan atas segala nikmat, rahmat, dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Scrotal Mass”. Referat
ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar–besarnya kepada
dr. Ronald Tanggo, Sp.U selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini, serta kepada dokter–
dokter pembimbing lain yang telah membimbing penulis selama di Kepaniteraan Ilmu Bedah di
RS UKI. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan–rekan anggota Kepaniteraan Ilmu
Bedah RS UKI serta berbagai pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput dari
kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan, kritik maupun saran yang
membangun. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih yang sebesar–besarnya, semoga tugas ini
Jakarta,
Chyncia Vriesca
BAB I
PENDAHULUAN
Skrotum merupakan sebuah kantung yang berisi testis dan berfungsi sebagai memproduksi,
menyimpan, transportasi sperma dan beberapa hormon seks pria. Skrotum mempunyai dua lapis
kulit dan fasia superfisialis. Fasia superfisialis memiliki selembar otot polos yang tipis, dikenal
sebagai tunika dartos, yang berkontraksi sebagai reaksi terhadap suhu dingin dan dengan demikian
akan mempersempit luas permukaan kulit, namun lapisan ini tidak mengandung jaringan lemak.
Skrotum dibagi oleh septum menjadi dua kompartemen, masing-masing berisi testis. Testis
merupakan organ yang berada dalam skrotum. Testis memiliki beberapa sel sel didalam nya yang
berfunsgi sebagai penghasil hormon testosteron, dan sel sel tersubut juga dapat menutrisi
sperma.1,2
Massa skrotum merupakan kelainan yang terjadi isi pada skrotum. Sebuah massa skrotum
mungkin dapat terjadi berupa terdapatnya akumulasi cairan, pertumbuhan jaringan abnormal, atau
isi normal skrotum yang telah menjadi bengkak, mengeras dan terlihat kemerahan akibat terjadinya
peradangan pada skrotum. Massa skrotum bisa menjadi keadaan yang berat seperti kanker tumor
atau kondisi lain yang mempengaruhi fungsi dan kesehatan testis apabila tidak cepat dilakukan
tindakan. Keadaan adanya gangguan massa skrotum dapat menyebabkan terjadinya penurunan
kesuburan pada pria karena dapat menyebabkan gangguan pada fungsi dari masing masing organ
yang ada didalam skrotum dan juga testis. Tanda dan gejala dari massa skrotum bervariasi,
tergantung pada sifat dari kelainan. Dalam beberapa kasus, satu-satunya gejala yang paling banyak
terjadi adalah adanya benjolan di dalam skrotum yang dapat dirasakan dengan jari jari, selain itu
1. Skrotum
kelenjar keringat. Skrotum dibagi oleh septum menjadi dua kompartemen, masing-masing berisi
testis, epididymis, spermatic cord, dan bagian lain yang melapisinya. . Skrotum mempunyai dua
lapis yaitu kulit dan fasia superfisialis. Fasia superfisialis tidak mengandung jaringan lemak, tetapi pada
fasia superfisialis terdapat selembar otot polos yang tipis, dikenal sebagai tunika dartos, yang berkontraksi
sebagai reaksi terhadap dingin dan dengan demikian mempersempit luas permukaan kulit. Ke arah ventral
fasia superfisialis dilanjutkan menjadi lapis dalamnya yang berupa selaput pada dinding abdomen
Kremasterika dari A. Epigastrika inferior. Vena scrotalis mengiringi arteri-arteri tersebut. Pembuluh
- Ramus genitalis dari N. genitofemoralis (L1,L2) yang bercabang menjadi cabang sensoris
Ramus perinealis dari N. Cutaneus Femoris Posterior (S2,S3) untuk permukaan skrotum
kaudal
2. Testis
` Testis merupakan organ genitalia pria yang terletak di dalam skrotum. Ukuran testis pada
orang dewasa adalah 4 x 3 x 2,5 cm, dengan volume 15-25 ml berbentuk ovoid. Kedua buah testis
terbungkus oleh jaringan tunika albuginea yang melekat pada testis. Di luar tunika albuginea
terdapat tunika vaginalis yang terdiri atas lapisan viseralis, lapisan parietalis, dan tunika dartos.
Testis dapat mempertahankan suhu nya agar tetap stabil dengan cara menggerakkan testis
mendekati rongga abdomen dengan bantuan otot kremaster yang berada di sekitar testis.
Secara histopatologis, testis terdiri atas ± 250 lobuli dan tiap lobulus terdiri atas tubuli
seminiferus. Di dalam tubulus seminiferus terdapat sel-sel spermatogonia dan sel Sertoli,
sedangkan di antara tubuli seminiferus terdapat sel-sel Leydig. Sel-sel spermatogonium pada
proses spermatogenesis menjadi sel spermatozoa. Sel-sel Sertoli berfungsi sebagai pemberi makan
pada bakal sperma, sedangkan sel-sel Leydig atau disebut sel-sel interstisial testis berfungsi dalam
menghasilkan hormon testosteron. Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di tubuli seminiferi testis
spermatozoa bersamasama dengan getah dari epididimis dan vas deferens disalurkan menuju ke
ampula vas deferens. Sel-sel itu setelah bercampur dengan cairan-cairan dari epididimis, vas
deferens, vesikula seminalis, serta cairan prostat membentuk cairan semen atau mani.
Cairan intratubular yang mengandung sperma yang membasahi sel Sertoli mengalir dari
tubulus seminiferus ke dalam rete testis dan kemudian ke dalam capid epididymis. Cairan ini,
isosmotik dengan plasma, diperkirakan berasal dari tubulus seminiferus. Reabsorpsi cairan ini
dalam rete testis dan duktula eferen diatur oleh estrogen, Komposisi cairan tubular sangat berbeda
dari plasma darah atau limfatik, hal itu menunjukkan bahwa zat tidak bebas berdifusi masuk dan
merupakan cabang dari aorta, (2) arteri deferensialis cabang dari arteri vesikalis inferior, dan (3)
arteri kremasterika yang merupakan cabang arteri epigastrika. Pembuluh vena yang meninggalkan
testis berkumpul membentuk pleksus Pampiniformis. Pleksus ini pada beberapa orang mengalami
Testis tidak memiliki persarafan somatik yang diketahui. Ia menerima persarafan otonom
terutama dari saraf intermesenterik dan pleksus ginjal. Saraf ini mengalir di sepanjang arteri testis
ke dalam testis. Persarafan adrenergik testis dibatasi terutama untuk pembuluh darah kecil yang
memasok kluster sel Leydig yang dapat mengatur steroidogenesis sel Leydig.1,2,4
II.2 Definisi dan Klasifikasi Masa Skrotum
Massa skrotum merupakan kelainan yang terjadi isi pada skrotum. Sebuah massa skrotum
mungkin dapat terjadi berupa terdapatnya akumulasi cairan, pertumbuhan jaringan abnormal, atau
isi normal skrotum yang telah menjadi bengkak, mengeras dan terlihat kemerahan akibat terjadinya
1. Hidrokel
Hidrokel merupakan keadaan terjadinya penumpukan cairan serosa yang berlebih di antara
lapisan parietalis dan lapisan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan yang berada
di dalam rongga tersebut memang ada dan berada dalam keseimbangan antara produksi dan
a. Etiologi
Pada bayi baru lahir hidrokel dapat terjadi karena beberapa sebab yaitu karena belum
sempurnanya proses penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran cairan peritoneum ke
prosesus vaginalis atau belum sempurnanya sistem limfatik di daerah skrotum dalam melakukan
reabsorbsi cairan hidrokel. Pada orang dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan
sekunder. Penyebab sekunder terjadi karena didapatkan kelainan pada testis atau epididimis yang
menyebabkan terganggunya sistem sekresi atau reabsorbsi cairan di kantong hidrokel. Kelainan
pada testis itu mungkin suatu tumor, infeksi, atau trauma pada testis/epididimis.
Pasien mengeluh adanya benjolan pada daerah skrotum dan tidak terasa nyeri. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan adanya benjolan di kantong skrotum dengan konsistensi kistus dan
terinfeksi atau kulit skrotum yang sangat tebal kadang-kadang sulit melakukan pemeriksaan ini,
sehingga harus dibantu dengan pemeriksaan ultrasonografi. Menurut letak kantong hidrokel
Hidrokel testis
Hidrokel funikulus
Hidrokel komunikan.
Pembagian ini penting karena berhubungan dengan metode operasi yang akan dilakukan pada saat
Pada hidrokel testis, kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga testis tak
dapat diraba. Pada anamnesis, pasien akan menyatakan besarnya kantong hidrokel tidak berubah
sepanjang hari.
Pada hidrokel funikulus, kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak di sebelah
kranial dari testis, sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada di luar kantong hidrokel.
Pada hidrokel komunikan terdapat hubungan antara prosesus vaginalis dengan rongga
peritoneum sehingga prosesus vaginalis dapat terisi cairan peritoneum. Pada anamnesis, kantong
hidrokel besarnya dapat berubah-ubah yaitu bertambah besar pada saat anak menangis. Pada
palpasi, kantong hidrokel terpisah dari testis dan dapat dimasukkan ke dalam rongga abdomen.2,3
c. Terapi
Hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahun dengan harapan
setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh sendiri tetapi jika hidrokel masih tetap
ada atau bertambah besar perlu difikirkan untuk dilakukan koreksi. Tindakan untuk mengatasi
cairan hidrokel adalah dengan aspirasi dan operasi. Aspirasi cairan hidrokel tidak dianjurkan
karena selain angka kekambuhannya tinggi, kadang kala dapat menimbulkan terjadinya infeksi.
Indikasi kosmetik
Pada hidrokel kongenital dilakukan pendekatan inguinal karena seringkali hidrokel ini
disertai dengan hernia inguinalis sehingga pada saat operasi hidrokel, sekaligus melakukan
herniorafi. Pada hidrokel testis dewasa dilakukan pendekatan skrotal dengan melakukan eksisi dan
marsupialisasi kantong hidrokel sesuai cara Winkelman atau plikasi kantong hidrokel sesuai cara
2 .Varikokel
Varikokel merupakan dilatasi vena yang abnormal dari pleksus pampiniformis dalam
skrotum akibat dari gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. Meskipun varikokel
hampir selalu lebih besar dan lebih umum pada sisi kiri. Hingga 50% pria dengan varikokel,
memiliki varikokel bilateral. Varikokel sisi kanan yang jarang terisolasi biasanya
menunjukkan bahwa vena spermatika internal kanan memasuki vena renalis kanan, tetapi
harus segera diselidiki lebih lanjut karena temuan ini mungkin terkait dengan situs inversus
atau tumor retroperitoneal. Secara umum varikokel terdapat pada 15% dari populasi pria pada
umumnya, pada 35% pria dengan infertilitas primer, dan pada 80% pria dengan infertilitas
sekunder.1,23
a. Etiologi
Penyebab varikokel harus multi-faktorial. Perbedaan anatomi dalam drainase vena antara
vena spermatika internal kiri dan spermatika internal kanan. Hal ini disebabkan karena vena
spermatika interna kiri bermuara pada vena renalis kiri dengan posisi tegak lurus, sedangkan vena
spermatika kanan bermuara pada vena kava dengan posisi miring dan vena spermatika interna kiri
lebih panjang daripada yang kanan dan katupnya lebih sedikit dan inkompeten. Selain itu,
ketidakmampuan katup vena menghasilkan refluks darah vena dan terjadinya peningkatan tekanan
hidrostatik. Peningkatan tekanan hidrostatik pada vena spermatika interna dari refluks vena renalis
keduanya peka terhadap peningkatan suhu. Refluks adrenal dan metabolit ginjal (didukung oleh
b. Patogenesis
Varikokel dapat menimbulkan bebrapa gangguan proses spermatogenesis sehingga dapat
mempengaruhi penurunan kesuburan pada pria melalui beberapa cara, antara lain :
Terjadi stagnasi aliran darah balik pada sirkulasi testis sehingga menyebabkan testis
Terjadinya refluks hasil metabolit ginjal dan adrenal (katekolamin dan prostaglandin)
memungkinkan zat hasil metabolit tersebut dapat dialirkan melalui testis kiri ke testis
kanan sehingga menyebabkan gangguan spermatogenesis testis kanan dan pada akhirnya
tahun menikah, dan mengeluh adanya benjolan di atas testis dan terasa nyeri.
Varikokel klinis teraba dan dapat dinilai berdasarkan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan
dilakukan dengan keadaan pasien dalam posisi berdiri, dengan memperhatikan keadaan skrotum
kemudian dilakukan pemeriksaan secara palpasi. Jika diperlukan, pasien diminta untuk melakukan
manuver valsava atau mengedan. Jika terdapat varikokel, pada inspeksi dan palpasi akan
didapatkan bentukan seperti kumpulan cacing-cacing di dalam kantung yang berada di sebelah
kranial testis.2
Derajat 1
Varikokel yang hanya dapat teraba selama dilakukannya pemeriksaan Manuver Valsalva
Derajat 2
Varikokel yang mudah teraba dengan atau tanpa Valsava tetapi tidak terlihat
Derajat 3
Varikokel besar yang mudah teraba dan dapat dideteksi dengan inspeksi visual skrotum.
Pemeriksaan auskultasi dengan memakai stetoskop Doppler sangat membantu, karena alat ini
dapat mendeteksi adanya peningkatan aliran darah pada pleksus pampiniformis. Pemeriksaan
tersebut dilakukan apabila terjadinya kesulitan dalam penilaian varikokel. Penilaian lain yang
harus diperhatikan adalah konsistensi testis maupun ukurannya, dengan membandingkan testis kiri
dengan testis kanan. Untuk lebih objektif dalam menentukan besar atau volume testis dilakukan
pengukuran dengan alat orkidometer. Pada beberapa keadaan mungkin kedua testis teraba kecil
dan lunak, karena telah terjadi kerusakan pada sel-sel germinal. Untuk menilai seberapa jauh
varikokel telah menyebabkan kerusakan pada tubuli seminiferi harus dilakukan pemeriksaan
analisis semen. Menurut McLeod, hasil analisis semen pada varikokel menujukkan pola stress
yaitu menurunnya motilitas sperma, meningkatnya jumlah sperma muda (immature) dan terdapat
d. Terapi
Masih terjadi silang pendapat di antara para ahli tentang perlu tidaknya melakukan operasi
pada varikokel. Di antara mereka berpendapat bahwa varikokel yang telah menimbulkan gangguan
fertilitas atau gangguan spermatogenesis merupakan indikasi untuk mendapatkan suatu terapi.
Ligasi tinggi vena spermatika interna secara Palomo melalui operasi terbuka atau bedah
laparoskopi,
atau secara perkutan dengan memasukkan bahan sklerosing ke dalam vena spermatika interna
(embolisasi).
3. Hematokel
Hematokel adalah penimbunan darah yang terjadi akibat skrotum mengalami cedera. Jika
darah dalam jumlah yang sedikit biasanya darah tersebut dapat diserap kembali, tetapi bila banyak
- Masa kistik
-Transiluminasi (-)
4. Spermatokel
Spermatokel adalah suatu massa di skrotum menyerupai kista yang mengandung cairan dan sel sperma
yang mati.
Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik menunjukkan
Unilateral
Lunak
5. Torsio Testis
Torsio testis adalah terpeluntirnya funikulus spermatikus yang menyebabkan terjadinya
a. Patogenesis
Secara fisiologis otot kremaster berfungsi menggerakkan testis mendekati dan menjauhi
rongga abdomen guna mempertahankan suhu ideal untuk testis. Adanya kelainan sistem
penyanggah testis menyebabkan testis dapat mengalami torsio jika bergerak secara berlebihan.
Beberapa keadaan yang menyebabkan pergerakan yang berlebihan itu, antara lain adalah
perubahan suhu yang mendadak (seperti pada saat berenang), ketakutan, latihan yang berlebihan,
batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi, atau trauma yang mengenai skrotum. Terpluntirnya
funikulus spermatikus menyebabkan obstruksi aliran darah testis sehingga testis mengalami
hipoksia, edema testis, dan iskemia. Pada akhirnya testis akan mengalami nekrosis.1,2,3
b. Gambaran klinis dan diagnosis
Pasien mengeluh nyeri hebat di daerah skrotum, yang sifatnya mendadak dan diikuti
pembengkakan pada testis. Keadaan itu dikenal sebagai akut skrotum. Nyeri dapat menjalar ke
daerah inguinal atau perut sebelah bawah sehingga jika tidak diwaspadai sering dikacaukan dengan
apendisitis akut. Pada bayi gejalanya tidak khas yakni gelisah, rewel atau tidak mau menyusui.
Pada pemeriksaan fisis, testis membengkak, letaknya lebih tinggi dan lebih horizontal daripada
testis sisi kontralateral. Kadang-kadang pada torsio testis yang baru saja terjadi, dapat diraba
adanya lilitan atau penebalan funikulus spermatikus. Keadaan ini biasanya tidak disertai dengan
demam.
Pemeriksaan sedimen urine tidak menunjukkan adanya leukosit dalam urine dan
pemeriksaan darah tidak menunjukkan tanda inflamasi, kecuali pada torsio testis yang sudah
Pemeriksaan penunjang yang berguna untuk membedakan torsio testis dengan keadaan
akut skrotum yang lain adalah dengan memakai: stetoskop Doppler, ultrasonografi Doppler, dan
sintigrafi testis yang kesemuanya bertujuan menilai adanya aliran darah ke testis. Pada torsio testis
tidak didapatkan adanya aliran darah ke testis sedangkan pada keradangan akut testis, terjadi
c. Diagnosis Banding
1. Epididimitis akut.
Penyakit ini secara klinis sulit dibedakan dengan torsio testis. Nyeri skrotum akut
biasanya disertai dengan kenaikan suhu tubuh, keluarnya nanah dari uretra, ada riwayat
coitus suspectus (dugaan melakukan senggama dengan bukan isterinya), atau pernah
tetap ada (tanda dari Prehn). Pasien epididimitis akut biasanya berumur lebih dari 20 tahun
dan pada pemeriksaan sedimen urine didapatkan adanya leukosituria atau bakteriuria.
yang biasanya didahului dengan anamnesis didapatkan benjolan yang dapat keluar dan
3. Hidrokel terinfeksi
4. Tumor testis.
5. Edema skrotum
yang dapat disebabkan oleh hipoproteinemia, filariasis, adanya pembuntuan saluran limfe
(idiopatik)
d. Terapi
Detorsi Manual
Detorsi manual adalah mengembalikan posisi testis ke asalnya, yaitu dengan jalan memutar
testis ke arah berlawanan dengan arah torsio. Karena arah torsio biasanya ke medial maka
dianjurkan untuk memutar testis ke arah lateral dahulu, kemudian jika tidak terjadi perubahan,
dicoba detorsi ke arah medial. Hilangnya nyeri setelah detorsi menandakan bahwa detorsi telah
2
berhasil. Jika detorsi berhasil operasi harus tetap dilaksanakan.
Operasi
Tindakan operasi ini dimaksudkan untuk mengembalikan posisi testis pada arah yang benar
(reposisi) dan setelah itu dilakukan penilaian apakah testis yang mengalami torsio masih viable
(hidup) atau sudah mengalami nekrosis. Jika testis masih hidup, dilakukan orkidopeksi (fiksasi
testis) pada tunika dartos kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral. Orkidopeksi
dilakukan dengan mempergunakan benang yang tidak diserap pada 3 tempat untuk mencegah agar
testis tidak terpluntir kembali, sedangkan pada testis yang sudah mengalami nekrosis dilakukan
pengangkatan testis (orkidektomi) dan kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral.
Testis yang telah mengalami nekrosis jika tetap dibiarkan berada di dalam skrotum akan
dikemudian hari.1,2
6. Orchitis
Orchitis merupakan suatu reaksi inflamasi akut dari testis terhadap infeksi. Sebagian besar
kasus berhubungan dengan infeksi virus gondong, namun virus lain dan bakteri juga dapat
a. Etiologi
Streptococcus
Actinomycetes
Beberapa laporan kasus telah dijelaskan imunisasi gondong, campak, dan rubella
Bakteri penyebab biasanya menyebar dari epididimitis terkait dalam seksual pria aktif
Staphylococcus, Streptococcus
Idiopatik
b. Faktor Risiko
Pemasangan kateter merupakan faktor risiko yang umum untuk epididymis akut.
Urethritis atau prostatitis juga bisa menjadi faktor risiko selain itu, refluks urin terinfeksi
dari urethra prostatik ke epididymis melalui saluran sperma dan vas deferens bisa dipicu
c. Diagnosis
Anamnesis
Kelelahan / mialgia
Mual
Sakit kepala
d. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik inspeksi ditemukan adanya pembesaran pada testis dan skrotum
erythematous pada kulit skrotum, pembengkakan pada kelenjar getah bening regio inguinal. Lalu,
e. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis orchitis lebih baik ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik.
f. Terapi
Pengobatan suportif: Bed rest, analgetik, elevasi skrotum. Yang paling penting adalah
membedakan orchitis dengan torsio testis karena gejala klinisnya hampir sama. Tidak ada obat
Pada pasien dengan kecurigaan bakteri, dimana penderita aktif secara seksual, dapat
diberikan antibiotik pada peneybab akibat menular seksual (terutama gonore dan klamidia) dengan
direkomendasikan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) untuk pengobatan
7. Tumor Testis
Keganasan testis relatif jarang ditemukan, <1% dari semua tumor ganas pada laki - laki.
Umumnya tumor testis (>90%) berasal dari sel germinal dan ditemukan pada usia 15-45 tahun.
Puncak kedua keganasan testis terjadi pada usia 80-90 tahun dan kebanyakan merupakan
tumor metastasis. Tumor sel germinal dibagi atas dua jenis yaitu seminoma dan non seminoma.
Penyebab terjadinya peningkatan insiden tumor ini di seluruh dunia masih belum jelas.
Tetapi, ada beberapa faktor yang berkaitan dengan terjadinya peningkatan kejadian tumor
testis, antara lain: (1) maldesensus testis, (2) trauma testis, (3) atrofi atau infeksi testis, dan
merupakan keadaan dimana testis tidak berada didalam skrotum. Proses tumorigenesis
pasien maldesensus 48 kali lebih banyak daripada testis normal. Meskipun sudah dilakukan
b. Klasifikasi
Sebagian besar (± 95%) tumor testis primer, berasal dari sel germinal sedangkan
sisanya berasal dari non germinal. Tumor germinal testis terdiri atas seminoma dan non
seminoma. Seminoma berbeda sifat-sifatnya dengan non seminoma, antara lain sifat
keganasannya, respon terhadap radioterapi, dan prognosis tumor. Tumor yang bukan
berasal dari sel-sel germinal atau non germinal diantaranya adalah tumor sel Leydig, sel
c. Stadium Tumor
Beberapa cara penetuan stadium klinis yang lebih sederhana dikemukakan oleh Boden dan
Gibb, yaitu :
Stadium A atau I untuk tumor testis yang masih terbatas pada testis
Stadium B atau II untuk tumor yang telah mengadakan penyebaran ke kelenjar regional
(para aorta)
- Stadium II dibedakan menjadi stadium IIA untuk pembesaran limfonudi para aorta
- dan stadium IIB untuk pembesaran limfonudi yang telah teraba (>10 cm).
Stadium C atau III untuk tumor yang telah menyebar keluar dari kelenjar retroperitoneum
d. Penyebaran
Tumor testis awal mulanya berupa lesi intratestikuler yang akhirnya mengenai seluruh
parenkim testis. Sel-sel tumor kemudian menyebar ke rete testis, epididimis, funikulus
spermatikus, atau bahkan ke kulit skrotum. Tunika albuginea merupakan barier yang sangat kuat
bagi penjalaran tumor testis ke organ sekitarnya, sehingga kerusakan tunika albuginea oleh invasi
tumor membuka peluang sel-sel tumor untuk menyebar keluar testis. Kecuali korio karsinoma,
tumor testis menyebar melalui pembuluh limfe menuju ke kelenjar limfe retroperitoneal (para
aorta) sebagai stasiun pertama, kemudian menuju ke kelenjar limfe mediastinal dan supraklavikula
e. Gambaran Klinis
Pasien biasanya mengeluh adanya ketidaknyamanan saat aktivitas karena terdapat benjolan
pada organ genital testis yang terkadang tidak ada rasa nyeri. Namun 30% mengeluh nyeri dan
terasa berat pada kantung skrotum, sedang 10% mengeluh nyeri akut pada skrotum. Tidak jarang
pasien mengeluh karena merasa ada massa di perut sebelah atas (10%) karena pembesaran kelenjar
para aorta, benjolan pada kelenjar leher, dan 5% pasien mengeluh adanya ginekomastia.
Ginekomastia adalah manifestasi dari beredarnya kadar β HCG di dalam sirkulasi sistemik yang
banyak terdapat pada koriokarsinoma. Pada pemeriksaan fisis testis terdapat benjolan padat keras,
tidak nyeri pada palpasi, dan tidak menunjukkan tanda transiluminasi. Diperhatikan adanya
infiltrasi tumor pada funikulus atau epididimis. Perlu dicari kemungkinan adanya massa di
f. Diagnosis
Pemeriksa ulltrasonografi yang berpengalaman dapat membedakan dengan jelas lesi intra
atau ekstratestikuler dan massa padat atau kistik. Namun ultrasonografi tidak dapat mempelihatkan
tunika albuginea, sehingga tidak dapat dipakai untuk menentukan derajat tumor testis. Berbeda
halnya dengan ultrasonografi, MRI dapat mengenali tunika albuginea secara terperinci sehingga
dapat dipakai untuk menentukan luas ekstensi tumor testis. Pemakaian CT scan berguna untuk
Penanda tumor yang paling sering diperiksa pada tumor testis adalah:
1. αFP (Alfa Feto Protein) adalah suatu glikoprotein yang diproduksi oleh karsinoma
embrional, teratokarsinoma, atau tumor yolk sac, tetapi tidak diproduksi oleh
koriokarsinoma murni dan seminoma murni. Penanda tumor ini mempunyai masa paruh 5-
7 hari.
2. HCG (Human Chorionic Gonadotropin) adalah suatu glikoprotein yang pada keadaan
normal diproduksi oleh jaringan trofoblas. Penanda tumor ini meningkat pada semua
pasien koriokarsinoma, pada 40%-60% pasien karsinoma embrional, dan 5%-10% pasien
g. Terapi
Untuk penegakan diagnosis bisa dilakukan uji patologi anatomi, lalu bahan jaringan yang
pendekatan inguinal setelah mengangkat testis dan funikulus spermatikus sampai anulus inguinalis
internus. Biopsi tidak dianjurkan dalam kasus ini. Biopsi atau pendekatan trans-skrotal tidak
penyebaran.2,3,7,9
8. Epididimitis
dua yaitu epididimitis akut dan epididmitis kronik. Gejala yang terjadi pada epididimitis akut
meliputi nyeri dan pembengkakkan pada epididmis. Epididimitis kronis mengacu pada
peradangan dan rasa sakit pada epididimis, biasanya tanpa pembengkakan (tetapi
dengan indurasi pada kasus yang sudah berlangsung lama), bertahan selama lebih dari
6 minggu. 1
a. Klasifikasi
b. Patogenesis dan Etiologi
Epididimitis akut biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi dari kandung kemih, uretra, atau
prostat melalui saluran ejakulasi dan vas deferens ke dalam epididimis secra hematogen. Dapat
Epididimitis kronis dapat terjadi akibat epididimitis akut yang tidak cukup diobati, epididimitis
berulang, atau penyebab lain termasuk hubungan dengan proses penyakit lain.
Mikroorganisme penyebab yang paling umum pada kelompok usia anak-anak dan usia lanjut
adalah organisme coliform yang menyebabkan bacteriuria. Pada pria yang lebih muda dari usia 35
yang aktif secara seksual dengan wanita, organisme penyebab paling umum yang menyebabkan
epididimitis adalah bakteri biasa yang menyebabkan uretritis, yaitu N. gonorrhoeae dan C.
trachomatis. Penyebab epididymitis tersering padada pria homoseksual yang melakukan hubungan
seks anal adalah E. coli dan Haemophilus influenzae. Selain itu, tuberkulosis dan mikobakteri,
seperti BCG, dapat dikaitkan dengan epididimitis. Seperti halnya orkitis, mikroorganisme virus,
c. Diagnosis
Pemeriksaan menunjukkan pembengkakan pada hemiskrotum dan kadang pada palpasi sulit
untuk memisahkan antara epididimis dengan testis. Tes laboratorium harus mencakup pewarnaan
Gram pada apusan uretra dan spesimen urin. Basil Gram-negatif biasanya dapat diidentifikasi pada
pasien dengan sistitis yang mendasarinya. Jika apusan uretra mendapatkan adanya diplokokus
gram negatif intraseluler, diagnosis infeksi N. gonorrhoeae dapat ditegakkan. Jika hanya sel darah
merah yang terlihat pada apusan uretra, diagnosis C. trachomatis. Spesimen usap uretra dan urin
midstream harus dilakukan untuk uji kultur dan sensitivitas. Dapat dilakukan pemeriksaan
radiologi untuk diagnosa yang pasti yaitu dengan pemeriksaan ultrasonografi skrotum Doppler
duplex untuk mengetahui peningkatan aliran darah ke epididimis yang terkena dapat dilakukan
d. Terapi
Terapi diberikan sesuai dengan kemungkinan penyebab dan organisme. Menurut pedoman
Centers for Disease Control and Prevention 2006 pada pengobatan epididimitis akibat infeksi
dapat diberikan ceftriaxone atau doxycycline, untuk pria yang lebih muda dari usia 35 tahun
dan levofloxacin atau ofloxacin untuk pria yang berusia lebih dari 35 tahun. Pedoman tersebut
Untuk epididimitis kronis, percobaan antibiotik 4-6 minggu yang berpotensi efektif
ketika semua tindakan konservatif telah dilakukan tetapi kelainan masih terjadi dan memberi
tahu pasien bahwa operasi memiliki peluang terbaik hanya 50% untuk menyembuhkan rasa
sakitnya.1
DAFTAR PUSTAKA
2. Purnomo, Basuki B. 2003. Dasar-Dasar Urologi. Edisi Kedua. Malang : CV. Infomedika.
3. Lue T. 2012. Smith and Tanagho's General Urology, Eighteenth Edition. 18th ed. New
5. Asian J Androl. 2016 Mar-Apr; 18(2): 179–181. Published online 2016 Jan 8.
2019)
6. Blandy J, Kaisary A. Lecture notes Urology 6 edition. Published 2007. Hal 230-251
Testis), Jurnal Biomedik, Volume 4, Nomor 3, Suplemen, November 2012, hlm. S146-151.