Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

PENDAHULUAN

Massa skrotum adalah kelainan dalam isi skrotum, kantong kulit yang menggantung di
belakang penis. Skrotum berisi dua testis dan struktur terkait yang memproduksi, menyimpan dan
transportasi sperma dan hormon seks pria. Sebuah massa skrotum mungkin akumulasi cairan,
pertumbuhan jaringan abnormal, atau isi normal skrotum yang telah menjadi bengkak, meradang atau
mengeras. Massa skrotum harus diperiksa oleh dokter, bahkan jika tidak mengalami sakit atau gejala
lain sekalipun. Massa skrotum bisa menjadi kanker tumor atau kondisi lain yang mempengaruhi
fungsi dan kesehatan testis. Tanda dan gejala dari massa skrotum bervariasi, tergantung pada sifat dari
kelainan. Dalam beberapa kasus, satu-satunya tanda mungkin adanya benjolan di dalam skrotum yang
dapat Anda rasakan dengan jari-jari anda.

























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi skrotum dan testis
1. Skrotum
Skrotum adalah sebuah kantong kulit yang terdiri dari dua lapis, kulit dan fasia superfisialis.
Fasia superfisialis tidak mengandung jaringan lemak, tetapi pada fasia superfisialis terdapat
selembar otot polos yang tipis, dikenal sebagai tunika dartos, yang berkontraksi sebagai reaksi
terhadap dingin dan dengan demikian mempersempit luas permukaan kulit. Ke arah ventral fasia
superfisialis dilanjutkan menjadi lapis dalamnya yang berupa selaput pada dinding abdomen
ventrolateral, dan ke arah kaudal dilanjutkan menjadi fasia superfisialis perineum. Arteri untuk
skrotum ialah:
- Ramus perinealis dari A. Pudenda interna.
- A. Pudenda externa dari A. Femoralis.
- A. Kremasterika dari A. Epigastrika inferior.
Vena scrotalis mengiringi arteri-arteri tersebut. Pembuluh limfe ditampung oleh limfonodi
inguinalis superfisialis. Saraf skrotum antara lain sebagai berikut :
- Ramus genitalis dari N. genitofemoralis (L1,L2) yang bercabang menjadi cabang sensoris
pada permukaan skrotum ventral dan lateral.
- Cabang N. ilioinguinalis (L1), juga untuk permukaan skrotum ventral.
- Ramus perinealis dari N. pudendalis (S2-S4) untuk permukaan skrotum dorsal.
- Ramus perinealis dari N. Cutaneus Femoris Posterior (S2,S3) untuk permukaan skrotum
kaudal.

2. Testis
Kedua testis terletak dalam skrotum dan menghasilkan spermatozoon dan hormon,
terutama testosteron. Permukaan masing-masing testis tertutup oleh lamina visceralis tunicae
vaginalis, kecuali pada tempat perlekatan epididymis dan funiculus spermaticus. Tunica vaginalis
ialah sebuah kantong peritoneal yang membungkus testis dan berasal dari processus vaginalis
embrional. Lamina parietalis tunica vaginalis berbatasan langsung pada fascia spermatica interna
dan lamina visceralis tunica vaginalis melekat pada testis dan epididymis. Sedikit cairan dalam
rongga tunica vaginalis memisahkan lamina visceralis terhadap lamina parietalis dan
memungkinkan testis bergerak secara bebas dalam scrotum.
Epididymis adalah gulungan pipa yang berbelit-belit dan terletak pada permukaan kranial
dan permukaan dorsolateral testis.
Bagian kranial yang melebar, yakni caput epididymis, terdiri dari lobul-lobul yang dibentuk
oleh gulungan sejumlah ductuli efferentes.
Ductuli efferentes membawa spermatozoon dari testis ke epididymis untuk ditimbun.
Corpus epididymis terdiri dari ductus epididymis yang berbelit-belit.
Cauda epididymis bersinambung dengan ductus deferens yang mengangkut spermatozoon
dari epididymis ke ductus ejaculatorius untuk dicurahkan ke dalam pars prostatica urethrae.
Arteri testicularis berasal dari pars abdominalis aorta, tepat kaudal arteri renalis. Vena-
vena meninggalkan testis dan berhubungan dengan plexus pampiniformis yang melepaskan vena
testicularis dalam kanalis inguinalis. Limfe dari testis disalurkan ke limfonodi lumbalis dan
limfonodi pre-aortici. Saraf autonom testis berasal dari plexus testicularis sekeliling arteria
testicularis. Saraf ini mengandung serabut parasimpatis dari nervus vagus dan serabut simpatis
dari segmen medula spinalis T7.
(4)


















Fisiologi testis

Pengaturan suhu testis di dalam scrotum dilakukan oleh kontraksi musculus dartos dan
cremaster yang apabila berkontraksi akan mengangkat testis mendekat ke tubuh. Bila suhu testis akan
diturunkan, otot cremaster akan berelaksasi dan testis akan menjauhi tubuh. Temperatur testis dalam
scrotum selalu dipertahankan dibawah temperatur suhu tubuh 2-3
o
C untuk kelangsungan
spermatogenesis. Molekul besar tidak dapat menembus ke lumen (bagian dalam tubulus) melalui
darah, karena adanya ikatan yang kuat antar sel Sertoli yang disebut sawar darah testis. Fungsi dari
sawar darah testis adalah untuk mencegah reaksi auto-imun. Tubuh dapat membuat antibodi melawan
spermanya sendiri, maka hal ini dicegah dengan sawar.
Selama masa pubertas, testis berkembang untuk memulai spermatogenesis..Testis berperan
pada sistem reproduksi dan sistem endokrin.
Fungsi testis:
Spermatogenesis terjadi dalam tubulus seminiferus, diatur FSH
Sekresi testosterone oleh sel Leydig, diatur oleh LH.

Definisi masa skrotum

Masa skrotum adalah suatu benjolan atau pembengkakan yang dapat dirasakan didalam
skrotum.

o Hidrokel

Definisi
Hidrokel adalah penumpukan cairan yang berlebihan diantara lapisan
parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan yang berada
dalam rongga itu memang ada dan berada dalam keseimbangan antara produksi dan
reabsorbsi oleh sistem limfatik disekitarnya.
Etiologi

Lapisan viseral dan parietal tunika vaginalis adalah membran yang
memproduksi sekret (cairan) secara kontinu berupa plasma transudat. Cairan ini
kemudian akan diserap melalui saluran limfatik. Hidrokel terjadi akibat adanya
obstruksi (penyumbatan) limfatik yang menyebabkan berkurangnya penyerapan
Hidrokel yang terjadi pada bayi baru lahir dapat disebabkan karena:
(1) Belum sempurnanya penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran cairan
peritoneum ke prosesus vaginalis.
(2) Belum sempurnanya sistem limfatik di daerah skrotum dalam melakukan
reabsorbsi cairan hidrokel.
Pada orang dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan sekunder.
Penyebab sekunder terjadi karena didapatkan kelainan pada testis atau epididimis
yang menyebabkan terganggunya sistem sekresi atau reabsorbsi cairan di kantong
hidrokel. Kelainan pada testis itu mungkin suatu tumor, infeksi, atau trauma pada
testis/epididimis.

Klasifikasi
Menurut letak kantong hidrokel terhadap testis, secara klinis dibedakan beberapa
macam hidrokel, yaitu:
1. Hidrokel testis
Pada hidrokel testis, kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis
sehingga testis tak dapat diraba. Pada anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak
berubah sepanjang hari.
2. Hidrokel funikulus
Pada hidrokel funikulus, kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak
di sebelah kranial dari testis, sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada di
luar kantong hidrokel. Pada anamnesis kantong hidrokel besarnya tetap sepanjang
hari.
3. Hidrokel komunikan
Pada hidrokel komunikan terdapat hubungan antara prosesus vaginalis
dengan rongga peritoneum sehingga prosesus vaginalis dapat terisi cairan peritoneum.
Pada anamnesis, kantong hidrokel besarnya dapat berubah-ubah yaitu bertambah
besar pada saat anak menangis. Pada palpasi, kantong hidrokel terpisah dari testis dan
dapat dimasukkan ke dalam rongga abdomen.

Pembagian ini penting karena berhubungan dengan metode operasi yang akan
dilakukan pada saat melakukan koreksi hidrokel.
Menurut etiologinya hidrokel dibagi menjadi 2 tipe yaitu:

1. Primer, jika akumulasi cairan oleh karena kelainan kongenital.
Testis biasanya turun ke dalam skrotum dari abdomen. Awalnya pada bayi
kemungkinan terdapat beberapa komunikasi dengan abdomen yang segera menutup.
Jika komunikasi ini besar, hernia dapat terjadi tetapi jika komunikasi ini kecil, cairan
dari cavum abdomen dapat masuk dan berakumulasi sebagai hidrokel pada bayi.
Kebanyakan komunikasi yang kecil ini dapat menghilang atau menutup sampai umur
satu tahun. Jika komunikasi dengan cavum abdomen tersebut persisten dan tetap
membuka dinamakan communicating hydrocele. Jika menutup tetapi cairan tidak
diabsorbsi disebut noncommunicating hydrocele.

2. Sekunder
Disebabkan oleh karena iritasi Tunika Vaginalis. Hidrokel dapat terjadi pada
salah satu atau kedua skrotum. Hidrokel pada orang dewasa biasanya onsetnya lambat
dan secara tidak langsung oleh karena trauma, infeksi, dan radioterapi. Kelahiran
prematur mungkin dihubungkan dengan hidrokel.








Diagnosis
Pada anamnesa biasanya pasien atau keluarganya mengeluhkan adanya
benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri

Pada pemeriksaan palpasi pada skrotum
yang hidrokel terasa ada fluktuasi, dan relatif kenyal atau lunak tergantung pada
tegangan di dalam hidrokel. Palpasi hidrokel seperti balon yang berisi air. Bila jumlah
cairan minimum, testis relatif mudah diraba. Sedangkan bila cairan yang terkumpul
banyak, testis akan sulit diraba. Permukaan biasanya halus. Langkah diagnostik yang
paling penting adalah transiluminasi massa hidrokel dengan cahaya di dalam ruang
gelap. Hidrokel berisi cairan jernih dan mentransiluminasi (meneruskan) berkas
cahaya. Kegagalan transiluminasi dapat terjadi akibat penebalan tunika vaginalis
karena infeksi kronik, massa di skrotum tersebut bukan hidrokel,
(5)
atau kulit skrotum
yang sangat tebal, sehingga harus dibantu dengan pemeriksaan ultrasonografi.
Juga penting dilakukan palpasi korda spermatikus di atas insersi tunika
vaginalis. Normalnya korda spermatikus tidak terdapat penonjolan, yang
membedakannya dengan hernia skrotalis yang kadang-kadang transiluminasinya juga
positif. Pada hernia skrotal yang besar dapat dikonfirmasi dengan terdengarnya bising
usus dalam skrotum, terdapat sedikit udara usus pada foto Rontgen (sinar-X), dan
massa dapat berkurang dengan mendorong ke dalam rongga perut pasien pada posisi
tidur dengan kepala lebih rendah daripada kaki.
(5)


Penataksanaan
Hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahun
dengan harapan setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh sendiri,
tetapi jika hidrokel masih tetap ada atau bertambah besar perlu dipikirkan untuk
dilakukan koreksi.
Pada kelompok usia yang lebih tua, hidrokel dapat diserap secara spontan
bila timbul akibat overproduksi cairan seperti yang ditemukan sekunder karena
epididimitis akut pada penderita dewasa di mana hidrokel terjadi karena
ketidakseimbangan antara produksi cairan dan resorbsinya hidrokel tidak dapat hilang
spontan.
Tindakan untuk mengatasi cairan hidrokel adalah dengan aspirasi dan
operasi. Aspirasi cairan hidrokel tidak dianjurkan karena selain angka
kekambuhannya tinggi, kadang kala dapat menimbulkan penyulit berupa infeksi.

Beberapa indikasi untuk melakukan operasi pada hidrokel adalah hidrokel
yang besar sehingga dapat menekan pembuluh darah, indikasi kosmetik, dan hidrokel
permagna yang dirasakan terlalu berat dan mengganggu pasien dalam melakukan
aktivitasnya sehari-hari.
Pada hidrokel kongenital dilakukan pendekatan inguinal karena seringkali
hidrokel ini disertai dengan hernia inguinalis sehingga pada saat operasi hidrokel,
sekaligus melakukan herniorafi. Pada hidrokel testis dewasa dilakukan pendekatan
skrotal dengan melakukan eksisi dan marsupialisasi kantong hidrokel sesuai cara
Winkelman atau plikasi kantong hidrokel sesuai cara Lord. Pada hidrokel funikulus
dilakukan ekstirpasi hidrokel secara in toto.
(3)












o Varikokel
Varikokel adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis akibat
gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. Kelainan ini terdapat pada 15% pria.
7
Varikokel ternyata merupakan salah satu penyebab infertilitas pada pria; dan didapatkan 21-
41% pria yang mandul menderita varikokel.
o
o
Etiologi dan anatomi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab varikokel,
tetapi dari pengamatan membuktikan bahwa varikokel sebelah kiri lebih sering
dijumpai daripada sebelah kanan (varikokel sebelah kiri 7093 %). Hal ini
disebabkan karena vena spermatika interna kiri bermuara pada vena renalis kiri
dengan arah tegak lurus, sedangkan yang kanan bermuara pada vena kava dengan
arah miring. Di samping itu vena spermatika interna kiri lebih panjang daripada yang
kanan dan katupnya lebih sedikit dan inkompeten.
Jika terdapat varikokel di sebelah kanan atau varikokel bilateral patut
dicurigai adanya: kelainan pada rongga retroperitoneal (terdapat obstruksi vena
karena tumor), muara vena spermatika kanan pada vena renails kanan, atau adanya
situs inversus.
Patogenesis
Varikokel dapat menimbulkan gangguan proses spermatogenesis melalui
beberapa cara, antara lain:
o Terjadi stagnasi darah balik pada sirkulasi testis sehingga testis mengalami
hipoksia karena kekurangan oksigen.
o Refluks hasil metabolit ginjal dan adrenal (antara lain katekolamin dan
prostaglandin) melalui vena spermatika interna ke testis.
o Peningkatan suhu testis.
o Adanya anastomosis antara pleksus pampiniformis kiri dan kanan,
memungkinkan zat-zat hasil metabolit tadi dapat dialirkan dari testis kiri ke testis
kanan sehingga menyebabkan gangguan spermatogenesis testis kanan dan pada
akhirnya terjadi infertilitas.
Gambaran klinis dan diagnosis
Pasien datang ke dokter biasanya mengeluh belum mempunyai anak setelah
beberapa tahun menikah, atau kadang-kadang mengeluh adanya benjolan di atas testis
yang terasa nyeri.
Pemeriksaan dilakukan dalam posisi berdiri, dengan memperhatikan keadaan
skrotum kemudian dilakukan palpasi. Jika diperlukan, pasien diminta untuk melakukan
manuver valsava atau mengedan. Jika terdapat varikokel, pada inspeksi dan papasi
terdapat bentukan seperti kumpulan cacing-cacing di dalam kantung yang berada di
sebelah kranial testis.
Secara klinis varikokel dibedakan dalam 3 tingkatan/derajat:
o Derajat kecil: adalah varikokel yang dapat dipalpasi setelah pasien melakukan manuver
valsava
o Derajat sedang: adalah varikokel yang dapat dipalpasi tanpa melakukan manuver
valsava
o Derajat besar: adalah varikokel yang sudah dapat dilihat bentuknya tanpa melakukan
manuver valsava.
Kadangkala sulit untuk menemukan adanya bentukan varikokel secara klinis
meskipun terdapat tanda-tanda lain yang menunjukkan adanya varikokel. Untuk itu
pemeriksaan auskultasi dengan memakai stetoskop Doppler sangat membantu, karena
alat ini dapat mendeteksi adanya peningkatan aliran darah pada pleksus pampiniformis.
Varikokel yang sulit diraba secara klinis seperti ini disebut varikokel subklinik.
Diperhatikan pula konsistensi testis maupun ukurannya, dengan membandingkan
testis kiri dengan testis kanan. Untuk lebih objektif dalam menentukan besar atau volume
testis dilakukan pengukuran dengan alat orkidometer. Pada beberapa keadaan mungkin
kedua testis teraba kecil dan lunak, karena telah terjadi kerusakan pada sel-sel germinal.
Untuk menilai seberapa jauh varikokel telah menyebabkan kerusakan pada tubuli
seminiferi dilakukan pemeriksaan analisis semen. Menurut McLeod, hasil analisis semen
pada varikokel menujukkan pola stress yaitu menurunnya motilitas sperma,
meningkatnya jumlah sperma muda (immature,) dan terdapat kelainan bentuk sperma
(tapered).
Terapi
Masih terjadi silang pendapat di antara para ahli tentang perlu tidaknya
melakukan operasi pada varikokel. Di antara mereka berpendapat bahwa varikokel
yang telah menimbulkan gangguan fertilitas atau gangguan spermatogenesis
merupakan indikasi untuk mendapatkan suatu terapi.
Tindakan yang dikerjakan adalah:
(1) ligasi tinggi vena spermatika interna secara Palomo melalui operasi
terbuka atau bedah laparoskopi,
(2) varikokelektomi cara Ivanisevich,
(3) atau secara perkutan dengan memasukkan bahan sklerosing ke dalam
vena spermatika interna ( embolisasi ).


3. Hematokel
Hematokel adalah penimbunan darah yang terjadi setelah skrotum mengalami cedera.
Jika hanya sedikmit biasanya cairan dapat diserap kembali, tetapi bila banyak perlu dilakukan
pembedahan untuk membuangnya.
Gambaran klinik:benjolan pada testis
Pemeriksaan Fisik :
- Masa kistik
-Transiluminasi (-)

4. Spermatokel
Spermatokel adalah suatu masa di skrotum yang menyerupai kista yang mengandung
cairan dan sel sperma yang mati.
Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan dari gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya massa didalam skrotum yang:
Unilateral
Lunak
Licin, berkelok-kelok, dan bentuknya tidak teratur.
Berfluktuasi, berbatas tegas, dan padat.
5. Epididimitis
Epididimitis adalah reaksi inflamasi yang terjadi pada epididimis. Reaksi inflamasi
ini dapat terjadi secara akut atau kronis. Dengan pengobatan yang tepat penyakit ini dapat
sembuh sempurna. Tetapi jika tidak ditangani dapat menular ke testis sehingga menimbulkan
orkitis, abses pada testis, nyeri kronis pada skrotum yang berkepanjangan, dan infertilitas.
Patogenesis
Diduga reaksi inflamasi ini berasal dari bakteri yang berada didalam vesika urinaria,
prostat, uretra, yang secara ascendingmenjalar ke epididimis. Dapat pula terjadi refluks urine
melalui duktus ejakulatorius atau penyebaran bakteri secara hematogen atau langsung ke
epididimitis seperti penyebaran kuman tuberkulosis.
Mikroba penyebab infeksi pada pria dewasa muda yang tersering adalah chlamidia
trachomatis atau neiserria gonorhoika, sedangkan pada anak-anak dan orang tua yang
tersering adalah E.coli atau ureoplasma ureolitikum.
Gambaran klinis
Epididimitis akuta adalah salah satu keadaan akut skrotum yang sulit dibedakan
dengan torsio testis. Pasien mengeluh nyeri mendadak pada daerah skrotum, diikuti dengan
bengkak pada kauda hingga kaput epididimis.tidak jarang disertai demam, malaise, dan nyeri
dirasakan hingga pinggang.
Pemeriksaan menunjukkan pembengkakan pada hemiskrotum dan kadang pada
palpasi sulit untuk memisahkan antara epididimis dengan testis.
Reaksi inflamasi dan pembengkakan dapat menjalar ke funikulus spermastikus pada
daerah inguinal. Gejala klinis epididimis akut sulit dibedakan dengan torsio testis yang serimg
terjadi pada usia 10-20 tahun. Pada epididitis akut jika dilakukan elevasi testis nyeri akan
berkurang, hal ini berbeda dengan torsio testis.
Pemeriksaan urinalisa dan darah lengkap dapat membuktikan adanya proses
inflamasi. Pemerisaan dengan USG doppler dan stetoskop doppler dapat mendeteksi
peningkatan aliran darah di daerah epididimitis.


Terapi
Pemilihan antibiotik tergantung pada kuman penyebab infekssi. Pada pasien dengan
usia < 35 tahun, chlamidia trachomatis atau neiserria gonorhoika antibiotik yang dipilih
adalah amoksisilin dengan disertai probenesid atau ceftriakson yang diberikan secara
intravena. Selanjutnya dilanjutkan dengan pemberian doksisiklin atau eritomisin peroral
selama 0 hari.
Sebagai terapi simptomatik untuk menghilangkan nyeri dianjurkan memakai celana
ketat agar testis terangkat ( terletak lebih tinggi), mengurangi aktivitas, pemberian anestesi
lokal/topikal. Untuk mengurangi pembengkakan dikompres dengan es.
Pemberian terapi diatas akan menghilangkan keluhan nyeri dalam beberapa hari akan tetapi
pembengkakan baru sembuh setelah 4-6 minggu.
6. Orchitis
definisi
Orchitis merupakan reaksi inflamasi akut dari testis terhadap infeksi. Sebagian besar
kasus berhubungan dengan infeksi virus gondong , namun, virus lain dan bakteri dapat
menyebabkan orchitis.
Etiologi
Virus: orchitis gondong (mumps) paling umum. Infeksi Coxsackievirus tipe A,
varicella, dan echoviral jarang terjadi.
Infeksi bakteri dan pyogenik: E. coli, Klebsiella, Pseudomonas, Staphylococcus, dan
Streptococcus
Granulomatous: T. pallidum, Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium leprae,
Actinomycetes
Trauma sekitar testis
Virus lain meliputi coxsackievirus , varicella , dan echovirus .
Beberapa laporan kasus telah dijelaskan imunisasi gondong, campak, dan rubella
(MMR) dapat ,enyebabkan orchitis
Bakteri penyebab biasanya menyebar dari epididimitis terkait dalam seksual pria aktif
atau laki-laki dengan BPH; bakteri termasuk Neisseria gonorrhoeae, Chlamydia
trachomatis, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae , Pseudomonas aeruginosa ,
Staphylococcus, Streptococcus
Idiopatik
FAKTOR RISIKO

Instrumentasi dan pemasangan kateter merupakan faktor risiko yang umum untuk
epididymis akut. Urethritis atau prostatitis juga bisa menjadi faktor risiko.
Refluks urin terinfeksi dari urethra prostatik ke epididymis melalui saluran sperma
dan vas deferens bisa dipicu melalaui Valsalva atau pendesakan kuat.

PATOFISIOLOGI
Hippocrates pertama kali melaporkan orchitis pada abad ke-5 SM. Radang pada testis
dapat disebabkan oleh berbagai virus ataupun bakteri. Hal ini akan menimbulkan proses
inflamasi pada testis yang meliputi kalor, rubor, dolor, tumor, dan function laesa.

DIAGNOSIS
Anamnesis
Orchitis ditandai dengan nyeri testis dan pembengkakan.
Nyeri berkisar dari ketidaknyamanan ringan sampai nyeri yang hebat.
Kelelahan / mialgia
Kadang-kadang pasien sebelumnya mengeluh gondongan
Demam dan menggigil
Mual
Sakit kepala

Pemeriksaan Fisik
o Pembesaran testis dan skrotum
o Erythematous kulit skrotum dan lebih hangat.
o Pembengkakan KGB inguinal
o Pembesaran epididimis yang terkait dengan epididymo-orchitis



Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis orchitis lebih dapat ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan darah tidak dapat membantu menegakkan diagnosis orchitis.
USG dapat digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan torsio testis.

Penatalaksanaan
Pengobatan suportif: Bed rest, analgetik, elevasi skrotum. Yang paling penting
adalah membedakan orchitis dengan torsio testis karena gejala klinisnya hampir mirip. Tidak
ada obat yang diindikasikan untuk pengobatan orchitis karena virus.
Pada pasien dengan kecurigaan bakteri, dimana penderita aktif secara seksual, dapat
diberikan antibiotik untuk menular seksual (terutama gonore dan klamidia) dengan
ceftriaxone, doksisiklin, atau azitromisin. Antibiotik golongan Fluoroquinolon tidak lagi
direkomendasikan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) untuk
pengobatan gonorrhea karena sudah resisten.
Contoh antibiotik:

1.Ceftriaxone
Sefalosporin generasi ketiga dengan spektrum luas, aktivitas gram-negatif; efikasi lebih
rendah terhadap organisme gram-positif. Menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara
mengikat satu atau lebih penicillin-binding proteins. Dewasa
IM 125-250 mg sekali, anak : 25-50 mg / kg / hari IV; tidak melebihi 125 mg / d
2. Doxycycline
Menghambat sintesis protein dan pertumbuhan bakteri dengan cara mengikat 30S dan
kemungkinan 50S subunit ribosom bakteri.
Digunakan dalam kombinasi dengan ceftriaxone untuk pengobatan gonore.
Dewasa cap 100 mg selama 7 hari, Anak: 2-5 mg / kg / hari PO dalam 1-2 dosis terbagi, tidak
melebihi 200 mg / hari
3.Azitromisin
Mengobati infeksi ringan sampai sedang yang disebabkan oleh strain rentan mikroorganisme.
Diindikasikan untuk klamidia dan infeksi gonorrheal pada saluran kelamin. Dewasa 1 g sekali
untuk infeksi klamidia, 2 g sekali untuk infeksi klamidia dan gonokokus. Anak: 10 mg / kg
PO sekali, tidak melebihi 250 mg / hari
4.Trimetoprim-sulfametoksazol
Menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis asam dihydrofolic.
Umumnya digunakan pada pasien > 35 tahun dengan orchitis.
Dewasa 960 mg q12h untuk 14 hari. Anak 15-20 mg / kg / hari, berdasarkan TMP, PO tid /
qid selama 14 hari
5.Ciprofloxacin
Fluorokuinolon dengan aktivitas terhadap pseudomonas, streptococci, MRSA, S epidermidis,
dan gram negatif sebagian besar organisme, namun tidak ada aktivitas terhadap anaerob.
Menghambat sintesis DNA bakteri dan akibatnya pertumbuhan bakteri terhambat. Dewasa tab
500 mg PO selama 14 hari. Anak tidak dianjurkan

7. Torsio testis
Torsio testis adalah terpeluntirnya funikulus spermatikus yang berakibat terjadinya
gangguan aliran darah pada testis.Keadaan ini diderita oleh 1 diantara 4000 pria yang
berumur kurang dari 25 tahun, dan paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas (12-
20 tahun). Di samping itu tidak jarang janin yang masih berada di dalam uterus atau bayi baru
lahir menderita torsio testis yang tidak terdiagnosis sehingga mengakibatkan kehilangan testis
baik unilateral ataupun bilateral.




Anatomi

Testis normal dibungkus oleh tunika albuginea. Pada permukaan anterior dan lateral,
testis dan epididimis dikelilingi oleh tunika vaginalis yang terdiri atas 2 lapis, yaitu lapisan
viseralis yang langsung menempul ke testis dan di sebelah luarnya adalah lapisan parietalis
yang menempel ke muskulus dartos pada dinding skrotum.
Pada masa janin dan neonatus lapisan parietal yang menempel pada muskulus dartos masih
belum banyak jaringan penyanggahnya sehingga testis, epididimis, dan tunika vaginalis
mudah sekali bergerak dan memungkinkan untuk terpluntir pada sumbu funikulus
spermatikus. Terpluntirnya testis pada keadaan ini disebut torsio testis ekstravaginal.
Terjadinya torsio testis pada masa remaja banyak dikaitkan dengan kelainan sistem
penyanggah testis. Tunika vaginalis yang seharusnya mengelilingi sebagian dari testis pada
permukaan anterior dan lateral testis, pada kelainan ini tunika mengelilingi seluruh
permukaan testis sehingga mencegah insersi epididimis ke dinding skrotum. Keadaan ini
menyebabkan testis dan epididimis dengan mudahnya bergerak di kantung tunika vaginalis
dan menggantung pada funikulus spermatikus. Kelainan ini dikenal sebagai anomali
bellclapper. Keadaan ini akan memudahkan testis mengalami torsio intravaginal.



Patogenesis

Secara fisiologis otot kremaster berfungsi menggerakkan testis mendekati dan
menjauhi rongga abdomen guna mempertahankan suhu ideal untuk testis. Adanya kelainan
sistem penyanggah testis menyebabkan testis dapat mengalami torsio jika bergerak secara
berlebihan. Beberapa keadaan yang menyebabkan pergerakan yang berlebihan itu, antara lain
adalah perubahan suhu yang mendadak (seperti pada saat berenang), ketakutan, latihan yang
berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi, atau trauma yang mengenai skrotum.
Terpluntirnya funikulus spermatikus menyebabkan obstruksi aliran darah testis
sehingga testis mengalami hipoksia, edema testis, dan iskemia. Pada akhirnya testis akan
mengalami nekrosis.


Gambaran klinis dan diagnosis

Pasien mengeluh nyeri hebat di daerah skrotum, yang sifatnya mendadak dan diikuti
pembengkakan pada testis. Keadaan itu dikenal sebagai akut skrotum. Nyeri dapat menjalar
ke daerah inguinal atau perut sebelah bawah sehingga jika tidak diwaspadai sering
dikacaukan dengan apendisitis akut. Pada bayi gejalanya tidak khas yakni gelisah, rewel atau
tidak mau menyusui. Pada pemeriksaan fisis, testis membengkak, letaknya lebih tinggi dan
lebih horizontal daripada testis sisi kontralateral. Kadang-kadang pada torsio testis yang baru
saja terjadi, dapat diraba adanya lilitan atau penebalan funikulus spermatikus. Keadaan ini
biasanya tidak disertaidengandemam.
Pemeriksaan sedimen urine tidak menunjukkan adanya leukosit dalam urine dan pemeriksaan
darah tidak menunjukkan tanda inflamasi, kecuali pada torsio testis yang sudah lama dan
telah mengalami keradangan steril.
Pemeriksaan penunjang yang berguna untuk membedakan torsio testis dengan keadaan akut
skrotum yang lain adalah dengan memakai: stetoskop Doppler, ultrasonografi Doppler, dan
sintigrafi testis yang kesemuanya bertujuan menilai adanya aliran darah ke testis. Pada torsio
testis tidak didapatkan adanya aliran darah ke testis sedangkan pada keradangan akut testis,
terjadi peningkatan aliran darah ke testis.
Terapi
DetorsiManual
Detorsi manual adalah mengembalikan posisi testis ke asalnya, yaitu dengan jalan
memutar testis ke arah berlawanan dengan arah torsio. Karena arah torsio biasanya ke
medial maka dianjurkan untuk memutar testis ke arah lateral dahulu, kemudian jika tidak
terjadi perubahan, dicoba detorsi ke arah medial. Hilangnya nyeri setelah detorsi
menandakan bahwa detorsi telah berhasil. Jika detorsi berhasil operasi harus tetap
dilaksanakan.
Operasi


Tindakan operasi ini dimaksudkan untuk mengembalikan posisi testis pada arah yang
benar (reposisi) dan setelah itu dilakukan penilaian apakah testis yang mengalami torsio
masih viable (hidup) atau sudah mengalami nekrosis. Jika testis masih hidup, dilakukan
orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos kemudian disusul orkidopeksi pada testis
kontralateral. Orkidopeksi dilakukan dengan mempergunakan benang yang tidak diserap pada
3 tempat untuk mencegah agar testis tidak terpluntir kembali, sedangkan pada testis yang
sudah mengalami nekrosis dilakukan pengangkatan testis (orkidektomi) dan kemudian disusul
orkidopeksi pada testis kontralateral. Testis yang telah mengalami nekrosis jika tetap
dibiarkan berada di dalam skrotum akan merangsang terbentuknya antibodi antisperma
sehingga mengurangi kemampuan fertilitas dikemudian hari.

8. Tumor testis
Tumor testis merupakan keganasan terbanyak pada pria berusia diantara 15-35 tahun
dan merupakan 1-2% dari semua neoplasma pada pria. Akhir-akhir ini terdapat perbaikan usia
harapan hidup pasien yang mendapatkan terapi jika dibandingkan dengan 30 tahun yang lalu,
karena sarana diagnosis lebih baik, diketemukan petanda tumor, diketemukan regimen
kemoterapi dan radiasi, serta teknik pembedahan yang lebih baik. Angka mortalitas menurun
dari 50% (1970) menjadi 5%
Etiologi
Penyebab tumor testis belum diketahui dengan pasti, tetapi terdapat beberapa faktor
yang erat kaitannya dengan peningkatan kejadian tumor testis, antara lain maldesensus testis,
trauma testis, atrofi atau infeksi testis dan pengaruh hormon.

Penderita kriptorkismus atau bekas kriptorkismus mempunyai resiko lebih tinggi
terjadinya tumor testis ganas. Walaupun pembedahan kriptorkismus pada usia muda
mengurangi insidens tumor sedikit, resiko terjadinya tumor tetap tinggi. Kriptorkismus
merupakan suatu ekspresi disgenesia gonad yang berhubungan dengan transformasi ganas.
Penggunaan hormon dietilstilbestrol yang terkenal sebagai DES oleh ibu pada kehamilan dini
meningkatkan resiko tumor maligna pada alat kelamin bayi pada usia dewasa muda
Patogenesis
Sebagian besar ( 95%) tumor testis primer, berasal dari sel germinal, sedangkan
isinya berasal dari non germinal. Tumor germinal testis terdiri atas seminoma dan non
seminoma. Seminoma berbeda sifatnya dengan non-seminoma, antara lain sifat
keganasannya, respon terhadap radioterapi dan prognosis tumor.
Tumor-tumor sel embrional testis merupakan satu golongan tumor yang heterogen.
Dari berbagai klasifikasi tumor testis ganas, klasifikasi organisasi kesehatan dunia (WHO)
paling sering dipakai. Disamping seminoma yang memang berasal dari sel germinal terdapat
karsinoma embrional, teratoma dan koriokarsinoma yang digolongkan non seminoma, yang
dianggap berasal dari sel germinal pada tahap perkembangan lain histogenesis.

Seminoma
meliputi sekitar 40% dari tumor ganas testis. Koriokarsinoma jarang sekali ditemukan (1%).
Metastasis tumor testis kadang berbeda sekali dari tumor induk, yang berarti tumor primer
terdiri dari berbagai jenis jaringan embrional dengan daya invasi yang berbeda.
4,9

Klasifikasi tumor ganas testis
Seminoma - khas
- spermatositik
- anaplastik
Non seminoma - karsinoma embrional
- teratokarsinoma
- teratom matur dan imatur
Koriokarsinoma
Seminoma merupakan tumor maligna testis yang tersering, diikuti dengan Karsinoma embrional,
teratoma dan khoriokarsinoma. Sekresi Gonadotropin khorionik berhubungan dengan hiperplasia sel
Leydig. Tumor testis sel benigna jarang terjadi.
6

Seminoma dapat dianggap sebagai tumor pendahulu sel embrional (gonosit) yang arah
diferensiasinya berlanjut ke arah sel embrional (germ cell). Tumor-tumor non seminoma dapat
dianggap sebagai tumor sel embrional pluripoten. Tumor yang paling tidak terdiferensiasi dalam
golongan ini adalah karsinoma sel embrional yang didalamnya tidak tampak arah diferensiasi spesifik.
Koriokarsinoma berupa produk kehamilan, Teratoma merupakan campuran jaringan-jaringan somatik,
seperti berbagai tipe epitel, tulang rawan, jaringan otot dan saraf dan berasal dari berbagai lapisan
embrional (ektoderm, mesoderm, endoderm). Jika jaringan-jaringan ini menunjukkan struktur normal
(hampir normal) maka ini disebut teratoma matur, jika arah diferensiasi jaringan dapat dikenal dengan
baik, dan jika diferensiasinya tidak seluruhnya dewasa/matang, maka ini disebut teratoma imatur.
Tipe non-seminoma merupakan manifestasi berbagai arah diferensiasi sel-sel embrional pluripoten,
maka tidak mengherankan bahwa suatu non seminoma hampir selalu tersusun atas bermacam-macam
komponen
Gambaran Klinis
Pasien biasanya mengeluh adanya pembesaran testis yang seringkali tidak nyeri, namun 30%
mengeluh nyeri dan terasa berat pada kantung skrotum, sedang 10% mengeluh nyeri akut pada
skrotum. Tidak jarang pasien mengeluh karena merasa ada massa di perut sebelah atas (10%) karena
pembesaran kelenjar para aorta, benjolan pada kelenjar leher dan 5% pasien mengeluh adanya
ginekomastia. Ginekomastia adalah manifestasi dari beredarnya kadar HCG didalam sirkulasi
sistemik yang banyak terdapat pada koriokarsinoma.
5

Pada pemeriksaan fisis testis terdapat benjolan padat keras, tidak nyeri pada palpasi dan tidak
menunjukkan tanda transiluminasi. Diperhatikan adanya infiltrasi tumor pada funikulus atau
epididimis. Perlu dicari kemungkinan adanya massa di abdomen, benjolan kelenjar supraklavikuler,
ataupun ginekomasti.
5

Simtomatologi dari tumor primer :
Permulaan akut ( gambaran seperti orkitis, epididimitis, torsio testis ).
Permulaan yang diskret seperti pembengkakan tanpa nyeri testikal atau pengerasan lokal atau
deformasi testikel.
Hidrokel simtomatik ( sesudah pungsi palpasi testis ).
Nyeri lokal, sering menyebar di sisi yang sama ke krista iliaka.
Kadang-kadang sama sekali tanpa keluhan atau kelainan ; metastasis merupakan manifestasi
pertama penyakitnya.
Simtomatologi mengenai metastasis :
Nyeri punggung yang samar akibat metastasis kelenjar retroperitoneal.
Kolik ginjal sebagai akibat bendungan atau penutupan ureter oleh metastasis kelenjar
retroperitoneal.
Nyeri yang menyebar ke tungkai.
Tumor yang palpabel di perut sebagai akibat metastasis kelenjar limfe.
Pembengkakan subklavikular, terutama kiri.
Dispnoe, hemoptoe, iritasi pleura oleh metastasis paru.
Malaise umum dengan anemia dan laju enap darah yang tinggi.
7

Pada dasarnya, diagnosis karsinoma testis mudah karena merupakan benjolan di dalam testis yang
tidak nyeri dan yang tidak diafan pada uji transiluminasi. Biasanya tumor terbatas di dalam testis
sehingga mudah dibedakan dari epididimis pada palpasi yang dilakukan dengan telunjuk dan ibu jari.
Gejala dan tanda lain seperti nyeri pinggang, kembung, dispnoe atau batuk dan ginekomasti
menunjukkan pada metastasis yang luas. Metastasis paraaorta sering luas dan besar sekali
menyebabkan perut menjadi kembung. Metastasis di paru kadang tertabur luas dan cepat menjadi
besar, sehingga sesak nafas. Gonadotropin yang mungkin disekresi oleh sel tumor dapat menyebabkan
ginekomasti. Kadang keadaan umum merosost cepat dengan penurunan berat badan
Diagnosis
Transiluminasi, ultrasonografi dan pemeriksaan endapan kemih sangat berguna untuk
membedakan tumor dari kelainan lain. kadang tumor testis disertai hidrokel, karena itu ultrasonografi
sangat berguna.
4

Sebaiknya diagnostik laboratorium dikerjakan dulu sebelum menjalankan orkidektomi. Pada
penderita dengan non-seminoma zat-zat penanda tumor spesifik dapat ditunjukkan dalam serum yaitu
Human Chorion Gonadotropin (HCG) dan -1-fetoprotein (AFP). Pada penderita dengan seminoma
kadar HCG dapat naik sedikit, sering juga terdapat kenaikan Placenta Like Alkaline Phosphatase
(PLAP). Pada semua penderita tumor sel embrional Laktat Dehidrogenase (LDH) dapat naik.
7

Diagnosis ditentukan dengan pemeriksaan histologik sediaan biopsi. Setiap benjolan testis
yang tidak menyurut dan hilang setelah pengobatan adekuat dalam waktu dua minggu harus dicurigai
dan dibiopsi. Biopsi harus dilakukan dari tetis yang didekati melalui sayatan inguinal. Testis
diinspeksi dan dibuat biopsi insisi setelah funikulus ditutup dengan jepitan klem untuk mencegah
penyebaran limfogen atau hematogen. Tidak boleh diadakan biopsi langsung melalui kulit skrotum
karena bahaya pencemaran luka bedah dengan sel tumor dengan implantasi lokal atau penyebaran ke
regio inguinal. Bila ternyata ganas dilakukan orkidektomi, yang disusuli pemeriksaan luas untuk
menentukan jenis tumor, derajat keganasan dan luasnya penyebaran.
4

Jika diagnosis tumor sel embrional telah ditetapkan, perlu dilakukan pemeriksaan tambahan
penetapan stadium. Ini berarti di samping pemeriksaan fisik lengkap juga pemeriksaan pencitraan
terdiri atas CT-scan toraks dan abdomen. Pemeriksaan ini tergantung pada simtomatologinya.
7

Penanda tumor pada karsinoma testis germinal bermanfaat untuk membantu diagnosis,
penentuan stadium tumor, monitoring respons pengobatan dan sebagai indikator prognosis tumor
testis. Penanda tumor yang paling sering diperiksa pada tumor testis adalah :
o FP (Alfa Feto Protein) adalah suatu glikoprotein yang diproduksi oleh karsinoma embrional,
teratokarsinoma atau tumor yolk sac, tetapi tidak diproduksi oleh koriokarsinoma murni dan
seminoma murni. Penanda tumor ini mempunyai masa paruh 5-7 hari.
o
HCG (Human Chorionic Gonadotropin) adalah suatu glikoprotein yang pada keadaan normal
diproduksi oleh jaringan trofoblas. Penanda tumor ini meningkat pada semua pasien koriokarsioma,
pada 40%-60% pasien karsinoma embrional, dan 5%-10% pasien seminoma murni. HCG mempunyai
waktu paruh 24-36 jam.
5

Pemeriksa ultrasonografi yang berpengalaman dapat membedakan dengan jelas lesi intra atau
ekstratestikuler dan masa padat atau kistik, namun ultrasonografi tidak dapat memperlihatkan tunika
albuginea, sehingga tidak dapat dipakai untuk menentukan penderajatan tumor testis. Berbeda halnya
dengan ultrasonografi, MRI dapat mengenali tunika albuginea secara terperinci sehingga dapat
dipakai untuk menentukan luas ekstensi tumor testis. Pemakaian CT scan berguna untuk menentukan
ada tidaknya metastasis pada retroperitoneum. Sayangnya pemeriksaan CT tidak mampu mendeteksi
mikrometastasis pada kelenjar limfe retroperitoneal.
5

Semula stadium perluasan tumor sel embrional didasarkan atas lokalisasi metastasis, jika tidak dapat
ditunjukkan metastasis dan zat-zat penanda tumor HCG dan AFP tidak dapat ditunjukkan dalam
serum atau menjadi normal setelah orkidektomi, maka dikatakan stadiumnya adalah stadium I. Pada
stadium II dapat ditetapkan adanya metastasis kelenjar limfe retroperitoneal, pada stadium III
metastasis kelenjar limfe di atas diafragma, pada stadium IV metastasis di paru, hepar, otak atau
tulang.

Penatalaksanaan
Pada dugaan tumor testis tidak diperbolehkan melakukan biopsi testis, karena itu untuk
penegakan diagnosis patologi anatomi, bahan jaringan harus diambil dari orkidektomi. Orkidektomi
dilakukan melalui pendekatan inguinal setelah mengangkat testis dan funikulus spermatikus sampai
anulus inguinalis internus. Biopsi atau pendekatan trans-skrotal tidak diperbolehkan karena ditakutkan
akan membuka peluang sel-sel tumor mengadakan penyebaran. Pada eksplorasi melalui insisi inguinal
dalam instansi pertama funikulus spermatikus harus diklem dulu untuk menghindari penyebaran sel
melalui darah atau saluran limfe. Kemudian tetis diluksasi dari skrotum di dalam luka insisi dan
diperiksa. Pungsi atau biopsi skrotum harus dianggap sebagai satu kesalahan tindakan.
5,7

Dari hasil pemeriksaan patologi dapat dikategorikan antara seminoma dan non seminoma.
Seminoma
Seminoma merupakan tumor yang sangat sensitif terhadap sinar. Karena itu sesudah
orkidektomi pada seminoma kebanyakan dilakukan radioterapi pada stasiun-stasiun kelenjar limfe
regional, juga jika tidak dapat ditunjukkan adanya metastasis kelenjar limfe dibaeah diafragma.
Lapangan penyinaran juga harus meliputi sikatriks di daerah inguinal dan terapinya terdiri atas paling
sedikit 30 Gy dalam 3-4 minggu.
7

Penderita dengan stadium I, IIA, dan IIB, setelah orkidektomi diradiasi pada regio paraaorta
dan regio panggul ipsilateral. Karena kurang lebih separuh penderita dengan stadium IIC mendapat
kekambuhan dengan terapi penyinaran, pada penderita ini dilakukan kemoterapi. Kepada penderita
stadium III diberikan skema kemoterapi yang berlaku untuk penderita non seminoma. Bila
penanganan bedah sempurna serta kemoterapi dan penyinaran lengkap prognosis baik sekali.
4

Sejak beberapa tahun pada seminoma, jika tidak dapat ditunjukkan metastasis (stadium I),
dalam beberapa pusat yang terspesialisasi cukup dikerjakan kontrol penderita yang frekuen tanpa
radioterapi. Dalam hal ada metastasis kelenjar retroperitoneal dengan diameter lebih dari 5 cm dan
atau metastasis kelenjar di atas diafragma dan atau metastasis hematogen maka ini terindikasi untuk
kemoterapi. Kebanyakan hal ini digunakan empat siklus masing-masing 3 minggu yang terdiri atas
sisplatin dan etoposid (Mencel dkk., 1994). Dalam pusat tertentu nilai kombinasi kemoterapi ini
dibandingkan dengan karboplatin, sendirian atau dalam kombinasi.
7

Non-seminoma
Penderita dengan tumor non seminoma stadium I tidak membutuhkan terapi tambahan setelah
pembedahan. Penderita stadium IIA dapat diobservasi saja, kadang diberikan kemoterapi dua seri.
Pada stadium IIB biasanya diberikan empat seri kemoterapi. Penderita stadium IIC dan III diberikan
kemoterapi yang terdiri dari sisplatin, beomisin dan vinblastin. Bila respon tidak sempurna diberikan
seri tambahan dengan sediaan kemoterapi lain. Bila masih terdapat sisa jaringan di regio
retroperitoneal dilakukan laparatomi eksplorasi. Pada kebanyakan penderita ternyata hanya ditemukan
jaringan nekrotik atau jaringan matur. Jaringan matur merupakan jaringan yang berdiferensiasi baik
dan tidak bersifat ganas lagi.
4

Jika tidak dapat ditunjukkan metastasis dan tumor terbatas pada testis maka ini disebut stadium I.
Sesudah orkidektomi cukup pemantauan yang sering terhadap penderita (wait and see policy). Dalam
hal ini harus diperhatikan kenyataan bahwa kira-kira 25% penderita selama follow up menunjukkan
pertumbuhan tumor. Dengan kontrol yang sering, dengan menetapkan zat-zat penanda, pertumbuhan
tumor dapat cepat didiagnosis, dan karena kecilnya massa tumor dapat diterapi kuratif dengan
kemoterapi. Jika dibuktikan adanya metastasis, pertama-tama dinilai dengan polikemoterapi. Semula
kemoterapi ini terdiri atas kombinasi sisplatin, vinblastin, dan bleomisisn, sesudah itu vinblastin
diganti dengan etoposid. Kombinasi ini sama efektifnya tetapi cukup ringan toksisitasnya.
9.Hernia inguinalis lateralis
Gambaran klinis :
Anamnesa :
benjolan di daerah inguinal/skrotal yang hilang timbul. Timbul saat mengedan, batuk, atau menangis,
dan hilang bila pasien tidur.
Pemeriksaan fisik :
Terdapat benjolan di lipat paha/ skrotum pada bayi saat menangis dan bila pasien diminta untuk
mengedan. Benjolan menghilang atau dapat dimasukkan kembali ke rongga abdomen.
Transiluminasi (-)




























BAB III
DAFTAR PUSTAKA


1. Anonymous. 2008. Hydrocele. http://www.ich_ucl_ac_uk-gosh_families-information.mht.
Diakses tanggal 8 november 2011 jam 19.00 wib.
2. Anonymous. 2009. Hydrocele. http://www.medindia_net-patientchildren.mht. Diakses
tanggal 8 november 2011 jam 19.21 wib.
3. Purnomo, Basuki B. 2003. Dasar-Dasar Urologi. Edisi Kedua. Malang : CV. Infomedika.
Hal : 140 142, 152-153
4. Moore, Keith, dkk. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : Hipokrates. Hal : 93-94
5. Arianto, S. 2000. Penyakit - penyakit Intraskrotal. http://www.udinsa@sby.centrin.net.id.
Diakses tanggal 8 november 2011 20.00 wib.

Anda mungkin juga menyukai