Anda di halaman 1dari 105

EFEKTIVITAS EKSTRAK KINANG TERHADAP PROSES REEPITELISASI

PADA LUKA BIBIR BAWAH TIKUS JANTAN GALUR WISTAR (Rattus


norvegicus)

SKRIPSI

Oleh :
Adelina Fatonah
04031181419023

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2018
EFEKTIVITAS EKSTRAK KINANG TERHADAP PROSES REEPITELISASI
PADA LUKA BIBIR BAWAH TIKUS JANTAN GALUR WISTAR (Rattus
norvegicus)

Diajukan sebagai persyaratan untuk memperoleh Gelar


Sarjana Kedokteran Gigi Universitas Sriwijaya

Oleh:

Adelina Fatonah
04031181419023

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2018

i
ii
iii
iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu


Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah Bacalah, dan Tuhanmulah
yang maha mulia
Yang mengajar manusia dengan pena,
Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya (QS: Al-’Alaq 1-5)
Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman diantaramu
dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat
(QS : Al-Mujadilah 11)

Untuk kedua orangtuaku Tamami Ansyori dan Rokimah Jakpar,S.Pd,


saudara-saudaraku, guruku, serta sahabat yang senantiasa memberikan
doa dan dukungan.

iv
v

v
vi

KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas nikmat
kesehatan, kesempatan dan karunia yang diberikan, dan atas kehendakNya skripsi
yang berjudul “Efektivitas Ekstrak Kinang terhadap Proses Reepitelisasi pada Luka
Bibir Bawah Tikus Jantan Galur Wistar (Rattus norvegicus)” dapat diselesaikan
dengan baik. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Besar Muhammad
SAW beserta para sahabat dan keluarganya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Program Studi
Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang turut memberikan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi, khususnya kepada:

1. Papa, Mama, Kakak-kakak, dan keluarga besar yang ada di


Kayuagung yang selalu memberikan cinta dan kasihnya, semangat,
serta doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. drg. Sri Wahyuningsih Rais, M.Kes., Sp.Prost selaku kepala Program
Studi Pendidikan Dokter Gigi Universitas Sriwijaya dan Dosen
Pembimbing Akademik penulis yang telah memberikan dukungan dan
doanya, serta izin untuk melaksanakan sidang akhir.
3. drg. Siti Rusdiana Puspa Dewi M.Kes selaku dosen pembimbing
utama yang selalu meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan,
dukungan, semangat, dan doa serta bantuan yang sangat banyak dalam
membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi.
4. drg. Rini Bikarindrasari M.Kes selaku dosen pembimbing pendamping
yang senantiasa memberikan bimbingan, semangat dan doa serta
dukungan pada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan
baik.
5. Dra. Lusia Hayati M.Sc atas kesediaannya untuk menguji,
membimbing, memberikan bantuan, semangat dan doa kepada penulis
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
6. Ibu Sri Nita S.Si, M.Si atas kesediaannya untuk menguji,
membimbing, memberikan semangat, dukungan dan doanya kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Prof. Dr. Ir. Rindit Pembayun MP yang telah memberikan bantuan,
semangat, dukungan dan doa kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi.

vi
vii

8. Kepala dan seluruh staf Animal house dan Laboratorium Khusus


Patologi Anatomi Dyatnitalis Palembang yang telah membantu
penulis selama penelitian.
9. Seluruh dosen staf pengajar di PSKG Unsri atas ilmu yang telah
diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan.
10. Seluruh staf tata usaha dan pegawai di PSKG Unsri yang telah
membantu selama penulis menempuh pendidikan.
11. Teman seperjuangan Rafika Putri dan Deratih Putri UAF yang
senantiasa menemani, memberikan dukungan, semangat pantang
menyerah, pikiran dan tenaga kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi. Bapak Man selaku staf Animal House Kampus Madang yang
telah membantu penulis dalam melakukan penelitian.
12. Teman seperjuangan angkatan 2014, kakak dan adik tingkat yang
selalu memberikan semangat, saran dan doa.
13. Teman terkasih “Anak Rajin” Fatia, Yuni, dan Thalya yang selalu ada
dalam suka maupun duka, memberikan bantuan dan pikirannya kepada
penulis, serta Firdaus Akbar yang senantiasa mendoakan,
mendengarkan dan memberi solusi disetiap masalah.
14. Kak Marisa Yesika, kak Karlina, kak Anna, Irwin, Dwi, Veni, Desti,
Tuti dan Dea Laksmi yang selalu memberikan bantuan, saran,
dukungan dan doa dari awal kuliah sampai sekarang.
15. Teman tersayang “Lebah Squad” Melva, Akbar, Fadli, Widya, Yulisa,
Vindha, Marina dan Sakinah dan Anak Rantau yang selalu mendoakan
serta memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi.
16. Terimakasih banyak kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan di dalam penulisan


skripsi ini, sehingga penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang
membangun guna perbaikan kedepannya. Terima kasih banyak kepada semua
pihak yang telah banyak membantu selama pembuatan skripsi ini. Penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
Palembang, Juli 2018
Penulis

Adelina Fatonah

vii
viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................................iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................................iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ..............................................v
KATA PENGANTAR ...............................................................................................vi
DAFTAR ISI ..............................................................................................................viii
DAFTAR TABEL ......................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................................xiii
ABSTRAK .................................................................................................................xiv
ABSTRACT .................................................................................................................xv

BAB 1 PENDAHULUAN .....................................................................................1


1.1 Latar Belakang..................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................5
1.4 Manfaat Penelitian ...........................................................................5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................6


2.1 Proses Reepitelisasi pada Luka ........................................................6
2.1.1 Fase Inflamasi atau Eksudasi ...............................................7
2.1.2 Fase Proliferatif .....................................................................9
2.1.2.1 Proses Reepitelisasi ................................................10
2.1.3 Fase Maturasi .......................................................................12
2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka ................12
2.2 Kinang ..............................................................................................14
2.2.1 Daun Sirih (Piper betle L.) ...................................................15
2.2.1.1 Taksonomi ..............................................................15
2.2.1.2 Morfologi Daun Sirih .............................................15
2.2.1.3 Kandungan Daun Sirih ...........................................16
2.2.1.4 Manfaat Daun Sirih ................................................16
2.2.2 Pinang (Areca catechu L.) ....................................................17
2.2.2.1 Taksonomi ..............................................................17
2.2.2.2 Morfologi Pinang ...................................................18
2.2.2.3 Kandungan Pinang .................................................19
2.2.2.4 Manfaat Pinang ......................................................19
2.2.3 Gambir (Uncaria gambir) ....................................................20

viii
ix

2.2.3.1 Taksonomi ..............................................................20


2.2.3.2 Morfologi Gambir ..................................................20
2.2.3.3 Komponen Kimia Gambir ......................................21
2.2.4 Kapur Sirih ...........................................................................22
2.3 Peran hyaluronic acid dalam Proses Penyembuhan Luka ...............23
2.4 Hewan Percobaan .............................................................................25
2.5 Anatomi Bibir ..................................................................................26
2.6 Karagenan ........................................................................................29
2.7 Ekstrak Kinang terhadap Reepitelisasi Luka ...................................30
2.8 Kerangka Teori.................................................................................31
2.9 Hipotesis...........................................................................................32
BAB 3 METODE PENELITIAN ..........................................................................33
3.1 Jenis Penelitian .................................................................................34
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ..........................................................34
3.3 Subjek Penelitian, Objek Penelitian, dan Besar Sampel ..................34
3.3.1 Subjek Penelitian ..................................................................34
3.3.2 Objek Penelitian ...................................................................34
3.3.3 Besar Sampel ........................................................................34
3.4 Variabel Penelitian ...........................................................................35
3.4.1 Variabel Bebas .....................................................................36
3.4.2 Variabel Terikat ....................................................................36
3.4.3 Variabel Terkendali ..............................................................36
3.4.4 Variabel Tidak Terkendali ...................................................36
3.5 Kerangka Konsep .............................................................................36
3.6 Definisi Operasional.........................................................................37
3.7 Alat dan Bahan Penelitian ................................................................38
3.7.1 Alat .......................................................................................38
3.7.2 Bahan ....................................................................................39
3.8 Cara Kerja ........................................................................................39
3.8.1 Ethical Clearance .................................................................39
3.8.2 Persiapan Hewan Coba.........................................................40
3.8.3 Pembuatan Ekstrak Kinang ..................................................40
3.8.4 Pembuatan Salep Ekstrak Kinang ........................................41
3.8.5 Pembuatan Suspensi Karagenan 1% ....................................43
3.8.6 Induksi Luka pada Bibir Bawah Tikus .................................43
3.8.7 Induksi Karagenan 1% pada Gingiva Tikus .........................44
3.8.8 Pemberian Perlakuan pada Luka Bibir Bawah Tikus...........44
3.8.9 Eutanasia ..............................................................................44
3.8.10 Fiksasi Jaringan dan Pembuatan Preparat Histologi ............45
3.8.11 Pengamatan Jaringan di Bawah Mikroskop .........................45
3.8.12 Pengambilan dan Analisis Foto Jaringan .............................46
3.9 Parameter Keberhasilan ...................................................................46
3.10 Analisis Data ....................................................................................46

ix
x

3.11 Alur Penelitian .................................................................................47

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................48


4.1 Hasil ..................................................................................................48
4.2 Pembahasan ......................................................................................52

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................55


4.1 Kesimpulan .......................................................................................55
4.2 Saran .................................................................................................55

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................56


LAMPIRAN ...............................................................................................................63

x
xi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Komponen Gambir ................................................................................................22
2. Kelompok Penelitian .............................................................................................35
3. Definisi Operasional..............................................................................................37
4. Rata-Rata dan Standar Deviasi Ketebalan Epitel Setelah Perlakuan ....................49
5. Uji t Independent ...................................................................................................50
6. Hasil Uji statistik oneway ANOVA ......................................................................51
7. Hasil Uji statistik Poshoc ; LSD ..........................................................................51

xi
xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Daun Sirih .............................................................................................................15
2. Pinang....................................................................................................................18
3. Gambir ..................................................................................................................20
4. Bubuk kapur sirih ..................................................................................................23
4. Struktur kimia hyaluronic acid .............................................................................24
5. Lapisan epitel bibir tikus pra-penelitian ................................................................29
6. Foto mikroskopik bibir tikus setelah penelitian ....................................................49

xii
xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Gambar Halaman
Lampiran 1. Tabel Hasil Ketebalan Epitel Setelah Perlakuan ..................................63
Lampiran 2. Hasil Output Data SPSS .......................................................................64
Lampiran 3. Foto Penelitian ......................................................................................73
Lampiran 4. Sertifikat Persetujuan Etik ....................................................................78
Lampiran 5. Surat Izin Penelitian di Animal House..................................................79
Lampiran 6. Surat Izin Penelitian di Laboratorium Dyatnitalis ................................80
Lampiran 7. Surat Izin Selesai Penelitian di Animal House .....................................81
Lampiran 8. Surat Izin Selesai Penelitian di Laboratorium Dyanitalis .....................82
Lampiran 9. Sertifikat Hewan Penelitian ..................................................................83
Lampiran 10.Sertifikat Pelepasan Karantina Hewan .................................................84
Lampiran 11.Lembar Bimbingan ...............................................................................85

xiii
xiv

EFEKTIVITAS EKSTRAK KINANG TERHADAP PROSES REEPITELISASI


PADA LUKA BIBIR BAWAH TIKUS JANTAN GALUR WISTAR (Rattus
norvegicus)

Adelina Fatonah
Program Studi Pendidikan Dokter Gigi
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Abstrak

Latar Belakang : Kinang merupakan campuran dari bahan-bahan seperti daun sirih,
pinang, kapur, dan gambir yang telah digunakan sebagian masyarakat Indonesia sejak
dahulu untuk menginang. yang dipercaya baik untuk menjaga kesehatan gigi dan
mulut. Beberapa penelitian telah menyebutkan bahwa kandungan dari keempat
komponen kinang dapat mempercepat penyembuhan luka.
Tujuan : untuk mengetahui efektivitas ekstrak kinang terhadap proses reepitelisasi
pada luka bibir bawah tikus jantan galur Wistar.
Metode : Penelitian eksperimental secara in vivo dengan rancangan posttest only
control group dilakukan di Animal House Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
dan Laboratorium Khusus Patologi Anatomi Dyatnitalis Palembang. Tiga puluh ekor
tikus dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu Kelompok 1, 2, dan 3 diberi salep kinang 5%,
10%, dan 20%, kelompok 4 diberi hyaluronic acid 0,2% dan kelompok 5 diberi salep
plasebo. Luka pada mukosa bibir bawah tikus diinduksi dengan cylinder diamond bur
dan diberi perlakuan dengan cara dioles dua kali sehari selama tujuh hari dan dibuat
preparat histologi. Ketebalan lapisan epitel diukur menggunakan software Olympus
dan dianalisis secara statistik.
Hasil : kelompok ekstrak kinang 20% memiliki ketebalan lapisan epitel yang paling
tinggi dibandingkan kelompok lain. Kelompok ekstrak kinang 10% dan 20% berbeda
secara signifikan dengan kontrol negatif (p<0,05) dan tidak signifikan dengan kontrol
positif (p>0,05).
Kesimpulan : ekstrak kinang memiliki efektivitas terhadap luka bibir bawah tikus
jantan galur wistar dengan ekstrak kinang yang efektif adalah konsentrasi 10% dan
20%. Rata-rata ketebalan epitel setelah perlakuan tiap kelompok, meliputi 80,60 µm
(ekstrak kinang 5%), 164,73 µm (ekstrak kinang 10), 211,59 µm (ekstrak kinang
20%, 204,90 µm (Gengigel)®, dan 62,76 µm (salep plasebo).

Kata kunci : Reepitelisasi, Penyembuhan Luka, Ekstrak Kinang

xiv
xv

THE EFECTIVITY OF KINANG EXTRACT FOR REEPITHELIZATION


PROCESS ON LOWER LIP WOUNDS OF MALE RAT WISTAR (Rattus
norvegicus)

Adelina Fatonah
Department of Dentistry
Medical Faculty, Sriwijaya University
Abstract

Background :Kinang is a mixture of Piper betle L., Areca catechu L., Uncaria
gambir and Calsium hydroxide that have been used in Indonesia since long time ago
It is believed to be good for maintaining oral healthy. Some studies hade mentioned
that the content of the four components of the kinang was able to accelerate wound
healing.
Purpose : The purpose of this study was to determine the effectivity of kinang extract
for reepithelization process on lower lip wounds of male rat wistar (Rattus
norvegicus).
Methods : In vivo experimental research with posttest only control group design was
conducted at Animal House of Faculty of Medicine Sriwijaya University and
Laboratory of Pathology Anatomy Dyatnitalis Palembang. Thirty rats were divided
into 5 groups, namely Groups 1, 2, and 3 were given 5%, 10%, and 20% kinang
extract, group 4 were given hyaluronic acid 0.2% and group 5 were given placebo
ointment. Lower lip wound of rats was induced with a cylinder diamond bur and was
treated by topical twice daily for seven days and made histologic preparations. The
thickness of the epithelial layer was measured by using Olympus software and
analyzed statistically.
Results : kinang extract group 20% had the highest epithelial layer thickness
compared to other groups. The kinang extract group of 10% and 20% differed
significantly with the negative control (p <0.05) and was not significant with positive
control (p> 0.05).
Conclusion : kinang extract has effectivity to lower lip wound of rats with the
effective kinang extract are concentration 10% and 20%. The average of epithelial
thickness after treatment of each group was 80.60 μm (kinang extract group 5%),
164.73 μm (kinang extract group 10% ), 211.59 μm (kinang extract group 20%)
204.90 μm (Gengigel) , and 62.76 μm (placebo ointment).

Keywords : Reepithelization, Wound Healing, Kinang Extract

xv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Luka pada rongga mulut sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Luka

merupakan perubahan kontinuitas jaringan secara seluler dan anatomi yang dapat

terjadi pada kulit maupun mukosa mulut.1 Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma

benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, radiasi, zat kimia, dan sebagainya.2 Setelah

terjadi luka, tubuh akan memberikan respon melalui proses pemulihan yang

kompleks dan dinamis yang akan menghasilkan pemulihan anatomi dan fungsi secara

terus menerus yang disebut dengan penyembuhan luka.3

Pada dasarnya proses penyembuhan luka akan melalui beberapa fase, yaitu

fase inflamasi, fase proliferasi atau fibroplasi, dan fase remodeling atau maturasi.4

Fase inflamasi berfungsi untuk membersihkan infeksi dan jaringan nekrotik yang

berlangsung selama tiga hingga empat hari pasca terjadinya luka. Setelah itu luka

akan mengalami fase proliferasi yang diawali dengan munculnya fibroblas dan

puncaknya muncul pada hari ke tujuh. Neovaskular dan fibroblas (penyimpanan

kolagen) membentuk jaringan granulasi, lalu terjadi proses reepitelisasi.5

Reepitelisasi adalah kunci dari penutupan luka. Sebuah luka tidak bisa dianggap

tertutup jika reepitelisasi belum terjadi. Proses reepitelisasi terjadi pada pembentukan

epitel baru, mengaktifkan proliferasi, migrasi, dan diferensiasi keratinosit dan

1
2

menyusun kembali struktur yang rusak, yang berlangsung kurang dari 10 hingga 14

hari.6

Berbagai jenis obat yang dapat digunakan untuk menyembuhkan luka pada

rongga mulut, diantaranya dengan menggunakan obat kumur, obat dalam sediaan gel

maupun obat peroral, seperti hyaluronic acid. Dechert dkk. (2006)7, mengungkapkan

bahwa hyaluronic acid berperan dalam meregulasi proliferasi sel. Efek samping yang

dapat ditimbulkan akibat penggunaan obat ini adalah reaksi alergi, nekrosis jaringan,

infeksi dan sebagainya.8 Oleh karena itu, masyarakat ingin mencari alternatif obat

tradisional yang dapat menyembuhkan luka dengan baik.

Kinang merupakan campuran dari bahan-bahan seperti daun sirih, pinang,

kapur, dan gambir yang telah digunakan sebagian masyarakat Indonesia sejak dahulu

untuk menginang. Menginang merupakan proses pengunyahan bahan-bahan kinang

yang akan terakumulasi oleh air ludah sehingga menyebabkan warna kemerahan pada

gigi. Menginang dipercaya baik untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut.9 Bahan-

bahan tersebut memiliki kandungan berbeda yang dalam beberapa penelitian

sebelumnya mampu membantu proses penyembuhan luka.

Daun sirih (Piper betle L.) merupakan obat tradisional yang sering digunakan

oleh nenek moyang sebagai obat kumur maupun obat sariawan. Daun sirih

mengandung saponin, flavonoid, tanin, dan minyak atsiri.10 Kim dkk, membuktikan

bahwa saponin berperan dalam proses reepitelisasi dan menghambat reaksi inflamasi
3

pada proses penyembuhan luka.11 Kandungan tanin berperan sebagai astringen atau

menghentikan pendarahan, mempercepat penyembuhan luka dan inflamasi membran

mukosa serta regenerasi jaringan baru.12 Fannani dkk. (2014)13, membuktikan bahwa

ekstrak etanol daun sirih mampu mempercepat penyembuhan luka iris pada tikus

putih jantan (Rattus norvegicus).

Pinang (Areca catechu) merupakan obat tradisional yang biasanya digunakan

masyarakat Indonesia sebagai obat luka bakar. Pinang bermanfaat sebagai antibakteri,

antioksidan, dan proses penyembuhan luka. Pinang mengandung flavonoid, saponin,

tanin, dan alkaloid.14 Handayani dkk. (2016)15, membuktikan bahwa ektrak etanol biji

pinang konsentrasi 20%, 40%, dan 60 % memiliki efek sebagai obat luka bakar.

Deepak dkk. (2012)16, membuktikan bahwa ekstrak etanol pinang dapat

mempercepat periode epitelisasi pada penyembuhan luka tikus albino.

Gambir (Uncaria gambir R.) merupakan tumbuhan yang digunakan

masyarakat sebagai obat tradisional untuk mengobati luka, luka bakar, sariawan,

radang gusi dan lain-lain. Gambir mengandung golongan polifenol seperti senyawa

alkaloid, terpenoid, flavonoid, dan senyawa polifenol lainnya. Komponen yang

terkandung pada gambir antara lain katekin, asam kateku tanat, pirokatekol, kateku

merah, kuersetin, fixed oil, gambir fluoresen, dan alkaloid.17 Kandungan flavonoid

dapat membantu penyembuhan luka dengan meningkatkan pembentukan kolagen,

menurunkan makrofag dan edema jaringan serta meningkatkan jumlah fibroblas.18

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Handayani dkk. (2015)19, ekstrak etanol
4

gambir konsentrasi 25%, 35%, dan 45 % memiliki aktivitas terhadap penyembuhan

luka bakar pada kulit punggung mencit.

Kapur sirih memiliki rumus kimia CaOH2 (Kalsium Hidroksida), sehingga

kandungan utamanya adalah kalsium. Kalsium memiliki peran dalam homeostatis

normal dan sebagai modulator pada proliferasi dan diferensiasi keratinosit.20 Kapur

sirih juga efektif dalam pengobatan alami terhadap luka teriris atau tertusuk benda

tajam maupun luka bakar.21

Penelitian terdahulu menyebutkan bahwa kandungan yang terdapat pada kinang

efektif dalam proses reepitelisasi luka pada jaringan, akan tetapi belum pernah

dilakukan penelitian mengenai formulasi ekstrak kinang. Oleh karena itu, peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian lebih mendalam mengenai efektivitas ekstrak

kinang terhadap proses reepitelisasi pada luka bibir bawah tikus jantan galur wistar

(Rattus norvegicus). Tikus jantan galur wistar dijadikan sebagai hewan percobaan

karena memiliki kemampuan metabolisme yang cepat dan kondisi hormonnya lebih

stabil, serta mudah dalam perawatannya.22 Induksi luka pada bibir bawah tikus dipilih

karena bibir bawah tikus tidak memiliki filtrum atau celah serta lebih elastis

sehingga mudah ditarik pada saat dilakukan perlukaan bibir tikus.23

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ekstrak kinang efektif dalam proses reepitelisasi pada luka bibir bawah

tikus jantan galur wistar (Rattus norvegicus)?


5

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan :

a. Tujuan Umum

Mengetahui efektivitas ekstrak kinang terhadap proses reepitelisasi pada luka

bibir bawah tikus jantan galur wistar

b. Tujuan Khusus

Mengukur secara histologis adanya perbedaan ketebalan lapisan epitel yang

mengalami reepitelisasi pada tiap kelompok perlakuan.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Manfaat Umum

Menginformasikan khasiat ekstrak kinang sebagai salah satu alternatif dalam

proses penyembuhan luka.

b. Manfaat Khusus

Menambah informasi ilmiah mengenai efektivitas dari ekstrak kinang dalam

proses reepitelisasi pada luka.


6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Proses Reepitelisasi pada Luka

Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses

patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu24

yang ditandai dengan hilang atau rusaknya sebagian jaringan atau tubuh. Keadaan ini

dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia,

ledakan, sengatan listrik, gigitan hewan dan lain lain. Menurut Dorland, luka dibagi 2

jenis, yaitu: 25

a. Luka Tertutup

Luka tertutup merupakan luka dimana kulit korban tetap utuh dan tidak ada

kontak antara jaringan yang ada di bawah dengan dunia luar, kerusakannya

diakibatkan oleh trauma benda tumpul.

Luka tertutup umumnya dikenal sebagai luka memar yang dapat digolongkan

menjadi 2 jenis yaitu:

1) Kontusio (luka memar), akibat benturan dengan benda tumpul yang

biasanya terjadi didaerah permukaan tubuh yang ditandai dengan

keluarnya darah dari pembuluh dan terkumpul dibawah kulit, sehingga

terlihat dari luar berupa warna merah kebiruan.

6
7

b. Luka Terbuka

Luka terbuka adalah luka dimana kulit atau jaringan di bawahnya

mengalami kerusakan. Macam-macam luka terbuka antara lain yaitu luka

lecet (ekskoriasi), luka gigitan (Vulnus marsum), luka iris atau sayat (Vulnus

scisum), luka bacok (Vulnus caesum), luka robek (Vulnus traumaticum), luka

tembak (Vulnus sclopetinum), luka hancur (Vulnus lacerum) dan luka bakar.25

Proses penyembuhan luka adalah sebuah proses yang kompleks dan dinamis yang

menghasilkan perbaikan kontuinitas anatomi dan fisiologi.26 Untuk mengembalikan

fungsi tubuh yang maksimal setelah terjadinya luka, maka tubuh sesaat setelah

terjadinya luka akan memulai proses metabolisme untuk membangun kembali

jaringan yang rusak.

Proses penyembuhan luka ini terdiri dari 3 fase, yaitu:

2.1.1 Fase Inflamasi atau Eksudasi

Fase inflamasi adalah fase pertama yang terjadi pada proses penyembuhan

luka dimana vaskular dan seluler berespon terhadap terjadinya luka dengan tujuan

untuk menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing,

mikroba, dan sel-sel mati. Perdarahan terjadi akibat dari terputusnya pembuluh darah,

sehingga tubuh berespon untuk menghentikan perdarahan, yaitu dengan cara

vasokonstriksi dan reaksi hemostasis. Hemostasis terjadi ketika trombosit yang keluar

dari pembuluh darah mengisi daerah luka. Lalu terjadi peradangan yang dimulai

ketika sel mast dalam jaringan ikat yang teraktivasi menghasilkan serotonin dan
8

histamin yang berfungsi meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan

pembengkakan akibat terjadinya eksudasi cairan, migrasi sel radang ke daerah luka,

dan vasodilatasi pembuluh darah. Pembengkakan tersebut menekan ujung-ujung saraf

sehingga menimbulkan rasa nyeri (dolor). Tanda dan gejala klinik reaksi radang

menjadi jelas berupa warna kemerahan karena kapiler melebar (rubor), suhu hangat

(kalor), pembengkakan (tumor), dan fungsiolaesa (gangguan fungsi jaringan).27

Pada reaksi seluler, leukosit polimorfonuklear (PMN) merupakan sel pertama

yang keluar menuju luka. Fungsi utamanya adalah memfagositosis bakteri yang

masuk dan sel nekrotik.28 Monosit yang terdapat pada sirkulasi pembuluh darah akan

menuju jaringan luka yang akan berdiferensiasi menjadi makrofag. Adapun fungsi

makrofag selain dari fagositosis adalah mensekresikan enzim ekstraselular untuk

menurunkan jaringan nekrotik di lokasi luka. Enzim ini termasuk dalam famili zat

yang disebut matriks metaloprotease (MMPs). Sekitar 20 jenis MMPs yang berbeda

disekresikan oleh sel yang berbeda termasuk neutrofil, makrofag, sel epitel dan

fibroblas di bawah pengaruh sitokin inflamasi seperti faktor nekrosis tumor-alfa dan

interleukin 1 dan 6. MMP bekerja pada semua komponen matriks ekstraselular dan

bertanggung jawab untuk menghapus jaringan yang rusak, memperbaiki jaringan dan

remodeling yang hilang atau rusak. MMPs diimbangi oleh penghambat jaringan

metaloprotease (TIMPs), yang dilepaskan secara lokal oleh sel dan menonaktifkan

MMPs dengan mengikatnya secara reversibel. MMP yang tidak terkontrol dapat

menurunkan jaringan yang baru terbentuk atau menghancurkan faktor pertumbuhan.

Makrofag juga berfungsi memproduksi growth factor, (platelet-derived growth factor


9

[PDGF], fibroblast growth factor [FGF], transforming growth factor beta [TGF-β],

dan sitokin, serta berperan dalam reepitelisasi dan melakukan angiogenesis atau

pembentukan kapiler-kapiler baru.27

2.1.2 Fase Proliferatif

Fase proliferasi dimulai sekitar 4 hari setelah terjadinya luka. Hal ini ditandai

dengan angiogenesis, deposisi kolagen, pembentukan jaringan granulasi, kontraksi

luka dan epitelisasi.27 Granulasi adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan

matriks luka yang baru terbentuk dari kolagen dan bahan ekstraselular yang disebut

substansi dasar, dimana kapiler baru akan tumbuh membentuk jaringan ikat.

Pertumbuhan pembuluh darah baru disebut angiogenesis. Proses ini dirangsang oleh

aktivitas makrofag dan hipoksia jaringan akibat terganggunya aliran darah pada saat

luka. Makrofag menghasilkan berbagai zat yang merangsang angiogenesis, yaitu

transforming growth factor beta (TGF-β), yang merangsang pembentukan jaringan

baru dan pembuluh darah, dan tumor necrosis factor (TNF), yang memfasilitasi

pemecahan jaringan nekrotik dan merangsang proliferasi.29 Jaringan granulasi yang

sehat tidak mudah berdarah dan berwarna merah muda. Kondisi jaringan granulasi

seringkali merupakan indikator yang baik mengenai penyembuhan luka. Jaringan

granulasi yang warnanya gelap mungkin menandakan bahwa luka itu bersifat iskemik

atau terinfeksi.30 Setelah produksi jaringan ikat, fibroblas berkumpul di sekitar

pinggiran luka, berkontraksi, menarik ujung luka itu bersama-sama yang berperan

penting dalam penyembuhan luka terbuka yang besar.31


10

Dalam penyembuhan luka, sel-sel di bawah pengaruh faktor pertumbuhan

membelah untuk menghasilkan sel baru, yang bermigrasi ke tempat yang dibutuhkan

dalam pengaruh sitokin. Ada keseimbangan antara MMPs dan TIMPs sehingga ada

produksi jaringan baru. Dalam luka kronis, sebaliknya, di mana penyembuhannya

terhenti, pembelahan sel dan migrasi ditekan, ada tingkat sitokin inflamasi dan MMP

yang tinggi, dan tingkat TIMPs dan faktor pertumbuhan yang rendah. Sel sering

tidak responsif terhadap faktor pertumbuhan. Kurangnya respon ini merupakan ciri

khas keadaan peradangan kronis. Ini mungkin disebabkan oleh peningkatan beban

bakteri, adanya jaringan yang menyimpang, iskemia kronis atau trauma berulang.27

2.1.2.1 Proses Reepitelisasi

Penyembuhan luka merupakan proses biologis. Reepitelisasi adalah kunci

dari penutupan luka. Luka tidak dapat dianggap tertutup jika reepitelisasi belum

terjadi. Proses reepitelisasi terjadi pada pembentukan epitel baru, mengaktifkan

proliferasi, migrasi, dan diferensiasi keratinosit dan menyusun kembali struktur yang

rusak, yang berlangsung kurang dari 10 hingga 14 hari.6

Bekuan fibrin membuat kembali homeostasis dan memberikan transien

substrat untuk trombosit yang mengeluarkan faktor pertumbuhan (GFs), sitokin dan

matriks ekstraselular (ECM). Mediator respon inflamasi ini merekrut makrofag dan

neutrofil yang mengeluarkan faktor spesifik, mendalangi fase reepitelisasi jaringan.

Reepitelisasi adalah pelapisan kembali luka dengan epitel baru dan terdiri dari

migrasi dan proliferasi keratinosit di pinggiran luka.32


11

Fibroblas akan mengeluarkan Keratinocyte Growth Factor (KGF) yang

berperan dalam merangsang mitosis sel epidermis. Proses ini dimulai dari pinggir

luka dan akhirnya akan membentuk barier yang menutupi seluruh permukaan luka.

Fibroblas akan merubah bentuknya menjadi miofibroblas dan memiliki kemampuan

untuk melakukan kontraksi pada jaringan. Selama tahap reepitelisasi, keratinosit

bermigrasi untuk menutupi luka dan berproliferasi menjadi epitel hiperproliferatif

untuk menyusun kembali ketebalan dan integritas jaringan, yang ditopang oleh faktor

pertumbuhan, dibantu oleh integrin dan MMPs.33

Diketahui bahwa tiga faktor pertumbuhan, EGF (Epidermal Growth Factor),

TGFa (Transforming Growth Factor-a) dan KGF (Keratinocyte Growth Factor),

penting dalam proses proliferasi.34 Baik EGF dan TGFa, dilepaskan secara luas di

daerah luka sebagai pengatur proliferasi keratinosit. Eosinofil, makrofag dan

keratinosit epidermis di tepi luka diidentifikasi sebagai sumber EGF dan TGFa pada

tingkat maksimal selama fase proliferasi keratinosit. EGF dan TGFa mengerahkan

fungsinya melalui pengikatan EGFR dalam penyembuhan luka dan khususnya di

epidermis yang menebal meskipun tidak ada pada pinggir epitel.35

Proliferasi keratinosit selama reepitelisai luka sangat dipengaruhi oleh

integrin, ECM dan MMPs. Integrin dan ECM dapat diatur secara positif atau negatif

sinyal reseptor faktor pertumbuhan. Keterlibatan Integrin oleh ECM dapat

memodulasi jalur sinyal faktor pertumbuhan.36


12

Selama reepitelisasi, aktivitas proteolitik juga mungkin melepaskan faktor

pertumbuhan yang sudah tersimpan dalam matriks ekstraselular. MMP spesifik juga

memiliki kemampuan untuk membelah IGF-1 (Insulin like Growth Factor-1) dan

TGF-h1 (Transforming Growth Factor h-1) untuk meningkatkan ketersediaan faktor-

faktor pertumbuhan ini selama penyembuhan luka. Selanjutnya, peran sel punca

epidermal menyusun kembali integritas setelah penyembuhan luka.32

2.1.3 Fase Maturasi

Fase ini berlangsung dari hari ketujuh hingga setahun atau tergantung dari

ukuran luka dan metode penutupan luka. Fibroblas yang bermigrasi dalam luka

awalnya mengeluarkan fibronektin dan kemudian kolagen tipe III. Pada tahap

tersebut serat kolagen yang tidak teratur digantikan oleh serat kolagen yang baru

dalam menahan kekuatan permukaan luka. Saat produksi dan degradasi kolagen

mencapai keseimbangan, maka fase maturasi dari penyembuhan luka dimulai. Selama

proses maturasi, kolagen tipe III akan digantikan dengan kolagen tipe I yang lebih

kuat pada hari kelima paska luka. Kolagen secara umum akan meningkat jumlahnya

selama 7-14 hari setelah terjadi luka.28,37 Serat kolagen tersebut akan didistribusi dan

dirapikan sepanjang garis luka. Vaskularisasi dan reaksi selular menurun sehingga

mengakibatkan jaringan eritema luka menghilang.

2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka antara lain adalah

sebagai berikut38 :
13

1. Kebersihan Luka

Kerbersihan luka merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi

penyembuhan luk, adanya benda asing, kotoran atau jaringan nekrotik (jaringan

mati) pada luka dapat menghambat penyembuhan luka, sehingga luka harus

dibersihkan atau dicuci dengan air bersih atau NaCl 0,9% dan jaringan nekrotik

(jaringan yang mati).

2. Infeksi

Luka yang terinfeksi akan membutuhkan waktu lebih lama untuk sembuh.

Tidak hanya menghambat penyembuhan luka, infeksi dapat menambah ukuran

luka (besar atau dalamnya luka). Luka yang sembuh juga tidak sebaik jika luka

tanpa infeksi.

3. Usia

Usia juga sangat mempengaruhi penyembuhan luka, semakin lanjut usia,

luka akan semakin lama sembuh karena respon sel dalam proses penyembuhan

luka akan lebih lambat.

4. Gangguan Suplai Nutrisi dan Oksigen pada Luka

Gangguan suplai nutrisi dan oksigen (misal akibat gangguan aliran darah

atau kekurangan volume darah) dapat menghambat penyembuhan luka.

5. Status Gizi

Gizi buruk akan memperlambat penyembuhan luka karena kekurangan

vitamin, mineral, protein dan zat-zat lain yang diperlukan dalam proses

penyembuhan luka. Penyakit yang mendasari luka pada penderita diabetes dengan
14

kadar gula darah yang tidak terkontrol biasanya akan sulit sembuh atau bahkan

dapat memburuk.

6. Merokok

Studi menunjukkan bahwa asap rokok dapat memperlambat penyembuhan

karena asap rokok akan merusak fibroblas yang penting dalam proses

penyembuhan luka.

7. Stres

Stres yang berlangsung lama juga akan menghambat penyembuhan luka.

8. Obat-obatan

Penggunaan steroid atau imunosupresan jangka panjang dapat menurunkan daya

tahan tubuh yang dapat menghambat penyembuhan luka.

2.2 Kinang

Kinang merupakan campuran dari bahan-bahan seperti daun sirih, pinang, kapur,

dan gambir. Menginang merupakan proses mengunyah campuran bahan-bahan

tersebut. Kebiasaan menginang di Indonesia sudah dilakukan sejak zaman dahulu,

baik di Jawa, Sumatera, Sulawesi, Maluku maupun Papua. Masyarakat pada

umumnya menganggap bahwa menginang merupakan kebutuhan yang setara dengan

kebutuhan pangan dan banya dilakukan oleh para wanita lanjut usia, selain itu

menginang dipercaya mampu meningkatkan kesehatan gigi dan mulut.2, 39


15

Berikut ini bahan-bahan yang digunakan untuk menginang :

2.2.1 Daun Sirih (Piper betle L.)

2.2.1.1 Taksonomi

Kingdom : Plantae

Division : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Ordo : Piperales

Famili : Piperaceae

Genus : Piper

Species : Piper betle L.

2.2.1.2 Morfologi Daun Sirih

Sirih merupakan tanaman yang tumbuh merambat atau menjalar menyerupai


tanaman lada. Morfologi daun sirih berbentuk jantung, berujung runcing, tumbuh
berselang-seling, bertangkai, teksturnya agak kasar, dan mengeluarkan bau khas
aromatis jika diremas. Gambar 2.1 panjang daun 6-17,5 cm dan lebar 3,5-10 cm. Sirih
memiliki bunga majemuk yang berbentuk bulir dan merunduk.40 Bunga sirih
dilindungi oleh daun pelindung yang berbentuk bulat panjang dengan diameter 1 mm.
Buah terletak tersembunyi atau buni, berbentuk bulat, berdaging, dan berwarna
kuning kehijauan hingga hijau keabu-abuan. Tanaman sirih memiliki akar tunggang
yang bentuknya bulat dan berwarna cokelat kekuningan.41

Gambar 2.1 Daun sirih42


16

2.2.1.3 Kandungan Daun Sirih

Daun sirih mengandung saponin, flavonoid, tanin dan minyak atsiri.

Kandungan saponin, flavonoid serta tanin dapat membantu proses penyembuhan luka

karena berfungsi sebagai antioksidan dan antimikroba yang mempengaruhi

penyambungan luka juga mempercepat epitelisasi. Kandungan saponin dan tanin

berperan dalam regenerasi jaringan dalam proses penyembuhan luka. Kandungan

saponin mempunyai kemampuan sebagai pembersih atau antiseptik. Saponin dapat

memicu Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dan meningkatkan jumlah

makrofag bermigrasi ke area luka sehingga meningkatkan produksi sitokin yang akan

mengaktifkan fibroblas di jaringan luka. Kandungan flavonoid berfungsi sebagai

antioksidan, antimikroba dan juga antiinflamasi pada luka bakar. Onset nekrosis sel

dikurangi oleh flavonoid dengan mengurangi lipid peroksidasi. Penghambatan lipid

peroksidasi dapat meningkatkan viabilitas serat kolagen, sirkulasi darah, sintesis

DNA dan mencegah kerusakan sel.43 Kandungan tanin mempunyai kemampuan

astringen, antioksidan dan antibakteri.44 Kandungan tanin mempercepat penyembuhan

luka dengan beberapa mekanisme seluler yaitu membersihkan radikal bebas dan

oksigen reaktif, meningkatkan penyambungan luka serta meningkatkan pembentukan

pembuluh darah kapiler juga fibroblas, sementara minyak atsiri mengandung kavikol

dan phenol yang berguna sebagai antimikroba, antibakteri dan disinfektan.

2.2.1.4 Manfaat Daun Sirih

Sirih (Piper betle L.) termasuk tanaman obat yang sering digunakan, ini

dikarenakan khasiatnya untuk menghentikan pendarahan, sariawan, gatal-gatal dan


17

lain-lain.44 Ekstrak daun sirih digunakan sebagai obat kumur dan batuk. Ekstrak daun

sirih juga berkhasiat sebagai antijamur pada kulit. Khasiat obat ini berasal senyawa

aktif yang dikandungnya terutama minyak atsiri.46

Secara tradisional sirih dipakai sebagai obat sariawan, sakit tenggorokan, obat

batuk, obat cuci mata, obat keputihan, pendarahan pada hidung atau mimisan,

mempercepat penyembuhan luka, menghilangkan bau mulut dan mengobati sakit.47

2.2.2 Pinang (Areca catechu L.)

Pinang umumnya ditanam di pekarangan, di taman atau dibudidayakan.

Kadang tumbuh liar di tepi sungai dan di tempat-tempat lain. Pohon pinang tumbuh

tegak dan tingginya 10-30 m, diameternya 15-20 cm dan batangnya tidak

bercabang.48 Pinang termasuk jenis tanaman yang cukup dikenal luas dimasyarakat

karena secara alami penyebarannya pun cukup luas di berbagai daerah.49 Dalam

bahasa Inggris, pinang biasa dikenal sebagai Betel palm atau Betel nut tree. Nama

ilmiah pinang adalah Areca catechu L. Dalam bahasa Hindi, buah ini disebut supari,

tetapi bahasa Malaya menyebutnya, adakka atau adekka.

2.2.2.1 Taksonomi
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas : Arecidae
Ordo : Arecales
Famili : Arecaceae (suku pinang-pinangan)
18

Genus : Areca
Spesies : Areca catechu L.
2.2.2.2 Morfologi Pinang
Pinang merupakan tumbuhan palma famili Arecaceae yang tingginya dapat

mecapai 12 hingga 30 m, berakar serabut berwarna putih, batang tegak lurus dengan

diameter 15 hingga 20 cm, tidak bercabang dengan bekas daun yang lepas terlihat

jelas. Pembentukan batang baru terjadi setelah 2 tahun dan berbuah pada umur 5

hingga 8 tahun tergantung pada keadaan tanah, tanah dengan kelembaban yang baik

dan memiliki pH 5-8 sangat mendukung untuk pertumbuhan.50 Daunnya memiliki

panjang sekitar 1,5 hingga 2 m, dengan bentuk tunggal menyirip, tumbuh berkumpul

diujung batang membentuk roset batang.51

Buahnya berbentuk bulat telur dengan panjang 3,5 hingga 7 cm, dinding buah

berserabut, bila masak warnanya kuning hingga merah oranye. Gambar 2.2

menujukkan buah pinang berkecambah setelah 1,5 bulan dan 4 bulan kemudian

mempunyai jambul daun-daun kecil yang belum terbuka. Berbiji satu, bentuknya

seperti kerucut pendek dengan ujung membulat, pangkal agak datar dengan suatu

lekukan dangkal, panjang 15 hingga 30 mm, permukaan luar berwarna kecoklatan

sampai coklat kemerahan, agak berlekuk-lekuk menyerupai jala dengan warna yang

lebih muda.52

Gambar 2.2 Pinang42


19

2.2.2.3 Kandungan Pinang

Biji pinang mengandung alkaloid, saponin, flavonoid, dan tanin. Saponin

ini mempunyai kemampuan sebagai pembersih sehingga efektif untuk

menyembuhkan luka terbuka, sedangkan tanin dapat digunakan sebagai

pencegahan terhadap infeksi luka karena mempunyai daya antiseptik dan obat luka

bakar. Flavonoid mempunyai aktivitas sebagai penghambat bakteri.53 Tanin dalam

biji pinang berkhasiat dalam meningkatkan kekuatan renggangan pada luka bakar

dan penutupan pori-pori kulit.54

2.2.2.4 Manfaat Pinang

Daun pinang mengandung minyak atsiri yang dapat mengobati gangguan

radang tenggorokan, pangkal tenggorokan, dan pembuluh bronkial. Pucuk daun

muda yang rasanya pahit pun dapat dijadikan obat nyeri otot, selain itu daun

pinang dapat pula dijadikan sebagai pupuk hijau. Biji pinang berguna untuk bahan

makanan, bahan baku industri seperti perwarna kain, dan obat. Biji pinang sebagai

penyusun ramuan obat sudah masuk ke dalam daftar prioritas WHO (Word Health

Organization) yang bernaung dibawah PBB.55

2.2.3 Gambir (Uncaria gambir)

Gambir merupakan ekstrak air panas dari daun dan ranting tanaman gambir

yang disedimentasikan, kemudian dicetak dan dikeringkan.56 Gambar 2.3 bentuk

cetakan berupa silinder, bewarna coklat kehitaman menyerupai gula

merah.57Tumbuhan ini hidup di area terbuka di dalam hutan, kawasan hutan yang

lembab, area terbuka bebas, peladangan atau pinggir hutan pada ketinggian 200-
20

900 m dpl. Tanaman gambir biasanya dimanfaatkan dalam industri farmasi,

pertanian, dan rumah tangga. 56

Gambar 2.3 Gambir58

2.2.3.1 Taksonomi

Taksonomi tanaman Gambir adalah sebagai berikut:59

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)


Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Rubiales
Famili : Rubiaceae (suku kopi-kopian)
Genus : Uncaria
Spesies :Uncaria gambir

2.2.3.2 Morfologi Gambir

Gambir (Uncaria gambir) merupakan spesies tanaman berbunga genus

Uncaria dalam famili Rubiaceae. Gambir merupakan tanaman perdu dengan tinggi

1-3 m. Batangnya tegak, bulat, percabangan simpodial, dan warna cokelat pucat.

Pada tanaman yang sudah tua, lingkar batang pohon dapat berukuran hingga 36
21

cm.56 Daunnya oval, memanjang, ujung meruncing, permukaan licin. Bunga

tersusun majemuk dengan mahkota bunga berbentuk corong.57 Buahnya berbentuk

bulat telur, panjang lebih kurang 1,5 cm, dan berwarna hitam.56

2.2.3.3 Komponen Kimia Gambir

Gambir merupakan istilah untuk ekstrak kering daun tanaman gambir.

Ekstrak tersebut mengandung asam katekin (memberikan pasca rasa manis enak),

asam kateku tanat (memberikan rasa pahit), dan kuersetin (pewarna kuning).60

Senyawa tanin dalam gambir memberikan aroma dan rasa yang khas serta warna

merah kecoklatan, mudah larut dalam air dingin dan alkohol, tetapi tidak larut

dalam ester dan bila airnya diuapkan akan membentuk kristal yang berwarna

coklat kemerahan, sedangkan katekin memberikan rasa manis dan enak, tidak

mudah larut dalam air dingin dan larut dalam air panas, serta pada keadaan kering

berbentuk krital berwarna kuning.61

Gambir dengan berbagai kandungan zat bioaktifnya diduga kuat dapat

digunakan sebagai obat luka bakar. Dugaan ini dimungkinkan karena senyawa

yang terkandung pada gambir memiliki potensi sebagai pembunuh mikroba,

pemicu regenerasi sel dan jaringan serta dapat menstabilkan komponen-komponen

fisiologis lainnya. Kandungan yang terdapat dalam famili Uncaria adalah

flavonoid seperti gambirin, katekin, serta sejumlah alkaloid. Senyawa yang paling

banyak didapatkan diantaranya yaitu katekin.62 Tanin juga terdapat dalam

kandungan ekstrak gambir. Tanin dan katekin berpotensi sebagai antioksidan,

antibakteria, antitumor, antivirus dan antiinflamasi.63 Senyawa flavonoid juga


22

memiliki efek antiinflamasi yang berfungsi sebagai antiradang dan mampu

mencegah kekakuan dan nyeri. Ekstrak gambir mengandung beberapa komponen

yaitu katekin, asam kateku tannat, 8 kuarsetin, kateku merah, gambir flouresin,

abu, lemak dan lilin. Komponen yang terdapat dalam gambir diperlihatkan dalam

Tabel.2.1

Tabel 2.1 Komponen yang terdapat pada gambir.

No. Nama Komponen Jumlah (%)

1. Katekin 7-33

2. Asam kateku tannat 20-55

3. Pyrocathecol 20-30

4. Gambir fluoresensi 1-3

5. Kateku merah 3-5

6. Kuersetin 2-4

7. Fixed oil 1-2

8. Lilin 1-2

9. Alkaloid Sedikit

2.2.4 Kapur Sirih

Kapur sirih disebut juga kalsium hidroksida yaitu senyawa kimia dengan rumus

kimia Ca(OH)2. Kalsium hidroksida dihasilkan melalui reaksi kalsium oksida (CaO)

dengan air. Kalsium hidroksida berupa bubuk putih pada gambar 2.4. Larutan

Ca(OH)2 disebut air kapur dan merupakan basa dengan kekuatan sedang. Larutan

tersebut bereaksi dengan berbagai asam, dan bereaksi dengan banyak logam dengan

adanya air.64 Larutan tersebut menjadi keruh bila dilewatkan karbondioksida, karena
23

mengendapnya kalsium karbonat. Kalsium hidroksida terdiri dari unsur-unsur Ca

54,09%, O 43,19% dan H 2,27%, dengan berat molekul 74,10 dan pH 12,5. Sifat fisis

Ca(OH)2 adalah daya larut yang tinggi di dalam air dan gliserol, tidak larut dalam

alkohol, tidak berbau.65 Kalsium hidroksida mempunyai sifat alkalis dan

menstimulasi pembentukan jaringan yang keras.66 Mekanisme kerja pembentukan

jaringan keras yaitu kalsium hidroksida mengubah lingkungan asam pada daerah

resobsi menjadi alkalis, suasana basa ini yang dapat mempengaruhi lingkungan

sehingga bakteri tidak bisa berkembang biak dan memberikan kondisi netral sehingga

terjadi stimulasi pembentukan jaringan keras. Kondisi tersebut akbat terurainya

kalsium hidroksida menjadi ion Ca2+ dan OH-.67

Efek teraupetik kalsium hidroksida bergantung pada pelepasan Ion (Ca+) dan ion

(OH-).68 Penyembuhan luka adalah proses yang dimediasi oleh kalsium. Setelah

terjadi luka, serangkaian proses akan terjadi yang akhirnya berakibat pada perbaikan

jaringan. Sejumlah besar sel, enzim, sitokin, hormon dan ion terlibat dalam proses ini.

Salah satu ion terpenting yang terlibat dalam proses ini adalah kalsium. Kalsium

adalah ion utama yang terlibat dalam penyembuhan luka, yaitu memiliki peran pada

homeostasis normal kulit dan merupakan modulator proliferasi dan diferensiasi

keratinosit.20,69

Gambar 2.4 Bubuk Kapur Sirih70


24

2.3 Peran hyaluronic acid dalam proses penyembuhan luka

Karl Meyer dan John Palmer pada tahun 1953 memperkenalkan hyaluronic

acid yang merupakan substansi kimia dari cairan viterus mata sapi, dengan struktur

kimia sebagai berikut.71 Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Struktur kimia hyaluronic acid.72

Hyaluronic acid atau asam hialuronat (HA) adalah karbohidrat, atau lebih

spesifik, yaitu mucopolysaccharide yang terdapat secara alami di semua makhluk

hidup. Bila tidak terikat molekul lainnya, hyaluronic acid akan berikatan dengan air

sehingga membuatnya kaku. HA ditemukan terutama dalam matriks ekstraselular dan

matriks periselular, tetapi juga terdapat pada intraselular. Fungsi biologis HA

meliputi perawatan dari elastoviscosity dari penghubung cairan jaringan seperti cairan

synovial dan eye vitreous, kontrol hidrasi jaringan dan transportasi air, berperan pada

mitosis dan migrasi sel, perkembangan tumor dan metastasis, serta inflamasi.37

hyaluronic acid banyak berada pada kulit dan jaringan ikat, hyaluronic acid banyak

digunakan sebagai bahan untuk membantu regenerasi dermis dan augmentation.

Sintesis dari hyaluronic acid dibuat oleh sel golgi yang disintesis secara integral oleh

hyaloran sintesis yang terdiri dari tiga type HAS1, HAS2, dan HAS3 yang mempunyai
25

fungsi masing-masing dan terdistribusi serta meregulasi berbagai macam jaringan.

HAS2 memproduksi hyaloronan pada dermis, HAS 3 pada epidermis. CD44 adalah

polymorphic transmembrane glycoprotein yang berfungsi sebagai cell surface

receptor untuk hyaloronan yang mengakibatkan serangkaian proses proses pada sel

seperti proliferasi keratinosit serta beberapa proses penyembuhan luka yang lain.

Hyarluronan bersifat highly hygroscopic yang berperan penting dalam mengatur

hidrasi dari jaringan dan mengatur osmotik dari jaringan. Hyaluronan merangsang

reseptor pada permukaan sel dan meregulasi proliferasi sel.7

2.4 Hewan Percobaan

Hewan percobaan atau hewan laboratorium merupakan hewan yang sengaja

dipelihara dan diternakan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan

mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau

pengamatan laboratorik.72 Hewan percobaan yang umum digunakan dalam penelitian

ilmiah adalah tikus. Tikus (Rattus norvegicus) telah diketahui sifat-sifatnya, mudah

dipelihara, dan merupakan hewan yang relatif sehat dan cocok untuk berbagai

penelitian. Ciri-ciri morfologi Rattus norvegicus antara lain memiliki berat 150-600

gram, hidung tumpul dan badan besar dengan panjang 18-25 cm, kepala dan badan

lebih pendek dari ekornya, serta telinga relatif kecil dan tidak lebih dari 20-23 mm.73

Terdapat tiga galur atau varietas tikus yang memiliki kekhususan tertentu yang biasa

digunakan sebagai hewan percobaan yaitu galur Sprague dawley berwarna albino

putih, berkepala kecil dan ekornya lebih panjang dari badannya, galur Wistar ditandai

dengan kepala besar dan ekor yang lebih pendek, dan galur Long evans yang lebih
26

kecil daripada tikus putih dan memiliki warna hitam pada kepala dan tubuh bagian

depan.72 Tikus yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus galur Wistar galur

berjenis kelamin jantan berumur kurang lebih 8-12 minggu. Tikus galur Wistar

dengan jenis kelamin betina tidak digunakan karena kondisi hormonal yang sangat

berfluktuasi pada saat mulai beranjak dewasa, sehingga dikhawatirkan akan

memberikan respon yang berbeda dan dapat mempengaruhi hasil penelitian.

Menurut Besselsen dkk,, taksonomi tikus adalah sebagai berikut74 :

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Subkelas : Theria
Ordo : Rodensia
Subordo : Sciurognathi
Famili : Muridae
Subfamili : Murinae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus
Pertumbuhan dan perkembangan tubuh tikus tergantung pada efisiensi

makanan yang diberikan dan juga sangat dipengaruhi oleh metabolisme basal tubuh

tikus itu sendiri.75 Beberapa faktor penting yang dapat meningkatkan metabolisme

basal tubuh hewan adalah suhu lingkungan, jenis kelamin, umur, keadaan psikologis

hewan, dan suhu badan.76


27

2.5 Anatomi Bibir

Bibir adalah lekukan jaringan lunak yang mengelilingi bagian yang terbuka

dari mulut. Bibir terdiri dari otot orbikularis oris dan dilapisi oleh kulit pada bagian

ekternal dan membran mukosa pada bagian internal.77,78 Secara anatomi, bibir dibagi

menjadi dua bagian, yaitu bibir bagian atas dan bibir bagian bawah.

Bibir bagian atas terletak dari dasar hidung pada bagian superior sampai ke

lipatan nasolabial pada bagian lateral dan batas bebas dari sisi vermilion pada bagian

inferior. Bibir bagian bawah terletak dari bagian atas sisi vermilion sampai ke bagian

komisura pada bagian lateral dan ke bagian mandibula pada bagian inferior. Kedua

bagian bibir tersebut secara histologi tersusun dari epidermis, jaringan subkutan, serat

otot orbikularis oris dan membran yang tersusun dari bagian superfisial sampai ke

bagian paling dalam.78

Bagian vermilion merupakan bagian yang tersusun atas epitel pipih yang

tidak terkeratinisasi. Epitel-epitel pada bagian ini melapisi banyak pembuluh kapiler

sehingga memberikan warna yang khas pada bagian tersebut, selain itu gambaran

histologi juga menunjukkan terdapat banyak kelenjar liur minor. Folikel rambut dan

kelenjar sebasea juga terdapat pada bagian kulit bibir, namun struktur tersebut tidak

ditemukan pada bagian vermilion.79

Epidermis terdiri atas 5 lapisan yaitu, dari dalam ke luar, stratum basal,

stratum spinosum, stratum granulosum, stratum lusidum, dan stratum korneum. Bila

terjadi luka, maka lapisan ini akan mengalami kerusakan.80


28

1. Stratum Basal

Lapisan ini terletak paling dalam dan terdiri atas satu lapis sel yang tersusun

berderet di atas membran basal dan melekat pada dermis di bawahnya. Sel-selnya

kuboid atau silindris. Intinya besar, jika dibanding ukuran selnya, dan

sitoplasmanya basofilik. Pada lapisan ini biasanya terlihat gambaran mitotik sel,

proliferasi sel berfungsi untuk regenerasi epitel. Sel-sel pada lapisan ini bermigrasi

ke arah permukaan menuju sel-sel pada lapisan yang lebih superfisial. Pergerakan

ini dipercepat oleh luka, dan regenerasi dalam keadaan normal akan berlangsung

cepat.80

2. Stratum Spinosum

Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling kuat dan tebal. Terdiri

dari beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda

akibat adanya mitosis serta sel ini makin dekat ke permukaan, semakin gepeng

bentuknya. Pada lapisan ini banyak mengandung glikogen.81

3. Stratum Granulosum

Lapisan ini terdiri atas 2-4 lapisan sel gepeng yang mengandung banyak

granula basofilik yang disebut granula keratohialin, jika dilihat dengan mikroskop

elektron akan terlihat seperti partikel amorf tanpa membran tetapi dikelilingi

ribosom. Mikrofilamen melekat pada permukaan granula.82

4. Stratum Lusidum

Lapisan ini dibentuk oleh 2-3 lapisan sel gepeng yang tembus cahaya, dan

eosinofilik. Tak ada inti maupun organel pada sel-sel lapisan ini, walaupun ada

sedikit desmosom, tetapi pada lapisan ini kurang adhesi sehingga pada sajian
29

seringkali tampak garis celah yang memisahkan stratum korneum dari lapisan lain

di bawahnya.80

5. Stratum Korneum

Lapisan ini terdiri atas banyak lapisan sel-sel mati, pipih dan tidak berinti

serta sitoplasmanya digantikan oleh keratin. Gambar 2.6 sel-sel yang paling di

permukaan merupakan sisik zat tanduk yang terdehidrasi yang selalu terkelupas.81

Gambar 2.6 Lapisan Epitel Bibir Tikus Pra-penelitian

2.6 Karagenan

Karagenan merupakan suatu senyawa hidrokoloid yang merupakan sulfat

polisakarida hasil ekstraksi rumput laut dari famili Eucheuma, Chondrus, dan

Gigartina. Bentuknya berupa serbuk berwarna putih hingga kuning kecoklatan, ada

yang berbentuk butiran kasar hingga serbuk halus, tidak berbau, serta memberi rasa

berlendir di lidah. Berdasarkan kandungan sulfatnya, karagenan dapat dibagi menjadi

tiga jenis, yaitu lamda karagenan, iota karagenan, dan kappa karagenan. Lamda
30

karagenan merupakan jenis karagenan yang paling cepat menyebabkan inflamasi,

sedangkan kappa karagenan lebih mudah diperoleh, tetapi membutuhkan waktu yang

lebih lama untuk melarutkannya.83

Pembentukan edema yang diinduksi oleh karagenan memiliki tiga fase. Fase

pertama adalah pelepasan histamin dan serotonin yang berlangsung hingga 90 menit.

Fase kedua adalah pelepasan bradikinin yang terjadi pada 1,5 hingga 2,5 jam setelah

induksi. Fase ketiga dimulai ketika terjadi pelepasan prostaglandin pada 3 jam setelah

induksi, kemudian edema berkembang cepat dan bertahan pada volume maksimal

sekitar 5 jam setelah induksi. Inflamasi yang diinduksi oleh karagenan ditandai

dengan peningkatan rasa sakit, pembengkakan, dan sintesis prostaglandin hingga 4-5

kali.84

Penggunaan karagenan sebagai penginduksi radang memiliki beberapa

keuntungan, yaitu tidak meninggalkan bekas, tidak menimbulkan kerusakan jaringan,

dan memberikan respon yang lebih peka terhadap obat antiinflamasi dibanding

senyawa lainnya.85

2.7 Ekstrak Kinang terhadap Reepitalisasi Luka

Kinang merupakan campuran dari bahan-bahan seperti daun sirih, pinang,

kapur, dan gambir yang digunakan untuk menginang. Beberapa penelitian terdahulu

menyebutkan bahwa kandungan dari bahan-bahan tersebut dapat mempercepat proses

reepitelisasi pada luka, seperti flavonoid, tanin, saponin, dan minyak atsiri.

Kandungan saponin, flavonoid serta tanin dapat membantu proses

penyembuhan luka karena berfungsi sebagai antioksidan dan antimikroba yang


31

mempengaruhi penyambungan luka juga mempercepat epitelisasi.45 Pramana dkk,

membuktikan bahwa sediaan salep yang mengandung ekstrak etanol daun sirih dapat

mempercepat penyembuhan luka sayat pada mencit galur Swiss Webster betina.8

Rairisti dkk, membuktikan bahwa ekstrak etanol biji pinang dapat mempercepat

penyembuhan luka sayat pada tikus jantan galur wistar dengan konsentrasi efektif

sebesar 2%.86 Air kapur sirih digunakan sebagai pengobatan alami pada luka.

Landsdown dkk, mengungkapkan bahwa kalsium berperan dalam proses

penyembuhan luka.20 Handayani dkk, membuktikan bahwa ekstrak etanol gambir

konsentrasi 25%, 35%, dan 45% memiliki aktivitas terhadap penyembuhan luka

bakar pada kulit punggung mencit.19


32

8 Kerangka Teori

KINANG

BUAH GAMBIR KAPUR


DAUN SIRIH PINANG (Uncaria SIRIH
(Piper betle L.) (Areca catechu gambir) (Kalsium
(Saponin, L.) (Flavonoid Hidroksida)
Flavonoid, (Tanin, (Katekin), (Kalsium)
Tanin) Flavonoid) Tanin)

Diferensiasi
dan
Memicu Membersih Jumlah makrofag Mengurangi Proliferasi
pengeluaran kan radikal bermigrasi ke lipid Keratinosit
Vascular bebas dan area luka peroksidasi
Endothelial oksigen
Growth reaktif
Sitokin Viabilitas Sirkulasi darah
Factor
mengaktif serat kolagen
(VEGF)
kan
fibroblas
Angiogenesis

Mempercepat
Luka Pada reepitelisasi
Bibir

Hipotesis
 H1: Ekstrak kinang efektif dalam proses reepitelisasi pada luka bibir
bawah tikus jantan galur wistar (Rattus norvegicus)
 H0: Ekstrak kinang tidak efektif dalam proses reepitelisasi pada luka bibir
bawah tikus jantan galur wistar (Rattus norvegicus)
1

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian true experimental in vivo

dengan rancangan penelitian posttest only control group design untuk mengetahui

efektivitas ekstrak kinang terhadap proses reepitelisasi pada luka bibir bawah tikus

jantan galur wistar (Rattus norvegicus).

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Pengolahan ekstrak kinang dan induksi luka pada bibir bawah tikus dilakukan

Animal House Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Sriwijaya, serta pemeriksaan

ketebalan lapisan epitel dilakukan di Laboratorium Khusus Patologi Anatomi

Dyatnitalis Palembang.

3.3 Subjek Penelitian, Objek Penelitian, dan Besar Sampel

3.1.1 3.3.1 Subjek Penelitian

Penelitian ini menggunakan tikus putih (Rattus norvegicus) galur wistar berjenis

kelamin jantan yang diperoleh dari Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung (SF

ITB) .

Kriteria inklusi tikus yang digunakan adalah :

a. Tikus putih (Rattus norvegicus) galur wistar berjenis kelamin jantan


b. Usia 8-12 minggu
c. Berat 150-200 gram
d. Tikus dalam keadaan sehat dan tanpa cacat

33
342

Tikus putih galur wistar dipilih karena tikus jenis ini sering digunakan untuk

penelitian medis, mudah ditangani serta secara genetis dan karakteristik biologis

mirip dengan manusia. Usia tikus 8-12 minggu merupakan usia dewasa tikus

sehingga respon imunologis dapat berlangsung dengan cepat.22,87

Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus L.)

galur wistar dengan keadaan mati, cacat serta mengalami penyakit penyerta.

3.3.2 Objek Penelitian

Penelitian ini menggunakan bahan kinang yang terdiri dari gambir (Uncaria

gambir), daun sirih (Piper betle L.), pinang (Areca catechu L.), dan kapur sirih.

Komponen gambir, pinang dan kapur sirih diperoleh dari pasar tradisional

Palembang. Daun sirih yang digunakan pada penelitian ini adalah daun sirih dengan

umur fisiologis sedang karena memiliki kandungan zat aktif yang tinggi. Daun sirih

sedang kami petik dari pekarangan rumah peneliti dimana ciri-ciri daun tersebut

diantaranya daun keenam atau tujuh dari pucuk, daun lebar dan mengkilap serta

memiliki panjang daun 15-20 cm.88 Pinang, gambir dan kapur sirih diperoleh dari

daerah Babat Toman, Sekayu Sumatera Selatan.

3.3.3 Besar Sampel

Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan rumus Federer

dengan penghitungan sebagai berikut:

Besar sampel: (n – 1 ) (t – 1) ≥ 15
(n – 1) (5 – 1) ≥ 15
n ≥ 4,7 ~ 6

7~5
353

Keterangan:

a. n merupakan besar sampel setiap kelompok perlakuan

b. t merupakan jumlah kelompok perlakuan

Pada penelitian ini sampel dibagi menjadi lima kelompok dengan tiga kelompok

perlakuan dan dua kelompok kontrol. Hyaluronic acid gel 0,2 % (Gengigel®).

Penentuan berat komponen kinang disesuaikan dengan survei orang yang menginang

dan uji pra penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa S2 fakultas pertanian

Universitas Sriwijaya. Penjelasan kelompok penelitian dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Kelompok Penelitian

Berat komponen Kinang (g)


Konsentrasi
Nama kelompok Daun Kapur
Gambir Pinang Ekstrak (%)
sirih sirih
Kelompok 1 5%
Kelompok 2 8 2,5 3.5 2 10%
Kelompok 3 20%
Kelompok 4
Gengigel gel
(kontrol positif)
Kelompok 5
Salep plasebo
(kontrol negatif)

Berdasarkan perhitungan besar sampel yang telah diuraikan, maka jumlah sampel

penelitian tiap kelompok perlakuan adalah 6 sampel. Jadi total jumlah seluruh sampel

adalah 30 sampel dengan 5 kelompok perlakuan.

3.4 Variabel Penelitian

3.5 Pada penelitian ini penentuan setiap sampel pada masing-masing kelompok

perlakuan ditentukan dengan simple random sampling yaitu pengambilan sampel

anggota populasi dilakukan secara acak atau dengan kata lain pengambilan
364

sampel dilakukan dengan memberi kesempatan yang sama pada setiap anggota

populasi untuk menjadi anggota sampel.89

3.5.1 Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak kinang dan hyaluronic acid

gel 0,2 % (Gengigel®).

3.4.2 Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah ketebalan lapisan epitel pada bibir

bawah tikus yang dilukai.

3.4.3 Variabel Terkendali

a. Galur tikus
b. Usia dan jenis kelamin tikus
c. Berat badan tikus
d. Jumlah dan jenis pakan tikus
e. Jenis dan jumlah kinang
f. Konsentrasi kinang
g. Konsentrasi karagenan
h. Cara ekstraksi dan jenis pelarut
i. Intensitas waktu pemberian obat
3.4.4 Variabel Tidak Terkendali

Daya tahan tubuh atau imunitas tikus

3.6 Kerangka Konsep


Variabel Bebas Variabel Terikat

Ekstrak kinang dan ketebalan lapisan epitel pada


hyaluronic acid gel 0,2 luka bibir tikus jantan galur
% (Gengigel®). wistar (Rattus norvegicus)
375

3.7 Definisi Operasional


Tabel 3.2 Definisi operasional

Skala
Defini Cara Alat Hasil
Variabel Penguku
Operasional Ukur Ukur Ukur ran
Ekstrak Sedian daun sirih, Self Timban Salep Rasio
Kinang biji pinang, Assessment gan ekstrak
gambir dan kapur labora etanol
sirih kering torium 96%
diekstraksi dan kinang
dengan metode gelas
sokletasi Ukur
menggunakan
pelarut etanol
96% sehingga
diperoleh ekstrak
kering dan
selanjutnya
dilakukan
pembuatan salep
menggunakan
adeps lanae dan
vaselin album
sehingga
didapatkan salep
ekstrak etanol
kinang dengan
konsentrasi 5%,
10 % dan 20%
Ketebalan Ketebalan lapisan Ketebalan epitel Mikrosko Ketebala Rasio
lapisan epitel pada diukur dengan p n lapisan
epitel sediaan histologi membuat preparat Olympus epitel
luka bibir tikus histologi jaringan CX-
sesudah lalu dilakukan 21dan
pemberian pewarnaan Software
hyaluronic acid hematoxylin eosin. Olympus
gel 0,2 % Lalu dipindahkan
(Gengigel®). ke mikroskop
, salep ekstrak untuk melihat
kinang dan ketebalan lapisan
plasebo epitel, lalu diukur
menggunakan
software Olympus
386

3.7 Alat dan Bahan Penelitian


3.7.1 Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Kandang tikus
2. Tempat minum sampel
3. Sarung tangan
4. Masker
5. Blender
6. Gunting
7. Disposable spuit
8. Neraca analitik (Fujitzu®, Japan)
9. Gelas ukur
10. Perangkat sokletasi
11. Rotary Evaporator (Yamato®, Japan)
12. Cawan petri
13. Oven (National®, Japan)
14. Mortar
15. Pestle
16. Pot salep
17. Micromotor lowspeed (Strong®, Korea)
18. Cylinder diamond bur diameter 1 mm
19. Lilin mainan
20. Kapas steril
21. Pinset
22. Cotton sterile swab
23. Cotton buds
24. Lekron
25. Labu ukur (50 ml)
26. Mikroskop cahaya (Olympus CX-21®, Japan)
397

27. Gunting bedah


28. Micro-ocular (MD 130 electron eyepiece®, Hong Kong)
32. Alat tulis
3.7.2 Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Daun sirih
2. Pinang
3. Gambir
4. Kapur sirih
5. Etanol 96%
6. Kertas saring Whattman no. 45
7. Salep dasar adeps lanae
8. Salep dasar vaseline album
9. Ketamine 50 mg/ml
10. Akuades
11. Hyaluronic acid gel 0,2 % (Gengigel®)
12. Karagenan
13. Larutan NaCl 0,9% (Otsuka®, Indonesia)
14. Povidone iodine 10%
15. Gas kloroform
16. Formalin 10%
17. Pewarna hematoxylin dan eosin
18. Xylol
19. Alkohol 96%

3.8 Cara Kerja


3.8.1 Ethical Clearance
Sebelum dilakukan penelitian pada hewan coba, dilakukan uji kelayakan etik
oleh Komisi Etik Penelitian Rumah Sakit Umum Pusat Mohammad Hoesin (RSMH)
408

Palembang dan Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya dengan sertifikat etik


No.389/kepkrsmhfkunsri/2017.
3.8.2 Persiapan Hewan Coba

Persiapan hewan percobaan dimulai dengan aklimatisasi. Aklimatisasi merupakan

proses penyesuaian hewan percobaan terhadap perubahan iklim lingkungan. Tikus

diaklimatisasi dalam ruangan penelitian dengan suhu 20-25oC selama satu minggu.

Pada saat diaklimatisasi, tikus diberi makan berupa pelet dan air secara ad libitum.

Tikus ditempatkan pada 5 kandang persegi yang terbuat dari plastik dan kawat.

3.8.3 Pembuatan Ekstrak Kinang

Pembuatan ekstrak kinang dilakukan dengan metode sokletasi. Metode ini

dipilih karena metode ini mampu menarik zat aktif pada bahan herbal secara optimal,

pelarut yang digunakan lebih sedikit, ekstrak yang dihasilkan lebih banyak serta

waktu pengerjaan yang singkat dibandingkan dengan metode maserasi.88,89 Berikut

tahapan ekstraksi dengan metode sokletasi:

1. Siapkan serbuk dari masing-masing komponen kinang dengan berat daun sirih

8 g, pinang 3,5 g, gambir 2,5 g dan kapur sirih 3,5 g

2. Bahan tersebut dicampurkan lalu dibungkus dengan kertas saring. Labu

sokletasi diisi dengan pelarut berupa etanol 96% dengan perbandingan 1:5

3. Dilakukan pemanasan pada suhu 70°C, dibiarkan terjadi sirkulasi sampai

pelarut menjadi jernih selama 5 jam


419

4. Larutan cair yang diperoleh selanjutnya dipekatkan dengan rotary evaporator

pada suhu 50oC selama 2 hari sehingga diperoleh ekstrak murni 100% dalam

keadaan kering

5. Ekstrak kinang kering 100% yang dihasilkan dibagi kedalam tiga konsentrasi

sesuai dengan kelompok perlakuan yaitu 5%, 10% dan 15%.

3.8.4 Pembuatan Salep Ekstrak Kinang

Sediaan salep ekstrak kinang yang akan dibuat pada masing-masing kelompok

perlakuan sebesar 5 g dengan dosis yang akan diberikan pada tikus percobaan sebesar

50 mg.90 Bahan dasar salep yang akan digunakan adalah basis lemak dengan

perbandingan menurut formula standar dasar salep yaitu 15% adeps lanae dan 85%

vaselin album.91 Formulasi standar dasar salep yang digunakan untuk kelompok

kontrol negatif adalah sebagai berikut :

R/ Adeps lanae 750 mg

Vaseline album 4,25 g

m.f salep plasebo 5 g

Fomulasi salep ekstrak kinang 5%, 10 % dan 20 % menggunakan rumus sebagai

berikut :

M1.V1=M2.V2
Keterangan :
M1 = konsentrasi awal ekstrak kinang
M2 = konsentrasi akhir ekstrak kinang
V1 = Volume awal ekstrak kinang
V2 = Volume akhir ekstrak kinang
42
10

a. Formulasi salep ekstrak kinang 5%

M1.V1=M2.V2

100%.V1=5%.5000

V1= 250 mg

Jadi 250mg ekstrak kinang dicampur dengan 712,5 mg adeps lanae dan 4,04 g

vaselin album agar menjadi 5000 mg.

b. Formulasi salep ekstrak kinang 10%

M1.V1= M2.V2

100%.V1 = 10%.5000

V1 = 500 mg

Jadi 500 mg ekstrak kinang dicampur dengan 675 mg adeps lanae dan 3,82 g vaselin

album agar menjadi 5000 mg.

c. Formulasi salep ekstrak kinang 20%

M1.V1 = M2.V2

100%.V1 = 20%.5000

V1 = 1000 mg

Jadi 1000 mg ekstrak kinang dicampur dengan 600 mg adeps lanae dan 3,4 g vaselin

album agar menjadi 5000 mg.

Cara Kerja :

1. Siapkan bahan yang akan digunakan untuk membuat salep kemudian

ditimbang sesuai takaran

2. Pembuatan salep dilakukan terlebih dahulu dengan memanaskan mortar dan

pestle di dalam oven dengan suhu 50° C selama 10 menit


43
11

3. Mortar dan pestle yang telah panas dikeluarkan dari oven dan memasukkan

adeps lanae dan diaduk dengan kecepatan konstan hingga cair

4. Kemudian dilanjutkan dengan memasukkan vaselin album dan diaduk dengan

dengan kecepatan konstan hingga homogen dan membentuk basis salep

5. Lakukan prosedur diatas sehingga didapatkan basis salep dan selanjutnya

ditambahkan ekstrak kinang sesuai dengan formulasi masing-masing

kelompok dan diaduk hingga homogen

6. Salep esktrak diratakan di atas suatu kaca alas untuk dilakukan uji

homogenitas. Suatu salep dapat dikatakan homogen bila campuran partikel

tersebar secara merata.

7. Ekstrak sediaan salep yang telah homogen dimasukkan ke dalam pot salep

yang diberi label sesuai dengan jenis perlakuan.

3.8.5 Pembuatan Suspensi Karagenan 1%

Sejumlah 0,05 gram karagenan ditimbang dan disuspensikan dalam 5 ml

larutan NaCl 0,9% pada labu ukur.

3.8.6 Induksi Luka pada Bibir Bawah Tikus

Induksi luka pada bibir bawah tikus dilakukan dengan menggunakan cylinder

diamond bur berdiameter 1 mm. Untuk menjaga akurasi pengeburan, maka dilakukan

uji coba pada lilin mainan. Sebelum dilakukan induksi luka, tikus dianestesi dengan

ketamine 0,2 ml/ekor secara intramuskular pada bagian paha kaki belakang tikus.

Bibir bawah tikus ditarik menggunakan pinset kemudian dengan kapas steril yang

dibasahi akuades. Bibir bawah tikus ditarik perlahan menggunakan pinset dan dilukai
44
12

dengan cylinder diamond bur sampai permukaan bur rata dengan permukaan bibir,

kedalaman sekitar 1 mm sesuai dengan diameter bur yang digunakan. Darah

dibersihkan dengan kapas steril yang dibasahi dengan larutan akuades kemudian

dikeringkan.

3.8.7 Induksi Karagenan 1% pada Gingiva Tikus

Induksi karagenan 1% sebanyak 0,1 ml dilakukan pada gingiva labial rahang

bawah tikus untuk menginduksi inflamasi akut. Sebelum diinduksi, gingiva labial

tikus dioleskan dengan kapas yang dibasahi larutan povidone iodine 10% untuk

sterilisasi. Bibir bawah tikus ditarik perlahan menggunakan pinset dan kemudian

gingiva labial diinduksi karagenan 1% dengan menggunakan spuit.

3.8.8 Pemberian Perlakuan pada Luka Bibir Bawah Tikus

Pemberian perlakuan dalam penelitian ini terdiri dari pemberian salep ekstrak

kinang, hyaluronic acid gel 0,2 % (Gengigel®) dan salep plasebo dengan ujung

lekron yang dioleskan pada luka bibir bawah tikus galur wistar. Pemberian dilakukan

2 kali dalam waktu 24 jam dan berlangsung selama 7 hari. Untuk menghindari adanya

kontak pada luka, tikus diisolasi dari makan dan minum selama 1 jam setelah

pemberian perlakuan.

3.8.9 Eutanasia

Eutanasia tikus dilakukan dengan menggunakan gas kloroform. Gas tersebut

dipilih karena tidak meninggalkan residu pada jaringan sehingga tidak mempengaruhi

kualitas jaringan. Tiga puluh ekor tikus akan dieutanasia pada hari ke-7.
13
45

Pengangkatan jaringan bibir yang diteliti menggunakan gunting bedah kecil

dilakukan setelah eutanasia.

3.8.10 Fiksasi Jaringan dan Pembuatan Preparat Histologi

Jaringan luka bibir bawah tikus difiksasi di dalam larutan formalin 10%.

Jaringan ini disimpan dalam wadah plastik sampai tiba waktunya untuk diproses di

laboratorium oleh teknisi laboratorium. Jaringan ini akan dibuat menjadi preparat

histologis yang diwarnai dengan pewarnaan hematoxylin dan eosin (H dan E).

Tahapan pewarnaan dimulai dengan pemberian xylol selama 5 menit dan

diulang 2 kali, ditiriskan sampai sediaan kering selama 5-10 menit, dan diberi etanol

selama 3 menit. Selanjutnya, pemberian alkohol 96% selama 3 menit dan diulang 2

kali lalu dicuci dengan air mengalir selama 5 menit. Pemberian hematoxylin

modifikasi Lillie-Meyer selama 2-7 menit dan dicuci dengan air mengalir selama 3

menit. Selanjutnya, sediaan dimasukkan ke dalam alkohol 80% 1- 2 kali, eosin 2-3

kali, dicuci dengan air 5 kali, alkohol 70% sampai 3 kali, alkohol 80% sampai 2 kali,

alkohol 96% sampai 2 kali, etanol 2 kali, kemudian ditiriskan sampai sediaan kering

selama 5-10 menit dan pemberian xylol selama 5 menit sampai 2 kali. Pewarnaan H

dan E dapat memperlihatkan lapisan epitel yang baru terbentuk.

3.8.11 Pengamatan Jaringan di Bawah Mikroskop

Jaringan diamati di bawah mikroskop cahaya dengan pembesaran 100 kali

dalam 3 lapangan pandang. Struktur yang diamati adalah lapisan epitel dari lapisan

stratum korneum sampai dengan stratum basal.


14
46

3.8.12 Pengambilan dan Analisis Foto Jaringan

Foto jaringan diambil dari hasil pengamatan dengan Micro-ocular MD 130

electron eyepiece. Foto tersebut kemudian dianalisis dan ketebalan epitel baru yang

terbentuk diukur dengan mikrometer dengan bantuan spesialis patologi anatomi.

3.9 Paramater Keberhasilan

Keberhasilan penelitian dilihat dari ketebalan lapisan epitel baru yang

terbentuk pada kelompok perlakuan yang berbeda secara bermakna dengan kelompok

kontrol (p<0,05).

3.10 Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini diuji dengan menggunakan uji

normalitas dan homogenitas yaitu Shapiro-Wilk. Bila memenuhi syarat, dilakukan

Uji T tidak berpasangan untuk mengetahui perbandingan rata-rata ketebalan lapisan

epitel sesudah perlakuan untuk masing-masing kelompok serta untuk menilai ada atau

tidaknya perbedaan yang bermakna pada data kemudian dikonfirmasi dengan dengan

uji statistik parametrik yaitu uji ANOVA satu arah dan dilanjutkan uji post hoc

dengan Least Significance Difference (LSD) untuk mengetahui signifikansi antara

berbagai konsentrasi ekstrak kinang terhadap proses reepitelisasi pada luka bibir

tikus jantan galur wistar (Rattus norvegicus) dibandingkan dengan kontrol.


15

47

3.11 Alur Penelitian


Induksi luka di bibir bawah tikus

Kelompok perlakuan: Kelompok Kelompok


S kontrol positif : kontrol
Pemberian salep ekstrak kinang 5% , 10%,
Pemberian negatif :
dan 20%
Hyaluronic acid Pemberian
gel 0,2% salep plasebo

Pemberian dilakukan 2 kali dalam


waktu 24 jam selama 7 hari

Eutanasia hari Fiksasi jaringan Pembuatan preparat


ke-7 histologis

Pengamatan jaringan di
bawah mikroskop

Pengambilan dan analisis


foto jaringan

Pengambilan data

Analisis data
16

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Penelitian ekperimental untuk mengetahui efektivitas ekstrak kinang terhadap

proses reepitelisasi pada luka bibir bawah tikus jantan galur Wistar (Rattus

norvgicus) dilakukan pada 10-23 November 2017. Sampel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah tikus jantan galur Wistar yang telah memenuhi kriteria inklusi.

Sampel sebanyak 30 ekor tikus dikelompokkan kedalam 5 kelompok penelitian

dengan masing-masing kelompok berisi 6 ekor tikus. K1 diberikan salep ekstrak

kinang 5%, K2 diberikan salep ekstrak kinang 10%, K3 diberikan salep ekstrak

kinang 20%, K+ (kontrol positif) diberikan hyaluronic acid gel 0,2% (Gengigel® )

dan K- (kontrol negatif) diberikan salep plasebo. Efektivitas ekstrak kinang terhadap

reepitelisasi luka diuji dengan melihat ketebalan lapisan epitel yang terbentuk

sesudah perlakuan.

Hasil penelitian menunjukkan kelompok kontrol negatif memiliki ketebalan

lapisan epitel paling kecil dibandingkan kelompok lain. Kelompok ekstrak kinang

20% menunjukkan ketebalan epitel yang paling besar jumlah dari semua kelompok

lainnya. Foto mikroskopik luka pada 5 kelompok penelitian ditunjukkan pada gambar

4.1.

48
17
49

a. b.

c. d.

e.

Gambar 4.1 Foto mikroskopik luka (100x) menunjukkan ketebalan epitel (a) Ekstrak
Kinang 5 % (b) Ekstrak Kinang 10% (c) Ekstrak Kinang 20 %, (d) Kontrol Positif (e)
Kontrol Negatif

Tabel 4.1 Rata-Rata dan Standar Deviasi Ketebalan Epitel Setelah Perlakuan

Rata-Rata ± SD Ketebalan Epitel Setelah


No. Kelompok
Perlakuan (µm)
1. K1 80,60±18,61aa
2. K2 164,73±45,97bb
3. K3 211,59±77,26bb
4. K+ 204,90±39,37bb
5. K- 62,76±14,98aa
Keterangan : Angka- angka yang diikuti huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada uji t
Tidak berpasangan. K1(Ekstrak Kinang 5%), K2(Ekstrak Kinang 10%), K3(Ekstrak Kinang
20%), K+(Kontrol Positif (Gengigel®)), K- (Kontrol Negatif(Plasebo))
18
50

Pada tabel 4.1 menunjukkan nilai rata-rata ketebalan epitel luka bibir tikus

setelah perlakuan terhadap standar deviasi. Hasil uji normalitas menggunakan

Shapiro-Wilk menunjukkan nilai p>0,05 yang artinya sebaran data pada ketebalan

lapisan epitel sesudah perlakuan adalah normal. Semua data yang terdistribusi normal

dianalisis menggunakan uji parametrik, yaitu uji t tidak berpasangan.

Tabel 4.2. Hasil Uji t Perbandingan Efek antar Konsentrasi Ekstrak Kinang,
Kontrol Positif dan Kontrol Negatif terhadap Proses Reepitelisasi
Kelompok A Kelompok B Sig
K2 0,00

K3 0,00
K1
K+ 0,00

K- 0,09
K3 0,23

K2 K+ 0,13

K- 0,00
K+ 0,85
K3
K- 0,00
K+ K- 0,00
Keterangan : uji t tidak berpasangan. K1(Ekstrak Kinang 5%), K2(Ekstrak Kinang 10%), K3(Ekstrak
Kinang 20%), K+(Kontrol Positif (Gengigel®)), K- (Kontrol Negatif (Plasebo)).

Tabel 4.2 menujukkan K2 (ekstrak kinang 10%) dan K3 (ekstrak kinang

20%) berbeda secara signifikan dengan K- (kontrol negatif) dan tidak signifikan

dengan K+ (kontrol positif). Selanjutnya dilakukan uji one way ANOVA.

Berdasarkan tabel 4.2.hasil statistik uji one way ANOVA didapatkan p value = 0,00
19
51

yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada rata-rata

ketebalan epitel bibir tikus sesudah perlakuan antar kelompok.

Tabel 4.3. Hasil Uji statistik one way ANOVA

F P Value*

Antar Kelompok 14,201 0,000

Dalam Kelompok

Untuk mengetahui besarnya efek antara berbagai konsentrasi ekstrak kinang

dalam mempengaruhi ketebalan epitel yang terbentuk setelah diberikan perlakuan

dibandingkan dengan kelompok kontrol maka dilakukan uji kesesuaian konsentrasi

menggunakan uji Post Hoc dengan Least Significance Difference. Hasil uji Post Hoc

dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4. Uji Kesesuaian Konsentrasi antar Kelompok Sesudah Perlakuan

Variabel K1 K2 K3 K+ K-

0,50
K1 0,00 0,00 0,00
0,00
K2 0,00 0,08 0,13
0,80 0,00
K3 0,00 0,08
0,00
K+ 0,00 0,13 0,80

K- 0,50 0,00 0,00 0,00


Keterangan : Post Hoc; LSD, K1(Ekstrak Kinang 5%), K2(Ekstrak Kinang 10%), K3(Ekstrak
Kinang 20%), K+(Kontrol Positif (Gengigel®)), K- (Kontrol Negatif(Plasebo)).
20
52

Tabel 4.4 menunjukkan hasil yang signifikan pada uji kesesuaian konsentrasi

antar beberapa kelompok dengan nilai p<0,05, yaitu antara kelompok K1 dengan K2,

K3, dan K+, K- dengan K2 dan, K3, serta K+ dan K-. Hal tersebut menyatakan

bahwa konsentrasi ekstrak kinang 10% dan 20% memiliki efek yang sama dengan

kelompok kontrol positif dan konsentrasi ekstrak kinang 5% memiliki efek yang

sama dengan kontrol negatif.

4.2 Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak kinang 5%, 10% dan 20%

memiliki efektivitas yang dilihat dari kemampuannya dalam membentuk epitel baru

pada bibir bawah tikus percobaan. Hal tersebut sejalan dengan beberapa penelitian

mengenai komponen zat yang terdapat di dalam kinang, seperti pinang, daun sirih,

gambir, serta kapur sirih. Fannani dkk. (2014)13, membuktikan bahwa ekstrak etanol

daun sirih mampu mempercepat penyembuhan luka iris pada tikus putih jantan

(Rattus norvegicus). Handayani dkk (2015)19, membuktikan bahwa ekstrak etanol

gambir konsentrasi 25%, 35%, dan 45% memiliki aktivitas terhadap penyembuhan

luka bakar pada kulit punggung mencit. Tanin dalam biji pinang berkhasiat dalam

meningkatkan kekuatan renggangan pada luka bakar dan penutupan pori-pori kulit.54

Deepak dkk. (2015)16, membuktikan bahwa ekstrak etanol pinang dapat mempercepat

periode epitelisasi pada penyembuhan luka tikus albino.

Kemampuan kinang dalam proses reepitelisasi luka pada bibir tikus dapat

disebabkan oleh adanya kandungan dalam keempat komponen kinang seperti

saponin, tanin, flavonoid, dan kalsium hidroksida. Saponin dapat memicu Vascular

Endothelial Growth Factor (VEGF) dan meningkatkan jumlah makrofag bermigrasi


53
21

ke area luka sehingga meningkatkan produksi sitokin yang akan mengaktifkan

fibroblas di jaringan luka, serta mempunyai kemampuan sebagai pembersih sehingga

efektif untuk menyembuhkan luka terbuka. Kandungan flavonoid berfungsi sebagai

antioksidan, antimikroba dan juga antiinflamasi pada luka bakar. Penghambatan lipid

peroksidasi dapat meningkatkan viabilitas serat kolagen, sirkulasi darah, sintesis

DNA dan mencegah kerusakan sel.42 Tanin dapat mempercepat penyembuhan luka

dengan beberapa mekanisme seluler yaitu membersihkan radikal bebas dan oksigen

reaktif, meningkatkan penyambungan luka serta meningkatkan pembentukan

pembuluh darah kapiler juga fibroblas.43 Kalsium adalah ion utama yang terlibat

dalam penyembuhan luka, yaitu memiliki peran pada homeostasis normal kulit dan

merupakan modulator proliferasi dan diferensiasi keratinosit.20

Penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok ekstrak kinang 10% dan 20%

secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (p>0,05) dibandingkan

dengan kelompok Gengigel®, hal ini berarti kelompok ekstrak kinang 10% dan 20%

memiliki efek reepitelisasi yang sama dengan kelompok Gengigel®. Pada proses

reepitelisasi terjadi pelapisan kembali luka dengan epitel baru dan terdiri dari migrasi

dan proliferasi keratinosit di pinggiran luka.32 Hari ke tujuh pasca terjadinya luka,

reepitelisasi mulai terjadi, yaitu fibroblas akan mengeluarkan Keratinocyte Growth

Factor (KGF) yang berperan dalam merangsang mitosis sel epidermis yang dimulai

dari pinggir luka dan akhirnya akan membentuk barier yang menutupi seluruh

permukaan luka. Fibroblas akan merubah bentuknya menjadi miofibroblas dan

memiliki kemampuan untuk melakukan kontraksi pada jaringan. Selama tahap

reepitelisasi, keratinosit bermigrasi untuk menutupi luka dan berproliferasi menjadi


22
54

epitel hiperproliferatif untuk menyusun kembali ketebalan dan integritas jaringan.33

Proses reepitelisasi tersebut didukung oleh konsentrasi yang tinggi pada ekstrak

kinang sehingga komponen zat seperti saponin, tanin, flavoniod serta kalsium

hidroksida dapat bekerja maksimal dalam membentuk lapisan epitel dan

mempercepat terjadinya proses reepitelisasi, dimana kandungan dari ekstrak kinang

10% dan 20% tersebut sebanding dengan hyaluronic acid yang terdapat pada

Gengigel® yang berperan dalam proses reepitelisasi luka ditandai dengan adanya

epitel baru yang terbentuk.

Salep plasebo pada penelitian ini menunjukkan hasil dengan ketebalan epitel

terendah sesudah diberikan perlakuan karena salep plasebo hanya mengandung

vaselin album dan adeps lanae yang merupakan dasar salep yang digunakan sebagai

campuran zat aktif dalam membantu perlekatan dengan mukosa dan tidak memiliki

zat aktif untuk proses reepitelisasi, namun ekstrak kinang 5% memiliki ketebalan

lapisan epitel yang tidak berbeda secara signifikan dengan plasebo hal ini

menunjukkan bahwa ekstrak kinang 5% belum memiliki efek reepitelisasi pada luka.

Berdasarkan data hasil penelitian diketahui H1 diterima bahwa ekstrak kinang

memiliki efektivitas terhadap proses reepitelisasi pada luka bibir bawah tikus jantan

galur Wistar (Rattus novergicus) yang ditandai dengan adanya epitel baru yang

terbentuk. Diperlukan uji biokompatibilitas untuk mengetahui interaksi antara salep

ekstrak kinang terhadap jaringan tubuh yang dapat dukur berdasakan kemampuan

menimbulkan alergi dan karsinogenik.


23

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa

ekstrak kinang 10% dan 20% terbukti memiliki efektivitas dalam proses

reepitelisasi luka bibir bawah tikus jantan galur wistar (Rattus novergicus) dan

secara statistik tidak berbeda secara signifikan dengan Gengigel®

2. Rata-rata ketebalan epitel setelah perlakuan tiap kelompok, meliputi 80,60 µm

(ekstrak kinang 5%), 164,73 µm (ekstrak kinang 10), 211,59 µm (ekstrak

kinang 20%, 204,90 µm (Gengigel)®, dan 62,76 µm (salep plasebo)

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas salep ekstrak kinang

terhadap proses reepitelisasi luka untuk mendapatkan dosis minimal.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai fraksinasi pada keempat

komponen kinang untuk mendapatkan zat aktif berupa saponin, tanin, katekin

yang berperan dalam reepitelisasi pada penelitian secara in vivo.

3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan melakukan uji biokompatibilitas

ekstrak kinang untuk keperluan pengembangan penelitian kearah penelitian klinis.

55
24

DAFTAR PUSTAKA

1. Ruauw EF, Wantania FE, Leman MA. Pengaruh lidah buaya (Aloe vera)
terhadap waktu penutupan luka sayat pada mukosa rongga mulut tikus wistar.
Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT. 2016; 5(2): 22-8
2. Sjasamsuhidajat, Jong WD. Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: EGC. 2004. p. 95-
8
3. Handayani, Luh T. Studi meta analisis perawatan luka kaki diabetes dengan
modern dressing. FIKUMJ. 2016; 6(2): 149-59
4. Miloro, Michael. Peterson’s principles of oral and maxillofacial surgery, 2rd
ed. London: BC Decker Inc. 2004. p. 4
5. Ben A, Wu M. Re-epitelization: advacing epithelium frontier during wound
healing. Paris: J R Soc Interface. 2014; 11: 1-7
6. Chen D, Hao H, Fu X, Han W. Insight into reepithelization : how do
mesenchymal stem cell perform. China : Institute of Basic Medicine Science.
2015; 2016(2016): 1-9
7. Dechert TA, Ducale AE, Ward SI, Yager DR. Hyaluronan in human acute and
chronic dermal wounds. Wound Repair and Regeneration. 2006; 14: 252–8
8. Tashiro T, Seino S, Sato T, Matsuoka R, Masuda Y, Fukui N. Oral
administration of polymer hyaluronic acid alleviates symptoms of knee
osteoarthritis : a double-blind, placebo-controlled study over a 12-month
period. The Scientific World Journal. 2012; 2012(2012): 1-8
9. Fatlolona WO, Karel P, Christy M. Hubungan status kesehatan periodontal
dengan kebiasaan menyirih pada mahasiswa etnis Papua di Manado..
PSKGFKUSR. 2013; 1(2): 1-8
10. Aliefa DK, Umi K, Ika SR. Pengaruh sediaan salep ekstrak daun sirih (Piper
betle Linn) terhadap jumlah fibroblas luka bakar derajat IIA pada tikus putih
(Rattus norvegicus) galur wistar. Majalah Kesehatan FKUB. 2015; 2(1): 16-
28
11. Kim YS, Ik HC, Moon JJ, Soon JJ, Seung YN. Theraupetic effect of total
ginseng saponin on skin wound healing. Korea: Namseoul University. 2011;
35(3): 360-7
12. Reddy BK, Gowda S, Arora AK. Study of wound healing activity of aquoeus
and alcoholic bark extract of Acacia catechu on rats. RGUHS Journal of
Pharmaceutical Sciences. 2011; 30: 220-5
13. Fannani MZ, Taufiq N. Pengaruh salep ekstrak etanol daun sirih (Piper betle
linn) terhadap penyembuhan luka iris pada tikus putih jantan (Rattus
norvegicus). DIBFKUII. 2014; 6(1): 19-26
14. Vonna A, Nurismi R, Misrahanum. Wound healing activity of unguentum
dosage form ethanolic extracts of Areca catechu l. nut in Mus musculus
albinus. Banda Aceh : Universitas Syiah Kuala. 2015; 15(2): 28-36

56
25

15. Handayani F, Reksi S, Henriko NK. Uji aktivitas ekstrak etanol biji pinang
(Areca catechu l) terhadap penyembuhan luka bakar pada kulit punggung
mencit putih jantan (Mus musculus). Jurnal Ilmiah Manuntung. 2016; 2(2):
154-60
16. Deepak KV, Masuram B, Deepak N, Tara S. Areca catechu: effect of topical
ethanolic extract on burn wound healing in albino rats. IJPCS. 2012; 1(3): 74-
8
17. Desfita F, Efrizal, Resti R. Efektivitas gambir (Uncaria gambir roxb.) sebagai
anti hiperkolestrolemia dan stabilisator nilai darah pada mencit putih (Mus
musculus) jantan. Padang : Universitas Andalas. 2014; 3(3): 231-7
18. Ambiga, Narayanan, Gowri D, Sukumar, Madhavan. Evaluation of wound
healing activity of flavonoids from Ipomoea carnea jacq. Ancient Science of
Life. 2007; 26(3): 45-51
19. Handayani F, Eka S, Lintang A. Uji aktivitas ekstrak etanol gambir (Uncaria
gambir roxb,) terhadap penyembuhan luka bakar pada kulit punggung mencit
putih jantan (Mus musculus). Samarinda: Akademi Farmasi Samarinda. 2015;
1(2): 133-9
20. Lansdown AB. Calcium: a potential central regulator in wound healing in the
skin. Wound Repair Regen. 2002; 10: 271-85
21. Pandiwinoto CP. Pengobatan Alternatif. Yogyakarta: Kanisius. 2003. p. 101
22. Srinivasan K, Ramarao P. Animal models in type 2 diabetes research: an
overview. Indian J Med Res. 2007;125(4): 451-72
23. Wingerd BD. Rat dissection manual. London: The John Hopkins University
Press. 1988. p. 1
24. Potter, Perry. Buku ajar fundamental keperawatan konsep, proses, dan praktik.
Jakarta: EGC. 2005. p. 114
25. Dorland W. Kamus kedokteran Dorland. Jakarta: EGC. 2006 p. 257
26. Black JM, Hawks JH. Medical surgical nursing. Philadelpia.WB. Saunders
Company. 2009. p. 77-8
27. Orsted HL, David K, Louise F, Lalande RN. Basic principles of wound
healing. Canada : Wound Care. 2004; 9(2): 4-12
28. Hannu L. Oral wound healing. Canada: Wiley Blackwell. 2012. p.83
29. Flanagan. The physiology of wound healing. United Kingdom: University of
Hertfordshire. 2000; 9(6): 299-300
30. Harding K, Cutting K. Criteria for identifying wound infection. J Wound
Care. 1994; 3(4): 198-201
31. Brown GL. Acceleration of tensile strength of incisions treated with EGF and
TGF. Annals of Surgery 1988; 208: 788-94
32. Santoro, Massimo M, Giovanni G. Cellular and molecular facets of
keratinocyte reepithelization during wound healing. Italia: ECR. 2005;
304(2005): 274-86
33. Morris PJ, Malt RA. Oxford textbook of surgery sec 1. wound healing.
Oxford : Oxford University. 1995. p.335

57
26

34. Werner SR. Grose R.regulation of wound healing by growth factors and
cytokines. Physiol REV. 2003; 83(3): 835-70
35. Wenczak BA, Lynch JB, Nanney LB. Epidermal growth factor receptor
distribution in burn wounds implications growth factor mediated repair. J.Clin
Inves. 1993; 90(6): 2392-2461
36. Miranti CK, Brugge JS. Sensing the environment : a historical perspektif on
integrin signal transduction. Nat. Cel Biol. 2002; 4(4): 83-90
37. Guo S, Dipietro LA. Factors affecting wound healing. Journal of Dental
Research. 2010; 89(3): 219–29
38. Allevyn. Peranan form dressing dalam penanganan luka kronik. JCDK. 2012;
39(1): 68-9
39. Setyawati HA, Dewi N, Oktaviyanti IK. Analisis sitogenik mikronukleus
mukosa bukal pada orang menginang dan tidak menginang. Banjarmasin :
PSKG Universitas Lambung Mangkurat. 2016; 1(1) : 67-9
40. Koensoemardiyah. A to z minyak atsiri. Yogyakarta: Lily Publisher. 2010.
p.15-24,38
41. Agoes, Azwar. Tanaman obat Indonesia buku 2. Jakarta: Salemba
Medika.2010. p.109
42. Savitri, Astrid. Tanaman ajaib basmi penyakit dengan toga (tanaman obat
keluarga). Depok : Bibit Publisher. 2016. p. 14
43. Reddy BK, Gowda S, and Arora AK. Study of wound healing activity of
aquoeusand alcoholic bark extracts of Acacia catechu on rats. RGUHS
Journal Pharmaceutical Sciences. 2011; 1(3): 220-5
44. Lai HY, Lim YY, Kim KH. Potential dermal wound healing agent Blechnum
orientale Linn. Biomed Central Complemantary and Alternatifve Medicine.
2011; 11(62): 1-9
45. Syahrinastiti TA, Djamal A, Irawan L. Perbedaan daya hambat ekstrak daun
sirih hijau (Piper betle L.) dan daun sirih merah (Piper crocatum ruiz & Pav)
terhadap pertumbuhan Escherichia coli. Jurnal FK Unand. 2015; 4(2): 421-4
46. Moeljatno R. Khasiat dan manfaat daun sirih obat mujarab dari masa ke masa.
Bandung; PT Agromedia Pustaka. 2003. p. 12
47. Elya B, Soemiati A. Uji pendahuluan efek kombinasi antijamur infus daun
sirih (Piper betle L.) kulit buah delima (Punica granatum L.) dan rimpang
kunyit (Curcuma Domestica Val.) terhadap jamur candida. Seri Sains. 2002;
6(3): 149-54
48. Arisandi Y, Andriani Y. Khasiat Tanaman Obat. Jakarta: Pustaka Buku
Murah. 2008. p. 44-5
49. Sihombing T. Pinang : budidaya dan prospek bisnis. Jakarta: Penebar
Swadaya. 2000. p. 22
50. Staples GW, Bevaqua RF. Areca catechu (Betel Nut Palm). JSPPA. 2006;
1(3): 1-17

58
27

51. Jaiswal A, Kumar, Abbinav, Soni K, Rohit, Patidar R. Areca catechu L.: a
valuable herbal medicine against different health problems. Res. J. Med.
Plant. 2011; 2(5): 145-52
52. Taman Nasional purwo. Pinang (Areca catechu).[Internet].2010.URL:
http://tnalaspurwo.org/media/pdf/kea_pinang_areca_catechu.pdf [10 juni
2017]
53. Puspawati, Nony. Uji aktivitas antibakteri ekstrak etanolik biji pinang (Areca
catechu L.) terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Pseudomonas
aeruginosa ATCC 2785. FIKUSB. 2007; 12(24): 1-7
54. Verma DK, Bharat M, Nayak D, Shanbag T, Rajput RS. Areca catechu :
effect of topical ethanolic extract on burn wound haling in albino rats. IJP and
Clin Sei. 2012; 1: 74-8
55. Kristina NN, Syahid. Penggunaan tanaman kelapa, pinang, dan aren sebagai
tanaman obat. Warta Puslitbangbun. 2007; 13: 56
56. Haryanto S. Ensiklopedia tanaman obat indonesia. Yogyakarta : Palmall.
2009. p. 44-6
57. Agoes, Azwar. Tanaman obat Indonesia buku 3. Jakarta: Salemba Medika.
P.21
58. Sa’id EG, Syamsu E, Mardliyati A, Herryndie NA, Evalia DL, Rahayu
AAAR, Puspitarini A. Agroindustri dan bisnis gambir Indonesia. Bogor : Ipb-
Press. 2009. p. 119-21
59. Nastiti PT. Resep herbal gambir. Solo: Solopos Digital Media. 2012. p. 21
60. Tarwiyah K. Tapioka. Sumatera Barat: Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi
dan Industri. 2001. p. 67
61. Muchtar. Teknologi pemurnian gambir. Makalah pada seminar nasional hasil-
hasil penelitian dan pengkajian pertanian. Padang: BPTP Sukarami dan
Peragi. 2000. p. 72-6
62. Agoes H. Tanaman Obat Indonesia. Jakarta; Salemba Medika. 2010.p.53
63. Nakagawa K. Antioxidativ activity of 3 o-octanol –(+)-catechin, a newly
synthesized catechin, in vitro. Jundidhapur Journal of Health Sciences. 2005;
51(4): 492-96
64. Alphianti LT. Perawatan apeksifikasi dengan pasta kalsium hidroksida:
evaluasi selama 12 bulan (laporan kasus). Jurnal UMY. 2014; 3(1): 52-9
65. Yanti N. Penggunaan kalsium hidroksida sebagai bahan dressing saluran akar.
DDJ. 2001; 6(1): 130-1
66. Mohammadi Z, Dummer P. Properties and applications of calcium hydroxide
in endodontics and dental traumatology. Int Endo J. 2011; 44: 697–730.
67. Dwi WA. Penatalaksanaan apeksifikasi : pada fraktur gigi depan atas karena
trauma. Journal of Dentistry Indonesia. 2007; 14(3): 199-203
68. Sidharta, Winiati. Penggunaan kalsium hidroksida di bidang konservasi gigi.
JKGUI. 2000; 7: 435-43

59
28

69. Kawaii K, Baret JL, Hisako I, Antonie LC, Soh N, Michael N, Peter L.
Calcium-based nanoparticles accelerate skin wound healing . PLoS ONE.
2011; 6(11): 1-14
70. Tromelin C, George F, Port L. Water treatment chemicals. Mauritius:
Chemco. 2014. p. 12-6
71. Necas J, Bartosikova J, Brauner P, Kolar J. Hyaluronic acid (hyaluronan): a
review. Veterinarni Medicina. 2008; 8: 397
72. Malole SU, Pramono C. Penggunaan hewan-hewan percobaan di
laboratorium. Jawa Barat : Institut Pertanian Bogor. 1989. p. 104-12
73. Depatemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman pengendalian tikus.
[Internet].2011.http://www.depkes.go.id/download/pengendalian%20Tikus.pd
f. (diakses 3 Agustus 2017)
74. Besselsen DG. Biology of laboratory rodent. New York: Medical Books.
2004. p. 40-2
75. Robinson C. Normal and therapeutic nutrition. New York. 1972. p. 416-25
76. Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: EGC. 1999. p. 536-7
77. Seeley RR, Stephen TD, Tate P, Akkaraju SR, Eckel CM, Regan JL.
Digestive system, anatomy and physiology 8rd ed. USA: The McGraw-hill
Company. 2008. p. 874
78. Jahan, Parwar B, Blackwell K. Lips and perioral region anatomy.
[Internet].URL:http://emedicine.medscape.com/article/835209overview#a1.
(diakses 26 Juli 2017)
79. Tortorra G, Derricson B. The digestive system, principles of anatomy and
physiology. USA: John Wiley and Sons. 2009. p. 927-64
80. Kalangi, Sonny. Histofisiologi kulit. Jurnal Biomedik. 2013; 5(3): 12-20
81. Djuanda, Adhi. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Jakarta: FKUI. 2007. p. 3-4,
7-8
82. Igarashi T, Noshino K, Nayar SK. The appereance of human skin. New York:
Department of Computer Sciences. 2005. p. 14
83. Corsini E, Paola RD,Viviani B, Genovese T, Mazzon E, Lucchi L. Increased
carragenan-induced acute lung inflamation in old rats. Immunology. 2005;
115(2): 253-61
84. Siswanto A, Nurulita NA. Daya antiinflamasi infus daun mahkota dewa
(Phaleria macrocarpa Scheff. Boerl) pada tikus putih (Rattus Norvegicus)
jantan. JHPTUMP. 2005; 1(1): 177-81
85. Morris, Christoper J. Carrageenan-induced paw edema in the rat and mouse.
In P. G. Winyard and D. A. Willoughby (Ed.). Humana Press Inc. 2003; 225:
115-21
86. Rairisti, Asa. Uji Aktivitas Ekstrak etanol biji pinang (Areca catechu L.)
terhadap penyembuhan luka sayat pada tikus putih (rattus norvegicus) jantan
galur wistar. JMFKT. 2014; 1(1): 1-17
87. Koolhaas, Jaap M. The UFAW handbook on the care and management of
laboratory and other research animal 8th ed. USA: Wellfare, [Internet]

60
29

2010.p.31126.URL:ihttp://cbn.eldoc.ub.rug.nl/FILES/root/2010/UFAWHandb
ook Kool haas/2010UF-AWHandbookKoolhaas.pdf ( diakses pada 20 juli
2017)
88. Layin M. Analisis berbagai pigmen daun sirih hijau (Piper betle L.) dan sirih
merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) berdasarkan umur fisiologis daun.
Malang: UMM press. 2011. p.1-2
89. Hertono, Broto R. Cara-cara sampling. Jakarta: FKMUI Press. 1977. p. 43-9
90. Senja RY, Issusilaningtyas E, Nugroho AK, Setyowati EP. The comparison of
extraction method and solvent variation on yield and antioxidant activity of
Brassica oleracea l. var. Capitata f. rubra extract. Trad Med J. 2014; 19(1):
43-48
91. Rosita JM, Taufiqurrahman I. Perbedaan total flavonoid antara metode
maserasi dengan sokletasi pada ekstrak daun binjai (Mangifera caesia). J
DENTINO. 2017; 1(1): 100-5
92. James W. Carpenter MS. Exotic animal formulary 4th ed. Kansas: Elsevier.
2012. p.103-4
93. Goeswin A. Pengembangan sediaan farmasi. Bandung: ITB press. 2006. p. 84

61
30

Penelitian skripsi ini merupakan bagian dari dan dibiayai oleh Penelitian Unggulan

Profesi Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M) Universitas

Sriwijaya Taun Anggaran 2017 Nomor Kontrak. 1011/UN9.3.1/PP?2017, dengan

Ketua Peneliti Prof. Dr. Ir. Rindit Pambayun, M.P. Untuk itu, diucapkan

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada LP2M UNSRI, Kemenristek Dikti.

62
31

No.Sampel Tebal Epitel 1 Tebal Epitel 2 Tebal Epitel 3


1.1 48,67 262,15 280,71
1.2 77,75 163,33 137,03
1.3 46,67 60,09 56,67
1.4 205,35 183,25 75 5%
1.5 74,33 162,258 141,6
1.6 67,08 98,94 115,71
2.1 186,67 165,8 124,45
2.2 198,12 175,77 189,01
2.3 148,5 116,82 100,08
2.4 73,79 60,09 100,06 10%
2.5 115 115,11 195
2.6 396,02 193,49 48,83
3.1 98,49 89,44 131,49
3.2 105,41 252,21 107,96
3.3 88,7 245,48 293,35
3.4 77,32 35,09 70,08 20%
3.5 294,93 453,43 144,5
3.6 160,31 115,11 104,62
4.1 102,69 66,75 370,74
4.2 89,44 105 161,01
4.3 120,27 93,72 60,13
4.4 46,79 64,12 55,57 K-
4.5 86,73 80,62 62,63
4.6 62,48 47,92 167,48
5.1 139,93 82,54 72,06
5.2 258,74 224,32 120,93
5.3 198,21 244,99 108,53
5.4 176,7 200,65 122,72 K+
5.5 212,13 143 156,92
5.6 173,93 653,85 231,35

63
52

Lampiran 2. Hasil Uji Statistik Penelitian

Hasil Uji Statistik

1. Hasil Test Homogenitas

Test of Homogeneity of Variances


Post

Levene df1 df2 Sig.


Statistic

10,146 4 25 ,000

2. Hasil Uji Normalitas


Tests of Normality

Klp Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

K1_5% ,331 6 ,039 ,825 6 ,097

K2_10% ,130 6 ,200* ,992 6 ,993

Post K3_20% ,247 6 ,200* ,826 6 ,099

K_Positif ,239 6 ,200* ,909 6 ,433

K-Negatif ,230 6 ,200* ,893 6 ,333

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction

3. Hasil Uji ANOVA

ANOVA
Post

Sum of df Mean F Sig.


Squares Square

115936,58 4 28984,147 14,201 ,000


Between Groups
6
Within Groups 51024,025 25 2040,961
Total 166960,61 29
1

64
71
53

4. Hasil Uji t Independent

T-Test

Independent Samples Test

Levene's Test t-test for Equality of Means


for Equality of
Variances

F Sig. t df Sig. Mean Std. 95%


(2- Differe Error Confidence
tailed) nce Differe Interval of the
nce Difference

Lower Upper

3,902 ,076 - 10 ,002 - 20,24 - -


Equal variances
4,15 84,13 815 129,2 39,01
assumed
Po 5 167 4735 598
st - 6,5 ,005 - 20,24 - -
Equal variances
4,15 96 84,13 815 132,6 35,65
not assumed
5 167 1144 190

Group Statistics

Klp N Mean Std. Std. Error


Deviation Mean

K1_5% 6 80,5983 18,61279 7,59864


Post
K3_20% 6 211,5933 77,26493 31,54328

71
65
54

Independent Samples Test


Levene's Test t-test for Equality of Means
for Equality of
Variances
F Sig. t df Sig. Mean Std. 95%
(2- Differe Error Confidence
tailed) nce Differe Interval of the
nce Difference
Lower Upper
38,094 ,000 - 10 ,002 - 32,445 - -
Equal variances
4,03 130,99 61 203,28 58,701
assumed
Po 7 500 832 68
st - 5,5 ,008 - 32,445 - -
Equal variances not
4,03 78 130,99 61 211,86 50,125
assumed
7 500 410 90

Group Statistics
Klp N Mean Std. Std. Error
Deviation Mean
K1_5% 6 80,5983 18,61279 7,59864
Post
K_Positif 6 204,9033 39,37654 16,07541

Independent Samples Test


Levene's Test t-test for Equality of Means
for Equality of
Variances
F Sig. t df Sig. Mean Std. 95%
(2- Differe Error Confidence
tailed) nce Differe Interval of the
nce Difference
Lower Upper
3,901 ,076 - 10 ,000 - 17,780 - -
Equal variances
6,99 124,30 83 163,92 84,686
assumed
Po 1 500 316 84
st - 7,1 ,000 - 17,780 - -
Equal variances not
6,99 28 124,30 83 166,19 82,412
assumed
1 500 731 69

Group Statistics

Klp N Mean Std. Std. Error


Deviation Mean

K1_5% 6 80,5983 18,61279 7,59864


Post
K-Negatif 6 62,7633 14,98326 6,11689

66
71
55

Independent Samples Test

Levene's Test t-test for Equality of Means


for Equality of
Variances
F Sig. t df Sig. Mean Std. 95%
(2- Differe Error Confidence
tailed) nce Differe Interval of the
nce Difference
Lower Upper
,051 ,826 1,8 10 ,097 17,835 9,7547 - 39,57
Equal variances
28 00 8 3,9000 000
assumed
Po 0
st 1,8 9,5 ,099 17,835 9,7547 - 39,70
Equal variances not
28 64 00 8 4,0351 514
assumed
4

Group Statistics
Klp N Mean Std. Std. Error
Deviation Mean
K2_10% 6 164,7300 45,97270 18,76828
Post
K-Negatif 6 62,7633 14,98326 6,11689

Independent Samples Test

Levene's Test t-test for Equality of Means


for Equality of
Variances
F Sig. t df Sig. Mean Std. 95%
(2- Differe Error Confidence
tailed) nce Differe Interval of the
nce Difference
Lower Upper
Equal variances 4,922 ,051 5,1 10 ,000 101,96 19,739 57,983 145,9
Po assumed 66 667 92 38 4995
st Equal variances not 5,1 6,0 ,002 101,96 19,739 53,762 150,1
assumed 66 50 667 92 11 7122

Group Statistics

Klp N Mean Std. Std. Error


Deviation Mean

K2_10% 6 164,7300 45,97270 18,76828


Post
K_Positif 6 204,9033 39,37654 16,07541

71
67
56

Independent Samples Test


Levene's Test t-test for Equality of Means
for Equality of
Variances
F Sig. t df Sig. Mean Std. 95%
(2- Differ Error Confidence
tailed) ence Differ Interval of the
ence Difference
Lower Upper
,087 ,773 - 10 ,135 - 24,71 - 14,88
Equal variances
1,6 40,17 167 95,23 771
assumed
Po 26 333 438
- 9,7 ,136 - 24,71 - 15,06
st Equal variances
1,6 69 40,17 167 95,41 442
not assumed
26 333 109

Group Statistics
Klp N Mean Std. Std. Error
Deviation Mean
K2_10% 6 164,7300 45,97270 18,76828
Post
K3_20% 6 211,5933 77,26493 31,54328

Independent Samples Test

Levene's Test t-test for Equality of Means


for Equality of
Variances
F Sig. t df Sig. Mean Std. 95%
(2- Differe Error Confidence
tailed) nce Differe
Interval of the
nce Difference
Lower Upper
6,954 ,025 - 10 ,231 - 36,704 - 34,91
Equal variances
1,27 46,863 58 128,64 958
assumed
7 33 624
Po
st - 8,1 ,237 - 36,704 - 37,51
Equal variances not
assumed 1,27 46 46,863 58 131,24 432
7 33 099

Group Statistics

Klp N Mean Std. Std. Error


Deviation Mean

K_Positif 6 204,9033 39,37654 16,07541


Post
K3_20% 6 211,5933 77,26493 31,54328

71
68
57

Independent Samples Test

Levene's Test t-test for Equality of Means


for Equality of
Variances

F Sig. t df Sig. Mean Std. 95%


(2- Differe Error Confidence
tailed) nce Differe Interval of the
nce Difference
Lower Upper
11,71 ,007 - 10 ,854 - 35,40 - 72,19
Equal variances
6 ,18 6,690 335 85,57 357
assumed
Po 9 00 357
st - 7,4 ,855 - 35,40 - 76,04
Equal variances
,18 33 6,690 335 89,42 686
not assumed
9 00 686

Group Statistics
Klp N Mean Std. Std. Error
Deviation Mean
K-Negatif 6 62,7633 14,98326 6,11689
Post
K3_20% 6 211,5933 77,26493 31,54328

Levene's Test t-test for Equality of Means


for Equality of
Variances
F Sig. t df Sig. Mean Std. 95%
(2- Differ Error Confidence
tailed) ence Differ Interval of the
ence Difference
Lower Upper
47,83 ,000 - 10 ,001 - 32,13 - -
Equal variances
4 4,6 148,8 090 220,4 77,23
assumed
Po 32 3000 2210 790
st - 5,3 ,005 - 32,13 - -
Equal variances
4,6 76 148,8 090 229,7 67,94
not assumed
32 3000 1946 054

Group Statistics

Klp N Mean Std. Std. Error


Deviation Mean

K-Negatif 6 62,7633 14,98326 6,11689


Post
K_Positif 6 204,9033 39,37654 16,07541

69
71
58

Independent Samples Test

Levene's Test t-test for Equality of Means


for Equality of
Variances

F Sig. t df Sig. Mean Std. 95%


(2- Differe Error Confidence
tailed) nce Differe Interval of the
nce Difference
Lower Upper
5,301 ,044 - 10 ,000 - 17,199 - -
Equal variances
8,26 142,14 86 180,46 103,8
assumed
Po 4 000 367 1633
- 6,4 ,000 - 17,199 - -
st Equal variances not
8,26 18 142,14 86 183,57 100,7
assumed
4 000 069 0931

Tabel 5. Hasil Uji Kesesuaian Dosis Post Hoc Tests

Multiple Comparisons
Dependent Variable: Post
LSD
(I) Klp (J) Klp Mean Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
Difference Lower Upper
(I-J) Bound Bound
K2_10% -84,13167* 26,08295 ,003 -137,8505 -30,4128
- 26,08295 ,000 -184,7138 -77,2762
K3_20%
130,99500*
K1_5%
- 26,08295 ,000 -178,0238 -70,5862
K_Positif
124,30500*
K-Negatif 17,83500 26,08295 ,500 -35,8838 71,5538
K1_5% 84,13167* 26,08295 ,003 30,4128 137,8505
K3_20% -46,86333 26,08295 ,084 -100,5822 6,8555
K2_10%
K_Positif -40,17333 26,08295 ,136 -93,8922 13,5455
K-Negatif 101,96667* 26,08295 ,001 48,2478 155,6855
K1_5% 130,99500* 26,08295 ,000 77,2762 184,7138
K2_10% 46,86333 26,08295 ,084 -6,8555 100,5822
K3_20%
K_Positif 6,69000 26,08295 ,800 -47,0288 60,4088
K-Negatif 148,83000* 26,08295 ,000 95,1112 202,5488
K1_5% 124,30500* 26,08295 ,000 70,5862 178,0238
K2_10% 40,17333 26,08295 ,136 -13,5455 93,8922
K_Positif
K3_20% -6,69000 26,08295 ,800 -60,4088 47,0288
K-Negatif 142,14000* 26,08295 ,000 88,4212 195,8588
K1_5% -17,83500 26,08295 ,500 -71,5538 35,8838
- 26,08295 ,001 -155,6855 -48,2478
K2_10%
101,96667*
K-Negatif - 26,08295 ,000 -202,5488 -95,1112
K3_20%
148,83000*
- 26,08295 ,000 -195,8588 -88,4212
K_Positif
142,14000*
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

71
70
59

Case Processing Summary

Klp Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

K1_5% 6 100,0% 0 0,0% 6 100,0%

K2_10% 6 100,0% 0 0,0% 6 100,0%

Post K3_20% 6 100,0% 0 0,0% 6 100,0%

K_Positif 6 100,0% 0 0,0% 6 100,0%

K-Negatif 6 100,0% 0 0,0% 6 100,0%

Descriptives
Klp Statistic Std. Error
Post Mean 80,5983 7,59864
Lower Bound 61,0654
95% Confidence Interval for Mean
Upper Bound 100,1313
5% Trimmed Mean 79,7870
Median 76,3750
Variance 346,436
K1_5% Std. Deviation 18,61279
Minimum 60,09
Maximum 115,71
Range 55,62
Interquartile Range 18,69
Skewness 1,592 ,845
Kurtosis 3,661 1,741
Mean 164,7300 18,76828
Lower Bound 116,4846
95% Confidence Interval for Mean
Upper Bound 212,9754
5% Trimmed Mean 164,7922
Median 168,1150
Variance 2113,489
K2_10% Std. Deviation 45,97270
Minimum 100,06
Maximum 228,28
Range 128,22
Interquartile Range 81,70
Skewness -,096 ,845
Kurtosis -,558 1,741
Mean 211,5933 31,54328
Lower Bound 130,5088
K3_20% 95% Confidence Interval for Mean
Upper Bound 292,6779
5% Trimmed Mean 211,4137

7192
60

Median 206,2600
Variance 5969,870
Std. Deviation 77,26493
Minimum 131,49
Maximum 294,93
Range 163,44
Interquartile Range 157,92
Skewness ,086 ,845
Kurtosis -2,828 1,741
Mean 204,9033 16,07541
Lower Bound 163,5802
95% Confidence Interval for Mean
Upper Bound 246,2265
5% Trimmed Mean 206,2859
Median 218,2250
Variance 1550,512
K_Positif Std. Deviation 39,37654
Minimum 139,93
Maximum 244,99
Range 105,06
Interquartile Range 67,25
Skewness -1,013 ,845
Kurtosis ,060 1,741
Mean 62,7633 6,11689
Lower Bound 47,0394
95% Confidence Interval for Mean
Upper Bound 78,4873
5% Trimmed Mean 62,1059
Median 61,3800
Variance 224,498
K-Negatif Std. Deviation 14,98326
Minimum 47,92
Maximum 89,44
Range 41,52
Interquartile Range 23,04
Skewness 1,210 ,845
Kurtosis 1,855 1,741

71
72
61

Lampiran 3. Foto Penelitian

Alat dan Bahan Penelitian

a. b. c.

d. e. f.

g. h. i.

j. k. l.

Gambar 1. Alat dan bahan penelitian : a. Kapur, b. Pinang, c. Daun sirih, d.


Gambir, e. Karagenan, f. Ketamin 0,2%, g. Formalin 10%, h. Gengigel®, i. Kapas
dan Alkohol 96%, j. Gunting bedah, k. Neraca Analitik, l. Handscoon, masker

71
73
62

Pembuatan Salep Ekstrak Kinang

a. b. c.

d. e. f.

g. h. j.

Gambar 2. Proses Pembuatan Salep Ekstrak Kinang

71
74
63

Pemberian Perlakuan dan pengambilan Jaringan Bibir Tikus

a. b. c.

d. e. f.

g.

Gambar 3. a. dianestesi dengan ketamine 0,2 ml/ekor secara intramuskular pada


bagian paha kaki belakang tikus, b. Induksi karagenan 1% pada gingiva tikus c.
Induksi luka menggunakan cylinder diamond bur, d. Pemberian perlakuan pada
tikus, e. Proses eutanasia, f. Jaringan bibir tikus yang telah diambil, g.
Pengelompokan sampel penelitian

71
75
64

Foto Histologi Jaringan Bibir Bawah Tikus

Gambar 7. Foto histologi jaringan bibir bawah tikus perlakuan 5% Ekstrak


Kinang

Gambar 6. Foto histologi jaringan bibir bawah tikus perlakuan 10% Ekstrak
Kinang

71
76
65

Gambar 8. Foto histologi jaringan bibir bawah tikus perlakuan 20% Ekstrak
Kinang

Gambar 5. Foto histologi jaringan bibir bawah tikus perlakuan Gengigel®

Gambar 4. Foto histologi jaringan bibir bawah tikus perlakuan salep plasebo

71
77
66

Lampiran 5. Sertifikat Persetujuan Etik

71
98
78
67

Lampiran 5. Surat Izin Penelitian di Animal House

79
71
68

Lampiran 6. Surat Izin Penelitian di Laboratorium Dyatnitalis

71
80
69

Lampiran 7. Surat Keterangan Selesai Penelitian di Animal House

81
71
70

Lampiran 8. Surat Keterangan Selesai Penelitian di Laboratorium

Dyatnitalis

71
82
71

Lampiran 9. Sertifikat Hewan Penelitian

71
83
72

Lampiran 10. Sertifikat Pelepasan Karantina Hewan

71
104
84
73

Lampiran 11. Lembar Bimbingan

71
85
74

71
86
75

71
87
76

71
88
52

Anda mungkin juga menyukai