langkah pertama dalam proses pencernaan meliputi pemotongan, perobekan, penggilingan, dan
pencampuran makanan yang masuk dalam rongga mulut oleh gigi
Suatu kompleksitas dari neuromuskular dengan bantuan seluruh fungsi rahang atas, rahang bawah,
bersama-sama dengan temporomandibular, lidah, Sircumoral muskular, otot-otot mastikasi, dan gigi
Suatu proses gabungan gerak antar dua rahang yang terpisah, termasuk proses biofisik dan biokimia
dari penggunaan bibir, gigi, pipi, lidah, langit-langit mulut, serta seluruh struktur pembentuk oral, untuk
mengunyah makanan dengan tu$uan menyiapkan makan agar dapat ditelan
Kesatuan organ yang memiliki fungsi berkaitan satu sama lainnya
Sistem pengunyahan merupakan tindakan untuk memecah makanan menjadi partikel yang siap untuk
ditelan
Melibatkan struktur jaringan yang kompleks dari sistem neuromuskular dan sistem pencernaan
Pada kondisi normal, terjadi hubungan dan integritas dari semua komponen sistem pengunyahan seperti
gigi geligi, otot-otot, TMJ, bibir, pipi, palatum, lidah dan sekresi saliva
Gerakan rahang yang normal pada aktivitas pengunyahan tidak hanya ke atas dan ke bawah, tetapi juga
ke samping. Pergerakan rahang ini juga didukung oleh aktifitas otot-otot leher dan punggung, serta
berhubungan pula dengan aktivitas otot-otot di sekitar sendi. Kondisi gigigeligi yang tersusun dengan
baik pada lengkung geligi akan menempatkan kedua kondilus sendi berada pada bagian tengah diskus
artikularis. Keadaan ini akan menyebabkan fungsi pengunyahan dapat berlangsung dengan efektif.
Maksila
Otot-otot pengunyahan
Pergerakan dalam proses pengunyahan terjadi karena gerakan kompleks dari beberapa otot
pengunyahan. Otot- otot utama yang terlibat langsung dalam pengunyahan adalah muskulus masseter,
muskulus temporalis, muskulus pterygoideus lateralis, dan muskulus pterygoideus medialis. Selain itu
juga ada otot-otot tambahan yang juga mendukung proses pengunyahan yaitu muskulus mylohyoideus,
muskulus digastrikus, muskulus geniohyoideus, muskulus stylohioideus, muskulus infrahyoideus,
muskulus buksinator dan labium oris
A. Otot masseter
o Saraf : nervus trigerminus divisi mandibulae (N. V3)
o Fungsi : mengangkat mandibula untuk merapatkan gigi sewaktu mengunyah.
o Ini adalah otot kuadrangularis yang mencakup aspek lateral ramus dan proses koronoideus
mandibula.
o Origo: batas inferior dan permukaan medial arkus zygomatic.
o Insersi: permukaan lateral ramus mandibula dan proses koronoideus nya.
o Persarafan: saraf melalui saraf mandibula masseteric yang memasuki permukaan yang
mendalam.
o Ini mengangkat dan menjorok mandibula, menutup rahang dan serat dalam retrude itu.
B. Otot temporal
o Saraf : nervi teempirales profundi (N. V3) saraf mandibula
o Fungsi : elevasi dan retrusi mandibula
o Ini adalah otot berbentuk kipas yang luas yang mencakup wilayah temporal.
o Ini adalah otot pengunyahan yang kuat yang dengan mudah dapat dilihat dan dirasakan selama
penutupan rahang bawah.
o Origo : lantai fosa temporal dan permukaan dalam fasia temporal.
o Insersi: tip dan permukaan medial dari proses koronoideus dan batas anterior ramus mandibula.
o Para temporalis mengangkat mandibula, menutup rahang, dan serat posterior mandibula retrude
setelah tonjolan
E. Otot digastrikus
Otot digastrikus memiliki dua belly yang dihubungkan oleh tendon yang melekat pada tulang
hioideus yaitu:
Posterior belly, berasaldari insura mastoideus pada prosesus mastoideus medialis tulang
temporalis.
Anterior belly, berasal dari fosa digastrikus bagian bawah dalam mandibula.
Tendon diantara kedua belly. Karena hal tersebut, otot ini memiliki banyak kegunaan tergantung pada
tulang yang difiksasi, yaitu
Ketika mandibula dalam keadaan stabil. Oto digastrikus menaikkan tulang hioideus
Ketika tulang hioideus di fiksasi, otot digastrikus membuka mulut dengan menurunkan
mandibula.
Otot wajah
MEKANISME PENGUNYAHAN
Mengunyah dapat bersifat volunter, tetapi sebagian besar merupakan suatu refleks ritmik akibat respon
otot-otot rangka pada rahang, pipi, bibir, dan lidah terhadap tekanan makanan ke jaringan mulut. Awalnya,
bolus makanan menghambat refleks otot untuk mengunyah yang menyebabkan rahang bawah turun. Hal ini
menimbulkan refleks regang pada otot-otot rahang bawah yang menimbulkan kontraksi rebound , sehingga
secara otomatis rahang bawah terangkat kemudian terjadi oklusi gigi namun menekan bolus melawan dinding
mulut. Rahang bawah kembali turun dan mengalami rebound, hal ini terjadi berulang kali selama proses
mengunyah.
Proses mastikasi merupakan suatu proses gabungan gerak antar dua rahang yang terpisah, termasuk proses
biofisik dan biokimia dari penggunaan bibir, gigi, pipi, lidah, langit-langit mulut, serta seluruh struktur
pembentuk oral, untuk mengunyah makanan dengan tujuan menyiapkan makan agar dapat ditelan. Lidah
berfungsi mencegah tergelincirnya makanan, mendorong makanan kepermukaan kunyah, membantu
mencampur makanan dengan saliva, memilih makanan yang halus untuk ditelan, membersihkan sisa makanan,
membantu proses bicara dan membantu proses menelan. Pada waktu mengunyah kecepatan sekresi saliva
1,0-1,5 liter/hari, pH 6-7,4. Saliva berfungsi mencerna polisakarida, melumatkan makanan, menetralkan asam
dari makanan, melarutkan makanan, melembabkan mulut dan anti bakteri. Pada proses mastikasi terjadi
beberapa stadium antara lain stadium volunter dimana makanan diletakkan diatas lidah kemudian didorong ke
atas dan belakang pada palatum lalu masuk ke pharynx, di mana hal ini dapat dipengaruhi oleh kemauan.
Selanjutnya pada stadium pharyngeal bolus pada mulut masuk ke pharynx dan merangsang reseptor sehingga
timbul refleks-refleks antara lain ter$adi gelombang peristaltik dari otot-otot konstriktor pharynx sehingga
nafas berhenti se$enak. Proses ini sekitar 1-2 detik dan tidak dipengaruhi oleh kemauan. 0emudian pada
stadium oesophangeal ter$adi gelombang peristaltik primer yang merupakan lan$utan dari gelombang
peristaltik pharynx dan gelombang peristaltik sekunder yang berasal dari dinding oesophagus sendiri. Proses
ini sekitar 5-10 detik dan tidak dipengaruhi oleh kemauan. Setelah melalui proses ini makanan siap untuk
ditelan.
Guyton dan Hall (2008) menambahkan, pengunyahan mempercepat pencer-naan makanan karena
enzim-enzim pencernaan hanya bekerja pada permukaan partikel makanan, memudahkan pengosongan
makanan dari lambung ke usus halus lalu ke semua segmen usus berikutnya.
Saliva utamanya diproduksi oleh kelenjar parotis, submandibula, dan sublingual. Komposisi saliva yaitu
99,5% H2O, sisanya elektrolit dan protein saliva (amilase, mukus, dan lisozim). Sehingga Sherwood (2001)
merumuskan fungsi saliva sebagai berikut :
1. Memulai pencernaan karbohidrat di mulut melalui enzim amilase
2. Mempermudah proses menelan dengan membasahi partikel-partikel makanan
3. Memiliki efek antibakteri oleh lisozim
4. Pelarut molekul-molekul yang merangsang papil pengecap
5. Membantu berbicara dengan mempermudah gerakan bibir dan lidah
6. Berperan penting dalam higiene mulut dengan membantu menjaga kebersihan mulut dan gigi
7. Penyangga bikarbonat pada saliva menetralkan asam pada makanan dan yang dihasilkan bakteri,
sehingga mencegah karies gigi.
Ganong (2008) menambahkan bahwa terdapat dua enzim pada saliva, yaitu lipase lingual dan α-amilase
saliva. Terdapat pula musin yang melumasi makanan, mengikat bakteri, dan melindungi mukosa mulut,
selain itu mengandung IgA, lisozim, laktoferin, dan protein kaya prolin. Komposisi ion saliva relatif
tergolong isotonik dengan konsentrasi Na+, K +, Cl-, dan HCO3- yang mirip dengan komposisi ion plasma.
Meski demikian, saliva tidak esensial untuk pencernaan dan penyerapan makanan. Menurut Sherwood
(2001) sekresi saliva bersifat spontan dan kontinu, dengan jumlah rata-rata 1-2 liter per hari. Sekresi saliva
dapat ditingkatkan melalui dua jenis refleks saliva yaitu :
1. Refleks saliva sederhana (tidak terkondisi), adanya kemoreseptor atau reseptor tekanan di dalam
rongga mulut terhadap makanan
2. Refleks saliva didapat (terkondisi), pengeluaran air liur terjadi tanpa rangsangan oral, hanya berpikir,
melihat, membaui, atau mendengar suatu makanan
3. Rangsangan parasimpatis menyebabkan sekresi saliva yang encer dalam jumlah besar dan kaya
enzim. Sedangkan rangsangan simpatis, menyebabkan sekresi saliva kental dalam jumlah kecil dan
kaya mukus. Sehingga mulut lebih terasa kering, hal ini terjadi dalam keadaan stres dan cemas
Mekanisme dalam pengunyahan secara normal dan yang mengalami kelainan sendi temporomandibula
pada pasien yang mengunyah satu sisi berbeda. Terlihat perbedaan aktivitas otot-otot pengunyahan pada yang
normal dan yang abnormal. Pada dasarnya dapat dilihat dari 3 fase,yaitu fase membuka saat gigi meninggalkan
kontak dengan lawannya dan mandibula turun, kedua fase menutup, saat mandibula bergerak kembali ke atas
sampai terjadinya kontak pertama antara gigi – geligi bawah dan gigi – geligi atas, dan fase ketiga fase oklusi
,yaitu saat mandibula kembali ke posisi interkupasi maksimal dengan dipandu oleh bergesernya kontak gigi-
geligi bawah dan gigi – geligi atas.
Pada keadaan normal pergerakan sendi yaitu gerakan rotasi terjadi pada kondilus dengan permukaan
bawah discus à disebut struktur kondilus disckomplek (sendi bawah). Gerakan menggelincir terjadi pada
sendi bagian atas antara kondilus disckomplek dengan fosa glenoidalis.
Pada kasus mengunyah dengan satu sisi pada fase membuka mulut terjadi rotasi dimana discus
bergerak sedikit ke posterior, kondilus ke anterior m.pterygoideuslateral inferior dan m.pterygoideuslateral
superior berkontraksi. Dan terjadi translasi dimana discus beserta kondilus bergerak ke anterior mengikuti
guiding line sampai eminentia artikular. Semua ototnya dalam keadaan kontraksi. Pada fase menutup mulut
discus artikularis bergerak ke anterior dan kondilus ke posterior untuk mempertahankan kedudukan kondilus
agar tetap berada pada zona intermediet, maka m.pterygoideus lateral superior kontraksi dan m.pterygoideus
lateral inferior relaksasi.
MEKANISME MENELAN
Menurut Ganong (2008), menelan merupakan respon refleks yang dicetuskan oleh impuls aferen nervus
trigeminus, glosofaringeus, dan vagus. Menelan diawali dengan kerja volunter, yaitu mengumpulkan isi mulut
di lidah dan mendorongnya ke faring. Refleks dari rangsangan ini yaitu inhibisi pernapasan dan penutupan
glotis, serta rangkaian kontraksi involunter otot faring yang mendorong makanan ke esofagus. Makanan
menuruni esofagus dengan kecepatan 4cm/detik dan dapat lebih cepat jika dalam posisi tegak (akibat gaya
tarik bumi). Guyton dan Hall (2008) menjelaskan proses menelan terdiri dari:
1. Tahap volunter (mencetuskan proses menelan). Terjadi bila makanan sudah siap untuk ditelan.
2. Tahap faringeal. Bersifat involunter dan membantu jalannya makanan melalui faring ke dalam
esofagus. Pada tahap ini palatum mole tertarik ke atas, menutupi nares posterior untuk mencegah
refluks makanan ke rongga hidung. Menurut Sherwood (2001), pada tahap ini makanan diarahkan
menuju esofagus dan dicegah memasuki saluran yang lain dengan cara :
a. Lidah menekan palatum durum (mencegah bolus kembali ke mulut)
b. Uvula terangkat dan menutupi saluran hidung
c. Elevasi laring dan penutupan erat pita suara mencegah makanan masuk ke trakea. Saat proses
menelan, saluran pernapasan tertutup sementara (tidak lebih dari 6 detik)
d. Otot-otot faring berkontraksi untuk mendorong bolus ke dalam esofagus
3. Tahap esofageal. Fase involunter yang befungsi menyalurkan makanan secara cepat dari faring ke
lambung. Normalnya esofagus melakukan dua gerakan peristaltik, yaitu peristaltik primer dan
peristaltik sekunder.
a. Peristaltik primer, merupakan kelanjutan dari gelombang peristaltik yang dimulai dari faring yang
menyebar ke esofagus. Makanan berjalan ke lambung dalam waktu 8-10 detik, dan akan lebih
cepat dalam keadaan tegak (5-8 detik) karena efek gaya grafitasi bumi.
b. Peristaltik sekunder, terjadi jika gelombang peristaltik primer gagal mendorong semua makanan
dari esofagus ke lambung. Menurut Sherwood (2001), gelombang ini tidak melibatkan pusat
menelan dan orang yang bersangkutan tidak menyadari keberadaannya. Secara refleks, peregangan
esofagus meningkatkan sekresi saliva. Bolus yang terperangkap dilepas dan digerakkan ke depan
melalui gerakan peristaltik sekunder yang lebih kuat dan lubrikasi saliva tambahan. Guyton dan
Hall (2008) menambahkan bahwa alur saraf gelombang ini dimulai dari saraf intrinsik dalam
sistem saraf mienterikus dan sebagian oleh refleks-refleks pada faring. Kemudian dihantarkan ke
medula melalui serabut-serabut aferen vagus dan kembali ke esofagus melalui serabut-serabut saraf
eferen glosofaringeal dan vagus.
PERGERAKAN PENGUNYAHAN
Seluruh otot rahang bekerja bersamaan menutup mulut dengan kekuatan di gigi incidor sebesar 55 pounds
dan gigi molar sebesar 200 pounds. Gigi dirancang untuk mengunyah, gigi anterior (incisors) berperan untuk
memotong dan gigi posterior ( molar) berperan untuk menggiling makanan.
Sebagian besar otot mastikasi diinervasi oleh cabang nervus cranial ke lima dan proses pengunyahan
dikontrol saraf di batang otak. Stimulasi dari area spesifik retikular di batang otak pusat rasa akan
menyebabkan pergerakan pengunyahan secara ritmik, juga stimulasi area di hipotalamus, amyglada dan di
korteks cerebral dekat dengan area dengan area sensori untuk pengecapan dan penciuman dapat menyebabkan
pengunyahan.
Pergerakan
Selama pengunyahan rahang akan bergerak berirama, membuka dan menutup. Tingkat dan pola
pergerakan rahang dan aktivitas otot rahang telah diteliti pada hewan dan juga manusia. Pola pergerakan
rahang pada beberapa hewan berbeda tergantung jenisnya. Pengulangan pergerakan pengunyahan berisikan
jumlah kunyahan dan penelanan. Selama mastikasi karakteristik pengunyahan seseorang sangat bergantung
pada tingkatan penghancuran makanan. Urutan kunyah dapat dibagi menjadi tiga periode. Pada tahap awal,
makanan ditransportasikan ke bagian posterior gigi dimana ini merupakan penghancuran dalam periode
reduksi. Selanjutnya bolus akan dibentuk selama final periode yaitu sebelum penelanan. Pergerakan rahang
pada ketiga periode ini dapat berbeda tergantung pada bentuk makanan dan spesiesnya. Selama periode
reduksi terdapat fase opening, fast-opening dan slow-opening. Pada periode sebelum penelanan terdapat tiga
fase selama rahang membuka dan dua fase selama rahang menutup.
Selama penelanan lidah memainkan peran yang penting di dalam mengontrol pergerakan makanan dan
pembentukan menjadi bolus. Untuk makanan yang dihancurkan, diposisikan oleh lidah pada konjugasi dengan
otot buccinators pada pipi diantara oklusal permukaan gigi. Makanan yang padat dan cair ditransportasikan di
dalam rongga mulut oleh lidah. Selama fase slow-opening pada pengunyahan, lidah bergerak ke depan dan
memperluas permukaan makanan. Tulang hyoid dan badan lidah kembali tertarik selama fase fast-opening
dan fase-closing, membuat gelombang yang dapat memindahkan makanan ke bagian posterior pada rongga
mulut. Ketika makanan sudah mencapai bagian posterior rongga mulut, akan berpindah ke belakang di bawah
soft palate oleh aksi menekan dari lidah. Lidah amat penting dalam pengumpulan dan penyortiran makanan
yang bias ditelan, sementara mengembalikan lagi makanan yang masih dalam potongan besar ke bagian
oklusal untuk pereduksian lebih lanjut. Sedikit yang mengetahui mengenai mekanisme mendasar mengenai
pengontrolan lidah selama terjadinya aktivitas ini.
Pergerakan rahang merupakan pergerakan yang unik dan kompleks. Pergerakan mandibula dicetuskan
oleh beberapa reseptor sensori yang disampaikan ke sistem saraf pusat melalui serabut saraf afferen. Aktifitas
sistem syaraf ini akan menyebabkan kontraksi dan relaksasi dari otot-otot pengunyahan. Koordinasi dan
ritmisitas dari pengunyahan berkaitan dengan aktivasi dua refleks batang otak yaitu gerakan menutup dan
membuka mandibula. Refleks pembukaan rahang diaktifkan oleh stimulasi mekanis yaitu tekanan pada
ligamen periodontal dan mekanoreseptor mukosa yang menyebabkan5,10. Eksitasi pada otot pembuka rahang
akan menghambat kontraksi dari otot–otot penutup rahang.
Persyarafan yang mengatur pergerakan rahang adalah N. Trigeminus (V), merupakan N. Cranialis
terbesar dan hubungan perifernya mirip dengan N. Spinalis, yaitu keluar berupa radiks motorial dan sensorial
yang terpisah dan radix sensorial mempunyai ganglion yang besar. Serabut sensoriknya berhubungan dengan
ujung saraf yang berfungsi sebagai sensasi umum pada wajah, bagian depan kepala, mata, cavum nasi, sinus
paranasal, sebagian telinga luar dan membrane tymphani, membran mukosa cavum oris termasuk bagian
anterior lingua, gigi geligi dan struktur pendukungnya serta dura meter dari fosa cranii anterior. Saraf ini juga
mengandung serabut sensorik yang berasal dari ujung propioseptik pada otot rahang dan kapsula serta bagian
posterior discus articulation temporomandibularis. Radiks motoria mempersarafi otot pengunyahan, otot
palatum molle ( M. Tensor veli palatine ), otot telinga tengah.
Sekalipun dengan gigi palsu berkualitas baik, penderita edentulisme tetap mengalami kesulitan dalam
mengunyah makanan yang bertekstur keras atau kenyal. Prevalensi edentulisme di Kanada mencapai 17%
pada tahun 1990, dan di Amerika Serikat sekarang prevalensinya mencapai 9,7% pada kelompok usia 18 tahun
ke atas. Prevalensi keadaan ini meningkat secara dramatis mengikuti pertambahan usia, dan 33,1% bangsa
Amerika yang berusia 65 tahun ke atas menderita edentulisme; prevalensi pada kelompok usia inilah yang
paling banyak terserang, dan kelompok usia ini paling banyak menampakkan akibat fisik yang ditimbulkan
oleh keadaan tersebut.
Lebih lanjut, kelompok lansia akan menjadi bagian terbesar dari jumlah total populasi dikarenakan terus
berkembangnya generasi baby boomer dimana angka kelahiran lebih tinggi daripada angka kematian bayi
pada tahun tersebut. Sebagai contoh, pada tahun 1998 Thompson dan Kreisel meramalkan peningkatan
populasi tua di Kanada sebesar 36,5% hingga pada tahun 2015. Meskipun peningkatan mutu layanan
kesehatan beserta peningkatan dalam hal frekuensi pemanfaatannya belakangan ini telah dapat menurunkan
laju pertambahan jumlah edentulisme, bertambahnya jumlah populasi lansia diperkirakan akan dapat
meningkatkan kebutuhan akan beragam bentuk layanan kesehatan mulut.
3. Faktor Psikologis
Selain karena faktor fisik, masalah gangguan fungsi mastikasi juga disebabkan karena proses
perkembangan selera dan kemampuan makan yang berkembang sejalan dengan perkembangan organ-organ
fisik termasuk sistem pencernaan. Disinilah sering timbul masalah sulit makan yang kerap kali dibarengi
dengan gangguan psikologis.
Gangguan psikologis dapat timbul karena kompleksitas masalah kehidupan yang dihadapi dan kerap
kali terus dipikirkan sehingga mempengaruhi selera makan dan kegiatan mengunyah pada saat makan. Pada
umumnya seseorang dengan gangguan psikologis, makanan yang mereka telan kurang sempurna
pengunyahannya, sehingga sistem pencernaanlah yang akan memperbaiki pengunyahan makanan yang tidak
lengkap dalam mulut.