Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-
Nyasehingga kami dapat menyelesaikan tugas laporan ini, tentang infeksi Herpes
Simplek Virus (HSV) terhadap jaringan lunak rongga mulut Laporan ini
disusun untuk memenuhi hasil diskusi tutorial kelompok I pada skenario ketiga.
Penulisan laporan ini semuanya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh
karena itu penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada :
1. drg. Dwi Warna Aju Fatmawati, M.Kes., selaku tutor yang telah membimbing
jalannya diskusi tutorial kelompok I Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Jember dan yang telah memberi masukan yang membantu, bagi
pengembangan ilmu yang telah didapatkan.
2. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini.
Dalam penyusunan laporan ini tidak lepas dari kekurangan dan
kesalahan.Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan demi perbaikan–perbaikan di masa mendatang demi kesempurnaan
laporan ini. Semoga laporan ini dapat berguna bagi kita semua.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..............................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
BAB IV KESIMPULAN.....................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................40
BAB I
PENDAHULUAN
STEP 1
STEP 2
HSV
Klasifikasi
HSV I HSV II
Faktor
predisposisi Tanda
Pencegahan
Patogenesis
dan gejala
STEP 5 (Learning objective)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Onset akut terjadi dari 2 puncak yaitu umur 6 bulan dan 5 tahun pada
anak-anak biasanya asimtomatik. Puncak yang kedua pada awal umur 20 tahun
durasi 10-14 hari. 1-3 hari masa prodomal yang dapat berupa demam, kehilangan
selera makan, myalgia, malaise, nause, dan sakit kepala. Setelah masa prodomal
terjadi eritema dan vesikel ataupun ulser yang muncul pada mukosa keratin seperti
palatum durum, attached gingival, dorsum lidah. Muncl juga pada mukosa non
keratin seperti mukosa bukal dan mukosa labial, lidah bagian ventral, dan palatum
molle (Greenberg, 2008).
Manifestasi yang paling sering dikenali dari infeksi primer tipe 1 adalah
gingivostomatitis akut yang diikuti oleh malaise, nyeri kepala, demam, dan
pembesaran nodul servikal. Vesikel yang nantinya akan menjadi ulser, dapat
terlihat menyebar pada bibir dan membran mukosa (Hunter, 2002). Manifestasi
klinis terlihat setelah pemaparan setelah 2-12 hari, rata-rata 4 hari. Vesikel atau
papula (baik yang menimbun nyeri atau yang tidak nyeri) yang menjadi vesikel
nampak dengan dasar kemerahan(Trying, 2002).
Lesi yang pertama muncul adalah vesikel yang dapat melibatkan mukosa
oral, namun palatu durum dan dorsal lidah merupakan lokasi yang paling sering
terkena. Vesikel berbentuk kubah dan biasanya berdiameter 2-3 mm. Margin
gingiva biasanya bengkak dan kemerahan, ada nodus limfatikus regional
membesar dan terasa lunak. Lesi oral biasanya ada selama satu minggu sampai
sepuluh hari, namun malaise bertahan lama sampai beberapa minggu (Cawson,
2002).
HSV ditularkan melalui kontak dari orang yang peka lewat virus yang
dikeluarkan oleh seseorang. Untuk menimbulkan infeksi, virus harus menembus
permukaan mukosa atau kulit yang terluka (kulit yang tidak terluka bersifat
resisten).
Penyebaran HSV sulit dicegah. Hal ini sebagian karena banyak orang
dengan HSV tidak tahu dirinya terinfeksi dan dapat menularkannya. Orang yang
tahu dirinya terinfeksi HSV pun mungkin tidak mengetahui mereka dapat
menularkan infeksi walaupun mereka tidak mempunyai luka herpes yang terbuka.
Para peneliti sekarang mencari vaksin untuk mencegah HSV. Satu calon
vaksin menujukkan hasil yang baik terhadap HSV-2 pada perempuan, tetapi tidak
pada laki-laki. Belum ada vaksin yang disetujui untuk mencegah infeksi HSV,
tetapi penelitian terhadap vaksin untuk HSV berlanjut terus.
BAB III
PEMBAHASAN
Herpes Simpleks merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Virus Herpes
Simpleks (virus herpes hominis) yang menyerang jaringan mukokutan pada daerah
orofasial. Virus herper simpleks tergolong virus DNA yang pathogen.
Perlu diketahui pula bahwa setelah terjadi fusi antara membran virus dan
membran host ketika nukleokapsid berinfiltrasi kedalam sitoplasma dan kemudia
menuju ke inti sel host, beberapa protein dari lapisan tegumen yakni protein α ikut
mendapingi pergerakannya hingga ke inti sel host. Protein α berfungsi dalam
membantu fase awal terjadinya transkripsi antara DNA virus dan DNA sel host.
Dan juga berfungsi menghasilkan protein β. Fungsi protein β ini adalah untuk
mantu regulasi replikasi DNA. Sedangkan protein γ memiliki peran sebagai
protein akhir yang membantu pembentukkan komponen strutur virus.
Selain itu, tanda dan gejala yang mengawali HSV-1 adalah sebagai berikut
:
- Pada mulanya gingiva menjadi merah dan bengkak, mulut perih, dan
dalam beberapa hari vesikula tampak, yang berlanjut menjadi ulkus.
- Lesi ini dapat ditemukan diseluruh permukaan mukosa mulut, tetapi paling
sering di daerah anterior rongga mulut
- Terjadi deman dan limfadenopati
- Lesi sembuh secara spontan dalam 1- 2 minggu
- Masa inkubasi umumnya 4 hingga 5 hari kemudian gejala diawali dengan
demam.
- Pasien dapat merasa rasa sakit, panas dan perih atau gatal terutama pada
saat makan dan minum.
gatal
luka terbuka
panas dingin
sakit kepala
pegal
Gejala herpes simpleks selain dapat dilihat secara klinis, juga mampu
dididentifikasi berdasarkan gambaran histopatologi darinya. Penggunaan
identifikasi mikroskopis terhadap jaringan yang terinfeksi mampu memperkuat
dalam penegakkan diagnosa. Berikut gambaran histologi dari HSV:
Secara periodik, virus HSV akan kembali aktif dan mulai berkembangbiak,
seringkali menyebabkan erupsi kulit berupa lepuhan pada lokasi yang sama
dengan infeksi sebelumnya. Virus juga bisa ditemukan di dalam kulit tanpa
menyebabkan lepuhan yang nyata, dalam keadaan ini virus merupakan sumber
infeksi bagi orang lain.
Timbulnya erupsi bisa dipicu oleh:
2. Demam
Akibat faktor ini pula penyebaran infeksi HSV dapat menjadi sangat
kompleks. Tidak hanya akan menyebar pada area di sekitar jaringan bahkan
mampu menyebar ke organ yang lebih kompleks yakni mata, hidung, pipi, dan
sebagainya. Persebaran ini tergantung dari Transmisi HSV kepada individu yang
belum pernah terinfeksi sebelumnya dan terjadi ketika virus mengalami
multiplikasi di dalam tubuh host (viral shedding). Lama waktu viral shedding
pada tiap episode serangan HSV berbeda-beda. Pada infeksi primer dimana dalam
tubuh host belum terdapat antibodi terhadap HSV, maka viral shedding cenderung
lebih lama yaitu sekitar 12 hari dengan puncaknya ketika muncul gejala
prodormal (demam,lemah, penurunan nafsu makan, dan nyeri sendi) dan pada saat
separuh serangan awal infeksi primer, walaupun > 75 % penderita dengan infeksi
primer tersebut tanpa gejala. Viral shedding pada episode I non primer lebih
singkat yaitu sekitar 7 hari dan karena pada tahap ini telah terbentuk antibodi
terhadap HSV maka gejala yang ditimbulkan lebih ringan dan kadang hanya
berupa demam maupun gejala sistemik singkat. Pada tahap infeksi rekuren yang
biasa terjadi dalam waktu 3 bulan setelah infeksi primer, viral shedding
berlangsung selama 4 hari dengan puncaknya pada saat timbul gejala prodormal
dan pada tahap awal serangan. Viral shedding pada tahap asimptomatik
berlangsung episodik dan singkat yaitu sekitar 24-48 jam dan sekitar 1-2 % wanita
hamil dengan riwayat HSV rekuren akan mengalami periode ini selama proses
persalinan.
Seorang individu dapat terkena infeksi HSV karena adanya transmisi dari
seorang individu yang seropositif, dimana transmisi tersebut dapat berlangsung
secara horisontal dan vertikal. Perbedaan dari ke-dua metode transmisi tersebut
adalah sebagai berikut :
1.Horisontal
Transmisi HSV secara vertikal terjadi pada neonatus baik itu pada periode
antenatal, intrapartum dan postnatal. Periode antenatal bertanggung jawab
terhadap 5 % dari kasus HSV pada neonatal. Transmisi ini terutama terjadi pada
saat ibu mengalami infeksi primer dan virus berada dalam fase viremia (virus
berada dalam darah) sehingga secara hematogen virus tersebut dalam masuk ke
dalam plasenta mengikuti sirkulasi uteroplasenter akhirnya menginfeksi fetus.
Periode infeksi primer ibu juga berpengaruh terhadap prognosis si bayi, apabila
infeksi terjadi pada trimester I biasanya akan terjadi abortus dan pada trimester II
akan terjadi kelahiran prematur. Bayi dengan infeksi HSV antenatal mempunyai
angka mortalitas ± 60 % dan separuh dari yang hidup tersebut akan mengalami
gangguan syaraf pusat dan mata. Infeksi primer yang terjadi pada masa-masa
akhir kehamilan akan memberikan prognosis yang lebih buruk karena tubuh ibu
belum sempat membentuk antibodi (terbentuk 3-4 minggu setelah virus masuk
tubuh host) untuk selanjutnya disalurkan kepada fetus sebagai suatu antibodi
neutralisasi transplasental dan hal ini akan mengakibatkan 30-57% bayi yang
dilahirkan terinfeksi HSV dengan berbagai komplikasinya (mikrosefali,
hidrosefalus, calsifikasi intracranial, chorioretinitis dan ensefalitis). Sembilan
puluh persen infeksi HSV neonatal terjadi saat intrapartum yaitu ketika bayi
melalui jalan lahir dan berkontak dengan lesi maupun cairan genital ibu. Ibu
dengan infeksi primer mampu menularkan HSV pada neonatus 50 %, episode I
non primer 35% , infeksi rekuren dan asimptomatik 0-4%.
BAB IV
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Tamba, Asprin. 2006. Kerentanan dan Gambaran Darah Ikan Mas (Cyprinus
carpio L) yang Terinfeksi Koi Herpes virus (KHV).:Bogor Agricultural University
Wilson, Walter R. And Merle A. Sande. 2001. Current Diagnosis & Treatment in
Infectious Diseases. The McGraw-Hill Companies, United States of America.