Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO 3 BLOK DENTOMAKSILOFASIAL 1


GENAP 2012-2013
Oleh :
Ketua : Ilvana Ardi W (Nim:121610101099)
Sekertaris : Niken W (Nim:121610101105)
Medina Nanda U (Nim:121610101007)
Anggota : Inetia Fluidayanti (Nim:121610101001)
Trianike Nor Aini (Nim:121610101002)
Gladiola Nadisha (Nim:121610101005)
Yuni Aisyah P. (Nim:121610101006)
Fikhih Kartika M.. (Nim:121610101008)
Nazala Zetta Z. (Nim:121610101011)
Hayyu Safira K. (Nim:121610101013)
Gita Putri K. (Nim:121610101014)
Zulfa Fithri (Nim:121610101097)
Yusron Haries (Nim:121610101010)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS JEMBER
2013
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-
Nyasehingga kami dapat menyelesaikan tugas laporan ini, tentang infeksi Herpes
Simplek Virus (HSV) terhadap jaringan lunak rongga mulut Laporan ini
disusun untuk memenuhi hasil diskusi tutorial kelompok I pada skenario ketiga.
Penulisan laporan ini semuanya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh
karena itu penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada :
1. drg. Dwi Warna Aju Fatmawati, M.Kes., selaku tutor yang telah membimbing
jalannya diskusi tutorial kelompok I Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Jember dan yang telah memberi masukan yang membantu, bagi
pengembangan ilmu yang telah didapatkan.
2. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini.
Dalam penyusunan laporan ini tidak lepas dari kekurangan dan
kesalahan.Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan demi perbaikan–perbaikan di masa mendatang demi kesempurnaan
laporan ini. Semoga laporan ini dapat berguna bagi kita semua.

Jember, Juni 2013

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................................i

KATA PENGANTAR...........................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................3

BAB III PEMBAHASAN....................................................................................9

BAB IV KESIMPULAN.....................................................................................39

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................40
BAB I

PENDAHULUAN

STEP 1

1. Prodomal : gejala awal yang menunjukkan adanya suatu


penyakit
2. Myalgia : nyeri pada otot
3. Subfebris : suatu keadaan demam yang temperaturnya sama
dengan atau diatas 38° C
4. Ulser multiple bulat : luka terbuka dengan hilangnya epitel baik dari
permukaan sampai dasar dikarenakan adanya peradangan.
5. Titer antibodi :pengukuran berapa banyak antibodi
6. Neuralgia : nyeri yang terjadi sepanjang satu atau lebih
jaringan saraf
7. HSV : viris yang menyebabkan herpes, dengan bentuk
silindris dan mempunyai serum yang mudah larut sehingga terlihat 2X
lebih besar.

STEP 2

1. STEP 3 Klasifikasi infeksi jaringan rongga mulut yang disebabkan virus


HSV
2. Bagaimana Patogenesis HSV?
3. Apa tanda dan gejala herpes simplex?
4. Apa saja faktor predisposisi herpes simlex?
5. Bagaimana pencegahan infeksi HSV?

STEP 4 (Main mapping)

HSV

Klasifikasi

HSV I HSV II

Faktor
predisposisi Tanda
Pencegahan
Patogenesis
dan gejala
STEP 5 (Learning objective)

1. Mahasiswa mengetahui, memahami dan mampu menjelaskan klasifikasi


infeksi jaringan rongga mulut yang disebabkan virus HSV
2. Mahasiswa mengetahui, memahami dan mampu menjelaskan bagaimana
Patogenesis HSV
3. Mahasiswa mengetahui, memahami dan mampu menjelaskan apa tanda
dan gejala herpes simplex
4. Mahasiswa mengetahui, memahami dan mampu menjelaskan apa saja
faktor predisposisi herpes simlex
5. Mahasiswa mengetahui, memahami dan mampu menjelaskan bagaimana
pencegahan infeksi HSV.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Herpes simplex (HSV I) tipe-1 merupakan virus yang paling umum


menghasilkan infeksi dalam rongga mulut. Virus ini menyebabkan infeksi
herpatik nongenital (Amdt, 2007).
Menurut hunter (2002) infeksi ini kebanyakan terjadi pada anak-anak. Dan
setelah infeksi primer pada 20-30% pasien, virus teraktivasi menjadi laten
(Cawson, 2002).

HSV memiliki hidup yang pendek, pada permukaan eksternal. Infeksi


HSV terjadi jika ada kontak dengan individual yang memiliki virus ini melalui
sekresi atau kulit. Setelah berkontak, virus ini merusak integritas mukosa host dan
berpenetrasi ke sel epitel host dan bereplikasi. Virus yang baru hasil darireplikasi
virus berkontak langsung dengan serabut akhir sensorik dan alirkan ke ganglion
yang berhubungan (ajar dkk, 2002). Epitel yang diserang pada fase awal biasanya
adalah sel yang tidak berkeratin pada mukosa oral untuk membentuk ulser
intraepitel. Setelah infeksi primer, virus akan laten di neuron dan jaringan
orofacial lain (jordan, 2004).

Onset akut terjadi dari 2 puncak yaitu umur 6 bulan dan 5 tahun pada
anak-anak biasanya asimtomatik. Puncak yang kedua pada awal umur 20 tahun
durasi 10-14 hari. 1-3 hari masa prodomal yang dapat berupa demam, kehilangan
selera makan, myalgia, malaise, nause, dan sakit kepala. Setelah masa prodomal
terjadi eritema dan vesikel ataupun ulser yang muncul pada mukosa keratin seperti
palatum durum, attached gingival, dorsum lidah. Muncl juga pada mukosa non
keratin seperti mukosa bukal dan mukosa labial, lidah bagian ventral, dan palatum
molle (Greenberg, 2008).

Manifestasi yang paling sering dikenali dari infeksi primer tipe 1 adalah
gingivostomatitis akut yang diikuti oleh malaise, nyeri kepala, demam, dan
pembesaran nodul servikal. Vesikel yang nantinya akan menjadi ulser, dapat
terlihat menyebar pada bibir dan membran mukosa (Hunter, 2002). Manifestasi
klinis terlihat setelah pemaparan setelah 2-12 hari, rata-rata 4 hari. Vesikel atau
papula (baik yang menimbun nyeri atau yang tidak nyeri) yang menjadi vesikel
nampak dengan dasar kemerahan(Trying, 2002).

Lesi yang pertama muncul adalah vesikel yang dapat melibatkan mukosa
oral, namun palatu durum dan dorsal lidah merupakan lokasi yang paling sering
terkena. Vesikel berbentuk kubah dan biasanya berdiameter 2-3 mm. Margin
gingiva biasanya bengkak dan kemerahan, ada nodus limfatikus regional
membesar dan terasa lunak. Lesi oral biasanya ada selama satu minggu sampai
sepuluh hari, namun malaise bertahan lama sampai beberapa minggu (Cawson,
2002).

Herpes Simpleks virus secara patogenesis menghasilkan infeksi akut dan


laten (Wilson, 2010).

1. Infeksi Akut: Pada infeksi akut, perubahan patologisnya yaitu


pekembangan atau pertumbuhan dari multinukleat giant cell,
penggelembungan penurunan sel epitel, fokal nekrosis, eosinofil
intranuklear masuk dalam tubuh dan respon peradangan khusus oleh
sebuah polimolekuler neutrofil menembus dan infiltrasi sel subsekuen
mononuklear. Virus tersebut dapat menyebar memlaui intra ataupun
interneuronal atau melewati sel pendukung jaringan pada axon atau nerve.
Hasilnya, pada infeksi laten disensor dan syaraf autonom ganglion.
Penyebaran virus dapat terjadi melalui dari sel ke sel dan dapat sampai
saat itu tidak dipengaruhi oleh sirkulasi imun globulin.

2. Infeksi Laten : Pada manusia infeksi laten oleh HSV-1 telah


ditunjukkan dengan teknik co-kultivasi di trigeminal, superior sevik dan
pada syaraf fagal ganglia dan kadang-kadang pada dorsal sensori akar
ganglion (S 2-3). Infeksi laten HSV-2 ditunjukkan pada skral ganglia (S2-
3). Infeksi laten pada jaringan neural oleh HSV tidak menimbulkan
kematian sel akan tetapi mekanisme latensi genom virus merupakan
maksud dari penyempunaan. HSV genom bertahan dalam bentuk siklus
pada infeksi laten sel neuronal. Transkripsi hanya dari bagian kecil dari
genom virus yang gagal dan tidak mampu muncul untuk disatukan dengan
jumlah yang dapat dideteksi dini, contohnya pol atau TK atau polipeptida
yang baru. Obat antivirus yang langsung menyerang DNA polimerase
virus yang tersedia saat ini tidak mampu memberantas virus dalam fase
laten.

Reaktifasi virus dari infeksi laten sel ganglion kemudian mengeluarkan


virion infeksius dengan banyaknya infeksi yang kambuh pada genital dan oral
labial. Mekanisme reaktifasi tidak diketahui. Faktor yang mempercepat reaktifasi
herpes simpleks misalnya demam, trauma (misalnya inkubasi oral dan paparan
ultra violet ).

HSV ditularkan melalui kontak dari orang yang peka lewat virus yang
dikeluarkan oleh seseorang. Untuk menimbulkan infeksi, virus harus menembus
permukaan mukosa atau kulit yang terluka (kulit yang tidak terluka bersifat
resisten).

Penyebaran HSV sulit dicegah. Hal ini sebagian karena banyak orang
dengan HSV tidak tahu dirinya terinfeksi dan dapat menularkannya. Orang yang
tahu dirinya terinfeksi HSV pun mungkin tidak mengetahui mereka dapat
menularkan infeksi walaupun mereka tidak mempunyai luka herpes yang terbuka.

Para peneliti sekarang mencari vaksin untuk mencegah HSV. Satu calon
vaksin menujukkan hasil yang baik terhadap HSV-2 pada perempuan, tetapi tidak
pada laki-laki. Belum ada vaksin yang disetujui untuk mencegah infeksi HSV,
tetapi penelitian terhadap vaksin untuk HSV berlanjut terus.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Klasifikasi Herpes Simplek Virus (HSV) dan infeksi


Virus penyebab infeksi diklasifikasikan menurut asam nukleat yang dikandungnya adalah
:

a. Virus yang mengandung asam nukleat RNA


1. Myxovirus, terdiri dari virus penyebab influenza, Mumps
2. Arbovirus, terdiri dari virus penyebab penyakit demam kuning dan penyakit
enchepalitis.
3. Picornavirus, terdiri dari enterovirus (poliomyelitis, Coxsakievirus dan
rhinovirus)
4. Virus rubella

b. Virus yang mengandung asam nukleat DNA


1. Virus herpes terdiri dari herpes simpleks, chickenpox/zoster.
2. Cytomegalovirus
3. Pox virus, terdiri dari smallpox dan vaccine
4. Virus Epstein-Barr
5. Adenovirus
6. Virus AIDS

Herpes Simpleks merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Virus Herpes
Simpleks (virus herpes hominis) yang menyerang jaringan mukokutan pada daerah
orofasial. Virus herper simpleks tergolong virus DNA yang pathogen.

Virus herpes simpleks/HSV dibagi menjadi 2 subklas, yaitu :

1. Virus herpes simpleks tipe 1 atau HSV-1.


Virus ini menyerang daerah sekitar rongga mulut, mata, kulit bagian atas,
susunan saraf pusat, dan sifatnya rekuren. HSV-1 ditransmisikan melalui sekresi
oral, virus menyebar melalui doplet pernafasan atau melalui kontak langsung
dengan air liur atau saliva.

2. Virus herpes simpleks tipe 2 atau HSV-2.


Virus ini menyerang daerah genetalia, antara lain servika uteri, vagina, vulva, dan
penis. Herpes genital ini ditularkan melalui hubungan seksual dan menyebabkan
gelembung berisi cairan yang terasa nyeri pada membrane mukosa alat kelamin.
Pada infeksi herpes simpleks tipe 1/HSV-1 dikenal ada dua jenis cara penularannya,
yaitu :

a. Herpes primer/Stomatitis herpetic primer/Gingivostomatitis herpetic akut


Umumnya menyerang mereka yang belum memiliki antibody anti HSV-1
di dalam sirkulasi darah. Herpes primer ini sering timbul pada anak-anak berusia
di bawah lima tahun maupun usia dewasa muda.
Gejala herpes primer pada stadium prodormal ditandai dengan demam,
sakit kepala, lemah, kurang nafsu makan, nyeri menelan, dan limfedenopati
regional pada daerah submandibula. Mukosa mulut meradang dan gusi
membengkak berdarah. Dalam waktu 24-48 jam, terdapat rasa nyeri di mulut dan
peradangan yang hebat di gusi, bibir, mukosa pipi, palatum, farings, dan tonsil,
berupa vesikula dan cairan kekuningan.
Pada tahap ini lesi sangat menular. Bila vesikel pecah, dapat
meninggalkan bekas berupa ulkus yang dangkal, nyeri, dan kemerahan. Ulkus
tersebut akan sembuh dalam waktu 7-10 hari tanpa meninggalkan bekas jaringan
parut. Bila lesi telah sembuh maka tidak ada lagi ditemukan virus.

b. Herpes sekunder/Herpes rekuren


Merupakan kekambuhan dari herpes primer, dan menyerang mereka yang
telah memiliki antibody anti HSV-1. Keadaan ini dianggap berasal dari virus
laten yang aktif karena adanya gangguan local atau sistemis. Penularan dapat
terjadi melalui infeksi droplet maupun kontak langsung dengan lesi herpes yang
aktif. Selain pada lesi, virus dapat juga dijumpai pada saliva penderita saat
perjalanan penyakit.
Herpes sekunder umumnya terjadi pada penderita usia dewasa.
Timbulnya infeksi rekuren seringkali berhubungan dengan terjadinya trauma,
kelelahan, masa haid, kehamilan, infeksi saluran nafas bagian atas, gangguan
emosi, alergi, sinar matahari maupun gangguan saluran gastri intestinal.
Lesi herpes sekunder bila menyerang bibir disebut herpes labialis
sekunder. Timbulnya lesi karena trauma local, kontak terhadap sinar matahari
atau gangguan sistemis yang parah, terutama demam.

3.2 Patogenesis Infeksi Herpes Simplek Virus (HSV)


Secara garis besar mekanisme patogenesis dari HSV dapat dilihat pada
skema diatas. Seperti pada skema diatas bahwa aktivitas invasi virus HSV diawali
dengan dilakukannya adhesive antara membran virus dengan membran dari sel
host. Dimana aktivitas adhesive adalah peran interaksi antara glikoprotein yang
dimiliki virus dengan reseptor yang dimiliki oleh membran sel host. Glikoprotein
yang dimiliki virus terdiri dari glikoprotein B(gB), gC,gD,gE,gH,dan gI. Dari
masing-masing glikoprotein terbsebut memiliki fungsi yang spesifik terhadap
terjadinya fusi antara membran sel virus dan membran sel host. Untuk
glikoprotein gB,gC,gD,dan gH berfungsi dalam membentuk ikatan pertama yang
kontak dengan reseptor membran sel host. Kemudian gB berfungsi dalam
meleburkan membran dari sel host sehingga terjadi fusi diantara keduanya. Untuk
gC,gE, dan gI berfungsi sebagai proteksi sistem imun. Fungsi dari gC adalah
membentuk ikatan dengan komplemen khususnya C3 sehingga menghambat
aktivitasnya memberi sinyal kepada antibodi, sedangkan gE,gI berperan dalam
mengelabuhi antibodi dalam mengenali antigen.

Perlu diketahui pula bahwa setelah terjadi fusi antara membran virus dan
membran host ketika nukleokapsid berinfiltrasi kedalam sitoplasma dan kemudia
menuju ke inti sel host, beberapa protein dari lapisan tegumen yakni protein α ikut
mendapingi pergerakannya hingga ke inti sel host. Protein α berfungsi dalam
membantu fase awal terjadinya transkripsi antara DNA virus dan DNA sel host.
Dan juga berfungsi menghasilkan protein β. Fungsi protein β ini adalah untuk
mantu regulasi replikasi DNA. Sedangkan protein γ memiliki peran sebagai
protein akhir yang membantu pembentukkan komponen strutur virus.

Setelah melalui mekanisme yang kompleks tampak di bagan bahwasanya


mekanisme virion ketika keluar dari sel host adalah berjalan menuju ganglion
saraf dan berdormant disana sehingga dsebut virus laten. Atau menuju ke sel
disekitarnya dan kembali melakukan replikasi. Virus laten ini akan terkativasi oleh
faktor-faktor diatas dan akan dikirim balik ke tempat infeksi awal atau justru
menuju central nervous system (CNS) sehingga penjalaran dari virus tersebut
menuju ke seluruh saraf di wajah. Itulah mengapa pada penderita herpes simplex
khususnya HSV 1 yang manifestasi laten dari virusnya pada ganglion trigeminal
gejala yang dirasakan adalah neuralgia (nyeri saraf) dan mylagia(nyeri otot) pada
regio wajah dan biasnya rasa yang dirasakan menybear.

Perlu diketahui pula bahwa pada reseptor host juga mengandung


antiglikoprotein yang berfungsi sebagai mediator aktivasi dari sistem imun dari
host tersebut. Untuk sistem imun yang berperan adalah sistem imun humoral dan
seluler. Meskipun demikian sistem imun humoral sangat rendah aktivitasnya
dalam melawan infeksi virus tersebut. Untuk imunoglobulin yang berperan dalam
protektiv infeksi virus herpes simplek adalah IgG(imunoglobulin G) dan
IgM(imunoglobulin M). Untuk IgM adalah imunoglobulin yang pertama kali
dibentuk ketika ada antigen, sedangkan pada IgG adalah imunoglobulin yang
terbentuk terhadap adanya paparan kedua dari antigen yang sama. IgG ini
merupakan imunoglobulin utama pada sistem tubuh.

3.3 Tanda dan Gejala Infeksi Herpes Simplek Virus (HSV)

1. Tanda dan Gejala HSV-1


Penyakit mulut yang paling penting yang mengenai mukosa mulut adalah
infeksi oleh virus herpes simpleks tipe 1 (HSV-1). Infeksi herpes primer
HSV-1 paling sering terjadi dalam mulut, biasanya pada anak-anak antara
umur 6 bulan dan 6 tahun. Gejala pada saat seseorang menderita herpes
oral, luka atau lepuhan dapat muncul di bibir atau di sekitar mulut. Luka
ini mungkin juga muncul di dalam mulut, tapi ini biasanya hanya terjadi
pada saat pertama kali gejalanya muncul. Gejala dapat berlangsung
beberapa minggu dan pergi. Mereka dapat kembali dalam beberapa
minggu, bulan, atau tahun. Meskipun mengganggu, gejala biasanya tidak
berbahaya pada anak-anak dan orang dewasa. Namun, bisa sangat
berbahaya bagi bayi yang baru lahir.

Selain itu, tanda dan gejala yang mengawali HSV-1 adalah sebagai berikut
:

- Pada mulanya gingiva menjadi merah dan bengkak, mulut perih, dan
dalam beberapa hari vesikula tampak, yang berlanjut menjadi ulkus.
- Lesi ini dapat ditemukan diseluruh permukaan mukosa mulut, tetapi paling
sering di daerah anterior rongga mulut
- Terjadi deman dan limfadenopati
- Lesi sembuh secara spontan dalam 1- 2 minggu
- Masa inkubasi umumnya 4 hingga 5 hari kemudian gejala diawali dengan
demam.
- Pasien dapat merasa rasa sakit, panas dan perih atau gatal terutama pada
saat makan dan minum.

2 Tanda dan Gejala HSV-2


Gejala herpes genital Gejala herpes genital yang paling umum adalah
sekelompok luka blister pada vagina, vulva, leher rahim, penis, pantat, atau anus.
Gejala dapat berlangsung beberapa minggu dan pergi. Mereka mungkin kembali
dalam minggu, bulan, atau tahun. Saat pertama gejala herpes genital muncul
disebut "episode pertama" atau "herpes awal." Herpes awal gejala biasanya lebih
terlihat dibandingkan episode berikutnya. Gejala herpes genital termasuk:
 lecet
 perasaan terbakar jika air seni mengalir di atas luka

 ketidakmampuan untuk buang air kecil jika pembengkakan luka yang


parah memblokir uretra

 gatal

 luka terbuka

 nyeri pada daerah yang terinfeksi

Selama herpes awal, gejala juga dapat mencakup


 pembengkakan kelenjar di daerah panggul, tenggorokan, dan bawah
lengan
 demam

 panas dingin

 sakit kepala

 perasaan lemah (malaise), seperti flu

 pegal

Gejala-gejala herpes awal biasanya muncul 2 sampai 20 hari setelah


terinfeksi. Tapi mungkin perlu beberapa tahun sebelum gejala pertama muncul.
Gejala-gejala herpes awal biasanya hilang sekitar 2 sampai 4 minggu. Tapi
virusnya tetap berada dalam tubuh, yang meletup (flare-up) lagi . Gejala letupan
biasanya sembuh dalam 10 sampai 14 hari. Gejala herpes mungkin lebih
menyakitkan dan lebih lama pada pasien penyakit yang melemahkan sistem
kekebalan tubuh - seperti leukemia dan HIV.
Gejala yang seringkali timbul adalah adanya pembengkakan pada kelenjar
limfa. Tidak semua kelenjar limfa akan membengkak begitu terjadi infeksi,
tergantung daerah mana yang drainase dari kelenjar tersebut. Untuk lokasi
tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini

Apabila terjadi pembengkakan identifikasi dilakukan dengan mempalpasi


daerah tersebut dengan gerakan menekan dan memutar baik secara multilateral
maupun secara unilateral yang dapat dilihat pada gambar di bawah dengan posisi
kepala menunduk pada pemeriksaan kelenjar limfa daerah submandibula atau
dengan posisi menengadahkan kepala bila pemeriksaan dilakukan untuk
mendeteksi perbesaran kelenjar di daerah servikal. Deteksi perbesaran kelenjar
dengan melihat konstitusinya yang teraba lunak, membengkak, kenyal,
asimetri,tidak nyeri ketika dipalpasi dan biasanya diikuti eritema bila infeksi juga
terjadi pada kelenjar tersebut.

Gejala herpes simpleks selain dapat dilihat secara klinis, juga mampu
dididentifikasi berdasarkan gambaran histopatologi darinya. Penggunaan
identifikasi mikroskopis terhadap jaringan yang terinfeksi mampu memperkuat
dalam penegakkan diagnosa. Berikut gambaran histologi dari HSV:

3. Gambaran Histopatologi Infeksi Hsv

Telah dibahas sebelumnya bahwa HSV (Herpes Simplex Virus)


mengakibatkan terjadinya stomatitis herpetik primer dan herpes labialis. Dari
jaringan yang terinfeksi, dapat diperoleh gambaran histopatologis. Melalui tes
Tzank diwarnai dengan pengecatan Giemsa atau Wright akan nampak adanya
bentukan sel raksasa dengan inti yang banyak atau multinuclear giant cell dan
juga inklusi intranulear cowdry tipe A. Badan inklusi cowdry tipe A ini
merupakan badan inklusi yang dibentuk oleh virus herpes untuk berkembang
biang di dalam inti.
Multinuclear giant cell ini terbentuk karena adanya fusi antara sel yang
terinfeksi virus herpes dengan sel normal. Sel hasil fusi tersebut kemudian
mengalami pembelahan nukleus sehingga terdapat banyak nukleus di dalam satu
sel.

3.4 Faktor Predesposisi Infeksi Herpes Simplek Virus (HSV)

Secara periodik, virus HSV akan kembali aktif dan mulai berkembangbiak,
seringkali menyebabkan erupsi kulit berupa lepuhan pada lokasi yang sama
dengan infeksi sebelumnya. Virus juga bisa ditemukan di dalam kulit tanpa
menyebabkan lepuhan yang nyata, dalam keadaan ini virus merupakan sumber
infeksi bagi orang lain.
Timbulnya erupsi bisa dipicu oleh:

1. Pemaparan cahaya matahari

2. Demam

3. Stres fisik atau emosional

4. Penekanan sistem kekebalan

5. Obat-obatan atau makanan tertentu.

Herpes simplex paling mudah ditularkan melalui kontak langsung dengan


luka atau cairan tubuh yang terinfeksi individu. Transmisi juga dapat terjadi
melalui kontak kulit ke kulit selama periode dorman. Sebagian besar orang
dengan HSV tidak mengetahui dirinya terinfeksi dan tidak sadar dapat
menyebarkannya. Di seluruh dunia masalah kurangnya kebersihan dan
kemiskinan diidentifikasi sebagai faktor risiko yang terkait dengan peningkatan
HSV-1.

Infeksi HSV-2 lebih umum pada perempuan. HSV kelamin berpotensi


menyebabkan kematian pada bayi yang terinfeksi. Bila seorang perempuan
mempunyai herpes kelamin aktif waktu melahirkan, sebaiknya melahirkan dengan
bedah sesar. HSV paling mungkin kambuh pada orang dengan sistem kekebalan
tubuh yang lemah. Ini termasuk orang dengan HIV, dan siapa pun berusia di atas
50 tahun. Beberapa ilmuwan juga berpendapat bahwa penyakit lebih mungkin
kambuh pada orang yang sangat lelah atau mengalami banyak stres.

Akibat faktor ini pula penyebaran infeksi HSV dapat menjadi sangat
kompleks. Tidak hanya akan menyebar pada area di sekitar jaringan bahkan
mampu menyebar ke organ yang lebih kompleks yakni mata, hidung, pipi, dan
sebagainya. Persebaran ini tergantung dari Transmisi HSV kepada individu yang
belum pernah terinfeksi sebelumnya dan terjadi ketika virus mengalami
multiplikasi di dalam tubuh host (viral shedding). Lama waktu viral shedding
pada tiap episode serangan HSV berbeda-beda. Pada infeksi primer dimana dalam
tubuh host belum terdapat antibodi terhadap HSV, maka viral shedding cenderung
lebih lama yaitu sekitar 12 hari dengan puncaknya ketika muncul gejala
prodormal (demam,lemah, penurunan nafsu makan, dan nyeri sendi) dan pada saat
separuh serangan awal infeksi primer, walaupun > 75 % penderita dengan infeksi
primer tersebut tanpa gejala. Viral shedding pada episode I non primer lebih
singkat yaitu sekitar 7 hari dan karena pada tahap ini telah terbentuk antibodi
terhadap HSV maka gejala yang ditimbulkan lebih ringan dan kadang hanya
berupa demam maupun gejala sistemik singkat. Pada tahap infeksi rekuren yang
biasa terjadi dalam waktu 3 bulan setelah infeksi primer, viral shedding
berlangsung selama 4 hari dengan puncaknya pada saat timbul gejala prodormal
dan pada tahap awal serangan. Viral shedding pada tahap asimptomatik
berlangsung episodik dan singkat yaitu sekitar 24-48 jam dan sekitar 1-2 % wanita
hamil dengan riwayat HSV rekuren akan mengalami periode ini selama proses
persalinan.

Seorang individu dapat terkena infeksi HSV karena adanya transmisi dari
seorang individu yang seropositif, dimana transmisi tersebut dapat berlangsung
secara horisontal dan vertikal. Perbedaan dari ke-dua metode transmisi tersebut
adalah sebagai berikut :

1.Horisontal

Transmisi secara horisontal terjadi ketika seorang individu yang


seronegatif berkontak dengan individu yang seropositif melalui vesikel yang
berisi virus aktif (81-88%), ulkus atau lesi HSV yang telah mengering (36%) dan
dari sekresi cairan tubuh yang lain seperti saliva, semen, dan cairan genital (3,6-
25%). Adanya kontak bahan-bahan tersebut dengan kulit atau mukosa yang luka
atau pada beberapa kasus kulit atau mukosa tersebut maka virus dapat masuk ke
dalam tubuh host yang baru dan mengadakan multiplikasi pada inti sel yang baru
saja dimasukinya untuk selanjutnya menetap seumur hidup dan sewaktu-waktu
dapat menimbulkan gejala khas yaitu timbulnya vesikel kecil berkelompok
dengan dasar eritem.
2. Vertikal

Transmisi HSV secara vertikal terjadi pada neonatus baik itu pada periode
antenatal, intrapartum dan postnatal. Periode antenatal bertanggung jawab
terhadap 5 % dari kasus HSV pada neonatal. Transmisi ini terutama terjadi pada
saat ibu mengalami infeksi primer dan virus berada dalam fase viremia (virus
berada dalam darah) sehingga secara hematogen virus tersebut dalam masuk ke
dalam plasenta mengikuti sirkulasi uteroplasenter akhirnya menginfeksi fetus.
Periode infeksi primer ibu juga berpengaruh terhadap prognosis si bayi, apabila
infeksi terjadi pada trimester I biasanya akan terjadi abortus dan pada trimester II
akan terjadi kelahiran prematur. Bayi dengan infeksi HSV antenatal mempunyai
angka mortalitas ± 60 % dan separuh dari yang hidup tersebut akan mengalami
gangguan syaraf pusat dan mata. Infeksi primer yang terjadi pada masa-masa
akhir kehamilan akan memberikan prognosis yang lebih buruk karena tubuh ibu
belum sempat membentuk antibodi (terbentuk 3-4 minggu setelah virus masuk
tubuh host) untuk selanjutnya disalurkan kepada fetus sebagai suatu antibodi
neutralisasi transplasental dan hal ini akan mengakibatkan 30-57% bayi yang
dilahirkan terinfeksi HSV dengan berbagai komplikasinya (mikrosefali,
hidrosefalus, calsifikasi intracranial, chorioretinitis dan ensefalitis). Sembilan
puluh persen infeksi HSV neonatal terjadi saat intrapartum yaitu ketika bayi
melalui jalan lahir dan berkontak dengan lesi maupun cairan genital ibu. Ibu
dengan infeksi primer mampu menularkan HSV pada neonatus 50 %, episode I
non primer 35% , infeksi rekuren dan asimptomatik 0-4%.

3.5 Pencegahan Infeksi Herpes Simplek Virus (HSV)

Serupa dengan penyakit infeksi lainnya bahwa alangkahbaiknya


dilakukan pencegahan terlebih dahulu sebelum infeksi suatu penyakit tersebut
mengenai diri kita. Pencegahan secara umum adalah bagaimana masing-masing
individu dan individu yang terjangkit mau bekerjasama dalam mencegah
persebaran infeksi secara dua arah, berikut langkah-langkah pencegahan yang apat
dilakukan:
1. Berikan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat tentang pembersihan
perorangan dan lingkungan bertujuan untuk mengurangi infeksi virus
2. Menggunakan bahasa yang sopan dan di mengerti oleh pasien
3. Mencegah kontaminasi kulit dengan si penderita
4. Petugas kesehatan harus menggunakan sarung tangan pada saat
berhubungan langsung dengan si penderita
5. Di sarankan untuk melakukan operasi cesar, agar janin tidak terinfeksi
oleh virus
6. Menggunakan kondom lateks saat melakukan hubungan seksual, untuk
mengurangi resiko terinfeksi
7. Menghindari kontak langsung dengan luka herpes
8. Tidak memakai alat-alat yang sama dengan si penderita
9. Mencuci barang-barang yang dipakai si penderita dengan cara merebus di
air yang mendidih atau dengan memberikan alcohol atau apsolute dan eter
10. Menjaga kesehatan system imun
11. Menambah nutrisi untuk meningkatkan system imun
12. Menjaga oral hygiene
13. Menghindari seks bebas
14. Melakukan vaksinasi terhadap virus herpes
15. Melakukan pengobatan ketika sistem imun rendah, terutama pada infeksi
virus laten, yang dapat menggunakan aslikovir.

BAB IV
KESIMPULAN

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Herpes Simplex Virus (HSV)


secara garis besar dibagi menjadi dua, yakni HSV-1 yang manifestasinya pada
rongga mulut, dan HSV-2 yang bermanifestasi pada organ genital. Virus herpes
juga mampu menginfeksi secara primer, dan secara laten yang berdormansi pada
ganglion saraf. Mekanisme patogenesis dari virus ini adalah dengan melakukan
kontak dan fusi antara membran host dan membran virus yang kemudian
menginvasi host dan berplikasi pada sel host. Keadaan virologi dari virus herpes
ini juga dipengaruhi oleh sistemik lainnya seperti salah satunya adalah keadaan
malaise dari host atau turunnya sistem imun. Bahkan virus ini mampu melakukan
penyebaran infeksi di jaringan sekitarnya, hal inilah yang mampu memperparah
keadaan. Dalam mengenali infeksi virus berikut yang dibutuhkan adalah
memahami gejala, tanda dan gambaran histopatologi(HPA) daripadanya. Setelah
mengetahui klasifikasi, patogenesis, dan penyebarannya maka perlu kita lakukan
pencegahan manifestasi HSV tersebut mengingatkan perkembangan klinis
daripadanya yang sangat berisiko dan membahayakan.

DAFTAR PUSTAKA

Tamba, Asprin. 2006. Kerentanan dan Gambaran Darah Ikan Mas (Cyprinus
carpio L) yang Terinfeksi Koi Herpes virus (KHV).:Bogor Agricultural University

Abishek, Solanki, Dr. Presentation: Viral Infection of Oral Cavity.

Sudiro, Mirawati. Makalah Virus Penyebab Infeksi Kulit.

Wilson, Walter R. And Merle A. Sande. 2001. Current Diagnosis & Treatment in
Infectious Diseases. The McGraw-Hill Companies, United States of America.

Radji, maksum.2010. Imunologi dan Virologi.Jakarta: Pt.Isfi Penerbitan

Sommers, phair shulman.1975. Dasar Biologis dan Klinis Penyakit


Infeksi.Philadelphia. Gajah Mada University Press
Uliyah,M, Hidayat A. 2008.Praktikum Keterampilan Dasar Praktik Klinik.
Jakarta : Salemba Medika.

Isselbacher,Braunwald,dkk.1999.Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit


Dalam.Vol.1.E/13.Jakarta:EGC.

Luthfia,Fitri,dkk.2011.Lesi vesikoulseratif pada Rongga Mulut: herpes zoster. Fkg


UGM :Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai