Oleh :
Kelompok A1
NIM (181610101001 – 181610101038)
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas laporan ini, tentang Quality of Life : Pengaruh Kesehatan
Mulut Terhadap Kualitas Hidup. Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
dalam blok epidemiologi dan biostatistika.
Penulisan laporan ini semuanya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu
penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada :
1. Prof. Dr. drg. Ristya Widi Endah Yani, M.Kes , selaku dosen pembimbing mata kuliah
dalam blok epidemiologi dan biostatistika yang telah memberikan masukan yang
membantu bagi pengembangan ilmu yang telah didapatkan.
2. Semua pihak yang telah membantu dalam menyusun laporan ini.
Dalam penyusunan laporan ini tidak lepas dari kekurangan dan kesalahan. Oleh karena
itu, kritik saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan-perbaikan di masa
mendatang demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat berguna bagi kita semua.
Tim Penyusun
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
2
7. Bagaimana pengaruh kesehatan gigi dan mulut dalam kualitas hidup?
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
2016) hal tersebut berpengaruh secara kompleks dengan kesehatan fisik, kondisi
psikologis, tingkat kemandirian, hubungan sosial, dan keyakinan. Oleh karena itu WHO
menjabarkan QoL ke dalam empat aspek holistic yaitu kesehatan fisik, kondisi psikologis,
hubungan sosial, dan lingkungan.
Menurut Yanti Afiyanti dalam jurnalnya yang berjudul Analisis Konsep Kualitas
Hidup terdapat empat karakteristik atribut dari konsep kualitas hidup, yaitu:
1) Pernyataan rasa puas seseorang/individu terhadap kehidupannya secara umum
2) Kapasitas mental individu untuk mengevaluasi kehidupannya sendiri sebagai suatu
kepuasan atau sebaliknya
3) Suatu status fisik, mental, sosial, dan kesehatan emosi seseorang yang ditentukan
oleh individu itu sendiri berdasarkan referensinya sendiri
4) Pengkajian/pengukuran objektif dari seseorang bahwa kondisi hidup seseorang
adalah adekuat dan terbebas dari ancaman
Menurut WHOQOL-BREF (dalam rapley, 2003) terdapat empat aspek mengenai
kualitas hidup, yaitu:
1) Kesehatan fisik, diantaranya Aktivitas sehari-hari, ketergantungan pada zat obat
dan alat bantu medis, energi dan kelelahan, mobilitas, rasa sakit dan
ketidaknyamanan, tidur dan istirahat, kapasitas kerja. Kesehatan fisik dapat
mempengaruhi kemampuan individu untuk melakukan aktivitas. Aktivitas yang
dilakukan individu akan memberikan pengalaman-pengalaman baru yang
merupakan modal perkembangan ke tahap selanjutnya.
2) Kesejahteraan psikologi, diantaranya image tubuh dan penampilan, perasaan
negative, perasaan positif, harga diri, spiritualitas/agama/keyakinan pribadi,
berpikir, belajar, memori dan konsentrasi. Aspek psikologis terkait dengan keadaan
mental individu. Keadaan mental mengarah pada mampu atau tidaknya individu
menyesuaikan diri terhadap berbagai tuntutan perkembangan sesuai dengan
kemampuannya, baik tuntutan dari dalam diri maupun dari luar dirinya.
3) Hubungan sosial, diantaranya hubungan pribadi, dukungan sosial, aktivitas seksual.
Aspek hubungan sosial yaitu hubungan antara dua individu atau lebih dimana
tingkah laku individu tersebut akan saling mempengaruhi. Mengingat manusia
adalah mahluk sosial maka dalam hubungan sosial ini, manusia dapat
merealisasikan kehidupan serta dapat berkembang menjadi manusia seutuhnya.
5
4) Hubungan dengan lingkungan, diantaranya sumber keuangan, kebebasan,
keamanan fisik dan keamanan kesehatan dan perawatan sosial : aksesibilitas dan
kualitas, lingkungan rumah tempat untuk melakukan segla aktifitas kehidupan
termasuk didalamnya dalah sarana dan prasarana yang dapat menunjang kehidupan,
peluang untuk memperoleh informasi dan keterampilan baru, partisipasi dalam dan
peluang untuk kegiatan rekreasi / olahraga, lingkungan fisik (polusi/ suara / lalu
lintas / iklim), mengangkut.
6
d. Dimensi Lingkungan
7
d. Keluarga
Individu yang memiliki keluarga cenderung memiliki kualitas hidup yang lebih
tinggi. Terutama ketika keluarga yang dimilki adalah keluarga yang harmonis. Hal ini
dikarenakan keluarga dapat memberikan dukungan, kasih sayang, perlindungan, dan
cinta yang akan meningkatkan kualitas hidup individu.
e. Finansial
Penelitian oleh Hutman, dkk (2006) menunjukkan bahwa kualitas finansial
yang baik akan meningkatkan kualitas hidup seseorang. Seseorang yang
berpenghasilan akan memiliki kualitas hidup yang lebih baik daripada orng yang tidak
bekerja. Hal ini dikarenakan penghasilan seseorang dapat membantunya memenuhi
berbagai kebutuhan sehingga mensejahterakan hidupnya.
8
Instrumen untuk mengukur kualitas hidup dalam bentuk kuesioner dapat dibagi
menjadi 2 kategori:
1. Instrumen umum (generic instrument)
Instrumen umum ialah instrumen yang dipakai untuk mengukur kualitas
hidup secara umum pada penderita dengan penyakit kronik. Instrumen ini digunakan
untuk menilai secara umum mengenai kemampuan fungsional, ketidakmampuan dan
kekuatiran yang timbul akibat penyakit yang diderita. Contoh : World Health
Organization Quality of Life group (WHOQOL), Short Form-36 (SF-36), EuroQOL5
Dimension (EQ-5D).
2. Instrumen khusus (specific instrument)
Instrumen khusus adalah instrumen yang dipakai untuk mengukur sesuatu
yang khusus dari penyakit, populasi tertentu (misalnya pada orang tua) atau fungsi
yang khusus (misalnya fungsi emosional), contoh: Quality of Life Scale (QLS),
Quality of Life Interview (QoLI), Lancashire Quality of Life Profile (Lqo3LP),
Personal Evaluation of Transisitions in treatment (PETIT), Quality of Life
Questionnaire in Schizophrenia (S-QoL).
9
Traumatik pada gigi anterior yang tidak dirawat akan berdampak lebih
pada kehidupan sosial seseorang terutama anak-anak daripada anak-anak tanpa
traumatik pada gigi anterior. Dampak negatif fraktur gigi anterior yaitu akan
menyebabkan kesulitan makan, membersihkan gigi, tersenyum, tertawa tanpa
malu, mempertahankan keadaan emosional yang stabil, dan ketidaknyamanan
berinteraksi sosial dibandingkan dengan anak-anak yg tidak memiliki cedera
traumatik anterior.
Selain karies dan traumatik pada gigi anterior terdapat lesi jaringan
lunak, maloklusi, dan fluorosis gigi juga merupakan masalah gigi yang dapat
dijumpai dan bisa mengganggu kualitas kehidupan seseorang.
Menjaga kesehatan tubuh juga bertujuan meningkatkan kualitas hidup.
Kesehatan tubuh seseorang bisa direpresentasikan melalui tampak fisik tubuh
seseorang dan juga bisa melalui kondisi rongga mulut. Untuk menggambarkan
status kesehatan rongga mulut harus mencakup ada tidaknya penyakit, fungsi
fisik (pengunyahan), fungsi psikis (rasa malu), fungsi sosial (peranan sosial
sehari-hari), dan kepuasan terhadap dirinya. Untuk lebih memperjelas definisi
sehat dalam pengertian positif maka konsep sehat dihubungkan dengan kualitas
hidup yang berhubungan dengan kesehatan (health releted quality of life).
Kualitas hidup (quality of life) digambarkan sebagai anggapan individual tentang
kondisi kehidupannya dalam konteks sistem budaya dan nilai tempat mereka
tinggal dan berhubungan dengan tujuan, harapan dan perhatiannya. Kesehatan
rongga mulut dihubungkan dengan kualitas hidup didefinisikan sebagai
persepsi seseorang bagaimana kesehatan rongga mulut mempengaruhi kualitas
hidup dan kesehatan secara keseluruhan dari individu tersebut.
Karies adalah kerusakan akibat bakteri pada jaringan gigi mulai dari
email gigi hingga menjalar ke dentin. Proses karies ditandai dengan terjadinya
demineralisasi pada jaringan keras gigi, diikuti dengan kerusakan bahan
organiknya. Proses karies ditandai timbulnya white spot pada permukaan gigi
(email). Karies bisa menjalar ke bawah hingga sampai ke ruang pulpa yang berisi
saraf dan pembuluh darah, sehingga menimbulkan rasa sakit dan akhirnya gigi
tersebut bisa non-vital.
10
Karies gigi disebabkan banyak faktor seperti host atau tuan rumah, agen
atau mikroorganisme, substrat atau diet dan faktor waktu. Beberapa faktor risiko
karies adalah pengalaman karies, penggunaan fluor, oral higine, jumlah bakteri,
saliva, pola makan, umur, jenis kelamin, sosial ekonomi. Klasifikasi angka
keparahan karies gigi menurut WHO: sangat rendah 0,0-1,1, rendah 1,2-2,6,
cukup 2,7- 4,4, tinggi 4,5-6,5, sangat tinggi >6,5 tinggi.
Karies yang yang parah dapat mengurangi kualitas hidup seorang sebab
mereka merasakan sakit, ketidaknyamanan, profil wajah yang tidak harmonis,
infeksi akut serta kronis, gangguan makan dan tidur. Bahkan karies yang parah
juga dapat meningkatkan risiko untuk diopname/rawatinap, sehingga seseorang
dapat kehilangan produktifitas dan dapat mempengaruhi proses kehidupan
seseorang.
RAS dibagi atas 3 jenis, yaitu minor (Miras), mayor (Maras), dan
herpetiform (HU) atau borok. Minor Reccurent Stomatitis (Miras)
mempengaruhi sekitar 80% penderita RAS, dan ditandai dengan ulkus yang
dangkal, bulat atau oval biasanya kurang dari 5 mm, dengan warna putih abu-
abu dengan adanya pseudomembran yang diselimuti oleh eritematosa tipis.
Miras biasanya terjadi pada bagin labial dan bukal mukosa dan dasar mulut,
tetapi jarang pada pada gingiva, langit-langit, atau dorsum lidah. Lesi ini sembuh
dalam waktu 10-14 hari tanpa bekas luka.
Mayor Reccurent Stomatitis (Maras) adalah bentuk RAS yang langkah,
dikenal juga sebagai Peridenitis Mukosa Necrotica Recurrens. Lesi ini oval dan
dapat melebihi 1 sampai 3 cm. Maras biasanya timbul di daerah bibir, langit-
langit dan tenggorokan, tetapi maras juga dapat timbul pada seluruh daerah
rongga mulut. Maras bertahan sampai 6 minggu dan seringkali sembuh dengan
jaringan parut. Maras biasanya memiliki onset setelah pubertas, bertahan hingga
20 tahun.
Bentuk RAS yang paling umum juga dijumpai adalah herpetiform
(HU), ditandai banyak luka kecil dan berulang. Borok ini menimbulkan rasa
sakit, dan dapat meluas ke seluruh rongga mulut. Kadang-kadang bisa timbul
11
100 bula pada waktu tertentu, masing-masing berukuran 2 - 3 mm, meskipun
mereka cenderung menyatu, besar dan tidak teratur.
Etiologi RAS ini belum jelas, perubahan yang mudah dilihat tetapi tidak
terbukti adanya penyakit autoimmun atau reaksi immunologi klasik. Mungkin
berupa perubahan respons cell-mediated immune dan reaksi silang dengan
Streptokokus sanguis. Faktor-faktor predisposising pada penyakit ini adalah
kekurangan haemanitik (zat besi, folat atau vitamin B12). Pada 10% kasus,
dijumpai adanya hubungan dengan tahap luteal mentruasi (jarang ditemukan),
stres, alergi makanan (kemungkinan besar) dan AIDS.
Penyakit maupun kelainan gigi dan mulut dapat mempengaruhi berbagai fungsi
rongga mulut, salah satunya kelainan susunan gigi atau yang disebut maloklusi.
Maloklusi merupakan kelainan gigi yang menduduki posisi kedua setelah penyakit
karies gigi. Maloklusi adalah salah satu kelainan dentofasial yang kebanyakan bersifat
morfogenik dan merupakan masalah dibidang kesehatan gigi dan akan terus menerus
meningkat sehingga penelitian-penelitian dibidang ilmu kedokteran gigi masih tetap
diperlukan.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan maloklusi adalah kelainan gigi yaitu
kelainan letak, ukuran, bentuk, dan jumlah gigi dan ciri-ciri. Yang termasuk maloklusi
adalah gigi berjejal (crowded), gingsul (kaninus ektopik), gigi tonggos (disto oklusi),
gigitan menyilang (crossbite) dan gigi renggang (diastema). Hal ini dapat memberikan
efek terhadap penampilan estetis, berbicara atau kenyamanan dalam mengunyah.
Maloklusi dapat mengakibatkan beberapa gangguan atau hambatan dalam diri
penderitanya. Dilihat dari segi fungsi, gigi crowded amat sulit dibersihkan dengan
menyikat gigi, kondisi ini dapat menyebabkan gigi berlubang (caries) dan penyakit
gusi (ginggivitis) bahkan kerusakan jaringan pendukung gigi (periodontitis) sehingga
gigi menjadi goyang dan terpaksa harus dicabut. Bila dilihat dari segi fungsi fisik,
maloklusi yang berlebihan pada tulang penunjang dan jaringan gusi. Kesulitan dalam
menggerakkan tulang rahang (gangguan otot dan nyeri), gangguan sendi
temporomandibular yang dapat menimbulkan sakit kepala. Apabila dilihat fungsi
psikis, maloklusi dapat mempengaruhi estetis dan penampilan seseorang. Penampilan
wajah yang tidak menarik mempunyai dampak yang tidak menguntungkan pada
12
perkembangan psikologis seseorang, apalagi pada saat remaja. Dampak sosial
maloklusi dapat mempengaruhi kejelasan berbicara seseorang. Apabila maloklusinya
disto oklusi akan terjadi hambatan pengucapan hurup p, b dan m. Apabila
maloklusinya mesio oklusi akan terjadi hambatan pengucapan s, z, t dan n.
13
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kasus Penelitian Kesehatan Gigi dan Mulut terhadap Kualitas Hidup
Kesehatan gigi dan mulut anak usia 4-5 tahun penting untuk diperhatikan. Masalah
kesehatan gigi dan mulut dapat menyebabkan rasa sakit dan tidak nyaman sehingga
berdampak negative pada kualitas hidup anak. Kesehatan gigi dan mulut terkait kualitas
hidup anak usia 4-5 tahun diukur dengan menggunakan instrumen Early Childhood Oral
Health Impact Scale (ECOHIS). Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan gambaran
kesehatan gigi dan mulut terkait kualitas hidup anak usia 4-5 tahun di Desa Cilayung.
Masa 5 tahun pertama tahap perkembangan anak merupakan golden age atau masa
emas dalam periode pertumbuhan dan perkembangan anak. Pada masa ini segala hal yang
terjadi akan terserap pada diri anak kemudian menjadi dasar/memori tajam pada anak.
Kesehatan gigi dan mulut anak merupakan salah satu hak yang penting selain merupakan
pintu gerbang pertama di dalam sistem pencernaan pada usia 4-5 tahun semua gigi sulung
telah erupsi dan menuju periode gigi bercampur (mix dentition). Tandon, mengatakan
bahwa pada usia ini mulai terjadi resorpsi pada gigi insisif sentral dan molar pertama
sulung. Gigi sulung rusak mengganggu kesehatan umum, yang berakibat pada
terganggunya pertumbuhan dan perkembangan anak juga akan terganggunya pertumbuhan
dan perkembangan muka.
3.1.1 Metode Penelitian
Jenis penelitian deskriptif dengan teknik survei, yang dilakukan pada ibu
yang memiliki anak usia 4-5 tahun guna mendapatkan gambaran kesehatan gigi dan
mulut terkait kualitas hidup anak usia 4-5 tahun. Populasi penelitian adalah ibu yang
mempunyai anak usia 4-5 tahun yang bersekolah di TK dan Raudhatul Athfal (RA)
di desa Cilayung, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang (2016) di Desa
Cilayung terdapat TK Al-Iffah atau RA Rahayu. Populasi ditentukan dengan Non
Random Sampling metode Purposive Sampling.
Sampel penelitian adalah ibu yang mempunyai anak berusia 4-5 tahun
yang terdaftar sebagai siswa TK Al-Iffah atau RA Rahayu di Desa Cilayung dengan
jumlah 50 orang. Kriteriainklusi yaitu ibu dengan anak berusia 4-5 tahun, terdaftar
sebagai siswa TK Al-Iffah atau RA Rahayu, bersedia menjadi subjek penelitian dan
mengisi informed consent.
14
Instrumen yang digunakan adalah kuisioner yang sudah dilakukan uji
validitas dan reliabilitasnya. Jenis kuisioner adalah angket berstruktur berbentuk
pilihan (close-ended item). Skor ECOHIS dihitung sebagai nilai penjumlahan dari
kode respon untuk anak dan keluarga, dihitung secara terpisah, dimana sebelumnya
kode “Tidak tahu” dikeluarkan dari analisis. Hasil pengisian kuesioner dihitung
dengan menggunakan skala Guttman. Skala skor penelitian ECOHIS berdasarkan
Pahel, yakni: kode: 1 = pernah; 0 = tidak pernah dan dihitung dengan menggunakan
rumus bakunya
Kriteria nilai kesehatan gigi dan mulut terkait kualitas hidup atau OHRQoL
digolongkan menjadi tiga: 1) kurang berdampak, 2) cukup berdampak, dan 3) sangat
berdampak. Penentuan interval pada kriteria nilai kesehatan gigi dan mulut terkait
kualitas hidup atau OHRQoL dihitung dengan menggunakan rumus. Kriteria nilai
kesehatan gigi dan mulut terkait kualitas hidup atau OHRQoL: 1) kurang berdampak
jika terdapat pada rentang (0-33,3%); 2) cukup berdampak jika terdapat pada rentang
(33,4-66,6%); dan 3) sangat berdampak jika terdapat pada rentang (66,7-100%).
Analisis data dilakukan dengan distribusi frekuensi relatif.
3.1.2 Pembahasan
Dari data yang dihasilkan pada tabel 1 menunjukan bahwa masalah gigi-
mulut yang dilaporkan responden selama 3 bulan terakhir yang paling banyak
dikeluhkan anak yaitu gigi berlubang (terdapat lubang pada satu atau lebih gigi
dengan warna coklar kehitaman. Terdapat 42 kasus (84%). Hasil tersebut sesuai
dengan penelitian Abanto dkk. Pada tahun 2010 di Sao Paolo, Brazil bahwa karies
anak usia dini merupakan masalah gigi dan mulut yang paling banyak dilaporkan
anak usia 2-5 tahun sebesar 63,8%.
Masalah kedua yang paling banyak dikeluhkan adalah sakit gigi selama 3
bulan terakhir sebanyak 39 orang (78%). Lain halnya dari penelitian yang dilakukan
di berbagai negara orang tua yang melaporkan anak yang pernah mengalami sakit
gigi sebesar 5%-33%.
15
Sedangkan responden yang melaporkan anaknya pernah mengalami masalah
gusi (Gusi bengkak atau gusi berdarah) selama 3 bulan terakhir yaitu 21 orang (42%).
Hasil ini sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan penelitian yang Aranza &
Peña tahun 2011 di Meksiko terhadap anak 4-5 tahun dengan prevalensi sebesar 39%.
Masalah mulut yang paling sedikit dilaporkan adalah Traumatic Dental Injury
(TDI) dan malposisi gigi masing-masing 8 orang (16%). Hasil ini lebih rendah
dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Abanto dkk, pada tahun 2011
di São Paulo, Brazil prevalensi anak berusia 2-5 tahun yang pernah mengalami TDI
dan malposisi gigi masing-masing sebesar 33,5% dan 24,2%. Sedangkan, penelitian
yang dilakukan oleh Kramer dkk, pada tahun 2013 di Canoas, Brazil, menemukan
bahwa prevalensi anak berusia 2-5 tahun yang pernah mengalami TDI dan malposisi
gigi masing-masing sebesar 14,7% dan 30,1%.
Prevalensi yang didapat, dapat berbeda dengan hasil penelitian yang
dilakukan pada tempat, kondisi, peneliti yang berbed. Hal ini dapat meningkat pada
kondisi keluarga yang mempunyai status ekonomi rendah, keadaan sosioekonomi
yang berbeda. Sehingga pada penelitian ini terlihat adanya perbedaan jumlah yang
cukup signifikan dengan penelitian lainnya.
Hasil dari tabel 4 menunjukan masih adanya 40,8% anak yang mengalami
masalah psikologi setelah adanya perawatan gigi dan mulut. Hasil tersebut sesuai
dengan pernyataan Abanto dkk, bahwa masalah tersebut (pertanyaan kuesioner)
merupakan yang paling sering dilaporkan orang tua berdampak negatif pada anak
mereka.
Hasil dari tabel 5 menunjukan hanya 20,83 responden yang masih mengalami
maslah citra diri dan interaksi sosial dari masalah gigi dan mulut setelah adanya
perawatan. Hasil yang didapatkan sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Pahel (2007) yang menunjukkan adanya masalah citra diri dan interaksi sosial dari
gigi dan mulut atau setelah mendapatkan perawatan gigi berturut-turut sebanyak 4,7
dan 1,4%.
17
Hasil dari Tabel 6 yang menunjukkan presentase dari dimensi keadaan orang
tua sebesar 44.4% sesuai dengan pernyataan dari Connolly, Thorp, dan Pahel (2005),
bahwa orang tua terutama ibu tidak hanya memperhatikan kondisi kesehatannya
sendiri melainkan juga persepsi mengenai kondisi kesehatan anak mereka, terdapat
keterkaitan secara alami antara persepsi orang tua dengan kondisi kesehatan mulut
anak.
Hasil dari Tabel 8 menunjukkan kesehatan gigi dan mulut terkait kualitas
hidup anak usia 4-5 tahun di Desa Cilayung yaitu sebesar 34.03%. Persentase
tersebut termasuk dalam kategori cukup terdampak. Hasil yang didapatkan sesuai
yang dikemukakan oleh Pahel dkk (2007) bahwa penilaian dengan ECOHIS
mempunyai dampak masalah kesehatan mulut anak, bukan hanya pada anak usia
prasekolah tetapi juga orang tua.
19
BAB IV
KESIMPULAN
20
DAFTAR PUSTAKA
Afiyanti, Yati. 2010. Analisis Konsep Kualitas Hidup. Jurnal Keperawatan Indonesia. Volume
13(2), 81-86.
Bahasuan, Hilmy Hilfiah, et al. 2016. Gambaran Quality of Life (QoL) Pada Anggota Sanggar
Yoga di Surabaya. 425-434
Hultman, B., Hemlin, S., & Hornquist, J.O. (2006). Quality of life among unemployed and
employed people in northern Sweden. Are there any differences?
in the general Norwegian population, measured by the Quality of Life Scale (QOLS-N). Journal
Faculty of Nursing, Oslo University College, Norway. (5): 100 1-9.
Kumar S. G., Majumdar, A., & Pavithra, G. (2014). Quality of life (QOL) and its associated
factors using WHOQOL-BREF among elderly in urban puducherry, India. Journal
of Clinical and Diagnostic Research, 8, 1, 54-57
Power, MJ. (2003). Quality of Life. In Lopez SJ, Snyder. CR (Eds). Positive Psychological
Assessment: A Handbook of Models and Measures. Washington, DC: American
Psychological Association. (427-441).
Rapley, Mark. 2003. Quality of Life Research A Critical Introduction. London: SAGE
Publications, Inc.
Revina Nadya E., Sri Susilawati., Anne Agustina S. 2018. Kesehatan Gigi dan Mulut terkait
Kualitas Hidup Anak Usia 4-5 tahun di Desa Cilayung. Fakultas Kedokteran Gigi,
Universitas Padjajaran. Vol 30(2) Hal 85-94.
Ryff, Carol D., Singer, Burton. (1998). The Contours of Positive Human Health. JSTOR
Psychological Inquiry.vol 9 1-28.
Veenhoven, Ruut. (1989). Does Happiness Bind ?Marriage Chances Of The Unhappy. Chapter
6. Faculty of Social Sciences .Universitaire Pers Rotterdam, The Netherlands.
Wahl, AK, Rustøen T, Hanestad BR, Lerdal A, Moum T. (2004). Quality of life
World Health Organization. (1996). WHOQOL-BREF introduction, administration, scoring
and generic version of the assessment. Switzerland: Programme on Mental Health
Youla Karamoy, Risqa Rina D., Diah Ayu M. 2014. Menilai Kualitas HIdup yang Berhubungan
dengan Kesehatan Mulut Anak Berusia 12 Tahun; Validitas COHIP-SF Versi
Indonesia. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Vol 6(2) Hal 678-744
21
Lampiran
Tim Penulis
Kelompok A1
22
Salsabil Falakhul Khayya (181610101031)
Nenik Otafia (181610101032)
Nadia Alfiana Uba (181610101033)
Oktavia Yosy Putri Utami (181610101034)
Kumara Pandya Fahar Aptanta (181610101035)
Denis Diyanata (181610101036)
Benedicta Regina Phoebe Sukamto (181610101037)
Ratna Widyawati (181610101038)
23