Segala puji dan syukur kelompok panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat,
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas Makalah Riset
Keperawatan dengan judul Kesehatan Gigi dan Mulut.
Makalah dengan judul Kesehatan Gigi dan Mulut ini dibuat untuk melengkapi tugas mata
kuliah Riset Keperawatan pada kegiatan belajar mengajar Tk. II Semester IV.
1. Andreuw Sagay, S.KM., M.Kes selaku Dosen mata kuliah Riset Keperawatan.
2. Teman-teman kelompok yang sudah membantu dalam menyelesaikan tugas kelompok.
Kelompok menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan oleh
karena itu kelompok mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak guna
kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya kelompok berharap Makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk
menambah pengetahuan di bidang kesehatan.
Penulis
Kelompok
DAFTAR ISI
1
KATA PENGANTAR.............................................................................................................................................1
DAFTAR ISI...........................................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................................................3
1.1 LATAR BELAKANG.................................................................................................................................3
1.2 RUMUSAN MASALAH.............................................................................................................................4
1.3 TUJUAN...................................................................................................................................................4
BAB II TINAUAN PUSTAKA..............................................................................................................................5
2.1 MULUT DAN BAGIAN BAGIANNYA.....................................................................................................5
2.2 KARIES...................................................................................................................................................5
2.3 GINGIVITIS...........................................................................................................................................16
2.3 MEMELIHARA KESEHATAN GIGI........................................................................................................24
2.5 DIET MAKANAN...................................................................................................................................25
2.4 MENYIKAT GIGI...................................................................................................................................26
2.7 PENAMBALAN GIGI..............................................................................................................................31
2.8 PENCABUTAN GIGI...............................................................................................................................32
2.9 KONTROL ENAM BULAN SEKALI........................................................................................................32
BAB III ISI............................................................................................................................................................34
A. KESIMPULAN...................................................................................................................................42
B. SARAN................................................................................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................................43
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
dibuktikan dari berbagai penelitian bahwa gula dalam diet merupakan penyebab
utama karies. Suku bangsa yang mengkonsumsi gula lebih tinggi, kariesnya lebih
tinggi dibandingkan dengan mereka yang mengkonsumsi gula lebih rendah.
Peningkatan keadaan sosial ekonomi dan pola hidup masyarakat juga sangat
berpengaruh pada peningkatan penyakit gigi dan mulut. Hal ini antara lain disebabkan
karena adanya perubahan perilaku masyarakat serta kemampuan dalam menyediakan
makanan yang bersifat kariogenik seperti gula, permen dan coklat.
1.3 Tujuan
a. Mengetahui anatomi mulut dan bagian bagian mulut
b. Mengetahui mengenai karies gigi
c. Mengetahui mengenai gingvitis
d. Mengetahui diet makanan yang baik bagi mulut
e. Mengetahui cara menyikat gigi yang baik
f. Mengetahui proses penambalan gigi
g. Mengetahui proses pencabutan gigi
h. Mengetahui perawatan gigi yang baik (kontrol gigi 6 bulan sekali)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Gigi tersusun atas lapisan-lapisan. Lapisan-lapisan pada gigi yakni :
1. Email : lapisan terluar yang keras dan kuat
2. Dentin : lapisan dibawah email yang lebih lunak mudah rusak
3. Pulpa : lapisan yang berisi pembuluh darah dan saraf
4. Gusi : laringan lunak yang ada dalam mulut
5. Cementum : lapisan luar akar gigi
6. Jar. Periodontal : jaringan yang memegang gigi sehingga melekat pada rahang
7. Tulang alveolar : tulang tempat melekatnya gigi
2.2 Karies
1. Definisi
Karies berasal dari bahasa Latin yaitu caries yang artinya kebusukan. Karies
gigi adalah suatu proses kronis regresif yang dimulai dengan larutnya mineral email
sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang
disebabkan oleh pembentukan asam mikrobial dari substrat sehingga timbul destruksi
komponen-komponen organik yang akhirnya terjadi kavitas.
Karies adalah suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan
cementum yang disebabkan oleh aktivitas jazad renik terhadap suatu jenis karbohidrat
yang dapat diragikan. Tandanya adalah adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang
kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya (Kidd & Bechal, 1992).
Karies merupakan proses demineralisasi yang disebabkan oleh suatu interaksi
antara (produk-produk) seperti: mikroorganisme, ludah, bagian-bagian yang berasal
dari makanan dan email (Houwink & Winchel, 2000).
2. Penyebab
5
Keberadaan bakteri dalam mulut merupakan suatu hal yang normal. Bakteri
dapat mengubah semua makanan, terutama gula, menjadi asam. Bakteri, asam, sisa
makanan, dan ludah akan membentuk lapisan lengket yang melekat pada permukaan
gigi. Lapisan lengket inilah yang disebut plak. Plak akan terbentuk 20 menit setelah
makan. Zat asam dalam plak akan menyebabkan jaringan keras gigi larut dan
terjadilah karies. Bakteri yang paling berperan dalam menyebabkan karies adalah
Streptococcus mutans.
3. Gejala
Karies ditandai dengan adanya lubang pada jaringan keras gigi, dapat
berwarna coklat atau hitam.
Gigi berlubang biasanya tidak terasa sakit sampai lubang tersebut bertambah
besar dan mengenai persyarafan dari gigi tersebut. Pada karies yang cukup dalam,
biasanya keluhan yang sering dirasakan pasien adalah rasa ngilu bila gigi terkena
rangsang panas, dingin, atau manis. Bila dibiarkan, karies akan bertambah besar dan
dapat mencapai kamar pulpa, yaitu rongga dalam gigi yang berisi jaringansyaraf dan
pembuluh darah. Bila sudah mencapai kamar pulpa, akan terjadi proses peradangan
yang menyebabkan rasa sakit yang berdenyut. Lama kelamaan, infeksi bakteri dapat
menyebabkan kematian jaringan dalam kamar pulpa dan infeksi dapat menjalar ke
jaringan tulang penyangga gigi, sehingga dapat terjadi abses.
6
4. Proses Karies Gigi
Proses terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya plaque di permukaan gigi,
sukrosa (gula) dari sisa makanan dan bakteri berproses menempel pada waktu tertentu
yang berubah menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH mulut menjadi kritis
(5,5) dan akan menyebabkan demineralisasi email berlanjut menjadi karies gigi.
Secara perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan ke arah dentin melalui lubang
fokus tetapi belum sampai kavitasi (pembentukan lubang).
Kavitasi baru timbul bila dentin terlibat dalam proses tersebut. Namun
kadang-kadang begitu banyak mineral hilang dari inti lesi sehingga permukaan mudah
rusak secara mekanis, yang menghasilkan kavitasi yang makrokopis dapat dilihat.
Pada karies dentin yang baru mulai terlihat hanya lapisan keempat (lapisan transparan,
terdiri dari tulang dentin sklerotik, kemungkinan membentuk rintangan terhadap
mikroorganisme dan enzimnya) dan lapisan kelima (lapisan opak/tidak tembus
penglihatan, di dalam tubuli terdapat lemak yang mungkin merupakan gejala
degenerasi cabang-cabang odontoblast). Baru setelah terjadi kavitasi, bakteri akan
menembus tulang gigi. Pada proses karies yang amat dalam, tidak terdapat lapisan-
lapisan tiga (lapisan demineralisasi, suatu daerah sempit, dimana dentin partibular
diserang), lapisan empat dan lapisan lima.
Akumulasi plak pada permukaan gigi utuh dalam dua sampai tiga minggu
menyebabkan terjadinya bercak putih. Waktu terjadinya bercak putih menjadi kavitasi
tergantung pada umur, pada anak-anak 1,5 tahun dengan kisaran 6 bulan ke atas dan
ke bawah, pada umur 15 tahun, 2 tahun dan pada umur 21-24 tahun, hampir tiga
tahun. Tentu saja terdapat perbedaan individual. Sekarang ini karena banyak
pemakaian flourida, kavitasi akan berjalan lebih lambat daripada dahulu.
Pada anak-anak, kerusakan berjalan lebih cepat dibanding orang tua, hal ini
disebabkan:
a. Email gigi yang baru erupsi lebih mudah diserang selama belum selesai maturasi
setelah erupsi (meneruskan mineralisasi dan pengambilan flourida) yang
berlangsung terutama 1 tahun setelah erupsi.
b. Remineralisasi yang tidak memadai pada anak-anak, bukan karena perbedaan
fisiologis, tetapi sebagai akibat pola makannya (sering makan makanan kecil)
7
c. Lebar tubuli pada anak-anak mungkin menyokong terjadinya sklerotisasi yang
tidak memadai
d. Diet yang buruk dibandingkan dengan orang dewasa, pada anak-anak terdapat
jumlah ludah dari kapasitas buffer yang lebih kecil, diperkuat oleh aktivitas
proteolitik yang lebih besar di dalam mulut.
Karies Media di mana karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi
setengah dentin.
Karies Profunda di mana karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan
kadang-kadang sudah mengenai pulpa.
8
b. Berdasarkan Keparahan atau Kecepatan Berkembangnya
Karies Ringan
Kasusnya disebut ringan jika serangan karies hanya pada gigi yang paling
rentan seperti pit (depresi yang kecil, besarnya seujung jarung yang terdapat
pada permukaan oklusal dari gigi molar) dan fisure (suatu celah yang dalam
dan memanjang pada permukaan gigi) sedangkan kedalaman kariesnya hanya
mengenai lapisan email (iritasi pulpa).
Karies Sedang
Kasusnya dikatakan sedang jika serangan karies meliputi permukaan oklusal
dan aproksimal gigi posterior. Kedalaman karies sudah mengenai lapisan
dentin (hiperemi pulpa).
Karies Berat/Parah
Kasusnya dikatakan berat jika serangan juga meliputi gigi anterior yang
biasanya bebas karies. Kedalaman karies sudah mengenai pulpa, baik pulpa
tertutup maupun pulpa terbuka (pulpitis dan gangren pulpa). Karies pada gigi
anterior dan posterior sudah meluas ke bagian pulpa.
6. Faktor Etiologi
Ada yang membedakan faktor etiologi atau penyebab karies atas faktor
penyebab primer yang langsung mempengaruhi biofilm (lapisan tipis normal pada
permukaan gigi yang berasal dari saliva) dan faktor modifikasi yang tidak langsung
mempengaruhi biofilm. Karies terjadi bukan disebabkan karena satu kejadian saja
seperti penyakit menular lainnya tetapi disebabkan serangkaian proses yang terjadi
selama beberapa kurun waktu. Pada tahun 1960-an oleh Keyes dan Jordan (cit. Harris
and Christen, 1995), karies dinyatakan sebagai penyakit multifaktorial yaitu adanya
9
beberapa faktor yang menjadi penyebab terbentuknya karies. Ada empat faktor utama
yang memegang peranan yaitu 1) faktor host atau tuan rumah, 2) agen atau
mikroorganisme, 3) substrat atau diet dan, 4) faktor waktu. Untuk terjadinya karies,
maka kondisi setiap faktor tersebut harus saling mendukung yaitu tuan rumah yang
rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang sesuai dan waktu yang lama.
Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah
terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel,
faktor kimia dan kristalografis. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan terhadap
karies karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan
fisur yang dalam. Selain itu, permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak
mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi. Enamel merupakan
jaringan tubuh dengan susunan kimia kompleks yang mengandung 97% mineral
(kalsium, fosfat, karbonat, fluor), air 1% dan bahan organik 2%. Bagian luar enamel
mengalami mineralisasi yang lebih sempurna dan mengandung banyak fluor, fosfat
dan sedikit karbonat dan air. Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan
enamel.Semakin banyak enamel mengandung mineral maka kristal enamel semakin
padat dan enamel akan semakin resisten. Gigi susu lebih mudah terserang karies
daripada gigi tetap. Hal ini disebabkan karena enamel gigi susu mengandung lebih
banyak bahan organik dan air sedangkan jumlah mineralnya lebih sedikit daripada
gigi tetap. Selain itu, secara kristalografis kristal-kristal gigi susu tidak sepadat gigi
tetap. Mungkin alasan ini menjadi salah satu penyebab tingginya prevalensi karies
pada anak-anak.
10
pada plak gigi. Pada penderita karies aktif, jumlah laktobasilus pada plak gigi berkisar
104 105 sel/mg plak. Walaupun demikian, S. mutans yang diakui sebagai penyebab
utama karies oleh karena S. Mutans mempunyai sifat asidogenik dan asidurik (resisten
terhadap asam).
4) Faktor waktu
Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang
berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang
dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi,
diperkirakan 6-48 bulan.
Status karies gigi menurut karakteristik penduduk Indonesia (Profil Kesehatan Gigi
dan Mulut Tahun 1999):
Prevalensi karies berdasarkan jenis kelamin :
Laki-laki (90,05%)
Perempuan(91,67%)
Prevalensi karies berdasarkan daerah :
Urban (91,06%)
Rural (90,84%)
Prevalensi karies berdasarkan pulau :
Jawa dan Bali (86,59%),
Sumatera (94,41%),
Kalimantan (94,85%),
11
Sulawesi (99,28%)
Prevalensi karies berdasarkan umur :
12 tahun (76,62%),
15 tahun (89,38%),
18 tahun (83,50%),
35-44 tahun (94,56%),
dan 65 tahun ke atas (98,57%)
b. Determinan
Umur
1) Umur 1-2 tahun
Studi oleh Kohler et all (1978,1982), bahwa pada ibu-ibu dengan saliva
yang mengandung banyak Streptococcus mutans sering menularkannya
kepada bayi mereka segera setelah gigi susunya tumbuh, hal ini
menyebabkan tingginya kerentanan terhadap karies.
2) Umur 5-7 tahun
Studi oleh Carvalho et all (1989) menunjukkan bahwa pada masa ini
permukaan oklusal (kunyah) gigi molar pertama sedang berkembang, pada
masa ini gigi rentan karies sampai maturasi kedua (pematangan jaringan
gigi) selesai selama 2 tahun.
3) Umur 11-14 tahun
Merupakan usia pertama kali dengan gigi permanen keseluruhan. Pada
masa ini gigi molar kedua rentan terhadap karies sampai maturasi kedua
selesai.
4) Umur 19-22 tahun
Adalah kelompok umur berisiko pada usia remaja. Pada masa ini gigi
molar ke tiga rentan karies sampai maturasi keduanya selesai. Di usia ini
pula biasanya orang-orang meninggalkan rumah untuk belajar atau
bekerja di tempat lain, yang selanjutnya dapat menyebabkan perubahan
tidak hanya gaya hidup tapi juga pada kebiasaan makan dan menjaga
kebersihan mulut.
Jenis Kelamin
Dari pengamatan yang dilakukan Milhann-Turkeheim pada gigi M1,
didapat hasil bahwa persentase karies gigi pada wanita adalah lebih tinggi
dibanding pria.Selama masa kanak-kanak dan remaja, wanita menunjukkan
nilai DMF yang lebih tinggi daripada pria. Walaupun demikian, umumnya oral
higiene wanita lebih baik sehingga komponen gigi yang hilang (M=Missing)
lebih sedikit.
12
Sosial Ekonomi
Karies dijumpai lebih rendah pada kelompok sosial ekonomi rendah
dan sebaliknya. Hal ini dikaitkan dengan lebih besarnya minat hidup sehat
pada kelompok sosial ekonomi tinggi.
Tirthankar (2002), ada dua faktor sosial ekonomi yaitu pekerjaan dan
pendidikan. Pendidikan adalah faktor kedua terbesar yang mempengaruhi
status kesehatan. Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi akan
memiliki pengetahuan dan sikap yang baik tentang kesehatan sehingga akan
mempengaruhi perilakunya untuk hidup sehat.
Penggunaan Flour
Rugg-Gunn (2000) di Inggris menyatakan bahwa penggunaan fluor
sangat efektif untuk menurunkan prevalensi karies, walaupun penggunaan
fluor tidaklah merupakan satusatunya cara mencegah gigi berlubang.
Dr. Trendly Dean dilaporkan bahwa ada hubungan timbal balik antara
konsentrasi fluor dalam air minum dengan prevalensi karies.Penelitian
epidemiologi Dean ditandai dengan perlindungan terhadap karies secara
optimum dan terjadinya mottled enamel (keadaan email yang berbintik-bintik
putih, kuning, atau coklat akibat kelebihan fluor/fluorosis) yang minimal
apabila konsentrasi fluor kurang dari 1 ppm.
Pola Makan
Diketahui bahwa salah satu komponen dalam pembentukan karies adalah plak.
Orang yang rutin menyikat gigi akan memiliki faktor risiko lebih kecil untuk
karies dibandingkan yang tidak rutin menggosok gigi.
Merokok
13
Nicotine yang dihasilkan oleh tembakau dalam rokok dapat menekan aliran
saliva, yang menyebabkan aktivitas karies meningkat. Dalam hal ini karies
ditemukan lebih tinggi pada perokok dibandingkan dengan bukan perokok.
Pengalaman karies
Jumlah bakteri
Segera setelah lahir akan terbentuk ekosistem oral yang terdiri atas berbagai
jenis bakteri. Kolonisasi bakteri di dalam mulut disebabkan transmisi antar
manusia, yang paling banyak dari ibu atau ayah. Bayi yang memiliki jumlah S.
mutans yang banyak, maka usia 2-3 tahun akan mempunyai risiko karies yang
lebih tinggi pada gigi susunya. Walaupun laktobasilus bukan merupakan
penyebab utama karies, tetapi bakteri ini ditemukan meningkat pada orang
yang mengonsumsi karbohidrat dalam jumlah banyak.
Saliva
Selain mempunyai efek bufer, saliva juga berguna untuk membersihkan sisa-
sisa makanan di dalam mulut. Aliran saliva pada anak-anak meningkat sampai
anak tersebut berusia 10 tahun, namun setelah dewasa hanya terjadi
peningkatan sedikit. Tidak hanya umur, beberapa faktor lain juga dapat
menyebabkan berkurangnya aliran saliva. Pada individu yang berkurang fungsi
salivanya, maka aktivitas karies akan meningkat secara signifikan.
8. Diagnosa
a. Detectable explorer stick
b. Radiographs
c. Visual
d. Laser caries detector
9. Intervensi
a. Sikat gigi dengan pasta gigi berfluoride dua kali sehari, pada pagi hari setelah
sarapan dan malam hari sebelum tidur.
b. Lakukan flossing sekali dalam sehari untuk mengangkat plak dan sisa makanan
yang tersangkut di antara celah gigi-geligi.
14
c. Hindari makanan yang terlalu manis dan lengket, juga kurangi minum minuman
yang manis seperti soda.
d. Lakukan kunjungan rutin ke dokter gigi tiap 6 bulan sekali.
e. Perhatikan diet pada ibu hamil dan pastikan kelengkapan asupan nutrisi, karena
pembentukan benih gigi dimulai pada awal trimester kedua.
f. Penggunaan fluoride baik secara lokal maupun sistemik.
2.3 Gingivitis
a. Pengertian
Radang gusi (gingivitis) adalah keadaan di mana terjadi perubahan struktural
pada gusi. Ditandai dengan adanya perubahan bentuk dan warna pada gusi. Radang
gusi disebabkan karena kurang memperhatikan kebersihan mulut. Jika tidak segera
ditanggulangi akan mengakibatkan enfeksi yang membahayakan anatomi tubuh
lainnya.
Radang gusi disebut juga penyakit gusi atau penyakit periondotal, yang
diakibatkan pertumbuhan bakteri di mulut dan yang lebih parah lagi jika tidak segera
diobati maka gigi akan hilang dikarenakan jaringan mengelilingi gigi. Gusi berdarah bisa
disebabkan oleh berbagai hal. Penyebab yang paling sering adalah adanya plak dan karang
gigi (kalkulus) yang menempel pada permukaan gigi. Gigi kita dilapisi oleh lapisan
transparan licin yang disebut pellicle. Pellicle yang dikolonisasi oleh bakteri disebut plak.
Selanjutnya, bila tidak dibersihkan maka plak dapat mengalami mineralisasi (pengerasan),
sehingga membentuk karang gigi yang melekat pada permukaan gigi. Biasanya karang gigi
dijumpai pada leher gigi.
Karang gigi tidak hanya melekat pada permukaan gigi yang tampak (terletak di atas
garis gusi), tapi juga dapat melekat pada permukaan gigi yang tertutup oleh gusi. Pada
permukaan karang gigi biasanya juga terdapat koloni bakteri. Koloni bakteri pada plak dan
karang gigi inilah yang mengakibatkan kerusakan jaringan penyangga gigi, yang dimulai dari
gingiva (bagian gusi yang dapat kita lihat). Keadaan ini disebut gingivitis (radang gusi).
Karena ada peradangan maka gusi menjadi mudah berdarah apabila terkena trauma mekanis,
misalnya sikat gigi atau tusuk gigi. Jadi, gusi berdarah adalah tanda awal adanya kerusakan
gusi.
Apabila tidak segera ditangani maka karang gigi dapat terus bertambah sehingga
perlekatan gusi pada permukaaan gigi menjadi lepas dan terbentuk adanya kantung pada gusi
(disebut periodontal pocket). Kondisi ini disertai juga dengan perdarahan gusi dan kerusakan
tulang penyangga gigi. Akibatnya bila tidak segera ditangani gigi menjadi goyang dan
akhirnya tanggal. Keadaan ini disebut periodontitis.
15
b. Perbedaan Antara Radang Gusi ( Gingivitis) Dan Penyakit Gusi (Periodontitis).
c. Penyebab Gingivitis
2) Bakteri,
5) Bernafas melalui mulut. Karena bernafas melalui mulut membuat gigi menjadi
kering dan gusi mudah teriritasi.
6) Stress, sering merokok, pubertas, haid tidak teratur, kehamilan dan faktor lain
yaitu Diabetes Melitus (DM).
16
1) Biasanya mengeluh mulut bau, gusi bengkak mudah berdarah, tanpa nyeri, hanya
kadang terasa gatal.
2) Pada pemeriksaan gusi tampak bengkak, berwarna lebih merah dan mudah
berdarah pada sondasi.
4) Salah satu bentuk radang gusi adalah perikoronitis yang gejalanya lebih berat,
yaitu demam, dan sukar membuka mulut.
2) Rajin menggosok gigi secara benar dan teratur sesuai anjuran dokter, minimal 2 kali
sehari.
5) Bila sudah terjadi radang gusi dan dengan perbaikan kebersihan tidak sembuh, obati
dengan antibiotic Amoksisilin 500 mg 3 x sehari selama 5 hari, Anti nyeri dan anti
inflamasi.
17
f. Klasifikasi Gingivitis
1) Berdasarkan lamanya peradangan gingival
- Akut : Peradangan gingival dengan durasi singkat,setelah perawatan dari
pasien sendiri dapat mengembalikan status sehat.
- Kronis : Gingivitis durasi lama, terjadi sampai bertahun-tahun periodontitis.
2) Berdasarkan perluasan peradangan
- Terlokalisasi : membatasi peradangan jaringan gingiva pada gigi atau
sebagian.
- General : peradangan jaringan gingiva pada seluruh mulut.
3) Berdasarkan Distribusi Inflamasi
- Papila : inflamasi jaringan pada seluruh mulut.
- Marginal : inflamasi pada margin dan papila.
- Diffuse : inflamai pada margin gingiva.
g. Tipe Gingivitis
Gingivitis dapat dibagi dalam 3 kelompok besar yaitu :
a. Disebabkan oleh bakteri yang berakumulasi dalam sulkus gingiva
dan permukaan gigi.
b. Disertai dengan nekrosis.
c. Tidak ada hubungannya dengan plak dan tidak dimulai dari marginal.
Gingivitis yang ada hubungannya dengan plak bakteri dimulai dari gingiva
paling koronal sebab di sana tempat lokasi bakteri penyebab. Penyebaran penyakit
lebih ke apikal hanya terjadi bila penyakit menjadi lebih parah. Hanya pada keadaan
yang sangat parah atau bila diperparah oleh kondisi sistemik, gingivitis yang
disebabkan oleh plak ini akan menyebar dari marginal gingiva ke mucogingival
junction. Gingivitis yang tidak ada hubungannya dengan plak biasanya mengenai
seluruh mulut oleh karena penyebabnya faktor sistemik atau distribusinya tidak ada
hubungannya dengan sulkus gingiva atau margin gingiva.
18
Secara klinis gingivitis menunjukkan perubahan pada kontur dan
kekerasan normal gingiva menjadi membengkak dalam berbagai derajat edema
atau fibrosis pada kebanyakan kasus dan pada kasus tertentu dimodifikasi oleh
kondisi sistemik.
Pada mereka dengan warna kulit yang lebih muda, warna merah muda
gingiva menjadi merah atau merah kebiruan. Pada mereka dengan warna kulit
gelap, perubahan warna gingiva tidak begitu jelas, tergantung intensitas
pigmentasi normal, mungkin berwarna merah kebiruan dengan edema.
2) Gingivitis - Plak Bakteri - Diperparah Keadaan Sistemik.
Kondisi sistemik belum tentu sebagai bagian penyebab terjadinya
gingivitis. Di lain pihak penampakan klinis gingivitis dapat menunjukkan
adanya faktor sistemik. Beberapa kondisi sistemik mempunyai peranan dalam
berkembangnya gingivitis menjadi periodontitis, sedang beberapa kondisi
sistemik lainnya mengubah penampilan gingivitis tanpa mengurangi
kemampuan respon host untuk tidak berkembang ke periodontitis.
Termasuk kondisi sistemik yang disebut pertama adalah gangguan
darah seperti neutropenia dan yang disebut belakangan adalah hormon sex,
obat-obatan tertentu dan penyakit sistemik lainnya. Resiko terjadinya
periodontitis meningkat semata-mata disebabkan oleh bertambahnya akumulasi
plak pada gingiva yang membesar sehingga sukar dibersihkan.
19
Keradangan yang terjadi disebabkan oleh akumulasi plak bakteri. Prototipe
dan hipertrofi gingiva dari obat untuk sistem syaraf pusat tersebut di atas adalah
phenytoin (diphenylhydantoin). Sekitar 50% pemakai phenytoin dalam jangka waktu
panjang mengalami pertumbuhan gingiva.
Hipertrofi hasil obat kardiovascular terutama adalah golongan calcium
channel blockers seperti infedipine dan oxodipine. Beberapa calcium channel
blockers lainnya juga mempunyai kaitan dengan pertumbuhan berlebihan gingiva.
Cyclosporin sebagai immosupresi adalah golongan obat yang berperan besar
terhadap terjadinya hipertrofi gingiva. Dengan kontrol plak yang baik dapat
mengurangi keparahannya.
20
2) Necrotizing Ulcerative Gingivitis yang Ada Hubungannya dengan HIV.
Lesi ulserasi pada gingiva seperti NUG dapat ditemukan pada beberapa kasus
AIDS. Infeksi HIV perlu diwaspadai bila terlihat tanda-tanda NUG.
n. Pengobatan
Pada gingivitis kronis, menyikat gigi dengan pasta-gigi berfluoride akan
memperlambat perkembangan penyakit dan bisa membantu penyembuhan.
Kebanyakan sikat-gigi elektrik memiliki manfaat tambahan dibanding sikat-gigi
manual. Menyela-menyela gigi setiap hari dapat mengurangi plak dan jumlah bakteri.
Penelitian-penelitian terbaru menunjukkan bahwa menyikat gigi yang diikuti dengan
21
pencucian dengan chlorhexidine atau larutan lain bisa memberikan hasil yang lebih
baik ketimbang menyikat dan menyela-nyela gigi saja (Lorenz, 2006; Zimmer, 2006).
Obat-obatan spesifik perawatan gusi sudah banyak tersedia (Trinata, 2002). Obat-
obatan anti-inflammatory nonsteroidal (NSAID) telah terbukti dapat mempercepat
penyembuhan inflamasi apabila gigi dibersihkan dan dikerak untuk menghilangkan
plak (Taiyeb, 1993; Johnson, 1990).
Pada pasien yang menderita ANUG (Gingivitis ulceratice nekrosis akut),
perawatan melibatkan antibiotic, NSAID, dan Xylocaine topical untuk meredakan
nyeri. Pencuci mulut dengan larutan garam bisa membantu dalam mempercepat
penyembuhan, dan pencucian mulit dengan larutan hydrogen peroksida 3% juga bisa
memberikan manfaat.
Kategori Obat : Antibiotik Agen-agen ini digunakan untuk membasmi
infeksi bakteri yang merupakan karakteristik utama dari ANUG. Di masa mendatang,
antibiotic juga bisa digunakan untuk mengobati gingivitis kronis sederhana, tapi
belum ada bukti yang mendukung untuk mempertimbangkan praktek ini, perawatan
gingivitis bisa dijamin jika bedah mulut direncanakan.
o. Komplikasi
a. Gingivitis bukan sebuah ancaman signifikan langsung terhadap kesehatan
seseorang yang sehat, tapi bisa memberikan kontribusi bagi penyakit dan menyebabkan
komplikasi lokal dan sistemik.
b. ANUG yang berkembang menjadi noma terkait dengan tingkat mortalitas setinggi
70% tanpa antibiotic yang baik dan debridement.
22
e. Setiap prosedur gigi yang melibatkan manipulasi yang bisa menyebabkan
perdarahan bisa menyebabkan endocarditis. Keberadaan gingivitis dapat
meningkatkan risiko ini dengan menjadikan gingival lebih mungkin untuk
berdarah dengan manipulasi sederhana (misalnya, scaling gigi). Akumulasi plak
yang mengandung bakteri dalam poket-poket gingival sangat berdekatan dengan
daerah-daerah gingival yang rusak, sehingga meningkatkan kemungkinan
keluarnya bakteri ke sirkulasi umum.
23
menempel di gigi Anda. Semua jenis makanan manis harus dihindari untuk kesehatan
mulut yang baik serta mencegah produksi asam dan kerusakan makanan dan
pembusukan.
Makanan yang manis dan lengket seperti permen, es, caramel, minuman
bersoda dan lain-lain dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan gigi.
Perbanyaklah mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan yang berserat dan berair
yang baik untuk kesehatan tulang dan gigi karena didalamnya mengandung vitamin C
yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh. Contohnya adalah brokoli, semangka,
jeruk, apel dan sebagainya. Selain itu perlu juga menghindari makanan-makanan yang
terlalu panas atau dingin, makanan yang dapat menimbulkan bau mulut serta hindari
rokok.
Diet yang dianjurkan terutama untuk memperbaiki kesehatan gigi dan mulut :
2. Dalam konsumsi karbohidrat sebaiknya dipilih bentuk larutan atau bentuk yang
dapat segera bersih dari rongga mulut, misalnya sayuran-sayuran hijau atau
kuning, karena merupakan karbohidrat yang baik dengan derajat retensi yang
24
rendah sehingga mengurangi pembentukan plak gigi dan adanya stimulasi aliran
saliva.
3. Mengurangi makanan yang manis dan lengket seperti kue-kue, permen, dan
coklat.
4. Batasi jumlah makan menjadi 3 kali sehari dengan menekan keinginan untuk
makan diantara jam-jam makan.
5. Menambah masukan dari makanan seperti daging, ikan yang kaya akan protein
dan fosfat karena dapat menambah sifat basa dari saliva.
25
terdapat plak gigi, kita melakukan pembersihan secara mekanis seperti menyikat gigi.
Tindakan ini merupakan kontrol plak.
Manfaat menyikat gigi setelah makan pagi
1. Mencegah gigi berlubang, jika malam hari sudah menyikat gigi dan pagi
harinya setelah makan pagi menyikat gigi kembali, maka terjadinya risiko
penumpukan plak dalam rongga mulut kita secara otomatis akan berkurang
sehingga akan mencegah risiko terjadinya gigi berlubang.
2. Menyegarkan napas, napas yang tidak sedap biasanya terjadi karena adanya
kotoran di dalam rongga mulut walau ada faktor lain penyebab bau mulut.
Tetapi dengan menyikat gigi setelah makan pagi, napas kita akan terasa lebih
segar sebelum pergi beraktifitas.
3. Menjadi lebih percaya diri, memulai aktifitas kerja dengan napas yang segar
dan gigi yang bersih akan menambah percaya diri kita, kita bisa bebas
tersenyum, bicara dan tertawa.
Manfaat menyikat gigi setelah makan pagi
1. Mencegah gigi berlubang, jika malam hari sudah menyikat gigi dan pagi
harinya setelah makan pagi menyikat gigi kembali, maka terjadinya risiko
penumpukan plak dalam rongga mulut kita secara otomatis akan berkurang
sehingga akan mencegah risiko terjadinya gigi berlubang.
2. Menyegarkan napas, napas yang tidak sedap biasanya terjadi karena
adanya kotoran di dalam rongga mulut walau ada faktor lain penyebab bau
mulut. Tetapi dengan menyikat gigi setelah makan pagi, napas kita akan
terasa lebih segar sebelum pergi beraktifitas.
3. Menjadi lebih percaya diri, memulai aktifitas kerja dengan napas yang
segar dan gigi yang bersih akan menambah percaya diri kita, kita bisa
bebas tersenyum, bicara dan tertawa.
26
dipastikan tidak akan terjadi karies atau peradangan pada gusi yang yang
mengakibatkan terjadinya pembentukan karang gigi karena plak yang tidak
dibersihkan.
c. Untuk gigi atas gerakan sikat dari atas ke bawah dan sebaliknya.
d. Posisi sikat gigi 45 di daerah perbatasan antara gigi dan gusi. Agar sisa makanan
yang mungkin masih menyelip dapat dibersihkan. Gunakan gerakan yang sama
untuk menyikat bagian dalam permukaan gigi.
27
e. Gosok semua bagian permukaan gigi yang digunakan untuk mengunyah. Gunakan
hanya ujung bulu sikat gigi untuk membersihkan gigi dengan tekanan ringan
sehingga bulu sikat tidak membengkok. Biarkan bulu sikat membersihkan celah-
celah gigi. Rubah posisi sikat gigi sesering mungkin.
f. Untuk membersihkan gigi depan bagian dalam, gosok gigi dengan posisi tegak
dan gerakkan perlahan keatas dan bawah melewati garis gusi.
g. Gunakan odol secukupnya + fluor
Pasta gigi adalah bahan yang digunakan bersama-sama sikat
gigi untuk membersihkan dan memoles seluruh permukaan
gigi. Fungsi utama pasta gigi adalah membantu sikat gigi
dalam membersihkan permukaan gigi dari pewarnaan gigi
dan sisa-sisa makanan, fungsi sekundernya untuk
memperkilat gigi dan mempertinggi kesehatan gingiva serta
mengurangi bau mulut. Umumnya pasta gigi mengandung bahan abrasif 20-40%,
air 20-40%, pelembab 20-40%, detergen 1-2%, bahan pengikat 2%, bahan
penyegar 2%, bahan pemanis 2%, bahan terapeutik 5%, dan pewarna
<1%.4,28 Pasta gigi terapeutik dibagi dalam 2 kelompok yaitu:
1) Pasta gigi terapeutik yang tidak mengandung fluor seperti pasta gigi yang
mengandung klorofil, antibiotik, ammonium dan enzim inhibitor.
2) Pasta gigi terapeutik yang mengandung fluor untuk mencegah terjadinya
karies gigi seperti : sodium fluoride 0,22%, stannous fluoride 0,4% dan
sodium monofluorophosphate 0,76%.
Anak prasekolah sudah dianjurkan untuk memakai pasta gigi yang
mengandung fluor karena kemampuan refleks penelanan anak sudah lebih baik,
sehingga anak sudah dapat berkumur dan meludahkan cairan yang terdapat
dalam mulutnya.8 Jumlah pasta gigi yang dioleskan hanya sebesar biji kacang
polong kecil sehingga kadar fluor yang masuk kedalam tubuh anak masih dalam
batas yang normal walaupun anak menelan pasta giginya serta untuk mencegah
terjadinya fluorosis.
28
Menurut American Dental Association (ADA) menyatakan bahwa pasien
harus menyikat gigi, secara teratur minimal dua kali sehari yaitu pagi hari setelah
sarapan dan malam sebelum tidur. Penelitian menunjukkan bahwa menyikat gigi
sekali sehari pada anak, menggunakan pasta gigi yang mengandung fluor akan
mencegah terbentuknya karies gigi. Menyikat gigi khususnya pada malam hari sangat
penting, bertujuan untuk mencegah plak dan debris (sisa-sisa makanan) yang melekat
di permukaan gigi setiap malam.27 Lamanya penyikatan tidak ditentukan, tetapi
biasanya dianjurkan selama 2-3 menit.
29
sedini mungkin sebelum kelainannya menjadi lebih berat lagi. Apabila
penambalan dilakukan sedini mungkin, kunjungan ke dokter gigi menjadi lebih
sedikit, dalam artian sekali datang bisa langsung dilakukan penambalan langsung.
Apabila kelainannya sudah lebih berat, maka gigi tersebut harus dilakukan
perawatan terlebih dahulu sehingga memerlukan kunjungan yang lebih banyak.
Pada sekarang ini jenis bahan tambal sudah lebih baik lagi, baik dari segi kekuatan
atau pun kemiripan bahan tambal dengan warna gigi, sehingga gigi yang sudah
ditambal tidak terlihat telah di tambal.
Secara garis besar, ada dua tipe bahan restorasi gigi :
1. Restorasi langsung (direct restoration).
Proses penambalan dilakukan dengan satu kali kunjungan. Yang termasuk
dalam bahan restorasi ini antara lain: amalgam gigi, semen ionomer kaca
(SIK), resin ionomer, dan beberapa golongan resin komposit.
2. Restorasi tidak langsung (indirect restoration).
Umumnya dilakukan kunjungan minimal dua kali atau bahkan lebih,
tergantung jenis perawatannya. Yang termasuk restorasi ini antara lain: inlays,
onlays, veneers (pelapisan gigi), mahkota dan jembatan yang dibuat dengan
emas, bahan dasar metal alloys, keramik atau komposit. Restorasi ini biasanya
juga melibatkan pekerjaan laboratoris. Dokter gigi akan melakukan prosedur
pencetakan pada pasien untuk memperoleh model gigi dan rongga mulut
pasien.
3. Veneer (pelapisan gigi) adalah perawatan gigi yang dilakukan pada gigi yang
tidak beraturan ringan dan gigi dengan bentuk tidak normal
4. Crown (selubung gigi) dilakukan pada gigi yang patah, kerusakan yang luas, dan
gigi yang tidak bisa ditambal. Gigi yang patah dibuatkan selubung gigi, sedangkan
bridge merupakan cara perawatan untuk mengisi celah dari satu atau lebih gigi
yang hilang. Perawatan ini dilakukan karena kehilangan satu gigi dan adanya
masalah gigitan dan sendi rahang yang ditimbulkan dari gigi yang sudah bergeser.
2.8 Pencabutan Gigi
Pencabutan gigi dilakukan apabila gigi tersebut sudah tidak dapat lagi
dipertahankan dan apabila gigi tersebut menjadi penyebab dari infeksi di dalam
ronggan mulut dan dapat menyebabkan kelinan ke organ yang lainnya. Sebagai
salah satu contoh gigi yang harus dicabut ialah gigi rahang bawah yang paling
ujung dan tertanam dan menyebabkan sakit dan bengkak, bahkan dapat
menyebabkan kesulitan buka mulut. Karena terjadi peradangan disekitar gigi
30
tersebut dan mempengaruhi jaringan otot disekitarnya sehingga ototnya menjadi
tegang dan sulit untuk membuka mulut, pencabutan gigi ini termasuk ke dalam
operasi karena tingkat kesulitannya dibandingkan pencabutan gigi yang biasa.
31
Seperti general check up kesehatan tubuh dari mata, telinga, denyut jantung,
tekanan darah, hingga urine dan tinja, pemeriksaan gigi bermaksud untuk pencegahan
penyakit gigi dan mulut akan meneropong kondisi rongga mulut secara menyeluruh,
meliputi kondisi gusi, ludah, bau mulut, gigi, termasuk email gigi. Berdasarkan
kondisi inilah bisa dilakukan penanggulangan.
Kondisi gusi diperiksa untuk mengetahui apakah ada perdarahan atau radang
gusi (gingivitis) dengan alat yang disebut WHO probe. Gusi di tiap gigi ditekan
ringan. Kalau tak sehat, dengan tekanan ringan saja gusi akan berdarah. Kalau terjadi
radang gusi, karena terjadi di jaringan penyangga gigi, risiko gigi tanggal mencapai 1
6 kali. Karena masuknya kuman dapat menyebabkan radang gusi, terutama dari
jenis anaerob. Masuknya kuman itu bisa terjadi jika kebersihan kurang terjaga. Gejala
radang gusi yang mudah dirasakan adalah saat sikat gigi, gusi berdarah, dan linu saat
minum dingin atau asam.
Jika masih ringan, penanganannya bisa dilakukan dengan menyikat gigi secara
benar. Sebaliknya, bila sudah terjadi kelainan, misalnya terbentuk kantung gusi karena
gingivitis, tindakan medis mesti dilakukan. Bila ukuran kantung gusinya berkisar 3
5 mm, dilakukan pembersihan dengan dikuret. Bila kantung gusi telah lebih dari 6
mm, tenpaksa dilakukan operasi gusi.
Sedangkan kondisi ludah yang diperhatikan adalah jumlah, kekentalan, kadar
keasaman, dan protein. PH ludah normal adalah 6 7. Makin cair makin bagus. Kalau
terlalu kental, mulut akan kering karena kekurangan enzim pengendali jumlah kuman.
Dengan bertambahnya usia, bisa terjadi syorgan syndrome, berkurangnya produk si
ludah. Keadaan ini bisa ditanggulangi dengan pemberian obat. Juga dibantu dengan
perilaku sehat, yaitu banyak berkumur dan minum.
Kalau ada yang berlubang, ya ditambal. Kalau sudah ada yang ompong,
meskipun terletak di bagian dalam yang tak terlihat bila tersenyum, sebaiknya
dipasangi gigi palsu. Ini penting, karena gigi selalu mencari kontak baru. Kalau ada
lawannya, ia akan berhenti bergerak. Gigi palsu itu bukan sekadar untuk tampil
cantik, tapi untuk membantu memperbaiki dan mempertahankan struktur.
Jika gigi berlubang dan ompong dibiarkan, kita akan cenderung mengunyah di
sisi gigi yang tak berlubang dan ompong. Padahal, posisi mengunyah yang ideal harus
seimbang. Sisi yang tak dipakai mengunyah akan membuat makanan di sana tak
hancur, lama-lama karang gigi menutup permukaan gigi. Jika dibiarkan, akan
berpengaruh ke otot leher hingga timbul keluhan pusing. Rahang sendi pun bisa
32
berkelainan, karena fungsi gigitan tak seimbang. Akhirnya, bisa mengganggu fungsi
pendengaran.
BAB III
ISI
ABSTRAK
Penyakit periodontal memiliki prevalensi cukup tinggi di masyarakat.. Salah satu faktor
penyebab masalah kesehatan gigi dan mulut ialah faktor perilaku masyarakat yang dijadikan
suatu budaya atau kebiasaan. Menyirih merupakan kebiasaan yang masih dilakukan oleh
masyarakat hingga saat ini termasuk etnis Papua yang tinggal di Manado. Penelitian ini
menyirih pada mahasiswa etnis Papua di Manado. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik
dengan pendekatan cross-sectional study yang dilakukan pada mahasiswa etnis Papua di
menggunakan CPITN. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa status kesehatan periodontal
mahasiswa etnis Papua di Manado yang memilki kebiasaan menyirih termasuk buruk
sebanyak 32 orang (76,2%) dan sangat buruk sebanyak 10 orang (23,8%). Terdapat
hubungan antara frekueni menyirih dalam sehari dengan status kesehatan periodontal.
Penelitian ini menunjukkan masih perlunya ditingkatkan promosi kesehatan akan dampak
negatif dari kebiasaan menyirih secara terus menerus untuk merubah perilaku masyarakat
33
etnis Papua yang masih mempertahankan kebiasaan menyirih.
ABSTRACT
Periodontal disease has a high prevalence in the community. One of the causes of oral
health problems are the behavioral factors that made a culture or customs. Chewing betel is a
habit that is still practiced by the community, including ethnic Papuans living in Manado.
This study aims to determine the relationship of periodontal health status with the chewing
betel habits of ethnic Papuan students in Manado. This is a descriptive analytic study with a
cross-sectional study conducted in the ethnic Papuan students in Manado with number of
samples 42 people. Method of sampling using purposive sampling. Data collection using list
of questionnaires and also direct examination inspection techniques using CPITN. These
results indicate that the periodontal health status of ethnic Papuan students in Manado who
have the habit of chewing betel include bad as many as 32 people (76.2 %) and very bad as
many as 10 people (23.8 %). There is a relationship between chewing betel frequency in a
day with periodontal health status. From these results, it is expected for health clinicians to
conduct health promotion of the negative impact of continuous chewing betel habit to change
the behavior of ethnic Papuans student who still maintain the chewing betel habits.
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross-
sectional study. Pemilihan sampel menggunakan teknik purposive sampling, dan diperoleh 42
responden dari mahasiswa etnis Papua di Manado yang memiliki kebiasaan menyirih.
Pengumpulan data diperoleh melalui studi lapangan. Responden diminta mengisi lembar
informed consent dan menjawab daftar pertanyaan mengenailama menyirih , frekuensi
menyirih, dan komposisi ramuan menyirih yang dapat dilihat pada tabel 1. Langkah
selanjutnya ialah pemeriksaan klinis responden. Responden diminta untuk membuka
34
mulutnya untuk dilihat status kesehatan jaringan periodontal sesuia indeks periodontal
berdasarkan prinsip CPITN. Hasil pemeriksan dicatat pada lembar pemeriksaan. Data
kuesioner diolah dengan menggunakan program statistical package for the social sciences
(SPSS). Status Kesehatan periodontal adalah suatu keadaan pada jaringan periodontal yang
memperlihatkan kondisi sehat, perdarahan pada gusi, terdapat karang gigi, poket dangkal,
poket dalam, dan diukur berdasarkan skala ordinal. Baik, jika kondisi periodontal dalam
keadaan sehat, yaitu tidak ada perdarahan, tidak ada karang gigi dan tidak ada poket. Buruk,
jika kondisisi periodontal dalam keadaan ada perdarahan dan ada karang gigi atau salah satu
diantaranya. Dan sangat Buruk, jika kondisi periodontal dalam keadaan ada poket dangkal
(3,5-5,5mm) dan poket dalam ( > 5,5 mm).
Tabel 1. Kuesioner
Penelitian
No Pertanyaan Jawaban
1. Berapa lama anda a. 2-5 tahun
menyirih? b. 6-10 tahun
c. >10 tahun
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian dapat dilihat pada table berikut :
35
Sangat Buruk 10 23,8
Total 42 100
Tabel 4. Hubungan frekuensi menyirih dalam seminggu dengan status kesehatan periodontal
36
Tabel 6. Hubungan frekuensi aktu yang dibutuhkan untuk mengunyah sirih dalam
sekali menyirih dengan status kesehatan periodontal
PEMBAHASAN
Selain pendapat dari masyarakat yang mengatakan bahwa kebiasaan menyirih dapat
memperkuat gigi, teori juga mengatakan bahwa beberapa ramuan bahan menyirih memiliki
kandungan yang memberikan dampak positif terhadap kesehatan gigi dan mulut. Jika
dibandingkan dengan hasil penelitian yang didapat bahwa semua responden mengalami
kerusakan jaringan periodontal maka kemungkinan faktor-faktor yang mendukung terjadinya
kerusakan jaringan periodontal pada para penyirih yaitu kebersihan mulut atau Oral Hygiene
(OHI-S) yang tidak dijaga, iritasi zat yang terus menerus, serta usia dari penyirih tersebut. 4.8
Pendapat ini pun diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Krista Veronica
37
Siagian pada masyarakata Papua di Manado yang memiliki kebiasaan menyirih atau pada
masyarakat Papua disebut menginang didapat, skor kalkulus pada pengunyah pinang atau
penyirih cenderung tinggi, dikarenakan terbentuknya karang gigi yang disebabkan adanya
stagnasi saliva dan terdapatnya kalsium pada campuran komposisi bahan yang digunakan
pada saat menginang atau menyirih.4,7,8 berdasarkan kuesioner responden paling banyak
memiliki lama menyirih 6-10 tahun sebanyak 17 orang (40,4%).Berdasarkan uji korelasi
menggunakan chi-square test, hubungan lama kebiasaan menyirih dengan status kesehatan
periodontal diperoleh hasil p=0,929 (p>0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan atau pengaruh yang signifikan antara lama kebiasaan menyirih dengan status
kesehatan periodontal.Berdsarkan hsil penelitian menggunakan kuesioner, .jumlah waktu
yang dibutuhkan untuk mengunyah sirih dalam sekali menyirih paling banyak < 15 menit.
Sebanyak 25 responden (59,5%). Berdasarka uji korelasi menggunakan chi-square test,
hubungan lama waktu yang dibutuhkan untuk mengunyah sirih dalam sekali menyirih (menit)
dengan status kesehatan periodontal diperoleh hasil p=0,975 (p>0,05) sehingga dapat
disimpulkan tidak terdapat hubungan atau pengaruh yang signifikan antara frekuensi waktu
yang dibutuhkan untuk mengunyah sirih dalam sekali menyirih dengan status kesehatan
periodontal. Lama kebiasaan menyirih responden sangat bervariasi antara satu dengan yang
lain, dikarenakan ketertarikan untuk menyirih merupakan kebiasaan yang dilakukan atas
dasar keinginan pribadi dan pengetahuan masyarakat yang menganggap bahwa menyirih
dapat menguatkan gigi, selain unsur kebudayaan yang mengharuskan kebiasaan ini dilakukan
saat kegiatan adat istiadat atau upacara keagamaan.5
Dari hasil penelitian menggunakan kuesioner didapat kebiasaan responden
menggunakan kebiasaan menyirih paling banyak kurang dari 3 kali dalam seminggu dengan
jumlah responden 21 orang (50%). Berdasarkan uji korelasi menggunakan chi-square test,
hubungan frekuensi kebiasaan menyirih dalam seminggu dengan status kesehatan periodontal
diperoleh hasil p=0,205 (p>0,05), sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan atau
pengaruh yang signifikan antara frekuensi kebiasaan menyirih dalam seminggu dengan status
kesehatan periodontal.
Dari hasil penelitian menggunakan kuesioner didapat responden yang paling banyak
melakukan kebiasaan menyirih kurang dari 3 kali dalam sehari dengn jumlah responden 23
orang (54,8%). Berdasarkan uji korelasi menggunakan chi-square test, hubungan frekuensi
kebiasaan menyirih dalam sehari dengan status kesehatan periodontal diperoleh hasil p=0,017
(p<0,05) yang artinya terdapat hubungan atau pengaruh yang signifikan antara frekuensi
menyirih dalam sehari dengan status kesehatan periodontal Beerdsarkan hasil wawancara
38
dengan responden, tidak seperti halnya di Papua untuk memperoleh komposisi ramuan bahan
menyirih sangat mudah dan dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Terutama
Pinang, buah sirih dan kapur. Sehingga jika di Papua responden dapat melakukan kebiasaan
menyirih ini bisah lebih dari 5 kali dalam sehari. Kebiasaan ini dilakukan sesering mungkin
dalam keseharian masyarakat Papua.8,9 Jika di biarkan kebiasaan ini terus menerus dapat
menyebabkan lesi pada permukaan mukosa mulut. Bahkan dari beberapa penelitian yang
menyebutkan kebiasaan ini dapat menyebabkan kanker pada rongga rongga mulut.7,10
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Gigi yang sehat adalah gigi yangrapih, bersih, bercahaya dan didukung oleh gusi yang
sehat, yaitu gusi yang kencang dan bewarna merah muda. Untuk mencapai kesehatan gigi dan
mulut yang optimal, maka harus dilakukan perawatan secara berkala, sehingga didapatkan
kondisi gigi dan jaringan rongga mulut yang sehat. Hal tersebut dapat dicapai dengan
memeriksakan kesehatan gigi dan mulut ke dokter gigi setiap enam bulan sekali dan bukan
hanya apabila terdapat keluhan saja.
B. SARAN
Perlu dilakukan promosi kesehatan secara terus menerus untuk merubah perilaku
masyarakat etnis Papua yang masih mempertahankan kebiasaan menyirih. Selain itu, perlu
39
dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan uji laboratorium komposisi menyirih,
untuk mengetahui faktor mana yang paling dominan dari komposisi menyirih yang paling
berpengaruh terhadap status kesehatan periodontal.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28136/5/Chapter%20I.pdf.
diakses tanggal 19 November 2012)
Anonim. 2012.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21346/6/Chapter%20I.pdf.
diakses tanggal 19 November 2012)
Anonim. 2012.pentingnya sikat gigi sebelum tidur.http://carahidupsehat.info/pentingnya-
sikat-gigi-sebelum-tidur.html.(diakses tanggal 19 November 2012)
Anonim.2012. 10 Cara Menggosok Gigi yang Baik. http://www.pre ventionindonesia.com/a
rticle.php?name=/10-cara-menggosok-gigi-yang-baik&channel=.(diakses Minggu
18 November 2012 pukul 22.30 WIB)
Anonim.2012.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16868/4/Chapter%20II.pdf. (
diakses Minggu 18 November 2012 pukul 22.30 WIB)
40
Anonim. Karies Gigi. http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-395-758510795-bab
%20ii.docx%20new%20prop.pdf .(diakses Minggu 18 November 2012 pukul 22.33
WIB)
Anonim. 2012.http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/ed1mei102831_2087-0051.pdf(diakses
tanggal 19-11-2012)
Kedokteran Gigi .net. 2011. Nutrisi untuk menjaga kesehatan mulut http://www
.kedokterangigi.net/313/nutrisi-untuk-menjaga-kesehatan-mulut.html
Novrinda, Herry. Penyuluhan Kesehatan Gigi dan Mulut. Dept. Ilmu Kesehatan Gigi
Masyarakat-Pencegahan. FKG-UI
Rilhardian, Taufiq, 2012. Manfaat Menggosok Gigi. http://lifestyle .kompasiana
.com/catatan/2012/06/21/manfaat-menggosok-gigi/.(diakses Minggu 18 November
2012 pukul 22.30 WIB)
Zahrah. 2008. Karya Tulis. (internet) http://Karyatulis-Zha.blogspot.com/.(diakses tanggal
19-11-2012)
41