OLEH
SUKRAWATI. AMKG
Bab II Pembahasan.....................................................................................................................
2.1 Mulut dan Bagian – Bagiannya…………………………………………………………
2.2 Karies……………………………………………………………………………………
2.3 Gingivitis………………………………………………………………………………..
2.4 Memelihara Kesehatan Gigi…………………………………………………………….
2.5 Diet Makanan…………………………………………………………………………...
2.6 Menyikat Gigi…………………………………………………………………………...
2.7 Penambalan Gigi………………………………………………………………………...
2.8 Pencabutan Gigi…………………………………………………………………………
2.9 Kontrol Enam Bulan Sekali…………………………………………………………….
Bab III Penutup……………………………………………………………………………….
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi masalah
dalam penelitian ini adalah :
a. Bagaimanakah anatomi mulut dan bagian – bagian mulut?
b. Apakah yang dimaksud dengan karies gigi?
c. Apakah yang dimaksud dengan gingvitis?
d. Bagaimanakah diet makanan bagi mulut?
e. Bagaimanakah cara menyikat gigi yang baik?
f. Bagaimanakah proses penambalan gigi?
g. Bagaimanakah proses pencabutan gigi?
h. Bagaimanakah perawatan gigi yang baik (kontrol gigi 6 bulan sekali)?
1.3 Tujuan
a. Mengetahui anatomi mulut dan bagian – bagian mulut
b. Mengetahui mengenai karies gigi
c. Mengetahui mengenai gingvitis
d. Mengetahui diet makanan yang baik bagi mulut
e. Mengetahui cara menyikat gigi yang baik
f. Mengetahui proses penambalan gigi
g. Mengetahui proses pencabutan gigi
h. Mengetahui perawatan gigi yang baik (kontrol gigi 6 bulan sekali)
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 Karies
2.2.1 Definisi
Karies berasal dari bahasa Latin yaitu caries yang artinya kebusukan. Karies
gigi adalah suatu proses kronis regresif yang dimulai dengan larutnya mineral email
sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang
disebabkan oleh pembentukan asam mikrobial dari substrat sehingga timbul destruksi
komponen-komponen organik yang akhirnya terjadi kavitas.
Karies adalah suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan
cementum yang disebabkan oleh aktivitas jazad renik terhadap suatu jenis karbohidrat
yang dapat diragikan. Tandanya adalah adanya demineralisasi jaringan keras gigi
yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya (Kidd & Bechal, 1992).
Karies merupakan proses demineralisasi yang disebabkan oleh suatu interaksi
antara (produk-produk) seperti: mikroorganisme, ludah, bagian-bagian yang berasal
dari makanan dan email (Houwink & Winchel, 2000).
2.2.2 Penyebab
Keberadaan bakteri dalam mulut merupakan suatu hal yang normal. Bakteri
dapat mengubah semua makanan, terutama gula, menjadi asam. Bakteri, asam, sisa
makanan, dan ludah akan membentuk lapisan lengket yang melekat pada permukaan
gigi. Lapisan lengket inilah yang disebut plak. Plak akan terbentuk 20 menit setelah
makan. Zat asam dalam plak akan menyebabkan jaringan keras gigi larut dan
terjadilah karies. Bakteri yang paling berperan dalam menyebabkan karies
adalah Streptococcus mutans.
2.2.3 Gejala
Karies ditandai dengan adanya lubang pada jaringan keras gigi, dapat
berwarna coklat atau hitam.
Gigi berlubang biasanya tidak terasa sakit sampai lubang tersebut bertambah
besar dan mengenai persyarafan dari gigi tersebut. Pada karies yang cukup dalam,
biasanya keluhan yang sering dirasakan pasien adalah rasa ngilu bila gigi terkena
rangsang panas, dingin, atau manis. Bila dibiarkan, karies akan bertambah besar dan
dapat mencapai kamar pulpa, yaitu rongga dalam gigi yang berisi jaringansyaraf dan
pembuluh darah. Bila sudah mencapai kamar pulpa, akan terjadi proses peradangan
yang menyebabkan rasa sakit yang berdenyut. Lama kelamaan, infeksi bakteri dapat
menyebabkan kematian jaringan dalam kamar pulpa dan infeksi dapat menjalar ke
jaringan tulang penyangga gigi, sehingga dapat terjadi abses.
2.2.4 Proses Karies Gigi
Proses terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya plaque di permukaan
gigi, sukrosa (gula) dari sisa makanan dan bakteri berproses menempel pada waktu
tertentu yang berubah menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH mulut menjadi
kritis (5,5) dan akan menyebabkan demineralisasi email berlanjut menjadi karies gigi.
Secara perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan ke arah dentin melalui lubang
fokus tetapi belum sampai kavitasi (pembentukan lubang).
Kavitasi baru timbul bila dentin terlibat dalam proses tersebut. Namun
kadang-kadang begitu banyak mineral hilang dari inti lesi sehingga permukaan
mudah rusak secara mekanis, yang menghasilkan kavitasi yang makrokopis dapat
dilihat. Pada karies dentin yang baru mulai terlihat hanya lapisan keempat (lapisan
transparan, terdiri dari tulang dentin sklerotik, kemungkinan membentuk rintangan
terhadap mikroorganisme dan enzimnya) dan lapisan kelima (lapisan opak/tidak
tembus penglihatan, di dalam tubuli terdapat lemak yang mungkin merupakan gejala
degenerasi cabang-cabang odontoblast). Baru setelah terjadi kavitasi, bakteri akan
menembus tulang gigi. Pada proses karies yang amat dalam, tidak terdapat lapisan-
lapisan tiga (lapisan demineralisasi, suatu daerah sempit, dimana dentin partibular
diserang), lapisan empat dan lapisan lima.
Akumulasi plak pada permukaan gigi utuh dalam dua sampai tiga minggu
menyebabkan terjadinya bercak putih. Waktu terjadinya bercak putih menjadi kavitasi
tergantung pada umur, pada anak-anak 1,5 tahun dengan kisaran 6 bulan ke atas dan
ke bawah, pada umur 15 tahun, 2 tahun dan pada umur 21-24 tahun, hampir tiga
tahun. Tentu saja terdapat perbedaan individual. Sekarang ini karena banyak
pemakaian flourida, kavitasi akan berjalan lebih lambat daripada dahulu.
Pada anak-anak, kerusakan berjalan lebih cepat dibanding orang tua, hal ini
disebabkan:
a. Email gigi yang baru erupsi lebih mudah diserang selama belum selesai maturasi
setelah erupsi (meneruskan mineralisasi dan pengambilan flourida) yang
berlangsung terutama 1 tahun setelah erupsi.
b. Remineralisasi yang tidak memadai pada anak-anak, bukan karena perbedaan
fisiologis, tetapi sebagai akibat pola makannya (sering makan makanan kecil)
c. Lebar tubuli pada anak-anak mungkin menyokong terjadinya sklerotisasi yang
tidak memadai
d. Diet yang buruk dibandingkan dengan orang dewasa, pada anak-anak terdapat
jumlah ludah dari kapasitas buffer yang lebih kecil, diperkuat oleh aktivitas
proteolitik yang lebih besar di dalam mulut.
3) Karies Profunda di mana karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin
dan kadang-kadang sudah mengenai pulpa.
b. Berdasarkan Keparahan atau Kecepatan Berkembangnya
1) Karies Ringan
Kasusnya disebut ringan jika serangan karies hanya pada gigi yang paling
rentan seperti pit (depresi yang kecil, besarnya seujung jarung yang terdapat
pada permukaan oklusal dari gigi molar) dan fisure (suatu celah yang dalam
dan memanjang pada permukaan gigi) sedangkan kedalaman kariesnya hanya
mengenai lapisan email (iritasi pulpa).
2) Karies Sedang
Kasusnya dikatakan sedang jika serangan karies meliputi permukaan oklusal
dan aproksimal gigi posterior. Kedalaman karies sudah mengenai lapisan
dentin (hiperemi pulpa).
3) Karies Berat/Parah
Kasusnya dikatakan berat jika serangan juga meliputi gigi anterior yang
biasanya bebas karies. Kedalaman karies sudah mengenai pulpa, baik pulpa
tertutup maupun pulpa terbuka (pulpitis dan gangren pulpa). Karies pada gigi
anterior dan posterior sudah meluas ke bagian pulpa.
d. Faktor Waktu
Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia
yang berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang
dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi,
diperkirakan 6-48 bulan.
2.2.7 Epidemiologi Karies Gigi
a. Distribusi Frekuensi
Status karies gigi menurut karakteristik penduduk Indonesia (Profil
Kesehatan Gigi dan Mulut Tahun 1999):
1) Prevalensi karies berdasarkan jenis kelamin :
a) Laki-laki (90,05%)
b) Perempuan(91,67%)
2) Prevalensi karies berdasarkan daerah :
a) Urban (91,06%)
b) Rural (90,84%)
3) Prevalensi karies berdasarkan pulau :
a) Jawa dan Bali (86,59%),
b) Sumatera (94,41%),
c) Kalimantan (94,85%),
d) Sulawesi (99,28%)
4) Prevalensi karies berdasarkan umur :
a) 12 tahun (76,62%),
b) 15 tahun (89,38%),
c) 18 tahun (83,50%),
d) 35-44 tahun (94,56%),
e) dan 65 tahun ke atas (98,57%)
b. Determinan
1) Umur
a) Umur 1-2 tahun
Studi oleh Kohler et all (1978,1982), bahwa pada ibu-ibu dengan saliva
yang mengandung banyak Streptococcus mutans sering menularkannya
kepada bayi mereka segera setelah gigi susunya tumbuh, hal ini
menyebabkan tingginya kerentanan terhadap karies.
b) Umur 5-7 tahun
Studi oleh Carvalho et all (1989) menunjukkan bahwa pada masa ini
permukaan oklusal (kunyah) gigi molar pertama sedang berkembang,
pada masa ini gigi rentan karies sampai maturasi kedua (pematangan
jaringan gigi) selesai selama 2 tahun.
c) Umur 11-14 tahun
Merupakan usia pertama kali dengan gigi permanen keseluruhan. Pada
masa ini gigi molar kedua rentan terhadap karies sampai maturasi kedua
selesai.
d) Umur 19-22 tahun
Adalah kelompok umur berisiko pada usia remaja. Pada masa ini gigi
molar ke tiga rentan karies sampai maturasi keduanya selesai. Di usia ini
pula biasanya orang-orang meninggalkan rumah untuk belajar atau
bekerja di tempat lain, yang selanjutnya dapat menyebabkan perubahan
tidak hanya gaya hidup tapi juga pada kebiasaan makan dan menjaga
kebersihan mulut.
c. Jenis Kelamin
Dari pengamatan yang dilakukan Milhann-Turkeheim pada gigi M1,
didapat hasil bahwa persentase karies gigi pada wanita adalah lebih tinggi
dibanding pria.Selama masa kanak-kanak dan remaja, wanita menunjukkan nilai
DMF yang lebih tinggi daripada pria. Walaupun demikian, umumnya oral higiene
wanita lebih baik sehingga komponen gigi yang hilang (M=Missing) lebih sedikit.
d. Sosial Ekonomi
Karies dijumpai lebih rendah pada kelompok sosial ekonomi rendah dan
sebaliknya. Hal ini dikaitkan dengan lebih besarnya minat hidup sehat pada
kelompok sosial ekonomi tinggi.
Tirthankar (2002), ada dua faktor sosial ekonomi yaitu pekerjaan dan
pendidikan. Pendidikan adalah faktor kedua terbesar yang mempengaruhi status
kesehatan. Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi akan memiliki
pengetahuan dan sikap yang baik tentang kesehatan sehingga akan mempengaruhi
perilakunya untuk hidup sehat.
e. Penggunaan Flour
Rugg-Gunn (2000) di Inggris menyatakan bahwa penggunaan fluor sangat
efektif untuk menurunkan prevalensi karies, walaupun penggunaan fluor tidaklah
merupakan satusatunya cara mencegah gigi berlubang.
Dr. Trendly Dean dilaporkan bahwa ada hubungan timbal balik antara
konsentrasi fluor dalam air minum dengan prevalensi karies.Penelitian
epidemiologi Dean ditandai dengan perlindungan terhadap karies secara optimum
dan terjadinya mottled enamel (keadaan email yang berbintik-bintik putih,
kuning, atau coklat akibat kelebihan fluor/fluorosis) yang minimal apabila
konsentrasi fluor kurang dari 1 ppm.
f. Pola Makan
Setiap kali seseorang mengkonsumsi makanan dan minuman yang
mengandung karbohidrat, maka beberapa bakteri penyebab karies di rongga mulut
akan mulai memproduksi asam sehingga pH saliva menurun dan terjadi
demineralisasi yang berlangsung selama 20-30 menit setelah makan. Di antara
periode makan, saliva akan bekerja menetralisir asam dan membantu proses
remineralisasi. Namun, apabila makanan berkarbonat terlalu sering dikonsumsi,
maka email gigi tidak akan mempunyai kesempatan untuk melakukan
remineralisasi dengan sempurna sehingga terjadi karies.
g. Kebersihan Mulut
Diketahui bahwa salah satu komponen dalam pembentukan karies adalah
plak. Orang yang rutin menyikat gigi akan memiliki faktor risiko lebih kecil untuk
karies dibandingkan yang tidak rutin menggosok gigi.
h. Merokok
Nicotine yang dihasilkan oleh tembakau dalam rokok dapat menekan
aliran saliva, yang menyebabkan aktivitas karies meningkat. Dalam hal ini karies
ditemukan lebih tinggi pada perokok dibandingkan dengan bukan perokok.
i. Pengalaman karies
Penelitian epidemiologis telah membuktikan adanya hubungan antara
pengalaman karies dengan perkembangan karies di masa mendatang. Sensitivitas
parameter ini hampir mencapai 60%. Prevalensi karies pada gigi desidui dapat
memprediksi karies pada gigi permanennya.
j. Jumlah bakteri
Segera setelah lahir akan terbentuk ekosistem oral yang terdiri atas
berbagai jenis bakteri. Kolonisasi bakteri di dalam mulut disebabkan transmisi
antar manusia, yang paling banyak dari ibu atau ayah. Bayi yang memiliki jumlah
S. mutans yang banyak, maka usia 2-3 tahun akan mempunyai risiko karies yang
lebih tinggi pada gigi susunya. Walaupun laktobasilus bukan merupakan
penyebab utama karies, tetapi bakteri ini ditemukan meningkat pada orang yang
mengonsumsi karbohidrat dalam jumlah banyak.
k. Saliva
Selain mempunyai efek bufer, saliva juga berguna untuk membersihkan
sisa-sisa makanan di dalam mulut. Aliran saliva pada anak-anak meningkat
sampai anak tersebut berusia 10 tahun, namun setelah dewasa hanya terjadi
peningkatan sedikit. Tidak hanya umur, beberapa faktor lain juga dapat
menyebabkan berkurangnya aliran saliva. Pada individu yang berkurang fungsi
salivanya, maka aktivitas karies akan meningkat secara signifikan.
2.2.8 Diagnosa
a. Detectable explorer “stick”
b. Radiographs
c. Visual
d. Laser caries detector
2.2.9 Intervensi
a. Sikat gigi dengan pasta gigi berfluoride dua kali sehari, pada pagi hari setelah
sarapan dan malam hari sebelum tidur.
b. Lakukan flossing sekali dalam sehari untuk mengangkat plak dan sisa makanan
yang tersangkut di antara celah gigi-geligi.
c. Hindari makanan yang terlalu manis dan lengket, juga kurangi minum minuman
yang manis seperti soda.
d. Lakukan kunjungan rutin ke dokter gigi tiap 6 bulan sekali.
e. Perhatikan diet pada ibu hamil dan pastikan kelengkapan asupan nutrisi, karena
pembentukan benih gigi dimulai pada awal trimester kedua.
f. Penggunaan fluoride baik secara lokal maupun sistemik.
2.3 Gingivitis
2.3.1 Pengertian
Radang gusi (gingivitis) adalah keadaan di mana terjadi perubahan struktural
pada gusi. Ditandai dengan adanya perubahan bentuk dan warna pada gusi. Radang
gusi disebabkan karena kurang memperhatikan kebersihan mulut. Jika tidak segera
ditanggulangi akan mengakibatkan enfeksi yang membahayakan anatomi tubuh
lainnya.
Radang gusi disebut juga penyakit gusi atau penyakit periondotal, yang
diakibatkan pertumbuhan bakteri di mulut dan yang lebih parah lagi jika tidak segera
diobati maka gigi akan hilang dikarenakan jaringan mengelilingi gigi. Gusi berdarah
bisa disebabkan oleh berbagai hal. Penyebab yang paling sering adalah adanya plak
dan karang gigi (kalkulus) yang menempel pada permukaan gigi. Gigi kita dilapisi
oleh lapisan transparan licin yang disebut pellicle. Pellicle yang dikolonisasi oleh
bakteri disebut plak. Selanjutnya, bila tidak dibersihkan maka plak dapat mengalami
mineralisasi (pengerasan), sehingga membentuk karang gigi yang melekat pada
permukaan gigi. Biasanya karang gigi dijumpai pada leher gigi.
Karang gigi tidak hanya melekat pada permukaan gigi yang tampak (terletak
di atas garis gusi), tapi juga dapat melekat pada permukaan gigi yang tertutup oleh
gusi. Pada permukaan karang gigi biasanya juga terdapat koloni bakteri. Koloni
bakteri pada plak dan karang gigi inilah yang mengakibatkan kerusakan jaringan
penyangga gigi, yang dimulai dari gingiva (bagian gusi yang dapat kita lihat).
Keadaan ini disebut gingivitis (radang gusi). Karena ada peradangan maka gusi
menjadi mudah berdarah apabila terkena trauma mekanis, misalnya sikat gigi atau
tusuk gigi. Jadi, gusi berdarah adalah tanda awal adanya kerusakan gusi.
Apabila tidak segera ditangani maka karang gigi dapat terus bertambah
sehingga perlekatan gusi pada permukaaan gigi menjadi lepas dan terbentuk adanya
kantung pada gusi (disebut periodontal pocket). Kondisi ini disertai juga dengan
perdarahan gusi dan kerusakan tulang penyangga gigi. Akibatnya bila tidak segera
ditangani gigi menjadi goyang dan akhirnya tanggal. Keadaan ini disebut
periodontitis.
a. Biasanya mengeluh mulut bau, gusi bengkak mudah berdarah, tanpa nyeri, hanya
kadang terasa gatal.
b. Pada pemeriksaan gusi tampak bengkak, berwarna lebih merah dan mudah
berdarah pada sondasi.
c. Kebersihan mulut biasanya buruk.
d. Salah satu bentuk radang gusi adalah perikoronitis yang gejalanya lebih berat,
yaitu demam, dan sukar membuka mulut.
2.3.5 Cara Mencegah Timbulnya Gingivitis
a. Berdasarkan lamanya peradangan gingival
1) Akut : Peradangan gingival dengan durasi singkat,setelah perawatan dari pas
ien sendiri dapat mengembalikan status sehat.
2) Kronis : Gingivitis durasi lama, terjadi sampai bertahun-tahun periodontitis.
b. Berdasarkan perluasan peradangan
1) Terlokalisasi : membatasi peradangan jaringan gingiva pada gigi atau sebagi
an.
2) General : peradangan jaringan gingiva pada seluruh mulut.
c. Berdasarkan Distribusi Inflamasi
1) Papila : inflamasi jaringan pada seluruh mulut.
2) Marginal : inflamasi pada margin dan papila.
3) Diffuse : inflamai pada margin gingiva.
Modifikasi kondisi pada gingiva selain yang tersebut di atas dapat dihasilkan
dari beberapa penyakit sistemik. Hal ini terlihat pada keradangan gingiva yang
parah terutama pada anak-anak, yang keparahannya tidak sebanding dengan plak
gigi yang ditemukan. Kondisi di atas mungkin dipengaruhi oleh adanya gangguan
darah seperti leucemia dan granulositosis. Demikian pula dengan efek lanjut dari
kekurangan Vitamin C terutama bertambahnya perdarahan gingiva.
NUG secara tradisional dikaitkan dengan stres mental dan fisik. Hubungan
yang tepat dan mekanisme bagaimana stres menghasilkan nekrosis masih perlu
dibuktikan.
2.3.14 Necrotizing Ulcerative Gingivitis yang Ada Hubungannya dengan HIV.
Lesi ulserasi pada gingiva seperti NUG dapat ditemukan pada beberapa kasus
AIDS. Infeksi HIV perlu diwaspadai bila terlihat tanda-tanda NUG.
Dua keadaan yang memberi kesan bahwa keradangan gingiva yang terjadi
bukan oleh karena plak bakteri adalah tidak terjadi penyembuhan pada gingivitis
dengan kontrol plak secara mekanis dan kemis yang dilakukan dengan sangat baik.
Gingivitis yang disebabkan faktor bukan plak tidak menunjukkan bahwa kelainan
berasal dari margin gingiva.
2.3.16 Gingivitis yang Ada Hubungannya dengan Penyakit Kulit
Gingiva dapat beradang, disebabkan oleh penyakit pada kulit. Mungkin saja
yang tersangkut pertama dalam kasus ini adalah gingiva, tetapi umumnya
merupakan manifestasi penyakit pada permukaan tubuh yang manapun. Penyakit
yang termasuk keadaan tersebut di atas adalah lichens planus, mucous membrane
pemphingoid, pemphingus dan gangguan vesicolobullous lain, termasuk manifestasi
oral epidermolysis bullosa dan ectodermal displasia. Gingiva mengalami
desquamasi atau lesi dengan keradangan oleh perubahan hormon pada menopause
atau gangguan keseimbangan dari hormon ovarium lainnya.
Hampir semua bahan infeksi dari luar dapat menjadikan gingiva sarang
infeksi. Bila virus, lesi vascular. Yang lebih sering menyerang adalah herpes virus.
Bakteri dan fungsi yang bukan merupakan flora dalam mulut dapat menimbulkan
kelainan seperti misalnya candida albicans.
2.3.19 Pengobatan
Pada gingivitis kronis, menyikat gigi dengan pasta-gigi berfluoride akan
memperlambat perkembangan penyakit dan bisa membantu penyembuhan.
Kebanyakan sikat-gigi elektrik memiliki manfaat tambahan dibanding sikat-gigi
manual. Menyela-menyela gigi setiap hari dapat mengurangi plak dan jumlah
bakteri. Penelitian-penelitian terbaru menunjukkan bahwa menyikat gigi yang
diikuti dengan pencucian dengan chlorhexidine atau larutan lain bisa memberikan
hasil yang lebih baik ketimbang menyikat dan menyela-nyela gigi saja (Lorenz,
2006; Zimmer, 2006). Obat-obatan spesifik perawatan gusi sudah banyak tersedia
(Trinata, 2002). Obat-obatan anti-inflammatory nonsteroidal (NSAID) telah terbukti
dapat mempercepat penyembuhan inflamasi apabila gigi dibersihkan dan dikerak
untuk menghilangkan plak (Taiyeb, 1993; Johnson, 1990).
Pada pasien yang menderita ANUG (Gingivitis ulceratice nekrosis akut),
perawatan melibatkan antibiotic, NSAID, dan Xylocaine topical untuk meredakan
nyeri. Pencuci mulut dengan larutan garam bisa membantu dalam mempercepat
penyembuhan, dan pencucian mulit dengan larutan hydrogen peroksida 3% juga
bisa memberikan manfaat.
Kategori Obat : Antibiotik – Agen-agen ini digunakan untuk membasmi
infeksi bakteri yang merupakan karakteristik utama dari ANUG. Di masa
mendatang, antibiotic juga bisa digunakan untuk mengobati gingivitis kronis
sederhana, tapi belum ada bukti yang mendukung untuk mempertimbangkan
praktek ini, perawatan gingivitis bisa dijamin jika bedah mulut direncanakan.
2.3.20 Komplikasi
a. Gingivitis bukan sebuah ancaman signifikan langsung terhadap kesehatan
seseorang yang sehat, tapi bisa memberikan kontribusi bagi penyakit dan
menyebabkan komplikasi lokal dan sistemik.
b. ANUG yang berkembang menjadi noma terkait dengan tingkat mortalitas
setinggi 70% tanpa antibiotic yang baik dan debridement.
c. Komplikasi yang paling umum dari gingivitis adalah berkembangnya menjadi
penyakit periodontal dan kehilangan gigi. Daerah-daerah gingivitis kronis bisa
merentankan seseorang terhadap perkembangan abscess odontogenik dengan
membiarkan sebuah rute invasi bakteri ke dalam ruang periodontal mulai dari
poket gingival. ANUG bisa merusak secara lokal dan bisa menyebabkan
penyebaran infeksi lokal ke dalam jaringan di sekitarnya (Vincent angina dan
noma [cancrum oris]). Juga ada potensi untuk penyebaran infeksi sistemik.
d. Osteomyelitis tulang alveolar bisa terjadi meski tidak umum.
e. Setiap prosedur gigi yang melibatkan manipulasi yang bisa menyebabkan
perdarahan bisa menyebabkan endocarditis. Keberadaan gingivitis dapat
meningkatkan risiko ini dengan menjadikan gingival lebih mungkin untuk
berdarah dengan manipulasi sederhana (misalnya, scaling gigi). Akumulasi plak
yang mengandung bakteri dalam poket-poket gingival sangat berdekatan dengan
daerah-daerah gingival yang rusak, sehingga meningkatkan kemungkinan
keluarnya bakteri ke sirkulasi umum.
2.4 Memelihara Kesehatan Gigi
Ada banyak manfaat mulut bersih, seperti membuat napas menjadi segar, mulut
terlindung dari bakteri mulut, dan yang pasti juga dapat membuat kita percaya diri. Dengan
napas yang segar kita pun merasa nyaman saat berada di dekat orang lain, tanpa perlu was-
was orang tersebut akan mencium bau mulut Anda.
Kesehatan Mulut adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada kesehatan
rongga mulut. Ini termasuk gigi, gusi dan lidah. Kesehatan mulut yang buruk dapat
disebabkan oleh luka, infeksi jamur, sariawan, sindrom mulut kering dan kanker mulut.
Namun, terkadang penyebab utama dari kesehatan mulut yang buruk bukanlah penyakit
berat tetapi hanya pola kebersihan mulut yang buruk, dan kebersihan mulut yang buruk ini
pada gilirannya menyebabkan kesehatan mulut yang buruk pula.
Nutrisi yang baik tidak hanya membuat kita sehat dan karenanya mencerminkan
kesehatan mulut kita, tetapi juga menghasilkan kesehatan mulut yang baik. Kekurangan
Vitamin A dapat menyebabkan gusi bengkak, gusi berdarah dan penyakit gusi lainnya.
Kalsium dan Vitamin D membantu menjaga kesehatan gigi yang kuat juga. Kalsium dan
Vitamin D akan diserap pada gigi dan karenanya memberikan kekuatan pada gigi. Tembaga,
Seng, Besi, Yodium dan Kalium juga merupakan mineral penting yang baik bagi kesehatan
mulut. Ini bekerja dengan kalsium dan fosfor dan mencegah kerusakan gigi juga.
2.4.1 Makanan Yang Boleh Dimakan Dan Yang Harus Dihindari
Apa yang Anda masukkan ke dalam mulut Anda pasti memberi efek pada gigi
Anda. Ada berbagai cara di mana nutrisi mempengaruhi mulut dan gigi. Makanan
kaya kalsium dan fosfor baik untuk gigi Anda. Makanan kaya omega-3 dan asam
lemak juga akan membantu untuk meningkatkan kesehatan mulut Anda. Makanan
dan minuman yang meningkatkan produksi air liur baik untuk kesehatan mulut Anda.
Air liur bekerja secara alami menetralkan asam yang meningkatkan kerusakan gigi
dan pembusukan. Selain itu juga membantu membersihkan partikel makanan kecil
yang menempel di gigi Anda. Semua jenis makanan manis harus dihindari untuk
kesehatan mulut yang baik serta mencegah produksi asam dan kerusakan makanan
dan pembusukan.
Makanan yang manis dan lengket seperti permen, es, caramel, minuman
bersoda dan lain-lain dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan gigi.
Perbanyaklah mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan yang berserat dan
berair yang baik untuk kesehatan tulang dan gigi karena didalamnya mengandung
vitamin C yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh. Contohnya adalah brokoli,
semangka, jeruk, apel dan sebagainya. Selain itu perlu juga menghindari makanan-
makanan yang terlalu panas atau dingin, makanan yang dapat menimbulkan bau
mulut serta hindari rokok.
e. Untuk gigi atas gerakan sikat dari atas ke bawah dan sebaliknya.
f. Posisi sikat gigi 45° di daerah perbatasan antara gigi dan gusi. Agar sisa makanan
yang mungkin masih menyelip dapat dibersihkan. Gunakan gerakan yang sama
untuk menyikat bagian dalam permukaan gigi.
g. Gosok semua bagian permukaan gigi yang digunakan untuk mengunyah. Gunakan
hanya ujung bulu sikat gigi untuk membersihkan gigi dengan tekanan ringan
sehingga bulu sikat tidak membengkok. Biarkan bulu sikat membersihkan celah-
celah gigi. Rubah posisi sikat gigi sesering mungkin.
h. Untuk membersihkan gigi depan bagian dalam, gosok gigi dengan posisi tegak
dan gerakkan perlahan keatas dan bawah melewati garis gusi.
g. Gunakan odol secukupnya + fluor
Pasta gigi adalah bahan yang digunakan bersama-
sama sikat gigi untuk membersihkan dan memoles
seluruh permukaan gigi. Fungsi utama pasta gigi
adalah membantu sikat gigi dalam membersihkan permukaan gigi dari pewarnaan
gigi dan sisa-sisa makanan, fungsi sekundernya untuk memperkilat gigi dan
mempertinggi kesehatan gingiva serta mengurangi bau mulut. Umumnya pasta
gigi mengandung bahan abrasif 20-40%, air 20-40%, pelembab 20-40%, detergen
1-2%, bahan pengikat 2%, bahan penyegar ±2%, bahan pemanis ±2%, bahan
terapeutik ±5%, dan pewarna <1%.4,28 Pasta gigi terapeutik dibagi dalam 2
kelompok yaitu:
1) Pasta gigi terapeutik yang tidak mengandung fluor seperti pasta gigi yang
mengandung klorofil, antibiotik, ammonium dan enzim inhibitor.
2) Pasta gigi terapeutik yang mengandung fluor untuk mencegah terjadinya
karies gigi seperti : sodium fluoride 0,22%, stannous fluoride 0,4% dan
sodium monofluorophosphate 0,76%.
Anak prasekolah sudah dianjurkan untuk memakai pasta gigi yang
mengandung fluor karena kemampuan refleks penelanan anak sudah lebih baik,
sehingga anak sudah dapat berkumur dan meludahkan cairan yang terdapat dalam
mulutnya.8 Jumlah pasta gigi yang dioleskan hanya sebesar biji kacang polong
kecil sehingga kadar fluor yang masuk kedalam tubuh anak masih dalam batas
yang normal walaupun anak menelan pasta giginya serta untuk mencegah
terjadinya fluorosis.
2.6.6 Waktu dan frekuensi menyikat gigi
Menurut American Dental Association (ADA) menyatakan bahwa pasien
harus menyikat gigi, secara teratur minimal dua kali sehari yaitu pagi hari setelah
sarapan dan malam sebelum tidur. Penelitian menunjukkan bahwa menyikat gigi
sekali sehari pada anak, menggunakan pasta gigi yang mengandung fluor akan
mencegah terbentuknya karies gigi. Menyikat gigi khususnya pada malam hari sangat
penting, bertujuan untuk mencegah plak dan debris (sisa-sisa makanan) yang melekat
di permukaan gigi setiap malam.27 Lamanya penyikatan tidak ditentukan, tetapi
biasanya dianjurkan selama 2-3 menit.
2.6.7 Cara Membersihkan Gigi
2.7 Penambalan Gigi
Penambalan gigi adalah suatu tindakan perawatan dengan cara meletakkan suatu
bahan tambal pada lubang gigi yang telah dibersihkan. Bahan tambalan yang biasanya
digunakan bermacam-macam tergantung letak dan fungsi dari pada gigi tersebut.
Penambalan gigi terhadap gigi yang berlubang sebaiknya dilakukan sedini mungkin sebelum
kelainannya menjadi lebih berat lagi. Apabila penambalan dilakukan sedini mungkin,
kunjungan ke dokter gigi menjadi lebih sedikit, dalam artian sekali datang bisa langsung
dilakukan penambalan langsung. Apabila kelainannya sudah lebih berat, maka gigi tersebut
harus dilakukan perawatan terlebih dahulu sehingga memerlukan kunjungan yang lebih
banyak. Pada sekarang ini jenis bahan tambal sudah lebih baik lagi, baik dari segi kekuatan
atau pun kemiripan bahan tambal dengan warna gigi, sehingga gigi yang sudah ditambal
tidak terlihat telah di tambal.
Secara garis besar, ada dua tipe bahan restorasi gigi :
2.7.1 Restorasi langsung (direct restoration).
Proses penambalan dilakukan dengan satu kali kunjungan. Yang termasuk dalam
bahan restorasi ini antara lain: amalgam gigi, semen ionomer kaca (SIK), resin
ionomer, dan beberapa golongan resin komposit.
2.7.2 Restorasi tidak langsung (indirect restoration).
Umumnya dilakukan kunjungan minimal dua kali atau bahkan lebih, tergantung jenis
perawatannya. Yang termasuk restorasi ini antara lain: inlays, onlays, veneers
(pelapisan gigi), mahkota dan jembatan yang dibuat dengan emas, bahan dasar metal
alloys, keramik atau komposit. Restorasi ini biasanya juga melibatkan pekerjaan
laboratoris. Dokter gigi akan melakukan prosedur pencetakan pada pasien untuk
memperoleh model gigi dan rongga mulut pasien.
2.7.3 Veneer (pelapisan gigi) adalah perawatan gigi yang dilakukan pada gigi yang tidak
beraturan ringan dan gigi dengan bentuk tidak normal
2.7.4 Crown (selubung gigi) dilakukan pada gigi yang patah, kerusakan yang luas, dan gigi
yang tidak bisa ditambal. Gigi yang patah dibuatkan selubung gigi, sedangkan bridge
merupakan cara perawatan untuk mengisi celah dari satu atau lebih gigi yang hilang.
Perawatan ini dilakukan karena kehilangan satu gigi dan adanya masalah gigitan dan
sendi rahang yang ditimbulkan dari gigi yang sudah bergeser.
2.8 Pencabutan Gigi
Pencabutan gigi dilakukan apabila gigi tersebut sudah tidak dapat lagi dipertahankan
dan apabila gigi tersebut menjadi penyebab dari infeksi di dalam ronggan mulut dan dapat
menyebabkan kelinan ke organ yang lainnya. Sebagai salah satu contoh gigi yang harus
dicabut ialah gigi rahang bawah yang paling ujung dan tertanam dan menyebabkan sakit
dan bengkak, bahkan dapat menyebabkan kesulitan buka mulut. Karena terjadi peradangan
disekitar gigi tersebut dan mempengaruhi jaringan otot disekitarnya sehingga ototnya
menjadi tegang dan sulit untuk membuka mulut, pencabutan gigi ini termasuk ke dalam
operasi karena tingkat kesulitannya dibandingkan pencabutan gigi yang biasa.
2.9 Kontrol Enam Bulan Sekali
Meskipun mungkin tidak terdapat keluhan apapun dari rongga mulut, tetapi
pemeriksaan gigi sebaiknya dilakukan 6 bulan sekali. Hal tersebut berguna untuk
mencegah perkembangan penyakit gigi dan gusi lebih lanjut. Pemeriksaan gigi yang
dilakukan 6 bulan sekali setidaknya sekaligus untuk dilakukan pembersihan karang gigi
atau yang biasa disebut dengan scaling oleh dokter gigi. Mengunjungi dokter gigi untuk
melakukan pemeriksaan tidak hanya bermanfaat untuk mengetahui jika ada kelainan yang
berkembang di rongga mulut. Namun juga dapat untuk mengetahui jika ada perkembangan
penyakit sistemik yang bermanifestasi di rongga mulut. Jika dokter gigi mendapati kondisi
demikian, biasanya akan merujuk pada dokter yang berkompeten.
Masalah gigi berlubang masih banyak dikeluhkan baik oleh anak-anak maupun
dewasa dan tidak bisa dibiarkan hingga parah karena akan memengaruhi kualitas hidup.
Karena itulah, untuk mencegahnya, minimal periksakan kondisi gigi ke dokter gigi minimal
6 bulan sekali.
Menurut Drg Ratu Mirah Afifah GCClindent., MDSc, Professional Relationship
Manager Oral Care, PT Unilever Indonesia, Tbk, permasalahan gigi akan menyebabkan
seseorang mengalami rasa sakit, ketidaknyamanan, cacat, infeksi akut dan kronis,
gangguan makan dan tidur serta memiliki risiko tinggi untuk dirawat di rumah sakit.
Akibatnya, akan membutuhkan biaya pengobatan tinggi dan berkurangnya waktu belajar di
sekolah.
Dicontohkan, di Indonesia, sakit gigi bisa berakibat seseorang kehilangan waktu
kerja atau sekolah rata-rata 4 hari setiap bulannya dan hal ini juga terjadi di negara maju
seperti Amerika Serikat dimana lebih dari 51 juta jam sekolah hilang setiap tahunnya
dikarenakan penyakit gigi dan mulut. "Untuk itulah, dianjurkan perlunya mengunjungi
dokter gigi setiap 6 (enam) bulan sekali untuk mencegah, mendeteksi secara dini bila ada
kelainan dan mendapatkan perawatan gigi segera sebelum keadaan menjadi parah.
Disebutkan, data global juga menunjukkan bahwa penyakit gigi dan mulut menjadi
masalah dunia yang dapat mempengaruhi kesehatan secara umum dan kualitas Kesehatan.
Seperti general check up kesehatan tubuh dari mata, telinga, denyut jantung, tekanan
darah, hingga urine dan tinja, pemeriksaan gigi bermaksud untuk pencegahan penyakit gigi
dan mulut akan meneropong kondisi rongga mulut secara menyeluruh, meliputi kondisi
gusi, ludah, bau mulut, gigi, termasuk email gigi. Berdasarkan kondisi inilah bisa dilakukan
penanggulangan.
Kondisi gusi diperiksa untuk mengetahui apakah ada perdarahan atau radang gusi
(gingivitis) dengan alat yang disebut WHO probe. Gusi di tiap gigi ditekan ringan. Kalau
tak sehat, dengan tekanan ringan saja gusi akan berdarah. Kalau terjadi radang gusi, karena
terjadi di jaringan penyangga gigi, risiko gigi tanggal mencapai 1 – 6 kali. Karena
masuknya kuman dapat menyebabkan radang gusi, terutama dari jenis anaerob. Masuknya
kuman itu bisa terjadi jika kebersihan kurang terjaga. Gejala radang gusi yang mudah
dirasakan adalah saat sikat gigi, gusi berdarah, dan linu saat minum dingin atau asam.
Jika masih ringan, penanganannya bisa dilakukan dengan menyikat gigi secara
benar. Sebaliknya, bila sudah terjadi kelainan, misalnya terbentuk kantung gusi karena
gingivitis, tindakan medis mesti dilakukan. Bila ukuran kantung gusinya berkisar 3 – 5
mm, dilakukan pembersihan dengan dikuret. Bila kantung gusi telah lebih dari 6 mm,
tenpaksa dilakukan operasi gusi.
Sedangkan kondisi ludah yang diperhatikan adalah jumlah, kekentalan, kadar
keasaman, dan protein. PH ludah normal adalah 6 – 7. Makin cair makin bagus. Kalau
terlalu kental, mulut akan kering karena kekurangan enzim pengendali jumlah kuman.
Dengan bertambahnya usia, bisa terjadi syorgan syndrome, berkurangnya produk si ludah.
Keadaan ini bisa ditanggulangi dengan pemberian obat. Juga dibantu dengan perilaku
sehat, yaitu banyak berkumur dan minum.
Kalau ada yang berlubang, ya ditambal. Kalau sudah ada yang ompong, meskipun
terletak di bagian dalam yang tak terlihat bila tersenyum, sebaiknya dipasangi gigi palsu.
Ini penting, karena gigi selalu mencari kontak baru. Kalau ada lawannya, ia akan berhenti
bergerak. Gigi palsu itu bukan sekadar untuk tampil cantik, tapi untuk membantu
memperbaiki dan mempertahankan struktur.
Jika gigi berlubang dan ompong dibiarkan, kita akan cenderung mengunyah di sisi
gigi yang tak berlubang dan ompong. Padahal, posisi mengunyah yang ideal harus
seimbang. Sisi yang tak dipakai mengunyah akan membuat makanan di sana tak hancur,
lama-lama karang gigi menutup permukaan gigi. Jika dibiarkan, akan berpengaruh ke otot
leher hingga timbul keluhan pusing. Rahang sendi pun bisa berkelainan, karena fungsi
gigitan tak seimbang. Akhirnya, bisa mengganggu fungsi pendengaran.
BAB III
KESIMPULAN
Gigi yang sehat adalah gigi yangrapih, bersih, bercahaya dan didukung oleh gusi yang
sehat, yaitu gusi yang kencang dan bewarna merah muda. Untuk mencapai kesehatan gigi dan
mulut yang optimal, maka harus dilakukan perawatan secara berkala, sehingga didapatkan
kondisi gigi dan jaringan rongga mulut yang sehat. Hal tersebut dapat dicapai dengan
memeriksakan kesehatan gigi dan mulut ke dokter gigi setiap enam bulan sekali dan bukan hanya
apabila terdapat keluhan saja.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28136/5/Chapter
%20I.pdf. diakses tanggal 19 November 2012)
Anonim. 2012.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21346/6/Chapter
%20I.pdf. diakses tanggal 19 November 2012)
Anonim . Karies
Gigi. http://repository.usu.ac. id/bitstream/123456789/ 20092/4 /Chapter % 20II.pdf .
(diakses Minggu 18 November 2012 pukul 22.30 WIB)
Anonim. 2012.http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/ed1mei102831_2087-0051.pdf(diakses
tanggal 19-11-2012)
Anonim.2012. Penambalan Gigi. http://www.kedokterangigi.net/arsip/journal-penambalan-gigi-
pdf.html (diakses tanggal 19-11-2012)