Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

KESEHATAN GIGI DAN MULUT

OLEH

SUKRAWATI. AMKG

UPT PUSKESMAS SEBANGAR


TAHUN 2021
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………………………………………………………………………………


Daftar Isi………………………………………………………………………………………
Bab I   Pendahuluan …...…………………………………………………………………….
1.1  Latar Belakang …………………………………………………………………………
1.2  Rumusan Masalah………………………………………………………………………
1.3  Tujuan…………………………………………………………………………………..

Bab II Pembahasan.....................................................................................................................
2.1 Mulut dan Bagian – Bagiannya…………………………………………………………
2.2 Karies……………………………………………………………………………………
2.3 Gingivitis………………………………………………………………………………..
2.4 Memelihara Kesehatan Gigi…………………………………………………………….
2.5 Diet Makanan…………………………………………………………………………...
2.6 Menyikat Gigi…………………………………………………………………………...
2.7 Penambalan Gigi………………………………………………………………………...
2.8 Pencabutan Gigi…………………………………………………………………………
2.9 Kontrol Enam Bulan Sekali…………………………………………………………….

Bab III Penutup……………………………………………………………………………….
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak dapat
dipisahkan satu dan lainnya karena akan mempengaruhi kesehatan tubuh keseluruhan. Gigi
merupakan salah satu bagian tubuh yang berfungsi untuk mengunyah, berbicara dan
mempertahankan bentuk muka, sehingga penting untuk menjaga kesehatan gigi sedini
mungkin agar dapat bertahan lama dalam rongga mulut. Kelainan-kelainan yang bisa terjadi
di dalam mulut adalah gigi berlubang, penyakit atau radang gusi dan gigi berjejal. Karies
gigi dan radang gusi (gingivitis) merupakan penyakit gigi dan jaringan pendukung gigi yang
banyak dijumpai pada anak-anak sekolah dasar di Indonesia, serta cenderung meningkat
setiap dasawarsa.
Masalah terbesar yang dihadapi penduduk Indonesia seperti juga di negara - negara
berkembang lainnya di bidang kesehatan gigi dan mulut  adalah penyakit jaringan keras gigi
(caries dentin). Hal ini karena prevalensi karies di Indonesia mencapai 80%. Usaha untuk
mengatasinya belum memberikan hasil yang nyata bila diukur dengan indikator kesehatan
gigi masyarakat. Tingginya prevalensi karies gigi serta belum berhasilnya usaha untuk
mengatasinya mungkin dipengaruhi oleh faktor - faktor distribusi penduduk, faktor
lingkungan, faktor perilaku, dan faktor pelayanan kesehatan gigi yang berbeda-beda pada
masyarakat Indonesia.
Karies gigi adalah suatu proses kerusakan yang dimulai dari email terus ke dentin
dan merupakan suatu penyakit yang berhubungan dengan banyak faktor. Ada empat faktor
utama yang saling mempengaruhi untuk terjadinya karies yaitu faktor host yang meliputi
gigi dan saliva, faktor ke dua ialah mikroorganisme, ke tiga adalah substrat dan ke empat
adalah waktu.
Selain faktor langsung yang ada di dalam mulut, terdapat faktor-faktor tidak
langsung yang disebut faktor risiko luar yang merupakan faktor predisposisi dan faktor
penghambat terjadinya karies. Faktor luar antara lain adalah usia, jenis kelamin, keadaan
penduduk dan lingkungan, pengetahuan, kesadaran dan perilaku yang berhubungan dengan
kesehatan gigi, misalnya pengetahuan mengenai jenis makanan dan minuman yang
menyebabkan karies.
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa kejadian karies sangat berbeda antara
kelompok-kelompok penduduk, tetapi diet dipertimbangkan sebagai perbedaan utama antara
kelompok-kelompok bangsa meskipun ada juga faktor genetik. Telah dibuktikan dari
berbagai  penelitian bahwa gula dalam diet merupakan penyebab utama karies. Suku bangsa
yang mengkonsumsi gula lebih tinggi, kariesnya lebih tinggi dibandingkan dengan mereka
yang mengkonsumsi gula lebih rendah.
Peningkatan keadaan sosial ekonomi dan pola hidup masyarakat juga sangat
berpengaruh pada peningkatan penyakit gigi dan mulut. Hal ini antara lain disebabkan
karena adanya perubahan perilaku masyarakat serta kemampuan dalam menyediakan
makanan yang bersifat kariogenik seperti gula, permen dan coklat.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi masalah
dalam penelitian ini adalah :
a. Bagaimanakah anatomi mulut dan bagian – bagian mulut?
b. Apakah yang dimaksud dengan karies gigi?
c. Apakah yang dimaksud dengan gingvitis?
d. Bagaimanakah diet makanan bagi mulut?
e. Bagaimanakah cara menyikat gigi yang baik?
f. Bagaimanakah proses penambalan gigi?
g. Bagaimanakah proses pencabutan gigi?
h. Bagaimanakah perawatan gigi yang baik (kontrol gigi 6 bulan sekali)?

1.3  Tujuan
a. Mengetahui anatomi mulut dan bagian – bagian mulut
b. Mengetahui mengenai karies gigi
c. Mengetahui mengenai gingvitis
d. Mengetahui diet makanan yang baik bagi mulut
e. Mengetahui cara menyikat gigi yang baik
f. Mengetahui proses penambalan gigi
g. Mengetahui proses pencabutan gigi
h. Mengetahui perawatan gigi yang baik (kontrol gigi 6 bulan sekali)
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Mulut dan Bagian – Bagiannya


Mulut dibentuk oleh 2 rahang, yakni rahang atas dan rahang bawah. Pada rahang ini
terdapat gigi dan gusi. Gigi dan mulut sendiri berfungsi untuk menguyah, berbicara, dan
memberikan bentuk yang harmonis pada muka.
Gigi tersusun atas lapisan-lapisan. Lapisan-lapisan pada gigi yakni :
a. Email : lapisan terluar yang keras dan kuat
b. Dentin : lapisan dibawah email yang lebih lunak mudah rusak
c. Pulpa : lapisan yang berisi pembuluh darah dan saraf
d. Gusi : laringan lunak yang ada dalam mulut
e. Cementum : lapisan luar akar gigi
f. Jar. Periodontal : jaringan yang memegang gigi sehingga melekat pada rahang
g. Tulang alveolar : tulang tempat melekatnya gigi

2.2  Karies
2.2.1 Definisi
Karies berasal dari bahasa Latin yaitu caries yang artinya kebusukan. Karies
gigi adalah suatu proses kronis regresif yang dimulai dengan larutnya mineral email
sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang
disebabkan oleh pembentukan asam mikrobial dari substrat sehingga timbul destruksi
komponen-komponen organik yang akhirnya terjadi kavitas.
Karies adalah suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan
cementum yang disebabkan oleh aktivitas jazad renik terhadap suatu jenis karbohidrat
yang dapat diragikan. Tandanya adalah adanya demineralisasi jaringan keras gigi
yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya (Kidd & Bechal, 1992).
Karies merupakan proses demineralisasi yang disebabkan oleh suatu interaksi
antara (produk-produk) seperti: mikroorganisme, ludah, bagian-bagian yang berasal
dari makanan dan email (Houwink & Winchel, 2000).
2.2.2 Penyebab
Keberadaan bakteri dalam mulut merupakan suatu hal yang normal. Bakteri
dapat mengubah semua makanan, terutama gula, menjadi asam. Bakteri, asam, sisa
makanan, dan ludah akan membentuk lapisan lengket yang melekat pada permukaan
gigi. Lapisan lengket inilah yang disebut plak. Plak akan terbentuk 20 menit setelah
makan. Zat asam dalam plak akan menyebabkan jaringan keras gigi larut dan
terjadilah  karies. Bakteri yang paling berperan dalam menyebabkan karies
adalah  Streptococcus mutans.
2.2.3 Gejala
Karies ditandai dengan adanya lubang pada jaringan keras gigi, dapat
berwarna coklat atau hitam.
Gigi berlubang biasanya tidak terasa sakit sampai lubang tersebut bertambah
besar dan mengenai persyarafan dari gigi tersebut. Pada karies yang cukup dalam,
biasanya keluhan yang sering dirasakan pasien adalah rasa ngilu bila gigi terkena
rangsang panas, dingin, atau manis. Bila dibiarkan, karies akan bertambah besar dan
dapat mencapai kamar pulpa, yaitu rongga dalam gigi yang berisi jaringansyaraf dan
pembuluh darah. Bila sudah mencapai kamar pulpa, akan terjadi proses peradangan
yang menyebabkan rasa sakit yang berdenyut. Lama kelamaan, infeksi bakteri dapat
menyebabkan kematian jaringan dalam kamar pulpa dan infeksi dapat menjalar ke
jaringan tulang penyangga gigi, sehingga dapat terjadi abses.
2.2.4 Proses Karies Gigi
Proses terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya plaque di permukaan
gigi, sukrosa  (gula) dari sisa makanan dan bakteri berproses menempel pada waktu
tertentu yang berubah menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH mulut menjadi
kritis (5,5) dan akan menyebabkan demineralisasi email berlanjut menjadi karies gigi.
Secara perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan ke arah dentin melalui lubang
fokus tetapi belum sampai kavitasi (pembentukan lubang).
Kavitasi baru timbul bila dentin terlibat dalam proses tersebut. Namun
kadang-kadang begitu banyak mineral hilang dari inti lesi sehingga permukaan
mudah rusak secara mekanis, yang menghasilkan kavitasi yang makrokopis dapat
dilihat. Pada karies dentin yang baru mulai terlihat hanya lapisan keempat (lapisan
transparan, terdiri dari tulang dentin sklerotik, kemungkinan membentuk rintangan
terhadap mikroorganisme dan enzimnya) dan lapisan kelima (lapisan opak/tidak
tembus penglihatan, di dalam tubuli terdapat lemak yang mungkin merupakan gejala
degenerasi cabang-cabang odontoblast). Baru setelah terjadi kavitasi, bakteri akan
menembus tulang gigi. Pada proses karies yang amat dalam, tidak terdapat lapisan-
lapisan tiga (lapisan demineralisasi, suatu daerah sempit, dimana dentin partibular
diserang), lapisan empat dan lapisan lima.
Akumulasi plak pada permukaan gigi utuh dalam dua sampai tiga minggu
menyebabkan terjadinya bercak putih. Waktu terjadinya bercak putih menjadi kavitasi
tergantung pada umur, pada anak-anak 1,5 tahun dengan kisaran 6 bulan ke atas dan
ke bawah, pada umur 15 tahun, 2 tahun dan pada umur 21-24 tahun, hampir tiga
tahun. Tentu saja terdapat perbedaan individual. Sekarang ini karena banyak
pemakaian flourida, kavitasi akan berjalan lebih lambat daripada dahulu.
Pada anak-anak, kerusakan berjalan lebih cepat dibanding orang tua, hal ini
disebabkan:
a. Email gigi yang baru erupsi lebih mudah diserang selama belum selesai maturasi
setelah erupsi (meneruskan mineralisasi dan pengambilan flourida) yang
berlangsung terutama 1 tahun setelah erupsi.
b. Remineralisasi yang tidak memadai pada anak-anak, bukan karena perbedaan
fisiologis, tetapi sebagai akibat pola makannya (sering makan makanan kecil)
c. Lebar tubuli pada anak-anak mungkin menyokong terjadinya sklerotisasi yang
tidak memadai
d. Diet yang buruk dibandingkan dengan orang dewasa, pada anak-anak terdapat
jumlah ludah dari kapasitas buffer yang lebih kecil, diperkuat oleh aktivitas
proteolitik yang lebih besar di dalam mulut.

2.2.5 Klasifikasi Karies Gigi


a. Berdasarkan Stadium Karies (dalamnya karies)
1) Karies Superfisialis di mana karies baru mengenai enamel saja, sedang dentin
belum terkena.
2) Karies Media di mana karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi
setengah dentin.

3) Karies Profunda di mana karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin
dan kadang-kadang sudah mengenai pulpa.
b. Berdasarkan Keparahan atau Kecepatan Berkembangnya
1) Karies Ringan
Kasusnya disebut ringan jika serangan karies hanya pada gigi yang paling
rentan seperti pit (depresi yang kecil, besarnya seujung jarung yang terdapat
pada permukaan oklusal dari gigi molar) dan fisure (suatu celah yang dalam
dan memanjang pada permukaan gigi) sedangkan kedalaman kariesnya hanya
mengenai lapisan email (iritasi pulpa).
2) Karies Sedang
Kasusnya dikatakan sedang jika serangan karies meliputi permukaan oklusal
dan aproksimal gigi posterior. Kedalaman karies sudah mengenai lapisan
dentin (hiperemi pulpa).
3) Karies Berat/Parah
Kasusnya dikatakan berat jika serangan juga meliputi gigi anterior yang
biasanya bebas karies. Kedalaman karies sudah mengenai pulpa, baik pulpa
tertutup maupun pulpa terbuka (pulpitis dan gangren pulpa). Karies pada gigi
anterior dan posterior sudah meluas ke bagian pulpa.

2.2.6 Faktor Etiologi


Ada yang membedakan faktor etiologi atau penyebab karies atas faktor
penyebab primer yang langsung mempengaruhi biofilm (lapisan tipis normal pada
permukaan gigi yang berasal dari saliva) dan faktor modifikasi yang tidak langsung
mempengaruhi biofilm. Karies terjadi bukan disebabkan karena satu kejadian saja
seperti penyakit menular lainnya tetapi disebabkan serangkaian proses yang terjadi
selama beberapa kurun waktu. Pada tahun 1960-an oleh Keyes dan Jordan (cit. Harris
and Christen, 1995), karies dinyatakan sebagai penyakit multifaktorial yaitu adanya
beberapa faktor yang menjadi penyebab terbentuknya karies. Ada empat faktor utama
yang memegang peranan yaitu 1) faktor host atau tuan rumah, 2) agen atau
mikroorganisme, 3) substrat atau diet dan, 4) faktor waktu. Untuk terjadinya karies,
maka kondisi setiap faktor tersebut harus saling mendukung yaitu tuan rumah yang
rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang sesuai dan waktu yang lama.
a. Faktor Host Atau Tuan Rumah
Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah
terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur
enamel, faktor kimia dan kristalografis. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat
rentan terhadap karies karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di daerah
tersebut terutama pit dan fisur yang dalam. Selain itu, permukaan gigi yang kasar
juga dapat menyebabkan plak mudah melekat dan membantu perkembangan
karies gigi. Enamel merupakan jaringan tubuh dengan susunan kimia kompleks
yang mengandung 97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat, fluor), air 1% dan
bahan organik 2%. Bagian luar enamel mengalami mineralisasi yang lebih
sempurna dan mengandung banyak fluor, fosfat dan sedikit karbonat dan air.
Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan enamel.Semakin banyak
enamel mengandung mineral maka kristal enamel semakin padat dan enamel
akan semakin resisten. Gigi susu lebih mudah terserang karies daripada gigi
tetap. Hal ini disebabkan karena enamel gigi susu mengandung lebih banyak
bahan organik dan air sedangkan jumlah mineralnya lebih sedikit daripada gigi
tetap. Selain itu, secara kristalografis kristal-kristal gigi susu tidak sepadat gigi
tetap. Mungkin alasan ini menjadi salah satu penyebab tingginya prevalensi
karies pada anak-anak.
b. Faktor Agen Atau Mikroorganisme
Plak gigi memegang peranan peranan penting dalam menyebabkan
terjadinya karies. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan
mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan
melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Hasil penelitian
menunjukkan komposisi mikroorganisme dalam plak berbeda-beda. Pada awal
pembentukan plak, kokus gram positif merupakan jenis yang paling banyak
dijumpai seperti Streptokokus mutans, Streptokokus sanguis, Streptokokus mitis
dan Streptokokus salivarius serta beberapa strain lainnya. Selain itu, ada juga
penelitian yang menunjukkan adanya laktobasilus pada plak gigi. Pada penderita
karies aktif, jumlah laktobasilus pada plak gigi berkisar 104 – 105 sel/mg plak.
Walaupun demikian, S. mutans yang diakui sebagai penyebab utama karies oleh
karena S. Mutans mempunyai sifat asidogenik dan asidurik (resisten terhadap
asam).
c. Faktor Substrat Atau Diet
Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena
membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada
permukaan enamel. Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam
plak dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi
asam serta bahan lain yang aktif yang menyebabkan timbulnya karies. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak mengonsumsi karbohidrat
terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya pada
orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit
atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi. Hal ini penting untuk
menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan penting dalam terjadinya
karies.

d. Faktor Waktu
Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia
yang berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang
dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi,
diperkirakan 6-48 bulan.
2.2.7 Epidemiologi Karies Gigi
a.    Distribusi Frekuensi
Status karies gigi menurut karakteristik penduduk Indonesia (Profil
Kesehatan Gigi dan Mulut Tahun 1999):
1) Prevalensi karies berdasarkan jenis kelamin :
a) Laki-laki (90,05%)
b) Perempuan(91,67%)
2) Prevalensi karies berdasarkan daerah :
a) Urban (91,06%)
b) Rural (90,84%)
3) Prevalensi karies berdasarkan pulau :
a) Jawa dan Bali (86,59%),
b) Sumatera (94,41%),
c) Kalimantan (94,85%),
d) Sulawesi (99,28%)
4) Prevalensi karies berdasarkan umur :
a) 12 tahun (76,62%),
b) 15 tahun (89,38%),
c) 18 tahun (83,50%),
d) 35-44 tahun (94,56%),
e) dan 65 tahun ke atas (98,57%)
b.   Determinan
1) Umur
a) Umur 1-2 tahun
Studi oleh Kohler et all (1978,1982), bahwa pada ibu-ibu dengan saliva
yang mengandung banyak Streptococcus mutans sering menularkannya
kepada bayi mereka segera setelah gigi susunya tumbuh, hal ini
menyebabkan tingginya kerentanan terhadap karies.
b) Umur 5-7 tahun
Studi oleh Carvalho et all (1989) menunjukkan bahwa pada masa ini
permukaan oklusal (kunyah) gigi molar pertama sedang berkembang,
pada masa ini gigi rentan karies sampai maturasi kedua (pematangan
jaringan gigi) selesai selama 2 tahun.
c) Umur 11-14 tahun
Merupakan usia pertama kali dengan gigi permanen keseluruhan. Pada
masa ini gigi molar kedua rentan terhadap karies sampai maturasi kedua
selesai.
d) Umur 19-22 tahun
Adalah kelompok umur berisiko pada usia remaja. Pada masa ini gigi
molar ke tiga rentan karies sampai maturasi keduanya selesai. Di usia ini
pula biasanya orang-orang meninggalkan rumah untuk belajar atau
bekerja di tempat lain, yang selanjutnya dapat menyebabkan perubahan
tidak hanya gaya hidup tapi juga pada kebiasaan makan dan menjaga
kebersihan mulut.
c. Jenis Kelamin
Dari pengamatan yang dilakukan Milhann-Turkeheim pada gigi M1,
didapat hasil bahwa persentase karies gigi pada wanita adalah lebih tinggi
dibanding pria.Selama masa kanak-kanak dan remaja, wanita menunjukkan nilai
DMF yang lebih tinggi daripada pria. Walaupun demikian, umumnya oral higiene
wanita lebih baik sehingga komponen gigi yang hilang (M=Missing) lebih sedikit.
d. Sosial Ekonomi
Karies dijumpai lebih rendah pada kelompok sosial ekonomi rendah dan
sebaliknya. Hal ini dikaitkan dengan lebih besarnya minat hidup sehat pada
kelompok sosial ekonomi tinggi.
Tirthankar (2002), ada dua faktor sosial ekonomi yaitu pekerjaan dan
pendidikan. Pendidikan adalah faktor kedua terbesar yang mempengaruhi status
kesehatan. Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi akan memiliki
pengetahuan dan sikap yang baik tentang kesehatan sehingga akan mempengaruhi
perilakunya untuk hidup sehat.
e. Penggunaan Flour
Rugg-Gunn (2000) di Inggris menyatakan bahwa penggunaan fluor sangat
efektif untuk menurunkan prevalensi karies, walaupun penggunaan fluor tidaklah
merupakan satusatunya cara mencegah gigi berlubang.
Dr. Trendly Dean dilaporkan bahwa ada hubungan timbal balik antara
konsentrasi fluor dalam air minum dengan prevalensi karies.Penelitian
epidemiologi Dean ditandai dengan perlindungan terhadap karies secara optimum
dan terjadinya mottled enamel (keadaan email yang berbintik-bintik putih,
kuning, atau coklat akibat kelebihan fluor/fluorosis) yang minimal apabila
konsentrasi fluor kurang dari 1 ppm.
f. Pola Makan
Setiap kali seseorang mengkonsumsi makanan dan minuman yang
mengandung karbohidrat, maka beberapa bakteri penyebab karies di rongga mulut
akan mulai memproduksi asam sehingga pH saliva menurun dan terjadi
demineralisasi yang berlangsung selama 20-30 menit setelah makan. Di antara
periode makan, saliva akan bekerja menetralisir asam dan membantu proses
remineralisasi. Namun, apabila makanan berkarbonat terlalu sering dikonsumsi,
maka email gigi tidak akan mempunyai kesempatan untuk melakukan
remineralisasi dengan sempurna sehingga terjadi karies.
g. Kebersihan Mulut
Diketahui bahwa salah satu komponen dalam pembentukan karies adalah
plak. Orang yang rutin menyikat gigi akan memiliki faktor risiko lebih kecil untuk
karies dibandingkan yang tidak rutin menggosok gigi.
h. Merokok
Nicotine yang dihasilkan oleh tembakau dalam rokok dapat menekan
aliran saliva, yang menyebabkan aktivitas karies meningkat. Dalam hal ini karies
ditemukan lebih tinggi pada perokok dibandingkan dengan bukan perokok.
i. Pengalaman karies
Penelitian epidemiologis telah membuktikan adanya hubungan antara
pengalaman karies dengan perkembangan karies di masa mendatang. Sensitivitas
parameter ini hampir mencapai 60%. Prevalensi karies pada gigi desidui dapat
memprediksi karies pada gigi permanennya.
j. Jumlah bakteri
Segera setelah lahir akan terbentuk ekosistem oral yang terdiri atas
berbagai jenis bakteri. Kolonisasi bakteri di dalam mulut disebabkan transmisi
antar manusia, yang paling banyak dari ibu atau ayah. Bayi yang memiliki jumlah
S. mutans yang banyak, maka usia 2-3 tahun akan mempunyai risiko karies yang
lebih tinggi pada gigi susunya. Walaupun laktobasilus bukan merupakan
penyebab utama karies, tetapi bakteri ini ditemukan meningkat pada orang yang
mengonsumsi karbohidrat dalam jumlah banyak.
k. Saliva
Selain mempunyai efek bufer, saliva juga berguna untuk membersihkan
sisa-sisa makanan di dalam mulut. Aliran saliva pada anak-anak meningkat
sampai anak tersebut berusia 10 tahun, namun setelah dewasa hanya terjadi
peningkatan sedikit. Tidak hanya umur, beberapa faktor lain juga dapat
menyebabkan berkurangnya aliran saliva. Pada individu yang berkurang fungsi
salivanya, maka aktivitas karies akan meningkat secara signifikan.
2.2.8 Diagnosa
a. Detectable explorer “stick”
b. Radiographs
c. Visual
d. Laser caries detector
2.2.9 Intervensi
a. Sikat gigi dengan pasta gigi berfluoride dua kali sehari, pada pagi hari setelah
sarapan dan malam hari sebelum tidur.
b. Lakukan flossing sekali dalam sehari untuk mengangkat plak dan sisa makanan
yang tersangkut di antara celah gigi-geligi.
c. Hindari makanan yang terlalu manis dan lengket, juga kurangi minum minuman
yang manis seperti soda.
d. Lakukan kunjungan rutin ke dokter gigi tiap 6 bulan sekali.
e. Perhatikan diet pada ibu hamil dan pastikan kelengkapan asupan nutrisi, karena
pembentukan benih gigi dimulai pada awal trimester kedua.
f. Penggunaan fluoride baik secara lokal maupun sistemik.

2.3 Gingivitis
2.3.1 Pengertian
Radang gusi (gingivitis) adalah keadaan di mana terjadi perubahan struktural
pada gusi. Ditandai dengan adanya perubahan bentuk dan warna pada gusi. Radang
gusi disebabkan karena kurang memperhatikan kebersihan mulut. Jika tidak segera
ditanggulangi akan mengakibatkan enfeksi yang membahayakan anatomi tubuh
lainnya.
Radang gusi disebut juga penyakit gusi atau penyakit periondotal, yang
diakibatkan pertumbuhan bakteri di mulut dan yang lebih parah lagi jika tidak segera
diobati maka gigi akan hilang dikarenakan jaringan mengelilingi gigi. Gusi berdarah
bisa disebabkan oleh berbagai hal. Penyebab yang paling sering adalah adanya plak
dan karang gigi (kalkulus) yang menempel pada permukaan gigi. Gigi kita dilapisi
oleh lapisan transparan licin yang disebut pellicle. Pellicle yang dikolonisasi oleh
bakteri disebut plak. Selanjutnya, bila tidak dibersihkan maka plak dapat mengalami
mineralisasi (pengerasan), sehingga membentuk karang gigi yang melekat pada
permukaan gigi. Biasanya karang gigi dijumpai pada leher gigi.
Karang gigi tidak hanya melekat pada permukaan gigi yang tampak (terletak
di atas garis gusi), tapi juga dapat melekat pada permukaan gigi yang tertutup oleh
gusi. Pada permukaan karang gigi biasanya juga terdapat koloni bakteri. Koloni
bakteri pada plak dan karang gigi inilah yang mengakibatkan kerusakan jaringan
penyangga gigi, yang dimulai dari gingiva (bagian gusi yang dapat kita lihat).
Keadaan ini disebut gingivitis (radang gusi). Karena ada peradangan maka gusi
menjadi mudah berdarah apabila terkena trauma mekanis, misalnya sikat gigi atau
tusuk gigi. Jadi, gusi berdarah adalah tanda awal adanya kerusakan gusi.
Apabila tidak segera ditangani maka karang gigi dapat terus bertambah
sehingga perlekatan gusi pada permukaaan gigi menjadi lepas dan terbentuk adanya
kantung pada gusi (disebut periodontal pocket). Kondisi ini disertai juga dengan
perdarahan gusi dan kerusakan tulang penyangga gigi. Akibatnya bila tidak segera
ditangani gigi menjadi goyang dan akhirnya tanggal. Keadaan ini disebut
periodontitis.

2.3.2. Perbedaan Antara Radang Gusi ( Gingivitis) Dan Penyakit Gusi (Periodontitis).

Radang Gusi (Gingivitis) biasanya lebih dahulu daripada Penyakit Gusi


(Periodontitis). Tetapi belum tentu Radang Gusi menjadi Penyakit Gusi. Radang
Gusi terbentuknya bakteri dalam plak yang menyebabakan gusi menjadi meradang
(merah dan bengkak) dan mudah berdarah di saat gosok gigi. Jika radang gigi tidak
segera diatasi bisa berakibat penyakit gusi. Pada orang yang terkena penyakit gusi,
lapisan bagian dalam gusi dan tulang menjauh dari gigi dan membebtuk kantung.
dan ruang – ruang kecil gigi dapat ditempati oleh bakteri – bakteri. bakteri ini dapat
menyebabkan toksin atau racun dalam plak.

2.3.3 Penyebab Gingivitis

Radang gusi (gingivitis) disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya :


a. Adanya karang gigi,
b. Bakteri,
c. Sisa makanan (plak) pada gigi,
d. Cara menyikat gigi yang salah,
e. Bernafas melalui mulut. Karena bernafas melalui mulut membuat gigi menjadi
kering  dan gusi mudah teriritasi.
f. Stress, sering merokok, pubertas, haid tidak teratur, kehamilan dan faktor lain
yaitu Diabetes Melitus (DM).

2.3.4 Tanda dan Gejala Gingivitis

a. Biasanya mengeluh mulut bau, gusi bengkak mudah berdarah, tanpa nyeri, hanya
kadang terasa gatal.
b. Pada pemeriksaan gusi tampak bengkak, berwarna lebih merah dan mudah
berdarah pada sondasi.
c. Kebersihan mulut biasanya buruk.
d. Salah satu bentuk radang gusi adalah perikoronitis yang gejalanya lebih berat,
yaitu demam, dan sukar membuka mulut.
2.3.5 Cara Mencegah Timbulnya Gingivitis

a. Rajin memperbaiki kebersihan mulut dan berkumur dengan obat kumur.


b. Rajin menggosok gigi secara benar dan teratur sesuai anjuran dokter, minimal 2
kali sehari.
c. Bersihkan rongga mulut setiap 3 atau 6 bulan sekali.
d. Bersihkan karang gigi oleh dokter gigi.
e. Bila sudah terjadi radang gusi dan dengan perbaikan kebersihan tidak sembuh,
obati dengan antibiotic Amoksisilin 500 mg 3 x sehari selama 5 hari, Anti nyeri
dan anti inflamasi.
f. Banyak mengonsumsi buah-buahan yang mengonsumsi vitamin C karena
berkhasiat sebagai antioksidan dan meningkatkan kekebalan tubuh. Sumber
vitamin C alami banyak terdapat pada buah-buahan segar seperti jambu biji,
jeruk, tomat, sirsak dan mangga.
g. Menurut penelitian, brokoli dapat mencegah terjadinya infeksi termasuk infeksi
kuman penyebab radang gusi.
h. Hindari rokok karena dapat meningkatkan reiko terkena radang gusi.
i. Banyak minum air putih.

2.3.6 Klasifikasi Gingivitis

a. Berdasarkan lamanya peradangan gingival
1) Akut : Peradangan gingival dengan durasi singkat,setelah perawatan dari pas
ien sendiri dapat mengembalikan status sehat.
2) Kronis : Gingivitis durasi lama, terjadi sampai bertahun-tahun periodontitis.
b. Berdasarkan perluasan peradangan
1) Terlokalisasi : membatasi peradangan jaringan gingiva pada gigi atau sebagi
an.
2) General : peradangan jaringan gingiva pada seluruh mulut.
c. Berdasarkan Distribusi Inflamasi
1) Papila : inflamasi jaringan pada seluruh mulut.
2) Marginal : inflamasi pada margin dan papila.
3) Diffuse : inflamai pada margin gingiva.

2.3.7 Tipe Gingivitis

    Gingivitis dapat dibagi dalam 3 kelompok besar yaitu :


a.       Disebabkan oleh bakteri yang berakumulasi dalam sulkus
gingiva   dan  permukaan gigi.
b.      Disertai dengan nekrosis.
c.       Tidak ada hubungannya dengan plak dan tidak dimulai dari marginal.
           Gingivitis yang ada hubungannya dengan plak bakteri dimulai dari gingiva
paling koronal sebab di sana tempat lokasi bakteri penyebab. Penyebaran penyakit
lebih ke apikal hanya terjadi bila penyakit menjadi lebih parah. Hanya pada keadaan
yang sangat parah atau bila diperparah oleh kondisi sistemik, gingivitis yang
disebabkan oleh plak ini akan menyebar dari marginal gingiva ke mucogingival
junction. Gingivitis yang tidak ada hubungannya dengan plak biasanya mengenai
seluruh mulut oleh karena penyebabnya faktor sistemik atau distribusinya tidak ada
hubungannya dengan sulkus gingiva atau margin gingiva.

2.3.8 Gingivitis yang Ada Kaitannya dengan Plak Bakteri


a. Gingivitis - Plak Bakteri - Tidak Berkembang
              Gingivitis yang disebabkan oleh plak bakteri adalah bentuk penyakit
periodontal yang paling umum/sering terjadi dan dengan prevalensi yang
paling tinggi. Walaupun gingivitis yang disebabkan oleh plak bakteri
mempunyai komposisi bakteri berbeda dengan gingiva sehat, komposisi
floranya tidaklah sangat spesifik. Dengan demikian diagnosa bakteriologis
bukan metoda yang menjadi pilihan. Lebih tepat bila diagnosa dilakukan
secara klinis.
              Secara klinis gingivitis menunjukkan perubahan pada kontur dan
kekerasan normal gingiva menjadi membengkak dalam berbagai derajat
edema atau fibrosis pada kebanyakan kasus dan pada kasus tertentu
dimodifikasi oleh kondisi sistemik.
              Pada mereka dengan warna kulit yang lebih muda, warna merah
muda gingiva menjadi merah atau merah kebiruan. Pada mereka dengan
warna kulit gelap, perubahan warna gingiva tidak begitu jelas, tergantung
intensitas pigmentasi normal, mungkin berwarna merah kebiruan dengan
edema.
b. Gingivitis - Plak Bakteri - Diperparah Keadaan Sistemik.
              Kondisi sistemik belum tentu sebagai bagian penyebab terjadinya
gingivitis. Di lain pihak penampakan klinis gingivitis dapat menunjukkan
adanya faktor sistemik. Beberapa kondisi sistemik mempunyai peranan dalam
berkembangnya gingivitis menjadi periodontitis, sedang beberapa kondisi
sistemik lainnya mengubah penampilan gingivitis tanpa mengurangi
kemampuan respon host untuk tidak berkembang ke periodontitis.
              Termasuk kondisi sistemik yang disebut pertama adalah gangguan
darah seperti neutropenia dan yang disebut belakangan adalah hormon sex,
obat-obatan tertentu dan penyakit sistemik lainnya. Resiko terjadinya
periodontitis meningkat semata-mata disebabkan oleh bertambahnya
akumulasi plak pada gingiva yang membesar sehingga sukar dibersihkan.

2.3.9 Gingivitis yang berhubungan dengan hormon sex.

            Kehamilan dapat dikaitkan dengan gingivitis dan kadang-kadang terjadi


ploriferasi lokal yang dikenal sebagai pregnancy tumor. Kelainan tersebut di atas
bukan neoplasma, tetapi keradangan dengan pembesaran gingiva.
Pembesaran gingiva yang terjadi dipengaruhi oleh gangguan keseimbangan
hormon pada kehamilan. Fenomena yang sama terlihat pada pemakaian pil
kontrasepsi oral. Gingivitis pada kehamilan lebih parah daripada gingivitis pada
keadaan tidak hamil.

2.3.10 Gingivitis yang ada kaitannya dengan obat-obatan.

Penampakan klinis gingivitis dapat termodifikasi oleh obat-obatan yang


digunakan secara sistemik terutama obat anti konvulsi, obat kardiovascular dan
immonosupresi tertentu. Terjadi hipertrofi elemen jaringan ikat (terutama kolagen)
sehingga terlihat gingiva membesar.
Keradangan yang terjadi disebabkan oleh akumulasi plak bakteri. Prototipe
dan hipertrofi gingiva dari obat untuk sistem syaraf pusat tersebut di atas adalah
phenytoin (diphenylhydantoin). Sekitar 50% pemakai phenytoin dalam jangka
waktu panjang mengalami  pertumbuhan gingiva.
Hipertrofi hasil obat kardiovascular terutama adalah golongan calcium
channel blockers seperti infedipine dan oxodipine. Beberapa calcium channel
blockers lainnya juga mempunyai kaitan dengan pertumbuhan berlebihan gingiva.
Cyclosporin sebagai immosupresi adalah golongan obat yang berperan besar
terhadap terjadinya hipertrofi gingiva. Dengan kontrol plak yang baik dapat
mengurangi keparahannya.

2.3.11 Gingivitis yang berkaitan dengan penyakit sistemik.

Modifikasi kondisi pada gingiva selain yang tersebut di atas dapat dihasilkan
dari beberapa penyakit sistemik. Hal ini terlihat pada keradangan gingiva yang
parah terutama pada anak-anak, yang keparahannya tidak sebanding dengan plak
gigi yang ditemukan. Kondisi di atas mungkin dipengaruhi oleh adanya gangguan
darah seperti leucemia dan granulositosis. Demikian pula dengan efek lanjut dari
kekurangan Vitamin C terutama bertambahnya perdarahan gingiva.

2.3.12 Necrotizing Ulcerative Gingivitis (NUG)

Terjadi ulserasi pada margin gingiva dan papila, interdental menjadi cekung,


beradang dan sakit. Terdapat limfadenopati, suhu meningkat, bau mulut tidak enak
dan pseudomembrane rapuh di atas daerah yang terkena penyakit. Pada permulaan
ditemukannya, dilaporkan NUG ada kaitannya dengan bakteri fusospiroheta
kompleks. Pada akhir-akhir ini dilaporkan bahwa spireheta masuk ke dalam
jaringan nekrosis dan berada dalam NUG. Studi kultur terhadap plak penyebab
ditemukan spesies trepomena dan selenomonus bersama dengan Bacteroides,
Eusobakterium Sp dan lain-lain. Tidaklah jelas bedanya dengan komposisi bakteri
yang terdapat pada bentuk gingivitis lainnya atau periodontitis. NUG sepertinya
merupakan manifestasi infeksi berbagai bakteri yang dimodifikasi oleh keadaan
sistemik penentu (determinant) tertentu.
2.3.13 Necrotizing Ulcerative Gingivitis, Faktor Sistemik Tidak Diketahui.

NUG secara tradisional dikaitkan dengan stres mental dan fisik. Hubungan
yang tepat dan mekanisme bagaimana stres menghasilkan nekrosis masih perlu
dibuktikan.
2.3.14 Necrotizing Ulcerative Gingivitis yang Ada Hubungannya dengan HIV.
Lesi ulserasi pada gingiva seperti NUG dapat ditemukan pada beberapa kasus
AIDS. Infeksi HIV perlu diwaspadai bila terlihat tanda-tanda NUG.

2.3.15 Gingivitis, Tanpa Plak Gigi

Dua keadaan yang memberi kesan bahwa keradangan gingiva yang terjadi
bukan oleh karena plak bakteri adalah tidak terjadi penyembuhan pada gingivitis
dengan kontrol plak secara mekanis dan kemis yang dilakukan dengan sangat baik.
Gingivitis yang disebabkan faktor bukan plak tidak menunjukkan bahwa kelainan
berasal dari margin gingiva.
2.3.16 Gingivitis yang Ada Hubungannya dengan Penyakit Kulit

Gingiva dapat beradang, disebabkan oleh penyakit pada kulit. Mungkin saja
yang tersangkut pertama dalam kasus ini adalah gingiva, tetapi umumnya
merupakan manifestasi penyakit pada permukaan tubuh yang manapun. Penyakit
yang termasuk keadaan tersebut di atas adalah lichens planus, mucous membrane
pemphingoid, pemphingus dan gangguan vesicolobullous lain, termasuk manifestasi
oral epidermolysis bullosa dan ectodermal displasia. Gingiva mengalami
desquamasi atau lesi dengan keradangan oleh perubahan hormon pada menopause
atau gangguan keseimbangan dari hormon ovarium lainnya.

2.3.17 Gingivitis Alergi

Gingivitis diffuse, tampak lunak meluas dari marginal ke mucogingival


junction. Dapat terjadi oleh karena bahan pembuat chewing gum atau bahan yang
terdapat dalam pasta gigi atau bahan makanan.
2.3.18 Gingivitis Infeksi

Hampir semua bahan infeksi dari luar dapat menjadikan gingiva sarang
infeksi. Bila virus, lesi vascular. Yang lebih sering menyerang adalah herpes virus.
Bakteri dan fungsi yang bukan merupakan flora dalam mulut dapat menimbulkan
kelainan seperti misalnya candida albicans.
2.3.19 Pengobatan
Pada gingivitis kronis, menyikat gigi dengan pasta-gigi berfluoride akan
memperlambat perkembangan penyakit dan bisa membantu penyembuhan.
Kebanyakan sikat-gigi elektrik memiliki manfaat tambahan dibanding sikat-gigi
manual. Menyela-menyela gigi setiap hari dapat mengurangi plak dan jumlah
bakteri. Penelitian-penelitian terbaru menunjukkan bahwa menyikat gigi yang
diikuti dengan pencucian dengan chlorhexidine atau larutan lain bisa memberikan
hasil yang lebih baik ketimbang menyikat dan menyela-nyela gigi saja (Lorenz,
2006; Zimmer, 2006). Obat-obatan spesifik perawatan gusi sudah banyak tersedia
(Trinata, 2002). Obat-obatan anti-inflammatory nonsteroidal (NSAID) telah terbukti
dapat mempercepat penyembuhan inflamasi apabila gigi dibersihkan dan dikerak
untuk menghilangkan plak (Taiyeb, 1993; Johnson, 1990).
Pada pasien yang menderita ANUG (Gingivitis ulceratice nekrosis akut),
perawatan melibatkan antibiotic, NSAID, dan Xylocaine topical untuk meredakan
nyeri. Pencuci mulut dengan larutan garam bisa membantu dalam mempercepat
penyembuhan, dan pencucian mulit dengan larutan hydrogen peroksida 3% juga
bisa memberikan manfaat.
Kategori Obat : Antibiotik – Agen-agen ini digunakan untuk membasmi
infeksi bakteri yang merupakan karakteristik utama dari ANUG. Di masa
mendatang, antibiotic juga bisa digunakan untuk mengobati gingivitis kronis
sederhana, tapi belum ada bukti yang mendukung untuk mempertimbangkan
praktek ini, perawatan gingivitis bisa dijamin jika bedah mulut direncanakan. 

2.3.20 Komplikasi
a. Gingivitis bukan sebuah ancaman signifikan langsung terhadap kesehatan
seseorang yang sehat, tapi bisa memberikan kontribusi bagi penyakit dan
menyebabkan komplikasi lokal dan sistemik.
b. ANUG yang berkembang menjadi noma terkait dengan tingkat mortalitas
setinggi 70% tanpa antibiotic yang baik dan debridement.
c. Komplikasi yang paling umum dari gingivitis adalah berkembangnya menjadi
penyakit periodontal dan kehilangan gigi. Daerah-daerah gingivitis kronis bisa
merentankan seseorang terhadap perkembangan abscess odontogenik dengan
membiarkan sebuah rute invasi bakteri ke dalam ruang periodontal mulai dari
poket gingival. ANUG bisa merusak secara lokal dan bisa menyebabkan
penyebaran infeksi lokal ke dalam jaringan di sekitarnya (Vincent angina dan
noma [cancrum oris]). Juga ada potensi untuk penyebaran infeksi sistemik.
d. Osteomyelitis tulang alveolar bisa terjadi meski tidak umum.
e. Setiap prosedur gigi yang melibatkan manipulasi yang bisa menyebabkan
perdarahan bisa menyebabkan endocarditis. Keberadaan gingivitis dapat
meningkatkan risiko ini dengan menjadikan gingival lebih mungkin untuk
berdarah dengan manipulasi sederhana (misalnya, scaling gigi). Akumulasi plak
yang mengandung bakteri dalam poket-poket gingival sangat berdekatan dengan
daerah-daerah gingival yang rusak, sehingga meningkatkan kemungkinan
keluarnya bakteri ke sirkulasi umum.
2.4 Memelihara Kesehatan Gigi
Ada banyak manfaat mulut bersih, seperti membuat napas menjadi segar, mulut
terlindung dari bakteri mulut, dan yang pasti juga dapat membuat kita percaya diri. Dengan
napas yang segar kita pun merasa nyaman saat berada di dekat orang lain, tanpa perlu was-
was orang tersebut akan mencium bau mulut Anda.
Kesehatan Mulut adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada kesehatan
rongga mulut. Ini termasuk gigi, gusi dan lidah. Kesehatan mulut yang buruk dapat
disebabkan oleh luka, infeksi jamur, sariawan, sindrom mulut kering dan kanker mulut.
Namun, terkadang penyebab utama dari kesehatan mulut yang buruk bukanlah penyakit
berat tetapi hanya pola kebersihan mulut yang buruk, dan kebersihan mulut yang buruk ini
pada gilirannya menyebabkan kesehatan mulut yang buruk pula.
Nutrisi yang baik tidak hanya membuat kita sehat dan karenanya mencerminkan
kesehatan mulut kita, tetapi juga menghasilkan kesehatan mulut yang baik.  Kekurangan
Vitamin A dapat menyebabkan gusi bengkak, gusi berdarah dan penyakit gusi lainnya. 
Kalsium dan Vitamin D membantu menjaga kesehatan gigi yang kuat juga. Kalsium dan
Vitamin D akan diserap pada gigi dan karenanya memberikan kekuatan pada gigi. Tembaga,
Seng, Besi, Yodium dan Kalium juga merupakan mineral penting yang baik bagi kesehatan
mulut. Ini bekerja dengan kalsium dan fosfor dan mencegah kerusakan gigi juga.
2.4.1  Makanan Yang Boleh Dimakan Dan Yang Harus Dihindari
Apa yang Anda masukkan ke dalam mulut Anda pasti memberi efek pada gigi
Anda. Ada berbagai cara di mana nutrisi mempengaruhi mulut dan gigi. Makanan
kaya kalsium dan fosfor baik untuk gigi Anda. Makanan kaya omega-3 dan asam
lemak juga akan membantu untuk meningkatkan kesehatan mulut Anda. Makanan
dan minuman yang meningkatkan produksi air liur baik untuk kesehatan mulut Anda.
Air liur bekerja secara alami menetralkan asam yang meningkatkan kerusakan gigi
dan pembusukan. Selain itu juga membantu membersihkan partikel makanan kecil
yang menempel di gigi Anda. Semua jenis makanan manis harus dihindari untuk
kesehatan mulut yang baik serta mencegah produksi asam dan kerusakan makanan
dan pembusukan.
Makanan yang manis dan lengket seperti permen, es, caramel, minuman
bersoda dan lain-lain dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan gigi.
Perbanyaklah mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan yang berserat dan
berair yang baik untuk kesehatan tulang dan gigi karena didalamnya mengandung
vitamin C yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh. Contohnya adalah brokoli,
semangka, jeruk, apel dan sebagainya. Selain itu perlu juga menghindari makanan-
makanan yang terlalu panas atau dingin, makanan yang dapat menimbulkan bau
mulut serta hindari rokok.

2.4.2 Stres dan Kesehatan Mulut


Mulut kering, kebiasaan kertak atau mengeretak gigi (tooth grinding/bruxism)
sering dikaitkan dengan stres. pengabaian kesehatan mulut, dari mulai menghindari
pemeriksaan gigi, sampai melewatkan kegiatan menjaga kebersihan mulut yang
sederhana seperti flossing dan menyikat gigi dpat dipicu oleh stress. Stres dapat
mengubah sikap kita terhadap kesehatan gigi. Stres berarti pola makan yang buruk.
Stres dan dampaknya pada kesehatan mulut dan kesehatan secara umum bisa menjadi
serius dan mengancam jiwa, karenanya penting untuk mencoba tips-tips sederhana
tentang bagaimana menjaga kesehatan mulut dan gigi Anda.
2.5  Diet Makanan
Diet yang dianjurkan terutama untuk memperbaiki kesehatan gigi dan mulut :
a. Mengusahakan diet karbohidrat serendah mungkin yang disesuaikan dengan kebutuhan
kalori dengan menjaga agar kalori yang berasal dari karbohidrat tidak lebih dari 50%
jumlah kalori yang dibutuhkan per hari, tetapi tidak kurang dari 30%.
b. Dalam konsumsi karbohidrat sebaiknya dipilih bentuk larutan atau bentuk yang dapat
segera bersih dari rongga mulut, misalnya sayuran-sayuran hijau atau kuning, karena
merupakan karbohidrat yang baik dengan derajat retensi yang rendah sehingga
mengurangi pembentukan plak gigi dan adanya stimulasi aliran saliva.
c. Mengurangi makanan yang manis dan lengket seperti kue-kue, permen, dan coklat.
d. Batasi jumlah makan menjadi 3 kali sehari dengan menekan keinginan untuk makan
diantara jam-jam makan.
e. Menambah masukan dari makanan seperti daging, ikan yang kaya akan protein dan
fosfat karena dapat menambah sifat basa dari saliva.
2.6  Menyikat Gigi
Menyikat gigi dengan menggunakan sikat gigi adalah bentuk penyingkiran plak
secara mekanis. Tujuan menyikat gigi adalah untuk menyingkirkan dan mencegah
terbentuknya plak, membersihkan sisa-sisa makanan, debris atau stein, merangsang jaringan
gingiva, dan melapisi permukaan gigi dengan fluor.
2.6.1 Kontrol Plak
Plak di permukaan gigi dapat dipakai sebagai indikator kebersihan mulut.
Penumpukan plak dalam jumlah sedikit yang tidak terlihat secara visual dapat
dideteksi dengan disclosing material. Disclosing material ini berguna untuk menilai
serta mendidik kebersihan mulut anak-anak, karena mudah untuk menerangkan
bagian-bagian yang masih perlu untuk dibersihkan lagi. Bahan pewarna (disclosing
material) yang biasa digunakan adalah iodine, mercurochrome, bahan pewarna
makanan seperti gincu kue berwarna merah dan bismarck brown. Ada juga
larutan fuschin dan eritrosin, tapi tidak dianjurkan lagi karena terbukti bersifat
karsinogenik. Bahan perwarana ada yang berbentuk cairan dan tablet. Cara
penggunaan bahan pewarna plak tersebut :
a.    Bahan pewarna cairan
Cairan pewarna diteteskan beberapa tetes ke kapas yang dibulatkan, lalu
dioleskan pada seluruh permukaan gigi, kemudian kumur dengan air atau cairan
pewarna dibiarkan di dalam mulut selama 15-30 detik baru dibuang.
b.    Bahan pewarna tablet
Tablet dikunyah dan kemudian biarkan bercampur dengan saliva dan biarkan
saliva di dalam mulut sekitar 30 detik baru dibuang. Setelah mengetahui bagian-
bagian yang masih terdapat plak gigi, kita melakukan pembersihan secara
mekanis seperti menyikat gigi. Tindakan ini merupakan kontrol plak.
2.6.2 Manfaat menyikat gigi setelah makan pagi
a. Mencegah gigi berlubang, jika malam hari sudah menyikat gigi dan pagi harinya
setelah makan pagi menyikat gigi kembali, maka terjadinya risiko penumpukan
plak dalam rongga mulut kita secara otomatis akan berkurang sehingga akan
mencegah risiko terjadinya gigi berlubang.
b. Menyegarkan napas, napas yang tidak sedap biasanya terjadi karena adanya
kotoran di dalam rongga mulut walau ada faktor lain penyebab bau mulut. Tetapi
dengan menyikat gigi setelah makan pagi, napas kita akan terasa lebih segar
sebelum pergi beraktifitas.
c. Menjadi lebih percaya diri, memulai aktifitas kerja dengan napas yang segar dan
gigi yang bersih akan menambah percaya diri kita, kita bisa bebas tersenyum,
bicara dan tertawa.
2.6.3 Manfaat menyikat gigi setelah makan pagi
a. Mencegah gigi berlubang, jika malam hari sudah menyikat gigi dan pagi harinya
setelah makan pagi menyikat gigi kembali, maka terjadinya risiko penumpukan
plak dalam rongga mulut kita secara otomatis akan berkurang sehingga akan
mencegah risiko terjadinya gigi berlubang.
b. Menyegarkan napas, napas yang tidak sedap biasanya terjadi karena adanya
kotoran di dalam rongga mulut walau ada faktor lain penyebab bau mulut. Tetapi
dengan menyikat gigi setelah makan pagi, napas kita akan terasa lebih segar
sebelum pergi beraktifitas.
c. Menjadi lebih percaya diri, memulai aktifitas kerja dengan napas yang segar dan
gigi yang bersih akan menambah percaya diri kita, kita bisa bebas tersenyum,
bicara dan tertawa.
2.6.4 Manfaat menyikat gigi sebelum tidur
Menurut informasi kesehatan yang dikutip dari, dikatakan bahwa kuman akan
semakin berkembang pada malam hari saat kita sedang tidur, dimana mulut tidak
melakukan aktifitas. Aktifitas kuman dimalam hari biasanya akan meningkat 2x lipat
dibandingkan pada siang hari, karena saat tidur di mana mulut tidak melakukan
aktifitas seperti makan, minum atau ngobrol, air liur yang memang berfungsi sebagai
antiseptik alami dalam mulut kita akan berkurang, makanya kemampuan saliva yang
berfungsi untuk menetralisir kuman-kuman dalam mulut juga berkurang. Sehingga
apabila menyikat gigi sebelum tidur membuat kondisi mulut kita bersih dapat
dipastikan tidak akan terjadi karies atau peradangan pada gusi yang yang
mengakibatkan terjadinya pembentukan karang gigi karena plak yang tidak
dibersihkan.

2.6.5 Cara menyikat gigi yang baik dan benar


a. Pemilihan sikat gigi yang benar

b. Gosok gigi secara benar dan teratur 2x sehari


Gosok gigi yang baik dan benar → sisa makanan dan plak dapat dibersihkan
c. Pilih sikat gigi yang benar: gagang lurus, kepala sikat sesuai dengan mulut, bulu
sikat lembut karena yang keras dapat membuat gusi terluka dan menimbulkan
abrasi pada gigi, yaitu penipisan struktur gigi terutama di sekitar garis gusi.
Abrasi dapat membuat bakteri dan asam menghabiskan gigi karena lapisan keras
pelindung enamel gigi telah terkikis. Ganti sikat gigi jika bulu sikat sudah rusak
dan simpan di tempat yang kering sehingga dapat mengering setelah dipakai.
Jangan pernah meminjamkan sikat gigi kepada orang lain karena sikat gigi
mengandung bakteri yang dapat berpindah dari orang yang satu ke orang yang
lain meski sikat sudah dibersihkan.
d. Gosok seluruh permukaan gigi serta lidah (untuk menyingkirkan bakteri dan agar
napas lebih segar).

e. Untuk gigi atas gerakan sikat dari atas ke bawah dan sebaliknya.

f. Posisi sikat gigi 45° di daerah perbatasan antara gigi dan gusi. Agar sisa makanan
yang mungkin masih menyelip dapat dibersihkan. Gunakan gerakan yang sama
untuk menyikat bagian  dalam permukaan gigi.

g. Gosok semua bagian permukaan gigi yang digunakan untuk mengunyah. Gunakan
hanya ujung bulu sikat gigi untuk membersihkan gigi dengan tekanan ringan
sehingga bulu sikat tidak membengkok. Biarkan bulu sikat membersihkan celah-
celah gigi. Rubah posisi sikat gigi sesering mungkin.
h. Untuk membersihkan gigi depan bagian dalam, gosok gigi dengan posisi tegak
dan gerakkan perlahan keatas dan bawah melewati garis gusi.
g.    Gunakan odol secukupnya + fluor
Pasta gigi adalah bahan yang digunakan bersama-
sama sikat gigi untuk membersihkan dan memoles
seluruh permukaan gigi. Fungsi utama pasta gigi
adalah membantu sikat gigi dalam membersihkan permukaan gigi dari pewarnaan
gigi dan sisa-sisa makanan, fungsi sekundernya untuk memperkilat gigi dan
mempertinggi kesehatan gingiva serta mengurangi bau mulut. Umumnya pasta
gigi mengandung bahan abrasif 20-40%, air 20-40%, pelembab 20-40%, detergen
1-2%, bahan pengikat 2%, bahan penyegar ±2%, bahan pemanis ±2%, bahan
terapeutik ±5%, dan pewarna <1%.4,28 Pasta gigi terapeutik dibagi dalam 2
kelompok yaitu:
1)      Pasta gigi terapeutik yang tidak mengandung fluor seperti pasta gigi yang
mengandung klorofil, antibiotik, ammonium dan enzim inhibitor.
2)      Pasta gigi terapeutik yang mengandung fluor untuk mencegah terjadinya
karies gigi seperti : sodium fluoride 0,22%, stannous fluoride 0,4% dan
sodium monofluorophosphate 0,76%.
Anak prasekolah sudah dianjurkan untuk memakai pasta gigi yang
mengandung fluor karena kemampuan refleks penelanan anak sudah lebih baik,
sehingga anak sudah dapat berkumur dan meludahkan cairan yang terdapat dalam
mulutnya.8 Jumlah pasta gigi yang dioleskan hanya sebesar biji kacang polong
kecil sehingga kadar fluor yang masuk kedalam tubuh anak masih dalam batas
yang normal walaupun anak menelan pasta giginya serta untuk mencegah
terjadinya fluorosis.
2.6.6 Waktu dan frekuensi menyikat gigi
Menurut American Dental Association (ADA) menyatakan bahwa pasien
harus menyikat gigi, secara teratur minimal dua kali sehari yaitu pagi hari setelah
sarapan dan malam sebelum tidur. Penelitian menunjukkan bahwa menyikat gigi
sekali sehari pada anak, menggunakan pasta gigi yang mengandung fluor akan
mencegah terbentuknya karies gigi. Menyikat gigi khususnya pada malam hari sangat
penting, bertujuan untuk mencegah plak dan debris (sisa-sisa makanan) yang melekat
di permukaan gigi setiap malam.27 Lamanya penyikatan tidak ditentukan, tetapi
biasanya dianjurkan selama 2-3 menit.
2.6.7 Cara Membersihkan Gigi
2.7 Penambalan Gigi
Penambalan gigi adalah suatu tindakan perawatan dengan cara meletakkan suatu
bahan tambal pada lubang gigi yang telah dibersihkan. Bahan tambalan yang biasanya
digunakan bermacam-macam tergantung letak dan fungsi dari pada gigi tersebut.
Penambalan gigi terhadap gigi yang berlubang sebaiknya dilakukan sedini mungkin sebelum
kelainannya menjadi lebih berat lagi. Apabila penambalan dilakukan sedini mungkin,
kunjungan ke dokter gigi menjadi lebih sedikit, dalam artian sekali datang bisa langsung
dilakukan penambalan langsung. Apabila kelainannya sudah lebih berat, maka gigi tersebut
harus dilakukan perawatan terlebih dahulu sehingga memerlukan kunjungan yang lebih
banyak. Pada sekarang ini jenis bahan tambal sudah lebih baik lagi, baik dari segi kekuatan
atau pun kemiripan bahan tambal dengan warna gigi, sehingga gigi yang sudah ditambal
tidak terlihat telah di tambal.
Secara garis besar, ada dua tipe bahan restorasi gigi :
2.7.1 Restorasi langsung (direct restoration).
Proses penambalan dilakukan dengan satu kali kunjungan. Yang termasuk dalam
bahan restorasi ini antara lain: amalgam gigi, semen ionomer kaca (SIK), resin
ionomer, dan beberapa golongan resin komposit.
2.7.2  Restorasi tidak langsung (indirect restoration).
Umumnya dilakukan kunjungan minimal dua kali atau bahkan lebih, tergantung jenis
perawatannya. Yang termasuk restorasi ini antara lain: inlays, onlays, veneers
(pelapisan gigi), mahkota dan jembatan yang dibuat dengan emas, bahan dasar metal
alloys, keramik atau komposit. Restorasi ini biasanya juga melibatkan pekerjaan
laboratoris. Dokter gigi akan melakukan prosedur pencetakan pada pasien untuk
memperoleh model gigi dan rongga mulut pasien.
2.7.3  Veneer (pelapisan gigi) adalah perawatan gigi yang dilakukan pada gigi yang tidak
beraturan ringan dan gigi dengan bentuk tidak normal
2.7.4  Crown (selubung gigi) dilakukan pada gigi yang patah, kerusakan yang luas, dan gigi
yang tidak bisa ditambal. Gigi yang patah dibuatkan selubung gigi, sedangkan bridge
merupakan cara perawatan untuk mengisi celah dari satu atau lebih gigi yang hilang.
Perawatan ini dilakukan karena kehilangan satu gigi dan adanya masalah gigitan dan
sendi rahang yang ditimbulkan dari gigi yang sudah bergeser.
2.8 Pencabutan Gigi
Pencabutan gigi dilakukan apabila gigi tersebut sudah tidak dapat lagi dipertahankan
dan apabila gigi tersebut menjadi penyebab dari infeksi di dalam ronggan mulut dan dapat
menyebabkan kelinan ke organ yang lainnya. Sebagai salah satu contoh gigi yang harus
dicabut ialah gigi rahang bawah yang paling ujung dan tertanam dan menyebabkan sakit
dan bengkak, bahkan dapat menyebabkan kesulitan buka mulut. Karena terjadi peradangan
disekitar gigi tersebut dan mempengaruhi jaringan otot disekitarnya sehingga ototnya
menjadi tegang dan sulit untuk membuka mulut, pencabutan gigi ini termasuk ke dalam
operasi karena tingkat kesulitannya dibandingkan pencabutan gigi yang biasa.
2.9    Kontrol Enam Bulan Sekali
Meskipun mungkin tidak terdapat keluhan apapun dari rongga mulut, tetapi
pemeriksaan gigi sebaiknya dilakukan 6 bulan sekali. Hal tersebut berguna untuk
mencegah perkembangan penyakit gigi dan gusi lebih lanjut. Pemeriksaan gigi yang
dilakukan 6 bulan sekali setidaknya sekaligus untuk dilakukan pembersihan karang gigi
atau yang biasa disebut dengan scaling oleh dokter gigi. Mengunjungi dokter gigi untuk
melakukan pemeriksaan tidak hanya bermanfaat untuk mengetahui jika ada kelainan yang
berkembang di rongga mulut. Namun juga dapat untuk mengetahui jika ada perkembangan
penyakit sistemik yang bermanifestasi di rongga mulut. Jika dokter gigi mendapati kondisi
demikian, biasanya akan merujuk pada dokter yang berkompeten.
Masalah gigi berlubang masih banyak dikeluhkan baik oleh anak-anak maupun
dewasa dan tidak bisa dibiarkan hingga parah karena akan memengaruhi kualitas hidup.
Karena itulah, untuk mencegahnya, minimal periksakan kondisi gigi ke dokter gigi minimal
6 bulan sekali.
Menurut Drg Ratu Mirah Afifah GCClindent., MDSc, Professional Relationship
Manager Oral Care, PT Unilever Indonesia, Tbk, permasalahan gigi akan menyebabkan
seseorang mengalami rasa sakit, ketidaknyamanan, cacat, infeksi akut dan kronis,
gangguan makan dan tidur serta memiliki risiko tinggi untuk dirawat di rumah sakit.
Akibatnya, akan membutuhkan biaya pengobatan tinggi dan berkurangnya waktu belajar di
sekolah.
Dicontohkan, di Indonesia, sakit gigi bisa berakibat seseorang kehilangan waktu 
kerja atau  sekolah rata-rata 4 hari setiap bulannya dan hal ini juga terjadi di negara maju
seperti Amerika Serikat dimana lebih dari 51 juta jam sekolah hilang setiap tahunnya
dikarenakan penyakit gigi dan mulut. "Untuk itulah, dianjurkan perlunya mengunjungi
dokter gigi setiap 6 (enam) bulan sekali untuk mencegah, mendeteksi secara dini bila ada
kelainan dan mendapatkan perawatan gigi segera sebelum keadaan menjadi parah.
Disebutkan, data global juga menunjukkan bahwa penyakit gigi dan mulut menjadi
masalah dunia yang dapat mempengaruhi kesehatan secara umum dan kualitas Kesehatan.
Seperti general check up kesehatan tubuh dari mata, telinga, denyut jantung, tekanan
darah, hingga urine dan tinja, pemeriksaan gigi bermaksud untuk pencegahan penyakit gigi
dan mulut akan meneropong kondisi rongga mulut secara menyeluruh, meliputi kondisi
gusi, ludah, bau mulut, gigi, termasuk email gigi. Berdasarkan kondisi inilah bisa dilakukan
penanggulangan.
Kondisi gusi diperiksa untuk mengetahui apakah ada perdarahan atau radang gusi
(gingivitis) dengan alat yang disebut WHO probe. Gusi di tiap gigi ditekan ringan. Kalau
tak sehat, dengan tekanan ringan saja gusi akan berdarah. Kalau terjadi radang gusi, karena
terjadi di jaringan penyangga gigi, risiko gigi tanggal mencapai 1 – 6 kali. Karena
masuknya kuman dapat menyebabkan radang gusi, terutama dari jenis anaerob. Masuknya
kuman itu bisa terjadi jika kebersihan kurang terjaga. Gejala radang gusi yang mudah
dirasakan adalah saat sikat gigi, gusi berdarah, dan linu saat minum dingin atau asam.
Jika masih ringan, penanganannya bisa dilakukan dengan menyikat gigi secara
benar. Sebaliknya, bila sudah terjadi kelainan, misalnya terbentuk kantung gusi karena
gingivitis, tindakan medis mesti dilakukan. Bila ukuran kantung gusinya berkisar 3 – 5
mm, dilakukan pembersihan dengan dikuret. Bila kantung gusi telah lebih dari 6 mm,
tenpaksa dilakukan operasi gusi.
Sedangkan kondisi ludah yang diperhatikan adalah jumlah, kekentalan, kadar
keasaman, dan protein. PH ludah normal adalah 6 – 7. Makin cair makin bagus. Kalau
terlalu kental, mulut akan kering karena kekurangan enzim pengendali jumlah kuman.
Dengan bertambahnya usia, bisa terjadi syorgan syndrome, berkurangnya produk si ludah.
Keadaan ini bisa ditanggulangi dengan pemberian obat. Juga dibantu dengan perilaku
sehat, yaitu banyak berkumur dan minum.
Kalau ada yang berlubang, ya ditambal. Kalau sudah ada yang ompong, meskipun
terletak di bagian dalam yang tak terlihat bila tersenyum, sebaiknya dipasangi gigi palsu.
Ini penting, karena gigi selalu mencari kontak baru. Kalau ada lawannya, ia akan berhenti
bergerak. Gigi palsu itu bukan sekadar untuk tampil cantik, tapi untuk membantu
memperbaiki dan mempertahankan struktur.
Jika gigi berlubang dan ompong dibiarkan, kita akan cenderung mengunyah di sisi
gigi yang tak berlubang dan ompong. Padahal, posisi mengunyah yang ideal harus
seimbang. Sisi yang tak dipakai mengunyah akan membuat makanan di sana tak hancur,
lama-lama karang gigi menutup permukaan gigi. Jika dibiarkan, akan berpengaruh ke otot
leher hingga timbul keluhan pusing. Rahang sendi pun bisa berkelainan, karena fungsi
gigitan tak seimbang. Akhirnya, bisa mengganggu fungsi pendengaran.
BAB III
KESIMPULAN

Gigi yang sehat adalah gigi yangrapih, bersih, bercahaya dan didukung oleh gusi yang
sehat, yaitu gusi yang kencang dan bewarna merah muda. Untuk mencapai kesehatan gigi dan
mulut yang optimal, maka harus dilakukan perawatan secara berkala, sehingga didapatkan
kondisi gigi dan jaringan rongga mulut yang sehat. Hal tersebut dapat dicapai dengan
memeriksakan kesehatan gigi dan mulut ke dokter gigi setiap enam bulan sekali dan bukan hanya
apabila terdapat keluhan saja.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28136/5/Chapter
%20I.pdf. diakses tanggal 19 November 2012)

Anonim. 2012.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21346/6/Chapter
%20I.pdf. diakses tanggal 19 November 2012)

Anonim. 2012.pentingnya sikat gigi sebelum tidur.http://carahidupsehat.info/pentingnya-sikat-


gigi-sebelum-tidur.html.(diakses tanggal 19 November 2012)

Anonim.2012. 10 Cara Menggosok Gigi yang


Baik. http://www.pre ventionindonesia.com/a rticle.php?name=/10-cara-menggosok-
gigi-yang-baik&channel=.(diakses Minggu 18 November 2012 pukul 22.30 WIB)
Anonim.2012.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16868/4/Chapter%20II.pdf.    (  d
iakses Minggu 18 November 2012 pukul 22.30 WIB)

Anonim . Karies
Gigi. http://repository.usu.ac. id/bitstream/123456789/ 20092/4 /Chapter % 20II.pdf .
(diakses Minggu 18 November 2012 pukul 22.30 WIB)

Anonim. Karies Gigi. http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-395-758510795-


bab %20ii.docx%20new%20prop.pdf .(diakses Minggu 18 November 2012 pukul
22.33 WIB)

Anonim. 2012.http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/ed1mei102831_2087-0051.pdf(diakses
tanggal 19-11-2012)

Anonim.2012. Penambalan Gigi. http://www.kedokterangigi.net/arsip/journal-penambalan-gigi-
pdf.html (diakses tanggal 19-11-2012)

Jeni, Amelia. Dental


Caries. http://staff.ui.ac.id /internal/140142719 /material/ DENTAL CARIES.pdf .
(diakses Minggu 18 November 2012 pukul 22.34 WIB)

Kedokteran Gigi.net. 2011. Informasi Seputar Penyakit


Gusi. http://www.kedokterangigi.net / 483/informasi-seputar-penyakit-
gusi.html(diakses tanggal 19 November 2012)
Kedokteran Gigi .net. 2011. Informasi Seputar Penyakit
Gigi. http://www.kedokterangigi .net/208/info-seputar-kesehatan-gigi.html. (diakses
tanggal 19 November 2012)

Kedokteran Gigi .net. 2011. Nutrisi untuk menjaga kesehatan


mulut http://www .kedokterangigi.net/313/nutrisi-untuk-menjaga-kesehatan-
mulut.html
Novrinda, Herry. Penyuluhan Kesehatan Gigi dan Mulut. Dept. Ilmu Kesehatan Gigi
Masyarakat-Pencegahan. FKG-UI

Rilhardian, Taufiq, 2012. Manfaat Menggosok


Gigi. http://lifestyle .kompasiana .com/catatan/2012/06/21/manfaat-menggosok-gigi/.
(diakses Minggu 18 November 2012 pukul 22.30 WIB)

Zahrah. 2008. Karya Tulis. (internet) http://Karyatulis-Zha.blogspot.com/.(diakses tanggal 19-


11-2012)

Anda mungkin juga menyukai