Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN DISKUSI OPERKULEKTOMI

BAGIAN PERIODONSIA

Oleh:

RIZKI WULANDARI
19100707360804030

Dosen Pembimbing:
drg. Maulida Hayati, M.Kes

RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT


UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan

diskusi“Operkulektomi”untuk melanjutkan prosedur Operkulektomi pada bagian

Periodonsia.

Penulis juga menyadari bahwa laporan kasus ini belum sempurna

sebagaimana mestinya, baik dari segi ilmiah maupun dari segi tata bahasanya,

karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan dari pembaca.

Akhir kata penulis mengharapkan Allah SWT melimpahkan berkah-Nya

kepada kita semua dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat serta dapat

memberikan sumbangan pemikiran yang berguna bagi semua pihak yang

memerlukan.

Padang, 5 Mei 2020

Penulis

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perikoronitis merupakan istilah yang berkaitan dengan inflamasi pada

gingiva yang disebabkan karena mahkota pada gigi yang erupsi sebagian.

Perikoronitis sering terjadi pada gigi molar tiga. Perikoronitis bisa akut, subakut,

atau kronis (Carranza’s, 2006).

Gigi molar tiga yang erupsi sebagian atau impaksi merupakan area yang

sering terjadi perikoronitis. Space antara mahkota gigi dan overlying gingival flap

merupakan tempat yang ideal untuk akumulasi debris makanan dan pertumbuhan

bakteri (Carranza’s, 2006). Sehingga perlu dilakukan tindakan perawatan untuk

mencegah terjadinya inflamasi pada perikorona.

Operkulektomi atau pericoronal flap adalah pembuangan operkulum

secara bedah. Perawatan perikororonitis tergantung pada derajat keparahan

inflamasinya. Komplikasi sistemik yang ditimbulkan dan pertimbangan apakah

gigi yang terlibat nantinya akan dicabut atau dipertahankan. (Manson, 1993)

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah perawatan perikoronitis?

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui bagaimana perawatan perikoronitis

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Perikoronitis

Perikoronitis merupakan inflamasi jaringan gingiva di sekitar mahkota

(korona) gigi yang mengalami erupsi sebagian (Newman, 2006). Definisi lain

menyebutkan bahwa perikoronitis merupakan infeksi akut dari jaringan lunak dan

folikel yang menutupi gigi yang impaksi. (Fragiskos. 2007). Sehingga,

perikoronitis paling sering terjadi pada erupsi gigi molar ketiga yang biasa terjadi

pada akhir masa remaja atau dewasa muda pada awal usia 20 tahun. Perikoronitis

juga biasa dikenal dengan operkulitis yakni inflamasi pada flap jaringan gingival

(operkuli) dari gigi yang mengalami erupsi sebagian (Lestari. 2010).

Perikoronitis dapat akut, subakut, atau kronis. (Newman. 2006)

Perikoronitis dapat terjadi karena cedera dari operkulum (jaringan lunak yang

menutupi gigi) dari gigi molar tiga antagonis atau karena terjebaknya sisa

makanan dibawah operkulum, yang menyebabkan invasi bakteri dan infeksi pada

area tersebut, atau dapat disebabkan kedua faktor tersebut (Fragiskos. 2007) Flap

yang terbentuk dari jaringan gingiva yang menutupi bagian dari mahkota gigi,

membuat poket yang ideal untuk akumulasi debris dan inkubasi bakteri.

Setelah inflamasi terjadi, hal ini akan terjadi secara permanen dan

menyebabkan episode akut dari waktu ke waktu (Fragiskos. 2007) Perikoronitis

menyebabkan rasa nyeri yang hebat dari regio gigi yang terinfeksi yang menyebar

ke telinga, sendi temporomandibula, dan region submandibula posterior, dan

menyebabkan pembengkakan, dan juga terjadi kontraksi sebagian dari otot

mastikasi menyebabkan kesulitan dalam membuka mulut (trismus), kesulitan

4
menelan, sakit tenggorokan, limfadenitis submandibular, rubor, dan edema pada

daerah operkulum. (Fragiskos. 2007).

Pembentukan abses pada area ini juga dapat terjadi, yaitu abses

perikoronal, dimana terjadi apabila timbul, sehingga karakteristik dari

Perikoronitis adalah saat operkulum ditekan, akan terasa nyeri dan akan keluar

pus. Perikoronitis akut umumnya menyebabkan penyebaran infeksi ke regio yang

bervariasi dari leher dan area wajah, serta dapat menyebabkan gejala sistemik,

umumnya ditandai dengan malaise dan demam (Fragiskos. 2007).

Gambar 3.1 Perikoronitis pada molar tiga rahang bawah sebelah kiri yang mengalami erupsi

sebagian (Lestari. 2010)

Gambar 3.2 Operkulitis (Lestari. 2010)

2.2 Etiologi Perikoronitis

Perikoronitis merupakan suatu proses infeksi yang sampai saat ini

penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Organisme spesifik yang bertanggung

jawab atas infeksi ini belum teridentifikasi. Beberapa literatur menghubungkan

perikoronitis ini dari flora bakteri. (Topazian. 2006) Salah studi mengungkapkan

5
perikoronitis dapat disebabkan dari infeksi bakteri (bakteri streptococcus atau

staphylococcus, atau keduanya). (Anonymous. 2004) Walaupun infeksi

perikoronitis berhubungan juga dengan bakteri anaerob, tetapi organisme

penyebab utama berbeda dengan yang berperan dalam periodontitis. (Goldberg,

2006)

Literatur lainnya menyatakan keterlibatan Streptococcus viridans,

campuran flora rongga mulut, Spirochaeta dan Fussobacteria. Selain itu,

penelitian lain mengatakan adanya keterlibatan bakteri yang berhubungan dengan

periodontitis, seperti Prevotella intermedia, Peptostreptococcus micros,

Fusobacterium nucleatum, Actinomycetes comitans, Veilonella dan

Capnosytopaga, pada poket dari lesi perikoronal akut. Walaupun infeksi

perikoronitis berhubungan juga dengan bakteri anaerob, tetapi organisme

penyebab utama berbeda dengan yang berperan dalam periodontitis. (Topazian

RG, 2006)

Gambar 3.3 Gigi yang erupsi sebagian, dengan flap gingiva (Green. JP. 2007)

2.3 Patofisiologi Perikoronitis

Perikoronitis dapat terjadi ketika gigi molar ketiga hanya erupsi sebagian

atau impaksi. (Newman. 2006) Perikoronitis terjadi karena terjebaknya sisa

makanan dibawah operkulum, yang menyebabkan invasi bakteri dan infeksi pada

area tersebut, atau karena trauma/cedera operkulum (jaringan lunak yang

6
menutupi gigi) dari gigi molar tiga antagonis, atau dapat disebabkan kedua faktor

tersebut. (Fragiskos. 2007)

Ruang antara mahkota gigi dan overlying gingival flap membentuk poket

gingiva atau pseudopoket, dan merupakan daerah yang ideal untuk akumulasi

sisa-sisa makanan dan pertumbuhan bakteri. (Newman MG, 2006)/ Tidak seperti

poket pada bagian lain dari rongga mulut, area ini dapat terinfeksi akut dan

menyebabkan munculnya gejala, dan disebut sebagai Perikoronitis. (Topazian.

2006) Flap ini terbentuk saat molar mulai bergerak ke permukaan dari jaringan

gingival. Sebelum gigi erupsi melalui gingival, jaringan gingival menutupi

keseluruhan area tersebut, tetapi saat molar erupsi, dan terdapat sebagian dari gigi

yang tertutupi jaringan gingiva. (Green. 2007) Jaringan lunak yang menutupi

permukaan oklusal dari molar tiga rahang bawah yang erupsi sebagian ini disebut

juga operkulum. Dengan demikian, selama makan, partikel kecil dari makanan

dapat terselip pada poket antara operkulum dan gigi impaksi ini. (Peterson. 2003)

Akumulasi dari plak dan sisa-sisa makanan di poket gingiva perikorona

bakteri dapat dengan mudah terjebak, tetapi sulit diraih saat membersihkan gigi.

(Lestari, 2010) Hal ini memungkinkan bakteri untuk berakumulasi di sekitar gigi

dan menyebabkan iritasi pada gingiva infeksi, dan menyebabkan perikoronitis,

terutama saat adanya gangguan pertahanan tubuh. (Newman, 2006) Jika

pertahanan tubuh host terganggu (misalnya selama mengalami penyakit ringan,

seperti influenza atau infeksi saluran pernafasan atas, atau mengalami kelelahan

berat), infeksi dapat terjadi. Sehingga, meskipun gigi impaksi dan populasi flora

normal rongga mulut telah ada, jika pertahanan tubuh dan bakteri mencapai

keseimbangan tidak terjadi infeksi, Perikoronitis terjadi jika pasien mengalami

7
penurunan pertahanan tubuh sementara yang ringan, tetapi pertahanan tubuh tetap

tidak dapat mengeliminasi bakteri. (Peterson. 2003)

Proses inflamasi terjadi karena terkumpulnya debris, plak dan bakteri

(flora normal rongga mulut) di poket gingiva perikorona gigi yang sedang erupsi

atau impaksi tersebut, disertai adanya gangguan pertahanan tubuh, sehingga flora

normal dapat menjadi bakteri yang bersifat patogen. (Peterson, 2003)

A B

Gambar 3.4 Perikoronitis pada molar tiga rahang bawah semi-impaksi;

(A) Ilustrasi menunjukkan inflamasi dibawah operkulum dan distal dari mahkota gigi;

(B) Gambaran klinis. Pembengkakan pada operkulum, karena secara konstan dan terus-

menerus menerima trauma gigitan dari gigi antagonis (Fragiskos. FD. 2007)

2.4 Gejala Klinis Perikoronitis

Prevalensi perikoronitis terutama pada usia remaja hingga dewasa muda.

Umumnya, pasien datang dengan gejala nyeri dan bengkak sekitar gigi yang

erupsi inkomplit. (Topazian. 2006) Pada molar ketiga yang erupsi sebagian atau

impaksi merupakan daerah yang paling umum terjadi perikoronitis. Ruang antara

mahkota gigi dan gingiva yang melapisi di bagian atasnya, yaitu flap, merupakan

area yang ideal untuk akumulasi debris dan pertumbuhan bakteri. Bahkan pasien

tanpa tanda atau gejala klinis, flap gingiva sering beradang secara kronis dan

terinfeksi, serta memiliki beragam tingkat keparahan ulser sepanjang permukaan

8
bagian dalam. Dan terdapat kemungkinan keterlibatan dari inflamasi akut.

(Newman. 2006)

Perikoronitis akut teridentifikasi dengan derajat inflamasi yang beragam

dan flap perikorona, dan struktur yang berdekatan. Cairan inflamasi dan eksudat

seluler meningkat dari bagian flap, yang dapat mengganggu penutupan rahang,

dan dapat terkena trauma dari kontak dengan rahang yang berlawanan, yang akan

memperparah inflamasi yang terjadi. (Newman. 2006) Perikoronitis dapat

menyebabkan infeksi serius pada bagian fascial. Karena infeksi ini dimulai dari

rongga mulut bagian posterior, yang dapat dengan cepat menyebar ke daerah

fascial dari ramus mandibula dan leher bagian lateral. (Peterson. 2003)

Gambaran klinis yang ada, yaitu gingiva berwarna kemerahan, umumnya

dimulai dengan rasa nyeri terlokalisasi dan rasa nyeri tekan pada gingiva,

kemudian mengalami pembengkakan, lesi purulen, dan rasa nyeri yang menjalar

ke bagian wajah, sudut mandibula, telinga, tenggorokan, dan dasar mulut. Pasien

akan merasa sangat tidak nyaman, karena rasa nyeri, rasa tidak enak di mulut

(foul taste), gangguan mengunyah, dan bahkan tidak mampu untuk membuka-

menutup rahang dengan baik (trismus yaitu ketidakmampuan untuk membuka

mulut lebih dari 20mm) (Newman. 2006).

Gambar 3.5 Perikoronitis, dengan tanda gingiva berwarna kemerahan, mengalami pembengkakan

(Anonymous. 2004)

9
Jaringan yang terinfeksi dapat pada gingiva, mukosa, atau keduanya. Pada

molar rahang bawah, jaringan lunak dari permukaan fasial dan lingual, dan

jaringan seperti pedicle (operkulum), serta daerah dari retromolar hingga ke

permukaan oklusal juga dapat terinfeksi. Konfigurasi ini umumnya ditemukan

saat gigi dalam posisi tegak, dan bagian distal tertutupi oleh jaringan lunak dari

bagian anterior ramus. Dengan impaksi mesioangular, jaringan biasanya menutupi

permukaan fasial, lingual, distal dan oklusal gigi. (Topazian. 2006)

Pemeriksaan lesi umumnya menunjukkan akumulasi plak dan debris dari

daerah gigi yang terinfeksi, dan pada daerah tetangga. Dengan palpasi ringan, pus

dapat keluar dari bagian bawah dan pinggir jaringan perikorona. Perikoronitis

dapat menyebabkan perdarahan. Drainase terjadi saat terbukanya ruang

perikoronal, tetapi jika ruang ini tertutup dapat terbentuk abses akut atau infeksi

dapat menyebar ke jaringan yang berdekatan. (Topazian RG, Goldberg MH,

Hupp JR. 2006)

Keparahan infeksi yang meningkat dapat memperburuk tanda dan gejala

klinis yang ada, dan juga kemungkinan terbentuknya abses disertai supurasi.

(Topazian. 2006) Selain itu, dapat menyebabkan pembengkakan pada pipi pada

regio sudut rahang, pembengkakan wajah, dan limfadenitis, pembesaran dan rasa

nyeri pada kelenjar getah bening, dan nyeri atau kesulitan menelan. Pada kasus

yang lebih parah pasien juga dapat mengalami komplikasi sistemik, seperti

demam, leukositosis, malaise, rasa lelah atau penyebaran infeksi ke daerah fasial

lainnya. (Topazian RG, 2004)

10
Perikoronitis biasanya terjadi secara unilateral. Pembagian tanda dan

gejala klinis dari perikoronitis berdasarkan tahapan inflamasinya, adalah sebagai

berikut: (Lestari. EN. 2010)

a. Perikoronitis Akut:

Rasa sakit menusuk yang hilang timbul.

Trismus dan disfagia.

Operkulum gingiva di daerah infeksi bengkak, hiperemis, dan disertai

supurasi.

Limfadenopati submandibular.

Rasa sakit yang pada mulanya lebih terlokalisasi dan selanjutnya menyebar

ke bagian telinga, tenggorokan, serta dasar mulut.

Sakit pada palpasi.

Rasa tidak enak (foul taste).

b. Perikoronitis subakut:

Peradangan dan supurasi di operkulum berkurang.

Rasa sakit tumpul yang terus menerus.

Gambaran sistemik seperti peningkatan suhu, nadi, frekuensi pernapasan, dan

sakit pada nodul submandibular.

c. Perikoronitis kronik:

Rasa sakit tumpul yang kambuh secara periodik.

Pemeriksaan radiologis menunjukkan gambaran kawah yang radiolusen.

Pembentukkan kista paradental.

11
2.5 Terapi Perikoronitis

Perawatan secara general adalah (Charles, 2012) :

- Semua pasien yang positif terkena toxin dianjurkan untuk istirahat absolut.

- Diet tinggi protein

- Terapi antibiotik yang tepat. Penisilin sebagai drug of choice, dimana

metronidazole sebagai alternatif lain.

- Pemberian analgesik yang tepat, tergantung keparahan dan intensitas nyeri.

Perikoronitis adalah kondisi dengan tingkat penyebaran yang tinggi dan

dapat berkembang menjadi selulitis, perawatan yang dilakukan harus cepat dan

menyeluruh. Langkah terapi yang mungkin dilakukan adalah (Kevin, 2004) :

- Pertama yaitu membersihkan semua plak yang ada, dan faktor iritan lain pada

gigi.

- Lalu, angkat semua jaringan yang rusak dan mati.

- Membilas area tersebut dengan air garam hangat secara rutin, untuk

mengurangi nyeri dan akan membantu daerah tersebut tetap bersih

(campurkan 1 sendok teh garam dalam 1 cangkir air hangat, dan kumur

dengan lembut).

- Jika terdapat selulitis, perlu sekali untuk diberikan terapi antibiotik sesegera

mungkin.

Manajemen perikoronitis pada kasus lokal: berkumur dengan air garam

hangat, irigasi di bawah flap mukosa perikorona, pemberian obat kumur

klorheksidin glukonat 0,12% atau heksetidin 0,1%. Pada kasus yang sukar

sembuh atau parah: pemberian penisilin oral dan analgesik yang adekuat (NSAID

12
atau opioid ringan) (Nguyen, 2008). Selain itu, beberapa hal yang dapat dilakukan

perawatan lokal adalah (Charles, 2012) :

1. Traumatik oklusi, dapat dilakukan penggerusan gigi antagonis.

2. Peningkatan oral hygiene dan kesehatan secara umum.

3. Bila telah timbul abses, harus dilakukan drainase.

4. Setelah mengirigasi ruang folikular dengan hidrogen peroksida kaustik seperti

asam triklorasetik, seringkali diberikan asam kromat atau larutan ammoniakal

dari perak nitrat. Lalu satu tetes dari astringent seperti larutan talbot. Larutan

talbot mengandung iodin, zinc iodida, gliserin dan air.

5. Kumur dengan air garam hangat secara rutin untuk melegakan nyeri. Aplikasi

panas secara eksternal harus dihindari karena dapat mempromosikan infeksi

pada kulit wajah.

6. Setelah infeksi telah diatasi, harus segera diambil tindakan untuk eksisi flap

perikoronal. Bila gigi tersebut tidak dapat dipertahankan, maka dapat

dilakukan ekstraksi.

7. Operkulektomi merupakan indikasi bila gigi telah erupsi dan terdapat flap

yang menutupi gigi. Perawatan ini disarankan bila gejala akut sudah mereda

sempurna.

8. Pergerakan mandibula dibuat esentrik saat menutup. Hal ini dilakukan oleh

pasien untuk menghindari trauma pembengkakan gingiva.

Perikoronitis akut dirawat dengan antiseptik lavage lokal dan kuretase di

bawah flap, dengan atau tanpa antibiotik sistemik.Setelah fase akut terkontrol,

gigi molar yang bersangkutan diekstraksi atau bantalan jaringan hiperplastik

13
dihilangkan dengan tindakan bedah.Jarang terjadi rekurens dengan tindakan

perawatan ini (Maxillofacialcenter, 2001).

2.6 Tata Laksana Operkulektomi (Pericoronal Flap)

a. Alat dan Bahan :

1. Alat dasar : kaca mulut, sonde, pinset KG, dan eskavator

2. Pinset chirurgis

3. Glass plate

4. Akuades steril dan spuit

5. Cotton roll dan tempat

6. Alkohol 70% dan tempat

7. Betadine antiseptik

8. Neir beiken

9. Semen spatel

10. Tampon dan tempat

11. Cotton pelet dan tempat

12. Periodontal probe

13. Periodontal pack (dressing)

14. Gunting

15. Scalpel

Operkulektomi atau pericoronal flap adalah pembuangan operkulum

secara bedah. Perawatan perikororonitis tergantung pada derajat keparahan

inflamasinya. Komplikasi sistemik yang ditimbulkan dan pertimbangan apakah

gigi yang terlibat nantinya akan dicabut atau dipertahankan. Selain itu hal yang

perlu diperhatikan dan adalah faktor usia dan kapan dimulai adanya keluhan.

14
Perlu adanya observasi mengenai hal tersebut karena jika usia pasien adalah usia

muda dimana gigi terakhir memang waktunya untuk erupsi dan mulai keluhan

baru saja terjadi, maka operkulektomi sebaiknya tidak dilakukan dulu.

Kondisi akut merupakan kontraindikasi dilakukannya operkulektomi, namun

tindakan emergensi dapat dilakukan hingga kondisi akut dapat ditanggulangi

kemudian keadaan dievaluasi untuk dapat melakukan operkulektomi

b.Teknik :

Menentukan perluasan dan keparahan struktur jaringan yangterlibat serta

komplikasi toksisitas sistemik yang ditimbulkan.

1. Menghilangkan debris dan eksudat yang terdapat pada permukaan

operkulum dengan aliran air hangat atau aquades steril.

2. Usap dengan antiseptic, anestesi, dan insisi.

3. Operkulum/pericoronal flap diangkat dari gigi dengan menggunakan

scaler dan debris di bawah operkulum dibersihkan.

4. Irigasi dengan air hangat/aquades steril.

5. Pada kondisi akut sebelum dilakukan pembersihan debris dapat diberikan

anastesi topikal. Pada kondisi akut juga tidak boleh dilakukan kuretase

maupun surgikal. Bila operkulum membengkak dan terdapat fluktuasi,

lakukan insisi guna mendapatkan drainase. Bila perlu pasang drain dan

pasien diminya datang kembali setelah 24 jam guna melepas/mengganti

drainnya. Jika kondisi akut, maka perawatan selanjutnya diberikan di

kunjungan kedua. Pasien diinstruksikan agar :

a. Kumur-kumur air hangat tiap 1 jam

b. Banyak istirahat

15
c. Makan yang banyak dan bergizi

d. Menjaga kebersihan mulutnya

6. Pemberian antibiotik dapat dilakukan jika diperlukan (bila ada gejala-

gejala konstisional dan kemungkinan adanya penyebaran infeksi).

Demikian pula analgesik dapat diberikan kepada pasien jika diperlukan.

Kondisi pasien kemudian dievaluasi di kunjungan berikutnya dan dapat

dilanjutkan ke tahap selanjutnya bila kondisi pasien telah membaik dan

keadaan akut telah reda.

7. Cek pocket periodontal yang ada untuk mengetahui apakah tipe pocket

(false pocket atau true pocket). Lakukan probing debt pada semua sisi.

8. Anastesi daerah yang ingin dilakukan operkulektomi. Anastesi tidak perlu

mencapai sampai tulang, hanya sampai periosteal.

9. Lakukan operkulektomi (eksisi periodontal flap) dengan memotong bagian

distal M3. Jaringan di bagian distal M3 (retromolar pad) perlu dipotong

untuk menghindari terjadinya kekambuhan perikoronitis. Ambil seadekuat

mungkin.

10. Bersihkan daerah operasi dengan air hangat/aquades steril.

11. Keringkan agar periodontal pack yang akan diaplikasikan tidak mudah

lepas.

12. Aplikasikan periodontal pack. Penggunaan periodontal pack bukan

medikasi, namun menutupi luka (dressing) agar proses penyembuhan tidak

terganggu. Dressing periodontal dulu mengandung zinc-oxide eugenol,

namun sekarang kurang disukai karena dapat mengiritasi. Karena alasan

itu, sekarang ini digunakan bahan dressing periodontal bebas eugenol.

16
Dalam mengaplikasikannya harus hati-hati sehingga dapat menutupi

daerah luka dan mengisi seluruh ruang interdental karena di situlah letak

retensinya. Pada daerah apikal, periodontal pack diaplikasikan jangan

melebihi batas epitel bergerak dan epitel tak bergerak dan mengikuti

kontur. Pada daerah koronal jangan sampai mengganggu oklusi. Dengan

demikian, retensi periodontal pack menjadi baik.

13. Instuksikan pada pasien agar datang kembali pada kunjungan berikutnya

(kalau tidak ada keluhan, satu minggu kemudian). Pada kunjungan

berikutnya, pack dibuka dan dievaluasi keadaannya.

17
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Laporan Kasus

1. Nama : Asmirawati

2. No RM : 051835

3. Usia : 22 tahun

4. JK : Perempuan

5. Alamat : Ketaping

6. No HP : 083180972542

Seorang pasien perempuan berusia 22 tahun datang ke RSGM

Baiturrahmah dengan keluhan gusi belakang kiri bawah sering sakit dan tergigit.

Pasien ingin memeriksakan gusi yang sakit tersebut dan ingin dilakukan tindakan.

Pasien tidak mempunyai kebiasaan buruk. Pasien menyangkal tidak adanya

penyakit keluarga dan tidak menderita penyakit sistemik. Berdasarkan

pemeriksaan ekstra oral, tidak terdapat kelainan.Dari pemeriksaan intra oral,

terdapat gingiva yang masih menyelimuti setengah permukaan oklusal gigi 38.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis ditentukan diagnosis Operculitis.

Pada kasus ini tindakan yang akan diberikan yaitu Operculektomi pada regio 38.

18
Gambar. Gambaran Klinis Operculitis (dokumentasi pribadi)

3.2 Pembahasan

Operkulitis merupakan infeksi gusi disekitar gigi bungsu yang masih

menutupi mahkota gigi. Pada gigi bungsu yang pertumbuhannya tidak seluruhnya

menembus gusi, akan dijumpai jaringan gusi yang masih menutupi mahkota gigi

atau disebut juga operkulum. Sisa makanan dan bakteri seringkali terakumulasi di

bawah gusi tersebut dan sulit dibersihkan, sehingga menyebabkan infeksi

(operkulitis). Operkulitis juga dapat terjadi karena tergigitnya operkulum saat

sedang mengunyah.

Indikasi dan Kontra Indikasi Operkulektomi

A. Indikasi

1. Erupsi sempurna (bagian dari gigi terletak pada ketinggian yang sama pada

garis oklusal).

2. Adanya ruang yang cukup untuk ditempati koronal, adanya ruangan yang

cukup antara ramus dan sisi distal M2.

3. Inklinasi yang tegak

19
4. Adanya antagonis dengan oklusi yang baik

B. Kontra indikasi

1. Kondisi perikoronitis akut

2. Erupsi tegak tetapi belum sempurna karena tertutup tulang

3. Erupsi horizontal

Tujuan Operkuletomi

Operkulektomi dilakukan untuk mempertahankan gigi molar yang masih

memiliki tempat untuk erupsi tetapi tertutup oleh sebagian operkulum. Tujuan

utama dari operkulektomi ini adalah untung menghilangkan operkulum yang

menutupi gigi molar tiga mandibula yang akan erupsi tersebut.

Prosedur Operkulektomi

1. Komunikasi dengan pasien terkait tindakan apa yang akan dilakukan.

2. Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.

Alat :

 Alat Standar

 Handle Blade

 Blade no.12

 Pinset chirugis

 Gunting bedah

Bahan :

 Alkohol 70%

 Povidone Iodine

 Cotton pelet

 Cotton roll

20
 Tampon

 Pehacain

 Spuit

 Aquadres

 Pack periodontal

3. Menghilangkan debris dan eksudat yang terdapat pada permukaan operkulum

4. Irigasi pada permukaan operkulum

5. Asepsis area operculektomi dan area anastesi dengan menggunakan tampon

yang diberi povidon iodine sebelumnya

6. Lakukan anastesi infiltrasi pada sekitar area operasi dan tunggu hingga

parastesi, cek menggunakan sonde.

7. Lakukan bliding point pada daerah operculum dengan sonde sebagai panduan

kerja.

8. Lakukan insisi menggunakan blade No. 12 yang dimulai dari daerah anterior

sampai ke perbatasan anterior ramus dan kebawah lalu ke depan, kemudian

ke permukaan distal mahkota sedekat mungkit ke tingkat CEJ.

9. Setelah diinsisi lakukan irigasi dengan menggunakan aquades, lalu keringkan

menggunakan tampon hingga benar-benar kering.

10. Setelah kering aplikasikan pack periodontal, base dan katalis1:1 diaduk

hingga homogen diaduk diatas glass lab dengan menggunakan semen spatel

dan letakkan pada permukaan yang telah dilakukan operkulektomi.

11. Pastikan permukaan kerja kering sehingga pack melekat dengan baik

12. Setelah pack melekat pasien diinstruksikan menggigit tampon kurang lebih 5

menit.

21
13. Edukasi pasienuntuk tidak mengunyah didaerah yang ditutupi pack

periodontal, pasien juga tidak bolehsering berkumur agar pack tidak lepas.

14. Berikan antibiotik, analgetik, dan vitamin kepada pasien.

15. Setelah lebih kurang 1 minggu lakukan kontrol pasien untuk melihat hasil

dari operkulektomi

22
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Perikoronitis dapat akut, subakut, atau kronis. Perikoronitis dapat terjadi

karena cedera dari operkulum (jaringan lunak yang menutupi gigi) dari gigi molar

tiga antagonis atau karena terjebaknya sisa makanan dibawah operculum.

Sehingga diperlukan tindakan perawatan yang tepat untuk perikoronitis.

4.2 Saran

Pemahaman lebih mendalam tentang perawatan perikoronitis baik indikasi

kontraindikasi dan teknik yang benar sangat membantu dalam kesuksesan

tindakan perawatan periodontal.

23
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Kuretase Gingiva. Hal.161-9. Tersedia di:


http://ocw.usu.ac.id/course/download/6110000047-prostodonsia-iii-
gtc/pt_341_slide_bab_11_-_kuretase_gingival.pdf

Anonymous. 2004. Perikoronitis. Patterson Dental Supply.

Azmi, M.R. 2009. Refleksi Kasus-Kuretase. Universitas Muhammadiyah


Yogyakarta. Tersedia di: http://www.scribd.com/doc/62143179/RESUS-
PERIO

Bathla, S. 2011. Periodontics Revisited. India: Jaypee Brothers Medical


Publishers. Hal. 343-4.

Cawson RA, Odell E.W. 2006. Cawson’s Essential of Oral Pathology and Oral
Medicine. 7th edition. Churcill livingstone. Hal. 82-3.

Charles M. 2012. Pericoronitis Infection and Wisdom Tooth Pericoronitis.


Sumber: http://knol.google.com. Diakses tanggal 11 Maret 2012. Hal1

Dental Health Educators’ Newsletter (eds). 2010. Dental Health Educators’


Newsletter. DH Methods of Education, Inc. Hal.2.

Fragiskos. FD. 2007. Oral Surgery. New York: Springer-Verlag Berlin


Heidelberg. Hal.122. http://www.dentiadental.com/

Green. JP. 2007. Perikoronitis. Patterson Dental Supply-Green Dental.


Hendrawan, C. Gingival Surgical Techniques.

Tersedia di: http://www.scribd.com/doc/55141760/Gingival-Surgical-Techniques-


Cindy

Kevin, S. 2004. Pericoronitis. Minnesota: Patterson Dental Supply. Hal. 1-2

Lestari. EN, et al. 2010. Clinical Report Session (CRS)-Impaksi Gigi,


Perikoronitis, dan Operkulitis. Fakultas Kedokteran Universitas Islam.
Maxillofacialcenter.2001. Pericoronitis. Sumber:
http://www.maxillofacialcenter.com/. Diakses tanggal 10 Maret 2012. Hal.
1
Manson, J.D dan B.M Eley. 1993. Buku Ajar Periodonti Edisi 2. Jakarta:
Hipokrates

Newman MG, et al. 2006, Carranza’s Clinical Periodontology. 10thed. St. Louis,
Missouri: Saunders Elsevier. Hal. 400-401.
http://armymedical.tpub.com/MD0511/MD05110023.htm

24
Nguyen DH dan Martin JT. 2008. Common Dental Infections in The Primary
Care Setting. Am Fam Physician 77:797-806.

Oxford University Press. 2010. Oxford Dictionary for Dentistry. New York:
Oxford University Press Inc http://drkarthik.com/2011/08/pericoronitis/

Peterson, et al. 2003. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. 4th ed. New
Delhi, India: Elsevier. Hal. 186-8.
http://dentaldad.com/dnn/OralDiseases/Pericoronitis/tabid/82/language/en-
US/Default.aspx

Sixou. JL, et al. Microbiology of Mandibular Third Molar Perikoronitis:


Incidence of Β-Lactamase-Producing Bacteria. Oral Surgery, Oral
medicine, Oral pathology, Oral radiology, and Endodontology. 2003; 95:
Hal. 655-9.
Syaify, A. Bedah Periodontal. Tersedia di: http://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=kuretase+gingiva&source=web&cd=3&ved=0CCkQFjAC
&url=http%3A%2F%2Ffkgugm06.files.wordpress.com
%2F2010%2F06%2Fbedah-perio-
1.ppt&ei=JId0T5DqOo3PrQfD88zgDQ&usg=AFQjCNGTqZL7JPfvQ8PF
N1TERyi6SAkmxQ

Topazian RG, Goldberg MH, Hupp JR. 2006. Oral and Maxillofacial Infection. 4th
ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company. Hal. 142-3.

25

Anda mungkin juga menyukai