Oleh:
ZARINA AZMI
19100707360804037
Pembimbing :
drg. Maulida Hayati, M,Kes
HALAMAN PENGESAHAN
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan diskusi “Perikoronitis dan
Operkulektomi” untuk melanjutkan prosedur Operkulektomi pada bagian Periodonsia.
Dalam penulisan laporan kasus ini penulis menyadari bahwa semua proses yang telah
dilalui tidak lepas dari bimbingan drg. Maulida Hayati, M. Kes selaku dosen pembimbing
atas bantuan dan dorongan yang telah diberikan serta berbagai pihak lainnya. Untuk itu
penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu.
Penulis juga menyadari bahwa laporan kasus ini belum sempurna sebagaimana
mestinya, baik dari segi ilmiah maupun dari segi tata bahasanya, karena itu kritik dan saran
sangat penulis harapkan dari pembaca.
Akhir kata penulis mengharapkan Allah SWT melimpahkan berkah-Nya kepada kita
semua dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat serta dapat memberikan sumbangan
pemikiran yang berguna bagi semua pihak yang memerlukan.
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
Perikoronitis merupakan infeksi non spesifik pada jaringan lunak di sekitar mahkota
gigi yang erupsinya tidak sempurna. Peradangan ini disebabkan oleh infeksi bakteri yang
berkembang akibat terjebaknya makanan dibawah operkulum molar dibawah, karena pada
saat erupsi gusi yang menutupi gigi menjadi media pertumbuhan bakteri. Perikoronitis sering
ditemukan pada molar 3 yang impaksi, namun dapat pula terjadi pada anak yang sedang
mangalami proses erupsi gigi molar tetap. Keadaan ini umumnya lebih sering pada gigi
(Kadaryati, 2007).
Faktor-faktor resiko yang dapat menimbulkan perikoronitis adalah mahkota gigi yang
erupsi sebagian atau adanya poket di sekeliling mahkota gigi tersebut, gigi antagonis yang
supraposisi, dan oral hygiene yang buruk (Meurman et al, 2003). Perikoronitis berhubungan
dengan bakteri dan pertahanan tubuh. Jika pertahanan tubuh lemah seperti saat menderita
influenza atau infeksi pernafasan atas, atau karena penggunaan obat-obat imunosupresan
maka pertahanan tubuh seorang pasien akan lemah dan mempermudah timbulnya
Gejala awal perikoronitis berupa nyeri dan pembengkakan lokal pada operkulum yang
menutupi mahkota gigi. Selain itu, adanya bau mulut yang tidak enak akibat adanya pus,
ulkus pada jaringan operkulum yang terinfeksi akibat kontak yang terus menerus dengan gigi
antagonis dan meningkatnya suhu tubuh dapat menyertai gejala-gejala klinis dari
perikoronitis. Apabila perikoronitis tidak diterapi dengan adekuat sehingga infeksi menyebar
ke jaringan lunak, dapat timbul gejala klinis yang lebih serius berupa limfadenitis pada
kelenjar limfe submandibularis, trismus, demam, lemah, dan bengkak pada sisi yang
sistemik seperti demam dan malaise maupun dalam kondisi kronik yang berkembang selama
beberapa minggu atau bulan. Hal tersebut mungkin berhubungan dengan kondisi kebersihan
mulutnya, stress dan adanya infeksi saluran pernafasan bagian atas. Perikoronitis dapat
ditangani dengan melakukan irigasi pada daerah di bawah jaringan yang meradang,
pemberian antibiotik, dan eksisi ketika kondisi akut telah teratasi (Kadaryati, 2007).
1.2 Tujuan
Mengetahui definisi dan faktor yang mempengaruhi serta rencana perawatan dari
perikoronitis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perikoronitis
Perikoronitis adalah peradangan jaringan gingiva disekitar mahkota gigi yang erupsi
sebagian. Gigi yang sering mengalami perikoronitis adalah pada gigi molar ketiga rahang
bawah. Proses inflamasi pada perikoronitis terjadi karena terkumpulnya debris dan bakteri di
poket perikorona gigi yang sedang erupsi atau impaksi (Mansour and Cox, 2006).
Perikoronitis juga biasa dikenal dengan operkulitis yakni inflamasi pada flap jaringan
gingival (operkuli) dari gigi yang mengalami erupsi sebagian (Lestari. EN, et al. 2010).
2.2. Etiologi
Etiologi utama perikoronitis adalah flora normal rongga mulut yang terdapat dalam
sulkus gingiva. Flora normal yang terlibat adalah polibakteri, terdiri atas bakteri Gram positif
dan bakteri Gram negatif (Sixou et al, 2003). Bakteri Gram positif seperti Gamella,
lain Capnocytophaga dan Pseudomonas. Mikroflora pada perikoronitis yang ditemukan mirip
dengan mikroflora pada poket periodontal. Bakteri-bakteri tersebut yang memicu inflamasi
pada daerah perikorona. Perikoronitis juga dipicu oleh trauma akibat gigi antagonisnya yang
ekstra sel yang sangat lengket dari karbohidrat makanan. Polisakarida yang mempunyai
konsistensi seperti gelatin sehingga bakteri-bakteri terbantu untuk melekat pada mukosa serta
saling melekat satu sama lain. Setelah semakin bertambah, bakteri-bakteri ini akan
menghambat fungsi saliva dan menetralkan suasana asam dalam rongga mulut (Volk dan
Wheeler, 1990). Bakteri Streptococcus Mutans merupakan bakteri yang paling dominan
peranannya dalam patogenesis perikoronitis. Bakteri lain yang banyak ditemukan pada
Actinomyces banyak ditemukan dalam gigi karies, poket gingiva dan kripta tonsil
sebagai saprofit. Prevotella merupakan bakteri lain yang banyak ditemukan pada operkulum
perikoronitis. Provotella adalah organisme anaerobik yang umumnya ditemukan pada infeksi
2.3. Patofisiologi
Perikoronitis berawal dari gigi yang erupsi sebagian, mahkota gigi diliputi oleh
jaringan lunak yang disebut dengan operkulum. Antara operkulum dengan mahkota gigi yang
erupsi sebagian terdapat spasia yang membentuk pseudopoket. Debris makanan dapat
berkumpul pada poket antara operkulum dan gigi impaksi, sehingga tidak dapat dibersihkan
dari sisa makanan dengan sempurna akhirnya menyebabkan infeksi oleh berbagai macam
flora normal rongga mulut, terutama mikroflora subgingiva yang membentuk koloni di celah
tersebut. Keadaan ini juga dapat diperparah karena salah satunya kebersihan rongga mulut
yang kurang, sehingga terdapat akumulasi plak, dapat mendukung berkembangnya koloni
bakteri dan juga infeksi ini dapat bersifat lokal atau dapat meluas ke jaringan yang lebih
dalam dan melibatkan spasia jaringan lunak yang lainnya (Bataineh et al, 2003).
2.4. Gejala Klinis
Gingiva kemerahan dan bengkak di regio gigi yang erupsi sebagian, rasa sakit pada
waktu mengunyah makanan, merupakan gejala klinis yang sering ditemukan pada penderita
perikoronitis (Samsudin dan Mason, 1994). Bau mulut yang tidak enak akibat adanya pus dan
meningkatnya suhu tubuh dapat menyertai gejala-gejala klinis yang disebut diatas. Pada
beberapa kasus dapat ditemukan ulkus pada jaringan operkulum yang terinfeksi akibat kontak
yang terus menerus dengan gigi antagonis. Apabila perikoronitis tidak diterapi adekuat
sehingga infeksi menyebar ke jaringan lunak, dapat timbul gejala klinis yang lebih serius
berupa limfadenitis pada kelenjar limfe submandibularis, trismus, demam, lemah, dan
Perikoronitis secara klinis terbagi menjadi tiga, yaitu perikoronitis akut, perikoronitis
Perikoronitis akut diawali dengan rasa sakit yang terlokalisir dan kemerahan pada
gingiva. Rasa sakit dapat menyebar ke leher, telinga, dan dasar mulut. Pada pemeriksaan
klinis pada daerah yang terinfeksi, dapat terlihat gingiva yang kemerahan dan bengkak,
disertai eksudat, dan terasa sakit bila ditekan. Gejala meliputi limfadenitis pada kelenjar limfe
submandibularis, dan kelenjar limfe yang dalam, pembengkakan wajah, dan eritema, edema
dan terasa keras selama palpasi pada operkulum gigi molar, malaise, bau mulut, eksudat yang
purulen selama palpasi. Demam akan terjadi apabila tidak diobati. Umumnya serangan akut
dapat menyebabkan demam dibawah 38,5°C, selulitis, dan ketidaknyamanan. Pada inspeksi
biasanya ditemukan akumulasi plak dan debris akibat pembersihan yang sulit dilakukan pada
pseudopoket sekitar gigi yang erupsi sebagian. Trismus dapat terjadi pada perikoronitis akut
pada operkulum tetapi tidak ada trismus ataupun gangguan sistemik (Shepherd and
Brickley,1994).
Perikoronitis kronis ditandai dengan rasa tidak enak yang timbul secara berkala. Rasa
tidak nyaman dapat timbul apabila operkulum ditekan. Tidak ada gejala klinis yang khas
yang menyertai perikoronitis kronis. Pada gambaran radiologi bisa didapatkan resorpsi tulang
alveolar sehingga ruang folikel melebar, tulang interdental di antara gigi molar kedua dan
molar ketiga menjadi atrisi dan menghasilkan poket periodontal pada distal gigi molar kedua
(Laine et al,2003).
dan kondisi gigi yang terlibat. Terapi umum dilakukan pada penderita perikoronitis adalah
terapi simptomatis, antibiotika, dan bedah. Berkumur dengan air garam hangat dan irigasi
dengan larutan H2O23% di daerah pseudopoket merupakan terapi perikoronitis yang bersifat
lokal. Terapi simtomatis dilakukan dengan pemberian analgetik yang adekuat untuk
mengurangi rasa sakit. Analgetik yang sering diberikan adalah golongan anti inflamasi non
steroidatau golongan opioid ringan apabila pasien mengeluh rasa sakit yang berat
(Soelistiono, 2008).
Terapi antibiotika dilakukan untuk mengeleminasi mikroflora penyebab perikoronitis.
Antibiotika diberikan kepada penderita pada fase akut yang supuratif apabila tindakan bedah
harus ditunda (Martin, Kanatas, Hardy, 2005). Terapi bedah meliputi operkulektomi dan
odontektomi yang dilakukan setelah fase akut reda, tergantung dari derajat impaksi gigi
(Blakey, White, Ofenbacher, 1996). Prognosis dari perikoronitis baik apabila penderita dapat
2.7 Operkulektomi
Operkulum adalah flap jaringan gingiva yang padat berserat yang mencakup sekitar
50 % dari permukaan oklusal yang menutupi sebagian dari molar ketiga pada mandibula.
menggunakan menggunakan pisau bedah biasa atau gunting. Operkulektomi atau perikoronal
flap adalah pembuangan operkulum secara bedah. Perawatan perikoronitis tergantung pada
apakah gigi yang terlibat nantinya akan dicabut atau dipertahankan. Selain itu hal yang perlu
diperhatikan adalah faktor usia dan kapan dimulai adanya keluhan. Perlu adanya observasi
mengenai hal tersebut karena jika usia pasien adalah usia muda dimana gigi terakhir memang
waktunya untuk erupsi dan mulai keluhan baru saja terjadi, maka operkulektomi sebaiknya
tidak dilakukan dulu. Kondisi akut merupakan kontra indikasi dilakukannya operkulektomi,
namun tindakan emergensi dapat dilakukan hingga kondisi akut dapat ditanggulangi
kemudian keadaan dievaluasi untuk dapat melakukan operkulektomi (Shepherd dan Brickley,
1994).
Gambar 1. Operkulektomi
a. Indikasi
1) Erupsi sempurna (bagian dari gigi terletak pada ketinggian yang sama pada garis
oklusal)
2) Adanya ruang yang cukup untuk ditempati coronal, adanya ruangan yang cukup
antara ramus dan sisi distal M2
b. Kontraindikasi
LAPORAN KASUS
Umur : 27 Tahun
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : By pass
3.2 Pemeriksaan
a. Keluhan Utama :
Seorang pasien perempuan datang ke RSGM Baiturrahmah dengan keluhan gusi pada
gigi belakang kanan bawah sering sakit dan tergigit sejak 7 bulan yang lalu.
Tidak ada
1. Menyikat Gigi
Gigi Geligi
18 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 28
48 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 38
Keterangan :
3.3 Diagnosis
penumpukan plak supragingiva dan subgingiva, serta adanya inflamasi pada gingiva yang
3.4 Prognosis
Baik, karena :
Alat :
Bahan :
Kassa
Alkohol 70%
Povidon Iodine
Disclosing solution
Bahan anastesi
NaCl 0.9%
Masker
Handscoon
Celemek
Gunting Jaringan
1. Kunjungan Pertama
2. Kunjungan Kedua
6. Melakukan insisi
8. Kuret jaringan granulasi yang ada secara hati-hati dan hilangkan sehingga permukaan
9. Irigasi dengan NaCl 0,9%, kemudian kompres dengan kassa yang sudah dibasahi
11. Medikasi
3. Kunjungan Ketiga
4. Menghilangkan plak
BAB IV
PEMBAHASAN
Operkulitis merupakan infeksi gusi disekitar gigi bungsu yang masih menutupi
mahkota gigi. Pada gigi bungsu yang pertumbuhannya tidak seluruhnya menembus gusi, akan
dijumpai jaringan gusi yang masih menutupi mahkota gigi atau disebut juga operkulum. Sisa
makanan dan bakteri seringkali terakumulasi di bawah gusi tersebut dan sulit dibersihkan,
sehingga menyebabkan infeksi (operkulitis). Operkulitis juga dapat terjadi karena tergigitnya
Perikoronitis adalah infeksi yang terjadi pada jaringan lunak disekitar mahkota gigi
yang mengalami impaksi sebagian, paling sering terjadi pada gigi molar ke tiga mandibular,
biasanya pada pasien muda. Gejala yang terjadi saat perikoronitis adalah jaringan disekitar
gigi mengalami pembengkakan, merah serta sakit pada saat membuka mulut. Operkulektomi
adalah pembuangan jaringan yang menutupi gigi secara bedah, Tujuan operkulektomi adalah
mempertahankan gigi molar yang masih memiliki tempat untuk erupsi tetapi tertutup oleh
sebagian operculum.
Indikasi dan Kontra Indikasi Operkulektomi
A. Indikasi
1. Erupsi sempurna (bagian dari gigi terletak pada ketinggian yang sama pada garis
oklusal)
2. Adanya ruang yang cukup untuk ditempati coronal, adanya ruangan yang cukup antara
B. Kontra indikasi
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Perikoronitis adalah peradangan jaringan gingiva disekitar mahkota gigi yang erupsi
sebagian. Gigi yang sering mengalami perikoronitis adalah pada gigi molar ketiga rahang
bawah atau karena terjebaknya sisa makanan dibawah operculum, sehingga diperlukan
5.2 Saran
dan prosedur yang benar sangat membantu dalam tindakan perawatan periodontal.
DAFTAR PUSTAKA
Eduaro AP, Mario JAC. 2005. Prevotella Intermedia and Porphyromonas GingivaisIsolated
from Osseointegrated Dental Implants: Colonization and Antimicrobial Susceptibility.
Brazilian J Microbiol.
Hupp J, Ellis E, Tucker H. 2008. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery 5th edition.
St. Louis Missouri. Mosby Elsevier.
Kadaryati, L. a. (2007). "Perawatan Perikoronitis Regio Molar Satu Kanan Bawah Pada Anak
Laki-Laki Usia 6 Tahun". Indonesia Journal of Dentistry, 14 (2): 127-131.
Laine M, Venta I, Hyrkas T, Jian MA and Konttinen YT. 2003. Chronic Inflamation around
painless partially erupted third molars. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol
Endod.
Lestari. EN, et al. 2010. Clinical Report Session (CRS)-Impaksi Gigi, Perikoronitis, dan
Operkulitis. Fakultas Kedokteran Universitas Islam.
Leung AKC and Robson WLM. 2004. Childhood Cervical Lymphadenopathy. Ped Health
Care.
Mansour MH,2006 Cox SC.. Patiens Presenting to the general practitioner with pain from
dental origin. Australia Med J. 2006.
Martin MV, Kanatas AN, Hardy P. Antibiotic Prophylaxis and Third Molar Surgery. Br Dent
J 2005;198(6):327-30.
Meurman JH, Rajasuo A, Murtomaa H, Savoleinen S. 1995. Respiratory tract infections and
contaminant pericoronitis of the wisdom teeth. British Med.
Shepherd JP, Brickley M. 1994. Surgical Removal of Third Molars. British Med J
Topazian RG, Goldberg MH, and Hupp JR. 2002. Oral and Maxillofacial Infection.4th
Edition. Philadhelphia: WB Saunders Company.
Volk WA dan Wheeler MF. 1984. Basic Microbiology. 5th Edition. Harper and Row,
Publisher, Inc. Diterjemahkan oleh Adisoemarto S, 1990. Mikrobiologi Dasar jilid 2;
Erlangga; Jakarta.