Anda di halaman 1dari 20

DISKUSI PERIODONSIA

“Perikoronitis dan Operkulektomi”

Diajukan untuk memenuhi syarat dalam melengkapi

Kepaniteraan Klinik di Bagian periodontia

Oleh:

ZARINA AZMI
19100707360804037

Pembimbing :
drg. Maulida Hayati, M,Kes

RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
2020
MODUL PERIODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG

HALAMAN PENGESAHAN

Telah didiskusikan Diskusi “Perikoronitis dan Operkulektomi” guna melengkapi


persyaratan Kepaniteraan Klinik pada Modul Periodonsia.

Padang, Oktober 2020


Disetujui Oleh,
Dosen Pembimbing

(drg. Maulida Hayati, M.Kes)


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan diskusi “Perikoronitis dan
Operkulektomi” untuk melanjutkan prosedur Operkulektomi pada bagian Periodonsia.

Dalam penulisan laporan kasus ini penulis menyadari bahwa semua proses yang telah
dilalui tidak lepas dari bimbingan drg. Maulida Hayati, M. Kes selaku dosen pembimbing
atas bantuan dan dorongan yang telah diberikan serta berbagai pihak lainnya. Untuk itu
penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu.

Penulis juga menyadari bahwa laporan kasus ini belum sempurna sebagaimana
mestinya, baik dari segi ilmiah maupun dari segi tata bahasanya, karena itu kritik dan saran
sangat penulis harapkan dari pembaca.

Akhir kata penulis mengharapkan Allah SWT melimpahkan berkah-Nya kepada kita
semua dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat serta dapat memberikan sumbangan
pemikiran yang berguna bagi semua pihak yang memerlukan.

Padang, Oktober 2020

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perikoronitis merupakan infeksi non spesifik pada jaringan lunak di sekitar mahkota

gigi yang erupsinya tidak sempurna. Peradangan ini disebabkan oleh infeksi bakteri yang

berkembang akibat terjebaknya makanan dibawah operkulum molar dibawah, karena pada

saat erupsi gusi yang menutupi gigi menjadi media pertumbuhan bakteri. Perikoronitis sering

ditemukan pada molar 3 yang impaksi, namun dapat pula terjadi pada anak yang sedang

mangalami proses erupsi gigi molar tetap. Keadaan ini umumnya lebih sering pada gigi

tersebut masih tampak. Prevalensi terjadinya perikoronitis bervariasi antara 8-59%

(Kadaryati, 2007).

Faktor-faktor resiko yang dapat menimbulkan perikoronitis adalah mahkota gigi yang

erupsi sebagian atau adanya poket di sekeliling mahkota gigi tersebut, gigi antagonis yang

supraposisi, dan oral hygiene yang buruk (Meurman et al, 2003). Perikoronitis berhubungan

dengan bakteri dan pertahanan tubuh. Jika pertahanan tubuh lemah seperti saat menderita

influenza atau infeksi pernafasan atas, atau karena penggunaan obat-obat imunosupresan

maka pertahanan tubuh seorang pasien akan lemah dan mempermudah timbulnya

perikoronitis (Hupp et al, 2008).

Gejala awal perikoronitis berupa nyeri dan pembengkakan lokal pada operkulum yang

menutupi mahkota gigi. Selain itu, adanya bau mulut yang tidak enak akibat adanya pus,

ulkus pada jaringan operkulum yang terinfeksi akibat kontak yang terus menerus dengan gigi

antagonis dan meningkatnya suhu tubuh dapat menyertai gejala-gejala klinis dari

perikoronitis. Apabila perikoronitis tidak diterapi dengan adekuat sehingga infeksi menyebar
ke jaringan lunak, dapat timbul gejala klinis yang lebih serius berupa limfadenitis pada

kelenjar limfe submandibularis, trismus, demam, lemah, dan bengkak pada sisi yang

terinfeksi (Lainer et al, 2003).

Perikoronitis dapat ditemukan dalam kondisi akut dengan disertai keterlibatan

sistemik seperti demam dan malaise maupun dalam kondisi kronik yang berkembang selama

beberapa minggu atau bulan. Hal tersebut mungkin berhubungan dengan kondisi kebersihan

mulutnya, stress dan adanya infeksi saluran pernafasan bagian atas. Perikoronitis dapat

ditangani dengan melakukan irigasi pada daerah di bawah jaringan yang meradang,

pemberian antibiotik, dan eksisi ketika kondisi akut telah teratasi (Kadaryati, 2007).

1.2 Tujuan

Mengetahui definisi dan faktor yang mempengaruhi serta rencana perawatan dari
perikoronitis.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perikoronitis

Perikoronitis adalah peradangan jaringan gingiva disekitar mahkota gigi yang erupsi

sebagian. Gigi yang sering mengalami perikoronitis adalah pada gigi molar ketiga rahang

bawah. Proses inflamasi pada perikoronitis terjadi karena terkumpulnya debris dan bakteri di

poket perikorona gigi yang sedang erupsi atau impaksi (Mansour and Cox, 2006).

Perikoronitis juga biasa dikenal dengan operkulitis yakni inflamasi pada flap jaringan

gingival (operkuli) dari gigi yang mengalami erupsi sebagian (Lestari. EN, et al. 2010).

2.2. Etiologi

Etiologi utama perikoronitis adalah flora normal rongga mulut yang terdapat dalam

sulkus gingiva. Flora normal yang terlibat adalah polibakteri, terdiri atas bakteri Gram positif

dan bakteri Gram negatif (Sixou et al, 2003). Bakteri Gram positif seperti Gamella,

Lactococcus, Streptococcus, Staphylococcus, Actinomyces, Bacillus, Corynenebacterium,

Lactobacillus, Propionibacterium, Peptostreptococcus, Prevotella, Bacteroides,

Fusobacterium, Leptotrichia, dan Porphyromonas. Sedangkan bakteri Gram negatif antara

lain Capnocytophaga dan Pseudomonas. Mikroflora pada perikoronitis yang ditemukan mirip

dengan mikroflora pada poket periodontal. Bakteri-bakteri tersebut yang memicu inflamasi

pada daerah perikorona. Perikoronitis juga dipicu oleh trauma akibat gigi antagonisnya yang

terus menerus berkontak (Leung, 2004).


Bakteri Streptococcus Mutans dapat tumbuh subur dalam suasana asam dan

menempel pada mukosa ruang perikorona karena kemampuannya membuat polisakarida

ekstra sel yang sangat lengket dari karbohidrat makanan. Polisakarida yang mempunyai

konsistensi seperti gelatin sehingga bakteri-bakteri terbantu untuk melekat pada mukosa serta

saling melekat satu sama lain. Setelah semakin bertambah, bakteri-bakteri ini akan

menghambat fungsi saliva dan menetralkan suasana asam dalam rongga mulut (Volk dan

Wheeler, 1990). Bakteri Streptococcus Mutans merupakan bakteri yang paling dominan

peranannya dalam patogenesis perikoronitis. Bakteri lain yang banyak ditemukan pada

operkulum perikoronitis adalah Actinomyces.

Actinomyces banyak ditemukan dalam gigi karies, poket gingiva dan kripta tonsil

sebagai saprofit. Prevotella merupakan bakteri lain yang banyak ditemukan pada operkulum

perikoronitis. Provotella adalah organisme anaerobik yang umumnya ditemukan pada infeksi

rongga mulut, termasuk penyakit periodontal (Eduaro and Mario, 2005).

2.3. Patofisiologi

Perikoronitis berawal dari gigi yang erupsi sebagian, mahkota gigi diliputi oleh

jaringan lunak yang disebut dengan operkulum. Antara operkulum dengan mahkota gigi yang

erupsi sebagian terdapat spasia yang membentuk pseudopoket. Debris makanan dapat

berkumpul pada poket antara operkulum dan gigi impaksi, sehingga tidak dapat dibersihkan

dari sisa makanan dengan sempurna akhirnya menyebabkan infeksi oleh berbagai macam

flora normal rongga mulut, terutama mikroflora subgingiva yang membentuk koloni di celah

tersebut. Keadaan ini juga dapat diperparah karena salah satunya kebersihan rongga mulut

yang kurang, sehingga terdapat akumulasi plak, dapat mendukung berkembangnya koloni

bakteri dan juga infeksi ini dapat bersifat lokal atau dapat meluas ke jaringan yang lebih

dalam dan melibatkan spasia jaringan lunak yang lainnya (Bataineh et al, 2003).
2.4. Gejala Klinis

Gingiva kemerahan dan bengkak di regio gigi yang erupsi sebagian, rasa sakit pada

waktu mengunyah makanan, merupakan gejala klinis yang sering ditemukan pada penderita

perikoronitis (Samsudin dan Mason, 1994). Bau mulut yang tidak enak akibat adanya pus dan

meningkatnya suhu tubuh dapat menyertai gejala-gejala klinis yang disebut diatas. Pada

beberapa kasus dapat ditemukan ulkus pada jaringan operkulum yang terinfeksi akibat kontak

yang terus menerus dengan gigi antagonis. Apabila perikoronitis tidak diterapi adekuat

sehingga infeksi menyebar ke jaringan lunak, dapat timbul gejala klinis yang lebih serius

berupa limfadenitis pada kelenjar limfe submandibularis, trismus, demam, lemah, dan

bengkak pada sisi yang terinfeksi (Laine et al, 2003).

2.5 Klasifikasi Perikoronitis

Perikoronitis secara klinis terbagi menjadi tiga, yaitu perikoronitis akut, perikoronitis

subakut, dan perikoronitis kronis (Topazian, 2002).

2.5.1 Perikoronitis Akut

Perikoronitis akut diawali dengan rasa sakit yang terlokalisir dan kemerahan pada

gingiva. Rasa sakit dapat menyebar ke leher, telinga, dan dasar mulut. Pada pemeriksaan

klinis pada daerah yang terinfeksi, dapat terlihat gingiva yang kemerahan dan bengkak,

disertai eksudat, dan terasa sakit bila ditekan. Gejala meliputi limfadenitis pada kelenjar limfe

submandibularis, dan kelenjar limfe yang dalam, pembengkakan wajah, dan eritema, edema

dan terasa keras selama palpasi pada operkulum gigi molar, malaise, bau mulut, eksudat yang

purulen selama palpasi. Demam akan terjadi apabila tidak diobati. Umumnya serangan akut

dapat menyebabkan demam dibawah 38,5°C, selulitis, dan ketidaknyamanan. Pada inspeksi

biasanya ditemukan akumulasi plak dan debris akibat pembersihan yang sulit dilakukan pada
pseudopoket sekitar gigi yang erupsi sebagian. Trismus dapat terjadi pada perikoronitis akut

(Shepherd and Brickley, 1994).

2.5.2 Perikoronitis Subakut

            Perikoronitis subakut ditandai dengan timbulnya rasa kemeng/nyeri terus menerus

pada operkulum tetapi tidak ada trismus ataupun gangguan sistemik (Shepherd and

Brickley,1994).

2.5.3 Perikoronitis Kronis

            Perikoronitis kronis ditandai dengan rasa tidak enak yang timbul secara berkala. Rasa

tidak nyaman dapat timbul apabila operkulum ditekan. Tidak ada gejala klinis yang khas

yang menyertai perikoronitis kronis. Pada gambaran radiologi bisa didapatkan resorpsi tulang

alveolar sehingga ruang folikel melebar, tulang interdental di antara gigi molar kedua dan

molar ketiga menjadi atrisi dan menghasilkan poket periodontal pada distal gigi molar kedua

(Laine et al,2003).

2.6 Penatalaksanaan dan Terapi

            Terapi dari perikoronitis bervariasi, tergantung dari keparahan, komplikasi sistemik,

dan kondisi gigi yang terlibat. Terapi umum dilakukan pada penderita perikoronitis adalah

terapi simptomatis, antibiotika, dan bedah. Berkumur dengan air garam hangat dan irigasi

dengan larutan H2O23% di daerah pseudopoket merupakan terapi perikoronitis yang bersifat

lokal. Terapi simtomatis dilakukan dengan pemberian analgetik yang adekuat untuk

mengurangi rasa sakit. Analgetik yang sering diberikan adalah golongan anti inflamasi non

steroidatau golongan opioid ringan apabila pasien mengeluh rasa sakit yang berat

(Soelistiono, 2008).
Terapi antibiotika dilakukan untuk mengeleminasi mikroflora penyebab perikoronitis.

Antibiotika diberikan kepada penderita pada fase akut yang supuratif apabila tindakan bedah

harus ditunda (Martin, Kanatas, Hardy, 2005). Terapi bedah meliputi operkulektomi dan

odontektomi yang dilakukan setelah fase akut reda, tergantung dari derajat impaksi gigi

(Blakey, White, Ofenbacher, 1996). Prognosis dari perikoronitis baik apabila penderita dapat

menjaga kebersihan rongga mulutnya.

2.7 Operkulektomi

Operkulum adalah flap jaringan gingiva yang padat berserat yang mencakup sekitar

50 % dari permukaan oklusal yang menutupi sebagian dari molar ketiga pada mandibula.

Pengambilan flap ini dikenal sebagai operkulektomi. Operkulektomi dilakukan dengan

menggunakan menggunakan pisau bedah biasa atau gunting. Operkulektomi atau perikoronal

flap adalah pembuangan operkulum secara bedah. Perawatan perikoronitis tergantung pada

derajat keparahan inflamasinya. Komplikasi sistemik yang ditimbulkan dan pertimbangan

apakah gigi yang terlibat nantinya akan dicabut atau dipertahankan. Selain itu hal yang perlu

diperhatikan adalah faktor usia dan kapan dimulai adanya keluhan. Perlu adanya observasi

mengenai hal tersebut karena jika usia pasien adalah usia muda dimana gigi terakhir memang

waktunya untuk erupsi dan mulai keluhan baru saja terjadi, maka operkulektomi sebaiknya

tidak dilakukan dulu. Kondisi akut merupakan kontra indikasi dilakukannya operkulektomi,

namun tindakan emergensi dapat dilakukan hingga kondisi akut dapat ditanggulangi

kemudian keadaan dievaluasi untuk dapat melakukan operkulektomi (Shepherd dan Brickley,

1994).
Gambar 1. Operkulektomi

2.8. Indikasi dan Kontraindikasi

a. Indikasi

1) Erupsi sempurna (bagian dari gigi terletak pada ketinggian yang sama pada garis
oklusal)

2) Adanya ruang yang cukup untuk ditempati coronal, adanya ruangan yang cukup
antara ramus dan sisi distal M2

3) Inklinasi yang tegak

4) Ada antagonis dengan oklusi yang baik

b. Kontraindikasi

1) Kondisi perikoronitis akut.

2) Gigi tumbuh unfavorable atau gigi tumbuh dengan posisi horizontal


BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identifikasi Masalah

Nama Pasien : Marsha

Umur : 27 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Mahasiswa

Alamat : By pass

3.2 Pemeriksaan

3.2.1 Pemeriksaan Subjektif

a. Keluhan Utama :

Seorang pasien perempuan datang ke RSGM Baiturrahmah dengan keluhan gusi pada

gigi belakang kanan bawah sering sakit dan tergigit sejak 7 bulan yang lalu.

b. Riwayat Medis Gigi dan Mulut :

Pasien belum pernah datang ke dokter gigi sebelumnya

c. Riwayat medis umum :

Tidak ada

d. Riwayat kesehatan Gigi dan Mulut :

1. Menyikat Gigi

- Interval : 2 kali sehari

- Waktu : Mandi pagi dan sore

- Gerakan : Kiri kanan (vertikal)


2. Pasta : Pepsodent

3. Obat kumur : Tidak ada

3.2.2 Pemeriksaan Objektif

Ekstra Oral : Bibir : Simetris


TMJ : Normal
KGB : Normal

Intra Oral : Mukosa Lidah : Normal


Mukosa Bukal : Normal
Tonsil : Normal
Palatum : Normal

Gigi Geligi

18 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 28

48 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 38

Keterangan :

 Oral Hygiene (OH) : Baik

3.3 Diagnosis

Perikoronitis, karena berdasarkan hasil pemeriksaan pada pasien ditemukan adanya

penumpukan plak supragingiva dan subgingiva, serta adanya inflamasi pada gingiva yang

menginvasi pada operculum ketika gigi molar erupsi.

3.4 Prognosis

Baik, karena :

 Etiologi dapat dikontrol


 Pasien tidak memiliki penyakit sistemik
 Pasien kooperatif
3.5 Rencana Perawatan

3.5.1 Persiapan Alat dan Bahan

Alat :

 Alat diagnostik standar


 Alat skeling
 Kuret gracey
 Citoject
 Alat irigasi (syringe)
 Prob periodontal
 Handle blade + Blade no 15

Bahan :
 Kassa
 Alkohol 70%
 Povidon Iodine
 Disclosing solution
 Bahan anastesi
 NaCl 0.9%
 Masker
 Handscoon
 Celemek
 Gunting Jaringan

3.5.2 Cara Kerja

1. Kunjungan Pertama

1. Pengisian lembar status periodontal

2. Rontgen foto (bila perlu)

3. Foto klinis sebelum perawatan


4. Perawatan Inisial (skeling dan penyerutan akar)

5. Diskusi rencana perawatan

2. Kunjungan Kedua

1. Penandatangan informed consent

2. Menghitung Plaque Control Record

3. Foto klinis setiap tahap kerja

4. Isolasi daerah kerja dan anastesi lokal

5. Melakukan bleeding point

6. Melakukan insisi

7. Pengambilan jaringan yang menutupi mahkota gigi

8. Kuret jaringan granulasi yang ada secara hati-hati dan hilangkan sehingga permukaan

gigi bersih dan halus

9. Irigasi dengan NaCl 0,9%, kemudian kompres dengan kassa yang sudah dibasahi

NaCl 0,9% selama 2-3 menit

10. Instruksi pasca bedah

11. Medikasi

12. Kontrol 1 minggu

3. Kunjungan Ketiga

1. Pengecekan inflamasi dan keluhan

2. Foto klinis setelah perawatan

3. Menghitung Plaque Control Record

4. Menghilangkan plak
BAB IV

PEMBAHASAN

Operkulitis merupakan infeksi gusi disekitar gigi bungsu yang masih menutupi

mahkota gigi. Pada gigi bungsu yang pertumbuhannya tidak seluruhnya menembus gusi, akan

dijumpai jaringan gusi yang masih menutupi mahkota gigi atau disebut juga operkulum. Sisa

makanan dan bakteri seringkali terakumulasi di bawah gusi tersebut dan sulit dibersihkan,

sehingga menyebabkan infeksi (operkulitis). Operkulitis juga dapat terjadi karena tergigitnya

operkulum saat sedang mengunyah.

Perikoronitis adalah infeksi yang terjadi pada jaringan lunak disekitar mahkota gigi

yang mengalami impaksi sebagian, paling sering terjadi pada gigi molar ke tiga mandibular,

biasanya pada pasien muda. Gejala yang terjadi saat perikoronitis adalah jaringan disekitar

gigi mengalami pembengkakan, merah serta sakit pada saat membuka mulut. Operkulektomi

adalah pembuangan jaringan yang menutupi gigi secara bedah, Tujuan operkulektomi adalah

mempertahankan gigi molar yang masih memiliki tempat untuk erupsi tetapi tertutup oleh

sebagian operculum.
Indikasi dan Kontra Indikasi Operkulektomi

A. Indikasi

1. Erupsi sempurna (bagian dari gigi terletak pada ketinggian yang sama pada garis

oklusal)

2. Adanya ruang yang cukup untuk ditempati coronal, adanya ruangan yang cukup antara

ramus dan sisi distal M2

3. Inklinasi yang tegak

4. Ada antagonis dengan oklusi yang baik

B. Kontra indikasi

1. Dalam keadaan radang akut, lakukan premedikasi terlebih dahulu

2. Adanya abses pada daerah tersebut

3. Pasien yang tidak menghendaki daerah pembedahan


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

 Perikoronitis adalah peradangan jaringan gingiva disekitar mahkota gigi yang erupsi

sebagian. Gigi yang sering mengalami perikoronitis adalah pada gigi molar ketiga rahang

bawah atau karena terjebaknya sisa makanan dibawah operculum, sehingga diperlukan

tindakan perawatan yang tepat.

5.2 Saran

Pemahaman lebih mendalam tentang perawatan perikoronitis baik indikasi kontraindikasi

dan prosedur yang benar sangat membantu dalam tindakan perawatan periodontal.
DAFTAR PUSTAKA

Bataineh QM et al. 2003. The Predisposing Factors of Pericoronitis of Mandibular Third


Molars in a Jordania Population. J Oral Maxillofacial surgery.

Eduaro AP, Mario JAC. 2005. Prevotella Intermedia and Porphyromonas GingivaisIsolated
from Osseointegrated Dental Implants: Colonization and Antimicrobial Susceptibility.
Brazilian J Microbiol.

Hupp J, Ellis E, Tucker H. 2008. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery 5th edition.
St. Louis Missouri. Mosby Elsevier.

Kadaryati, L. a. (2007). "Perawatan Perikoronitis Regio Molar Satu Kanan Bawah Pada Anak
Laki-Laki Usia 6 Tahun". Indonesia Journal of Dentistry, 14 (2): 127-131.

Laine M, Venta I, Hyrkas T, Jian MA and Konttinen YT. 2003. Chronic Inflamation around
painless partially erupted third molars. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol
Endod.

Lestari. EN, et al. 2010. Clinical Report Session (CRS)-Impaksi Gigi, Perikoronitis, dan
Operkulitis. Fakultas Kedokteran Universitas Islam.

Leung AKC and Robson WLM. 2004. Childhood Cervical Lymphadenopathy. Ped Health
Care.

Mansour MH,2006 Cox SC.. Patiens Presenting to the general practitioner with pain from
dental origin. Australia Med J. 2006.

Martin MV, Kanatas AN, Hardy P. Antibiotic Prophylaxis and Third Molar Surgery. Br Dent
J 2005;198(6):327-30.

Meurman JH, Rajasuo A, Murtomaa H, Savoleinen S. 1995. Respiratory tract infections and
contaminant pericoronitis of the wisdom teeth. British Med.

Shepherd JP, Brickley M. 1994. Surgical Removal of Third Molars. British Med J

Sixou JL, Magaud C, Jolived-Gougeon A, Cormier M, Bonnaure-Mallet M. 2003. Evaluation


of the Mandibular Third Molar Pericoronitis Flora and Its Susceptibility to Different
Antibiotics Prescribed in France. J. Clin. Micro.
Soelistiono. 2008, Penatalaksanaan Gigi Impaksi Molar Ketiga Mandibula Sebagai Penyebab
Gangguan Keharmonisan Alat Pengunyahan Dan Status Kesehatan Umum. Tesis.
Universitas Gadjah Mada. http://etd.respiratory.ugm.ac.id

Topazian RG, Goldberg MH, and Hupp JR. 2002. Oral and Maxillofacial Infection.4th
Edition. Philadhelphia: WB Saunders Company.

Volk WA dan Wheeler MF. 1984. Basic Microbiology. 5th Edition. Harper and Row,
Publisher, Inc. Diterjemahkan oleh Adisoemarto S, 1990. Mikrobiologi Dasar jilid 2;
Erlangga; Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai