Anda di halaman 1dari 47

CASE BASED DISCUSSION

BAGIAN PENYAKIT KELAINAN JARINGAN PERIODONTAL

“PERIODONTITIS”

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Kepaniteraan


Klinik pada Modul Periodonsia

Oleh :

Carla Ekardo
21100707360804044

Dosen Pembimbing :
Dr. drg. Citra Lestari, MDSc, Sp. Perio

RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case Report yang berjudul

“Periodontitis” untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan

kepanitraan klinik modul 2 (penyakit kelainan jaringan periodontal).

Dalam penulisan Case Report ini penulis menyadari, bahwa semua proses

yang telah dilalui tidak lepas dari bimbingan ibu Dr. drg. Citra Lestari, MDSc.,

Sp. Perio selaku dosen pembimbing, serta bantuan, dan dorongan yang telah

diberikan berbagai pihak lainnya. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih

kepada semua pihak yang telah membantu.

Penulis juga menyadari bahwa Case Report ini belum sempurna sebagaimana

mestinya, baik dari segi ilmiah maupun dari segi tata bahasanya, karena itu kritik

dan saran sangat penulis harapkan dari pembaca.

Akhir kata penulis mengharapkan Allah SWT melimpahkan berkah-Nya

kepada kita semua dan semoga Case Report ini dapat bermanfaat serta dapat

memberikan sumbangan pemikiran yang berguna bagi semua pihak yang

memerlukan.

Padang, 18 Oktober 2022

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu permasalahan gigi dan mulut yang sering terjadi pada

masyarakat Indonesia yaitu penyakit periodontal yang menduduki urutan

kedua dengan prevalensi 96.58% setelah karies gigi (Rohmawati & Santik,

2019). Data RISKESDAS 2018 menunjukkan prevalensi atau angka kejadian

kasus periodontitis di Indonesia yaitu sebesar 74,1% (Kemenkes RI, 2018).

Data penelitian Global Burden of Disease tahun 1990-2010 menunjukkan

bahwa periodontitis berat (severe periodontitis) merupakan penyakit dengan

prevalensi tertinggi keenam (11,2%) dan diderita oleh sekitar 743 juta jiwa di

dunia serta mengalami peningkatan prevalensi sebesar 57.3% dalam kurun

waktu 10 tahun (Wijaksana, 2019).

Jaringan periodontal merupakan suatu struktur jaringan pada rongga

mulut yang mengelilingi gigi dan berfungsi sebagai pendukung gigi dan

menjaga gigi untuk tetap berada pada posisinya. Struktur jaringan ini terdiri

dari gingiva, tulang alveolar, ligament periodontal, dan sementum (Saputri,

2018). Penyakit pada jaringan periodontal merupakan penyakit pada rongga

mulut yang menempati urutan pertama dalam catatan buku rekor dunia tahun

2001 sebagai penyakit yang paling sering dialami manusia (Korompot et al.,

2019; Wijaksana, 2019).

Periodontitis merupakan suatu penyakit inflamasi kronis kompleks dan

terlokalisasi yang disebabkan oleh mikroorganisme pada jaringan


periodonsium atau jaringan pendukung gigi yang ditandai dengan aktivasi

osetoclastogenesis dan destruksi pada tulang alveolar yang bersifat irreversible,

sehingga menyebabkan hilangnya jaringan pendukung gigi (Könönen et

al.,2019). Penyebab utama dari penyakit periodontal adalah plak yang

merupakan kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak diatas matriks

gigi yang tidak dibersihkan. Plak akan mengakibatkan inflamasi karena

melakukan kolonisasi dan multiplikasi pada gingiva. Perlekatan plak tersebut

akan mengakibatkan kerusakan periodontal yang akan diikuti dengan

peningkatan aliran cairan sulkus gingiva dan komponennya (Newman et al.,

2012). Tindakan perawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kasus

periodontitis yaitu berupa terapi bedah, non bedah, dan kombinasi yang disertai

dengan pemberian antibiotik dan obat antiinflamasi (Newman et al., 2012).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari periodontitis?

2. Bagaimana tanda dan gambaran klinis dari periodontitis?

3. Bagaimana gambaran radiografi dari periodontitis?

4. Apa saja etiologi dari periodontitis?

5. Bagaimana pathogenesis terjadinya periodontitis?

6. Apa saja klasifikasi dari periodontitis?

7. Bagaimana perawatan dari periodontitis?

8. Apa definisi dari tindakan splinting?

9. Apa definisi dari tindakan kuretase?


1.3 Tujuan

1. Mengetahui definisi dari periodontitis

2. Memahami tanda dan gambaran klinis dari periodontitis

3. Memahami gambaran radiografi dari periodontitis

4. Mengetahui apa saja etiologi dari periodontitis

5. Memahami pathogenesis terjadinya periodontitis

6. Mengetahui klasifikasi dari periodontitis

7. Memahami perawatan dari periodontitis

8. Mengetahui definisi dari tindakan splinting

9. Mengetahui definisi dari tindakan kuretase


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Periodontitis

Periodontitis merupakan suatu penyakit inflamasi yang disebabkan oleh

mikroorganisme pada jaringan periodonsium atau jaringan pendukung gigi

yang ditandai dengan aktivasi osetoclastogenesis dan destruksi pada tulang

alveolar yang bersifet irreversible, sehingga menyebabkan hilangnya jaringan

pendukung gigi (Könönen et al., 2019). Menurut Elkhaira et al., (2019)

periodontitis adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme pathogen

yang dapat menyebabkan inflamasi pada jaringan pendukung gigi, sehingga

mengakibatkan terjadinya kerusakan progresif pada ligamen periodontal dan

tulang alveolar serta terbentuknya poket periodontal.

Periodontitis juga dapat diartikan sebagai suatu penyakit inflamasi

kronis kompleks dan terlokalisasi serta ditandai dengan adanya kerusakan

ligament periodontal, jaringan ikat, dan tulang penyokong gigi yang bersifat

irreversible akibat adanya akumulasi dari bakteri pathogen yang membentuk

lapisan biofilm pada permukaan mahkota dan akar gigi. Apabila tidak

ditangani, periodontitis dapat menyebabkan rusaknya struktur tulang rahang,

kehilangan gigi geligi, rasa nyeri, dan pada tingkat yang lebih parah,

inflamasi akibat mikroorganisme patogen yang terus berkembang dapat

memicu terjadinya penyakit sistemik hingga kematian (Ibrahim &

Rahmah, 2020; Tyas et al.,

2016).
2.2 Tanda dan Gambaran Klinis Periodontitis

Tanda dan gambaran klinis dari periodontitis yang khas yaitu adanya

attachment loss atau kehilangan perlekatan yang diikuti dengan peningkatan

poket periodontal, perubahan densitas hingga kerusakan progresif pada tulang

alveolar disekitarnya, dan perdarahan pada gingiva. Pada beberapa kasus,

periodontitis dapat disertai dengan adanya resesi gingiva. Periodontitis juga

menunjukkan adanya tanda dan gejala inflamasi pada gingiva seperti

perubahan warna, kontur, konsistensi, serta diikuti dengan perdarahan baik

ketika saat dilakukan probing, ketika menyikat gigi maupun perdarahan

spontan (Newman et al., 2012; Sanz & Tonetti, 2019).

Gambaran klinis lainnya dari periodontitis yaitu adanya penampakan

gigi yang memanjang akibat penurunan dari tulang alveolar dan gingiva,

peningkatan jarak interdental, adanya mobilitas atau kegoyangan gigi akibat

rusaknya struktur jaringan dan tulang pendukung gigi yang dapat

menyebabkan lepasnya gigi geligi, perubahan sensasi ketika mengigit hingga

timbul rasa nyeri, dan munculnya bau mulut atau halitosis (Ibrahim &

Rahmah, 2020).

Menurut Sanz & Tonetti, (2019) pasien dikatakan mengalami

periodontitis apabila terdapat clinical attachment loss sebesar ≥ 3mm disertai

dengan kedalaman poket periodontal > 3mm pada 2 gigi atau lebih.

2.3 Gambaran Radiografi Periodontitis

Gambaran radiograf dari periodontitis secara umum White & Paroah,

(2014) dan Whaites, (2007) ditandai dengan adanya:

• Kehilangan tulang alveolar pendukung gigi

• Kehilangan puncak margin tulang kortikal pada interdental serta batas

tulang menjadi iregular atau tumpul

• Pelebaran membran periodontal


• Kehilangan bentuk sudut pada puncak tulang alveolar dan lamina dura.

Sehingga membentuk sudut yang iregular atau membulat

• Pola kehilangan tulang horizontal

• Tampak kehilangan tulang di area furkasi pada gigi geligi dengan akar

lebih dari 1. Hal ini dapat juga disebabkan adanya pelebaran membran

periodontal pada bagian furkasi sehingga terlihat pola kerusakan

tulang yang lebih luas


2.4 Etiologi Periodontitis

Etiologi utama periodontitis yaitu kolonisasi mikroorganisme pada plak

dipermukaan gigi. Plak gigi mengandung berbagai jenis mikroorganisme

terutama didominasi oleh bakteri. Plak yang mengandung mikroorganisme

patogenik ini berperan penting dalam menyebabkan dan memperparah

peradangan pada jaringan periodontal. Peningkatan jumlah dari

mikroorganisme Gram negatif di dalam plak subgingiva seperti

Porphiromonas gingivalis, Actinobacillus actinomycetemcomitans, Tannerela

forsythia dan Treponema denticola dapat menginisiasi terjadinya peradangan

jaringan periodontal (Quamilla, 2016).

Periodontitis sendiri memiliki etiologi dan patogenesis yang

multifaktorial, adanya bakteri patogen yang berperan tidak cukup

menyebabkan terjadinya kelainan pada struktur jaringan periodontal

(Andriani

& Chairunnisa, 2019). Penyebab periodontitis lainnya yaitu terdiri dari faktor

genetik, dan faktor sistemik. Periodontitis juga dapat berkembang karena

kombinasi dari beberapa faktor seperti peningkatan inflamatory cytokines,

Metalloproteinase (MMPs), Prostaglandin (PGE2), IL-1β, TNF-α,

menurunnya antiinflamatory cytokines seperti IL-10, transforming growth

factor (TGF-β), dan tissue inhibitors of MMPs (TIMPs) (Gemmel & Seymour,

2004).

Selain beberapa penyebab diatas, periodontitis juga dapat didukung oleh

beberapa faktor predisposisi seperti:

1. Usia

Usia merupakan salah satu faktor pendukung yang dapat menyebabkan

terjadinya periodontitis. Semakin bertambahnya usia seseorang, maka risiko

terjadinya penyakit periodontal juga ikut meningkat (Kinane et al., 2017).


2. Kebiasaan buruk merokok

Merokok memiliki hubungan yang sangat erat dengan terjadinya penyakit

periodontal seperti periodontitis. Terdapat beberapa penelitian yang sudah

dilakukan dan memberikan bukti yang kuat mengenai hubungan risiko antara

merokok dan tingkat keparahan penyakit periodontal. Mekanisme yang

mungkin terjadi seperti pada kasus ini yaitu adanya gangguan berkurangnya

pembuluh darah, respon imun, gangguan fagositosis, sintesis antibodi yang

rendah, dan fungsi kemotaksis PMN. Merokok dapat menyebabkan penurunan

kadar oksigen lokal serta menghambat fungsi imunologis dan

mempengaruhi kadar imunoglobulin yang berfungsi dalam meningkatkan

kerentanan terhadap mikroorganisme patogen. Merokok juga dapat

meningkatkan regulasi sitokin pro-inflamasi, seperti IL-1 yang berkontribusi

terhadap peningkatan kerusakan jaringan dan resorpsi tulang alveolar.

Sehingga efek kumulatif dari kebiasaan merokok ini dapat menyebabkan dan

meningkatkan tingkat keparahan penyakit periodontal (Newman et al., 2012;

Rohmawati & Santik, 2019).

3. Faktor genetik

Beberapa penelitian sebelumnya, membuktikan bahwa faktor genetik

memiliki hubungan dengan terjadinya penyakit periodontal seperti

periodontitis. Beberapa penelitian menyatakan bahwa terdapat penanda

genetik spesifik untuk kerentanan terhadap periodontitis kronis dewasa, yaitu

penemuan hubungan antara polimorfisme spesifik genotipe IL-1 dan ekspresi

fenotip periodontitis dewasa parah. Selain itu, juga dilakukan tes kerentanan

genetik komersial terhadap periodontitis yang menghasilkan bahwa pasien

dengan genotipe positif pada periodontitis berat diperkirakan 6,8 kali lebih

tinggi daripada pada individu dengan genotipe negative (Kinane et al., 2017).
4. Perubahan hormon

Perubahan hormon yang signifikan dapat terjadi pada masa pubertas,

masa kehamilan, dan setelah menopause. Perubahan hormon ini dapat

memberikan efek terhadap jaringan periodontal seperti peradangan.

Jaringan periodontal merupakan reseptor hormon steroid yang berasal dari

sirkulasi darah. Perubahan estrogen- dependen dalam pembuluh darah gingiva

mungkin dapat disebabkan oleh peningkatan aliran darah dan pergerakan

protein cairan dan plasma yang melintasi dinding pembuluh darah. Hormon

estrogen dapat meningkatkan keratinisasi epitel dan merangsang proliferasi

epitel. Sehingga pada wanita pasca menopause, ketika kadar estrogen

menurun, maka dapat diikuti penurunan keratinisasi epitel gingiva marginal,

yang secara klinis terlihat dalam bentuk deskuamasi (Newman et al., 2012;

Segura et al., 2015).

5. Penyakit sistemik

• Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus merupakan salah satu faktor predisposisi yang dapat

meingkatkan keparahan penyakit periodontal karena terjadi penurunan

ketahanan jaringan periodontal sehingga menyebabkan perubahan jaringan

periodontal. Pasien dengan diabetes mellitus memiliki risiko lebih rentan

terhadap infeksi mikroorganisme. Apabila diabetes mellitus tidak

terkontrol, maka dapat dapat terjadi penurunan resistensi terhadap infeksi

mikroba, sehingga jaringan pada rongga mulut lebih rentan terhadap iritasi.

Beberapa literatur juga menyatakan bahwa penderita diabetes mellitus

yang tidak terkontrol memiliki prevalensi keparahan periodontitis yang

lebih tinggi (Kinane et al., 2017).


• Osteoporosis

Kondisi osteoporosis dapat menyebabkan hilangnya kepadatan mineral

pada tulang di seluruh tubuh, termasuk pada tulang rahang. Kepadatan tulang

rahang yang rendah dapat menyebabkan meningkatnya porositas alveolar,

perubahan pada pola trabekuler serta terjadi resorpsi tulang alveolar yang

lebih cepat setelah mikroorganisme pathogen mengivasi jaringan periodontal.

Faktor sistemik yang mempengaruhi remodeling tulang juga dapat

memodifikasi respons jaringan lokal terhadap infeksi periodontal. Penelitian

sebelumnya bahwa terdapat hubungan antara osteoporosis pada wanita pasca

menopause dan periodontitis yang ditunjukkan dengan penurunan kepadatan

mineral pada tulang alveolar dapat menyebakan peningkatan kehilangan

perlekatan klinis atau clinical attachment loss (Kinane et al., 2017).

2.5 Patogenesis Periodontitis

Mekanisme pathogenesis dari periodontitis dapat terjadi dengan dua cara

yaitu secara langsung dan tidak langsung. Patogenesis periodontitis secara

langsung yaitu dengan cara bakteri menginvasi jaringan serta memproduksi

zat-zat toksin yang menyebabkan kematian sel dan nekrosis jaringan.

Sedangkan pathogenesis periodontitis secara tidak langsung yaitu melalui

aktivasi dari sel-sel inflamasi yang menghasilkan dan melepaskan mediator

inflamasi seperi TNF α dan IL-1β yang akan mengakibatkan proses destruksi

jaringan periodontal, selain itu bakteri juga dapat mengganggu mekanisme

pertahanan host dengan menonaktifkan antibodi spesifik atau menghambat

aksi dari sel-sel fagosit (Cindrakori, 2015).


Mekanisme pertahanan awal tubuh terhadap periodontitis yaitu sel-sel

eptihelium melalui saliva serta cairan sulkus gingiva. Sel epithelium merupakan

sel yang pertama kali diserang oleh bakteri patogen didalam sulkus atau poket

periodontal. Hal ini dapat memicu respon inflamasi tahap awal yaitu pengaktifan

sel di dalam jaringan ikat dan memicu neutrophil untuk mengahancurkan bakteri

patogen. Sel epitel berinteraksi dengan produk bakteri seperti lipopolisakarida

(LPS), kemudian akan mensekresi mediator-mediator inflamasi seperti IL-1β,

TNF-α, IL-6, dan IL-8 (Meyle & Chapple, 2015).

Virulen akan menyebar di jaringan ikat dan mediator inflamasi yang

diproduksi oleh sel epitel akan menstimulasi sel-sel host seperti makrofag atau

monosit, fibroblast, dan sel mast untuk migrasi ke area inflamasi. Sel-sel host

tersebut akan memproduksi dan melepaskan sitokin-sitokin pro-inflamatori (IL-

1β, TNF-α, IL-6, IL-12), molekul-molekul khemotaktik (MIP-1a, MIP-2, MCP-

1, MCP-5, IL-8), prostaglandin (PGE2), histamin, leukotrin, dan juga matrix

metallopretainases (MMPs) yang menghancurkan kolagen ikat (Susilawati, 2011;

Triskayani, 2010). Kemudian mediator inflamasi IL-1β, TNF-α dan histamin

akan berinteraksi dengan produk bakteri dan akan mengekspresikan molekul-

molekul permukaan seperti P dan E-selektins serta ICAMs untuk pengeluaran

leukosit. Leukosit yang melawan konsentrasi chemoatractants yang diperoleh

dari host (IL-8, MCP-1) atau dari bakteri (fMLP, fimbria) akan bermigrasi ke

area inflamasi melalui jaringan dan mulai memfagosit bakteri serta faktor

virulensinya (Meyle & Chapple, 2015). TNF-α, PGE2 dan histamin berfungsi

dalam peningkatan permeabilitas pembuluh darah serta memicu plasma protein

keluar masuk ke dalam sulkus yang didalamnya terdapat cairan sulkus gingiva.
Sitokin-sitokin tersebut akhirnya diproduksi secara lokal seperti IL-1β, TNF- α,

dan IL-6 untuk masuk ke dalam sirkulasi dan mengaktifkan hepatosit untuk

mensistensis protein-protein fase akut seperti Lipopolysaccharide Binding

Protein / CD 14, protein komplemen, protein reaktif-C untuk membantu tubuh

dalam mengeliminasi infeksi. Molekul-molekul lain juga dihasilkan oleh

makrofag seperti molekul-molekul stimulatori (B7) dan molekul-molekul MHC

kelas II, dan sel dendrit yang berperan dalam mengeliminasi bakteri dan produk-

produknya serta memproses bakteri sebagai antigen ke nodus limfatik lokal

(Susilawati, 2011; Triskayani, 2010). Matriks metalloproteinase (MMPs) yang

dihasilkan oleh sel host berperan penting dalam terjadinya penyakit periodontal.

Matriks metalloproteinase berfungsi dalam proses degradasi matriks

kolagen interstisial jaringan periodontal. Selain itu MMPs juga dapat

mempengaruhi degradasi dari kolagen membrana basalis, fibronektin,

laminin dan proteoglikan. MMP-8 atau enzim kolagenase merupakan enzim

yang dihasilkan oleh bakteri penyebab periodontitis yang dapat memecah

kolagen pada peristiwa remodeling jaringan. MMP-8 berpotensi merusak

jaringan penyangga dengan cara merusak kolagen tipe I. Dalam tubuh terdapat

penghambat MMPs yaitu tissue inhibitor matriks metalloproteinase (TIMP),

namun jika tidak terdapat keseimbanan antara MMP-8 dan TIMP maka dapat

terjadi peristiwa patogen periodontal dan degradasi kolagen. kolagen berfungsi

dalam regenerasi, penyembuhan dan pembentukan jaringan baru, sehingga dapat

mengakibatkan proses destruksi jaringan periodontal lebih lanjut (Cindrakori,

2015).

Patogenesis dari destruksi jaringan periodontal terbagi menjadi 3 tahap,

yaitu tahap inisial, tahap early lesion, dan tahap established lesion. Tahap inisial

(inflamasi awal) dapat terjadi selama 4 hari pertama setelah plak terakumulasi.

Setelah 7 hari, inflamasi monokuler leukosit meluas sehingga dari tahap inisal
dan akan berubah menjadi tahap dini (early lesion). Pada tahap ini, limfosit dan

makrofag akan mendominasi daerah perifer, dan terjadi destruksi kolagen

sebanyak 60-70%. Kemudian IL-1β akan menstimulasi fibroblas untuk

menghasilkan kolagenase (Triskayani, 2010). Tahap early lesion dapat

berkembang menjadi established lesion setelah 2-3 minggu. Pada tahap ke 3 ini

akan ditandai dengan dominasi sel-sel plasma dan limfosit pada daerah perifer

lesi yang terinfeksi, makrofag serta limfost pada epithelium junction dan

epithelium sulcular akan berproliferasi dan bermigrasi ke jaringan ikat. Sulkus

gingiva menjadi lebih dalam dan bagian koronal epithelium junction lebih

masuk kedalam poket epitel. Pada tahap ini ditandai dengan terbentuknya poket

periodontal, ulserasi, supurasi, dan destruksi tulang alveolar serta ligamen

periodontal, perluasan infiltrasi jaringan inflamasi, dan osteoit mulai

mendestruksi tulang (Kinane et al., 2017).


2.6 Klasifikasi Periodontitis

Menurut American Academy of Periodontology (AAP) tahun 1999,

klasifikasi periodontitis dibagi menjadi periodontitis kronis, periodontitis agresif

dan periodontitis sebagai manifestasi dari penyakit sistemik (Newman et al.,

2012).

1. Periodontitis kronis

Periodontitis kronis merupakan periodontitis yang paling sering

terjadi pada usia dewasa dan perkembangan penyakitnya berjalan lambat

(slowly progressive periodontitis). Periodontitis kronis juga dapat terjadi pada

anak-anak. Temuan klinis yang khas pada pasien periodontitis kronis yang tidak

diobati yaitu akumulasi plak supragingiva dan subgingiva (sering dikaitkan

dengan pembentukan kalkulus), peradangan gingiva, pembentukan poket,

kehilangan perlekatan periodontal, kehilangan tulang alveolar, dan kadang-

kadang supurasi. Pada pasien dengan kebersihan mulut yang buruk, gingiva

biasanya dapat menjadi sedikit bengkak dan menunjukkan perubahan warna

mulai dari merah pucat hingga magenta. Hilangnya stippling gingiva dan

perubahan topografi permukaan margin gingiva dan papila datar atau berkawah.

Penyakit ini juga mungkin berhubungan dengan penyakit sistemik seperti

diabetes mellitus dan HIV, kebiasaan merokok dan stress psikologis.


Gambaran klinis periodontitis kronis pada
pasien usia 45 tahun

Periodontitis kronis diklasifikasikan lagi menjadi:

- Localized, apabila area yang terlibat <30%

- Generalized, apabila area yang terlibat >30%


(Newman et al., 2012)

- Slight, apabila terdapat clinical attachment loss sebesar 1-2 mm

(Newman et al., 2012)

- Moderate, apabila terdapat clinical attachment loss sebesar 3-4

mm
(Newman et al., 2012)

- Severe, apabila terdapat clinical attachment loss sebesar ≥5 mm

(Newman et al., 2012)

2. Periodontitis agresif

Periodontitis agresif merupakan periodontitis yang sering ditemukan pada usia muda dan

perkembangan penyakit berjalan dengan cepat (rapidly progressive periodontitis).

Periodontitis agresif disebabkan oleh bakteri Actinobacillus


actinomycetemcomitans. Perkembangan penyakit periodontitis agresif tidak

sebanding dengan jumlah kalkulus yang ada pada permukaan gigi. Periodontitis agresif

dapat diklasifikasikan menjadi:

- Localized, apabila terjadi proximal attachment loss pada

setidaknya satu atau 2 gigi permanen sepeti gigi molar satu atau incisivus

- Generalized, apabila terjadi proximal attachment loss pada lebih dari 3

gigi selain gigi molar satu dan gigi incisivus

Periodontitis agresif dapat dibedakan dari periodontitis kronis dengan cara

melihat gambaran klinis dan gambaran radiografinya. Hasil radiografi pada periodontitis

agresif menunjukkan adanya gambaran defek tulang vertikal yang disertai defek

horizontal dan gambaran kerusakan tulang alveolar yang terlihat simetris (White &

Paroah, 2014).

(Rahmania et al., 2019)


3. Periodontitis sebagai manifestasi dari penyakit sistemik

Periodontitis sebagai manifestasi dari penyakit sistemik merupakan

periodontitis yang terjadi akibat manifestasi dari beberapa penyakit sistemik

seperti kelainan hematologic (Acquired neutropenia, leukemia, dan kelainan hematologi

lainnya), kelainan genetik, dan penyakit sistemik lainnya (Newman et al., 2012).

Menurut Whaites, (2007) terdapat 6 tahap periodontitis berdasarkan gambaran

radiograf yaitu:

1. Tahap I (mild) = kehilangan tulang <15% dari panjang akar. Terdapat

juga kehilangan dini tulang crestal dan hilangnya sudut normal antara

tulang crestal dan lamina dura.

2. Tahap II (moderate) = kehilangan tulang horizontal sebesar 15%-33%

dari panjang akar.

3. Tahap III (severe) = kehilangan tulang horizontal sebesar 33%-66% dari

panjang akar.

4. Tahap IV (very severe) = kehilangan tulang horizontal >66%.

5. Moderate localized vertical bone pada gigi molar kedua (tahap II)

6. Localized bone loss = kehilangan tulang vertikal dari puncak tulang

alveolar hingga mencapai akar dengan adanya nekrosis pulpa (lesi endo-

perio)
(Whaites, 2007)

2.7 Perawatan Periodontitis

Pada umumnya perawatan pada penyakit periodontal membutuhkan

prosedur terapi periodontal yang terdiri dari preliminary phase, fase 1 atau

initial phase, fase 2 atau surgical phase, fase 3 atau restorative phase, dan

fase

4 atau maintenance phase.

1. Preliminary phase

Fase ini merupakan perawatan yang bersifat emergensi dan harus

dilakukan dengan segera.

2. Initial phase

Fase inisial atau fase 1 merupakan tindakan yang dilakukan untuk

menghilangkan dan meminimalisir dari faktor etiologi penyakit

periodontal. Pada kasus periodontitis, fase ini dapat terdiri dari tindakan

dental health education, tindakan scalling – root planning untuk

menghilangkan kalkulus pada permukaan gigi, occlusal therapy, splinting,


serta pemberian antibiotik jika diperlukan. Apabila fase 1 dapat dilakukan

dengan baik, maka penyakit periodontal dapat dihentikan dan dapat

menunjukkan keberhasilan perawatan.

3. Surgical phase

Fase bedah atau fase 2 bertujuan untuk meningkatkan hasil

perawatan. Fase ini terdiri dari tindakan pembedahan seperti

gingivektomi, kuretase, dan bedah flap periodontal. Pada kasus

periodontitis, dapat dilakukan kuretase dan bedah flap periodontal untuk

menghilangkan sisa jaringan granulasi dan kalkulus subgingiva yang

masih tersisa dan tidak dapat dihilangkan dengan scalling dan root-

planning.

4. Restorative phase

Fase 3 atau restorative phase memiliki tujuan yang hampir sama

dengan fase 2 dan bertujuan untuk meningkatkan kondisi jaringan

periodontal termasuk regenerasi struktur gingiva dan sturktur tulang.

Tindakan pada fase 3 meliputi restorasi gigi, dan pembuatan gigi tiruan

atau protesa.

5. Maintenance phase

Fase maintenace atau fase 4 merupakan tindakan yang dilakukan

dengan tujuan untuk mempertahankan keberhasilan perawatan pada fase

sebelumnya, serta mencegah timbulnya kerusakan dan kekambuhan dari

penyakit periodontal. Tindakan pada fase 4 meliputi evaluasi terhadap

plak dan kalkulus, evaluasi kondisi gingiva, evaluasi oklusi gigi geligi,

tingkat mobilitas gigi, dan mengevaluasi perubahan patologis yang terjadi

di dalam
rongga mulut. (Krismariono, 2017; Newman et al., 2012; Rusminah et al.,

2020).

(Newman et al., 2012)

2.8 Splinting

Splinting periodontal merupakan tindakan perawatan yang digunakan

untuk menstabilkan gigi yang mengalami kegoyangan sehingga dapat

memberi hubungan yang baik antara tekanan oklusal dengan jaringan

periodontal (Octavia et al., 2014). Indikasi dari penggunaan splinting

periodontal yang melibatkan gigi yaitu trauma oklusal primer, trauma oklusal

sekunder, kegoyangan gigi secara progresif, dan migrasi gigi geligi (Lawande

& Lawande, 2016). Kontraindikasi splinting periodontal yaitu ketika

inflamasi pada jaringan periodontal belum teratasi, penyesuaian oklusal

terhadap trauma
belum dilakukan dan ketika stabilitas oklusal dan kondisi periodontal yang

sehat sulit diperoleh (Azodo & Erhabor, 2016).

Splint periodontal dibedakan dalam beberapa macam tergantung dari

waktu dan bentuk pemakaiannya. Berdasarkan waktu pemakaian, splint

periodontal dapat bersifat temporer (sementara), semi permanen (Provisional)

dan permanen (tetap). Bentuk splint dapat berupa splint cekat dan lepasan,

dapat diletakkan ekstraoral maupun intrakoronal (Azodo & Erhabor, 2016).

1. Splint Periodontal Sementara

Splint sementara berfungsi dalam mengurangi trauma pada waktu

perawatan. Durasi penggunaan dari splint ini yaitu sekitar 2 – 6 bulan.

Splint periodontal digunakan untuk menentukan seberapa besar

peningkatan kegoyangan gigi terhadap respon perawatan, menstabilisasi

gigi selama scalling dan root planing, oklusal adjustment, dan bedah

periodontal, sebagai penyangga pada kasus pergerakan gigi minor,

memberikan stabilisasi di saat kegoyangan gigi meningkat atau goyang

pada saat melakukan pengunyahan dan digunakan pada gigi yang goyang

karena trauma.

2. Splint Periodontal provisional

Splint periodontal semi permanen atau provisional diindikasikan

untuk kasus kegoyangan gigi yang sangat berat yang mengganggu

pengunyahan dan dipergunakan sebelum dan selama terapi periodontal.

Splint ini digunakan sebelum, selama dan sesudah terapi periodontal.

3. Splint Periodontal Permanen


Splint periodontal permanen merupakan bagaian dari fase restorasi

atau fase rekonstruksi dari perawatan periodontal. Penggunaan splint

permanen sangat terbatas. Splint periodontal permanen digunakan untuk

menambah stabilitas tekanan oklusal dan menggantikan gigi-gigi yang

hilang, mendistribusikan kekuatan oklusi, mengurangi serta mencegah

trauma oklusi, membantu penyembuhan jaringan periodontal dan

memperbaiki estetika (Sood & Kaur, 2015).

Berdasarkan bahan yang digunakan, terdapat berbagai macam jenis

splint periodontal, diantaranya (Scribante et al., 2017):

1. Wire composite splint

Splint wire composite terdiri dari bahan kawat atau wire untuk

melingkari gigi geligi dan resin komposit yang digunakan sebagai bahan

untuk fiksasi kawat.

2. Resin splint

Splint ini merupakan jenis splint yang paling sederhana, bahan

resin komposit diaplikasikan ke permukaan gigi sebagai penghubung

antara 1 gigi dengan gigi lainnya.

3. Fiber reinforced composite splint

Bahan fiber reinfored composite atau FRC ini telah banyak

digunakan karena kemudahan dan kelebihan yang dimiliki. Bahan ini

memiliki sifat yang tipis, halus sehigga tidak mengiritasi jaringan lunak.

Selain itu derajat rigiditas lebih mudah di kontrol. Splint dengan bahan ini

memiliki tingkat estetika yang sangat baik.


2.9 Kuretase

Kuretase merupakan suatu prosedur pembedahan yang dilakukan di

bawah anastesi lokal yang bertujuan untuk membuat perlekatan baru terutama

pada poket infraboni, mengeliminasi gingival poket, memperbaiki gingival

menjadi sehat baik warna, kontur, konsistensi dan tekstur permukaan

(Newman et al., 2012). Dalam prosedur kuretase diperlukan ketajaman alat

kuretase untuk memperbaiki sulcular epithelium atau epithelium attachment,

dan mengeliminasi inflamasi dari jaringan di dinding poket. Instrument yang

dipakai adalah gracey curettes dan universal curetes. Kuretase diperlukan

untuk membuang jaringan granulasi pada dinding poket ( yang berisi koloni

bakteri, kalkulus subgingival, destruksi epitel sulkus, dan destruksi epitel

attachment yang mengalami inflamasi kronis (Oktawati & Astuti, 2014).

Tindakan kuretase diindikasikan pada kasus kedalaman poket periodontal 4

atau lebih, poket supraboni dangkal dengan dinding poket yang meradang dan

jaringan edema, dan periodontitis ringan atau sedang. Kuretase sering juga

dilakukan pada kunjungan berkala dalam rangka fase pemeliharaan, sebagai

metode perawatan pemeliharaan pada daerah daerah dengan

rekurensi/kambuhnya inflamasi dan pendalaman poket, terutama pada daerah

dimana telah dilakukan bedah poket periodontal (Wijayanto et al., 2014).

Sedangkan kontraindikasi dari tindakan kuretase yaitu pada kasus dengan

dinding poket fibrotic, poket yang dalam, adanya keterlibatan percabangan

akar, dan pada area yang sulit dijangkau atau akses yang kurang (Nabiela et

al.,2017).
Kuretase dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:

1. Asepsis dan anestesi lokal.

2. Root planning: menghilangkan sementum nekrotik dan menghaluskan

permukaan akar.

3. Kuretase: menghilangkan jaringa granulasi dan menciptakan perlekatan baru.

Lakukan sampai terlihat darah segar dan encer.

4. Irigasi H2O2 3% : melepaskan oksigen pada poket yang memiliki suasana

anaerob.

5. Irigasi betadine.

6. Intruksi pasien untuk:

- Menjaga OH.

- Jangan makan dan minum selama 1 jam.

- Gigi yang dikuret jangan dipakai mnguyah selama 1 hari.

- Hindari makanan pdas dan panas.

7. Medikasi: Amoxycillin 500 mg 3x1, Metronidazole 250 mg 3x1, dan obat

kumur Minosep.

- Segera setelah kuretase : timbul perdarahan dan gingiva kemerahan.

- Setelah 1 minggu: penurunan margin gingiva, wara masih kemerahan.

- Setelah 2 minggu dengan OH baik: gingiva tampak normal.


BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Kasus

Seorang pasien perempuan berusia 53 tahun datang ke RSGM

Baiturrahmah dengan keluhan terdapat banyak karang gigi, dan gusi sering

berdarah pada saat sikat gigi serta nafas terasa bau.

A. Identitas Pasien

Nama Pasien : Ny. Marlinda

Umur : 53 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : IRT

Alamat : Jl. DR. Sutomo No. 120

B. Pemeriksaan Subjektif

1. Keluhan Utama: Pasien datang dengan keluhan karang gigi yang

banyak, sering berdarah pada saat sikat gigi dan nafas terasa bau.

2. Keluhan Tambahan: Pasien mengeluh adanya perdarahan saat

menyikat gigi dan gigi depan bawah adanya kegoyahan.

3. Riwayat Medis Gigi dan Mulut: Pasien belum pernah membersihkan

karang gigi sebelumnya.

4. Riwayat Medis Umum: Pasien tidak sedang dalam perawatan dokter

dan tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan serta pasien tidak ada

riwayat alergi.
5. Riwayat Kesehatan Gigi dan Mulut:

a. Menyikat gigi :

• Interval : 2 kali sehari

• Waktu : Pagi dan malam

• Gerakan : Horizontal

• Yang disikat : Semua Bagian

b. Pasta : Pepsodent

c. Obat Kumur : Tidak ada

C. Pemeriksaan Objektif

a. Ekstraoral

1) Wajah : Oval

2) Bibir : Simetris

3) TMJ : Normal

4) Kelenjar Submandibula : Tidak teraba

b. Intraoral

1) Tonsil : Normal

2) Lidah : Normal

3) Palatum : Normal

4) Mukosa mulut : Normal

5) Gingiva : a. Warna

o Merah

▪ Vestibular : 33, 32, 31, 41, 42, 43


▪ Oral : 33, 32, 31, 41, 42, 43

o Merah Kebiruan

▪ Vestibular : Tidak Ada

▪ Oral : Tidak Ada

o Pucat

▪ Vestibular : Tidak Ada

▪ Oral : Tidak Ada

b. Konsistensi

o Oedema

▪ Vestibular : 33, 32, 31, 41, 42, 43

▪ Oral : 33, 32, 31, 41, 42, 43

o Fibrous

▪ Vestibular : Tidak Ada

▪ Oral : Tidak Ada

c. Resesi

o Vestibular : 18, 17, 15, 14, 13, 12, 11, 21,

22, 23, 24, 36, 34, 32, 41, 46

o Oral : Tidak Ada

d. Gingival Enlargement

o Vestibular : Tidak Ada

o Oral : Tidak Ada


6) Gigi:

Keterangan:

Radiks : 16, 15

Un Erupted : 28

7) Oral Hygiene : Sedang

Alasan: Berdasarkan hasil pemeriksaan Oral Hygiene Index

didapat skor debris index (1,3) dan skor kalkulus index (1) ,

sehingga skor oral hygiene index pasien adalah (skor debris index

+ skor kalkulus index = 1,3 + 1= 2,3 (sedang)

Berdasarkan ketentuan derajat kebersihan mulut:

Derajat Kebersihan Mulut Skor

Baik 0,0 – 1,2

Sedang 1,3 – 3,0

Buruk 3,1 – 6,0


A B
Gambar 5. Periodontitis pada bagian (a) vestibular dan (b) oral

D. Pemeriksaan

Kerusakan tulang: Regio 31, 32, 41, 42 (Horizontal)

E. Diagnosis: Periodontitis Kronis Lokalisata

Karena berdasarkan hasil pemeriksaan pada pasien ditemukan adanya

penumpukan plak supra dan subgingiva, disertai dengan terbentuknya

kalkulus, serta adanya inflamasi pada gingival, serta adanya mobility

derajat 1 pada region 32, 31, 41, 42. Periodontitis kronis juga terjadi
kehilangan perlekatan dan kehilangan tulang akibat penumpukan plak dan

tejadi pada usia pasien sekitar usia 35 tahun atau lebih, stadium lanjut

terjadi pada usia 40-50.

F. Faktor Etiologi

• Plak

• Kalkulus

G. Prognosis: Baik

• Sisa tulang adekuat

• Pasien kooperatif

• Pasien tidak memiliki penyakit sistemik

• OH pasien kategori sedang

• Faktor penyebab dapat dihilangkan

• Perkembangan penyakit berjalan lambat

3.2 Perawatan

A. Alat dan bahan

Alat:

1. Alat standar: kaca mulut, pinset, sonde, ekscavator

2. Prob periodontal

3. Scaller manual: Chisel, hoe, sickle

4. Kuret Gracey
5. Neirbeken

6. Handuk bersih berukuran kecil

7. Rekam medik

8. ATK (Alat Tulis Kantor) Tempat sampah

Bahan:

1. Masker

2. Handscoone

3. Povidone iodine

4. Disclossing solution

5. Pasta dan Fletcher

6. Alkohol 70%

7. Kapas

8. Celemek

9. Kain kasa

B. Rencana Perawatan

Rencana perawatan dilakukan sesudah menegakkan diagnosis dan

setelah penentuan prognosis. Perawatan periodontitis bertujuan untuk

memelihara kesehatan jaringan periodotal di rongga mulut pasien.

Perawatan yang diberikan berupa perbaikan OH dan penskeleran dengan

tiga kali kunjungan, dan jarak antar perkunjungan 1 minggu, yaitu


A) Kunjungan I (Setting I Periodontitis & Fase Inisial Kuretase)

1. Foto klinis sebelum perawatan (vestibular dan oral)

2. Pengisian lembar status periodontal (pemeriksaan awal):

• Melakukan pengukuran Simplified Oral Hygiene Index

pada 6 permukaan gigi, yaitu 4 gigi posterior dan 2 gigi

anterior.

• Melakukan pengukuran Papilary bleeding index pada

bagian vestibular dan oral.

• Melakukan pengukuran Plaque Control Record pada

permukaan gigi (mesial, vestibular, distal dan oral)

dengan menggunakan disclosing solution.

• Melakukan pengukuran jaringan periodontal, yaitu

kedalaman saku (KS), resesi gingiva (CC/RG), Level

Attachment (LA), Lebar Keratin Gingiva (KG), dan

Lebar Attached Gingiva (AG)

3. Skeling dan penyerutan akar (Scalling, root planning) pada

rahang atas dan bawah menggunakan alat scalling elektrik.

4. Pengisian lembar status periodontal (pemeriksaan akhir):

• Melakukan pengukuran Papilary bleeding index pada

bagian vestibular dan oral.

• Melakukan pengukuran Plaque Control Record pada

permukaan gigi (mesial, vestibular, distal dan oral)

dengan menggunakan disclosing solution.


5. Polishing dengan fletcher dan pasta gigi.

6. Instruksi kepada pasien berupa DHE.

7. Kontrol 1 minggu.

B) Kunjungan II (Setting II Periodontitis & Fase Kuratif Kuretase)

1. Pengisian lembar status periodontal (pemeriksaan awal):

• Melakukan pengukuran Simplified Oral Hygiene Index

pada 6 permukaan gigi, yaitu 4 gigi posterior dan 2 gigi

anterior.

• Melakukan pengukuran Papilary bleeding index pada

bagian vestibular dan oral.

• Melakukan pengukuran Plaque Control Record pada

permukaan gigi (mesial, vestibular, distal dan oral)

dengan menggunakan disclosing solution.

• Melakukan pengukuran jaringan periodontal, yaitu

kedalaman saku (KS), resesi gingiva (CC/RG), Level

Attachment (LA), Lebar Keratin Gingiva (KG), dan

Lebar Attached Gingiva (AG)

2. Skeling dan penyerutan akar (Scalling, root planning) pada

rahang atas dan bawah menggunakan alat scalling elektrik.

3. Penandatanganan informed consent.

4. Asepsis daerah kerja.


5. Melakukan kuretase menggunakan kuret sesuai regio dan

masukkan kuret sejajar sumbu gigi sampai dasar poket, sisi kuret

yang tajam menghadap epitel penyatu.

6. Lakukan pengkuretan beberapa kali sampai terlihat darah segar

dan encer.

7. Irigasi dengan NaCl 0.9%.

8. Tekan dan masase daerah kuret selama 3-5 menit

(pengadaptasian dinding saku).

9. Berikan Metronidazole gel, instruksikan pasien untuk tidak

makan dan minum terlebih dahulu selama 1 jam.

10.Pengisian lembar status periodontal (pemeriksaan akhir):

• Melakukan pengukuran Papilary bleeding index pada

bagian vestibular dan oral.

• Melakukan pengukuran Plaque Control Record pada

permukaan gigi (mesial, vestibular, distal dan oral)

dengan menggunakan disclosing solution

11.Polishing dengan fletcher dan pasta gigi.

12.Instruksi kepada pasien berupa DHE.

13.Medikasi:

• Amoxycillin 500 mg 3x1

• Asam Mefenamat 500 mg 3x1

14.Kontrol 1 minggu.
C) Kunjungan III (Setting III Periodontitis & Fase Maintenance

Kuretase)

1. Cek inflamasi dan keluhan

2. Pengisian lembar status periodontal (pemeriksaan awal):

• Melakukan pengukuran Simplified Oral Hygiene Index

pada 6 permukaan gigi, yaitu 4 gigi posterior dan 2 gigi

anterior.

• Melakukan pengukuran Papilary bleeding index pada

bagian vestibular dan oral.

• Melakukan pengukuran Plaque Control Record pada

permukaan gigi (mesial, vestibular, distal dan oral)

dengan menggunakan disclosing solution.

• Melakukan pengukuran jaringan periodontal, yaitu

kedalaman saku (KS), resesi gingiva (CC/RG), Level

Attachment (LA), Lebar Keratin Gingiva (KG), dan

Lebar Attached Gingiva (AG)

3. Skeling dan penyerutan akar (Scalling, root planning) pada

rahang atas dan bawah menggunakan alat scalling elektrik.

4. Pengisian lembar status periodontal (pemeriksaan akhir):

• Melakukan pengukuran Papilary bleeding index pada

bagian vestibular dan oral.


• Melakukan pengukuran Plaque Control Record pada

permukaan gigi (mesial, vestibular, distal dan oral)

dengan menggunakan disclosing solution

5. Polishing dengan fletcher dan pasta gigi.

6. Foto klinis setelah perawatan (vestibular dan oral).

7. Mencetak untuk model splintin


Foto Setelah Perawatan
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Periodontitis merupakan suatu penyakit inflamasi kronis kompleks dan

terlokalisasi yang disebabkan oleh mikroorganisme pada jaringan

periodontium atau jaringan pendukung gigi yang ditandai dengan aktivasi

osetoclastogenesis dan destruksi pada tulang alveolar yang bersifet

irreversible, sehingga menyebabkan hilangnya jaringan pendukung gigi.

Tanda dan gambaran klinis dari periodontitis yang khas yaitu adanya

kehilangan perlekatan yang diikuti dengan peningkatan poket periodontal,

perubahan densitas hingga kerusakan progresif pada tulang alveolar

disekitarnya, dan tanda-tanda inflamasi sepert kemerahan, penebalan

marginal gingiva, perdarahan gingiva dan supurasi, kegoyahan gigi dan

terbentuknya celah antar gigi, rasa sakit lokal atau rasa sakit dalam tulang.

Pemeriksaan yang dilakukan pada kasus periodontitis ini ialah Papilary

Bleeding Index, Plaque Control Record, Pengukuran Kedalaman Saku (KS),

Jarak CEJ-CGM (CC), Level Attachment (LA), Lebar Keratin Gingiva (KG),

dan Lebar Attachment Gingiva (AG), dan Oral Hygine Index pada oral pasien.

Pada kasus ini, pasien dilakukan tindakan perawatan berupa tindakan scalling

& root planning untuk menghilangkan kalkulus dan memperbaiki oral

hygiene pasien, tindakan kuretase, serta evaluasi dari kondisi gingiva serta

periodontal pasien.
4.2 Saran

a. Disarankan kepada tenaga kesehatan gigi terutama dokter gigi untuk

melakukan penyuluhan kepada masyarakat mengenai periodontitis dan

penyakit periodontal lainnya, sehingga masyarakat dan pasien lebih

mengetahui kondisi penyakit periodontal dan dapat melakukan

tindakan pencegahan terhadap terjadinya periodontitis serta penyakit

periodontal lainnya serta mau memeriksakan kesehatan gigi dan mulut

secara teratur ke dokter gigi, sehingga kejadian periodontitis dapat

diatasi.

b. Dengan adanya Case Report ini, diharapkan mahasiswa coas dapat

memahami lebih detail mengenai periodontitis dan penyakit

periodontal lainnya
DAFTAR PUSTAKA

Andriani, I., & Chairunnisa, F. A. (2019). Periodontitis Kronis dan Penatalaksaan

Kasus dengan Kuretase. In Insisiva Dental Journal : Majalah Kedokteran

Gigi Insisiva (Vol. 8, Issue 1).

Azodo, C. C., & Erhabor, P. (2016). Management of tooth mobility in the

periodontology clinic: An overview and experience from a tertiary healthcare

setting. African Journal of Medical and Health Sciences, 15(1), 50–57.

Cindrakori, H. N. (2015). Eefektivitas Ekstrak Propolis Trigona sp Terhadap

Pertumbuhan Bakteri Porphyromonas gingivalis. Universitas Hasanuddin.

Elkhaira, R., Kasuma, N., & Putra, A. E. (2019). Perbedaan Jumlah Koloni

Bakteri

Asam Laktat Pada Keadaan Sehat Dengan Periodontitis Kronis. B-Dent:

Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah, 6(2), 119–125.

Gemmel, E., & Seymour, G. J. (2004). Immunoregulatory control of Th1 / Th2

cytokine profiles in periodontal disease. Periodontology 2000, 35, 21–41.

Ibrahim, R. Z., & Rahmah, M. (2020). Periodontitis Dan Penyakit Kardiovaskular

(Tinjauan Pustaka). Cakradonya Dental Journal, 12(1), 24–29.

Kemenkes RI. (2018). Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)

2018. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI.

Kinane, D. F., Stathopoulou, P. G., & Papapanou, P. N. (2017). Periodontal

diseases. Nature Reviews Disease Primers, 3(17038), 1–14.


Könönen, E., Gursoy, M., & Gursoy, U. K. (2019). Periodontitis: A Multifaceted

Disease of Tooth-Supporting Tissues. Journal of Clinical Medicine, 8(1135),

1–12.

Korompot, F., Siagian, K. V, Pangemanan, D. H. C., & Khoman, J. (2019).

Efektivitas Tindakan Skeling terhadap Perawatan Gingivitis di Rumah Sakit

Gigi dan Mulut Universitas Sam Ratulangi Manado. Jurnal E-GIGI(EG), 7(2),

58–64.

Krismariono, A. (2017). Tatalaksana Pembesaran Gingiva Dengan Gingivektomi

Konvensional. The 3rd Periodontic Seminar (PERIOS 3), 1–6.

Lawande, S. A., & Lawande, G. S. (2016). Management of Periodontally Involved

Anterior Teeth by Glass Fiber- Reinforced Composite Splinting : A Clinical

Report with 5-Year Recall. Saudi Journal of Oral and Dental Research, 1(2),

74–79.

Meyle, J., & Chapple, I. (2015). Molecular aspects of the pathogenesis of

periodontitis. Periodontology 2000, 69, 7–17.

Nabiela, I., Asykarie, A., & Faizah, A. (2017). Perawatan Kuretase Gingiva Pada

Gigi Incisivus Lateral. Jurnal Ilmu Kedokteran Gigi, 1(1), 64–70.

Newman, M. G., Takei, H. H., Klokkevold, P. R., & Carranza, F. A. (2012).

Carranza’s Clinical Periodontology (F. A. Carranza (ed.); 11th Editi).

Elsevier Saunders.

Octavia, M., Soeroso, Y., Kemal, Y., & Airina. (2014). Adjunctive Intracoronal

Splint in Periodontal Treatment : Report of Two Cases. Journal of Dentistry


Indonesia, 21(3), 94–99.

Oktawati, S., & Astuti, L. A. (2014). Perawatan Bedah Flap Periodontal Pada

Periodontitis Kronis: Sebuah Laporan KASUS. As-Syifaa, 06(01), 98–106.

Quamilla, N. (2016). Stres Dan Kejadian Periodontitis (Kajian Literatur). Journal

of Syiah Kuala Dentistry Society, 1(2), 161–168.

Rahmania, R., Epsilawati, L., & Rusminah, N. (2019). Densitas tulang alveolar

pada penderita periodontitis kronis dan periodontitis agresif melalui

radiografi. Jurnal Radiologi Dentomaksilofasial Indonesia (JRDI), 3(2), 7.

Rohmawati, N., & Santik, Y. D. P. (2019). Status Penyakit Periodontal pada Pria

Perokok Dewasa. Higeia Journal of Public Health Reasearch and

Development, 3(2), 286–297.

Rusminah, N., Hikmah, Z. N., & Oscandar, F. (2020). Laporan kasus Keberhasilan

terapi fase inisial periodontal pada gingival enlargement pasien anak dengan

hidrosefalus. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, 32(3), 244–

249.

Sanz, M., & Tonetti, M. (2019). New Classification of Periodontal and Peri-
implant

Disease. European Federation of Periodontology, March, 1–9.

Saputri, D. (2018). Gambaran Radiograf Pada Penyakit Periodontal. Journal Of

Syiah Kuala Dentistry Society, 1(3), 16–21.

Scribante, A., Gandini, P., Tessera, P., Vallittu, P. K., Lassila, L., & Sfondrini, M.

F. (2017). Spot-Bonding and Full-Bonding Techniques for Fiber Reinforced

Composite ( FRC ) and Metallic Retainers. International Journal of Molecular


Segura, V., Ilyina, A., E, S. C., Belmares, S., & González, M. (2015). Etiology and

microbiology of periodontal diseases : A review. African Journal of

Microbiology Research Review, 9(48), 2300–2306.

Sood, K., & Kaur, J. (2015). Splinting and Stabilization in Periodontal Disease.

International Journal of Science and Research, 4(8), 1626–1639.

Susilawati, I. D. A. (2011). Periodontal infection is a “silent killer.” Stomatognatic

J.K.G Unej, 8(1), 21–26.

Triskayani, W. (2010). Peranan Sitokin Pada Proses Destruksi Jaringan

Periodonsium. Universitas Sumatera Utara.

Tyas, W., Susanto, H., Adi, M., & Udiyono, A. (2016). Gambaran Kejadian

Penyakit Periodontal Pada Usia Dewasa Muda (15-30 Tahun) Di Puskesmas

Srondol Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas

Diponegoro, 4(4), 510–513.

Whaites, E. (2007). Essentials of Dental Radiography and Radiology (Seventh


Ed).

Churchill Livingstone.

White, S. ., & Paroah, M. . (2014). Oral Radiology Principles and Interpretation

(8th Editio). Mosby.

Wijaksana, I. K. E. (2019). Periodontal Chart Dan Periodontal Risk Assessment

Sebagai Bahan Evaluasi Dan Edukasi Pasien Dengan Penyakit Periodontal.

Jurnal Kesehatan Gigi, 6, 19–25.

Wijayanto, R., Herawati, D., & Sudibyo. (2014). Perbedaan Efektivitas Topikal

Gel

Asam Hialuronat Dan Gel Metronidazol Terhadap Penyembuhan Jaringan

Periodontal Setelah Kuretase Pada Periodontitis Kronis. Jurnal Kedokteran

Gigi, 5(3), 207–325.

Anda mungkin juga menyukai