“PERIODONTITIS”
Oleh :
Carla Ekardo
21100707360804044
Dosen Pembimbing :
Dr. drg. Citra Lestari, MDSc, Sp. Perio
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
Dalam penulisan Case Report ini penulis menyadari, bahwa semua proses
yang telah dilalui tidak lepas dari bimbingan ibu Dr. drg. Citra Lestari, MDSc.,
Sp. Perio selaku dosen pembimbing, serta bantuan, dan dorongan yang telah
diberikan berbagai pihak lainnya. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih
Penulis juga menyadari bahwa Case Report ini belum sempurna sebagaimana
mestinya, baik dari segi ilmiah maupun dari segi tata bahasanya, karena itu kritik
kepada kita semua dan semoga Case Report ini dapat bermanfaat serta dapat
memerlukan.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu permasalahan gigi dan mulut yang sering terjadi pada
kedua dengan prevalensi 96.58% setelah karies gigi (Rohmawati & Santik,
prevalensi tertinggi keenam (11,2%) dan diderita oleh sekitar 743 juta jiwa di
mulut yang mengelilingi gigi dan berfungsi sebagai pendukung gigi dan
menjaga gigi untuk tetap berada pada posisinya. Struktur jaringan ini terdiri
mulut yang menempati urutan pertama dalam catatan buku rekor dunia tahun
2001 sebagai penyakit yang paling sering dialami manusia (Korompot et al.,
periodontitis yaitu berupa terapi bedah, non bedah, dan kombinasi yang disertai
ligament periodontal, jaringan ikat, dan tulang penyokong gigi yang bersifat
lapisan biofilm pada permukaan mahkota dan akar gigi. Apabila tidak
kehilangan gigi geligi, rasa nyeri, dan pada tingkat yang lebih parah,
2016).
2.2 Tanda dan Gambaran Klinis Periodontitis
Tanda dan gambaran klinis dari periodontitis yang khas yaitu adanya
gigi yang memanjang akibat penurunan dari tulang alveolar dan gingiva,
timbul rasa nyeri, dan munculnya bau mulut atau halitosis (Ibrahim &
Rahmah, 2020).
dengan kedalaman poket periodontal > 3mm pada 2 gigi atau lebih.
• Tampak kehilangan tulang di area furkasi pada gigi geligi dengan akar
lebih dari 1. Hal ini dapat juga disebabkan adanya pelebaran membran
(Andriani
& Chairunnisa, 2019). Penyebab periodontitis lainnya yaitu terdiri dari faktor
factor (TGF-β), dan tissue inhibitors of MMPs (TIMPs) (Gemmel & Seymour,
2004).
1. Usia
dilakukan dan memberikan bukti yang kuat mengenai hubungan risiko antara
mungkin terjadi seperti pada kasus ini yaitu adanya gangguan berkurangnya
Sehingga efek kumulatif dari kebiasaan merokok ini dapat menyebabkan dan
3. Faktor genetik
fenotip periodontitis dewasa parah. Selain itu, juga dilakukan tes kerentanan
dengan genotipe positif pada periodontitis berat diperkirakan 6,8 kali lebih
tinggi daripada pada individu dengan genotipe negative (Kinane et al., 2017).
4. Perubahan hormon
protein cairan dan plasma yang melintasi dinding pembuluh darah. Hormon
yang secara klinis terlihat dalam bentuk deskuamasi (Newman et al., 2012;
5. Penyakit sistemik
• Diabetes Mellitus
mikroba, sehingga jaringan pada rongga mulut lebih rentan terhadap iritasi.
pada tulang di seluruh tubuh, termasuk pada tulang rahang. Kepadatan tulang
perubahan pada pola trabekuler serta terjadi resorpsi tulang alveolar yang
inflamasi seperi TNF α dan IL-1β yang akan mengakibatkan proses destruksi
eptihelium melalui saliva serta cairan sulkus gingiva. Sel epithelium merupakan
sel yang pertama kali diserang oleh bakteri patogen didalam sulkus atau poket
periodontal. Hal ini dapat memicu respon inflamasi tahap awal yaitu pengaktifan
sel di dalam jaringan ikat dan memicu neutrophil untuk mengahancurkan bakteri
diproduksi oleh sel epitel akan menstimulasi sel-sel host seperti makrofag atau
monosit, fibroblast, dan sel mast untuk migrasi ke area inflamasi. Sel-sel host
dari host (IL-8, MCP-1) atau dari bakteri (fMLP, fimbria) akan bermigrasi ke
area inflamasi melalui jaringan dan mulai memfagosit bakteri serta faktor
virulensinya (Meyle & Chapple, 2015). TNF-α, PGE2 dan histamin berfungsi
keluar masuk ke dalam sulkus yang didalamnya terdapat cairan sulkus gingiva.
Sitokin-sitokin tersebut akhirnya diproduksi secara lokal seperti IL-1β, TNF- α,
dan IL-6 untuk masuk ke dalam sirkulasi dan mengaktifkan hepatosit untuk
kelas II, dan sel dendrit yang berperan dalam mengeliminasi bakteri dan produk-
dihasilkan oleh sel host berperan penting dalam terjadinya penyakit periodontal.
jaringan penyangga dengan cara merusak kolagen tipe I. Dalam tubuh terdapat
namun jika tidak terdapat keseimbanan antara MMP-8 dan TIMP maka dapat
2015).
yaitu tahap inisial, tahap early lesion, dan tahap established lesion. Tahap inisial
(inflamasi awal) dapat terjadi selama 4 hari pertama setelah plak terakumulasi.
Setelah 7 hari, inflamasi monokuler leukosit meluas sehingga dari tahap inisal
dan akan berubah menjadi tahap dini (early lesion). Pada tahap ini, limfosit dan
berkembang menjadi established lesion setelah 2-3 minggu. Pada tahap ke 3 ini
akan ditandai dengan dominasi sel-sel plasma dan limfosit pada daerah perifer
lesi yang terinfeksi, makrofag serta limfost pada epithelium junction dan
gingiva menjadi lebih dalam dan bagian koronal epithelium junction lebih
masuk kedalam poket epitel. Pada tahap ini ditandai dengan terbentuknya poket
2012).
1. Periodontitis kronis
anak-anak. Temuan klinis yang khas pada pasien periodontitis kronis yang tidak
kadang supurasi. Pada pasien dengan kebersihan mulut yang buruk, gingiva
mulai dari merah pucat hingga magenta. Hilangnya stippling gingiva dan
perubahan topografi permukaan margin gingiva dan papila datar atau berkawah.
mm
(Newman et al., 2012)
2. Periodontitis agresif
Periodontitis agresif merupakan periodontitis yang sering ditemukan pada usia muda dan
sebanding dengan jumlah kalkulus yang ada pada permukaan gigi. Periodontitis agresif
setidaknya satu atau 2 gigi permanen sepeti gigi molar satu atau incisivus
melihat gambaran klinis dan gambaran radiografinya. Hasil radiografi pada periodontitis
agresif menunjukkan adanya gambaran defek tulang vertikal yang disertai defek
horizontal dan gambaran kerusakan tulang alveolar yang terlihat simetris (White &
Paroah, 2014).
lainnya), kelainan genetik, dan penyakit sistemik lainnya (Newman et al., 2012).
radiograf yaitu:
juga kehilangan dini tulang crestal dan hilangnya sudut normal antara
panjang akar.
5. Moderate localized vertical bone pada gigi molar kedua (tahap II)
alveolar hingga mencapai akar dengan adanya nekrosis pulpa (lesi endo-
perio)
(Whaites, 2007)
prosedur terapi periodontal yang terdiri dari preliminary phase, fase 1 atau
initial phase, fase 2 atau surgical phase, fase 3 atau restorative phase, dan
fase
1. Preliminary phase
2. Initial phase
periodontal. Pada kasus periodontitis, fase ini dapat terdiri dari tindakan
3. Surgical phase
masih tersisa dan tidak dapat dihilangkan dengan scalling dan root-
planning.
4. Restorative phase
Tindakan pada fase 3 meliputi restorasi gigi, dan pembuatan gigi tiruan
atau protesa.
5. Maintenance phase
plak dan kalkulus, evaluasi kondisi gingiva, evaluasi oklusi gigi geligi,
di dalam
rongga mulut. (Krismariono, 2017; Newman et al., 2012; Rusminah et al.,
2020).
2.8 Splinting
periodontal yang melibatkan gigi yaitu trauma oklusal primer, trauma oklusal
sekunder, kegoyangan gigi secara progresif, dan migrasi gigi geligi (Lawande
terhadap trauma
belum dilakukan dan ketika stabilitas oklusal dan kondisi periodontal yang
dan permanen (tetap). Bentuk splint dapat berupa splint cekat dan lepasan,
gigi selama scalling dan root planing, oklusal adjustment, dan bedah
pada saat melakukan pengunyahan dan digunakan pada gigi yang goyang
karena trauma.
Splint wire composite terdiri dari bahan kawat atau wire untuk
melingkari gigi geligi dan resin komposit yang digunakan sebagai bahan
2. Resin splint
memiliki sifat yang tipis, halus sehigga tidak mengiritasi jaringan lunak.
Selain itu derajat rigiditas lebih mudah di kontrol. Splint dengan bahan ini
bawah anastesi lokal yang bertujuan untuk membuat perlekatan baru terutama
untuk membuang jaringan granulasi pada dinding poket ( yang berisi koloni
atau lebih, poket supraboni dangkal dengan dinding poket yang meradang dan
jaringan edema, dan periodontitis ringan atau sedang. Kuretase sering juga
akar, dan pada area yang sulit dijangkau atau akses yang kurang (Nabiela et
al.,2017).
Kuretase dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
permukaan akar.
anaerob.
5. Irigasi betadine.
- Menjaga OH.
kumur Minosep.
LAPORAN KASUS
3.1 Kasus
Baiturrahmah dengan keluhan terdapat banyak karang gigi, dan gusi sering
A. Identitas Pasien
Umur : 53 Tahun
Pekerjaan : IRT
B. Pemeriksaan Subjektif
banyak, sering berdarah pada saat sikat gigi dan nafas terasa bau.
riwayat alergi.
5. Riwayat Kesehatan Gigi dan Mulut:
a. Menyikat gigi :
• Gerakan : Horizontal
b. Pasta : Pepsodent
C. Pemeriksaan Objektif
a. Ekstraoral
1) Wajah : Oval
2) Bibir : Simetris
3) TMJ : Normal
b. Intraoral
1) Tonsil : Normal
2) Lidah : Normal
3) Palatum : Normal
5) Gingiva : a. Warna
o Merah
o Merah Kebiruan
o Pucat
b. Konsistensi
o Oedema
o Fibrous
c. Resesi
d. Gingival Enlargement
Keterangan:
Radiks : 16, 15
Un Erupted : 28
didapat skor debris index (1,3) dan skor kalkulus index (1) ,
sehingga skor oral hygiene index pasien adalah (skor debris index
D. Pemeriksaan
derajat 1 pada region 32, 31, 41, 42. Periodontitis kronis juga terjadi
kehilangan perlekatan dan kehilangan tulang akibat penumpukan plak dan
tejadi pada usia pasien sekitar usia 35 tahun atau lebih, stadium lanjut
F. Faktor Etiologi
• Plak
• Kalkulus
G. Prognosis: Baik
• Pasien kooperatif
3.2 Perawatan
Alat:
2. Prob periodontal
4. Kuret Gracey
5. Neirbeken
7. Rekam medik
Bahan:
1. Masker
2. Handscoone
3. Povidone iodine
4. Disclossing solution
6. Alkohol 70%
7. Kapas
8. Celemek
9. Kain kasa
B. Rencana Perawatan
anterior.
7. Kontrol 1 minggu.
anterior.
masukkan kuret sejajar sumbu gigi sampai dasar poket, sisi kuret
dan encer.
13.Medikasi:
14.Kontrol 1 minggu.
C) Kunjungan III (Setting III Periodontitis & Fase Maintenance
Kuretase)
anterior.
4.1 Kesimpulan
Tanda dan gambaran klinis dari periodontitis yang khas yaitu adanya
terbentuknya celah antar gigi, rasa sakit lokal atau rasa sakit dalam tulang.
Jarak CEJ-CGM (CC), Level Attachment (LA), Lebar Keratin Gingiva (KG),
dan Lebar Attachment Gingiva (AG), dan Oral Hygine Index pada oral pasien.
Pada kasus ini, pasien dilakukan tindakan perawatan berupa tindakan scalling
hygiene pasien, tindakan kuretase, serta evaluasi dari kondisi gingiva serta
periodontal pasien.
4.2 Saran
diatasi.
periodontal lainnya
DAFTAR PUSTAKA
Elkhaira, R., Kasuma, N., & Putra, A. E. (2019). Perbedaan Jumlah Koloni
Bakteri
1–12.
Gigi dan Mulut Universitas Sam Ratulangi Manado. Jurnal E-GIGI(EG), 7(2),
58–64.
Report with 5-Year Recall. Saudi Journal of Oral and Dental Research, 1(2),
74–79.
Nabiela, I., Asykarie, A., & Faizah, A. (2017). Perawatan Kuretase Gingiva Pada
Elsevier Saunders.
Octavia, M., Soeroso, Y., Kemal, Y., & Airina. (2014). Adjunctive Intracoronal
Oktawati, S., & Astuti, L. A. (2014). Perawatan Bedah Flap Periodontal Pada
Rahmania, R., Epsilawati, L., & Rusminah, N. (2019). Densitas tulang alveolar
Rohmawati, N., & Santik, Y. D. P. (2019). Status Penyakit Periodontal pada Pria
Rusminah, N., Hikmah, Z. N., & Oscandar, F. (2020). Laporan kasus Keberhasilan
terapi fase inisial periodontal pada gingival enlargement pasien anak dengan
249.
Sanz, M., & Tonetti, M. (2019). New Classification of Periodontal and Peri-
implant
Scribante, A., Gandini, P., Tessera, P., Vallittu, P. K., Lassila, L., & Sfondrini, M.
Sood, K., & Kaur, J. (2015). Splinting and Stabilization in Periodontal Disease.
Tyas, W., Susanto, H., Adi, M., & Udiyono, A. (2016). Gambaran Kejadian
Churchill Livingstone.
Wijayanto, R., Herawati, D., & Sudibyo. (2014). Perbedaan Efektivitas Topikal
Gel