Anda di halaman 1dari 80

BAGIAN PROSTHODONTI

CASE BASE DISCUSSION


“Gigi Tiruan Sebagian Lepasan – Laporan kasus”

Diajukan untuk memenuhi syarat dalam melengkapi


Kepaniteraan Klinik di Bagian Prosthodontic

Oleh:

Laveniaseda (20-030)

Dosen Pembimbing:

Dr. drg. Okmes Fadriyanti, Sp.Pros

RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ”Gigi Tiruan

Sebagian Lepasan”untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan

kepanitraan klinik modul prosthodontic.

Dalam penulisan laporan kasus ini penulis menyadari, bahwa semua

proses yang telah dilalui tidak lepas dari bimbingan Dr. drg. Okmes Fadriyanti,

Sp.Pros selaku dosen pembimbing, bantuan, dan dorongan yang telah diberikan

berbagai pihak lainnya. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada

semua pihak yang telah membantu.

Penulis juga menyadari bahwa laporan kasus ini belum sempurna

sebagaimana mestinya, baik dari segi ilmiah maupun dari segi tata bahasanya,

karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan dari pembaca.

Akhir kata penulis mengharapkan Allah SWT melimpahkan berkah-Nya

kepada kita semua dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat serta dapat

memberikan sumbangan pemikiran yang berguna bagi semua pihak yang

memerlukan.

Penulis

Laveniaseda

2
GIGI TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN

(GTSL)

Nama pasien : Dahlia

Umur : 50 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Maransi

Tanggal Pemeriksaan : 16 Juli 2021

Dosen Pembimbing : Dr. drg. Okmes Fadriyanti, Sp.Pros

Hari / Kasus Tindakan yang dilakukan Operator


Tanggal

16 Juli 2021 GTSL 1. Anamnesa Laveniaseda


2. Pemeriksaan klinis
3. Diagnose
4. Rencana perawatan
5. Prognosa

Padang, 16 Juni 2021


Disetujui oleh
Dosen pembimbing

(Dr. drg. Okmes Fadriyanti, Sp.Pros)

3
MODUL IV : KERUSAKAN DAN KEHILANGAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG

HALAMAN PERSETUJUAN

Telah disetujui Laporan Diskusi Modul IV Tentang “Gigi Tiruan Sebagian


Lepasan”
Guna Melengkapi Persyaratan Kepaniteraan Klinik
pada Bagian Modul IV

Padang,16 Juni 2021


Disetujui oleh
Dosen pembimbing

(Dr. drg. Okmes Fadriyanti, Sp.Pros)

4
PROSEDUR KERJA GTSL

No. Jenis Pekerjaan Tanggal Paraf Keterangan

1. Anamnesa & indikasi

2. Membuat model studi

3. Diskusi

4. Sendok cetak fisiologis

5. Mencetak fisiologis

6. Survey model

7. Desain cangkolan

8. Membuat cangkolan

9. Pembuatan basis
sementara

10. Transfer articulator

11. Menentukan warna gigi

12. Penyusunan gigi

13. Try in penyusunan gigi

14. Prosesing

15. Remounting articulator

16. Try in dan insersi

17. Kontrol

5
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gigi merupakan salah satu komponen penting dalam rongga mulut. Gigi

berfungsi sebagai organ mastikasi saat mejalankan fungsinya harus berintegrasi

dengan organ lainnya di dalam mulut. Proses mastikasi memiliki peran penting

dalam membantu memudahkan pencernaan dan merangsang keluarnya saliva.

Selain menjalankan fungsi mastikasi, gigi juga berfungsi sebagai alat fonetik,

estetik, dan juga sebagai pelindung jaringan pendukung gigi dibawahnya (Zahid

dan Omar, 2006).

Gigi yang memiliki banyak fungsi dalam kehidupan juga dapat mengalami

kerusakan yang berakibat pada kehilangan gigi. Gigi sebagai komponen di dalam

rongga mulut dapat mengaalmi kerusakan sehingga pada akhirnya lepas. Beberapa

penyebab kehilangan gigi adalah karena pencabutan gigi akibat kerusakan (gigi

berlubang, patah, retak), infeksi pada gigi, dan penyakit periodontal (Rahmadhan,

2010). Kehilangan salah satu atau lebih gigi permanen di dalam rongga mulut

dapat mengakibatkan penurunan kualitas dalam aktivitas sehari-ari, misalnya

dalam berbicara dan proses makan, serta dapat menurunkan kepercayaan diri

dalam interaksi sosial (Mcmillan dan Wong, 2004).

Prostodonsia adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang dimaksudkan untuk

merestorasi dan mempertahankan fungsi rongga mulut, kenyaman, estetika dan

kesehatan pasien dengan cara merestorasi gigi-geligi asli dan/atau menggnti gigi-

gigi yang sudah tanggal dan jaringan mulut serta maksilofasial yang sudah rusak

dengan pengganti buatan (Hartono, 2001). Pembuatan gigi tiruan berfungsi untuk

6
menggantikan fungsi gigi yang hilang. Gigi tiruan terdiri dari gigi tiruan lengkap,

gigi tiruan sebagian lepasan, dan gigi tiruan cekat (Jayasingha, 2013).

Gigi tiruan sebagian lepasan adalah gigi tiruan yang menggantikan satu atau

beberapa gigi dan jaringan sekitarnya, didukung oleh gigi dan jaringan

dibawahnya, dapat dikeluar masukkan ke dalam mulut oleh penggunanya (Nuning

dkk., 2011). Penggunaan gigi tiruan sebagian lepasan bertujuan untuk

memperbaiki dan meningkatkan fungsi estetik, fungsi pengunyahan, fungsi bicara

serta melindungi jaringan pendukung dibawahnya (Barners dan Walls, 2006).

7
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Gigi Tiruan Sebagian Lepasan (GTSL)

Gigi tiruan sebagian lepasan (GTSL) adalah gigi tiruan yang

menggantikan satu atau beberapa gigi yang hilang pada rahang atas atau rahang

bawah dan dapat dibuka-pasang oleh pasien.Gigi tiruan sebagian lepasan (GTSL)

merupakan bagian prosthodonsia yang menggantikan satu atau beberapa gigi yang

hilang dengan gigi tiruan yang di dukung oleh gigi, mukosa atau kombinasi gigi

mukosa yang dipasang dan dilepas oleh pasien.Beberapa syarat GTSL yang baik

adalah gigi tiruan tersebut mampu memenuhi tujuan pembuatan gigi tiruan

sebagian lepasan, tidak menyebabkan kerusakan yang lebih parah pada gigi yang

tersisa dan jaringan pendukung, dapat dengan mudah dilepas dan dipasangkan

kembali oleh pasien, dapat dengan mudah dibersihkan, dapat dengan mudah

diperbaiki, harganya terjangkau, tidak boleh tebal, stabil dan retentive (The

Glossary of Prosthodontic, 2005).

2.2 Pemeriksaan Lengkap pada Gigi Tiruan Lepasan


Pemeriksaan diperlukan untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam

menegakan diagnosis, merencanakan perawatan dan menentukan prognosis.

Tahapan pemeriksaan : (Carr dkk., 2005)

2.2.1 Anamnesis

1. Informasi Sosial

Identitas pasien penting diketahui meliputi nama, usia, alamat, nomor

telepon dan pekerjaan pasien. Informasi ini diperlukan bila akan

8
menghubungi pasien lebih lanjut dan dapat memberikan petunjuk

tentang keadaan sosial-ekonomi pasien.

2. Tujuan membuat gigi tiruan : fungsi estetik / fungsi pengunyahan /

fungsi bicara.

Penjelasan :

 Agar mengetahui apa tujuan utama (motivasi) pembuatan gigi

tiruannya, untuk estetika (misalnya seorang pemain sinetron, guru,

dll), fungsi pengunyahan (orang tua, penderita penyakit lambung,

fungsi bicara (penyiar, imam, dll) atau hanya memenuhi permintaan

orang lain.

3. Riwayat kesehatan umum : ada/tidak

Dokter gigi harus mengetahui kesehatan umum pasien khususnya

kondisi yang mungkin berpengaruh terhadap perawatan gigitiruan.

Kesehatan umum dapat diamati dari postur dan kondisi pasien yang

terlihat pada saat kunjungan pertama pasien ke dokter gigi. Namun, harus

dipastikan dengan mengadakan pemeriksaan lebih lanjut, baik dengan

mengajukan pertanyaan-pertanyaan terpilih, pemeriksaan objektif maupun

berkonsultasi dengan dokter yang merawat pasien tersebut. Informasi

kesehatan umum meliputi penyakit sistemik yang diderita pasien seperti

diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung, alergi, penyakit kronis

lainnya serta obat-obatan yang dikonsumsi oleh pasien harus dapat

diketahui dengan jelas karena akan mempengaruhi keberhasilan perawatan

yang akan dilakukan.

9
4. Riwayat Kesehatan Gigi dan Mulut

Dokter gigi harus mengetahui riwayat kesehatan gigi pasien

dengan mengajukan beberapa pertanyaan, misalnya mengenai pencabutan

terakhir gigi. Waktu dan gigi dibagian mana yang dicabut terakhir perlu

diketahui. Apakah gigi tesebut sengaja dicabut atau tanggal sendiri. Bila

tanggal sendiri mungkin ada sisa akar yang tertinggal. Lama jangka waktu

antara pencabutan terakhir dengan saat dimulainya pembuatan gigitiruan

akan mempengaruhi hasil perawatan. Informasi lain seperti prosedur

kebersihan rongga mulut pasien, kebiasaan pasien misalnya mengunyah di

satu sisi dan bruxism. Selain itu perlu diketahui kelainan rongga mulut

yang pernah diderita serta perawatan yang pernah diterima oleh pasien

(Gunadi dkk, 2012).

Pada pasien yang pernah memakai gigitiruan, harus diberi

kesempatan untuk menyampaikan keluhan tentang gigitiruannya yang

lama. Hal ini penting untuk dijadikan petunjuk bagi dokter gigi agar dapat

mengetahui permasalahan utama yang diinginkan oleh pasien sehingga

dapat diperbaiki pada gigitiruannya yang baru (Siagiaan, 2016).

a). Sebab kehilangan gigi / kerusakan gigi : lubang besar / gigi goyang /

benturan

Penjelasan :

 Jika sebab kehilangan gigi karena karies, kemungkinan karena

pasien kurang memperhatikan kebersihan mulut, maka

pengetahuan kesehatan giginya harus diingatkan

10
 Jika disebabkan gigi goyang, maka penyakit sistemik dan

penyakit periodontal harus diperhatikan

 Jika karena benturan, pencabutan terakhir perlu diketahui

untuk memperkirakan kecepatan resorbsi tulang alveolar dan

pergeseran gigi atau penyakit sistemik.

- Pencabutan terakhir :

o Pada gigi atas : depan kanan / kiri, belakang kanan / kiri

o Pada gigi bawah : depan kanan / kiri, belakang kanan / kiri

Penjelasan :

 Waktu / kapan pencabutan terakhir perlu diketahui untuk

memperkirakan kecepatan resorbsi tulang alveolar dan pergerseran

gigi ataupun penyakit sistemik

5. Riwayat Pemakaian gigi tiruan :pernah / tidak pernah

a. Bila Pernah :

i. Pada rahang atas /pada rahang bawah / pada rahang atas dan

rahang bawah

ii. Masih dipakai / tidak dipakai

b. Pengalaman :

 Pasien yang pernah memakai gigi tiruan adaptasinya akan lebih

mudah dibandingkan pasien yang belum pernah. Namun pasien

ini biasanya senang membandingkan protesa lamanya dengan

protesa yang baru. Untuk itu, perlu dilihat dan diperhatikan

protesa lamanya. Apabila tidak mengganggu prinsip dasar

11
perawatan, protesa yang baru jangan terlalu berbeda dengan

protesa lama, baik desain, macam, dan jenisnya.

 Pengalaman pasien dengan gigi tiruan lamanya juga perlu

dipertanyakan, kapan mulai dipakai, apa yang disukai dan yang

tidak disukai dari gigi tiruan lamanya, supaya diketahui apa yang

dikehendaki oleh pasien.

6. Sikap Mental Pasien

Dr. Milus House berdasarkan pengalaman klinisnya,

mengklasifikasikan sikap mental pasien yang membuat gigitiruan menjadi

empat kategori, yaitu philosophic, indifferent, critical dan skeptical. Sikap

mental pasien merupakan salah satu faktor penting yang harus

diperhatikan dalam mendiagnosa pasien. Dokter gigi harus mampu

mengerti dan memahami sikap pasien yang akan dilakukan perawatan.

Untuk mengatasi sikap mental pasien pada dasarnya dokter gigi harus

melakukan perawatan dengan penuh simpati, kesabaran dan bersikap

empati terhadap pasien untuk mencapai keberhasilan perawatan

prostodontik yang dilakukan (George dkk, 2005).

12
2.2.2 Pemeriksaan Klinis

A. Pemeriksaan Ekstra Oral

Pemeriksaan ekstra oral meliputi bentuk muka, profil wajah, postur bibir

saat istirahat dan selama berfungsi, sendi temporomandibular dan

kemungkinan kebiasaan terkait dengan pemakaian gigitiruan seperti

mengangkat gigitiruan rahang bawah dengan lidah (Abu, 2012).

a) Bentuk Muka : lonjong/persegi/segitiga/kombinasi

Pemeriksaan muka posisi operator berada didepan pasien, selanjutnya

dapat kita lihat bentuk dari muka pasien tersebut.

b) Profil : lurus/cembung/cekung

Bentuk dan profil muka perlu diperiksa untuk pemilihan bentuk dan

susunan elemen gigi, dan juga digunakan sebagai pedoman untuk

penetapan hubungan rahang. Profil muka dilihat dari samping kemudian

ditarik garis dari titik glabela, subnation dan menton.

c) Proporsi dan simetris wajah :simetris/asimetris

Bentuk dan profil muka perlu diperiksa untuk pemilihan bentuk dan

susunan elemen gigi, dan juga digunakan sebagai pedoman untuk

penetapan hubungan rahang (George, 2002)

(a) (b)

Gambar 1. Pemeriksaan ekstra oral. (a) Bentuk Wajah dan (b) Profil Wajah

13
d) Pupil : sama tinggi/tidak sama tinggi. Bergerak/tak bergerak ke segala

arah

e) Tragus : sama tinggi/tidak sama tinggi

f) Hidung :simetris/asimetris; pernafasan melalui hidung: lancar/tidak

Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan garis interpupil dan garis

camper (garis yang ditarik dari tragus ke basis hidung) pada kehilangan

banyak gigi. Garis interpupil ditentukan untuk kesejajaran dengan bidang

insisal galengan gigit anterior, sedangkan garis camper ditentukan untuk

kesejajaran dengan bidang oklusal galengan gigit posterior.

Pemeriksaan cara bernafas pasien dilakukan dengan menggunakan

kaca mulut yang ditempelkan pada lubang hidung pasien, kemudian pasien

diminta untuk bernafas melalui hidung dengan mulut dalam keadaan

tertutup. Bila kaca mulut terlihat berembun, berarti pernafasan melalui

hidung lancar. Bila pernafasan tidak lancar, akan menimbulkan kesulitan

pada waktu dilakukan pencetakan karena pasien sulit bernafas yang

mengakibatkan rasa ingin muntah (Carr, 2005).

g) Rima oris : sempit/normal/besar; panjang/normal/pendek

Rima oris yang sempit akan menghalangi penempatan sendok cetak dan

bahan cetak ke dalam mulut, maka pemilihan ukuran bahan cetak harus

lebih diperhatikan.

h) Bibir atas dan bibir bawah : hipotonus/normal/hipertonus; tebal/tipis;

simetris /asimetris

14
Tonus dan tebal tipisnya bibir berhubungan dengan inklinasi labio-lingual

gigi anterior. Sedangkan panjang pendeknya bibir menetukan letak bidang

insisial dan garis tertawa.

i) Warna kulit : kuning langsat/sawomatang

j) Kelainan/defek pada wajah : ada/tidak ada

k) Sendi rahang :

Kanan dan kiri :bunyi/tidak; sejak....

Buka mulut :ada deviasi ke kanan atau ke kiri /tidak ada deviasi

Trismus : ada trismus (tuliskan mm nya)/tidak

 Cara pemeriksaan dengan meletakkan jari pada eye-ear-line (garis yang ditarik

dari tragus ke sudut mata), kira-kira 11-12 mm dari tragus. Kemudian

pasien diminta untuk membuka dan menutup mulutnya berkali-kali secara

perlahan dan dengarkan apakah ada bunyi ’klik’ pada waktu membuka dan

menutup mulut.

 Perhatikan juga apakah ada penyimpangan gerak (deviasi), dan apakah pasien

mengalami kesulitan pada waktu membuka mulutnya (trismus).

 Pergerakan mandibula harus diukur secara vertikal dan lateral. Cara

pengukuran pergerakan mandibula, yaitu dengan menggunakan penggaris,

Willis bite gauge atau Vernier bite gauge. Pemeriksaan pergerakan

mandibula tidak akan relevan selama teknik yang digunakan tidak

konsisten (Gunadi, 2012).

15
a. Jarak Pengukuran Vertikal

Pasien diminta untuk membuka mulut sampai terasa sakit dan saat ini

jarak antara insisal edge dari gigi anterior diukur. Pengukuran ini disebut dengan

maximum comfortable mouth opening (George, 2002).

Gambar 2.Maximum Comfortable Mouth Opening

Pasien diminta membuka mulut selebar mungkin walaupun terasa sakit.

Pengukuran ini disebut dengan maximum mouth opening.

Gambar 3 . Maximum Mouth Opening

b. Jarak Pengukuran Lateral

Pasien diperiksa dalam keadaan ICP maksimum dan area gigi insisivus

mandibula yang terletak dibawah midline (diantara gigi insisivus maksila)

ditandai (Phoenix, 2003).

16
.

Gambar 4. Posisi Interkuspasi Maksimum

Pasien diinstruksikan melakukan pergerakan laterotrusif maksimum ke

arah kiri terlebih dahulu kemudian ke arah kanan. Kemudian ukur jarak yang

telah ditandai dengan perpindahan yang telah terjadi dari midline. Pengukuran ini

akan memperlihatkan jarak mandibula yang berpindah pada setiap arah (Phoenix,

2003).

Gambar 5. Jarak Midline Setelah Pergerakan Mandibula

 Bunyi pada Sendi Temporomandibula

Bunyi pada sendi terbagi dua, yaitu kliking atau krepitasi. Kliking adalah

suara tunggal dengan durasi yang singkat. Jika bunyi yang dihasilkannya kuat,

maka disebut sebagai pop. Krepitasi adalah bunyi yang terdengar seperti kerikil

yang multiple. Bunyi pada sendi dapat diketahui dengan meletakkan jari tangan

diatas permukaan lateral sendi pada saat pasien membuka dan menutup mulut.

Pemeriksaan yang lebih akurat jika menggunakan stetoskop atau alat perekam

suara sendi (Carr, 2005).

17
Gambar 6. Bunyi pada Sendi Temporomandibula.a. Bunyi pada sendi

didengar dengan menggunakan stetoskop; b. Stetoskop

 Jarak Pembukaan Mulut Maksimal

Agerberg melaporan bahwa jarak pembukaan mulut maksimal yang

normal adalah 53-58 mm pada orang dewasa. Karena gejala pada otot biasanya

terjadi selama berfungsi, umumnya seseorang mengambil pola pergerakan yang

terbatas. Pasien diinstruksikan untuk membuka mulut secara perlahan hingga

sakit terasa. Pada saat ini jarak antara insisal edge gigi anterior maksila dan

mandibula diukur. Saat ini disebut sebagai maximal comfortable opening. Pasien

kemudian diinstruksikan untuk membuka mulut secara maksimal walaupun terasa

sakit. Hal ini disebut sebagai maximal opening. Pembukaan mulut dikatakan

terbatas bila jarak yang dihasilkan kurang dari 40 mm. Pada kondisi tersebut

menunjukkan adanya kemungkinan terdapat masalah pada otot atau sendi (Carr,

2005).

Kemudian pasien diinstruksikan untuk menggerakkan mandibula ke

lateral. Bila pergerakan ke arah lateral kurang dari 8 mm maka hal ini

menunjukkan pergerakan yang terbatas. Pergerakan protrusif juga dievaluasi

dengan cara yang sama. Pada sistem pengunyahan yang sehat, tidak ada

perubahan arah pada saat pembukaan mulut. Ada dua jenis perubahan yang dapat

18
terjadi, yaitu deviasi dan defleksi. Deviasi adalah perubahan pada midline selama

pembukaan yang akan hilang dengan pembukaan yang terus dilakukan (kembali

ke midline). Defleksi adalah pergerakan midline ke satu sisi dengan jarak yang

akan terus menjauh dan tidak kembali ke tengah midline pada saat pembukaan

maksimal (Siagian, 2016).

Gambar 24. Arah Pembukaan Mulut A. Deviasi; B. Defleksi

 Pemeriksaan Palpasi Otot-Otot Pengunyahan

Cara untuk menentukan rasa sakit pada otot adalah dengan palpasi

menggunakan jari (digital palpation).Palpasi pada otot dapat diperiksa dengan

menggunakan permukaan telapak tangan dari jari tengah. Ketika melakukan

palpasi otot, respon dari pasien dikategorikan atas, 0 (pasien tidak merasa sakit

saat dipalpasi), 1 (pasien merasa tidak nyaman pada saat palpasi), 2 (pasien

merasakan ketidaknyamanan atau rasa sakit saat dipalpasi), 3 (pasien

menunjukkan sikap yang mengelak atau menangis (mengeluarkan air mata) atau

secara langsung memberitahu untuk tidak mempalpasi daerah tersebut lagi

(Ghofur, 2012).

a. Otot Temporalis

Temporalis terbagi atas tiga daerah, yaitu daerah anterior, daerah tengah,

dan daerah posterior. Daerah anterior dipalpasi pada daerah diatas tulang

zygomatik dan anterior dari sendi temporomandibula. Serat pada daerah ini

19
berjalan dalam arah vertikal. Otot temporalis bagian anterior digunakan dalam

keadaan bekerja ataupun tidak. Otot temporalis bagian anterior yang bekerja

dapat dilihat pada saat elevasi mandibula dan megunyah pada sentrik oklusi.

Sedangkan otot temporalis bagian anterior yang tidak bekerja dapat dilihat pada

saat depresi mandibula. Daerah tengah dipalpasi pada daerah diatas sendi

temporomandibula dan superior dari tulang zygomatik. Serat pada daerah ini

berjalan dalam arah oblik melewati bagian lateral dari tengkorak. Otot temporalis

bagian tengah dapat dilihat saat bekerja yakni pada pergerakan protrusif. Daerah

posterior dipalpasi pada daerah diatas dan belakang telinga. Serat pada daerah ini

berjalan dalam arah horizontal. Otot temporalis bagian posterior digunakan

dalam keadaan bekerja ataupun tidak. Otot temporalis bagian posterior yang

bekerja dapat dilihat pada retraksi mandibular. Sedangkan otot temporalis bagian

posterior yang tidak bekerja dapat dilihat pada saat depresi dan protrusi

mandibula(Gambar 25) (Carr, 2005).

Gambar 7. Palpasi Otot Temporalis. A. Daerah Anterior; B. Daerah Tengah;


C. Daerah Posterior

b. Otot Masseter

Masseter dipalpasi secara bilateral pada bagian perlekatan superior dan

inferior. Langkah pertama, tempatkan jari pada setiap tulang zygomatik (hanya

20
bagian anterior dari sendi temporomandibula). Setelah itu, jari tersebut

ditempatkan pada perlekatan inferior dari inferior border ramus (Ghofur, 2016).

Gambar 8. Palpasi Otot Masseter. A. Pada perlekatan superior di lengkung zygomatik; B. Pada

otot masseter superfisial didekat batas bawah mandibula

c. Otot Lateral Pterigoid

Otot lateral pterigoid memiliki dua cabang, yaitu bagian superior dan inferior

dimana bagian superior merupakan bagian yang lebih kecil daripada inferior. Otot

lateral pterigoid bagian superior keluar dari permukaan infra-temporal sayap

paling besar dari sphenoid dan masuk ke bagian anterior dari diskus dan kapsul

intraartikular, sedangkan bagian inferior keluar dari permukaan lateral dari plat

lateral pterigoid dan masuk ke leher mandibula yang terletak di bawah kondilus.

Otot lateral pterigoid bagian superior bekerja pada saat clenching dan bagian

inferior bekerja selama pembukaan mulut.(Gambar 27, 28, dan 29)

21
Gambar 27. Pemeriksaan Otot Lateral PterigoidInferior

Gambar 28. Pemeriksaan Otot Lateral Pterigoid Superior

Gambar 29. Palpasi Otot Lateral Pterigoid

d.Otot Medial Pterigoid

Otot medial pterigoid berasal dari daerah yang terletak diantara dua

pterygoidplate. Kedua pterygoid plateini akan membagi otot kedalam dua daerah

yaitu posterior dan lateral dan masuk ke bagian dalam dari sudut mandibula. Otot

medial pterigoid bekerja pada saat gerakan elevasi mandibula, selama protrusi

dan pergerakan lateral mandibula.

22
Gambar 9 . Palpasi Otot Medial Pterigoid

l) Kelainan lain yang ada di rongga mulut

Contoh : pembengkakan/celah bibir/celah langit-langit/ tic doloreux /

angular cheilitis / pasca bedah maksilektomi/ mandibulektomi/

THT/..........................

2.2. 3 Pemeriksaan Intra Oral

A. Pemeriksaan umum

1. Saliva

Kualitas dan kuantitas saliva mempengaruhi retensi terutama pada gigi

tiruan lengkap.

a. Kuantitas : sedikit/normal/banyak

b. Kualitas : encer/normal/kental

Pemeriksaan kuantitas saliva dapat dilakukan dengan cara (Indriana, 2011):


- Pasien diinstruksikan untuk mengunyah sepotong wax gum/xylitol,

setelah 30 detik kemudian instruksikan klien untuk meludah

dalamcawan. Pada saat pasien meludah, wax gum/xylitol yang dikunyah

diambil terlebih dahulu.

- Kemudian pasien melanjutkan mengunyah selama 5 menit lalu meludah

lagi ke dalam cawan.

23
- Selama 5 menit, klien diperbolehkan untuk meludah 2 kali saja. Hal ini

dilakukan untuk mencegah saliva tertelan.

- Selanjutnya melihat kuantitas saliva dengan memeriksa jumlah saliva

yang terdapat dalam cawan.

- Kuantitas saliva dikatakan normal apabila jumlah saliva lebih dari 5 ml.

Kuantitas saliva dikatakan rendah apabila jumlah saliva dalam cawan

berisi antara 3,5 ml – 5 ml. Sedangkan kuantitas saliva dikatakan sangat

rendah apabila jumlah saliva kurang dari 3,5 ml.

Pengukuran viskositas saliva dilakukan untuk mengukur

konsistensi/kekentalan saliva. Untuk pemeriksaan viskositas saliva dilakukan

dengan cara, posisi pasien tegak lurus terhadap lantai. Selanjutnya pasien diminta

untuk mengumpulkan salivanya di dalam rongga mulut tanpa stimulasi, dan

diminta untuk meludahkan saliva ke dalam cawan pot saliva dengan cara

menundukkan kepalanya (Indriana, 2011). Kemudian cawan pot yang berisi saliva

tersebut dimiringkan untuk melihat konsistensi dari saliva tersebut.

Kriteria kekentalan saliva :


o Encer, apabila saliva terlihat bening, cair, tidak berbusa, dan bila gelas
dimiringkan, saliva langsung mengalir cepat seperti air.
o Normal, apabila saliva terlihat putih, berbusa, dan bila gelas dimiringkan,
saliva mengalir perlahan.
o Kental, apabila saliva lengket, putih, berbusa, bila gelas dimiringkan hampir
tidak mengalir
2. Lidah

a. Ukuran: kecil/ normal/besar

24
Lidah yang terlalu besar akan menyulitkan pada waktu pencetakan dan

pemasangan gigi tiruan. Pasien akan merasa ruang lidahnya sempit,

sehingga terjadi gangguan bicara dan kestabilan protesa.

b. Posisi wright: Kelas I/II/III

 Posisi kelas I : Posisi ujung lidah terletak di atas gigi anterior

bawah

 Posisi kelas II : Posisi lidah lebih tertarik ke belakang

 Posisi kelas III :Lidah menggulung ke belakang sehingga terlihat

frenulum lingualis

Posisi lidah yang menguntungkan adalah kelas I

c. Mobilitas: normal/aktif

Lidah yang mobilitasnya tinggi (aktif) akan mengganggu retensi dan

stabilisasi gigi tiruan

3. Refleks Muntah : tinggi/ rendah

Refleks muntah pasien mempengaruhi proses pencetakan. Bila reflex

muntah tinggi, perlu diupayakan dengan misalnya penyemprotan anestetikum ke

bagian palatum pasien. Cara lain adalah dengan mengalihkan perhatian pasien

pada hal-hal lain, mengajak pasien mengobrol, dst.

4. Gigitan : ada/tidak ada

Bila ada : stabil/ tidak stabil

Tumpang gigit (overbite) anterior : … mm, posterior: … mm

Jarak gigit (overjet) anterior : … mm, posterior: … mm

Gigitan terbuka : ada/ tidak ada; regio …

Gigitas silang : ada/ tidak ada; regio …

25
Hubungan rahang : ortognati/ retrognati/ prognati

Gigitan dikatakan ada dan stabil bila model rahang atas dan bawah

dapat dikatupkan dengan baik di luar mulut dan terlihat 3 titik bertemu

yaitu 1 di bagian anterior dna 2 di bagian posterior. Bila terlihat

banyak gigi yang aus dan kontak antara rahang atas dan bawah kurang

meyakinkan, maka dikatakan gigitan ada namun tidak stabil (Phoenix,

2003).

Nilai overjet dan overbite normal berkisar 2-4mm. bila lebih, harus

diwaspadai adanya perubahan dalam relasi maksilo-mandibula.

Dengan demikian, oklusi yang lama tidak bisa dipakai pedoman

penentuan gigit (Siagian, 2016).

Bila ada gigitan terbuka atau gigitan silang, harus dituliskan pada

region berapa. Hal ini penting diperhatikan, terutama pada pembuatan

gigi tiruan cekat yang mempunyai antagonis dengan region tersebut.

Hubungan rahang ditentukan dengan meletakkan jari telunjuk pada

dasar vestibulum anterior RA dan ibu jari pada dasar vestibulum RB.

Ortognati  bila ujung kedua jari terletak segaris vertical

Retrognati  bila ujung ibu jari lebih ke arah pasien

Prognati  bila ujung jari telunjuk lebih ke arah pasien

5. Artikulasi

Diperiksa pada sisi kanan dan kiri, dapat berupa:

a. Cuspid protected

b. Grup function

c. Balanced occlusion (artikulasi seimbang)

26
 Pemeriksaan ada tidaknya kontak premature dan blocking. Jika

terdapat kontak premature setelah peletakan kertas artikulasi di

permukaan oklusal gigi pasien, perlu dilakukam occlusal adjustment.

 Selanjutnya diperiksa gerak rahang ke lateral kiri dan kanan, ada atau

tidak hambatan. Hambatan pada gigi caninus jangan terburu-buru

diasah, karena bisa jadi hal tersebut merupakan cuspid protected

occlusion yang perlu dipertahankan (Gunadi, 2012).

6. Daya kunyah : normal/ besar

 Bila terlihat banyak gigi yang mengalami atrisi dengan faset yang tidak

tajam dan permukaan yang mengkilat, kemungkinan tekanan kunyah

pasien besar. Pada keadaan ini, bila ridge sudah rendah hindari

pemakaian elemen gigi porselen terutama untuk gigi posterior. Bidang

oklusal gigi geligi juga jangan dibuat terlalu besar

7. Kebiasan buruk

a. Bruxism / clenching

b. Menggigit bibir / benda keras

c. Mendorong lidah

d. Mengunyah satu sisi kanan atau kiri

e. Hipermobilitas rahang dll

 Melalui anamnesis, pasien ditanyai mengenai kebiasaan buruk

yang dimiliki. Bruxism atau clenching juga dapat dilihat dari

adanya faset tajam pada gigi. Kebiasaan ini akan membuat gigi

tiruan yang dibuat menjadi cepat aus, tidak stabil, dan dapat

menjadi etiologi kelainan sendi rahang.

27
 Kebiasaan mengigigit bibir atau benda keras berkaitan dengan

pembuatan GTC pada gigi anterior, yaitu dalam penentuan bahan

yang akan dipakai

 Kebiasaan mendorong lidah dan mengunyah satu sisi biasanya

menyebabkan stabiltas gigi tiruan berkurang, selain itu mengunyah

satu sisi juga dapat menimbulkan kelainan sendi rahang.

 Pada hipermobilitas rahang, kesulitan yang akan timbul adalah

kesulitan penentuan relasi sentrik (Barbosa, 2008).

B. Pemeriksaan gigi geligi dan tulang alveolar

1. Bentuk umum gigi/ besar gigi : Besar/normal/kecil

2. Fraktur gigi :

 pada gigi apa (tulis elemennya)

 arah fraktur : (horizontal/diagonal/vertical)

 arah garis fraktur (<1/3, 1/3, ½, 2/3, serviko insisal/serviko oklusal/

mesio distal)

 diagnosis gigi fraktur tersebut

3. Perbandingan mahkota akar : ....... pada gigi : .....

4. Lain-lain : gigi kerucut/ mesiodens/ diastema/ impaksi/ miring/

berjejal/ labio version/ linguo version/ hipoplasia, dst

5. Ketinggian tulang alveolar (sesuai dengan foto panoramic)

6. Vestibulum

Posterior Kanan Posterior Kiri Anterior

Rahang Atas dalam/sedang/ dangkal dalam/sedang/ dangkal dalam/sedang/ dangkal

Rahang Bawah dalam/sedang/ dangkal dalam/sedang/ dangkal dalam/sedang/ dangkal

28
Vestibulum adalah ruang yang terdapat di antara mukosa labial/bukal

prosesus alveolaris dan bibir/pipi. Kedalaman diperiksa dengan kaca mulut

nomer 3 (Gunadi, 2012).

- Bila gigi masih ada : pengukuran dilakukan dari servikal gigi sampai

dasar vestibulum

- Bila gigi telah hilang : pengukuran dilakukan pada regio tak bergigi

dari puncak prosesus alveolaris hingga dasar vestibulum

 Vestibulum dikatakan dalam apabila kaca mulut terbenam. Vestibulum

yang dalam menguntungkan pada pembuatan gigi tiruan karena sayap gigi

tiruan dapat dibuat lebih panjang sehingga menambah retensi.

7. Prosesus alveolaris/ residual ridge regio

Yang harus diperhatikan:

a. Bentuk : segi empat/oval/segitiga

Bentuk prosesus alveolar berpengaruh terhadap retensi dan stabilisasi

gigi tiruan lepas serta pemilihan desain pontik pada gigi tiruan cekat

b. Ketinggian : tinggi/sedang/rendah

Ketinggian prosesus alveolar menunjukkan resorpsi tulang yan terjadi.

Prosesus menjadi rendah bila resorbsi besar. Cara memeriksanya

dengan membandingkan dengan gigi di sebelahnya. Bila pasien sudah

tidak bergigi samasekali tinggi prosesus alveolar diperiksa dengan

menggunakan kaca mulut nomer 3.

c. Tahanan jaringan: flabby/tinggi/rendah

29
Tahanan jaringan berpengaruh terhadap cara pencetakan. Tahanan

jaringan diperiksa dengan menggunakan burnisher pada mukosa atau

prosesus alveolar (Ghofur, 2012).

- Burnisher tidak terlalu terbenam dan mukosa terlihat pucat 

mukosa keras; tahanan jaringannya rendah

- Burnisher bisa ditekan lebih dalam mukosa lunak; tahanan

jaringan tinggi

- Mukosa bergerak pada arah bukolingual saat ditekan

menggunakan burnisher  flabby

d. Bentuk permukaan : rata/tidak rata

8. Frenulum

Frenulum adalah tempat perlekatan otot bibir/pipi/lidah terhadap prosesus

alveolaris. Frenulum dikatakan tinggi bila perlekatan otot-ototnya

mendekati puncak prosesus alveolar, dikatakan rendah ketika menjauhi,

dan sedang bila berada di tengah antara puncak prosesus alveolar dengan

dasar vestibulum. Frenulum yang tinggi dapat mengurangi retensi gigi

tiruan lepas karena mengganggu sayap gigi tiruan.

Frenulum : (tinggi/sedang/rendah)

- Labialis superior

- Labialis inferior

- Bukalis rahang atas kanan

- Bukalis rahang atas kiri

- Bukalis rahang bawah kanan

- Bukalis rahang bawah kiri

30
- Lingualis

9. Palatum (Abu, 2012).

a. Bentuk palatum : persegi/oval/segitiga

Bentuk dan kedalaman palatum berkaitand engan retensi dan stabilisasi

gigi tiruan lepas

b. Kedalaman palatum

c. Torus palatines

Torus yang besar akan mengganggu stabilisasi gigi tiruan. Pada torus

yang besar, agar tidak terjadi fulcrum, dilakukan relief pada saat

pencetakan fisiologis

d. Palatum mole

Merupakan jaringan lunak yang terletak di bagian posterior palatum

durum. Daerah ini memiliki jaringan yang sangat kuat yang disebut

aponeuresis, sebagai tempat posterior palatal seal (postdam). House

membagi palatum mole menjadi 3:

a. Kelas I: gerakan palatum durum yang kecil, dapat dibuat postdam

bentuk kupu-kupu

b. Kelas II: gerakan palatum durum membentuk sudut >30derajat,

postdam dibuat bentuk kupu-kupu dengan ukuran yang lebih kecil

c. Kelas III: gerakan palatum durum membentuk sudut >60 derajat,

postdam dibentuk dengan cekungan berbentuk V atau U (berbentuk

parit)

10. Tuber maksila

 Kanan : besar/kecil

31
 Kiri : besar/kecil

Daerah ini ditutup oleh jaringan fibrosa dengan ketebalan yang berbeda-

beda. Disebut kecil bila ukuran tuber lebih kecil dari prosesus alveolar dan besar

bila tuber melebar atau menonjol ke arah oklusal atau lateral. Tuber yang besar

dapat mengganggu retensi gigi tiruan.

11. Undercut

Undercut bisanya mengganggu perluasan basis protesa. Hal ini dapat

mempengaruhi retensi dan stabilisasi gigi tiruan serta dapat menghalangi

pemasukan dan pengeluaran gigi tiruan. Perlu dilakukan alveolotomi ataupun

alveolektomi sebelum pencetakan pembuatan model kerja bila undercut tersebut

diperkirakan akan mengganggu (Barbosa, 2008).

12. Ruang retromilohioid

Merupakan ruangan yang berada di antara prosesus alveolar rahang bawah dan

lidah. Cara pemeriksaannya dengan menggunakan kaca mulut nomor 3. Ruang

retromilohioid yang dalam memungkinkan sayap lingual GTP dibuat lebih

panjang untuk menambah retensi dan stabilitasnya.

13. Bentuk lengkung rahang

Meliputi bentuk rahang atas dan rahang bawah. Bentuk-bentuk rahangantara

lain:

a. Persegi

b. Oval

c. Segitiga

Bentuk rahang segitiga adalah yang paling menyulitkan terutama saat

penyusunan elemen GTP yang tidak mengganggu artikulasi dan stabilisasi.

32
14. Ruang gigi tiruan

Ruang gigi tiruan adalah jarak vertical antara prosesus alveolar rahang atas

dan rahang bawah. Ruang gigi tiruan yang besar menguntungkan dalam hal

pemasangan gigi dan penentuan tinggi bidang oklusal.

15. Perlekatan dasar mulut

Diperlukan untuk menentukan panjang sayap lingual gigi tiruan rahang bawah

yang akan mempengaruhi stabilitas gigi tiruan.

16. Lain-lain

a. Eksostosis

b. Torus mandibularis

Semua area yang ditutupi protesa harus dipalpasi untuk melihat ada atau

tidaknya kelainan pada tulang yang mengganggu penempatan protesa yang

berhubungan dengan kenyamanan pasien. Model studi juga harus dievaluasi

(Nallaswamy, 2003).

 Torus Palatinus

Torus palatinus merupakan tumor jinak yang secara perlahan tumbuh seperti

benjolan pada prosesus maksilaris. Melibatkan plate horizontal tulang palatine.

Menghilangkan torus ini tidak dibutuhkan kecuali ukurannya sangat besar dan

mengganggu pemasangan protesa

 Torus Mandibularis

Merupakan eksotosis pada permukaan lingual

harus dihilangkan jika akan menggunakan protesa.

Pasien harus diberi anastesi local sebelum akhirnya

dilakukan bedah periodontal.

33
 Eksotosis dan Undercut

Eksotosis biasanya terjadi di rahang atas. Jaringan

lunak ini biasanya tipis. Karena ketidaknyamanan,

eksotosis harus dihilangkan melalui

bedah.Tuberositas maksilaris, area distolingual

pada rahang bawah, dan area yang baru saja

diekstraksi merupakan area yang paling sering

terdapat undercut yang nantinya akan

mempengaruhi insersi protesa. Undercut yang parah harus dikoreksi dengan

bedah.

2.2 Fungsi gigi tiruan sebagian lepasan

Dalambidangprostodonsiapembuatangigitiruan sebagian lepasan bertujuan

antara lain untuk : (Phoenix dkk., 2008)

1. Pemulihan Fungsi Estetik

Mereka yang kehilangan gigi depan biasanya memperlihatkan wajah dengan

bibir yang masuk ke dalam sehingga wajah menjadi depresi pada dasar hidung

dagu menjadi tampak lebih ke depan. Selain itu, timbul garis yang berjalan dari

lateral sudut bibir dan lipatan-lipatan yang tidak sesuai dengan usia penderita.

Akibatnya sulkus labio nasalis menjadi lebih dalam.

2. Peningkatan Fungsi Bicara

34
Alat bicara dapat dibagi 2 bagian: statis dan dinamis. Bagian statis yaitu

gigi,palatal, tulang alveolar. Sedangkan yang bersifat dinamis adalah lidah, bibir,

dan jaringan sekitarnya.Alat bicara yang tidak lengkap dapat mengganggu funsi

bicara.Pemakaian gigi tiruan diharapkan dapat mengembalikan fungsi ini.

3. Perbaikan dan Peningkatan Fungsi Pengunyahan

Sudah menjadi pendapat umum bahwa makanan haruslah dikunyah

lebihdahulu, supaya pencernaan dapat berlangsung dengan baik.Sebaliknya,

perncernaan yang tidak sempurna dapat menyebabkan kemunduran kesehatan

secara keseluruhan.

Gambar 1. Pemulihan fungsi mastikasi

4. Pelestarian Jaringan Mulut yang Masih Tinggal

Pemakaian gigi tiruan sebagian lepasan berperan dalam mencegah

ataumengurangi efek yang timbul karena hilangnya gigi.

5. Pencegahan migrasi gigi

Bila sebuah gigi dicabut atau hilang, gigi tetangganya dapat

bergerakmemasuki ruang kosong tadi. Migrasi seperti ini pada tahap selanjutnya

menyebabkan renggangnya gigi-gigi lain. Dengan demikian terbukalah kesem

patan makanan terjebak disitu, sehingga mudah terjadi akumulasi plak

interdental.Hal ini menjurus kepada peradangan jaringan periodontal serta

dekalsifikasi permukaan proksimal gigi.

35
6. Peningkatan Distribusi Beban Kunyah

Hilangnya sejumlah besar gigi mengakibatkan bertambah beratnya

bebanoklusal pada gigi yang masih tinggal. Keadaan ini akan memperburuk

kondisi periodontal, apa lagi bila sebelumnya sudah ada penyakit periodontal.

Akhirnya gigi menjadi goyang dan miring, terutama ke labial untuk gigi depan

atas. Bila perlekatan periodontal gigi-gigi ini kuat, beban berlebih tadi akan

menyebabkan abrasi berlebih pula pada permukaan oklusal/insisal atau merusak

restorasi yang dipakai. Pembuatan restorasi pada kasus seperti ini menjadi rumit

dan perlu waktu lama.

Overerupsi gigi pada keadaan tertentu dapat pula mengakibatkan terjadinya

kontak oklusi prematur atau interferensi oklusal.Pola kunyah jadi berubah, karena

pasien berusaha menghindari kontak prematur ini.Walaupun beban oklusal

sekarang jadi berkurang, pengubahan pola ini mungkin saja menyebabkan

disfungsi otot-otot kunyah (Nallaswamy, 2003).

2.3 Indikasi kontraindikasi dan tujuan pembuatangigi tiruan sebagian

lepasan

Indikasi Gigi Tiruan Sebagian Lepasan (Gunadi, 2012)

1. Pasien mengeluhkan berkurangnya kemampuan mengunyah

2. Hilangnya satu gigi atau lebih

3. Gigi yang tertinggal dalam keadaan baik dan memenuhi syarat sebagai

gigi pegangan

4. Keadaan processus alveolaris masih baik

5. Kesehatan umum dan kebersihan mulut pasien baik

6. Pasien mau dibuatkan gigi tiruan sebagian lepasan

36
Kontra indikasi GTSL
1. Pasien yang tidak kooperatif, sifat tidak menghargai perawatan gigitiruan.
2. Usia lanjut, mempertimbangkan sifat dan kondisi penderita sebaiknya
dibuatkan GT temporer.
3. penyakit sistemik (epilepsy, DM tidak terkontrol)
4. OH jelek.
Tujuan pembuatan gigi tiruan lepasan
1. Mengembalikan fungsi pengunyahan
2. Mengembalikan fungsi estetis
3. Mengembalikan fungsi bicara,
4. Membantu mempertahankan gigi yang masih tertinggal,
5. Memperbaiki oklusi,
6. Mempertahankan jaringan lunak mulut yang masih ada agar tetap sehat.

2.4 Klasifikasi gigi tiruan sebagian lepasan

Klasifikasi hendaknya memenuhi persyaratan-persyaratan berikut ini : (1)

menunjukkan dengan jelas dan cepat jenis keadaan tidak bergigi (2)

memungkinkan perbedaan antara geligi tiruan sebagian lepasan yang didukung

gigi atau yang didukung gigi dan jaringan bukan gigi (dukungan kombinasi) (3)

dapat menjadi petunjuk pembuatan desain geligi tiruan (4) dapat diterima secara

luas (Car, dkk., 2005).

Gigi tiruan sebagian lepasan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa

macam berdasarkan beberapa hal, yaitu: (Gunadi, 2012).

1. Berdasarkan bahan yang digunakan:

a. Gigi tiruan kerangka logam (frame prosthesa/ metal prosthesa)

b. Gigi tiruan akrilik

c. Kombinasi kerangka logam dan akrilik

2. Berdasarkan saat pemasangan:

37
a. Protesa immediate, dipasang segera setelah pencabutan

b. Protesa konvensional, dipasang setelah gigi lama dicabut

3. Berdasarkan ada tidaknya wing (sayap):

a. Open face denture, gigi tiruan sebagian dibuat tanpa gusi tiruan di bagian

bukal/labial. Gigi tiruan open face diindikasikan pada bagian anterior bila

tulang alveolar belum resorbsi sehingga gigi artifisial dapat dipasang seolah-

olah keluar dari gusi (tampak estetik seperti gigi asli).

b. Close face denture, gigi tiruan sebagian dibuat dengan gusi tiruan di

bagianbukal/labial. Gigi tiruan close face diindikasikan pada bagian anterior

bila tulang alveolar telah resorpsi karena sayap dapat meningkatkan estetika

dengan memberi dukungan bagi bibir.

4. Berdasarkan jaringan pendukungnya menurut Carr dan McGivney (2005):

a. Gigi tiruan dengan dukungan mukosa (mucosa supported), yaitu gigi tiruan

yang hanya mendapat dukungan dari jaringan mukosa

b. Gigi tiruan dengan dukungan gigi (tooth supported), yaitu gigi tiruan yang

hanya mendapat dukungan dari gigi asli

c. Gigi tiruan dengan dukungan mukosa dan gigi (mucosa and tooth supported),

yaitu gigi tiruan yang mendapat dukungan dari mukosa dan gigi asli.

5. Berdasarkan letak dari daerah yang tidak bergigi menurut Kennedy (Gunadi,

dkk., 2012) yaitu:

a. Klas I

Mempunyai daerah tak bergigi terletak di bagian posterior dari gigi yang

masih ada dan berada pada kedua sisi rahang(bilateral Free end).

38
b. Klas II

Mempunyai daerah tak bergigi terletak di bagian posterior dari gigi yang

masih ada, tetapi berada hanya pada salah satu sisi rahang saja (unilateral

free end).

c. Klas III

Mempunyai daerah yang tidak bergigi terletak diantara gigi-gigi yang

masih ada di bagian posterior maupun anteriornya dan unilateral.

d. Klas IV

Daerah yang tidak bergigi terletak di bagian anterior dari gigi-gigi yang

masih ada dan melewati garis tengah rahang.

39
Pada klasifikasi Kennedy, disamping adanya kelas-kelas ada juga

yang disebut modifikasi. Modifikasi ialah daerah tanpa gigi lainnya

disamping daerah yang menentukan kelas dan jumlah dari daerah ini.

Menurut Henderson, dkk. (1985) untuk menentukan klasifikasi, maka ada

aturan-aturan yang harus dipertimbangkan sebagai berikut :

1. Klasifikasi harus dilakukan setelah mouth preparation, sebab bila tidak

akan merubah klasifikasi yang ada contohnya pencabutan.

2. Jika molar ketiga tidak ada maka tidak diperhitungkan dalam klasifikasi,

karena molar ketiga tidak diganti.

3. Jika molar ketiga ada dan diperhitungkan sebagai gigi pegangan maka

harus diperhitungkan dalam klasifikasi.

4. Molar kedua kadang-kadang tidak diganti jika gigi lawannya tidak ada,

gigi ini tidak dimasukkan dalam klasifikasi.

5. Bagian tak bergigi paling posterior selalu menentukan kelas utama

klasifikasi.

6. Daerah-daerah tanpa gigi disamping daerah yang menentukan klasifikasi

disebut modifikasi dan disebut sesuai dengan jumlah daerah atau

ruangannya.

7. Luasnya modifikasi atau jumlah gigi yang hilang tidak dipersoalkan, yang

dipersoalkan adalah jumlah daerah atau ruangannya.

40
8. Hanya kelas I, II, dan III yang mempunyai modifikasi, karena kelas IV

hanya mempunyai daerah tanpa gigi dibelkangnya.

6. Klasifikasi gigi tiruan Applegate Kennedy yaitu:

a. Klas I

Mempunyai daerah tanpa gigi yang terletak di bagian posterior dari gigi

yang tertinggal pada kedua sisi rahang (bilateral Free end).

b. Klas II

Mempunyai daerah tanpa gigi yang terletak di bagian posterior dari gigi

yang tertinggal tetapi hanya pada satu sisi rahang saja (unilateral free

end).

c. Klas III

Keadaan tidak bergigi paradental dengan kedua gigi tetangga tidak lagi

mampu memberi dukungan kepada gigi tiruan secara keseluruhan.

41
d. Klas IV

Daerah yang tidak bergigi terletak di bagian anterior dan melewati garis

median.

e. Klas V

Keadaan tidak bergigi paradental, dimana gigi asli anterior tidak dapat

dipakai sebagai gigi penahan atau tak mampu menahan daya kunyah

f. Klas VI

Keadaan tidak bergigi paradental dengan kedua gigi tetangga gigi asli

dapat dipakai sebagai penahan.

42
7. Berdasarkan letak klamer menurut Miller ditentukan sebagai berikut:

a. Klas I

Menggunakan dua buah klamer dimana klamer-klamer tersebut lurus

berhadapan dan tegak lurus median line.

b. Klas II

Menggunakan dua buah klamer yang letaknya saling berhadapan dan

membentuk garis diagonal serta melewati median line.

c. Klas III

Menggunakan tiga buah klamer yang letaknya sedemikian rupa sehingga

apabila klamer-klamer itu dihubungkan dengan suatu garis, merupakan

suatu segitiga yang terletak di tengah gigi tiruan.

d. Klas IV

Menggunakan empat buah klamer yang letaknya sedemikian rupa

sehingga apabila klamer-klamer itu dihubungkan dengan suatu garis

lurus, merupakan suatu segi empat yang terletak di tengah gigi tiruan.

2.5 Komponen Gigi Tiruan Sebagian Lepasan

Gigi tiruan mempunyai beberapa komponen sebagai berikut (Phoenix, 2003):

1. Basis/Plat Akrilik Suatu bagian GTS yang terbuat dari akrilik untuk

mendukung gigi tiruan dan memindahkan tekanan oklusal ke jaringan di

bawahnya. Fungsi dari basis/plat akrilik ini adalah :

43
a. mendukung gigi (elemen) tiruan

b. meneruskan tekanan oklusal ke jaringan di bawahnya

c. memberikan retensi dan stabilisasi kepada gigi tiruan

2. Retainer/Penahan atau klamer

Bagian gigi tiruan sebagian yang terletak padaabutment dan terbuat

dari kawat tahan karat. Retainer berfungsi memberi retensi sehingga

menahan protesa tetap pada tempatnya. Retainer dibagi menjadi 2

kelompok:

a. Retainer langsung(direct retainer), yaitu bagian dari gigi tiruan yang

berkontak langsung dengan permukaan gigiabutment, dan dapat berupa

cengkeram atau kaitan presisi.

b. Retainer tidak langsung(indirect retainer), yaitu bagian dari gigi tiruan

yang memberikan retensi untuk melawan gaya yang cenderung

melepas protesa ke arah oklusal dan bekerja pada basis. Retensi tak

langsung ini diperoleh dengan cara memberikan retensi pada sisi

berlawanan dari garis fulkrum dimana gaya tadi bekerja. Retensi tidak

langsung dapat berupa lengan pengimbang, sandaran/rest(bagian dari

cangkolan yang bersandar pada bidang oklusal atau incisal gigi

pegangan yang memberikan dukungan vertikal terhadap gigi tiruan).

3. Gigi pengganti atau gigi artifisial 

Merupakan bagian dari gigi tiruan yang menggantikan gigi asli

yang hilang.

44
2.6 Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam mendesain gigi tiruan

sebagian lepasan

Penentuan desain dari gigi tiruan sebagian lepasan, perlu diperhatikan

beberapa faktor, yaitu :

1. Retensi adalah kemampuan gigi tiruan untuk melawan gaya pemindah

yang cenderung memindah protesa ke arah oklusal. Yang dapat

memberikan retensi adalah (Siagian, 206):

a) lengan retentif

b) klamer

c) oklusal rest 

d) kontur dan landasan gigi 

e) oklusi 

f) adhesi 

g) tekanan atmosfer

h)  surface tension

2. Stabilisasi adalah perlawanan atau ketahanan terhadap perpindahan gigi

tiruan dalam arah horisontal. Stabilisasi terlihat bila dalam keadaan

berfungsi. Gigi yang mempunyai stabilisasi pasti mempunyai retensi,

sedangkan gigi yang mempunyai retensi belum tentu mempunyai

stabilisasi (Abu, 2012).

3. Estetika 

a. Penempatan klamer harus sedemikian rupa sehingga tidak

terlihat dalam posisi  bagaimanapun juga  

45
b. Gigi tiruan harus pantas dan tampak asli bagi pasien, meliputi

warna gigi dan inklinasi/ posisi tiap gigi 

c. Kontur gingiva harus sesuai dengan keadaan pasien

Syarat-syarat pemilihan gigi abutmentyang digunakan sebagai pegangan

klamer adalah: (Carr, 2005)

1. Gigi abutment harus cukup kuat 

 Akarnya panjang 

 Masuk ke dalam prosesus alveolaris dalam dan tidak longgar 

 Makin banyak akar makin kuat 

 Gigi abutment  tidak boleh goyang 

 Tidak ada kelainan jaringan periodontal pada gigi abutment 

2. Bentuk mahkota sedapat mungkin sesuai dengan macam klamer

yang digunakan. 

3. Kedudukan gigi tersebut hendaknya tegak lurus dengan prosesus

alveolaris, gigi yang letaknya rotasi atau berputar tidak baik

untuk abutment.

4. Gigi tersebut masih vital atau tidak mengalami perawatan.

5. Bila memerlukan dua klamer atau lebih maka hendaknya dipilihkan gigi

yang letaknya sejajar.

2.7 Tahap Pembuatan Desain Gigi Tiruan Sebagian Lepasan


Rencana pembuatan desain merupakan salah satu tahap penting dan

merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan atau kegagalan sebuah gigi

tiruan. Desain yang baik dapat mencegah terjadinya kerusakan jaringan mulut

akibat kesalahan yang tidak sehausnya terjadi dan yang tak dapat dipertanggung

46
jawabkan. Menurut Gunadi dkk. (2013) terdapat empat tahap dalam pembuatan

desain gigi tiruan sebagian yaitu:

a. Tahap I: menentukan kelas dari masing-masing daerah tak bergigi (sadel)

Daerah tak bergigi dalam suatu lengkung gigi dapat bervariasi dalam hal

panjang, macam, jumlah, dan letaknya. Semua ini akan berpengaruh

terhadap rencana pembuatan desain gigi tiruan, termasuk bentuk sadel,

konektor, maupun dukungannya.

b. Tahap II: menentukan macam dukungan dari setiap sadel

Dukungan bagi gigi tiruan sebagian lepasan merupakan semua dukungan

yang diterima dari jaringan mulut untuk melawan atau menahan atau

menyangga gaya oklusal yang diterima protesa. Dukungan terbaik untuk

protesa sebagian lepasan dapat diperoleh dengan memperhatikan dan

mempertimbangkan beberapa faktor, seperti keadaan jaringan pendukung,

panjang sadel, jumlah sadel, dan keadaan rahang yang akan dipasangi gigi

tiruan.

Bentuk daerah tak bergigi ada dua macam, yaitu sadel tertutup (paradental)

dan daerah berujung bebas (free end). Ada tiga pilihan untuk dukungan

sadel paradental, yaitu dukungan dari gigi, dari mukosa, atau dari gigi dan

mukosa (kombinasi), sedangkan untuk sadel berujung bebas, dukungan

bisa berasal dari mukosa, atau gigi dan mukosa (kombinasi).

c. Tahap III: menentukan jenis penahan (retainer)

Ada dua macam retainer untuk gigi tiruan, yaitu direct retainer dan

indirect retainer. Penentuan jenis retainer yang akan dipilih perlu

memperhatikan faktor seperti:

47
 Dukungan sadel, hal ini berkaitan dengan indikasi dari macam

cengkeram yang akan dipakai dan gigi penyangga yang ada.

 Stabilisasi gigi tiruan, hal ini berhubungan dengan jumlah dan

macam gigi pendukung yang ada dan akan dipakai.

 Estetika, hal ini berhubungan dengan bentuk atau tipe cengkeram

serta lokasi gigi penyangga.

d. Tahap IV: menentukan jenis konektor

Untuk gigi tiruan sebagian resin, konektor yang dipakai berbentuk plat,

sedangkan pada gigi tiruan sebagian kerangka logam bentuk konektor

bervariasi dan dipilih sesuai dengan indikasinya. Gigi tiruan kerangka

logam terkadang menggunakan lebih dari satu konektor berdasarkan

pertimbangan sebagai berikut:

 Pengalaman pasien

 Stabilisasi

 Bahan gigi tiruan

48
BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1 Identifikasi pasien

Nama pasien : Dahlia

Umur : 50 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Maransi

Tanggal pemeriksaan : 16 Juni 2021

3.2 Pemeriksaan subjektif

Keluhan utama :Pasien datang dengan keluhan kehilangan

sebagian gigi belakang atas sehingga pasien

merasa kesulitan dalam mengunyah

makanan.

Tujuan pembuatan gigi tiruan : fungsi pengunyahan

Riwayat kesehatan umum : tidak ada

Keluhan tambahan :Pasien ingin dibuatkan gigi tiruan yang bisa

dilepas pasang.

Riwayat dental : Terakhir kedokter gigi 1 tahun yang lalu

- Sebab kehilangan gigi/kerusakan gigi :

gigi berlubang besar.

- Pencabutan terakhir: pada gigi atas

belakang kanan.

49
Riwayat pemakaian gigi tiruan: Pernah pada rahang bawah

- Jenis gigi tiruan : lepasan

- Masih dipakai

- Pengalaman : sedikit longgar

Riwayat penyakit sistemik :Pasien tidak ada kelainan sistemik

Sikap mental : Filosofis

3.3 Pemeriksaan objektif

2. Pemeriksaan ekstraoral

a. Bentuk wajah : lonjong

b. Profil wajah : cembung

c. Proporsi dan simetris wajah : simetris

d. Mata : sama tinggi dan bergerak ke segala arah

e. Hidung : simetris, pernafasan melalui hidung lancar

f. Bibir : Atas : normal, tebal dan simetris

Bawah : normal, tebal dan simetris

g. Warna kulit : sawo matang

h. Kelainan / defek pada wajah : tidak ada

i. Kelainan lain : tidak ada

j. Pemeriksaan Sendi rahang


 Range of motion (ROM)
Pergerakan Ukuran

Membuka 45 Mm

Lateral kiri 7 Mm

Lateral kanan 7 Mm

50
Protrusif 2 Mm

 Pola Pembukaan Mulut: deviasi ke kanan

 Joint sound

Bunyi sendi Kanan Kiri

Kliking - -

Poping - -

Krepitasi - -

+ bunyi, - tidak bunyi

 Tonus otot

Otot Kanan Kiri

Temporalis - -

Masseter - -

Pterygoideus medial - -

Pterygoideus lateral - -

+ pain, - no pain

 Area sekitar sendi temporo mandibular

Area TMJ Kanan Kiri

Ekstra meatal - -

Intra meatal - -

+ pain, - no pain

2. Pemeriksaan intraoral

a. Saliva :

- Kuantitas : normal

51
- Kualitas : normal

b. Lidah :

- Ukuran : normal

- Posisi Wright : Kelas I

- Mobilitas : normal

c. Refleks muntah : rendah

d. Gigitan : ada

Bila ada : tidak stabil

Tumpang gigit anterior : 2,3 mm, posterior : 2 mm

Jarak gigit anterior : 2 mm, posterior : 2,2 mm

Gigitan terbuka : tidak ada

Gigitan silang : tidak ada

Hubungan rahang : ortognati

e. Artikulasi : Cuspid protected

Kanan : tidak ada

Kiri : tidak ada

Kontak prematur : tidak ada

Blocking : tidak ada

f. Pemeriksaan gigi geligi dan tulang alveolar:

Bentuk umum gigi / besar gigi : besar / normal

Fraktur gigi : tidak ada

Lain-lain: diastema

52
g. Vestibulum :

Rahang Post Kanan Post Kiri Anterior

Atas sedang Sedang sedang

Bawah sedang Sedang sedang

h. Prosesus alveolaris / residual ridge region:

Rahang Atas Post Kanan Post Kiri Anterior

Bentuk oval Lancip -

Ketinggian sedang Sedang -

Tahanan tinggi Rendah -


jaringan

Bentuk Rata tidak rata -


permukaan

i. Frenulum :

Labialis superior : sedang

Labialis inferior : sedang

Bukalis rahang atas kanan : sedang

Bukalis rahang atas kiri : sedang

Bukalis rahang bawah kanan : sedang

Bukalis rahang bawah kiri : sedang

Lingualis : sedang

j. Palatum:

Bentuk: oval

Kedalaman: Dalam

Torus palatinus : tidak ada

53
Palatum molle : House kelas I

k. Tuber Maksila :

Kanan : kecil

Kiri : kecil

i. Exostosis : tidak ada

j. Bentuk lengkung rahang :Rahang atas : oval

k. Perlekatan dasar mulut : normal

3.4 Odontogram

18 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 28

48 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 38

Keterangan :

 Gigi 14, 25, 26, 27 missing

3.5 Foto model

Rahang Atas Rahang bawah

54
3.6 Desain gigi tiruan

Desain Alternatif I

4 5
2

Keterangan Gambar: 1

1. Direct retainer
2. Basis gigi
3. Gigi penyangga
4. Indirect retainer
5. Anasir gigi
Gigi penyangga Gigi 15 dan 24 Syarat: dekat sadel dan
jar.periodontal sehat
Posisi: estetis dan titik
fulcrum
Support/ dukungan Mukosa dan gigi Gigi:
1. Rest bagian mesial gigi 15
2. Rest bagian mesial gigi 24
Mukosa:
Palatum durum, Tuber
maksilaris, linggir alveolar
Retensi Faktor fisiologis dan Fisiologi: Saliva (kualitas dan
kuantitas)
Anatomi
Anatomi: Posterior palatal seal,
Processus alveolaris, rugae
palatina, tuber maksila
Faktor mekanis Ujung daerah retentif pada
daerah undercut:
1. Gigi 15 bagian distal

55
2. Gigi 24 bagian mesial

Stabilisasi Lengan resiprokal Bagian palatal gigi 15 dan 24


perluasan basis sampai ujung
bebas dengan posdam dan batas
tepi basis sampai vestibulum
bukalis
Prinsip biomekanik Pada bagian ujung Pertimbangan ungkitan klas 1
bebas pada gigi 24:

Desain Alternatif II

4 5
3

Keterangan Gambar:
1. Basis gigi
2. Gigi penyangga
3. Indirect retainer
4. Direct retainer
5. Anasir gigi

Gigi penyangga Gigi 15 dan 24 Syarat: dekat sadel dan


jar.periodontal sehat

56
Posisi: estetis dan titik
fulcrum
Suport Mukosa dan gigi Gigi:
1. Rest bagian mesial gigi 15
2. Rest bagian mesial gigi 24
Mukosa:
Palatum durum, Tuber
maksilaris, linggir alveolar
Retensi Faktor fisiologis dan Fisiologi: Saliva (kualitas dan
kuantitas)
Anatomi
Anatomi: Posterior palatal seal,
Processus alveolaris, rugae
palatina, tuber maksila
Faktor mekanis Ujung daerah retentif pada
daerah undercut:
1. Gigi 15 bagian distal
2. Gigi 24 bagian distal

Stabilisasi Lengan resiprokal Bagian palatal gigi 15 dan 24


perluasan basis ujung bebas
sampai hamular notch,dengan
posdam dan batas tepi basis
sampai vestibulum bukalis
Prinsip biomekanik Pada bagian ujung Pertimbangan ungkitan klas 2
bebas pada gigi 24:

1) Langkah- langkah Desain untuk Rahang Atas :

Klasifikasi : Klas II kennedy modifikasi I

Dukungan : Gigi dan mukosa

Retainer : Direct retainer pada gigi 15 dan 24

Indirect retainer perluasan basis anterior dari C- C

a. Gigi penyangga : 15 dan 24 dikarenakan dekat dengan sadel, gigi tidak

ada kelainan serta jaringan periodontal mendukung.

b. Tipe ungkitan : ungkitan klas 1 pada gigi 15 dan ungkitan klas 1

karena mempertimbangkan alasan estetis pada gigi 24 dengan

tambahan indirect retainer pada bagian mesial

57
c. Desain cangkolan : Gigi 15 dan 24

Gigi 15 cangkolan 3 jari dengan ukuran kawat 0,8 untuk lengan

retentif dan resiprokal serta kawat 0,7 untuk rest oklusal

Lengan retentif

 Lengan retentif berjalan dari distal ke mesial, ujung lengan

retentif berada di distal

 Letak lengan retentif berada dibawah garis survey

Lengan resiprokal

 Lengan resiprokal berjalan dari distal ke mesial, ujung lengan

resiprokal berada di distal

 Letak lengan resiprokal berada setentang garis survey

Rest oklusal &rest seat

 Letak rest oklusal berada di mesial grove oklusal Gigi 15

Gigi 24 cangkolan 2 jari dengan ukuran kawat 0,8 untuk

lengan resiprokal dan lengan retentif serta kawat 0,7 untuk rest

pada mesial oklusal sebagai indirect retainer.

Lengan retentif

 Lengan retentive berjalan dari mesial ke distal , ujung lengan

retentif berada di mesial

 Letak lengan retentif berada dibawah garis survey

Lengan resiprokal

 Lengan resiprokal berjalan dari mesial ke distal, ujung lengan

resiprokal berada di mesial

 Letak lengan resiprokal berada setentang garis survey

58
Rest oklusal & rest seat

 Letak rest oklusal berada di mesial groove oklusal

3.6 Prognosa

Baik, dikarenakan pasien kooperatif, menginginkan gigi tiruan atas dasar

keingginannya sendiri, selain itu, jaringan pendukung pasien tidak ada kelainan

sehingga bisa dibuatkan gigi tiruan dan gigi yang ada dalam keadaan sehat

sehingga bisa dijadikan penyangga gigi tiruan, serta OH pasien baik.

59
BAB 4

RENCANA PERAWATAN

4.1 Rencana perawatan

 Perawatan pra- prostodontik (perawatan awal)

- Penambalan regio 11dan 21

- Scalling

- Preparasi rest seat

 Perawatan Prostodontik

Pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan dengan basis akrilik untuk

menggantikan kehilangan gigi 14, 25, 26, 27 yang missing, dengan menggunakan

2 gigi penyangga yaitu 15 dan 24

4.2 Tahap kerja

Kunjungan 1 (Pencetakan anatomis)

 Klinis

MENCETAK AWAL

Sendok cetak : stock tray yang bersudut dan berlubang, rubber

bowl, spatel, gelas ukur, sendok takar

Bahan : hidrokoloid irreversible, larutan desinfeksi

(iodophor), air

Metode mencetak : mukostatis

Prosedur :

1. Pesiapan alat dan bahan

2. Mengatur posisi pasien dan operator

60
RA:

 Posisi pasien setinggi siku operator.

 Kepala pasien sedikit menunduk.

 Saat pencetakan instruksikan pasien untuk tidak bernafas melalui

mulut dan menyebutkan O.

 Posisi operator pada jam 11 atau berada dibelakang kanan pasien.

RB:

 Posisi pasien setinggi dada operator.

 Kepala pasien sedikit menengadah.

 Saat pencetakan instruksikan pasien untuk mengangkat lidahnya

ke bagian palatum.

 Posisi operator pada jam 8 atau berada didepan kanan pasien

3. Persiapan operator memakai masker dan handscoon.

4. Memilih sendok cetak stock tray RA dan RB yang berlubang dan

bersudut.

5. Try in sendok cetak sesuai dengan besar lengkung rahang pasien.

6. Manipulasi material cetak dengan cara mencampur bubuk bahan cetak

alginate takaran bubuk sesuai ketetuan pabrik (1:1) tersebut ke dalam

mangkok karet berisi air (takaran liquid sesuai ketentuan pabrik) dan

dan adonan tersebut diaduk sambil ditekan ke tepi mangkok karet

hingga homogen. Perhatikan working time dan setting time bahan cetak

(sesuai aturan pabrik)

61
7. Letakkan adonan bahan cetak ke dalam sendok cetak pada bagian

palatum dan menggoreskan sendok cetak pada tepi sendok cetak dan

ratakan supaya semua permukaan sendok cetak terisi bahan cetak, lalu

lakukan pencetakan pada RA/RB. Gunakan kaca mulut untuk

meretraksi bibir dan pipi pasien masukkan 2/3 bagian posterior sendok

cetak dan posisikam ke dalam mulut dengan berpatokan posisi tangkai

pada bagian tengah wajah atau frenulum labialis sebagai centering

guide.

8. Saat mencetak RB, intruksikan pasien untuk: mengangkat lidahnya dan

menyentuh ujung lidah pada palatum sesaat setelah sendok cetak

dimasukkan dalam mulut. Kemudian pasien diminta untuk

menjulurkan lidahnya. Hal ini dilakukan agar didapatkan hasil cetakan

yang meluas didaerah lingual hingga ke retromylodyoid dan

menentukan posisi frenulum lingualis pasien.

9. Intruksi pasien saat mencetak RA : yaitu bernafas melalui hidung

sehingga refleks muntah berkurang.

10. Setelah adonan mengeras, lepaskan sendok cetak dari bagian bukal kiri

dan kanan dengan jari telunjuk dari. Cuci bersih pada air mengalir

untuk menghilangkan kotoran yang menempel.

11. Amati hasil cetakan anatomis, lihat porositas, robekan, dan detail

cetakan, apakah ada landmark anatomi yang tidak tercetak (terutama

pada denture-bearing area). Detail hasil cetakan haruslah akurat dan

tidak robek.

62
12. Lakukan desinfeksi cetakan dengan cara merendam dan semprotkan

larutan iodophor:

1. Cuci hasil cetakan dibawah air yang mengalir.

2. Rendam dan semprotkan pada semua bagian cetakan dengan

larutan iodophor selama 10 menit.

3. Cuci kembali, lalu keringkan dengan udara.

 Laboratorium

1. Membuat model studi

Alat : rubber bowl, spatel

Bahan : gips tipe 2 (plaster of paris), gips tipe 3 (gips stone)

Prosedur :

a. Manipulasi bubuk gips tipe III dengan air ( sesuai takaran pabrik)

pada mangkok karet lalu letakkan mangkok karet tersebut diatas

vibrator supaya gelembung udara yang terperangkap terlepas

sehingga mencegah hasil cetakan tidak poreus.

b. Isi hasil cetakan dengan adonan gips tipe III sesegera mungkin

setelah cetakan dilepas dari rongga mulut pasien untuk menghindari

penyusutan cetakan agar didapatkan model kerja yang detai dan

akurat.

c. Pengisian gips pada rahang atas diawali dari palatum mengarah ke

residual ridge, sedangkan pada rahang bawah diawali dari residual

ridge anterior menuju posterior. Pengisian hasil cetakan dilakukan

secara bertahap dan tidak sekaligus, terperangkapnya gelembung

udara pada undercut cetakan.

63
d. Tunggu hingga gips mengeras (setting) selama kurang lebih 30

menit.

e. Pembuatan model studi dengan hasil cor dibasis menggunakan gips

tipe 2 (plaster of paris).

f. Tahapan membuat basis model :

1. Siapkan lempeng kaca (glass slab), gips keras tipe II,

mangkuk karet, spatula dan air untuk membuat basis model

studi.

2. Manipulasi gips tipe II dan air (sesuai takaran) dalam

mangkuk karet hingga homogen lalu letakkan adonan gips

pada lempeng kaca.

3. Letakkan model gips RA yang masih menempel pada sendok

cetaknya diatas adonan gips tipe II tersebut. Rapikan dan

bentuk tepian gips menjadi basis model kerja dengan

menggunakan spatula saat gips tipe II masih lunak.

4. Model kerja dirapikan dan dipotong kelebihan gipsumnya

menggunakan mesin trimmer. Ketebalan basis model kerja

kurang lebih 15-16 mm.

2. Pembuatan sendok cetak fisiologis

Bahan :self curing akrilik, CMS, wax / malam merah

Alat :lecron, pot akrilik, kuas, spritus

a. Pembuatan outline

64
b. Lakukan pembuatan 2 garis di dibagian free endpada model anatomis. Garis

pertama sejajar dengan fornix dan garis kedua 2mm diatas fornix. Batas

pembuatan sendok cetak fisiologis adalah garis kedua. Sedangakn pada

daerah bergigi hanya dibuatkan satu garis, yaitu garis yang sejajar dengan

fornix.

4.2 Garis pena merah batas forniks, pena hitam batas tepi sendok cetak

Pembuatan stopper

c. Pembuatan stopper dengan membuat tanda penentuan titik vertical stop

pada model anatomis. Vertical stop dibuat pada daerah yang datar

d. Pembuatan wax spacer. Wax spacer dibuat dengan menggunakan

wax/malam merah, untuk daerah tak bergigi wax spacer cukup satu lapisan,

sedangkan untuk daerah bergigi, wax spacer dibuat agak tebal lebih kurang

tiga lapisan wax/malam merah (1mm & 2-3mm).

e. Bebaskan vertical stop dari wax spacer

f. Lapisiseluruh permukaan model anatomis yangtidak ditutupi wax dengan

CMS, dan tunggu hingga kering

g. Lakukan manipulasi self curing akrilik

65
Masukan powder self curing akrilik kedalam pot akrilik yang berisi

liquidself curing akrilik, aduk dengan menggunakan sement spatel hingga

homogen dan mencapai tahap dough stage. Perhatikan working time dan setting

time

h. Ambil self curing akrilik yang sudah homogen, dan letakan pada model

anatomis, bentuk sendok cetak pada model anatomis, kemudian bentuk

tangkai sendok cetak dan tunggu hingga mengeras,

i. Lepaskan sendok cetak fisiologis dari model anatomis

j. Lakukan finishing dengan merapikan bagian sendok cetak yang tajam

sehingga tidak melukai jaringan sewaktu mencetak (Barnes, 2006).

Kunjungan II

 Klinis

1. Try in sendok cetak fisiologis

Lakukan percobaan sendok cetak fisiologis kedalam mulut pasien dengan

memperhatikan semua batasan anatomis, tepi sendok cetak 2mm diatas

fornix, dan frenulum di bebaskan

2. Muscle trimming / border moulding

Alat :alat diagnostic 1 set, sendok cetak fisiologis, wadah tempat air,

lampu spritus, lecron

Bahan :green stick compound

Catatan :Muscle trimming / border moulding hanya dilakukan pada daerah

free end

Prosedur :

1. Persiapkan alat dan bahan

66
2. Nyalakan api spritus kemudian lelehkan green stick compound

3. Teteskan green stick compoundyang sudah meleleh pada

pinggirantepi sendok cetak fisiologis pada daerah free end,

kemudian rendam sebentar dalam air dengan tujuan agar tidak

terlalu panas ketika dimasukan kedalam mulut pasien

4. Instruksikan pasien untuk membuka mulut lebar menggerakan

pipi, bibir, dan lidah sehingga didapatkan batasan anatomis

Instruksi pada pasien sesuai kasus :

Rahang atas

- Posterior : letakkan compound pada perlekatan frenulum

bukalis (unilateral), masukkan ke dalam mulut, tarik pipi

dari superior ke inferior. Setelah mengeras, keluarkan dan

periksa hasil muscle trimming. Lunakkan lagi compound

pada pada frenulum bukalis secara unilateral (pada sisi

lainnya).

- Instruksikan pasien untuk menggerakan mandibular buka

dan tutup.

- Setelah border moulding selesai spacer malam dilepaskan

3. Pencetakan fisiologis RA

Alat : sendok cetak fisiologis, glass plate, semen spatel, rubber

bowl, spatel, alat diagnostic 1 set

Bahan : hydrocolloid irreversible, air, polivynil siloxane viskositas

sedang (monophase)

Prosedur :

67
1. Persiapkan alat dan bahan

2. Persiapkan posisi operator dan pasien

3. Lakukan manipulasi bahan cetak. Manipulasi bahan cetak

monophase terlebih dahulu, setelah itu dilanjutkan dengan

hydrocolloid irreversible (Teknik two phase)

Prosedur :

a. Satu operator mengaduk monophase terlebih dahulu,

dengan cara, letakan bahan cetak monophase yang terdiri

dari katalis dan basedi atas glass plate dengan

perbandingan 1:1, kemudian aduk menggunakan semen

spatel dengan cara sement spatel menekan bahan cetak

kearah glass plate dengan gerakan memutar, hingga

homogen.

b. Sedangkan satu operator lainnya mengaduk hydrocolloid

irreversible dengan cara mencampurkan bubuk bahan

cetak alginate tersebut kedalam mangkuk karet berisi air

(takaran bubuk dan air sesuai aturan pabrik) dan diaduk

sambil ditekan ke tepi mangkuk karet dengan gerakan

seperti membentuk angka delapan hingga homogen.

Perhatikan working time dan setting time.

4. Masukan bahan cetak kedalam sendok cetak. Hydrocolloid

irreversible untuk daerah bergigi atau sadle tertutup dan

monophase untuk daerah free end

68
5. Lakukan pencetakan fisiologis dengan Teknik

mukofungsional, dimana untuk bahan Hydrocolloid

irreversible dengan Teknik mukostatis sedangan untuk bahan

monophasedengan Teknik mukokompresi

Catatan : lakukan penekanan terlebih dahulu pada bahan cetak

monophase

6. Tunggu hingga setting time (2-3 menit)

7. Keluarkan dari mulut pasien

RA : Keluarkan sendok cetak dari arah buccal salah satu sisi

rahang dengan cara memasukan jari telunjuk operator ke

bagian posterior RA, kemudian Tarik kearah bawah, lakukan

gerakan yang sama pada sisi rahang yang berlawanan, setelah

itu keluarkan dari mulut pasien

8. Cuci hasil cetakan dibawah air yang mengalir

9. Lakukan desinfeksi cetakan dengan cara merendam dan

menyemprotkan larutan iodophor selama 10 menit

 Laboratorium

1. Pengecoran hasil cetakan fisiologis

Alat : rubber bowl, spatel

Bahan: air, gips tipe 4 (hard stone), gips tipe 2 (plaster of paris), wax/ malam

merah

Prosedur :

a. Persiapkan alat dan bahan

69
b. Selanjutnya lakukan manipulasi gips tipe 2 untuk melakukan beading dan

boxing pada hasil cetakan fisiologis dengan bantuan wax/ malam merah yang

dikelilingi pada hasil cetakan

c. Lakukan manipulasi gips tipe 4 dengan takaran sesuai aturan pabrik

d. Masukan gips tipe 4 kedalam hasil cetakan fisiologis dan tunggu hingga

mengeras

e. Setelah mengeras, keluarkan hasil cetakan dari sendok cetak, sehingga

didapatkan model kerja prosedur (Carr, 2005):

Melakukan prosedur survei untuk menentukan arah pasang gigi tiruan

- setelah memposisikan model yang terpasang pada meja surveysehingga

analyzingrod relative sejajar dengan bagian distal dan mesial gigi

- apabila ada dua undercut pada kedua sisi gigi maka dilakukan blocking out

Tripoding

- Kemiringan atau arah pasang yang didapatkan dengan mengunci posisi meja

surveyor

- Lengan vertical ditekan sampai menyentuh model studi, kemudian lengan

vertical tersebut dikunci dan dibuat teraan di tiga tempat dengan jarak yang

proporsional

Menentukan kontur terbesar gigi penyangga

- Memasang alat yang digunakan untuk menentukan kontur terbesar gigi

penyangga (mengganti analyzingrod dengan carbon marker)

- Menggerakan meja survei sehingga carbon marker berkontak dengan kontur

terbesar gigi

70
2. Pembuatan cangkolan/cengkram pada model kerja

a. Persiapkan alat dan bahan

Alat : Tang orthodonti

Bahan : Kawat 0,8 mm dan 0,7 mm, malam merah/wax

b. Bentuk kawat sesuai dengan desain cangkolan/cengkram

c. Pasangkan pada model kerja

d. Lakukan fiksasi dengan menggunakan malam merah/wax

3. Pembuatan basis sementara pada model kerja dengan menggunakan self

curing akrilik

Kunjungan III

 Klinis

1. Try in basis dan cangkolan

Hal-hal yang harus diperhatikan :

a. Retensi dan stabilisasi

Retensi: periksa kemampuan gigi tiruan melawan gaya-gaya yang cenderung

memindahkan protesa kearah oklusal seperti saat mastikasi, berbicara,

tertawa, batuk, bersin dan gaya gravitasi.

Stabilisasi: periksa kemampuan gigi tiruan melawan gaya-gaya dalam arah

horizontal, semua bagian cengram kecuali lengan retentif.

b. Basis mencakup semua batasan anatomis

c. Frenulum terbebas dari basis

d. Pasien merasa nyaman dengan basis dan cangkolan yang dibuatkan

e. Cangkolan tidak menimbulkan traumatic oklusi pada pasien

71
 Laboratorium

1. Pembuatan bite rim (galangan gigit)

Alat : spritus, lecron, kepi

Bahan : wax (malam merah)

Syarat bite rim :

RA

Lebar anterior : 3-4 mm

Lebar anteroposterior : 5-6 mm

Tinggi bite rim anterior

RA : 10-12mm

Tinggi bite rim posterior

RA : 8-10mm

Kunjungan IV

 Klinis

1. Penentuan gigitan kerja

GTSL dengan kunci oklusi (George, 2002):

- Posisikan pasien duduk dengan kepala tegak

- Insersikan basis dan galangan gigit RA dan RB. Fiksasi basis dan galangan

gigit RA dengan ibu jari dan telunjuk kiri operator sedangkan basis dan

galangan gigit RB difiksasi dengan ibu jari dan telunjuk kanan

- Kemudian instruksikan pasien untuk menutup mulut perlahan-lahan hingga

seluruh permukaan insisal dan oklusal galangan gigit RA dan RB saling

berkontak bidang merata.

72
- Apabila belum terjadi kontak bidang yang merata, maka permukaan insisal

dan oklusal galangan gigit yang dirubah dan disesuaikan dengan RA sehingga

diperoleh kontak bidang yang merata. Ukur jarak antara kedua titik, lakukan

penyesuaian pada galangan gigit RB hingga mencapai DVO dan relasi sentris

yang diinginkan.

- Kontak gigi natural normal dan apabila salah satu rahang masih ada gigi

natural dan antagonisnya galangan gigit maka jejak oklusal atau insisal gigi

terlihat pada oklusal rim

- Fiksasi penetapan gigit dan mounting articulator

2. Pemilihan warna gigi

Warna gigi terdiri dari tiga dimensi yaitu hue, chroma dan value.Hue merupakan

nama dari warna ( merah, orange, kuning, hijau, biru, indigo dan ungu). Gigi

permanen yang masih muda memiliki hue yang hampir sama. Hue pada warna

gigi akan lebih bervariasi seiring bertambahnya usia. Chroma merupakan

intensitas dari hue, semakin bertambahnya usia maka chroma akan semakin

meningkat. Chroma pada warna gigi akan berkurang apabila dilakukan bleaching.

Value dapat dilihat dari gelap terangnya warna gigi, dimana value yang tinggi

menunjukkan bahwa gigi berwarna terang sedangkan value yang rendah

menunjukkan gigi berwarna gelap

Hal-hal yang harus diperhatikan :

a. Jenis kelamin

b. Warna kulit

c. Usia

d. Pencahayaan ruangan

73
 Laboratorium

1. Transfer articulator

Alat : rubber bowl, spatel, pisau gips

Bahan : gips tipe 2 (plaster of paris), air

2. Pemilihan dan penyusunan gigi

Penyusunan gigi dilakukan secara bertahap yaitu penyusunan gigi anterior

atas dan bawah, selanjutnya gigi posterior atas dan bawah dengan berpedoman

dan menyesuaikan dengan gigi rahang bawah yang tersisa, midline serta

oklusi yang baik, sampai tercapai estetik, retensi, dan fonetik yang baik.

Kunjungan V

 Klnis

1. Try in penyusunan gigi

Hal-hal yang harus diperhatikan:

a. Ekstraoral :

Dilihat dari penampilan pasien ketika dalam keadaan mulut tertutup, rest

posisi, keadaan dukungan pipi, dan bentuk bibir.

b. Intraoral :

Retensi, stabilisasi dan estetis, serta perhatikan apakah terdapat trauma oklusi

- Retensi : Dilakukan dengan memasangkan gigi tiruan kuat-kuat dalam


mulut dan mencoba melepaskannya dengan gaya tegak lurus terhadap bidang
oklusal.
-Stabilisasi : Dilakukan saat mulut berfungsi, tidak boleh mengganggu
mastikasi, penelanan, bicara, ekspresi wajah dan sebagainya.
-Estetis : Pemilihan warna gigi yang sesuai umur, jenis kelamin dan warna
kulit pasien dan pemilihan ukuran gigi yang sesuai.
-Oklusi: perhatikan apakah terdapat trauma oklusi

74
 Laboratorium

1. Wax conturing

Alat :lecron, spritus

Bahan :base plate

Tujuan : Untuk membuat akar imajiner

Pada RA:

a. Permukaan palatal buatlah ketebalan pada palatal kurang lebih 2,5 mm

untuk kenyamanan pasien.

b. Buatlah rugae dan raphe palatina pada daerah palatum

c. Membentuk sedikit tonjolan dibawah gingiva margin pada gigi posterior

dan cekungan di antara akar sebagai secondary food table dalam

membantu aliran makanan (food flow).

d. Membentuk stippling dengan tapping ( menepukkan) bulu sikat pada

daerah attached gingiva.

e. Haluskan permukaan malam model dengan menggunakan kapas.

f. Periksa kembali oklusi untuk meyakinkan tidak ada gigi yang bergeser

selama prosedur koturing.

2. Prosesing akrilik

Alat : kuvet, alat perebusan (panci dan kompor), pot akrilik, semen spatel, kuas

Bahan : CMS, heat cured akrilik resin, gips tipe 2, air, GTSL yang akan di

prosesing.

Kunjungan VI

 Klnis

1. Try in dan Insersi

75
Hal-hal yang harus diperhatikan:

a. Perhatikan tepian basis masih terdapat daerah yang tajam atau tidak. Pada

polishing surface atau permukaan polis perhatikan sudah mengkilat atau

belum, tidak boleh terdapat gips serta tidak poreus.

b. Retensi

Instruksikan pasien menggunakan gigi tiruan, kemudian operator melihat dalam

keadaan istirahat/ dalam keadaan gigi tiruan tidak difungsikan gigi tiruan terjatuh

atau tidak.

c. Stabilisasi

Instruksikan pasien menggunakan gigi tiruan, kemudian operator menekan

salah satu sisi gigi tiruan pada bagian oklusal, kemudian perhatikan sisi

sebelahnya apakah menjungkit atau tidak.

d. Oklusi

Dilihat pada saat balacing side dan working side serta ada tidaknya

premature kontak. Apabila oklusi terganggu lakukan grinding atau penambalan.

Gangguan diketahui dengan kertas artikulating yang diletakkan pada oklusal

pasien kemudian pasien diminta untuk menggerakkan seperti gerakan

menggunyah.

e. Estetis

Adaptasi dan penerimaaan pasien terhadap gigi tiruan sebagian lepasan

yang dilihat dari kenyamanan pasien dan estetika pasien.

76
2. KIE

Lakukan komunikasi, informasi dan edukasi kepada pasien mengenai cara

pemasangan, cara pemakaian, cara melepaskan, cara mempersihkan dan

merawat gigi tiruan lepasan sebagian (Hartono, 2001).

Informasi :

- Berikan penjelasan kepada pasien bahwa ketika gigi tiruan dimasukkan ke

rongga mulut, air liur atau saliva pasien akan berproduksi lebih banyak dari

biasa dan sulit menelan. Namun, itu hal yang biasa dan butuh adaptasi

beberapa hari,sehingga kurang lebih 2-3 hari akan kembali ke normal.

- Berikan penjelasan kepada pasien bahwa akan terjadi perubahan otot di

rongga mulut pasien seperti rasa tertarik dan itu hal biasa dan butuh adaptasi,

sehingga pasien tidak perlu cemas.

- Berikan penjelasan kepada pasien bahwa terdapat kawat pada gigi

penyanggga untuk membantu retensi gigi tiruan sehingga pasien tidak perlu

kaget atau cemas. Dan tanyakan kepada pasien apakah ada rasa tertarik atau

tidak dari kawat tersebut, apabila terasa tertarik maka operator perlu

memperbaiki cangkolan tersebut.

Edukasi :

- Cara pemasangan gigi tiruan rahang bawah dimulai dari bagian posterior dan

lakukan penekanan menggunkan jari telunjuk.

- Cara melepaskan gigi tiruan untuk rahang bawah tarik ke atas menggunkaan

ibu jari dan keluarkan gigi tiruan dari rongga mulut.

- Gigi tiruan dipake 1 x 24 jam dan tidak boleh dilepas. Guna untuk adaptasi

antara mukosa pasien dengan gigi tiruan .

77
- Pasien dianjurkan untuk melepas gigi tiruan ketika malam hari waktu tidur,

dan ketika dilepas gigi tiruan di rendam dalam wadah berisi air bersih

- Bersihkan gigi tiruan dengan cara menyikat menggunakan bulu sikat yang

lembut dan halus minimal 2 x sehari dibawah air mengalir dan di atas wadah

yang berisi air bersih

- Rendam gigi tiruan 1 bulan sekali di dalam wadah berisi lerutan desinfeksi.

- Hindari makan makanan yang lengket, keras, dan panas.

- Pasien diminta untuk menjaga OH yang baik

- Apabila terdapat keluhan fungsi bicara, sulit menggunyah makanan dan sakit

segera konsultasikan ke dokter gigi

Kunjungan VII

1. Kontrol

Tujuan :

Untuk memperbaiki kesalahan ataupun keluhan yang mungkin terjadi dan

dirasakan pasien setelah beberapa hari pemakaian gigi tiruan sebagian lepasan.

Hal-hal yang perlu dilakukan saat kontrol :

a. Pemeriksaan subjektif

Tanyakan kepada pasien apakah terdapat keluhan rasa sakit atau mengganjal saat

pemakaian GTSL

b. Pemeriksaan objektif

Lakukan pemeriksaan intraoral untuk menilai jaringan rongga mulut serta melihat

oklusi, retensi dan stabilisasi GTSL.

78
BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Gigi tiruan sebagian lepasan merupakan bagian prosthodonsia yang

menggantikan satu atau beberapa gigi yang hilang dengan gigi tiruan yang di

dukung oleh gigi, mukosa atau kombinasi gigi mukosa yang dipasang dan dilepas

oleh pasien. Berdasarkan kasus, rahang bawah pasien akan dibuatkan gigi tiruan

sebagian lepasan dengan basis akrilik dengan cangkolan 3 jari pada gigi

penyangga 15 dan gigi 24. Diagnosa pada kasus ini baik dikarenakan pasien

kooperatif, menginginkan gigi tiruan atas dasar keingginannya sendiri, selain itu,

jaringan pendukung pasien tidak ada kelainan sehingga bisa dibuatkan gigi tiruan

dan gigi yang ada dalam keadaan sehat sehingga bisa dijadikan penyangga gigi

tiruan, serta OH pasien baik.

79
DAFTAR PUSTAKA

Academy of Prosthodontics. 2005. The Glossary of Prosthodontic Terms, 8 th ed.


St.Louis, MO: Mosby;.

Bakar, Abu. 2012. Kedokteran Gigi Klinis Edisi 2. Yogyakarta, CV. Quantum
Sinergis Media, pp 149.

Barnes, I.E., dan Walls, A. 2006. Perawatan Gigi Terpadu untuk Lansia (terj.),
EGC, Jakarta.

Barbosa LC, Ferreira MRM, Calabrich FCF, Viana AC, de Lemos MCL, Lauria
RA. 2008. Edentulous patients knowledge of dental hygiene and care
of prostheses.

Carr, A. B., McGivney, G. P., Brown, D. T., 2005. McCrackens’s Removable


Partial Prosthodontics 11th ed. Philadelpia: Elsevier Mosby, pp 9.

George AZ, Charles LB, Judson CH, Gunnar EC. 2002. Buku ajar prostodonti
untuk pasien tak bergigi menurut boucher. Edisi 10. Jakarta: EGC.

Ghofur Abdul, 2012.Buku Pintar Kesehatan Gigi Dan Mulut. Yogyakarta : Mitra
Buku.

Gunadi, dkk., 2012. Buku Ajar Ilmu Geligi Tiruan Sebagian Lepasan Jilid I.
Jakarta, Hipokrates, pp 14.

Hartono, R., Kosasih, A., Hidayat, H., Morganelli, J.C. 2001. Estetik dan
Prostotik Mutakhir Kedokteran Gigi, http://books.google.co.id
diunduh pada tanggal 30 November 2018.

Nallaswamy D. 2003.Textbook of prosthodontics. New Delhi: Jaypee; p.5-6

Rahmadhan, A.G.2010. Serba Serbi Kesehatan Gigi dan Mulut, Cet 1, Bukune,
Jakarta.

Siagian Krista V.2016. Kehilangan Sebagian Gigi Pada Rongga Mulut.jurnal


eClinic 1(4)

Zahid, I., dan Omar, M.S. 2006. Fonetik dan Fonologi, Professional Publishing,
Kuala Lumpur.

80

Anda mungkin juga menyukai