MODUL 4
(KEHILANGAN GIGI)
Oleh :
Syaidatul Fauziah
20100707360804066
Dosen Pembimbing :
drg. Resa Ferdina
MARS
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
Gigi Tiruan Sebagian Lepasan” untuk memenuhi salah satu syarat dalam
yang telah dilalui tidak lepas dari bimbingan drg. Resa Ferdina, MARS selaku
dosen pembimbing, bantuan, dan dorongan yang telah diberikan berbagai pihak
lainnya. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu.
sebagaimana mestinya, baik dari segi ilmiah maupun dari segi tata bahasanya,
karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan dari pembaca.
kepada kita semua dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat serta dapat
memerlukan.
Penulis
ii
MODUL 4
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
HALAMAN PENGESAHAN
Telah didiskusikan Cased Based Discusion Gigi Tiruan Sebagian Lepasan guna
melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik pada Modul 4.
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang
tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya, sebab kesehatan gigi dan
mulut akan memengaruhi kesehatan tubuh keseluruhannya. Seiring bertambahnya
usia, semakin besar pula kerentanan seseorang untuk kehilangan gigi (Wahjuni et
al., 2017). Kehilangan gigi merupakan salah satu perubahan jaringan rongga
mulut. Jika gigi yang hilang tidak segera diganti dapat menimbulkan kesulitan
bagi pasien sendiri, seperti mengunyah makanan, adanya gigi yang supraerupsi,
miring atau bergeser. Penggantian gigi yang hilang dapat dilakukan dengan
pembuatan gigi tiruan lepasan atau gigi tiruan cekat. Gigi tiruan digunakan untuk
menggantikan gigi yang hilang dan mengembalikan estetika serta kondisi
fungsional pasien (Peranci et al., 2010).
1
membersihkan debris makanan, kalkulus, dan perubahan warna pada gigi tiruan
(Sofya et al., 2016).
Pada pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan, rencana perawatan dan
perawatan pendahuluan harus ditetapkan terlebih dahulu, karena beberapa
keadaan dapat mempengaruhi keadaan yang lain.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
g. Riwayat sosial : ditanyakan apakah pasien merokok atau tidak, apakah
ada kebiasaan buruk pasien, dan apakah pasien mengkonsumsi
minuman yang ber alkohol
h. Riwayat penyakit keturunan: menanyakan apakah dikeluarga pasien
memiliki penyakit seperti darah tinggi, sakit gula, sesak napas, dan
memiliki riwayat penyakit keturunan lainnya.
i. Menanyakan riwayat alergi: seperti menyakan apakah pasien memiliki
alrgi terhadap makanan, obat-obatan, bahan lainnya.
j. Riwayat kesehatan gigi dan mulut
- Menanyakan kepada pasien sebab kehilangan gigi / kerusakan gigi :
lubang besar / gigi goyang / benturan
Penjelasan :
1. Jika sebab kehilangan gigi karena karies, kemungkinan karena
pasien kurang memperhatikan kebersihan mulut, maka
pengetahuan kesehatan giginya harus diingatkan
2. Jika disebabkan gigi goyang, maka penyakit sistemik dan penyakit
periodontal harus diperhatikan
3. Jika karena benturan, pencabutan terakhir perlu diketahui untuk
memperkirakan kecepatan resorbsi tulang alveolar dan pergeseran
gigi atau penyakit sistemik.
- Menanyakan kepada pasien kapan dilakukan pencabutan terakhir :
1. Pada gigi atas : depan kanan / kiri, belakang kanan / kiri
2. Pada gigi bawah : depan kanan / kiri, belakang kanan / kiri
Penjelasan :
1. Waktu / kapan pencabutan terakhir perlu diketahui untuk
memperkirakan kecepatan resorbsi tulang alveolar dan
pergerseran gigi ataupun penyakit sistemik
2. Apakah pencabutan nya sulit atau tidak
3. Apakah butuh pembedahan atau tidak
- Menanyakan kepada pasien pemakaian gigi tiruan :pernah / tidak
pernah
1. Bila Pernah :
4
pada rahang atas /pada rahang bawah / pada rahang atas dan
rahang bawah
masih dipakai / tidak dipakai, dan kapan mulai dipakai
dimana dibuatkan gigi tiruan tersebut (dibuatkan dokter gigi/
tempat yang lain.
2. Pengalaman:
Apa yang disukai dan yang tidak disukai dari gigi tiruan lama,
atau masalah yang dihadapi dengan gigi tiruan yang lama.
Penjelasan :
- Pasien yang pernah memakai gigi tiruan adaptasinya akan lebih
mudah dibandingkan pasien yang belum pernah. Namun pasien ini
biasanya senang membandingkan protesa lamanya dengan protesa
yang baru. Untuk itu, perlu dilihat dan diperhatikan protesa
lamanya. Apabila tidak mengganggu prinsip dasar perawatan,
protesa yang baru jangan terlalu berbeda dengan protesa lama, baik
desain, macam, dan jenisnya.
- Pengalaman pasien dengan gigi tiruan lamanya juga perlu
dipertanyakan, kapan mulai dipakai, apa yang disukai dan yang
tidak disukai dari gigi tiruan lamanya, supaya diketahui apa yang
dikehendaki oleh pasien.
k. Sikap mental
Klasifikasi sikap mental pasien berdasarkan pandangan terhadap
perawatan gigi tiruan menurut House (1937) :
1. Filosofi : orang yang belum pernah memakai gigi tiruan, tetapi
sadar akan keperluannya memakai gigi tiruan. Sikap mental yang
seimbang, pasien sangat percaya kepada dokter giginya, pasien
senantiasa diikuti terus dengan penyuluhan agar motifasi yang baik
tetap terjaga. Orang yang pernah memakai gigi tiruan dengan
memuaskan dan perlu dibuatkan gigi tiruan lagi karena hal lain.
5
Pasien sudah mengerti keterbatasan dan kesulitan dalam
pemakaiannya.
2. Exacting : orang yang sangat khawatir akan berubahnya
penampilan bila harus memakai gigi tiruan. Jika ingin dibuatkan
pasien mengharapkan gigi tiruan yang persis seperti gigi aslinya.
Orang yang sudah pernah memakai gigi tiruan namun tidak pernah
puas baik dalam penampilan maupun pemakaiannya. Pasien tidak
mudah percaya kepada dokter giginya terkadang pasien
menginginkan jaminan tertulis jadi jika gigi tiruan yang diharapkan
pasien tidak terpenuhi, maka akan diminta ongkos ganti.
3. Histeris : orang yang kesehatan umum dan mulut buruk. Takut
terhadap perawatan gigi terkadang menolak pencabutan gigi.
Pasien ini yakin bahwa pemakaian gigi tiruan akan gagal. Orang
yang sudah pernah mencoba memakai gigi tiruan namun selalu
tidak puas karena dihantui oleh perasaan bahwa penampilannya
telah berubah. Selalu ingin menuntut jaminan bahwa gigi tiruan
yang dibuat harus sama dengan gigi aslinya.
4. Indifferent : orang yang tidak peduli akan penampilannya dan tidak
peduli akan makanan yang dimakannya. Pasien tidak merasakan
perlu pemasangan gigi tiruan. Biasanya datang karena dorongan
dari orang lain atau keluarganya. Dokter gigi harus hati-hati dalam
mengambil langkah, karena biasanya perawatan pada pasien ini
gagal sehingga motivasi terus ditumbuhkan dari awal perawatan.
6
indikator. Pada wajah lancip sisi wajah dari dahi sampai ke sudut
rahang secara diagonal akan menyudut kedalam, sebaliknya wajah
lonjong dapat dikenali dari adanya garis luar wajah yang melengkung
dibandingkan garis-garis vertikal dari indikator.
b) Profil : (lurus/cembung/cekung). Untuk melihat profil pasien posisi
operator berada disamping pasien, ambillah 3 buah titik pada wajah
masing-masing pada dahi (glabela, subnation dan menton). Bila ketiga
titik ini berada pada satu garis lurus, maka profil disebut lurus. Bila titik
pada glabela dan menton berada lebih kedepan daripada titik subnation
maka profil menjadi cekung. Profil cembung terjadi dalam hal
sebaliknya. Bentuk profil ini perlu diketahui untuk penyesuaian bentuk
labial gigi depan dilihat dari arah proksimal, untuk pemilihan bentuk
dan susunan elemen gigi, dan juga digunakan sebagai pedoman untuk
penetapan hubungan rahang.
c) Proporsi dan simetri wajah : operator berada di depan pasien dengan
memperhatikan secara langsung apakah ada pembengkakan pada wajah
pasien yang mempengaruhi kesimetrisan wajah.
d) Mata : pemeriksaan mata dilakukan pada saat penderita duduk tegak
dengan mata memandang lurus kedepan lalu posisi operator berada
didepan pasien apakah mata sama tinggi / tidak sama tinggi.
Selanjutnya jika ingin melihat mata pasien apakah bergerak / tidak
bergerak ke segala arah yaitu dengan cara bola mata penderita dapat
mengikuti gerakan sebuah instrumen yang kita gerakan kesegala arah.
e) Hidung : simetris/asimetris; pernafasan melalui hidung: lancar/tidak.
Pemeriksaan cara bernafas pasien dilakukan dengan menggunakan kaca
mulut yang ditempelkan pada lubang hidung pasien, kemudian pasien
diminta untuk bernafas melalui hidung dengan mulut dalam keadaan
tertutup. Bila kaca mulut terlihat berembun, berarti pernafasan melalui
hidung lancar. Bila pernafasan tidak lancar, akan menimbulkan
kesulitan pada waktu dilakukan pencetakan karena pasien sulit bernafas
yang mengakibatkan rasa ingin muntah. Dengan cara serupa bisa pula
7
pemeriksaan dilakukan dengan sejumput kecil kapas yang diletakkan
dekat hidung, jika bergerak berarti bernafas melalui hidung.
f) Bibir atas dan bibir bawah : hipotonus/normal/hipertonus; tebal/tipis;
simetris /asimetris
Pemeriksaan tonus bibir dapat dilakukan dengan menggunakan kaca
mulut, dengan cara meletakkan kaca mulut pada bibir pasien dengan
menahannya, kemudian intsruksikan pasien untuk menelan ludah.
Lalu rasakan ketegangan ototnya, dan bisa juga dengan
menggunakan jari dengan cara memegang bagian ventral otot bibir.
Pemeriksaan dilakukan dengan mempalpasi otot orbicularis oris
dalam keadaan relaksasi
- Hipotonus : tonus otot lemah, sehingga terlihat secara klinis ketika
bibir mengatup dalam kondisi oklusi istirahat, bibir terlihat
inkompeten atau susah mengatup
- Hipertonus : tonus otot sangat kuat, sehingga terlihat secara klinis
ketika bibir mengatup dalam kondisi oklusi istirahat, bibir terlihat
berlebih
- Normal : kondisi otot dalam keadaan yang harmonis
Tonus dan tebal tipisnya bibir berhubungan dengan inklinasi labio-
lingual gigi anterior. Sedangkan panjang pendeknya bibir menetukan
letak bidang insisial dan garis tertawa.
8
- Cara pemeriksaan dengan meletakkan jari pada eye-ear-line (garis
yang ditarik dari tragus ke sudut mata), kira-kira 11-12 mm dari
tragus. Kemudian pasien diminta untuk membuka dan menutup
mulutnya berkali-kali secara perlahan dan dengarkan apakah ada
bunyi ’klik’ pada waktu membuka dan menutup mulut.
- Perhatikan juga apakah ada penyimpangan gerak (deviasi), dan
apakah pasien mengalami kesulitan pada waktu membuka
mulutnya (trismus).
1. Inspeksi
- Menilai rentang pergerakan mandibula ( range of motion / ROM ) :
a. Gerakan lateral
b. Deviasi saat membuka
c. Gerakan protrusive
a. Gerakan membuka mulut
1. Pembukaan normal dapat ditentukan dengan jari pasien sendiri
2. Normal tiga jari
3. Pembukaan mulut dua jari menunjukkan pengurangan pembukaan
atau kurang dari 40 mm
4. Jarak pembukaan maksimum antara tepi insisal insisus atas dan
bawah diukur menggunakan boyle gauge atau penggaris
5. Pembukaan normal 40-50 mm
6. Dapat dievaluasi dengan meletakkan jari dengan antara gigi atas
dan bawah pasien dan menerapkan gaya lembut.
A B
9
b. Gerakan lateral
- Normal gerakan lateral adalah >7mm
- Pengukuran dilakukan dengan gigi yang sedikit terpisah,
- Mengukur perpindahan dengan garis tengah bawah dari garis
tengah rahang atas.
10
bagian anterior digunakan dalam keadaan bekerja ataupun tidak. Otot
temporalis bagian anterior yang bekerja dapat dilihat pada saat elevasi
mandibula dan megunyah pada sentrik oklusi. Sedangkan otot
temporalis bagian anterior yang tidak bekerja dapat dilihat pada saat
depresi mandibula. Daerah tengah dipalpasi pada daerah diatas sendi
temporomandibula dan superior dari tulang zygomatik. Serat pada
daerah ini berjalan dalam arah oblik melewati bagian lateral dari
tengkorak. Otot temporalis bagian tengah dapat dilihat saat bekerja
yakni pada pergerakan protrusif. Daerah posterior dipalpasi pada daerah
diatas dan belakang telinga. Serat pada daerah ini berjalan dalam arah
horizontal. Otot temporalis bagian posterior digunakan dalam keadaan
bekerja ataupun tidak. Otot temporalis bagian posterior yang bekerja
dapat dilihat pada retraksi mandibular. Sedangkan otot temporalis
bagian posterior yang tidak bekerja dapat dilihat pada saat depresi dan
protrusi mandibula
b. M. Masseter
11
Gambar 4. Palpasi Otot Masseter. A. Pada perlekatan superior di lengkung
zygomatik; B. Pada otot masseter superfisial didekat batas bawah mandibula
c. M. Pterygoideus medial
Otot medial pterigoid berasal dari daerah yang terletak diantara dua
pterygoidplate. Kedua pterygoid plateini akan membagi otot kedalam
dua daerah yaitu posterior dan lateral dan masuk ke bagian dalam dari
sudut mandibula. Otot medial pterigoid bekerja pada saat gerakan
elevasi mandibula, selama protrusi dan pergerakan lateral mandibula
Otot lateral pterigoid memiliki dua cabang, yaitu bagian superior dan
inferior dimana bagian superior merupakan bagian yang lebih kecil
daripada inferior. Otot lateral pterigoid bagian superior keluar dari
permukaan infra-temporal sayap paling besar dari sphenoid dan masuk
ke bagian anterior dari diskus dan kapsul intraartikular, sedangkan
bagian inferior keluar dari permukaan lateral dari plat lateral pterigoid
dan masuk ke leher mandibula yang terletak di bawah kondilus. Otot
lateral pterigoid bagian superior bekerja pada saat clenching dan bagian
inferior bekerja selama pembukaan mulut.
12
Gambar 6. Pemeriksaan Otot Lateral Pterigoid Inferior
Bunyi sendi TMJ terdiri dari ‘kliking’ dan ‘krepitus’. ‘kliking’ adalah
bunyi singkat yang terjadi pada saat membuka atau menutup mulut.
‘kliking’ dapat terjadi pada awal, pertengahan, dan akhir membuka dan
menutup mulut. Bunyi ‘klik’ yang terjadi pada akhir membuka mulut
menandakan adanya suatu pergeseran yang berat. TMJ ‘kliking’ sulit
didengar karena bunyinya halus, maka dapat didengar dengan
menggunakan stetoskop. krepitasi menandakan perubahan dari kontur
tulang seperti pada osteoartrosis. Dengan mengugunakan stetoskop
mendengar adanya krepitasi atau kliking pada area depan telinga yang
13
akan diperiksa. Selanjutnya diintruksikan pasien membuka menutup
mulut.
14
Posisi kelas II : Posisi lidah lebih tertarik ke belakang
Posisi kelas III : Lidah menggulung ke belakang sehingga terlihat
frenulum lingualis
Posisi lidah yang menguntungkan adalah kelas I
c. Mobilitas : normal/aktif
Lidah yang mobilitasnya tinggi (aktif) akan mengganggu retensi dan
stabilisasi gigi tiruan
3. Refleks muntah : tinggi / rendah
Refleks muntah pasien mempengaruhi proses pencetakan. Bila reflex
muntah tinggi, perlu diupayakan dengan misalnya penyemprotan
anestetikum ke bagian palatum pasien. Cara lain adalah dengan
mengalihkan perhatian pasien pada hal-hal lain, mengajak pasien
mengobrol, dst.
4. Tumpang gigit (overbite) anterior : … mm, posterior: … mm
Jarak gigit (overjet) anterior : … mm, posterior: … mm
Gigitan terbuka : ada/ tidak ada; regio …
Gigitan silang : ada/ tidak ada; regio …
Hubungan rahang : ortognati/ retrognati/ prognati
- Nilai overjet dan overbite normal berkisar 2-4mm. bila lebih, harus
diwaspadai adanya perubahan dalam relasi maksilo-mandibula.
Dengan demikian, oklusi yang lama tidak bisa dipakai pedoman
penentuan gigit.
- Bila ada gigitan terbuka atau gigitan silang, harus dituliskan pada
region berapa. Hal ini penting diperhatikan, terutama pada
pembuatan gigi tiruan cekat yang mempunyai antagonis dengan
region tersebut.
- Hubungan rahang ditentukan dengan meletakkan jari telunjuk pada
dasar vestibulum anterior RA dan ibu jari pada dasar vestibulum RB.
Ortognati → bila ujung kedua jari terletak segaris
vertical Retrognati → bila ujung ibu jari lebih ke arah
pasien Prognati → bila ujung jari telunjuk lebih ke arah
pasien
5. Artikulasi
15
Diperiksa pada sisi kanan dan kiri, dapat berupa:
a. Cuspid protected
b. Grup function
c. Balanced occlusion (artikulasi seimbang)
Pemeriksaan ada tidaknya kontak premature dan blocking. Jika
terdapat kontak premature setelah peletakan kertas artikulasi di
permukaan oklusal gigi pasien, perlu dilakukam occlusal adjustment.
Selanjutnya diperiksa gerak rahang ke lateral kiri dan kanan, ada atau
tidak hambatan. Hambatan pada gigi caninus jangan terburu-buru
diasah, karena bisa jadi hal tersebut merupakan cuspid protected
occlusion yang perlu dipertahankan.
6. Daya kunyah : normal / besar
Bila terlihat banyak gigi yang mengalami atrisi dengan faset yang
tidak tajam dan permukaan yang mengkilat, kemungkinan tekanan
kunyah pasien besar. Pada keadaan ini, bila ridge sudah rendah hindari
pemakaian elemen gigi porselen terutama untuk gigi posterior. Bidang
oklusal gigi geligi juga jangan dibuat terlalu besar
7. Kebiasan buruk
a. Bruxism / clenching
b. Menggigit bibir / benda keras
c. Mendorong lidah
d. Mengunyah satu sisi kanan atau kiri
e. Hipermobilitas rahang dll
Melalui anamnesis, pasien ditanyai mengenai kebiasaan buruk yang
dimiliki. Bruxism atau clenching juga dapat dilihat dari adanya faset
tajam pada gigi. Kebiasaan ini akan membuat gigi tiruan yang dibuat
menjadi cepat aus, tidak stabil, dan dapat menjadi etiologi kelainan
sendi rahang.
Kebiasaan mengigigit bibir atau benda keras berkaitan dengan
pembuatan GTC pada gigi anterior, yaitu dalam penentuan bahan yang
akan dipakai.
16
Kebiasaan mendorong lidah dan mengunyah satu sisi biasanya
menyebabkan stabiltas gigi tiruan berkurang, selain itu mengunyah
satu sisi juga dapat menimbulkan kelainan sendi rahang.
Pada hipermobilitas rahang, kesulitan yang akan timbul adalah
kesulitan penentuan relasi sentrik
Pemeriksaan Lain
1. Vestibulum
Posterior Kanan Posterior Kiri Anterior
Rahang Atas dalam/sedang/ dangkal dalam/sedang/ dangkal dalam/sedang/ dangkal
Rahang Bawah dalam/sedang/ dangkal dalam/sedang/ dangkal dalam/sedang/ dangkal
Vestibulum : ruang yang terdapat di antara mukosa labial/bukal prosesus
alveolaris dan bibir/pipi. Kedalaman diperiksa dengan kaca mulut nomer
3.
- Bila gigi masih ada : pengukuran dilakukan dari servikal gigi sampai
dasar vestibulum
- Bila gigi telah hilang : pengukuran dilakukan pada regio tak bergigi
dari puncak prosesus alveolaris hingga dasar vestibulum
17
Vestibulum dikatakan dalam apabila kaca mulut terbenam. Vestibulum
yang dalam menguntungkan pada pembuatan gigi tiruan karena sayap gigi
tiruan dapat dibuat lebih panjang sehingga menambah retensi.
Vestibulum dikatakan sedang apabila kaca mulut 1/2 terbenam
Vestibulum dikatakan dangkal apabila kaca mulut >1/2 terbenam
2. Prosesus alveolaris/ residual ridge regio
Yang harus diperhatikan:
a. Bentuk : segi empat/oval/segitiga
Bentuk prosesus alveolar berpengaruh terhadap retensi dan
stabilisasi gigi tiruan lepas serta pemilihan desain pontik pada gigi
tiruan cekat
b. Ketinggian : tinggi/sedang/rendah
Ketinggian prosesus alveolar menunjukkan resorpsi tulang yan
terjadi. Prosesus menjadi rendah bila resorbsi besar. Cara
memeriksanya dengan membandingkan dengan gigi di sebelahnya.
Bila pasien sudah tidak bergigi samasekali tinggi prosesus alveolar
diperiksa dengan menggunakan kaca mulut nomer 3.
c. Tahanan jaringan: flabby/tinggi/rendah
Tahanan jaringan berpengaruh terhadap cara pencetakan. Tahanan
jaringan diperiksa dengan menggunakan burnisher pada mukosa
atau prosesus alveolar
- Burnisher tidak terlalu terbenam dan mukosa terlihat pucat →
mukosa keras; tahanan jaringannya rendah
- Burnisher bisa ditekan lebih dalam→ mukosa lunak;
tahanan jaringan tinggi
- Mukosa bergerak pada arah bukolingual saat ditekan
menggunakan burnisher → flabby
d. Bentuk permukaan : rata/tidak rata
3. Frenulum
Frenulum adalah tempat perlekatan otot bibir/pipi/lidah terhadap prosesus
alveolaris. Frenulum dikatakan tinggi bila perlekatan otot-ototnya
mendekati puncak prosesus alveolar, dikatakan rendah ketika menjauhi,
18
dan sedang bila berada di tengah antara puncak prosesus alveolar dengan
dasar vestibulum. Frenulum yang tinggi dapat mengurangi retensi gigi
tiruan lepas karena mengganggu sayap gigi tiruan.
Frenulum : (tinggi/sedang/rendah)
- Labialis superior
- Labialis inferior
- Bukalis rahang atas kanan
- Bukalis rahang atas kiri
- Bukalis rahang bawah kanan
- Bukalis rahang bawah kiri
- Lingualis
4. Palatum
a. Bentuk palatum : persegi/oval/segitiga
Bentuk dan kedalaman palatum berkaitan dengan retensi dan stabilisasi
gigi tiruan lepas
b. Kedalaman palatum
c. Torus palatinus
Torus yang besar akan mengganggu stabilisasi gigi tiruan. Pada torus
yang besar, agar tidak terjadi fulcrum, dilakukan relief pada saat
pencetakan fisiologis
d. Palatum mole
Merupakan jaringan lunak yang terletak di bagian posterior palatum
durum. Daerah ini memiliki jaringan yang sangat kuat yang disebut
aponeuresis, sebagai tempat posterior palatal seal (postdam). House
membagi palatum mole menjadi 3:
a. Kelas I : gerakan palatum durum yang kecil, dapat dibuat postdam
bentuk kupu-kupu
b. Kelas II : gerakan palatum durum membentuk sudut >30derajat,
postdam dibuat bentuk kupu-kupu dengan ukuran yang lebih kecil
c. Kelas III : gerakan palatum durum membentuk sudut >60 derajat,
postdam dibentuk dengan cekungan berbentuk V atau U (berbentuk
parit)
19
5. Tuber maksila
Kanan : besar/kecil
Kiri : besar/kecil
Daerah ini ditutup oleh jaringan fibrosa dengan ketebalan yang
berbeda-beda. Disebut kecil bila ukuran tuber lebih kecil dari prosesus
alveolar dan besar bila tuber melebar atau menonjol ke arah oklusal
atau lateral. Tuber yang besar dapat mengganggu retensi gigi tiruan.
6. Undercut
Undercut bisanya mengganggu perluasan basis protesa. Hal ini dapat
mempengaruhi retensi dan stabilisasi gigi tiruan serta dapat
menghalangi pemasukan dan pengeluaran gigi tiruan. Perlu dilakukan
alveolotomi ataupun alveolektomi sebelum pencetakan pembuatan
model kerja bila undercut tersebut diperkirakan akan mengganggu.
7. Ruang retromilohioid
Merupakan ruangan yang berada di antara prosesus alveolar rahang
bawah dan lidah. Cara pemeriksaannya dengan menggunakan kaca
mulut nomor 3. Ruang retromilohioid yang dalam memungkinkan
sayap lingual GTP dibuat lebih panjang untuk menambah retensi dan
stabilitasnya.
8. Bentuk lengkung rahang
Meliputi bentuk rahang atas dan rahang bawah. Bentuk-bentuk rahang
antara lain:
a. Persegi
b. Oval
c. Segitiga
Bentuk rahang segitiga adalah yang paling menyulitkan terutama saat
penyusunan elemen GTP yang tidak mengganggu artikulasi dan stabilisasi.
9. Ruang gigi tiruan
Ruang gigi tiruan adalah jarak vertical antara prosesus alveolar rahang
atas dan rahang bawah. Ruang gigi tiruan yang besar menguntungkan
dalam hal pemasangan gigi dan penentuan tinggi bidang oklusal.
10. Perlekatan dasar mulut
20
Diperlukan untuk menentukan panjang sayap lingual gigi tiruan
rahang bawah yang akan mempengaruhi stabilitas gigi tiruan.
11. Lain-lain
a. Eksostosis
b. Torus mandibularis
21
2. Hilangnya satu gigi atau lebih
3. Gigi yang tertinggal dalam keadaan baik dan memenuhi syarat sebagai gigi
pegangan
Kontraindikasi GTSL
1. Pasien yang tidak kooperatif, sifat tidak menghargai perawatan gigi tiruan.
4. OH jelek.
5. Memperbaiki oklusi,
6. Mempertahankan jaringan lunak mulut yang masih ada agar tetap sehat.
22
kombinasi) (3) dapat menjadi petunjuk pembuatan desain geligi tiruan (4)
dapat diterima secara luas (Car, dkk., 2005).
a. Open face denture, gigi tiruan sebagian dibuat tanpa gusi tiruan di
bagian bukal/labial. Gigi tiruan open face diindikasikan pada bagian
anterior bila tulang alveolar belum resorbsi sehingga gigi artifisial dapat
dipasang seolah-olah keluar dari gusi (tampak estetik seperti gigi asli).
b. Close face denture, gigi tiruan sebagian dibuat dengan gusi tiruan di
bagianbukal/labial. Gigi tiruan close face diindikasikan pada bagian
anterior bila tulang alveolar telah resorpsi karena sayap dapat
meningkatkan estetika dengan memberi dukungan bagi bibir.
b. Gigi tiruan dengan dukungan gigi (tooth supported), yaitu gigi tiruan
yang hanya mendapat dukungan dari gigi asli
23
c. Gigi tiruan dengan dukungan mukosa dan gigi (mucosa and tooth
supported), yaitu gigi tiruan yang mendapat dukungan dari mukosa dan
gigi asli.
a. Klas I
Mempunyai daerah tak bergigi terletak di bagian posterior dari gigi yang
masih ada dan berada pada kedua sisi rahang(bilateral Free end).
a. Klas II
Mempunyai daerah tak bergigi terletak di bagian posterior dari gigi yang
masih ada, tetapi berada hanya pada salah satu sisi rahang saja (unilateral
free end).
b. Klas III
24
c. Klas IV
Daerah yang tidak bergigi terletak di bagian anterior dari gigi-gigi yang
masih ada dan melewati garis tengah rahang.
25
7. Luasnya modifikasi atau jumlah gigi yang hilang tidak dipersoalkan, yang
dipersoalkan adalah jumlah daerah atau ruangannya.
8. Hanya kelas I, II, dan III yang mempunyai modifikasi, karena kelas IV
hanya mempunyai daerah tanpa gigi dibelkangnya.
b. Klas II
Mempunyai daerah tanpa gigi yang terletak di bagian posterior dari gigi
yang tertinggal tetapi hanya pada satu sisi rahang saja (unilateral free end).
c. Klas III
Keadaan tidak bergigi paradental dengan kedua gigi tetangga tidak lagi
mampu memberi dukungan kepada gigi tiruan secara keseluruhan.
26
d. Klas IV
Daerah yang tidak bergigi terletak di bagian anterior dan melewati garis
median.
e. Klas V
Keadaan tidak bergigi paradental, dimana gigi asli anterior tidak dapat
dipakai sebagai gigi penahan atau tak mampu menahan daya kunyah
f. Klas VI
Keadaan tidak bergigi paradental dengan kedua gigi tetangga gigi asli
dapat dipakai sebagai penahan.
27
7. Berdasarkan letak klamer menurut Miller ditentukan sebagai berikut:
a. Klas I
Menggunakan dua buah klamer dimana klamer-klamer tersebut lurus
berhadapan dan tegak lurus median line.
b. Klas II
Menggunakan dua buah klamer yang letaknya saling berhadapan dan
membentuk garis diagonal serta melewati median line.
c. Klas III
Menggunakan tiga buah klamer yang letaknya sedemikian rupa sehingga
apabila klamer-klamer itu dihubungkan dengan suatu garis, merupakan
suatu segitiga yang terletak di tengah gigi tiruan.
d. Klas IV
Menggunakan empat buah klamer yang letaknya sedemikian rupa sehingga
apabila klamer-klamer itu dihubungkan dengan suatu garis lurus,
merupakan suatu segi empat yang terletak di tengah gigi tiruan.
28
cangkolan yang bersandar pada bidang oklusal atau insisal gigi
pegangan yang memberikan dukungan vertikal terhadap gigi tiruan).
b. Basis / Plat Akrilik
Merupakan pendukung atau landasan gigi tiruan sebagian lepasan yang
terbuat dari resin akrilik.
Fungsinya :
a) Mendukung gigi (elemen) tiruan
b) Meneruskan tekanan oklusal ke jaringan di bawahnya.
c) Memberikan retensi dan stabilisasi kepada gigi tiruan.
29
dari gigi dan mukosa (kombinasi), sedangkan untuk sadel berujung bebas,
dukungan bisa berasal darimukosa, atau gigi dan mukosa (kombinasi).
c. Tahap III: menentukan jenis penahan (retainer)
Ada dua macam retainer untuk gigi tiruan, yaitu direct retainer dan
indirect retainer. Penentuan jenis retainer yang akan dipilih perlu
memperhatikan faktor dari dukungan sadel, stabilisasi gigi tiruan, dan
estetika.
d. Tahap IV: menentukan jenis konektor
Konektor pada tiap rahang terbagi menjadi:
Konektor utama (major connector)
Merupakan bagian gigi tiruan sebagian lepasan yang
menghubungkan bagian protesa yang terletak pada salah satu sisi
rahang dengan yang ada pada sisi lainnya. Konektor untuk protesa
resin yang dipakai biasanya adalah konektor berbentuk plat.
Konektor minor atau tambahan (minor connector)
Merupakan bagian gigi tiruan sebagian lepasan yang
mengubungkan konektorutama dengan bagian lain, misalnya suatu
penahan langsung atau sandaran oklusal dihubungkan dengan konektor
utama melalui suatu konektor minor.
30
5. Bila memerlukan dua klamer atau lebih maka hendaknya dipilihkan gigi
yang letaknya sejajar.
1. Retensi
Adalah kemampuan gigi tiruan untuk melawan gaya pemindah yang
cenderungmemindah protesa ke arah oklusal. Retensi diperoleh dari
lengan retentif, klamer,occlusal rest, kontur dan landasan gigi, oklusi,
adhesi, tekanan atmosfer, dan surfacetension.
2. Stabilisasi
Adalah kemampuan gigi tiruan untuk melawan gaya pemindah dalam arah
horizontal.Semua bagian cengkeram berfungsi kecuali bagian
terminal/ujung lengan retentif.Stabilisasi terlihat bila dalam keadaan
berfungsi. Gigi yang mempunyai stabilisasi.
31
Syarat cekraman kawat:
a. Kontak garis
b. Pasif (tidak menekan)
c. Ujung jari tidak boleh menyinggung gigi tetangga dan tidak tajam (harus
bulat)
d. Tidak ada lekukan bekas tang pada lengan cengkraman
e. Jarak jari ke servikal gigi : Paradental : -1 mm. gingival 1 1/2 -2 mm
f. Tidak mengganggu oklusi dan artikulasi
g. Retensi dalam akrilik harus dibengkokan
Macam-macam cangkolan:
a. 3 jari : untuk gigi P dan M
b. Jackson (full Jackson) : untuk gigi P dan M
c. Half jackson paradental : untuk gigi P dan M
d. Cangkolan S : untuk C dengan cingulum besar seperti pada RA
32
b. Menentukan permukaan proksimal yang sejajar untuk proksimal plate
(guiding surface)
c. Menentukan undercut untuk retensi
d. Identifikasi undercut yang tidak menguntungkan dan harus di bloking out
e. Menentukan garis survey
f. Menentukan desain gigi tiruan dan persiapan rongga mulut
g. Menentukan arah insersi: potensial guiding surface, undercut untulk retensi,
hambatan dari jaringan lunak dan jaringan keras, pertimbangan estetis.
Komponen surveyor:
a. Meja basis : bagian dasar yang datar dan horizontal
b. Tiang tegak (vertical column) : tiang yang tegak lurus basis dasar
c. Horizontal arm (lengan datar): bagian memegang gelendong tegak.
d. Surveying arm
e. Mandrel
f. Surveyor tool
Analyzing tool : permukaan paralel gigi
Carbon marker: garis survey
Undercut gauges: undercut yang diinginkan
Wax knife: menghilang undercut yang tidak diinginkan
Teknik dan Cara Survey Model:
a. Posisi model horizontal dan tilting model → untuk menentukan
bidang bimbing
b. Retentif → melihat undercut
c. Interen → bloking atau pengasahan
d. Estetis → untuk gigi anterior
33
b. Tilting posterior
Model dimiringkan kearah posterior (arah pasang anterior arah lepas
posterior).Diindikasikan untuk kasus dengan kehilangan gigi yang banyak
dibagian anterior seperti klas IV Kennedy.
c. Tilting lateral
Model dimiringkan ke kiri atau ke kanan. Diindikasikan untuk kasus yang
salah satu gigi penyangganya abnormal seperti mobiliti derajat 1, miring dan
sedikit crowded.
34
BAB III
LAPORAN KASUS
Riwayat kesehatan gigi dan mulut : Terdapat lubang besar dan dilakukan pencabutan pada
gigi belakang
Riwayat pemakaian gigi tiruan : Tidak pernah
Sikap Mental : Filosofis
36
g. Vestibulum :
- RA : Post. Kanan : Sedang
Post. Kiri :Sedang
Anterior : Sedang
i. Frenulum :
- Labialis superior : Sedang
- Labialis inferior : Sedang
- Bukalis rahang atas kanan : Sedang
- Bukalis rahang atas kiri : Sedang
- Bukalis rahang bawah kanan : Sedang
- Bukalis rahang bawah kiri : Sedang
- Lingualis : Sedang
j. Palatum : Oval, Dalam
k. Torus palatines : Tidak ada
l. Palatum molle : House kelas I
37
m. Tuber maksila :
- Kanan : Kecil
- Kiri : Kecil
n. Exostosis : tidak ada
o. Ruang Retromilohioid
- Kanan : dangkal
- Kiri : dangkal
p. Bentuk lengkung rahang
- Rahang atas : oval
- Rahang bawah : oval
q. Perlekatan dasar mulut : normal
Diagnosa
38
3.4 Desain Gigi Tiruan
Indirect retainer
Gigi Penyangga
Anasir Gigi
Direct retainer
Alasan:
a. Gigi tidak goyang
b. Tidak ada kelainan jaringan periodontal
c. Bentuk mahkota sesuai dengan macam klamer yang akan digunakan
d. Kedudukan 14, 18 dan 24 tegak lurus dengan prosesus alveolaris.
e. Dekat dengan daerah edentulus atau daerah sadel.
Gigi 14 menggunakan cangkolan 3 jari dengan menggunakan kawat 0,8
mm.
a) Lengan retentive berjalan dari mesial ke distal, berada dibawah
garis survey, sifat fleksibel.
b) Pemeluk atau bracing berada ½ dibawah garis survey dan ½ diatas
garis survey, sifatnya non rigid.
c) Perbandingan ujung retentif dan pemeluk/bracing (1:2)
d) Lengan reciprocal/lengan pengimbang.
Terletak pada sisi yang bersebelahan dan berada di atas garis
survey, sehingga resiprocal dapat menetralisir daya yang
disebabkan oleh lengan retentif termasuk clasp tip/retention yang
berada di bawah garis survey.
e) Rest oklusal/sandaran oklusal di mesial mendekati sadel
Direct retainer
Anasir Gigi
41
Indirect retainer
43
- Perluasan basis : perluasan basis sampai ke fornik membebaskan frenulum
bukalis, dan frenulum lingualis, sampai ke vestibulum bukalis, sulkus
lingualis, dan verkeilung, lalu menutupi 2/3 dari retromolar pad, dan
retomilohioid.
- Prognosis : Baik, karena jaringan pendukung gigi penyangga sehat,
kebersihan mulut baik, gigi pasien tidak goyang, tidak adanya penyakit
sistemik, pasien komunikatif dan kooperatif.
44
BAB IV
RENCANA PERAWATAN
45
Remounting
V 5. Insersi
VI 6. Kontrol
Kunjungan I
Klinis
MENCETAK AWAL
1. Persiapan alat dan bahan
Alat : - Alat standar diagnostic
- Rubbel bowl&spatula
- Stock tray berlobang dan bersudut
- Gelas ukur
- Sendok takar
- Gelas kumur
Bahan : - Bahan cetak hydocoloid irreversible (alginate)
- Slaber
- Handscoon&masker
- Air
Metode mencetak : mukostatis
Prosedur :
1. Mempersilahkan pasien duduk didental unit
2. Operator menggunkan alat pelindung diri
3. Mempersiapkan alat dan bahan
4. Mengatur posisi pasien dan operator
RA:
Posisi pasien: pasien duduk tegak dengan posisi yang nyaman dan kepala
bersandar pada head rest, posisi rahang pasien setinggi siku operator.
Posisi operator dibelakang kanan pasien
Manipulasi material cetak dengan cara mencampurkan bubuk bahan
cetak alginate ke dalam ruble bowl berisi air takaran sesuai ketentuan
pabrik perbandingan 1:1 dan adonan diaduk sampai ditekan ke tepi bowl
(teknik vigouruous eight – hand mixing) hingga homogen. Perhatikan
46
setting time dan working time bahan, biasanya working tim 1-2 menit
dan setting time 2-4 menit.
Saat pencetakan instruksikan pasien untuk bernafas melalui hidung pada
saat sendok cetak dimasukkan dalam mulut sehingga refleks muntah nya
berkurang dan intruksikan pasien menyebutkan O.
Posisi operator pada jam 11 atau berada dibelakang kanan pasien.
RB:
Posisi pasien setinggi dada operator.
Kepala pasien sedikit menengadah.
Saat pencetakan instruksikan pasien untuk mengangkat lidahnya ke
bagian palatum.
Posisi operator pada jam 8 atau berada didepan kanan pasien
Persiapan operator memakai masker dan handscoon.
1. Memilih sendok cetak stock tray RA dan RB yang berlubang dan bersudut.
2. Tentukan ukuran sendok cetak RA dan Rb yang digunakan untuk mencetak,
sesuai dengan besar lengkung rahang pasien.
3. Manipulasi material cetak dengan cara mencampur bubuk bahan cetak
alginatte (takaran bubuk sesuai ketetuan pabrik/ 1:1) tersebut ke dalam
mangkok karet berisi air (takaran liquid sesuai ketentuan pabrik) dan adonan
tersebut diaduk sambil ditekan ke tepi mangkok karet hingga homogen.
Perhatikan working time dan setting time bahan cetak (sesuai aturan pabrik)
4. Letakkan adonan bahan cetak ke dalam sendok cetak lalu lakukan pencetakan
pada RA/RB. Gunakan kaca mulut untuk meretraksi bibir dan pipi pasien.
5. Saat mencetak RB, intruksikan pasien untuk : mengangkat lidahnya dan
menyentuh ujung lidah pada palatum sesaat setelah sendok cetak dimasukkan
dalam mulut. Kemudian pasien diminta untuk menjulurkan lidahnya. Hal ini
dilakukan agar didapatkan hasil cetakan yang meluas didaerah lingual hingga
ke retromylodyoid dan menentukan posisi frenulum lingualis pasien.
6. Intruksi pasien saat mencetak RA : yaitu bernafas melalui hidung sehingga
refleks muntah berkurang.
7. Setelah adonan mengeras, lepaskan sendok cetak dari mulut pasien. Cuci
bersih pada air mengalir untuk menghilangkan kotoran/saliva yang menempel.
47
8. Amati hasil cetakan anatomis, lihat porositas, robekan, dan detail cetakan,
apakah ada landmark anatomi yang tidak tercetak (terutama pada denture-
bearing area). Detail hasil cetakan haruslah akurat dan tidak robek.
9. Lakukan desinfeksi cetakan dengan cara menyemprotkan larutan klorin 3%
1. Cuci hasil cetakan dibawah air yang mengalir.
2. Lakukan penyemprotan dengan menggunakan larutan klorin 3%
3. Masukkan kira-kira 5-10 menit kedalam plastic bening
10. Lakukan pengecoran cetakan segera dengan dental stone tope III.
Laboratorium
Alat : Rubber bowl, spatel
Bahan : Gips tipe 2 (plaster of paris), gips tipe 3 (gips stone)
Prosedur :
a. Manipulasi bubuk gips tipe III dengan air ( sesuai takaran pabrik) pada
mangkok karet lalu letakkan mangkok karet tersebut diatas vibrator supaya
gelembung udara yang terperangkap terlepas sehingga mencegah hasil
cetakan tidak poreus.
b. Isi hasil cetakan dengan adonan gips tipe III sesegera mungkin setelah
cetakan dilepas dari rongga mulut pasien untuk menghindari penyusutan
cetakan agar didapatkan model kerja yang detail dan akurat.
c. Pengisian gips pada rahang atas diawali dari palatum mengarah ke residual
ridge, sedangkan pada rahang bawah diawali dari residual ridge anterior
menuju posterior. Pengisian hasil cetakan dilakukan secara bertahap dan
tidak sekaligus, terperangkapnya gelembung udara pada undercut cetakan.
d. Tunggu hingga gips mengeras (setting) selama kurang lebih 30 menit.
e. Pembuatan model studi dengan hasil cor dibasis menggunakan gips tipe 2
(plaster of paris).
f. Tahapan membuat basis model :
1. Siapkan lempeng kaca (glass slab), gips keras tipe II, mangkuk karet,
spatula dan air untuk membuat basis model studi.
2. Manipulasi gips tipe II dan air (sesuai takaran) dalam mangkuk karet
hingga homogen lalu letakkan adonan gips pada lempeng kaca.
48
3. Letakkan model gips RA dan RB yang masih menempel pada sendok
cetaknya diatas adonan gips tipe II tersebut. Rapikan dan bentuk tepian
gips menjadi basis model kerja dengan menggunakan spatula saat gips
tipe II masih lunak.
4. Model kerja dirapikan dan dipotong kelebihan gipsumnya
menggunakan mesin trimmer. Ketebalan basis model kerja kurang
lebih 15-16 mm.
g. Tujuan model studi untuk mendapatkan diagnosa, menentukan rencana
perawatan, dan untuk membuat sendok cetak fisiologis.
h. Blocking out dengan menutup daerah bergigi dengan gips tipe 2
PEMBUATAN SCP:
1. Sendok cetak fisiologis dengan desain terdiri dari 2 garis. Garis pertama
adalah garis batas anatomis. Garis kedua pada daerah free end 2 mm
diatas fornik sebagai batas muscle trimming
2. Desain vertical stop pada daerah free end, berfungsi untuk mengatur
tekanan saat mencetak. Wax up dengan ketebalan 2 mm melapisi model
studi yang berfungsi untuk menentukan tebal sendok cetak fisiologis. Pada
wax up bebaskan vertikal stop.
3. Gunakan bahan separating medium (cms) dan self curing akrilik untuk
membuat sendok cetak fisiologis
4. Semua tepi sendok cetak dihaluskan
Kunjungan II
Klinis
1. Try in sendok cetak fisiologis
Yang diperiksa mencakup semua batas anatomis, batas SCP 2 mm diatas garis
forniks , frenulum sudah dibebaskan.
2. Muscle trimming
Alat : Lampu spiritus, wadah berisi air,lekron
Bahan : Green stick compound
Caranya : Panaskan green stick dengan api lampu spiritus kemudian
teteskan pada tepi sendok cetak fisiologis lalu rendam dalam air dengan tujuan
49
agar tidak panas saat dimasukkan dalam mulut pasien. Dengan menggerakkan
pipi dan lidah pasien sehingga didapatkan batas anatomis. Dilakukan
pembuangan wax spacer, dan melakukan pelubangan sendok cetak
menggunakan carbit bur
3. Mencetak fisiologis/mencetak fungsional
Alat: Sendok cetak perorangan, glass plate, semen spatel, rubber bowl, spatel
Bahan : Elastomer/polyvinil siloxane (medium bady), alginate
Prosedur kerja:
a. Persiapan alat dan bahan.
b. Persiapkan posisi pasien dan operator.
c. Siapkan sendok cetak individual RA atau RB.
d. Aduk bahan cetak elastomer (monophase) untuk daerah tidak bergigi dan
bahan cetak alginate untuk daerah bergigi dengan teknik one phase.
e. Letakkan terlebih dahulu light body didaerah sendok cetak yang tidak
bergigi lalu letakkan bahan alginate didaerah yang bergigi dan lakukan
pencetakan
f. Masukkan sendok cetak ke dalam mulut teknik selective pressure.
g. Setelah cetakan mengeras, lepaskan dari 1 sisi posterior bukal
menggunakan jari telunjuk setelah itu 1 sisi lagi dan dikeluarkan sendok
cetak dari mulut pasien secara miring.
h. Cuci hasil cetakan dibawah air yang mengalir.
i. Lakukan penyemprotan dengan menggunakan larutan klorin 3%
j. Masukkan kira-kira 5-10 menit kedalam plastic bening.
Laboratorium
a) Alat : Rubbel bowl, spatel
b) Bahan : Gips tipe 4 (hard stone), gips tipe 2 (plaster of paris), wax.
c) Cara kerja : Cor sendok cetak menggunakan gips tipe 4 (hard stone).
lakukan beading dan boxing dengan menggunakan gips tipe 2,
dimana sebelum dilakukan beading dan boxing hasil cor
dikelilingi oleh wax.
d) Desain gigi tiruan lepasan, dimana dilakukan desain untuk basis dan arah
berjalannya cangkolan.
50
e) Surveyor adalah alat untuk menentukan garis survey pada model survey model
mengidentifikasi permukaan proksimal agar dapat dibuat sejajar, menentukan
lingkar terbesar dari gigi penyangga sebagai pedoman menentukan posisi
cangkolan yang tepat, menentukan permukaan gigi dan jaringan lunak yang
perlu dibloking out, mengukur derajat undercut, menentukan arah pasang dan
arah lepas, mencatat posisi model yang berhubungan dengan arah pasang,
membantu menentukan prosedur restorasi yang mungkin diperlukan pada gigi
penyangga.
Teknik Survey Model
a. Memasangkan alat dan model pada surveyor
1. Memasang model kerja pada meja survey (model posisi zero atau datar)
2. Memasang analiyzing rod tegak lurus terhadap model
b. Melakukan prosedur survei untuk menentukan arah pasang gigi tiruan
1. Mengukur kedalam undercut untuk mendapatkan kesejajaran distal dan
mesial gigi lakukan kemiringan model (tilting) ke arah anterior atau ke
arah posterior sampai ke dua bagian dari gigi penyangga sejajar.
2. Setelah memposisikan model yang terpasang pada meja survey sehingga
analyzing rod relatif sejajar dengan bagian distal dan mesial gigi.
3. Apabila ada dua undercut pada kedua sisi gigi maka dilakukan blocking
out.
c. Tripoding
1. Kemiringan atau arah pasang yang didapatkan dipertahankan dengan
mengunci posisi meja surveyor.
2. Lengan vertikal ditekan sampai menyentuh model studi, kemudian lengan
vertikal tersebut di kunci dan dibuat teraan di tiga tempat dengan jarak
yang proposional.
d. Menentukan kontur terbesar gigi penyangga
1. Memasang alat yang digunakan untuk menentukan kontur terbesar gigi
penyangga (mengganti analyzing rod dengan carbon marker).
2. Menggerakkan meja survei sehingga carbon marker berkontak dengan
kontur terbesar gigi penyangga.
51
Kunjungan III
1. Try in basis dan cangkolan
Klinis
Yang perlu diperhatikan:
a. Adaptasi basis
b. Oklusi (Cangkolan tidak traumatik oklusi)
c. Estetis
d. Retensi dan stabilisasi
e. Tepi basis telah mencakup semua batas anatomis
f. Frenulum sudah dibebaskan .
g. Tidak ada terasa sakit
Laboratorium
Pembuatan bite rim atau gelengan gigit
Alat : lampu spiritus, capi, lekron
Bahan : wax
Ketentuan : lebar biterim RA-RB anterior 3-4 mm, posterior 5-6 mm,
tinggi biterim RA anterior 10-12, poterior 8-10, tinggi
biterim RB anterior 8-10, posterior 10-12.
2. Penentuan Gigit
a. GTSL kunci oklusi
1. Posisikan pasien duduk dengan kepala tegak.
2. Insersikan basis dan galengan gigit RA dan RB. Fiksasi basis dan
galengan gigit RA dengan ibu jari dan telunjuk kiri operator sedangkan
basis dan galengan gigit RB difiksasi dengan ibu jari dan telunjuk
kanan.
3. Kemudian instruksikan pasien untuk menutup mulut perlahan-lahan
hingga seluruh permukaan insisal dan oklusal galengan gigit RA dan
RB saling berkontak bidang merata.
4. Kontak gigi natural normal dan apabila salah satu rahang masih ada
gigi natural dan antagonisnya galengan gigit maka jejak oklusal atau
insisal gigi terlihat pada oklusal rim.
5. Fiksasi penetapan gigit
52
3. Pemilihan warna gigi
Berdasarkan jenis kelamin, warna kulit, dan umur.
4. Transfer artikulator menggunakan gips tipe II
5. Menyusun gigi.
Gigi posterior
a. Tepat diatas linggir alveolar
b. Mengikuti lengkung rahang
c. Sesuaikan dengan permukaan gigi antagonis.
Pada kasus ini gigi yang diganti yaitu gigi 16, 15, 26, 27. Dengan
penyusunannya tepat diatas linggir sisa dan mengikuti lengkung rahang
serta penyesuaian dengan permukaan gigi antagonis.
Kunjungan IV
Klinis
1. Try in penyusunan gigi
Intra oral : Retensi, stabilisasi, dan estetis
- Retensi : Dilakukan dengan memasangkan gigi tiruan kuat-
kuat dalam mulut dan mencoba melepaskannya
dengan gaya tegak lurus terhadap bidang oklusal.
- Stabilisasi : Dilakukan saat mulut berfungsi, tidak boleh
mengganggu mastikasi, penelanan, bicara, ekspresi
wajah dan sebagainya.
- Oklusi
- Estetis : Pemilihan warna gigi yang sesuai umur, jenis
kelamin dan warna kulit pasien dan pemilihan
ukuran gigi yang sesuai.
Ekstra oral : dilihat penampilan pasien dalam keadaan mulut tertutup tanpa
oklusi, rest posisi (fisiologis) dukungan pipi, bibir, traumatik
oklusi.
Laboratorium
1. Wax counturing untuk membentuk akar imaginer.
53
2. Prossesing
Dengan bahan CMS, heat curing, dan gips tipe 2.
- Setelah laboratorium dilakukan remounting jig
- Lalu setelah itu melakukan remounting articulator
- Setelah masuk keartikulator selanjutnya selective grinding
- Lalu melakukan oklusal adjustment
- Dan barulah melakukan insersi
Kunjungan V
1. Insersi
Prosedur kerja:
a. Tahapan persiapan:
1. Perhatikan permukaan anatomis atau permukaan cetakan dari basis tidak
yang tajam dan bersih dari sisa gips.
2. Pemeriksaan permukaan polis dari basis dan tidak porus dan mengkilat.
3. Tepi klamer tidak tajam.
b. Tahapan memasang gigi tiruan dalam mulut
1. Menentukan arah pasang gigi tiruan
2. Setelah gigi tiruan didalam mulut lakukan pemeriksaan dan evaluasi:
- Retensi, kedudukan basis terhadap mukosa dan posisi klamer pada gigi
penyangga
- Stabilisasi, perluasan basis dan penyusunan anasir gigi
- Oklusi sentrik dan eksentrik
- Psikologis, adaptasi dan penerimaan pasien terhadap gigi tiruannya
(kenyamanan pasien, estetik, bicara, mastikasi)
c. Berikan instruksi pemakaian dan pemeliharaan gigi tiruan akrilik, yaitu: setelah
insersi, pasien diminta untuk memakai gigi tiruannya selama 24 jam kecuali
saat mengunyah, gigi tiruan harus dilepas saat membersihkan dan dibuka
malam hari. Lakukan evaluasi selama 1x24 jam apakah pasien mengalami sakit
atau rasa yang tidak nyaman, dan kasih jarak untuk melakukan control 3hari-
1minggu, jelaskan bagaimana cara memasang dan melepas gigi tiruan tersebut,
dan menginstruksikan kepasien bahwa jangan lupa untuk menyikat gigi yang
54
ada sembari menyikat gigi palsu diatas air agar apabila terjatuh tidak pecah
atau patah.
Kunjungan VI
1. Kontrol
Kontrol dilakukan untuk memperbaiki kesalahan yang mungkin terjadi
tindakan yang perlu dilakukan.
1. Pemeriksaan subjektif
Pasien ditanya apa ada keluhan rasa sakit atau rasa mengganjal saat
pemakaian gigi tiruan tersebut.
2. Pemeriksaan objektif
Melihat keadaan mulut dan jaringan mulut, melihat keadaan gigi tiruan
dan memperhatikan oklusi, retensi, dan stabilisasi gigi tiruan.
55
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari penjelasan penggunaan gigi tiruan sebagian lepasan berdasarkan kasus
yang telah dipaparkan di atas, maka dalam penlaksanaannya dibutuh kan
kerjasama antara pasien dan dokter gigi. keterampilan yang tepat dari dokter gigi
sebagai operator dalam mengobservasi keadaan rongga mulut pasien merupakan
suatu yang harus dilakukan. Hal ini dikarenakan agar nantinya tidak terjadi
kesalahan dalam gigi tiruan yang telah dibuat. Model gigi tiruan yang akan
dipasang tentu sangat penting demi menunjang perbaikan fungsi dari gigi yang
digantikan itu sendiri, sehingga dalam hal ini sangat dibutuhkan pengetahuan dan
kecermatan dalam memilih jenis dari gigi tiruan agar pasien dapat menghindari
kerugian yang tidak diharapkan.
56
DAFTAR PUSTAKA
Gunadi, H.A., 1982, Buku Ajar Ilmu Geligi Tiruan Sebagian Lepasan , jilid 1,
Hipocrates,Jakarta.
Gunadi HA, Suryatenggara F. 1995. Buku Ajar Ilmu Geligi Tiruan Sebagian
Lepasan Jilid II. Jakarta: Hipokrate
Gunadi, H.A., Margo, A., Burhan, L.K., Suryatenggara, F., Setiabudi, I. 1995,
Ilmu Gigi Tiruan Sebagian Lepasan. Jakarta: Penerbit Hiokrates, hal : 151-
180.
Haryanto, A.G., 1995. Buku Ajar Ilmu Gigi Tiruan Sebagian Lepasan. Jilid II.
Cetakan I. Jakarta: Hipokrates.
57
Suryatenggara, F. 1991. Ilmu Geligi Tiruan Lepasan. Edisi 2. Jakarta: Hipokrates
58