Anda di halaman 1dari 12

UPAYA PENAGANAN MASALAH GIGI DENGAN

AUTOTRANSPLANTASI GIGI

Oleh:

I Gede Pandu Palguna, SKG (032/G/18)

Ni M. Sonnia Saraswati, SKG (033/G/18)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR

DENPASAR

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rakhmatnya
maka Makalah yang berjudul ” Upaya Penaganan Masalah Gigi Dengan Autotransplantasi Gigi”
ini dapat selesai pada waktunya.

Keberhasilan penulis menyelesaikan tugas ini sebagai salah satu syarat kelulusan
program Bedah Mulut. Banyak pihak yang terlibat dalam pembuatan laporan ini, untuk itu
penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada:
Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada:

1. drg. Hendri Poernomo, M. Biotech


2. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari tugas ini masih jauh dari sempurna dan banyak kekurangan, sehingga
saran dan kritik pembaca yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk
kesempurnaan tulisan ini. Semoga dapat bermanfaat bagi pembaca.

Denpasar, Mei 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gigi dan mulut merupakan pintu gerbang masuknya kuman dan mulut yang dapat
mempengaruhi kesehatan organ tubuh lainnya. Beberapa masalah gigi yang sering terjadi yaitu
karies gigi gigi impaksi, kehilangan gigi. Gigi impaksi adalah gagalnya erupsi gigi pada posisi
fungsional normal, berhubungan dengan kekurangan ruang, obstruksi oleh gigi lain atau
berkembang dalam posisi yang abnormal. Gigi impaksi dapat berupa impaksi seluruhnya yaitu
ketika gigi seluruhnya ditutupi oleh jaringan lunak dan sebagian atau sepenuhnya ditutupi oleh
tulang alveolus, atau impaksi sebagian, ketika gigi gagal untuk erupsi ke posisi fungsional
normalnya. Impaksi gigi adalah kegagalan gigi untuk erupsi secara sempurna pada posisinya
akibat terhalang oleh gigi lain maupun jaringan lunak atau padat di sekitarnya.

Gigi yang sering mengalami impaksi gigi adalah gigi geraham ketiga rahang bawah,
premolar dan gigi kaninus rahang atas. Terdapat beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab
terjadinya impaksi gigi, seperti kekurangan ruang, kista, gigi supernumerari, retensi gigi sulung,
infeksi, trauma, anomali dan kondisi sistemik. Terjadinya impaksi sering diasosiasikan terjadi
akibat kurangnya ruang untuk gigi tersebut menempati posisinya, oleh karena itu gigi impaksi
dapat erupsi dengan sendirinya dengan syarat disediakan atau memiliki ruang yang cukup gigi
tersebut. Impaksi gigi premolar kemungkinan terjadi karena faktor lokal seperti terjadinya
pergerakan ke mesial gigi permanen akibat premature loss gigi geraham desidui, posisi benih
gigi premolar ektopik, atau karena adanya kista dentigerus. Secara normal, molar ketiga emerge
antara umur 18-24 tahun. Menurut National Institute for health and Clinical Excellence (NICE),
gigi molar yang mengalami impaksi ini bila tidak dicabut maka akan menimbulkan masalah.
Masalah yang ditimbulkan adalah perubahan patologis, seperti inflamasi jaringan lunak sekitar
gigi, resorpsi akar, penyakit tulang alveolar dan jaringan lunak, kerusakan gigi sebelahnya,
perkembangan kista dan tumor, karies bahkan sakit kepala atau sakit rahang.

Upaya untuk mengatasi gigi impaksi dan kehilangan gigi salah satunya transplantasi. Gigi
impaksi adalah gigi yang tidak erupsi baik sebagian atau seluruhnya karena posisi yang terhalang
oleh gigi lainnya, tulang atau jaringan lunak sehingga tidak dapat erupsi. Ada 4 pilihan terhadap
kondisi gigi impaksi, yaitu : observasi, intervensi, relokasi dan ekstraksi. Observasi mengacu
pada tidak dilakukannya tindakan selama periode waktu tertentu. Salah satu hal yang harus
diwaspadai dalam observasi gigi impaksi yaitu terbentuknya kista dentigerous yang berasal dari
folikel atau disekitar mahkota gigi yang tidak erupsi.
Pilihan tindakan lainnya untuk gigi impaksi adalah intervensi, yaitu tindakan perawatan
ortodontik atau pengambilan gigi (desidui atau permanen) sebagai upaya perawatan agar gigi
impaksi dapat erupsi secara fisiologis. Relokasi gigi untuk perawatan gigi impaksi dapat
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu relokasi secara pembedahan (autotransplantasi) dan secara
ortodontis yang terlebih dahulu dilakukan surgical exposure. Pilihan perawatan yang terakhir
adalah ekstraksi gigi, yaitu tindakan pengambilan dan pembuangan gigi impaksi permanen.
Autotransplantasi merupakan cara biologis untuk menanggulangi hilangnya gigi dengan
pengambilan gigi dari satu lokasi dan dilakukan replantasi pada lokasi lainnya dalam individu
yang sama.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas didapat rumusan masalah mengenai bagaimana prosedur
tindakan autotransplantasi dalam upaya mengatasi masalah gigi?

1.3 Tujuan Penulisan


Untuk mengetahui prosedur dari tindakan autotransplantasi dalam mengatasi masalah gigi
masalah gigi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Autotransplantasi

Autotransplantasi gigi adalah pengambilan gigi dari satu lokasi dan dilakukan replantasi
pada lokasi lainnya dalam individu yang sama. Autotransplantasi merupakan cara biologis untuk
menanggulangi hilangnya gigi pada pasien dalam usia pertumbuhan karena memiliki banyak
keunggulan dibandingkan penggantian gigi secara konvensional . Tindakan autotransplantasi
berguna untuk mencegah terjadinya perubahan ukuran lengkung pada maksila dan mandibula
yang masih dalam tahap perkembangan dan merupakan perawatan konservatif dengan peluang
untuk perkembangan tulang alveolar pada area reseptor gigi (Sharma dkk, 2006). Managutti dkk.
(2016) menambahkan bahwa transplantasi gigi juga memberikan hasil estetik, mastikasi,
berbicara, perkembangan dentofasial dan mencegah migrasi gigi sebelah dan lawannya serta
mempertahankan morfologi alveolar ridge melalui stimulasi propriseptif. Autotransplantasi
adalah teknik yang relatif lama dengan aplikasi yang sudah dikenal baik untuk mengganti
kehilangan gigi kongenital atau gigi yang hilang karena trauma. Karena pertumbuhan tulang
alveolar dan tulang maksilofasial pada pasien anak-anak atau remaja, autotransplantasi dapat
menjadi pilihan perawatan yang lebih disukai daripada implan titanium. Autotransplantasi
memiliki banyak keunggulan karena bersifat pendekatan biologis autogenik untuk menggantikan
gigi (Park dkk, 2010).

2.2 Faktor-Faktor Mempengaruhi Autotransplantasi

Kesuksesan autotransplantasi dipengaruhi oleh kondisi pasien, gigi donor dan lokasi
resipien. Selain itu multifaktor tersebut antara lain meliputi tahap perkembangan akar gigi, jenis
gigi, trauma pembedahan, waktu lamanya gigi berada diluar tulang alveolar, bentuk dan lokasi
soket resipien, vaskularitas resipien, serta periodontal ligamen. Transplantasi gigi adalah pilihan
yang layak untuk mengganti gigi yang hilang ketika gigi donor tersedia. Gigi bungsu secara
tradisional diekstraksi karena kekhawatiran bahwa gigi ini dapat menyebabkan radang pada
jaringan sekitarnya, benar ketika gigi tidak diposisikan dengan benar. Namun, banyak gigi
bungsu yang erupsi baik kemudian dapat digunakan sebagai donor untuk gigi yang hilang ( Lee
dkk, 2012).
Namun, tidak seperti organ jaringan lunak, transplantasi jaringan keras seperti gigi
memerlukan prosedur untuk membentuk tulang penerima agar gigi donor dapat duduk dengan
benar di lokasi penerima. Akar gigi ditutupi dengan lapisan tipis jaringan ikat, yang dikenal
sebagai ligamen periodontal. Kehadiran sel-sel ligamen periodontal yang utuh dan aktif pada
permukaan akar gigi donor adalah yang paling penting untuk penyembuhan gigi yang
ditransplantasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi penyembuhan ligament periodontal
termasuk waktu ekstra-oral gigi donor, metode penyimpanan sampai transplantasi, trauma bedah,
dan kontaminasi permukaan akar dan atau saluran akar. Di antara itu, waktu ekstra-oral gigi
donor sebelum transplantasi memiliki efek paling signifikan pada tingkat keberhasilan. Di
Klinik, sering ditemukan bahwa perpanjangan waktu ekstra-oral untuk gigi donor karena resorpsi
akar yang parah (Lee dkk, 2012).

Faktor penting lain dalam transplantasi gigi adalah jarak antara jaringan tulang penerima
dan permukaan akar gigi yang ditransplantasikan. Kontak optimal dengan situs penerima dapat
meningkatkan tingkat suplai darah dan nutrisi ke sel-sel ligamen periodontal, yang dapat
meningkatkan tingkat keberhasilan transplantasi gigi. Masalah utama dalam transplantasi gigi
adalah bagaimana membentuk tulang alveolar penerima secara tepat agar sesuai dengan gigi
donor dalam waktu yang terbatas sehingga dapat mencegah kematian sel pada permukaan akar.
(Lee dkk, 2012).

2.3 Prosedur Tindakan Autotranslapantasi

Masalah utama dalam transplantasi gigi adalah bagaimana membentuk tulang alveolar
penerima secara tepat agar sesuai dengan gigi donor dalam waktu yang terbatas sehingga dapat
mencegah kematian sel pada permukaan akar. Sebelumnya, sebagian besar gigi donor diekstraksi
terlebih dahulu, dan kemudian digunakan sebagai templat untuk kontur tulang penerima, yang
melibatkan proses coba-coba untuk pemasangan. Penyisipan berlipat-lipat dari gigi donor yang
diekstraksi dalam soket yang disiapkan tidak hanya akan menghasilkan waktu ekstra-oral yang
diperpanjang tetapi juga merusak sel-sel akar gigi donor, yang dapat menyebabkan kegagalan.
Jika model gigi duplikat yang memiliki bentuk dan ukuran yang persis sama dengan gigi donor
dapat diperoleh, rongga tulang penerima dapat disiapkan menggunakan gigi model ini sebelum
ekstraksi, yang dapat menghindari komplikasi yang timbul dari beberapa uji coba gigi donor
nyata. Teknik computer-aided rapid prototyping (CARP) pertama kali diperkenalkan dalam
teknik mesin dan telah digunakan terutama untuk pra-evaluasi prosedur untuk perakitan dan
pembuatan produk yang dirancang sebelum produksi aktual. Ini telah mendapatkan banyak
perhatian dalam kedokteran klinis, khususnya dalam bedah maksilofasial oral untuk
mensimulasikan bedah ortognatik. Dalam perbandingan tengkorak kering dan model RP, Choi et
al. dan Lill et al. melaporkan perbedaan 0,64 mm dan 1,47 mm, masing-masing. Pada gigi,
perbedaan rata-rata adalah 0,291 mm. Perbedaan rata-rata adalah 0,199 mm antara gigi asli /
model gambar CT 3D, 0,169 mm antara model gambar CT 3D / model CARP dan 0,291 mm
antara gigi asli / model CARP . Ditemukan bahwa gambar 3D CT dan model CARP umumnya
lebih kecil dari gigi asli masing-masing sebesar 0,149 mm dan 0,216 mm (Lee dkk, 2012).

Menurut Seung Jong Lee berikut metode bedah autotransplantasi:

1. Prosedur pra-bedah
a. Pra-pemeriksaan gigi donor dan situs penerima
Awalnya, radiografi CT gigi donor dan tulang penerima diperiksa dengan cermat.
Dalam proses ini, lebar dan tinggi gigi donor dievaluasi untuk menentukan kemampuan
adaptasi gigi donor terhadap daerah penerima. Kemungkinan pelampiasan struktur anatomi,
seperti kanal mandibula atau rongga sinus maksilaris juga diperiksa pada saat ini.

(a) penampang lintang Bucco-lingual menunjukkan dimensi bucco-lingual; (b) Jarak antara puncak alveolar
dan kanal mandibula; (c) Gambar 3-D dengan dimensi nyata gigi donor.

b. Pembuatan model gigi donor


Data tiga-D (format DICOM; Digital Imaging dan Komunikasi dalam Kedokteran)
dari gigi donor diperoleh dengan menggunakan CT Highspeed Advantage dan program
Pemindaian Denta yang dihasilkan oleh GE Medical Systems (Milwaukee, WI, USA).
Protokol CT melibatkan ketebalan celah 1 mm. Data digital 3-D yang diperoleh
dimasukkan ke dalam program visualisasi (V-works, Cybermed Co., Seoul, Korea) dan
diekspor ke mesin prototyping cepat untuk membuat model gigi ukuran sebenarnya.
Bahan untuk model gigi adalah pati / resin.

(a) Gambar CT 3-D; (B) gigi donor diekstraksi; (c) model prototipe berbantuan komputer (pati).

c. Berlatihlah pada model rahang penerima


Model rahang buatan juga dibuat menggunakan proses RP. Pada model rahang
artifisial ini, pembentukan kontur bedah dari tulang penerima disimulasikan. Adaptasi
gigi donor ke situs penerima kemudian diperiksa. Dimensi bucco-lingual dari situs
penerima diperiksa dengan cermat dan dibandingkan dengan ukuran gigi donor. Prosedur
ini juga memberikan kesempatan bagi operator untuk mempraktikkan pembentukan
tulang asli di lokasi penerima sebelum operasi yang sebenarnya.

2. Prosedur bedah
Setelah pemberian anestesi lokal, flap situs penerima tercermin, dan tulang penerima dengan
dikontur menggunakan bur round implan (Center Punch Bur # 3 mm, Degussa Co., Frankfurt,
Jerman) dengan irigasi salin yang melimpah hingga gigi model pas dipasang ke situs penerima
dengan oklusi yang tepat. Perawatan saluran akar dilakukan sebelum mengekstraksi gigi donor.
Gigi donor diekstraksi dengan cedera minimal dan dipindahkan ke soket tulang yang
disiapkan. Manajemen ujung akar (apikoektomi dan pengisian retrograde) dilakukan bila perlu
untuk mencegah kemungkinan komplikasi. Setiap upaya dilakukan untuk menjaga agar
permukaan akar tetap lembab menggunakan larutan fisiologis selama prosedur ekstra-oral. Untuk
kasus-kasus di mana gigi donor tidak memiliki retensi yang baik di tulang, belat kawat-resin
digunakan selama dua hingga delapan minggu. Instruksi rutin pasca operasi diberikan kepada
pasien.

3. Pengukuran radiografi jarak rata-rata antara permukaan akar yang ditransplantasikan dan
tulang alveolar
Jarak antara permukaan akar yang ditransplantasikan dan tulang alveolar diukur pada x-ray
pasca operasi untuk menentukan kemampuan adaptasi gigi yang ditransplantasikan ke tulang
penerima menggunakan protokol ini (Gambar 4). Pengukuran dari empat titik diperoleh:
mesiocervical (MC), mesio-apical (MA), disto-serviks (DC) dan disto-apical (DA). Kasus
dengan kerusakan tulang periodontal besar yang sudah ada sebelumnya dihilangkan.

Pengukuran (lebar) contoh: MC, mesio-serviks; MA, mesio-apikal; DC, disto-serviks; DA, disto-apikal.

4. Rata-rata waktu ekstra-oral


Waktu ekstra-oral didefinisikan sebagai periode dari mengekstraksi gigi donor ke
penyisipannya ke situs penerima, yang diukur menggunakan stopwatch. Waktu ekstra-oral rata-
rata untuk mereka yang menerima perawatan saluran akar intra-oral sebelum ekstraksi
dipisahkan dari mereka yang menerima perawatan saluran akar ekstra oral.

2.3 Keuntungan dan Kekurangan Dengan Tindakan Transplanatsi

Menurun waktu ekstra dan jumlah upaya penyisipan gigi yang ditransplantasikan
memiliki efek positif yang terkenal tentang vitalitas PDL. Selanjutnya, sebagai aturan umum,
telah dinyatakan bahwa lebih pendek jarak antara alveolus baru dan donor gigi akan memberikan
revaskularisasi yang lebih baik PDL dan apex. Berdasarkan penelitian Czochrowska (2002),
tingkat kesuksesan tindakan autrotransplantasi adalah 79% dengan tingkat survival 90%. Tingkat
kesuksesan adalah persentase gigi transplantasi yang memenuhi kriteria sukses, yaitu tidak
adanya resoprsi akar progresif, jaringan peridontal, jaringan lunak dan keras yang melekat pada
gigi transplantasi dalam kondisi normal, serta perbandingan mahkota akar kurang dari satu.
Sedangkan tingkat survival adalah persentase gigi transplantasi yang masih ada saat dilakukan
pemeriksaan dibandingkan dengan jumlah total seluruh gigi yang ditransplantasikan (Moin dkk,
2016).

Faktor penyebab gagalnya transplantasi gigi yaitu inflamasi, resorpsi akar dan ankilosis.
Ankilosis dan resorpsi akar dapat dicegah bila gigi dicabut dengan trauma minimal terhadap
sementum dan jaringan periodontal. Kekurangan autotransplantasi yaitu tingkat keberhasilannya
yang lebih rendah dibandingkan perawatan prostetik konvensional . Faktor yang memiliki
pengaruh negatif terbesar pada kelangsungan hidup donor gigi 1) kerusakan pada ligament
periodontal (PDL) gigi donor dalam mencoba memasukkan gigi donor ke dalam alveolus baru
pada situs penerima; 2) perpanjangan waktu ekstra-alveolar yang membuat trauma sel PDL pada
gigi donor; dan 3) jarak antara alveolus baru dan akar gigi donor. Metode yang umum digunakan
untuk meminimalkan pengaruh negatif ini menantang dan sebagian besar bergantung pada
keahlian ahli bedah dan bakat intuitif untuk mengadaptasi situs penerima menjadi sebangun
mungkin dengan akar donor gigi dalam jumlah upaya dan waktu yang paling tidak dapat dicapai
(Moin dkk, 2016)

Komplikasi utama setelah transplantasi atau replantasi gigi adalah resorpsi akar. Ini
terjadi sebagai akibat dari aktivitas luar biasa dari dentinoclasts dalam prosedur penyembuhan
periodontal. Resorpsi akar secara tradisional diklasifikasikan ke dalam tiga kategori, resorpsi
permukaan, resorpsi inflamasi, dan resorpsi penggantian (ankilosis). Diantaranya, resorpsi
penggantian adalah fenomena yang paling tidak dapat diubah karena resorpsi penggantian adalah
bagian dari proses fisiologis pembentukan tulang yang normal. Setelah dimulai, tidak ada metode
yang efektif untuk menghentikannya. Secara singkat, sementara proses remodeling fisiologis
awal dari osteoklas menyerap akar dentin, penggantian disubstitusi hanya dengan tulang dan
bukan dengan dentin. Seiring proses ini berlanjut, seluruh dentin akar digantikan oleh tulang,
yang mengarah pada pengelupasan gigi (Lee dkk, 2012).
BAB III

KESIMPULAN

Gigi impaksi merupakan masalah yang serius pada rongga mulut. Masalah yang bisa
ditimbulkan seperti perubahan patologis, seperti inflamasi jaringan lunak sekitar gigi, resorpsi
akar, penyakit tulang alveolar dan jaringan lunak, kerusakan gigi sebelahnya, perkembangan
kista dan tumor, karies bahkan sakit kepala atau sakit rahang. Upaya untuk mengatasi gigi
impaksi dan kehilangan gigi salah satunya transplantasi. Prosedur tindakan autotranslapantasi
meliputi prosedur pra-bedah, prosedur bedah, dan pengukuran radiografi jarak rata-rata antara
permukaan akar yang ditransplantasikan dan tulang alveolar pasca oprasi. Tingkat kesuksesan
transplantasi gigi yaitu dilihat dari resoprsi akar progresif, jaringan peridontal, jaringan lunak dan
keras yang melekat pada gigi transplantasi dalam kondisi normal, serta perbandingan mahkota
akar kurang dari satu.

,
DAFTAR PUSTAKA

Czochrowska EM, Stenvik A, Bjercke B.et al: Outcome of tooth trasplantion:Survival and
success rates 17-41 years posttreatment. Am J Orthod Dentofacial Orthop 121:110,2002.

Jong LS, Kim E.2012. Minimizing the extra-oral time in autogeneous tooth transplantation: use
of computer-aided rapid prototyping (CARP) as a duplicate model tooth. Restorative
Dentistry Endodontics 37(3):136-14.

Managutti, A., Shah, D.,Makadia, K.,Patel,J., Prajapati,A.and Tandel,J.,2016, Tooth


Autotransplantation in Central Odontogenic Fibroma Socket, JMSCR, 04(07): 11440-44.

Moin, D.A., Derksen, W., Verweije, J.P., Merkesteyn, R.V., Wismeijer, D., 2016, A Novel
Approach for Computer-Assisted Template-Guided Autotransplantion of Teeth With
Custom #D Designed/Printed Surgical Tooling. An Ex Vivo Proff Of Concept, American
Association of Oral and Maxillofacial Surgeons.

Park JH, Tai K, Hayashi D:Toothautotransplantion as a treatment option: A riview. J Clin


Pediatr Dent 35:129, 2010.

Plackwicz, P., Wojtowicz, A., Czochrowska, E.M., 2013. Survival and success rates of
autotranplated premolars: a prospective study of the protocol for developing teeth.
American Journal of Orthodontics and Dentofacial Orthopedics 144(2):229-237.

Sharma AB, Vangervik K: Using implants for the growing child. J Calif Dent Assoc 34:719,
2006.

Watted, N. and Abdulgani, A., 2017, Tooth Autotransplantation; Clincial Concepts, IOSR,
Research Gate, p:1-17.

He, W., Tian, K., Xie, X., Wang, E., cui, N., 2018, Computer-aided autotransplantatio of teeth
with 3D printed surgical guides and arch bar: a preliminary experience

Yau,E.C.K.,2009,Tooth Autotransplantationasa Treatment Option, The Hongkong Medical


Diary, 14(6): 21-24

Anda mungkin juga menyukai