Anda di halaman 1dari 54

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kawat gigi atau biasa disebut dengan braket awalnya bertujuan untuk

memperbaiki struktur gigi yang tidak rata dan rapi. Namun kini tujuan

penggunaan braket sudah sedikit berubah, kalau dulu orang akan merasa

sedikit malu menggunakan braket, sekarang justru orang-orang yang

memiliki gigi sudah rata dan bagus pun banyak yang menggunakan braket.

Padahal penggunaan braket jika memang tidak benar-benar dibutuhkan bisa

membahayaran kesehatan. Braket diambil dari kata bracket dalam bahasa

Inggris, yang berarti metal yang berfungsi untuk menyangga (dalam hal ini

untuk menyangga kawat). Sedangkan istilah brace dalam bahasa Inggris

disebutkan sebagai kawat yang diapakai untuk mengencangkan. Kadangkala

di Indonesia diistilahkan behel, yang diambil dari kata beugel berarti

sanggurdi, atau gelang-gelang. (Chaerita M., 2005)

Menurut ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia

(PB PDGI) drg Zaura Rini Anggraeni, MDS menjelaskan pemasangan

braket yang dilakukan oleh tukang gigi menimbulkan beragam efek

samping. Terlebih pada gigi yang bermasalah baik untuk efek samping

ringan hingga berat. Salah satu efek samping penggunaan braket adalah

gingivitis, yaitu suatu penyakit periodontal stadium awal berupa peradangan

1
2

pada gingiva, termasuk penyakit paling umum yang sering ditemukan pada

jaringan mulut. Dapat terjadi akut atau kronik,tetapi bentuk akut lebih sering

ditemukan.

Faktor penyebab terjadinya gingivitis adalah faktor lokal dan sistemik.

Faktor sistemik yang menyebabkan penyebab lokal adalah plak, kalkulus,

impaksi makanan, karies yang berlebih atau mengemper. Plak yang

merupakan deposit berisi mikroorganisme mulut beserta eksudatnya

memegang peranan penting terhadap terjadinya iflamasi tersebut. Tingkat

keparahan dan kerusakan jaringan yang terjadi tergantung pada daya tahan

tubuh penderita yang dapat menambah keparahan penyakit. Tetapi tanpa

adanya iritasi lokal diragukan bahwa penyakit sistemik dapat menyebabkan

penyakit periodontal. (Indah I. Z dan Ayu I, 2013).

Gingivitis yang ringan umumnya tidak segera mendapatkan perhatian

karena tidak menimbulkan rasa sakit atau gangguan fungsi, akan tetapi jika

keadaan ini dibiarkan, gingivitis dapat menjadi bentuk yang destruktif.

Prevalensi gingivitis dapat berkurang dengan bertambah baiknya status oral

higenis, pasok flour yang memadai, diet yang baik, perawatan pemeliharaan

kesehatan dan kebiasaan hidup. Dalam penelitian prevalensi gingivitis yang

dijumpai adalah tinggi (92,7%) dengan distribusi gingivitis ringan yaitu

58,1%, gingivitis sedang 32,3 dan gingivitis berat 2,4% sedangkan anak

yang bebas dari gingivitis hanya 7,3%. Berdasarkan jenis kelamin, secara

umum persentase gingivitis pada anak laki-laki sedikit lebih tinggi

dibandingkan anak perempuan. (Indah I. Z dan Ayu I, 2013).


3

Gingivitis disebabkan oleh akumulasi bakteri plak karena kebersihan

mulut yang buruk, kalkulus, iritasi mekanis, dan posisi gigi yang tidak

teratur dapat menjadi faktor pendukung. Bakteri plak dalam jumlah banyak

mengganggu hubungan tuan rumah-parasit dan dapat menyebabkan karies

gigi dan penyakit periodontal. (Laskaris, 2000).

Umumnya plak berakumulasi dalam jumlah yang sangat banyak diregio

interdental yang sempit, inflamasi gusi cenderung dimulai pada daerah

papila interdental dan menyebar dari daerah tersebut ke sekitar leher gigi.

Respon setiap individu terhadap plak sebagai faktor penyebab bermacam-

macam, beberapa anak mempunyai respon yang minimal terhadap faktor

lokal. (Pinkham, 2005).

Pada waktu pemasangan braket, setelah braket terpasang pada

permukaan gigi, bersihkan sisa kelebihan pasta yang digunakan untuk

merekatkan braket. Hasil ini berguna untuk kebersihan gigi, dan mencegah

menumpuknya plak gigi pada permukaan gigi, serta mencegah terjadinya

karies gigi. Apabila pasta tersebut merekat pada permukaan gigi serta

dengan permukaan gusi, maka kemungkinan akan mengiritasi gingiva, dan

selanjutnya akan terjadi gingivitis, bahkan timbul kalkulus. (Mathewson R,

2002).

Berdasarkan dari kesimpulan diatas penulis tertarik untuk mengambil

judul Pengaruh Penggunaan Braket Terhadap Kejadian Gingivitis Pada

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya


4

Tahun 2014. Penulis mengambil subyek pada remaja yaitu pada

mahasiswa. Karena anggapan dari penulis sebagian besar pemakain braket

adalah remaja dan dapat mengalami keluhan gingivitis.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh penggunaan braket terhadap kejadian gingivitis pada

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Tahun

2014?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui kejadian gingivitis pada mahasiswa yang menggunakan

braket di Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Tahun 2014.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pengaruh penggunaan braket terhadap timbulnya plak

pada gigi.

b. Mengetahui pengaruh adanya plak terhadap gingivitis

D. Manfaat Penelitian

1. Untuk Peneliti

Penulis dapat meyelesaikan tugas akhir yang berjudul pengaruh

penggunaan braket terhadap kejadian gingivitis pada mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Tahun 2014. Serta

penulis dapat mengetahui apa itu gingivitis dan penyebabnya.


5

2. Untuk Masyarakat

Masyarakat sebagai objek yang diteliti dapat lebih mengetahui cara

merawat kesehatan gigi dan mulut terutama pada pengguna braket

sehingga meminimalisir kasus gingivitis.


6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Braket

1. Definisi Braket

Pada alat orthodonti cekat, gigi dipasangi dengan braket. Braket

diambil dari kata bracket dalam bahasa Inggris, yang berarti metal yang

berfungsi untuk menyangga (dalam hal ini untuk menyangga kawat).

Sedangkan istilah brace dalam bahasa Inggris disebutkan sebagai kawat

yang diapakai untuk menegencangkan. Kadangkala di Indonesia

diistilahkan behel, yang diambil dari kata beugel berarti sanggurdi, atau

gelang-gelang. (Chaerita Maulani, 2005)

Gigi yang akan diberi braket dibersihkan dengan alat dan bahan

khusus. Kemudian gigi di-etsa atau etching dengan bahan tertentu selama

30-60 detik supaya perlekatan alat dengan gigi menjadi kuat. Bahan

adhesif kemudian ditambahkan pada gigi dan alat, lalu alat dipasang dan

dialakukan penyinaran apabila bahan yang dipakai adalah bahan yang

mengeras dengan penyinaran. Namun apabila yang dipakai bahan yang

langsung menegeras beberapa saat setelah diaduk, tidak diperlukan

penyinaran. (Chaerita Maulani, 2005)

Braket dipasang dari gigi premolar dua kanan sampai premolar dua

kiri (atau sesuai dengan kebutuhan dan rencana perawatan dokter gigi

yang bersangkutan). Gigi geraham dipakai sebagai tumpuan, untuk

6
7

prgerakan gigi-gigi didepan atau anterior ke arah belakang atau posterior.

Setelah itu baru dipasangi kawat. Variasi pemasangan alat sangat luas

karena tergantung dari kasus yang ditangani, misalnya pemasangan karet,

pada tempat tertentu. (Chaerita Maulani, 2005)

2. Epidemologi

Maloklusi seperti gigi berjejal, dan tidak beraturan sejak dahulu

sudah menjadi masalah yang menggagnggu bagi sebagian masyarakat.

Prevalensivalensi maloklusi di Indonesia masih tinggi yaitu sekitar 80%

dari total penduduk yang ada dan merupakan salah satu masalah

kesehatan gigi dan mulut yang cukup besar. Saat ini pasien semakin

sadar dengan penampilan fisik dan masalah psikososial yang

berhubungan dengan muloklusi dan penampilan. Dimana masalah

tersebut memiliki dampak yang besar terhadap kualitas hidup seseorang.

(Budiyanti EA, 2011)

Kebutuhan akan perawatan orthodonti akhir-akir ini semakain

meningkat karen semakin banyak pasien yang sadar akan kondisi gigi

dan mencari perawatan ortodonti. Perawatan ortodonti dengan

menggunakan alat cekat dapat mengubah kondisi lingkungan di dalam

rongga mulut sehingga terjadi peningkatan jumlah plak, perubahan

komposisi dari flora normal, gingivitis dan dekalsifikasi email atau white

spot di sekitar alat cekat. Pembentukan gingivitis juga merupakan

masalah umum yang terjadi saat perawatan ortodonti dengan alat cekat
8

terutama pada pasien yang kurang menjaga kebersihan gigi dan mulutnya

selama masa perawatan. (Yetkin Z, 2007)

3. Teknik Perlekatan Braket

Teknik perlekatan braket secara langsung pada enamel gigi telah

menjadi prosedur rutin dalam perawatan ortodontik dengan peranti cekat.

Teknik ini telah diterima dengan baik karena relatif mudah dilakukan,

efisien dan meningkatkan estetik apabila dibandingkan dengan teknik

bonding. Salah satu komponen penting dalam peranti ortodontik cekat

adalah braket. Dari awal pemakaiannya sampai sekarang, braket yang

dipakai juga terus dikembangkan baik dari segi bahan dasar pembuatnya

ataupun desainnya. Desain berkembang untuk meningkatkan penampilan

dengan memperkecil ukurannya. (Bishara SE., 2001)

Breket yang mula-mula dipakai adalah yang berbahan dasar logam.

Karena perawatan ortodontik dengan peranti cekat banyak dilakukan

pada penderita dewasa yang menuntut estetika tinggi, dikembangkan

braket estetik. Mula-mula dipakai bahan dasar plastik (misalnya: braket

polikarbonat), akan tetapi penggunaannya kurang diminati karena

sifatnya yang kurang menguntungkan. Selanjutnya, pada tahun 1980-an

tersedia braket estetik yang terbuat dari single crystal sapphire dan

alumina polikristal. Keduanya berbahan dasar sama yaitu Al2O3. Selain

itu juga ada braket dari zirconia polikristalin (ZrO2), yang dilaporkan

mempunyai toughness terbesar di antara semua keramik. Sayangnya


9

bahan di atas menghambat mekanika sliding dan bermasalah pada waktu

proses pelepasan perlekatan (debonding). Braket dari single crystal

sapphire juga menunjukkan specular highlight dan pada awal

perkembangannya selama gerakan torsi sayapnya cenderung mudah

patah, dan saat dilepas sering menyebabkan enamel gigi juga ikut lepas.

Beberapa braket jenis polikristalin menunjukkan warna yang kurang

bagus. Braket jenis keramik apabila dipasang pada insisif atau kaninus

rahang bawah dapat membuat abrasi gigi rahang atas antagonisnya.

(Kusy R.P, 2002)

Meskipun secara estetik kurang baik, braket logam masih

mempunyai banyak keunggulan baik dalam sifat mekanik maupun fisik

apabila dibandingkan dengan braket estetik, sehingga masih merupakan

braket yang paling banyak digunakan. Braket logam yang dipakai

umumnya dari bahan baja nirkarat. Bahan ini mengandung nikel yang

dapat bersifat sebagai alergen. Reaksi alergi yang pernah dilaporkan

bervariasi, yaitu dari edema lidah, bibir, mouth lining sampai dengan

anafilaksis.(Kusy R.P, 2002)

Potensi logam menyebabkan reaksi alergi berhubungan dengan pola

dan modus korosi, yang diikuti pelepasan ion-ion logam seperti nikel ke

dalam rongga mulut. Hal ini tidak hanya tergantung pada komposisi

logam, tetapi juga suhu dan ph lingkungan.( Rahilly, 2003)


10

Titanium merupakan logam pilihan untuk penderita yang dicurigai

sensitif terhadap logam. Selama beberapa dekade, implan titanium telah

dipakai dengan keberhasilan yang memuaskan pada penderita dengan

reaksi alergi yang parah. Oleh karena itu, keberadaan breket titanium

dapat menjadi alternatif untuk melakukan perawatan pada penderita yang

hipersensitif. ( Williams, 2000)

4. Efek Samping Pengguanaan Braket

Menurut Dahlia Krisnamurti, (2012) beberapa bahaya menggunakan

braket adalah sebagai berikut :

1. Gigi Menjadi Goyah

Memasang kawat pada gigi membuat tulang yang berfungsi

menyanggah gigi mengikuti kawat yang mencekat gigi diatasnya.

Hal tersebut dapat menyebabkan gigi terasa nyeri dan mudah

goyang karena tulang yang sudah beralih fungsi.

2. Penyakit Menular Seksual

Kawat logam yang dipasang pada gigi sering berbenturan dan

dapat menyebabkan luka kecil pada bibir dan bagian dalam pipi .

Saat terlibat dalam aktivitas seksual seperti seks oral atau bahkan

berciuman, luka kecil di dalam mulut akan menyediakan jalan

masuk untuk penyakit, termasuk hepatitis dan HIV, memasuki

aliran darah.
11

3. Alergi

Bracket logam mengandung berbagai logam, termasuk nikel,

tembaga dan kromium. Sekitar 30 persen pasien ortodontik dari

semua pasien ortodontik lainnya memiliki alergi terhadap logam ini

yang dapat menyebabkan rasa sakit dan telinga tersumbat. Selain

itu, pasien yang tidak memiliki alergi sebelum mereka memakai

kawat gigi berpotensi terkena alergi setelah mereka memakainya.

Untungnya, alergi terhadap nikel, tembaga dan kadmium umumnya

ringan dan mudah diobati dengan mengubah jenis logam yang

digunakan dalam kawat gigi.

4. Karang Gigi

Karena area di bawah dan di sekitar kurung logam dan kawat

yang sulit untuk dibersihkan, sisa-sisa makanan bisa terjebak di

daerah-daerah yang sulit dijangkau sikat gigi, yang mengarah ke

penumpukan plak. Hal ini mengakibatkan orang dengan kawat gigi

logam dapat berisiko tinggi mengalami kerusakan gigi dan penyakit

gusi. Untuk menghindari masalah ini, Anda harus menggunakan

sikat khusus untuk membersihkan gigi.

5. Susunan Gigi Menjadi Berantakan

Banyak para pemakai behel yang memasang braket bukan

ditempat dokter gigi melainkan hanya di tukang gigi. tukang gigi

tidaklah memiliki izin untuk memasang behel. Pemasangan braket

secara asal-asalan dapat merubah susunan gigi yang sebelumnya


12

sudah bagus menjadi berantakan. Hal ini terjadi akibat gigi yang

mengikuti arah kawat yang terpasang.

6. Keradangan pada Gingiva

Gingiva yang mengalami gingivitis memiliki gambaran klinis

jaringan gingiva merah atau merah kebiruan. Dimana margin

gingiva mengalami pembengkakan dan kehilangan adaptasi ke gigi.

Papila interdental seringkali membengkak. Terdapat perdarahan

dengan ringan dan margin gingiva terletak sedikit ke korona

dikarenakan pembengkakan, namun tidak ada migrasi apikal dari

junctional epithelium. Gingivitis dapat diobservasi mulai dari hari

ke-4 hingga hari 14 setelah akumulasi plak di dalam sulkus

gingiva. Inflamasi akut terlihat pada gingivitis dan durasi yang

singkat dan dapat berlanjut hingga hitungn bulan bahkan tahunan

yang dapat menyebabkan terjadinya respon inflamasi kronis.

Kerusakan yang terjadi pada gingivitis pada umumnya bersifat

reversible apabila penyebab utama dihilangkan. (Nield, 2003)


13

B. Gingiva

1. Definisi Gingiva

Gingiva adalah bagian mukosa mulut yang mengelilingi gigi.

Gingiva melekat pada gigi dan tulang alveolar. Pada permukaan

vestibulum di kedua rahang, gingiva secara jelas dibatasi mukosa mulut

yang lebih dapat bergerak oleh garis yang bergelombang disebut

perlekatan mukogingiva. Garis demarkasi yang sama juga ditemukan

pada aspek lingual mandibular antara gingival dan mukosa mulut. Pada

palatum, gingiva menyatu dengan palatum dan tidak ada perlekatan

mukogingiva yang nyata. (Agusnarizal, dkk, 2008)

Gingiva dibagi menjadi tiga menurut daerahnya yaitu marginal

gingival, attached gingival dan gingival interdental. Marginal gingival

adalah bagian gingival yang terletak pada daerah korona dan tidak

melekat pada gingiva. Dekat tepi gingiva terdapat suatu alur dangkal

yang disebut sulkus gingiva yang mengelilingi setiap gigi. Pada gigi yang

sehat kedalaman sulkus gingival bervariasi sekitar 0,5 – 2 m. Attached

gingiva merupakan kelanjutan dari marginal gingiva. Jaringan padat ini

terikat kuat dengan periosteum tulang alveolar dibawahnya. Permukaan

luar dari attached gingiva terus memanjang ke mukosa alveolar yang

lebih kendur dan dapat digerakkan, bagian tersebut disebut mucogingival

juntion. Interdental gingiva mewakili gingiva embrasure, dimana

terdapat ruang interproksimal dibawah tempat berkontaknya gigi.


14

Interdental gingiva dapat berbentuk piramidal atau berbentuk seperti

lembah . (Agusnarizal, Anggraini F, Asputra H, dkk, 2008)

Macam – macam peradangan pada gingiva adalah peradangan pada

daerah margin gingiva, peradangan yang terjadi di sekitar gigi yang

sedang erupsi, peradangan gingiva karena resesi gingiva, dan peradangan

gingiva karena alergi.Peradangan gingiva dikategorikan dalam penyakit

rongga mulut yang terjadi pada > 75% populasi. Peradangan gingiva

merupakan proses peradangan yang dimulai pada awal masa kanak-

kanak.(Wahyukundari, 2008).

C. Gingivitis

1. Definisi Gingivitis

Gingivitis merupakan penyakit periodontal stadium awal berupa

peradangan pada gingiva, termasuk penyakit paling umum yang sering

ditemukan pada jaringan mulut. Gingivitis adalah peradangan pada

gingiva yang disebabkan bakteri dengan tanda-tanda klinis perubahan

warna lebih merah dari normal, gingiva bengkak dan berdarah pada

tekanan ringan. Penderita biasanya tidak merasa sakit pada gingiva.

Gingivitis bersifat reversible yaitu jaringan gingiva dapat kembali

normal apabila dilakukan pembersihan plak dengan sikat gigi secara

teratur. Periodontitis menunjukkan peradangan sudah sampai ke

jaringan pendukung gigi yang lebih dalam. Penyakit ini bersifat progresif

dan irreversible dan biasanya dijumpai antara usia 30-40 tahun. Apabila
15

tidak dirawat dapat menyebabkan kehilangan gigi, ini menunjukkan

kegagalan dalam mempertahankan keberadaan gigi di rongga mulut

sampai seumur hidup yang merupakan tujuan dari pemeliharaan

kesehatan gigi dan mulut. Keparahan peradangan gingiva akan terus

berlanjut akibat penumpukan plak, apabila kebersihan rongga mulut tidak

dipelihara. (Nield, 2003).

Gambar 1.1 Gingivitis (Carranza et.al, 2006)

2. Histopatologi Gingivitis

Pemeriksaan mikroskopik dari spesimen biopsi gingiva

memperlihatkan suatu hiperplasia jaringan penunjang, proliferasi dari

epitel yang tumpang tindih, dan pemanjangan reteridge yang memasuki

jaringan penunjang bersama sel-sel peradangan. (Indah I. Z dan Ayu I,

2013).
16

3. Gejala Klinis Gingivitis

Gusi yang mudah berdarah adalah salah satu tanda-tanda dari radang

gusi (gingivitis). Gingivitis biasannya ditandai dengan gusi bengkak,

warnanya merah terang, dan mudah berdarah dengan sentuhan ringan.

(Indah I. Z dan Ayu I, 2013).

4. Tanda-tanda Gingivitis

Menurut Fedi,dkk (2005) , gingivitis merupakan tahap awal dari

penyakit periodontal, gingivitis biasanya disertai dengan tanda-tanda

sebagai berikut :

a. Gingiva biasanya berwarna merah muda menjadi merah tua sampai

ungu karena adanya vasodilatasi pembuluh darah sehingga terjadi

suplay darah berlebihan pada jaringan yang meradang.

b.Mudah terjadinya perdrhan pada gingiva dan sekitar gigi, terutama saat

menggosok gigi akan terdapat noda darah pada bulu sikat.

c. Terjadinya perubahan bentuk gingiva karena adanya pembengkakan.

d. Halitosis (bau mulut ) disebabkan oleh adanya radang dalam rongga

mulut.

e. Pada peradangan gingiva yang lebih parah tampak adanya nanah di

sekitar gigi dan gingiva.

Gingivitis jarang disadari oleh penderita, karena pada tahap ini tidak

adanya keluhan rasa sakit dan nyeri yang dirasakan.


17

5. Penyebab gingivitis

Penumpukan bakteri plak pada permukaan gigi merupakan penyebab

utama penyakit periodontal. Penyakit periodontal dimulai dari gingivitis,

bila tidak terawat bisa berkembang menjadi periodontitis dimana terjadi

kerusakan jaringan periodontal berupa kerusakan fiber, ligamen

periodontal dan tulang alveolar. (Wahyukundari, 2008).

Kelainan yang terjadi dalam rongga mulut disebabkan oleh

ketidakseimbangan faktor-faktor yaitu : host, agent, environment,

psikoneuroimunologi. Penyebab gingivitis sangat bervariasi,

mikroorganisme dan produknya berperan sebagai pencetus awal

gingivitis. Gingivitis sering dijumpai karena akumulasi plak supra

gingiva dan tepi gingiva, terdapat hubungan bermakna skor plak dan

skor gingivitis (Musaikan, 2002).

Menurut Sriyono et al, (2005), faktor-faktor yang dapat

menyebabkan terjadinya gingivitis adalah sebagai berikut :

1. Faktor internal

Faktor intern yang bertanggung jawab atas terjadinya penyakit gingiva:

1. Lapisan karang gigi dan noda atau zat-zat pada gigi

2. Bahan makanan yang terkumpul pada pinggiran gingiva tidak

dibersihkan oleh air liur dan tidak dikeluarkan oleh sikat.

3. Gigi berjejal secara abnormal sehingga makanan yang tertinggal tidak

teridentifikasi, kadang-kadang terbentuk ruangan dikarenakan

pembuangan gigi.
18

4. Kebiasaan seperti menempatkan peniti, kancing, buah pinang dan

kawat dalam mulut. Bahan ini melukai gusi dan menyebabkan infeksi.

2. Faktor external

Makanan yang salah dan malnutrisi. Pada umumnya seseorang yang

kurang gizi memiliki kelemahan, gejala yang tidak diharap tersebut

dikarenakan faktor sosial ekonomi yang berperan sangat penting. Faktor-

faktor yang berperan adalah latar belakang pendidikan, pendapatan dan

budaya. Golongan masyarakat berpendapatan rendah tidak biasa

melakukan pemeriksaan kesehatan.

6.Epidemologi Gingivitis

Gingivitis yang ringan umumnya tidak segera mendapatkan

perhatian karena tidak menimbulkan rasa sakit atau gangguan fungsi,

akan tetapi jika keadaan ini dibiarkan, gingivitis dapat menjadi bentuk

yang destruktif. Prevalensi gingivitis dapat berkurang dengan bertambah

baiknya status oral higenis, menghasilkan flour yang memadai, diet yang

baik, perawatan pemeliharaan kesehatan dan kebiasaan hidup. Dalam

penelitian prevalensi gingivitis yang dijumpai adalah tinggi (92,7%)

dengan distribusi gingivitis ringan yaitu 58,1 %, gingivitis sedang 32,3

dan gingivitis berat 2,4% sedangkan anak yang bebas dari gingivitis

hanya 7,3%. Berdasarkan jenis kelamin, secara umum persentase


19

gingivitis pada ank laki-laki sedikit lebih tinggi dibandingkan anak

perempuan. (Indah I. Z dan Ayu I, 2013).

7. Klasifikasi Gingivitis

Klasifikasi gingivitis menurut Sea, (2000) :

1. Gingivitis marginalis

Gingivitis yang paling sering kronis dan tanpa sakit, tapi episode

akut, dan sakit dapat menutupi keadaan kronis tersebut.

Keparahannya seringkali dinilai berdasarkan perubahan-perubahan

dalam warna, kontur, konsistensi, adanya perdarahan. Gingivitis

kronis menunjukkan tepi gingiva membengkak merah dengan

interdental menggelembung mempunyai sedikit warna merah

ungu.Stippling hilang ketika jaringan-jaringan tepi membesar.

Keadaan tersebut mempersulit pasien untuk mengontrolnya, karena

perdarahan dan rasa sakit akan timbul oleh tindakan yang paling

ringan sekalipun.

2. Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis

ANUG memiliki gambaran klinis berupa lesi berwarna merah,

membengkak dan mungkin terjadi supurasi yang terasa sangat sakit

apabila disentuh. Gejala lain yang sering ditemukan adalah

pembengkakan pipi disudut rahang, gingivitis ulseratif nekrosis

tahap awal, trimus sebagian, limfadenopati dan rasa sakit yang


20

menyebar ke telinga. Pasien juga mungkin mengalami komplikasi

sistemik seperti demam, leukositosis dan malaise.

3. Pregnancy Gingivitis

Biasa terjadi pada trimester dua dan tiga masa kehamilan,

meningkat pada bulan kedelapan dan menurun setelah bulan

kesembilan. Keadaan ini ditandai dengan gingiva yang

membengkak, merah dan mudah berdarah. Keadaan ini sering terjadi

pada regio molar, terbanyak pada regio anterior dan

interproximal.

4. Gingivitis scorbutic

Terjadi karena defisiensi vitamin c, oral hygiene jelek,

peradangan terjadimenyeluruh dari interdental papill sampai dengan

attached gingival, warna merah terang atau merah menyala atau

hiperplasi dan mudah berdarah.

Menurut Carranza dan Glickman’s Clinical Periodontology

(2002), gingivitis dibedakan berdasarkan perjalanan dan lamanya

serta penyebarannya. Berdasarkan perjalanan dan lamanya

diklasifikasikan atas empat jenis yaitu : gingivitis akut (rasa sakit

timbul secara tiba-tiba dan dalam jangka waktu pendek), gingivitis

subakut (tahap yang lebih hebat dari kondisi gingivitis akut),

gingivitis rekuren (peradangan gusi yang dapat timbul kembali

setelah dibersihkan dengan perawatan atau hilang secara spontan dan

dapat timbul kembali, gingivitis kronis (peradangan gusi yang paling


21

umum ditemukan, timbul secara perlahan-lahan dalam waktu yang

lama, dan tidak terasa sakit apabila tidak ada komplikasi dari

gingivitis akut dan subakut yang semakin parah). Berdasarkan

penyebarannya gingivitis diklasifikasikan atas lima jenis yaitu:

localized gingivitis (membatasi gusi pada satu daerah gigi atau

beberapa daerah gigi), generalized gingivitis (meliputi gusi di dalam

rongga mulut secara menyeluruh), marginal gingivitis (meliputi

margin gusi tetapi juga termasuk bagian batas gusi cekat), papillary

gingivitis (meliputi papila interdental, sering meluas sampai batas

margin gusi, dan gingivitis lebih sering diawali pada daerah papila,

diffuse gingivitis (meliputi margin gusi, gusi cekat, dan papila

interdental)

Klasifikasi gingivitis kronis yang saat ini digunakan adalah:

1. Gingivitis marginalis kronis, merupakan suatu peradangan gusi

pada daerah margin yang banyak dijumpai , ditandai dengan

perubahan warna, ukuran konsistensi, dan bentuk permukaan

gusi. Penyebab peradangan gusi yang paling umum yaitu

disebabkan oleh penimbunan bakteri plak. Perubahan warna

dan pembengkakan gusi merupakan gambaran umum

terjadinya gingivitis kronis.

2. Eruption gingivitis, merupakan gingivitis yang terjadi di sekitar

gigi yang sedang erupsi dan berkurang setelah gigi tumbuh

sempurna dalam rongga mulut, sering terjadi pada anak usia 6-


22

7 tahun ketika gigi permanen mulai erupsi. Eruption gingivitis

lebih berkaitan dengan akumulasi plak daripada dengan

perubahan jaringan (Carranza, 2002). Gingivitis dapat

berkembang karena pada tahap awal erupsi gigi, margin gusi

tidak mendapat perlindungan dari mahkota sehingga terjadi

penekanan makanan di daerah tersebut yang menyebabkan

proses peradangan. Selain itu sisa makanan, materia alba, dan

bakteri plak sering terdapat di sekitar dan di bawah jaringan

bebas, sebagian meliputi mahkota gigi yang sedang erupsi hal

ini mengakibatkan peradangan. (McDonald dan Avery, 2004)

3. Gingivitis pada gigi karies dan loose teeth (eksfoliasi parsial).

Pada pinggiran margin yang tererosi akan terdapat akumulasi

plak, sehingga dapat terjadi edema sampai dengan abses.

4. Gingivitis pada maloklusi dan malposisi. Gingivitis disertai

dengan perubahan warna gusi menjadi merah kebiruan,

pembesaran gusi, ulserasi, dan bentuk poket dalam yang

menyebabkan terjadinya pus.

5. Gingivitis pada mucogingival problems. Mucogingival

problems merupakan salah satu kerusakan atau penyimpangan

morfologi, keaddaan, dan kuantitias dari gusi di sekitar gigi

(antara margin gusi dan mucogingival junction) yang ditandai

oleh mukosa alveolar yang tampak sangat tipis dan mudah


23

pecah, susunan jaringan ikatnya yang lepas serta banyaknya

serat elastis.

6. Gingivitis karena resesi gusi lokalisata. Terjadi karena trauma

sikat gigi, alat ortodontik, frenulum labialis yang tinggi, dan

kebersihan mulut yang buruk (Carranza, 2002).

7. Gingivitis disebabkan oleh alergi, gingivitis yang bersifat

sementara terutama berhubungan dengan perubahan cuaca.

(McDonald dan Avery, 2004)

D. Penatalaksanaan Gingivitis dan Pencegahan Gingivitis Pada

Perawatan Ortodonti

Kondisi medis yang menyebabkan atau memperburuk gingivitis

harus diatasi. Kebersihan mulut yang buruk, karies serta adanya cavitas

pada gigi akan menjadi predisposisi untuk terjadinya superinfeksi,

nekrosis, rasa nyeri serta perdaraha pada gusi. Dengan sikat gigi yang

lunak dan perlahan anjuran kumur-kumur dengan antiseptik yang

mengandung clorheksidine 0,2% untuk mengendalikan plak dan

mencegah infeksi mulut. Pembersihan karang gigi supragingiva dapat

dilakukan bertahap. (Indah I. Z dan Ayu I, 2013).

Perawatan utama yang dilakukan terhadap gingivitis kronis pada

yaitu menghilangkan faktor etiololgi serta faktor lokal, pemeliharaan

kebersihan gigi dan mulut dengan sebaik mungkin serta melakukan

tindakan profilaksis. Perawatan harus segera dilakukan karena bila tidak


24

maka akan berlanjut menjadi periodontitis. Perawatan gingivitis

marginalis kronis. Oleh karena gingivitis jenis ini banyak disebabkan

oleh iritasi lokal yaitu plak, kalkulus, materia alba, karies, bakteri oral,

dan gabungan deposit terkalsifikasi dan non kalsifikasi, maka dapat

dilakukan dengan cara menghilangkan faktor-faktor lokal dan instruksi

kepada pasien untuk menjaga kebersihan mulut, dan nasehat diet. Ada

beberapa prinsip fundamental yang dapat diterapkan pada setiap pasien

yaitu antara lain: berikan instruksi secara sederhana dan mudah

dipahami, jangan memberi instruksi/materi terlampau banyak dalam satu

waktu, selalu berikan semangat kepada pasien, lakukan pengawasan yang

berkesinambungan, dan bersikap fleksibel. (Fedi et al, 2000).

Menurut Carranza dan Newman (2002) alat-alat dan bahan-bahan

yang dapat digunakan untuk melakukan prosedur pemeliharaan

kebersihan gigi dan mulut yang efektif antara lain: sikat gigi, benang

gigi, tusuk gigi, sikat gigi interdental, semprotan air, dentifrice. Adapun

cara-caranya dapat dilalakukan dengan kontrol plak, menyikat gigi,

dental flossing, berkumur-kumur, dan kontrol kimia. Beberapa hasil

penelitian menunjukkan bahwa dengan hanya melakukan plak kontrol

tanpa disertai dengan perawatan periodik lanjutan dapat mencegah

terjadinya gingivitis dalam jangka waktu yang lama.

Penggunaan antibakteri topikal untuk mengurangi bakteri plak pada

beberapa pasien menunjukkan hasil yang baik dalam mencegah dan


25

merawat gingivitis kronis meskipun pada beberapa kasus efek yang

dihasilkan sangatlah minimal.

Apabila faktor lokal sudah dihilangkan namun gingivitis masih tetap

ada, maka perlu dilakukan pemeriksaan sistematik seperti pemeriksaan

diabetes, kehamilan, dan lain-lain. Meskipun demikian tindakan plak

kontrol tetap harus dilakukan agar gingivitis tidak semakin parah. (Paul,

2001).

1. Perawatan eruption gingivitis.

Akan hilang apabila posisi oklusi telah normal. Apabila ringan

tidak membutuhkan perawatan hanya dengan meningkatkan

kebersihan mulut. Bila menjadi lebih berat menimbulkan sakit dan

dapat berkembang menjadi perikoronitis atau abses perikoronal.

Perikoronitis yang disertai dengan pembengkakan nodus limfatikus

sebaiknya dilakukan perawatan dengan terapi antibiotik (McDonald

dan Avery, 2004; Pinkham, 2005).

2. Perawatan gingivitis pada gigi karies dan loose teeth (eksfoliasi

parsial)

Oleh karena bersifat reversibel maka perawatan terhadap

gingivitis pada gigi karies yaitu dengan cara merestorasi kavitas gigi

tersebut sedangkan pada eksfoliasi parsial sebaiknya dengan cara

menghilangkan bagian yang tajam atau bila diperlukan dapat

dilakukan pencabutan gigi.

3. Perawatan gingivitis pada maloklusi dan malposisi gigi


26

Pada perawatan gingivitis akibat maloklusi perawatan

ortodonti pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut terutama

penyikatan gigi yang benar merupakan langkah yang harus

dilakukan. Adapun teknik penyikatan yang baik adalah harus

sederhana, tepat, efisien, dan dapat membersihkan semua permukaan

gigi dan gusi, terutama saku gusi dan interdental, teknik menyikat

gigi harus sistematik agar tidak ada gigi yang terlewati Gerakan sikat

gigi tidak boleh menyebabkan kerusakan jaringan gusi atau abrasi

pada gigi. Menyikat gigi sebaiknya dilakukan minimal dua kali

sehari yaitu pada pagi hari sesudah makan dan malam hari sebelum

tidur dengan menggunakan sikat gigi khusus bagi pasien yang

sedang dirawat ortodonti (Manson dan Eley, 2001).

4. Perawatan gingivitis pada mucogingival problems

Dilakukan dengan cara menghilangkan penyebab faktor lokal ,

mengobati gigi dengan bahan-bahan topical desensitising/fluoride

varnish, regenerasi papila, penambahan ridge, pelebaran gusi cekat

dilakukan dengan pembedahan dan pasien harus melakukan

kebersihan mulut dengan baik dan frenektomi. Pada pasien dengan

gingival enlargement akibat pemberian obat-obatan tindakan yang

dapat dilakukan adalah dengan modifikasi topografi jaringan melalui

bedah rekonturing. Tindakan pasca pembedahan dengan melakukan

reseksi jaringan sangatlah diperlukan. Keuntungan dilakukannya


27

pembedahan adalah mencegah terjadinya proliferasi jaringan selama

fase pasca pembedahan (Paul, 2001).

5. Perawatan gingivitis karena resesi gusi lokalisata

Langkah awal pada perawatan ini adalah untuk

mengidentifikasi faktor etiologi dan predisposisi. Banyak kasus

resesi yang dapat dicegah dengan memberikan instruksi dan motivasi

pada pasien dengan teknik menyikat gigi yang baik, sehingga

menghasilkan kontrol plak yang baik (Koch dkk, 1991; Newman

dkk, 2002).

1. Menjaga Oral Hygiene Pada Perawatan Ortodonti

Fixed orthodontic merupakan perawatan yang membutuhkan

waktu yang cukup lama oleh karena itu setiap pasien yang menjalani

perawatan ortodonti harus mendapat perhatian yang penting dalam

menjaga kebersihan giginya. Fixed orthodontic akan mengakibatkan

akumulasi plak yang dapat meningkatkan jumlah dari mikroba dan

perubahan komposisi dari mikrobial. Retensi plak ini akan beresiko

untuk terjadinya lesi white spot maka meningkatkan kerentanan

terhadap karies dan infeksi periodontal. Bakteri plak pada gigi

merupakan etiologi utama yang menyebabkan gingivitis yang

merupakan tahap awal terjadinya kerusakan pada jaringan

periodontal.
28

Hal yang perlu dilakukan untuk menjaga oral hygiene pada

perawatan ortodonti menurut drg. Citra Kusumasari, Sp.KG, (2013)

adalah:

2. Melakukan penyikatan gigi 3 kali sehari

Menyikat gigi (setelah sarapan, setelah makan siang dan

sebelum tidur malam), dengan cara gerakan memutar kecil pada

permukaan gigi depan, samping kiri dan kanan. Bagian atas

(oklusal) gigi disikat dengan gerakan maju mundur. Sedangkan

untuk bagian gigi yang menghadap langit-langit dan lidah

disikat dengan gerakan menarik keluar. Tidak lupa bersihkan

lidah anda dengan alat khusus pembersih lidah.

3. Menggunakan sikat gigi khusus pengguna kawat gigi

Sikat gigi khusus yaitu proxabrush atau interdental

toothbrush yang akan memudahkan penyikatan diantara gigi dan

kawat gigi.

4. Menggunakan benang gigi

Benang gigi digunakan sebagai tambahan untuk

membersihkan gigi-geligi.

5. Menggunakan obat kumur

Obat kumur digunakan sebagai antibakteri dalam rongga

mulut, tetapi penggunaannya tidak boleh terus-menerus dalam

waktu yang lama.


29

6. Melakukan pemeriksaan dan pembersihan berkala ke Dokter

Gigi

Hal ini untuk melihat apakah masih ada plak atau sisa

bahan perekat kawat gigi yang masih belum hilang. Suatu

perawatan ortodonti bersifat jangka panjang dan sangat

kompleks. Sepanjang perawatan ortodonti mungkin saja terjadi

beberapa perubahan rencana perawatan karena tingkat kesulitan

kasus tersebut dan respon di dalam rongga mulut pasien tidak

sesuai. Selain itu, bahan-bahan yang digunakan dalam

melakukan pemasangan kawat gigi haruslah yang baik, tidak

berbahaya bagi tubuh pasien, dan efektif untuk perawatan. Jika

perawatan kawat gigi dilakukan dengan prosedur dan

menggunakan bahan yang tepat, maka perawatan ortodonti akan

menghasilkan perawatan yang baik, menyeluruh, dan tidak

berefek samping bagi pasien.

2. Pentingnya Kesehatan Mulut Pada Pemakai Alat Ortodonti

Perawatan maloklusi dapat dlakukan baik dengan alat

ortodonti lepasan maupun alat cekat. Dalam melakukan perawatan

tersebut sangat perlu adanya kerjasama antara penderita dengan

dokter gigi yang merawat. Salah satu tugas penderita adalah menjaga

kebersihan gigi dan mulutnya. Pada penderita yang menggunakan

alat ortodonti cekat, sangat penting untuk menjaga dan


30

meningkatkan kebersihan gigi dan mulut, mengingat alatnya yang

melekat sedemikan rupa, sehingga akan memudahkan terbentuknya

akumulasi bakteri pada daerah tersebut. Adanya bakteri yang

terdapat dalam rongga mulut merupakan flora normal dalam keadaan

setimbang pada orang yang tidak menggunakan alat ortodonti.

Namun pada pemakai alat ortodonti cekat, keadaannya menjadi

berbeda. Alat-alat yang terdapat dalam rongga mulut, seperti:

bracket, hook, band, cleat, arch wire, elastic, dan lain-lain

menyebabkan bakteri lebih mudah berkembang biak, bakteri dapa

melekat leluasa ditempat tersembunyi pada alat-alat tersebut. Bakteri

akan bertambah banyak bila penderita kurang merawat giginya

dengan cara menggosok gigi. Bakteri yang berakumulasi terdapat

dalam plak gigi akan merekat erat pada alat-alat ortodonti, dan tidak

akan terlepas bila hanya denga berkumur-kumur. (Mathewson,

2002).

Plak gigi melekat pada alat orthodonti cekat tidak terbuang

oleh kumur-kumur harus dibersihkan dengan sikat gigi dan alat

bantu tambahan. Selain itu makanan yang manis, dan lengket seperti

coklat, es krim, permen,agar-agar jelly, kue-kue dan lainnya

memudahkan sisa-sisa makanan lengket pada alat orthodonti

sehingga lebih ekstra dalam menggosok gigi. (Welbury, 2001)

Suatu perawatan ortodonti dapa diibaratkan dengan upaya

tindakantindakan klinis yang dilakukan secara sistematik


31

berkesinambungan, yang ditujukan untuk memperbaiki suatu

keadaan maloklusi dengan menggunakan suatu alat tertentu maupun

kombinasi dari beberapa alat. Dokter gigi yang merawat maloklusi

telah mempunyai perencanaan dalam menangani setiap penderita,

yang telah diatur sedemikian rupa, sehingga diharapkan dapat selesai

dalam klurun waktu tertentu. Namun demikian keberhasilan

perawatan ortodonti dipengaruhi oleh kerjasama dengan

penderitanya, yaitu kontrol dengan teratur, dan mamatuhi nasihat /

saran yang harus dilakukan oleh penderita. (Cozzani,G, 2000)

Upaya membersihkan gigi harus dilakukan secara teratur dan

berkesinambungan, bila hal tersebut dilupakan / diabaikan, maka

akan terjadi kerusakan pada jaringan keras maupun jaringan lunak.

Hal tersebut terjadi karena plak gigi berisi akumulasi bakteri akan

merusak gigi dan membentuk white spot, yang kemudian akan

berkembang lebih lanjut menjadi karies, ini terjadi pada jaringan

keras. Sedangkan plak gigi yang menyerang jaringa lunak, dapat

menyebabkan gingivitis marginalis, dan bila kurang

perhatianterhadap jaringan itu maka dapat berkembang lebih lanjut,

dan akan menjadi kalkulus, atau bahkan dapat ditemukan ulkus.

Adanya kalkulus menyebabkan gigi sulit digerakkan ke tempat yang

diinginkan. (Welbury, 2001).


32

3. Makanan yang Dihindari Saat Memakai Peralatan Perawatan

Gigi

Makanan yang sanagat keras mungkin memebengkokkan atau

merusak pembuluh yang lembut atau kawat-kawat peralatan

orthodontik yang seuai dengan gigi. Makanan yang melengket

misalakan toffe (gula-gula yang keras terbuat dari gula atau mentega

yang direbus dan akan melunak ketika diisap atau dikunyah),

mungkin melepaskan pembalut dan melekatkan kawat dan gigi.

Hindari gula-gula, mengunyah dengan gusi, kacang-kacangan yang

keras, roti kadet yang keras dan lain-lain.(Ahmad Srigupta, 2004)


33

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan uraian pada tinjauan pustaka di atas, maka peneliti

membuat kerangka konsep penelitian sebagai berikut :

Faktor Internal :

Lapisan karang gigi dan noda


atau zat-zat pada gigi

Gingivitis
Bahan makanan yang
menempel pada gingiva

Peradangan pada
gingiva : Gigi yang bgerjejal secara
abnormal tidak
- Perubahan terindentifikasi
warna lebih
merah dari
normal.
- Pembesaran Faktor External :
pada gingiva.
Penggunaan braket
- Gingiva mudah
berdarah.
malnutrisi

Diet
Keterangan:

: Tidak diteliti

: Yang diteliti

33
34

Penjelasan Kerangka Konsep

Pada penelitian yang saya buat meneliti tentang gingivitis, dimana faktor

pencetus ada dua, yaitu: faktor external dan faktor internal. Pada penelitian ini

saya memfokuskan pada penelitian pada faktor external, khususnya pada

penggunan braket yang dapat menyebabkan gingivitis. Karena perawatan

ortodonti dengan menggunakan alat cekat dapat mengubah kondisi lingkungan

didalam rongga mulut sehingga terjadi peningkatan jumlah plak, perubahan

komposisi dari flora normal, gingivitis dan deklsifikasi email atau white spot di

sekitar alat cekat. Pembentukan gingivitis juga merupakan masalah umum yang

terjadi saat perawatan ortodonti. (Yetkin Z, 2007).


35

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan desain deskriptif yaitu suatu

metode yang bertujuan melakukan eksplorasi terhadap fenomena

masyarakat baik yang berupa faktor resiko maupun efeknya sehingga

hanya menggambarkan saja sejelas mungkin tanpa mencoba menganalisa

bagaimana dan mengapa fenomena tersebut terjadi. Tujuan dari

penelitian ini yaitu menggambarkan kejadian gingivitis pada mahasiswa

yang menggunakan braket

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa yang

memakai braket gigi di Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya

Kusuma Surabaya pada Tahun 2014 pada angkatan 2011, 2012,

2013, dan 2014 sebanyak 60 orang.

2. Sampel

Pada penelitian ini yang diambil sebagai objek adalah semua

mahasiswa yang memakai braket gigi di Fakultas Kedokteran

Universitas Wijaya Kusuma Surabaya pada Tahun 2014 pada

angkatan 2011, 2012, 2013, dan 2014 , yaitu dengan pengumpulan

35
36

sampel dan jumlah wawancara atau pengumpulan data pada lokasi

penelitian.

3. Besar Sampel

Sehubungan dengan penelitian ini menggunakan rumus slovin

untuk menentukan sampel minimal (n) jika diketahui populasi

ukuran populasi (N) pada taraf signifikan α adalah :

N
n= 1+ N α 2

60
n= 1+ 60(0,1)2

60
n= 1,6

= 38

Jadi besar smpel adalah sebanyak 38

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Wijaya

Kusuma Surabaya dan dilaksanakan pada tanggal 1 Januari – 23 Maret

2015.

D. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri satu variabel, yaitu: kejadian

Gingivitis pada mahasiswa yang menggunakan braket.


37

E. Kerangka Kerja

Populasi Penelitian sebanyak 60 orang

Penetapan Sampel

Kriteria Inklusi : Kriteria Eksklusi :


Semua mahasiswa yang Semua mahasiswa yang
menggunakan braket. tidak menggunakan braket.
Mahasiswa fakultas Subjek inklusi yang tidak
kedokteran hadir.

Mengisi Informed Consent

Penentuan sampel menggunakan 38 sampel sistematik


random sampling hingga mencapai 38 sampel

Sampel yang diteliti kemudian diminta untuk


mengisi kuisioner dan diperiksa giginya.

Analisis Data

Gambar IV.1 Kerangka Kerja


38

F. Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Skala Hasil Ukur

Operasional pengumpulan Ukur

data

Kejadian - Keadaan Kuisioner Nominal - Ya, gingivitis


dimana
Gingivitis terjadi
peradangan
pada gingiva
dengan tanda
klinis.
Perubahan
warna lebih
merah dari Tidak,
normal.
gingivitis
- Pembesaran
pada gingiva.
- Gingiva mudah
berdarah.

Tabel IV.2 Definisi Operasional.

G. Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dengan cara teknik data primer. Yaitu,

dengan cara memperoleh data dari hasil pengisian kuisioner yang

telah di buat oleh peneliti, yang akan diberikan kepada mahasiswa

di Fakultas Kedokteran Wijaya Kusuma Surabaya yang memakai


39

bracket. Untuk mengetahui dan mengisi data pada penelitian

diberikan penjelasan kepada mahasiwa untuk pengisian kuesioner,

maka kuesioner dikumpulkan kembali pada peneliti dan bila

ketidak lengkapan akan dikembalikan untuk diperbaiki pada saat

itu untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

2. Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan suatu upaya untuk memprediksi

data dan menyiapkan data sedemikian rupa agar dapat dianalisis

lebih lanjut dan mendapatkan data yang siap untuk disajikan

(Notoadmodjo, 2005). Data yang sudah terkumpul kemudian diolah

melalui cara :

1. Editing

Pada editing kegiatannya adalah melakukan pengecekan

terhadap data yang telah dikumpulkan untuk memvalidasi data,

selanjutnya data tersebut dipilah sesuai dengan jenis datanya dan

dimasukkan dalam ceklist rekapitulasi data.

2. Coding

Yaitu memberikan kode pada masing-masing angket yang

telah terkumpul, kemudian diperiksa kelengkapannya serta jawaban

responden diberi kode angka sesuai dengan buku kode yang

peneliti telah siapkan.


40

3. Scoreing

Memberikan penilaian terhadap item-item yang perlu diberi

penilaian atau score. Penilaian pernyataan perilaku pada pernyataan

jawaban “YA” mendapat score 0, sedangkan jawaban “TIDAK”

mendapat score 1.

4. Entry

Data yang telah divalidasi kemudian data dimasukkan ke

dalam komputer secara manual kemudian diolah dengan sistem

komputerisasi dan disimpan untuk memudahkan dalam

pengambilan data bila diperlukan.

5. Cleaning/Tabulasi

Data yang sudah di entry dicocokan dan diperiksa kembali

dengan data yang didapat pada kuesioner. Bila ada perubahan dan

perbedaan hasil, segera dilakukan pengecekan ulang.

H. Analisa Data

Analisis data dimulai dengan pengecekan isi kuesioer, editing,

dan analisis data. Editing merupakan kegiatan penyuntingan yang

dilakukan sebelum proses pemasukan data. Penyuntingan data

sebaiknya dilakukan sewaktu di lapangan, sehingga jika ditemukan

kejanggalan atau kekuranglengkapan dapat segera dilengkapi.Analisis

data berupa analisis deskriptif. Data dianalisis secara univariat. Analisis

univariat berupa distribusi frekuensi disajikan dalam bentuk tabel atau

grafik.
41

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Wijaya Kusuma Surabaya tahun angkatan 2011-2014. Hasil penelitian disajikan

ke dalam bentuk tabel distribusi. Untuk analisis datanya menggunakan metode

deskriptif yaitu digunakan untuk mengetahui pengaruh penggunaan braket

terhadap kejadian gingivitis pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Wijaya Kusuma Surabaya tahun 2014

A. Gambaran Umum Daerah Penelitian

1. Letak

Penelitian ini dlakukan di Fakultas Kedokteran Wijaya Kusuma

Surabaya yang didirikan pada tahun 1986. Tepatnya di daerah Dukuh

kupang 25 no 54 Surabaya

2. Luas wilayah

Luas wilayah Dukuh Kupang adalah 141,4 Ha

3. Batas wilayah

Utara : berbatasan dengan Kecamatan Sawahan

Timur : berbatasan dengan Kecamatan Wonokromo

Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Wiyung Dan Karangpilang

Barat : berbatasan dengan Kecamatan Sukomanunggal Dan Kecamatan

Sambikerep.
42

B. Karakteristik Responden
41
Setelah kuesioner disebarkan kepada 38 responden, diperoleh gambaran

perilaku dan pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut responden antara

lain :

Tabel V.1 Distribusi hasil pengisian kuesioner pengaruh penggunaan braket

terhadap kejadian gingivitis pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Wijaya Kusuma Surabaya Tahun 2014

Jawaban
Ya Tidak
No Pertanyaan n % n %
1 Saya menggosok gigi lebih dari 2x sehari 36 (95%) 2 (5%)
2 Saya menggunakan metode dari kiri ke 38 (100%) 0 (0%)

kanan saat menggosok gigi


3 Sesudah makan saya selalu mengosok gigi 30 (79%) 8 (21%)
4 Sebelum tidur saya selalu menggosok gigi 36 (95%) 2 (5%)
5 saya sering minum minuman yang bersoda 23 (61%) 15 (39%)
6 Saya mempunyai kebiasaan menggigit 9 (24%) 29 (76%)

benda-benda keras
7 Saya suka mengkonsumsi makanan manis 32 (84%) 6 (16%)
8 Saya sering minum-minuman dingin 23 (61%) 15 (39%)
9 Saya menggunakan pasta dan sikat gigi 32 (84%) 6 (16%)

khusus untuk perawatan orthodonti saat

menggosok gigi
10 Saya membersihkan karang gigi 6 bulan 27 (71%) 11 (29%)

sekali ke dokter gigi


11 Saya belum pernah membersihkan karang 7 (18%) 31 (82%)

gigi
43

12 Saya berpikir penggunaan braket dapat 31 (82%) 7 (18%)

menyebabkan gingiva berdarah


13 Saya berpikir penggunaan braket dapat 31 (82%) 7 (18%)

menyebabkan gusi membengkak


14 Saya berpendapat dengan memakai braket, 38 (100%) 0 (0%)

saya harus lebih rajin membersihkan gigi


Jumlah responden = 38

Pada tabel V.1 menunjukkan hasil pengisian kuesioner mengenai

perilaku dan pengetahuan mahasiswa tentang kesehatan gigi dan mulut.

Adapun hasil jawaban responden yang dominan pada soal no. 1 (saya

menggosok gigi lebih dari 2x) didapatkan hampir seluruhnya (95%) responden

menjawab Ya sebanyak 36 mahasiswa, soal no. 2 (saya menggunakan metode

dari kiri ke kanan saat menggosok gigi) didapatkan seluruhnya (100%)

responden menjawab Ya sebanyak 38 mahasiswa, soal no. 3 (sesudah makan

saya selalu mengosok gigi) didapatkan sebagian besar (79%) responden

menjawab Ya sebanyak 30 mahasiswa, soal no. 4 (sebelum tidur saya selalu

menggosok gigi) didapatkan hampir seluruhnya (95%) responden menjawab

Ya sebanyak 36 mahasiswa, soal no. 5 (saya sering minum minuman yang

bersoda) didapatkan sebagian besar (61%) responden menjawab Ya sebanyak

23 mahasiswa, soal no. 6 (saya mempunyai kebiasaan menggigit benda-benda

keras) didapatkan sebagian kecil (24%) responden menjawab Ya sebanyak 9

mahasiswa, soal no. 7 (saya suka mengkonsumsi makanan manis) didapatkan

sebagian besar (84%) responden menjawab Ya sebanyak 32 mahasiswa, soal

no. 8 (saya sering minum minuman dingin) didapatkan sebagian besar (61%)
44

responden menjawab Ya sebanyak 23 mahasiswa, soal no. 9 (saya

menggunakan pasta dan sikat gigi khusus untuk perawatan orthodonti saat

menggosok gigi) didapatkan sebagian besar (84%) responden menjawab Ya

sebanyak 32 mahasiswa, soal no. 10 (saya membersihkan karang gigi 6 bulan

sekali ke dokter gigi) didapatkan sebagian besar (71%) responden menjawab

Ya sebanyak 27 mahasiswa, soal no. 11 (saya belum pernah membersihkan

karang gigi) didapatkan sebagian kecil (18%) responden menjawab Ya

sebanyak 7 mahasiswa, soal no. 12 (saya berpikir penggunaan braket dapat

menyebabkan gingiva berdarah) didapatkan sebagian besar (82%) responden

menjawab Ya sebanyak 31 mahasiswa, soal no. 13 (saya berpikir penggunaan

braket dapat menyebabkan gusi membengkak) didapatkan sebagian besar

(82%) responden menjawab Ya sebanyak 31 mahasiswa, soal no. 14 (saya

berpendapat dengan memakai braket, saya harus lebih rajin membersihkan

gigi) didapatkan seluruhnya (100%) responden menjawab Ya sebanyak 38

mahasiswa.

C. Analisis Data

1. Kejadian gingivitis

Tabel V.2 Distribusi kejadian gingivitis pada mahasiswa yang menggunakan

braket di Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Tahun

2014

No Kejadian Gingivitis Frekuensi Persentase


1. Tidak terjadi 30 78,9%
45

2. Terjadi 8 21,1%
Jumlah 38 100 %
Sumber : Data Primer tahun 2014

Berdasarkan tabel V.2 dapat diketahui bahwa kejadian gingivitis pada

mahasiswa yang menggunakan braket sebagian besar (78,9%) responden

tidak terjadi gingivitis sebanyak 30 mahasiswa dan sebagian kecil (21,1%)

responden mengalami gingivitis sebanyak 8 mahasiswa.


46

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Pembahasan

Hasil penelitian pada tabel V.2 dapat diketahui bahwa bahwa kejadian

gingivitis pada mahasiswa yang menggunakan braket sebagian besar

responden tidak terjadi gingivitis sebanyak 30 mahasiswa dan sebagian kecil

responden mengalami gingivitis sebanyak 8 mahasiswa. Hal ini

menggambarkan sebagian kecil responden yang menggunakan braket

mengalami gingivitis.

Penelitian ini tidak sejalan dengan ketua Umum Pengurus Besar

Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI) drg Zaura Rini Anggraeni, MDS

menjelaskan pemasangan braket yang dilakukan oleh tukang gigi

menimbulkan beragam efek samping. Terlebih pada gigi yang bermasalah

baik untuk efek samping ringan hingga berat. Salah satu efek samping

penggunaan braket adalah gingivitis, yaitu suatu penyakit periodontal stadium

awal berupa peradangan pada gingiva, termasuk penyakit paling umum yang

sering ditemukan pada jaringan mulut. Dapat terjadi akut atau kronik,tetapi

bentuk akut lebih sering ditemukan.

Perawatan ortodonti dengan menggunakan alat cekat dapat mengubah

kondisi lingkungan di dalam rongga mulut sehingga terjadi peningkatan

jumlah plak, perubahan komposisi dari flora normal, gingivitis dan

dekalsifikasi email atau white spot di sekitar alat cekat. Pembentukan

46
47

gingivitis juga merupakan masalah umum yang terjadi saat perawatan

ortodonti dengan alat cekat terutama pada pasien yang kurang menjaga

kebersihan gigi dan mulutnya selama masa perawatan. (Yetkin Z, 2007)

Dari penelitian dihasilkan bahwa, sebagian besar responden tidak

mengalami gingivitis, hal ini disebabkan responden memiliki tingkat

pendidikan tinggi (mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya

Kusuma Surabaya) yang notabene tahu tentang kesehatan gigi dan mulut.

Seseorang tidak akan mengalami masalah berkaitan dengan kebersihan

gigi dan mulut selama orang tersebut melakukan praktek kebersihan gigi dan

mulut dengan baik, aplikasi fluor rutin dan pemeriksaan gigi secara berkala.

Sehingga keseimbangan dalam rongga mulut tersebut tetap terjadi (Vaswani,

2005). Kemampuan menyikat gigi secara baik dan benar merupakan bagian

dari factor yang sangat penting untuk pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut.

Keberhasilan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut juga dipengaruhi oleh

faktor penggunaan alat, metode penyikatan gigi, serta frekuensi dan waktu

penyikatan yang tepat. Tersedia berbagai variasi dalam desain sikat gigi,

berbagai metode penyikatan gigi, frekuensi penyikatan gigi dan waktu

penyikatan. Waktu menyikat yang baik adalah saat sesudah makan pagi dan

sebelum tidur. Sedangkan frekuensi penyikatan gigi yang baik adalah lebih

dua kali sehari, dengan durasi minimal 2 menit setiap penyikatan gigi

(Carranza, 2002)

Menurut Nursalam dan Pariani S (2001), pendidikan adalah suatu usaha

untuk mengembangkan kepribadian kemampuan di dalam dan di luar sekolah


48

dan berlangsung seumur hidup, makin tinggi tingkat pendidikan seseorang,

makin mudah orang tersebut menerima informasi. Notoatmodjo (2007)

berpendapat bahwa dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan

cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari

media massa, semakin banyak informasi yang masuk, makin banyak pula

pengetahuan yang didapat. Dengan mempunyai pengetahuan, maka seseorang

lebih memahami dirinya sendiri, sehingga mampu menjaga kesehatannya

dengan lebih baik dan mengambil keputusan terbaik untuk hal-hal yang

berkaitan dengan kesehatan.

Menurut asumsi peneliti, pendidikan seseorang dapat mempengaruhi

pengetahuannya. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga

mengandung dua aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya

akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak

aspek positif dari obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin

positif terhadap obyek tersebut dan akan menimbulkan perilaku yang positif

pula. Penggunaan braket akan berpengaruh terhadap terjadinya gingivitis,

namun kejadian gingivitis dapat dihindari apabila responden berperilaku yang

positif dalam menjaga kebersihan gigi dan mulutnya selama masa perawatan.

B. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan adalah kelemahan atau hambatan dalam penelitian.

Keterbatasan yang dihadapi peneliti adalah :


49

1. Penelitian ini dilakukan pertama kali dan kurangnya pengalaman dari

peneliti sehingga masih banyak kekurangan.

2. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang memiliki kekurangan

dalam pengamatan pada subyek hanya 1 kali sehingga tidak dapat

diketahui perubahan-perubahan yang terjadi dengan berjalannya waktu,

dan tidak dapat menentukan hubungan sebab akibat.

3. Instrumen penelitian ini menggunakan data primer berupa kuesioner

dimana lebih banyak dipengaruhi oleh sikap, harapan-harapan pribadi

yang bersifat subyektif sehingga hasilnya kurang mewakili secara

kualitatif..
50

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan

bahwa :

Penggunaan braket tidak berpengaruh terhadap terjadinya gingivitis pada

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya tahun

angkatan 2011-2014 .

B. Saran

Berdasarkan simpulan di atas maka dapat diberikan saran sebagai

berikut:

1. Bagi responden

Diharapkan responden meningkatkan pengetahuan tentang

kesehatan gigi dan mulut khususnya efek samping penggunaan braket

terhadap gingivitis dan cara pencegahan gingivitis dengan lebih giat

mencari informasi baik dari perkuliahan maupun informasi dari luar

kampus seperti seminar untuk dapat menambah pemahamannya sehingga

dapat berperilaku positif dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut agar

terhindar dari kejadian gingivitis.

50
51

2. Bagi Fakultas Kedokteran UWK Surabaya

Diharapkan untuk menambah literatur atau buku bacaan khususnya

tentang kesehatan gigi dan mulut dan lebih sering mengadakan seminar-

seminar kesehatan.

3. Bagi petugas kesehatan

Diharapkan memberikan promosi kesehatan kepada masyarakat

tentang kesehatan gigi dan mulut khususnya penggunaan braket dan cara

pencegahan terjadinya efek samping. Dengan promosi kesehatan

diharapkan masyarakat khususnya mahasiswa dapat memahami sehingga

dapat menjaga kesehatan gigi dan mulutnya terutama masalah pengaruh

penggunaan braket terhadap kejadian gingivitis.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan menggunakan metode penelitian analitik misal untuk

mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian gingivitis.


52

DAFTAR PUSTAKA

Agusnarizal, Anggraini F, Asputra H, dkk. 2008. Makalah Tutorial, FK-UNRI.


RSUD AA. Pekanbaru.
Be, K.N. 1987. Preventive Dentistry. Bandung. Yayasan Kesehatan Gigi
Indonesia. Hlm.6
Budiyanti EA. Pengaruh perilaku ibu dan pola keluarga pada kebiasaan
menghisap jari pada anak, dikaitkan dengan status oklusi gigi sulung.
Disertai. Perpustakaan Universitas Indonesia 1996. Diakses di:
http://www.lontar.ui.ac.id//opac/themes/libri2/detail.jsp?
id=91278&lokasi=lokal pada tanggal 28 Juni 2011 pada pukul 21.35 WIB
Carranza, F. A., Newman, M. G. 2002. Clinical Periodontology. 10th ed. Tokyo:
W. B. Saunders Company
Cozzani, G., Garden of Orthodontics, Illinois: Quintessence Publishing Co., 2000;
30-1, 52-3, 56.
Chaerita M. dan Jubilee E. 2005. Kiat Merawat Gigi Anak Panduan Orang Tua
dalam Merawat dan Menjaga Kesehatan Gigi bagi Anak-Anaknya. Jakarta:
PT Elex Media Komputindo. Hlm. 134
Eley, B. M.; 1993. Buku Ajar Periodonti (Outline of Periodontics). Alih bahasa:
drg. Anastasia S. Editor: drg. Susianti K. 2nd ed. Jakarta: Hipokrates
Fedi, P. F., Vernino,A. R., Gray, J. L. 2005. Silabus Periodonti. Edisi 4. Cetakan
1. GEC. Jakarta.

Fedi, P. F., Vernino, A. R., Gray, J. L. 2000. The Periodontic Syllabus. 4th ed.
Wolter Kluwer Company. Hlm. 75-85.
Intan Ayu S dan Z.Irma Indah. 2013. Penyakit Ggi Mulut dan THT. Yogyakarta:
Nuha Medika. Hlm 29-42
Kusy RP. Orthodontic biomaterials: from the past to the present. Angle Orthod
2002; 72:501–12.
Koch, G., Poulsen, S. 2001. Pediatric Dentistry A Clinical Approach.
Copenhagen: Munksgaard
Laskaris, G. 2000. Color Atlas of Oral Diseases in Children and Adolescents.
New York: Thieme
Mathewson, R.J. & Primosch, R.E. 1995. Fundamentals of Pediatric Dentistry, 3
ed., Chicago: Quintessence Books
53

Manson J.D. dan Eley B.M. 1993. Buku Ajar Periodonti. Edisi kedua p.45,
Hipokrates Jakarta.
Manson J.D. dan Eley B.M. 1993. Buku Ajar Periodonti. Edisi kedua p.45,
Jakarta: Hipokrates

Manson, J. D., Eley, B. M.; 1993. Buku Ajar Periodonti (Outline of Periodontics).
Alih bahasa: drg. Anastasia S. Editor: drg. Susianti K. 2nd ed. Jakarta:
Hipokrates

McDonald, R. E., Avery, D. R. 2004. Dentistry for The Child and Adolescent. 9th
ed. Toronto: The C. V. Mosby Company.

Musaikan, W.S. 2002. Gambaran Gingivitis pada Ibu Hamil di Puskesmas


Kecamatan Semampir tahun 2002.

Nield, J.S. 2003. DE Foundation of Periodontitis for Dental Hygienist.


Lippincott, Williams and Wilkins:Philadelpia

Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, PT. Rineka Cipta,
Jakarta.

Nursalam, Siti Pariani. 2001. Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan.


Jakarta, CV. Sagung Seto.

Paul, S. R. 2001. Treatment of Plaque Induced Gingivitis, Chronic Periodontitis,


and Other Clinical Conditions. Dalam The Pathogenesis of Periodontal
Diseases and Diagnosis of Periodontal Diseases . J Periodontol 72: 1790-
1800.
Pinkham, J. R. 2005. Pediatric Dentistry Infancy Infancy Through Adolescence.
4th ed. Tokyo: W. B. Saunders Company.
Rahilly G, Price. N. Nickel allergy and orthodontics. J of Orthod 2003; 30:171–4.
Richardson, E. R. 1979. Periodontal Diseases in Children and Adolescent: State of
The Art. Tennesse.
Sea, F. 2000. Buku Ajar ilmu Penyakit Gigi dan Mulut. p.5, Poltekkes Kemenkes
Denpasar.
Newman, M. G., dkk. 2002. Carranza’s Clinical Periodontology. 9th ed. Toronto:
W. B. Saunders Company.
Sriyono, Widayanti N. 2005. Pengantar Ilmu Kedokteran Gigi
Pencegahan.Cetakan ke 1 p.34, Jogyakarta Medika, Fakultas Kedokteran
Gigi, UGM.
54

Vaswani, DA. 2005. Diet and Dental Health. http://www.laksdeep.com/diet.htm.


diakses tanggal 19 Januari 2015.
Wahyukundari, M.H. 2008. Perbedaan Kadar Matix Metalloproteinase-8 Setelah
Scaling dan Pemberian Tetrasiklin pada Penderita Periodontitis
Kronis.Departemen Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Airlangga Surabaya-Indonesia
Welbury, R.R., Pediatric Dentistry, 2nd ed., New York: Oxford University
Press,2001; 299-305, 330-2.
Williams D. Concise encyclopedia of medical & dental materials. New York:
Pergamon Press; 2000. p. 360–4.
Yetkin Z, Sayin MO, Zat Y, Goster T, Atilla AO, Bozkurt FY. Approriate oral
hygiene motivation method for patwith fixed apliances. Angle Orthod.
2007;77(6):1085-9

Anda mungkin juga menyukai