Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
Pemasangan gigi palsu yang tanpa ilmu dan asal pasang yang
biasanya dilakukan oleh tulang gigi, bisa menyebabkan bau busuk
di dalam rongga mulut. Akibatnya orang yang menggunakan gigi
palsu tersebut mengalami penyakit sistemik yang bisa mengenai
organ otak, jantung, ginjal dan hati.
Menurut Ketua Pengurus Wilayah PDGI (Persatuan Dokter Gigi
Indonesia) DIY, Prof Dr drg Sudibyo, SU, Kamis (29/3), banyak
pasien yang gusinya sudah infeksi parah akibat pemasangan gigi
palsu oleh tukang gigi.
Umumnya dokter gigi yang praktik di daerah pinggiran menerima
pasien yang mengalami kasus tersebut. Biasanya pasiennya juga
berasal dari pinggiran atau desa yang merupakan kalangan
menengah ke bawah. Pengetahuan masyarakat tersebut tentang
kesehatan gigi masih kurang. Apabila ada petugas atau tukang
gigi yang melakukan asal pasang gigi palsu dikhawatirkan akan
merugikan masyarakat. Hal ini dikarenakan ketidaktahuan
masyarakat bahwa pemasangan gigi palsu itu kalau tidak
dilakukan oleh orang yang ahli bisa berakibat fatal.
Di dalam rongga gigi ada bakteri /mikroflora yang baik, tetapi
kalau dalam pemasangan gigi palsu tidak benar, tanpa ilmu,
maka bakteri tersebut akan busuk dan justru menyerang manusia
yakni menyebabkan penyakit sistemik. Dibyo menilai tindakan
pemerintah untuk melarang tukang gigi itu terlambat. Memang
dulu tukang gigi mendapat izin dari pemerintah, tetapi setelah
izinnya habis, pemerintah melarang. Ini karena banyak
masyarakat menjadi korban tukang gigi.
http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/info-sehat/12/03/29/m1mx45jangan-sembarangan-pasang-gigi-palsu-picu-penyakit-berbahaya

Kehilangan gigi seperti trauma atau pencabutan dapat mempengaruhi kesehatan


rongga mulut dan kesehatan umum yang selanjutnya mempengaruhi kualitas
hidup seseorang. Hal ini merupakan dorongan kuat bagi orang-orang untuk
mencari perawatan kedokteran gigi guna mempertahankan gigi geligi yang sehat
serta penampilan yang secara sosial dapat diterima (Ariyani,2006). Battiztuzzi
dkk.,(1996) cit Merdekawati (2004), menyatakan bahwa umumnya gangguan
estetik adalah motif utama bagi penderita untuk meminta perawatan gigi. Hal ini
yang membuat orang cepat-cepat mengganti gigi yang hilang dengan gigi tiruan
sehingga penampilan terlihat wajar. Dalam pemenuhan kesehatan gigi dan mulut
terutama untuk mempertahankan fungsi pengunyahan,diperlukan gigi tiruan.
Gigi tiruan dapat bermacam-macam salah satunya dalam bentuk gigi tiruan
cekat (fixed denture) (Agtini,2010).
Pernyataan tersebut juga didukung oleh Ariyanto (1991) cit Rahmawan ( 2010)
menyatakan bahwa pada pemakaian gigi tiruan berpotensi terjadinnya
peningkatan akumulasi plak. Akumulasi plak tidak hanya terjadi pada sekitar gigi
tiruan, tetapi juga terjadi pada gigi antagonisnya jika seseorang tidak menjaga
kebersihan gigi dan mulutnya. Pada umumnya pengguna gigi tiruan cekat
berkisar umur 20-55 tahun dan hasil penelitian menunjukan persentase orang
bergigi tiruan dengan karang gigi meningkat sampai 97% pada orang yang
berumur 45-54 tahun
http://thesis.umy.ac.id/datapublik/t23675.pdf

Gigi merupakan salah satu organ tubuh penting yang memiliki beberapa fungsi,
yaitu fungsi pengunyahan, fungsi bicara dan fungi estetik. Gigi yang dimiliki
setiap individu berada dalam rongga mulut dan tersusun pada lengkung rahang
atas dan rahang bawah. Susunan gigi geligi yang ada bisa saja tidak utuh lagi
karena mengalami kehilangan, dan kehilangan yang terjadi tidak memandang
usia. Kehilangan gigi yang terjadi harus digantikan agar tidak memberikan
dampak yang kurang baik bagi kesehatan gigi dan mulut. Gigi yang hilang dan
tidak digantikan dapat menyebabkan terganggunya satu atau lebih fungsi gigi,
yang berdampak pada ketidaknyamanan serta hambatan dalam beraktivitas.
Oleh karena itu keberadaan gigi tiruan merupakan solusi terhadap
ketidaknyamanan yang muncul akibat kehilangan gigi. Penggantian gigi yang
hilang dilakukan dengan membuatkan gigi tiruan atau protesa sebagai pengganti
gigi yang hilang. Pemakaian gigi tiruan merupakan solusi untuk masalah yang
bisa muncul akibat kehilangan gigi, namun di sisi lainnya pemakaian gigi tiruan
dapat menimbulkan masalah baru bagi penggunanya. Keberhasilan penggunaan
gigi tiruan antara lain dipengaruhi oleh perilaku pengguna yang berkaitan
dengan pemeliharaan dan perawatan kebersihan gigi dan mulut termasuk
kebersihan gigi tiruan yang digunakan. Pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut
sangat berperan penting dalam proses perawatan gigi asli dan jaringan mulut
yang masih tinggal serta perawatan gigi tiruan yang digunakan. Tindakan
pemeliharaan yang dilakukan dapat menjaga kesehatan gigi asli dan jaringan
mulut yang mendukung gigi tiruan yang digunakan. Perilaku yang kurang baik
dalam pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut pada pengguna gigi tiruan dapat
berdampak pada terganggunya kesehatan gigi dan mulut serta
ketidaknyamanan dalam penggunaan gigi tiruan. Menurut hasil Riset Kesehatan
Dasar 2007, prevalensi penggunaan gigi tiruan baik pada rahang atas maupun
rahang bawah untuk menggantikan gigi yang hilang di Indonesia sebesar 4,6%
dan prevalensi pengguna gigi tiruan di Sulawesi Utara sebesar 7,1%. Angka ini
menunjukkan bahwa pengguna gigi tiruan di Sulawesi Utara lebih tinggi
dibandingkan angka rata-rata di daerah lainnya. Pemakaian gigi tiruan
merupakan salah satu faktor risiko bagi munculnya gangguan pada kesehatan
gigi dan mulut, seperti penyakit karies, penyakit periodontal dan denture
stomatitis. Pengguna gigi tiruan yang memiliki perilaku kurang
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 4 No. 4 NOVEMBER 2015 ISSN
2302 - 2493 206 memerhatikan kebersihan gigi dan mulutnya termasuk
kebersihan gigi tiruan yang digunakan, akan dapat berpengaruh pada turunnya
derajat kesehatan gigi dan mulut masyarakat.7 Perilaku pemeliharaan
kebersihan gigi tiruan antara lain terbentuk oleh persepsi pengguna gigi tiruan
terhadap pentingnya pemeliharaan kebersihan gigi tiruan yang digunakannya.
Kegagalan pasien untuk mempersepsikan dengan baik tentang pentingnya

pemeliharaan kebersihan gigi tiruan yang digunakan akan berdampak pada


kemungkinan terjadinya gangguan kesehatan pada gigi asli yang masih tinggal
serta jaringan mukosa sekitarnya. Penyakit karies, penyakit periodontanl serta
denture stomatitis yang disebutkan di atas, antara lain muncul akibat kegagalan
dalam pemeliharaan kebersihan dimaksud. Persepsi sendiri adalah sebuah
proses stimulus yang diinderakan oleh individu dan kemudian diinterpretasikan,
sehingga individu dapat menyadari, mengerti tentang apa yang diinderakan.
Dari latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk meneliti tentang persepsi
masyarakat penguna gigi tiruan terhadap pemeliharaan kebersihan gigi dan
mulut. Penulis memilih lokasi Kelurahan Batu Kota Kecamatan Malalayang
sebagia lokasi penelitian, karena memudahkan penulis untuk mendapatkan data
pengguna gigi tiruan yang akan dijadikan subjek penelitian. Di lokasi tersebut
sebelumnya telah pernah dilakukan penelitian berkaitan dengan penggunaan
gigi tiruan, namun dengan judul yang berbeda. Oleh karena itu hasil penelitian
yang ada nantinya dapat digunakan untuk melengkapi berbagai data tentang
penggunaan gigi tiruan pada masyarakat Kelurahan Batu Kota Kecamatan
Malalayang Manado.
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/pharmacon/article/viewFile/10209/9796

Hasil survey kesehatan nasional dalam kurun waktu 10 tahun terakhir menunjukkan 60%-70%
prevalensi kesehatan gigi di Indonesia ada dalam tingkatan buruk, maka tidak mengherankan
jika trend gigi permanen tanggal atau ompong semakin meningkat. Masalah ini diperberat
dengan keadaan sosial ekonomi yang masih rendah bila dihubungkan dengan biaya pembuatan
gigi tiruan yang relative mahal. Penyebab lain yaitu kurangnya pengetahuan masyarakat tentang
akibat yang akan timbul setelah gigi hilang dan tidak segera diganti dengan gigi tiruan. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut
dengan pemakaian gigi tiruan di puskesmas Imogiri II Bantul. Jenis penelitian ini merupakan
survey analitik dengan rancangan cross sectional. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2013
sampai oktober 2013. Lokasi penelitian ini dilakukan di Puskesmas Imogiri II Bantul. Subyek
penelitian adalah pasien yang datang ke poli gigi puskesmas Imogiri II Bantul dengan kasus gigi
tidak lengkap dan belum memakai gigi tiruan. Tehnik pengambilan sampel secara Quota
sampling. Jumlah sampel sebanyak 30 responden. Penelitian ini menggunakan kuesioner untuk
menentukan tingkat pengetahuan kesehatan gigi dan mulut serta kuesioner pemakaian gigi
tiruan. Analisa data dilakukan dengan uji korelasi chi square dengan signifikasi level 0,01. Hasil
pengujian menunjukkan terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan tentang kesehatan gigi
dan mulut dengan pemakaian gigi tiruan di puskesmas Imogiri II Bantul. Pasien dengan kasus
gigi tidak lengkap dan belum memakai gigi tiruan di puskesmas Imogiri II Bantul memiliki tingkat
pengetahuan kesehatan gigi dan mulut kategori baik sebanyak 60%. Pasien dengan kasus gigi
tidak lengkap dan belum memakai gigi tiruan di puskesmas Imogiri II Bantul memiliki keinginan
pemakaian gigi tiruan sebanyak 56,6 %. Semakin baik tingkat pengetahuan tentang kesehatan
gigi dan mulut semakin tinggi keinginan pemakaian gigi tiruan.

http://poltekkesjogja.web.id/jurnal/2015/11/11/tingkat-pengetahuan-tentangkesehatan-gigi-dan-mulut-dengan-pemakaian-gigi-tiruan/

Kehilangan gigi merupakan masalah yang dapat berpegaruh pada fungsi


pengunyahan, dapat mengganggu fungsi Temporomandibular Joint (TMJ), dan
psikologis yaitu estetika. Secara langsung gigi berperan dalam fungsi
pengunyahan. Kehilangan kontak oklusal akan mengganggu kestabilan lengkung
gigi dan mengakibatkan gangguan fungsi kunyah D
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/viewFile/782/870

A. Latar Belakang
Masalah Gigi merupakan salah satu organ tubuh yang memiliki fungsi
yang penting bagi tubuh. Gigi yang rusak, tidak teratur susunannya,
ataupun yang hilang bisa berdampak pada kesehatan. Kesehatan gigi
merupakan salah satu cermin kesehatan manusia, oleh karena merupakan
bagian integral dari kesehatan secara keseluruhan (Silviana dkk., 2013).
Kehilangan gigi menyebabkan pengaruh psikologis, resorpsi tulang
alveolar, berdampak pada estetik, fonetik, dan fungsi mastikasi dan juga
dapat berpengaruh pada ketidaknyamanan pada sebagian orang (Margo,
2008). Gigi tiruan adalah suatu alat yang dapat digunakan untuk
menggantikan sebagian atau seluruh gigi yang sudah hilang beserta
jaringan pendukung di sekitarnya (Anusavice, 2004). Penggunaan gigi
tiruan sangat penting bagi individu yang mengalami kehilangan gigi
(Anusavice, 2004). Gigi tiruan dapat membantu dalam faktor estetik,
mengembalikan fungsi pengunyahan, memulihkan fungsi bicara,
mempertahankan jaringan gusi serta relasi rahang atas dan bawah, serta
menambah kepercayaan diri (McCabe, 2008). Tujuan dari penggunaan gigi
tiruan adalah untuk merehabilitasi gigi yang hilang beserta jaringan
pendukung di sekitarnya, sehingga dapat mencegah kerusakan lebih lanjut
dan untuk memperbaiki kelainan dan penyakit yang disebabkan oleh
keadaan yang tak bergigi (Anusavice, 2004). Gigi tiruan harus 2 dibuat
mirip dengan gigi asli yang masih ada, sehingga tidak terlihat perubahan
yang nyata pada penampilan wajah dan senyum pasien (Margo, 2008).
Dalam bidang kedokteran, khususnya cabang ilmu Prostodonsia, terdapat
beberapa jenis gigi tiruan. Salah satunya adalah gigi tiruan sebagian
lepasan. Gigi tiruan sebagian lepasan adalah gigi tiruan yang
menggantikan satu atau lebih gigi yang hilang dengan didukung oleh gigi
dan atau jaringan di bawahnya serta dapat dilepas dan dipasang kembali
ke dalam mulut pasien (Henderson, 1985). Penggunaan gigi tiruan

sebagian lepasan bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan fungsi


estetis, fungsi mastikasi, fungsi bicara serta melindungi jaringan
pendukung dibawahnya (Barnes dan Walls, 2006). Pemakaian gigi tiruan
dalam waktu yang lama akan menutupi jaringan lunak di bawahnya
sehingga akan mengalami kesulitan dalam pembersihan mukosa maupun
gigi tiruannya oleh saliva dan lidah sehingga akan memudahkan
terbentuknya plak (Margo, 2008)
etd.repository.ugm.ac.id/.../80407/.../S1-2015-299541-introduction.pdf

kini gigi tiruan semakin mudah didapatkan sehingga fungsi dan estetika gigi yang asli
yang hilang bisa dikembalikan.
Gangguan kesehatan gigi dan mulut menjadi salah satu masalah yang berimplikasi
negatif terhadap kesehatan secara keseluruhan.
"Gigi hilang atau edentulisme umum ditemui pada kaum lansia. Sayangnya karena
kurangnya pengetahuan akan pentingnya gigi tiruan membuat banyak lansia segan
menggunakannya," kata drg.Farichah Hanum, dalam acara peluncuran kerjasama
Bank Tabungan Pensiunan Nasional dan produk perawatan gigi tiruan Polident di
Jakarta beberapa waktu lalu.
Farichah mengatakan, gigi tiruan menjadi solusi efektif mengatasi gangguan gigi dan
mulut. Gigi tiruan juga akan menunjang kemampuan bicara dan makan.
"Penggunaan gigi tiruan membantu menjamin kondisi kesehatan gusi dan rahang
mulut sehingga tidak menimbulkan efek negatif lebih luas," kata Ketua Umum

Perhimpunan Dokter Gigi Indonesia ini.


Gigi tiruan akan membantu gigi di sampingnya tetap berada pada garisnya. Jika
Anda kehilangan gigi dan tidak menggantinya, maka gigi di sampingnya secara
perlahan akan bergeser atau miring ke tempat yang kosong tadi. Dengan sendirinya
ini akan mengubah gigitan dan kadang menimbulkan kesulitan mengunyah.
Selain masih rendahnya kesadaran mengenai pentingnya penggunaan gigi tiruan,
belum banyak pula pengguna gigi palsu yang menyadari pentingnya perawatan gigi
tiruan. Dari 25 juta pemakai gigi palsu di Indonesia, hanya 6 persen yang
menggunakan produk perawatan gigi tiruan.
"Ada hal yang harus diperhatikan para pengguna gigi tiruan demi merasakan
kebersihan dan kenyamanan maksimal. Secara emosional, gigi tiruan yang bersih
dan nyaman juga meningkatkan rasa percaya diri dalam bersosialisasi," kata Lody
Lukmanto, marketing manager GSK oral Health Care.
Seperti halnya gigi asli, gigi tiruan juga mutlak dibersihkan. Gigi tiruan yang tidak
dibersihkan dengan baik bisa membuat sisa makanan melekat dan menjadi plak.
Akibatnya, gigi di sebelahnya juga ikut berlubang.
Untuk gigi palsu yang bisa dilepas, rendamlah gigi palsu dalam air, bila perlu
tambahkan bahan pembersih gigi palsu.
http://health.kompas.com/read/2014/06/19/1531214/Gigi.Palsu.Kembalikan
.Fungsi.dan.Estetika.Gigi
PENDAHULUAN
Pelayanan kesehatan dibangun berdasarkan asumsi bahwa masyarakat
membutuhkannya, namun kenyataannya masyarakat baru mencari
pelayanan kesehatan setelah tidak dapat ditanggulangi. Hal ini bukan
berarti mereka harus mencari pengobatan ke fasilitas kesehatan modern
( puskesmas, rumah sakit dan sebagainya ), tetapi juga ke fasilitas
pengobatan tradisional yang kadang-kadang menjadi pilihan pertama bagi
masyarakat. Individu mulai berhubungan dengan fasilitas pelayanan
kesehatan pada tahap ini sesuai dengan pengetahuan, pengalaman,
informasi, serta motivasi yang ada pada dirinya tentang jenis-jenis
pelayanan kesehatan. Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
tahun 2008 menunjukkan bahwa persentase penduduk yang memilih
sarana pelayanan kesehatan yaitu puskesmas sebesar 35,5%, petugas
kesehatan 75 28,82%, rumah sakit 8,71%, praktek dokter 30,11%, dukun
0,19%, dan praktek batra (pengobatan tradisional) sebesar 1,97%..3 Salah

satu pengobatan tradisional yang masih dijadikan sebagai sarana


pelayanan kesehatan gigi oleh masyarakat untuk pembuatan gigi tiruan
adalah tukang gigi. Tukang gigi banyak dikunjungi masyarakat yang ingin
memasang atau mengganti gigi mereka yang hilang dengan gigi tiruan,
sekalipun banyak dokter gigi yang memberikan pelayanan yang sama.
Praktek tukang gigi mudah dijumpai hampir di seluruh Indonesia dan pada
mulanya hanya menerima pembuatan gigi tiruan, namun kini telah
bertambah dengan menerima pemasangan mahkota gigi tiruan sampai
penambalan gigi tanpa memperhatikan kaidah medis karena tukang gigi
tidak pernah mempelajarinya.4,5 Tukang gigi berbeda dengan dokter gigi,
tukang gigi umumnya hanya mempelajari gigi seperti membuat gigi tiruan
tanpa mempertimbangkan hal seperti membuat gigi tiruan yang
seharusnya diindikasikan lepasan menjadi cekat yang dipasang pada sisa
akar gigi yang asli. Tindakan ini dapat menyebabkan penumpukan plak
sehingga dapat terjadi iritasi pada jaringan lunak, halitosis, inflamasi pada
gingiva. Dokter gigi mempelajari semua tentang gigi dan mulut termasuk
jaringan penyangga gigi sehingga dalam pembuatan gigi tiruan, dokter
gigi memperhatikan kesehatan jaringan sekitar gigi tiruan tersebut.
journal.pbpdgi.or.id/index.php/jpdgi/article/download/38/38

Anda mungkin juga menyukai