Anda di halaman 1dari 27

0

Proposal Penelitian

HUBUNGAN STATUS GINGIVA DENGAN KEBIASAAN MENYIRIH


PADA
MASYARAKAT

OLEH :

AHMAD IBRAHIM
PO. 714261171004

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES

MAKASSAR JURUSAN KEPERAWATAN GIGI

PROGRAM DIPLOMA

IV 2021
1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Mulut bukan sekedar untuk pintu masuknya makanan dan minuman, tetapi fungsi

mulut lebih dari itu dan tidak banyak orang mengetahui. Mulut merupakan bagian yang

penting dari tubuh kita dan dapat dikatakan bahwa mulut adalah cermin dari kesehatan gigi

karena banyak penyakit umum mempunyai gejala-gejala yang dapat dilihat dalam mulut. Di

dalam mulut terdapat juga organ organ lain, salah satunya yaitu gigi, yang berfungsi sebagai

penghancur atau pengunyah/pelumat makanan. Gigi juga berfungsi sebagai hiasan yang

mencerminkan citra diri seseorang. (Boedihardjo,2011)

Kesehatan gigi dan mulut sangat penting bagi kesehatan setiap individu. Dimana

kesehatan gigi dan mulut yang bermasalah atau tidak sehat dapat mengganggu fungsi bicara,

pengunyahan, serta fungsi estetik yang dapat berdampak pada aktivitas seseorang.

Berdasarkan data dari Federation Dentaire International (FDI) sekitar 90% penduduk dunia

berisiko mengalami penyakit gigi dan mulut, mulai dari karies gigi, penyakit periodontal

hingga kanker mulut. Data terbaru WHO Oral Health Media Center 2012 memperlihatkan

bahwa sebanyak 60%-90% anak usia sekolah bahkan orang dewasa diseluruh dunia

memiliki masalah pada kesehatan gigi dan mulut.

Penyebab terjadinya gangguan gigi dan mulut dipengaruhi oleh beberapa faktor

antara lain kebiasaan, perilaku masyarakat dan faktor budaya. Hal tersebut dapat kita lihat

dari perilaku masyarakat yang sampai saat ini masih dilakukan yaitu kebiasaan menyirih

atau menginang yang dijadikan sebagai suatu budaya ataupun kebiasaan. (Nurjannah dkk,

2010).
Makan sirih ini masih dilakukan oleh berbagai suku di Indonesia, salah satunya

suku Papua. Dalam budaya Papua perilaku menyirih dijadikan sebagai pengantar saat

pertemuan adat pernikahan. Kebiasaan menyirih ini dilakukan karena adanya kepercayaan

bahwa menyirih dapat menghilangkan rasa sakit gigi dan dapat membuat gigi menjadi kuat.

Berdasarkan hasil penelitian dengan judul Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap

Penyakit Periodontal Pada Masyarakat Di Desa Tanjung Medan Kecamatan Bilah Barat

Labuhan Batu. Dari 12 responden dengan frekuensi menyirih <3 kali paling banyak

mengalami gingiva normal yaitu 8 orang (66,7%), dari 14 responden dengan frekuensi

menyirih 3-5 kali paling banyak mengalami periodontitis yaitu 50% dan dari 20 responden

dengan frekuensi menyirih >5 kali paling banyak responden mengalami periodontitis yaitu

75% dan hasil uji statistik (chi square) diperoleh nilai p = 0,027< 0,05.

Penelitian Sri Wahyuni Ritonga tahun 2015 tentang Pengaruh Budaya Makan Sirih

Terhadap Penyakit Periodontal Pada Masyarakat Di Desa Tanjung Medan Kecamatan Bilah

Barat Labuhan Batu diperoleh <15 menit paling banyak responden mengalami gingiva

normal dan gingivitis yaitu 4 orang (36,4%), dari waktu mengunyah sirih 15-30 menit paling

banyak responden mengalami gingiva normal yaitu 8 orang (53,3%) dan dari 20 responden

dengan waktu mengunyah sirih >30 menit paling banyak responden mengalami periodontitis

yaitu 14 orang (70%). Hasil uji statistik (chi square) diperoleh nilai p = 0,017< 0,05, maka

dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara waktu mengunyah sirih

terhadap penyakit periodontitis.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah “bagaimana hubungan status gingiva dengan kebiasaan menyirih pada masyarakat”
C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status gingiva dengan kebiasaan

menyirih pada masyarakat

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis dan pihak –

pihak yang ingin mengembangkan pengetahuan dalam hal ini tentang status gingiva

dan perilaku menyirih.

2. Manfaat Praktis

a) Bagi penulis

Diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan dan pengalaman yang nyata

mengenai hubungan status gingiva dengan kebiasaan menyirih pada masyarakat.

b) Bagi institusi

Sebagai bahan informasi dan masukan bagi penulis selanjutnya terutama dalam

hal yang berkaitan dengan status gingiva dan kebiasaan menyirih.

c) Bagi peneliti selanjutnya

Memberikan gambaran atau informasi dasar untuk penelitian lanjutan yang

berhubungan dengan kesehatan gigi dan mulut terutama tentang status gingiva

dengan kebiasaan menyirih.


E. Keaslian Skripsi

1. Penelitian yang dilakukan oleh Tandiarrang, (2015), mengemukakan bahwa Status

kesehatan periodontal dari menyirih dengan atau tanpa tembakau diteemukan bahwa

pengunyah sirih pinang dapat meningkatkan kerusakan jaringan periodontal, termasuk

peningkatan kejadian resesi gingiva, gusi berdarah, lesi oral, bau mulut, kesulitan dalam

membuka mulut, kesulitan menelan makanan padat, dan sensasi mulut terbakar pada

jaringan lunak dibandingkan dengan kelompok kontrol. Penambahan tembakau dengan

pinang menjadi sinergi negatif pada jaringan periodontal. Penggunaan sirih kronis juga

meninggalkan noda pada gigi berwarna coklat.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Dondy, (2009) menyatakan bahwa menyirih memberikan

dampak terhadap gigi dan gingiva yang dapat menyebabkan timbulnya stein atau

warna yang menempel di atas permukaan gigi , selain itu dapat menyebabkan penyakit

periodontal dan pada mukosa mulut dapat menyebabkan timbulnya lesi-lesi pada mukosa

mulut, oral hygine yang buruk, dan dapat menyebabkan atropi pada mukosa lidah yang

mempunyai fungsi utama yaitu sebagai pelindung jaringan yang lebih dalam pada rongga

mulut

3. Penelitian yang dilakukan oleh Avinaninasia, (2011) mengemukakan Kebiasaan

mengunyah sirih dapat mempengaruhi kesehatan rongga mulut, salah satunya dapat

merusak jaringan periodontal. disamping itu menyirih juga memiliki efek terhadap gigi,

gingiva, dan mukosa mulut.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Astuti,dkk (2007) menyatakan bahwa Kebiasaan

menyirih dapat menimbulkan perubahan warna pada gigi (stain), penumpukan plak dan

kalkulus (Karang gigi) karena pengendapan kapur pada gigi yang menyebabkan

terjadinya penyakit gingiva.


BAB II

TINJAUAN

PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

2.1. Definisi Gingiva

Gingiva merupakan bagian dari jaringan periodontal yang paling luar. Gingiva

sering kali dipakai sebagai indikator jika jaringan periodontal terkena penyakit. Hal ini

disebabkan karena kebanyakan penyakit jaringan periodontal di mulai dari gingiva,

kadang-kadang gingiva juga dapat menggambarkan keadaan alveolar yang berada

dibawahnya (Putri, Herijulianti, dan Nurjannah, 2010).

Gingiva ialah bagian dari mukosa mulut yang menutupi mahkota gigi yang tidak

tumbuh dan mengelilingi leher gigi yang sudah tumbuh, berfungsi sebagai struktur

penunjang untuk jaringan di dekatnya. Gingiva dibentuk oleh jaringan berwarna merah

muda pucat yang melekat dengan kokoh pada tulang dan gigi, yang mukosa alveolar

menyambung dengan mukogingival. Dalam istilah awam disebut gusi (Karim, C.A.A.

dkk., 2013).

2.2. Anatomi Gingiva

Anatomi gingiva menurut Manson & Eley (1993) adalah sebagai berikut:

1. Alveolar Mucosa (Mukosa Alveolar)

Mukosa alveolar adalah jaringan lunak antara bibir dan gusi

2. Mucogingival Junction (Pertautan Mukogingiva)

Mucogingival junction adalah garis yang memisahkan gingiva cekat dari mukosa
alveolar.
3. Attached Gingiva (Perlekatan Gingiva)
Attached gingiva merupan bagian dari gingiva yang kuat dan lentur serta terikat pada

sementum di bawahnya dan tulang alveolar sehingga tidak dapat digerakkan.

Permukaan attached gingiva memiliki tekstur seperti kulit jeruk, berwarna merah muda

dan memiliki stippling.

4. Alur Gingiva Bebas (Free Gingiva Groove)

Alur gingiva bebas terdapat pada permukaan tepi gingiva yang halus dan membentuk

lekukan sedalam 1-2 mm di sekitar leher gigi dan eksternal leher gingiva yang

mempunyai kedalaman 0-2 mm.

5. Sulkus Gingiva

Sulkus gingiva adalah celah antara gingiva bebas dan gigi. Sulkus gingiva yang sehat

umumnya memiliki kedalaman kurang lebih 2-3 mm dan berbentuk seperti huruf V

6. Interdental Papilla

Papilla Interdental juga dikenal sebagai interdental gingiva. Gingiva interdental adalah

bagian dari gusi yang berada di koronal sampai margin gingiva bebas pada permukaan

bukal dan lingual gigi..

Gambar 2.1 Bagian Gingiva

Sumber : Brand, Isselhard. Anatomy of Orofacial Structures 7th Edition. St. Louis:

Elsevier Mosby; 2014.P.80


2.3. Kriteria Gingiva Normal

Gambaran klinis gingiva sebagai dasar untuk mengetahui perubahan patologis

yang terjadi pada gingiva yang terjangkit suatu penyakit. Menurut Herijulianti yang dikutip

oleh Luthfi Laukhatul Jannah (2014) kriteria gingiva normal terdiri dari:

1. Warna Gingiva

Warna gingiva normal umumnya berwarna merah muda yang diakibatkan oleh

adanya suplai darah dan derajat lapisan keratin epitelium serta sel-sel pigmen. Warna ini

bervariasi pada setiap orang dan erat hubungannya dengan pigmentasi kutaneous.

Pigmentasi pada gingiva biasanya terjadi pada individu yang memiliki warna kulit

gelap. Pigmentasi pada attached gingiva mulai dari coklat sampai hitam. Warna pada

alveolar mukosa lebih merah disebabkan oleh mukosa alveolar tidak mempunyai lapisan

keratin dan epitelnya tipis.

2. Ukuran Gingiva

Ukuran gingiva ditentukan oleh jumlah elemen seluler, interseluler dan suplai darah.

Perubahan ukuran gingiva merupakan gambaran yang paling sering dijumpai pada

penyakit periodontal.

3. Kontur Gingiva

Kontur dan ukuran gingiva sangat bervariasi. Keadaan ini dipengaruhi oleh bentuk dan

susunan gigi geligi pada lengkungnya, lokalisasi dan luas area kontak proksimal dan

dimensi embrasur (interdental) gingiva oral maupun vestibular. Interdental papil

menutupi bagian interdental gingiva sehingga tampak lancip.

4. Konsistensi Gingiva

Gingiva melekat erat ke struktur dibawahnya dan tidak mempunyai lapisan submukosa

sehingga gingiva tidak dapat digerakkan dan kenyal.


5. Tekstur Gingiva

Permukaan attached gingiva berbintik-bintik seperti kulit jeruk. Bintik- bintik ini biasanya

disebut stippling. Stippling akan terlihat jelas apabila permukaan gingiva dikeringkan.

2.4. Status Gingiva

Gingiva merupakan bagian dari jaringan periodontal yang paling luar. Gingiva

sering kali dipakai sebagai indikator jika jaringan periodontal terkena penyakit, hal ini

disebabkan karena kebanyakan penyakit periodontal dimulai dari gingiva. Gingiva juga

dapat menggambarkan keadaan tulang alveolar yang berada dibawahnya. Gingiva

merupakan bagian membran mukosa mulut tipe mastikasi melekat pada tulang alveolar

serta menutupi dan mengelilingi leher gigi. Pada permukaan rongga mulut, gingiva

meluas dari puncak marginal gingiva sampai ke pertautan mukogingival (Meganda dkk,

2011).

Untuk kepentingan klinis yang khusus, bagian gingiva yang berada di ruang

interdental, dipisahkan secara klinis sebagai suatu bagian khusus dari gingival, hal ini

disebabkan bagian gingiva tersebut digunakan sebagai indikator yang paling akurat untuk

mengetahui terjadinya penyakit gingiva sedini mungkin. (Meganda dkk, 2011).

2.5 Indeks Gingiva

Indeks adalah metode untuk mengukur kondisi dan keparahan suatu penyakit

atau keadaan pada individu atau populasi. Indeks digunakan pada praktik di klinik

untuk menilai status gingiva pasien dan mengikuti perubahan status gingiva seseorang

dari waktu ke waktu. Pada penelitian epidemologis, indeks gingival digunakan untuk

membandingkan prevalensi gingivitis pada kelompok populasi (Putri dkk., 2010).

Untuk menentukan derajat inflamasi gingiva atau gingivitis dipakai indeks


gingiva yang diperkenalkan oleh Loe dan Silness. Pengukuran dilakukan pada gigi

indeks 16, 12, 24, 36, 32, 44. Jaringan sekitar tiap gigi dibagi ke dalam empat unit

penilaian gingiva, papila distal-labial, margin gingiva labial, papila mesial-labial dan

margin gingiva lingual keseluruhan. (Daliemunthe, 2008). Kriteria penilaian

pemeriksaan gingiva dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 1. Kriteria Penilaian Pemeriksaan Gingiva

No Kriteri Nilai
a
Gingiva sehat 0
1

Inflamasi gingiva ringan, gingiva yang ditandai

2 dengan perubahan warna, sedikit edema, pada palpasi 1


tidak terjadi perdarahan

Inflamasi gingiva sedang, gingiva berwarna merah,

3 edema dan mengkilat, pada palpasi terjadi 2


perdarahan

Inflamasi gingiva parah, gingiva berwarna merah

4 menyolok, edema, terjadi ulserasi, gingiva 3

cenderung berdarah spontan.


(Jeffrey et al., 2011)

Untuk mendapatkan skor setiap gigi dapat dilakukan dengan cara

menjumlahkan skor keempat sisi yang diperiksa, lalu dibagi dengan empat (jumlah

sisi yang diperiksa). sedangkan untuk memperoleh skor indeks gingiva yaitu Jumlah

skor semua gigi yang diperiksa dibagi dengan jumlah gigi yang diperiksa.

Gingival indeks (GI) adalah derajat keparahan inflamasi gingiva secara klinis

dapat ditentukan dari skor indeks gingiva dengan kriteria sebagai berikut:
Tabel 2. Kriteria Skor Indeks Gingiva

Skor Indeks
Kondisi Gingiva
Gingival
0,1 – 1,0 Gingivitis Ringan

1,1 – 2,0 Gingivitis Sedang

2,1 – 3,0 Gingivitis Parah

(Jeffrey et al., 2011)

B. Kebiasaan Menyirih

2.1. Budaya Makan Sirih

Menyirih merupakan salah satu bentuk dari kebiasaan-kebiasaan yang ada di

masyarakat yang secara turun temurun dilakukan. Makan sirih mulai dilakukan

masyarakat di China dan India, lalu menyebar ke benua Asia termasuk Indonesia. Sirih

adalah jenis tumbuhan yang mirip dengan tanaman lada, dengan nama ilmiahnya adalah :

Piper Betle. L , dan ada beberapa daerah di Indonesia memberikan nama lain terhadap

sirih yaitu Suruh, Sedah (Jawa), Seureuh (Sunda), Ranup (Aceh), Belo (Batak Karo),

Cambai (Lampung), Uwit (Dayak) Base (Bali), Nahi (Bima), Gapura (Bugis), Meta

(Flores) dan Afo (Sentani), sedangkan nama asing sirih adalah Ju jiang (Cina). Sirih

secara kimia mengandung minyak Atrisi, Hidroksivacikol, Kavikol, Allypyrokatekol,

Karvakrol, Eugenol, Eugenol Methyl other, P-cymene, Cineole, Caryophyllene,

Cadinene, Estragol, Terpenena, Sesquiterpena, Fenil Propana, Tannin Diastase, Gula, Pati

(Muhlisah, 2006).
Komposisi utama dari menyirih adalah buah pinang, kapur sirih, gambir, dan

sebagai bahan tambahan adalah kapulaga, cengkeh, kayu manis dan tembakau. Kegiatan

makan sirih memiliki efek terhadap gigi, gingiva atau gusi, dan mukosa mulut. Dan efek

tersebut membawa dampak yang positif maupun negatif”. Dampak positif dari makan

sirih terhadap gigi di antaranya adalah untuk menghambat proses pembentukan karies.

Sedangkan dampak negative yang di timbulkan dari makan sirih adalah bisa

menyebabkan penyakit periodontal yaitu penyakit inflamasi kronik rongga mulut yang

umum dijumpai pada mukosa mulut.

2.2. Komposisi sirih

Menurut Ridzuan (2009) Campuran bahan-bahan untuk menyirih terdiri dari daun

sirih (Piper betle), pinang (Areca nut), gambir (Uncaria gambir), kapur (Calcium

hydroxide), dan tembakau (Tobacco)

A. Daun sirih (Piper Betle)

Nama ilmiah dari sirih adalah Piper Betle Linn termasuk dalam golongan keluarga

Piperaceae. Nama Betle berasal dari bahasa Portugis-Betle. Dalam bahasa Hindi lebih

dikenal Pan atau Paan dan dalam bahasa Sansekerta disebut sebagai Tambula. Dalam

bahasa Sinhala Sri Langka disebut Bulat. Bahasa Thai disebut sebagai Plu.

Daun sirih (Piper betle) merupakan suatu jenis tanaman dari family Piperaceae

yang mengandung minyak atsiri dan senyawa alkaloid. Senyawa-senyawa seperti

sianida, saponin, tanin, flafonoid, steroid, alkaloid dan minyak atsiri diduga dapat

berfungsi sebagai insektisida.


Sirih merupakan tanaman asli indonesia yang tumbuh merambat atau bersandar

pada batang pohon lain. Tanaman ini banyak kita temukan di berbagai daerah

dengan variasi bentuk dan warna yang menarik. Ada beberapa jenis sirih yang dikenal

masyarakat, misalnya sirih jawa(daunnya lebih lembut, baunya kurang tajam dan

warnanya hijau rumput), sirih belanda (daunnya besar, hijau tuam rasa, bau tajam dan

pedas), sirih cengkeh (kecil, daun kuning, dan rasanya seperti cengkeh), sirih kuning,

sirih merah dan sirih hitam.

Sifat tumbuhan sirih adalah sejenis pepohonan yang menjalar dan merambat pada

batang pohon sekelilingnya. Bentuk daunnya agak membujur. Daun-daun sirih yang

subur berukuran antara 8 cm s/d 12 cm. Lebar daun 10 – 15 cm. Panjang sirih sesuai

umurnya, ditanam diatas tanah gembur yang tidak terlalu lembab dan memerlukan

cuaca tropis, agar tumbuh subur diperlukan jumlah air yang mencukupi.

Sejak dulu masyarakat Indonesia biasa menggunakan daun sirih sebagai penguat

gigi, obat untuk menghentikan pendarahan pada gusi, menghialngkan bau mulut dan

sekaligus daun sirih dikenal sebagai antiseptic alami.

Rasa sirih disebabkan oleh adanya minyak uap yang mengandung fenol dan

bahan-bahan yang menyebabkannya pedas. Bahan-bahan yang terdapat dalam daun

sirih adalah kalsium nitrat sedikit gula dan tannin. faktor-faktor yang menentukan enak

atau tidaknya daun sirih adalah jenis sirih itu, umurnya dan kecukupan cahaya

matahari serta keadaan daun-daunnya.

Daun sirih mengandung minyak atsiri sehingga memiliki aktivitas antimikroba

terhadap bakteri rongga mulut seperti Streptococcus mutans yang terdapat dalam air

liur dan saliva . Minyak atsiri dari daun sirih mengandung minyak terbang
(betIephenol), seskuiterpen, pati, diatase, gula dan zat samak dan kavikol yang

memiliki daya mematikan kuman, antioksidasi dan fungisida, anti jamur.

Ada beberapa manfaat daun sirih bagi kesehatan gigi dan mulut diantaranya:

1. Menghilangkan Bau Mulut

Ramuan ini juga dapat mengobati bau mulut disebabkan oleh kerusakan gigi dan

bakteri mulut yaitu dengan cara dikunyah. aranya daun sirih dicuci lalu kunyah

dan biarkan beberapa menit dalam mulut, kemudian buang. lakukan ini 2-

3 kali sehari. cara kedua yaitu dengan cara berkumur. Rebus 5-6 daun sirih dengan

2 gelas air mendidih. Dinginkan dan saring, gunakan untuk berkumur- kumur

setiap pagi dan sore.

2. Mengobati pembengkakan gusi

Untuk mengobati pembengkakan gusi dengan daun sirih dapat dilakukan dengan

mengambil 5-6 lembar daun sirih, rebus dengan 3 gelas air sampai mendidih.

Angkat dan saring, tambahkan garam, selanjutnya gunakan untuk berkumur tiga

kali sehari

3. Pendarahan Gusi / gingiva

Untuk menghentikan pendarahan gusi, anda dapat mengambil 10 lembar daun

sirih. Setelah dicuci, direbus dengan 5 gelas air sampai mendidih angkat dan

saring kemudian gunakan untuk berkumur.

4. Menghambat karies gigi

Kebiasaan menginang beberapa orang tua terdahulu ternyata terbukti

memberi manfaat baik untuk gigi. Sebuah penelitian mengungkapkan, bahwa

manfaat daun sirih ternyata mampu menghambat pertumbuhan bakteri penyebab

karies gigi. Karies gigi adalah salah satu momok kesehatan paling umum dialami.
Kandungan minyak atsiri, flavonoid, alkanoid, dan senyawa fenolik lah

yang dipercaya menghambat karies gigi. Semua senyawa ini pada dasarnya

bersifat aktif terhadap bakteri S. mutans.

5. Meredakan sakit gigi berlubang

Mengunyah daun sirih secara langsung atau berkumur dengan rebusan

daun sirih merupakan obat alami yang sangat efektif dalam mengatasi sakit gigi

akibat gigi berlubang. Daun sirih direbus dengan 2 gelas air sampai mendidih lalu

dinginkan air rebusan tersebut.Gunakan air rebusan itu untuk berkumur.Diulang

secara teratur sampai sembuh.

6. Mencegah gigi berlubang

Ada beberapa kiat yang bisa dilakukan sebagai cara mencegah gigi

berlubang dan salah satunya adalah memanfaatkan daun sirih. Berdasarkan

penelitian beberapa pakar, daun sirih merupakan salah satu jenis tanaman yang

memiliki kandungan anti bakteri paling tinggi.

Untuk menghilangkan bakteri penyebab gigi berlubang masyarakat

menggunakan daun sirih dengan cara mengunyah daun sirih secara langsung dan

bisa juga dengan merebus daun sirih lalu menyaringnya dan dipakai untuk

berkumur.

7. Memperkuat gigi dan gusi

Di Indonesia terdapat sebuah budaya yang disebut dengan budaya

menyirih. Budaya menyirih ini merupakan kebiasaan mengunyah daun sirih

dengan tujuan untuk memperkuat gigi dan gusi. Terbukti bahwa para lansia yang

terbiasa nyirih atau mengunyah sirih memiliki gigi dan gusi yang lebih kuat dan

tahan lama dibandingkan dengan lansia yang tidak hobi menyirih.


Budaya menyirih sendiri sudah dilakukan oleh nenek

moyang jauh sebelum hadirnya pasta gigi. Itulah sebabnya, di

beberapa pasta gigi yang kita gunakan sekarang ini, terdapat

kandungan zat xilitol yang merupakan kandungan dari daun sirih.

Sehingga ketika kita menggunakan pasta gigi maka manfaat

menyirih juga bisa didapatkan.

B. Pinang (Areca nut)

Pinang (Areca nut) merupakan suatu jenis tanaman dari family

Arecaceae yang dapat mencapai tinggi 15-20 meter dengan batang tegak

15 cm. Tanaman ini berbunga pada awal dan akhir musim hujan dan

memiliki masa hidup 25-30 tahun. Biji buah berwarna coklat tua dengan

lipatan tidak beraturan.

Biji pinang mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, tannin,

saponin, dan polifenol yang telah diketahui memiliki aktivitas antibakteri

(Widyaningrum & Rahmat, 2011). Penelitian sebelumnya menunjukkan

bahwa ekstrak biji pinang dapat menghambat pertumbuhan bakteri

Streptococcus mutans dengan Kadar Hambat Minimum (KHM) pada

konsentrasi 1,5% (Asdyaksa, 2013). Streptococcus mutans merupakan

flora normal yang terdapat dalam rongga mulut. Namun demikian, jika

lingkungan menguntungkan dan terjadi peningkatan populasi bakteri,


maka bakteri ini akan berubah menjadi pathogen (Broadbent et al., 2011)

Buah mungil dari golongan palem ini biasanya dipotong kecil

dan digulung bersama dengan daun sirih, gambir dan injet, kemudian

dikunyah bersama sehingga menimbulkan warna merah.Makan sirih di

Jawa Tengah dan sekitarnya dilakukan dengan mecampurkan semua

bahan di atas: dauh sirih, injet/enjet, dan cuilan kecil gambir. Sedikit

kapur dioleskan di atas daun sirih, dan di atasnya ditaruh sedikit gambir,

daun dilipat, kemudian dimasukkan ke mulut dan mulai dikunyah.Tidak

tahu
reaksi apa yang terjadi, tapi yang pasti makin lama warna di mulut berubah menjadi

merah menyala. Sesaat kemudian, ludah berwarna merah terang akan mulai

diludahkan. Setelah beberapa saat, akan disambung dengan gumpalan tembakau

rajangan tadi untuk membersihkan gigi dan bibir, serta dihisap-hisap

C. Gambir (Uncaria gambir)

Gambir adalah sejenis getah yang dikeringkan yang berasal dari ekstrak remasan

daun dan ranting tumbuhan bernama Uncaria gambir. Kandungan penting gambir

adalah catechin satu bahan alami yang bersifat anti- 16 oksidan. Kegunaan gambir

yang utama di Nusantara adalah dikenal luas sebagai salah satu komponen menyirih.

Dari Sumatera sampai Papua diperkirakan sudah 2.500 tahun lalu mengenal gambir

dengan kegunaan untuk menyirih.

Gambir adalah ekstrak kering dari ranting dan daun tanaman Uncaria gambir

yang termasuk dalam Famili Rubiaceae yang merupakan komoditas perkebunan

rakyat. Indonesia merupakan negara pemasok utama gambir dunia (80%) yang

sebagian besar berasal dari Kabupaten Lima Puluh Kota dan Pesisir Selatan. Gambir

merupakan ekstrak kering dari ranting dan daun tanaman Uncaria gambir (Hunter)

Roxb. Ekstrak gambir mengandung komponen utama katekin dan komponen lainnya

diantaranya asam kateku tanat, kuersetin, kuteku merah, gambir fluoresen, lemak, dan

lemak (Rahmawati, Bakhtiar, & Putra, 2012).

D. Kapur sirih (Calcium hydroxide)

Kapur sirih/injet sering juga disebut dengan “Slaked Lime” yaitu satu bentuk

pasta yang dibuat dari menggiling atau menghancurkan cangkang kerang dan

membuatnya menjadi pasta.


Kapur berwarna putih seperti salep yang berasal dari karang laut atau

cangkerang dari kerang yang telah dibakar. Hasil dari debu cangkerang tersebut perlu

dicampurkan air supaya memudahkan lagi untuk dioleskan pada daun sirih bila

diperlukan.

E. Tembakau (Tobacco)

Tembakau merupakan tumbuhan semusim yang ditanam untuk diambil

daunnya. Tumbuhan ini termasuk dalam family Solanaceae.Tembakau merupakan

salah satu komoditas penting di Indonesia. Peran tembakau dan industri hasil

tembakau dalam kehidupan sosial dalam bentuk cukai dan devisa. Jawa Timur

merupakan penghasil tembakau terbesar di Indonesia (58,2%).

Daun tembakau diketahui mengandung bahan yang bersifat antibakteri dan

anti jamur. Bahan aktif tersebut diantaranya golongan fenol yaitu flavonoid,

golongan alkaloid yaitu nikotin, golongan saponin yaitu steroid, dan minyak atsiri

yaitu terpenoid (Fathiazad, et al., 2010). Putri, Barid, Kusumawardani (2016)

melaporkan bahwa ekstrak etanol daun tembakau memiliki daya antibakteri terhadap

Streptococcus mutans dan Porphyromonas gingivalis, serta memiliki aktivitas

antijamur terhadap Candida albicans.

2.3. Cara Mengunyah Sirih

Cara mengunyah sirih dilakukan dengan cara yang berbeda-beda di berbagai

negara, sedangkan komponen utama yang relative konsisten tetap sama. Daun sirih

sebaiknya dikomsumsi dalam keadaan segar karena diyakini jika terlalu lama dapat

mengurangi rasa.
Cara dan komposisi menyirih yang paling umum dilakukan oleh masyarakat

adalah dengan menggoles kapur sirih (Calcium hydroxide) dan tembakau atau

baberapa potongan kecil buah pinang (Areca cathecu) di atas lembaran daun sirih

(Piper betle leaves) dan beberapa bahan tambahan lainnya. Kemudian daun sirih

dilipat seperti membungkus hadiah untuk mendapatkan bentuk dan ukuran yang

menggumpal, lalu gumpalan dimasukkan ke dalam mulut di antara gigi dan pipi,

kemudian dikunyah. Terkadang gumpalan ini dibiarkan berada di dalam mulut

selama beberapa jam, bahkan beberapa orang membiarakannya berada di dalam

mulut saat tidur. Proses mengunyah sirih diakhiri dangan menyusur tembakau yakni

menggosokkan segumpalan tembakau pada gigi untuk meratakan hasil mengunyah

sirih.

2.4. Kebiasaan buruk para pengunyah sirih

Menyirih dianggap dapat memperkuat gigi karena khasiat dari kandungan

bahan yang digunakan untuk menyirih. Menyirih dipercaya dapat mengobati gigi

yang sakit maupun mencegah nafas yang tidak sedap. Namun demikian, para

pengunyah sirih memiliki kebiasaan buruk terkait dengan menjaga kebersihan dan

kesehatan gigi dan mulut.

Kebiasaan buruk para pengunyah sirih diantaranya:

a. Kurang memperhatikan kebersihan gigi dan mulut

Perilaku masyarakat yang umumnya dilakukan setelah menginang

atau mengunyah sirih adalah tidak membersihkan mulut setelah menginang.

Mereka hanya berkumur sebelum makan dan menggosok gigi pada saat mandi.

Kesehatan gigi akan tetap terjaga jika kebersihan gigi selalu diperhatikan

dengan menggosok gigi. Namun kenyataannya, bagi para


penyirih, menggosok gigi telah tergantikan oleh kebiasaan menyirih. Kegiatan

menyirih diakhiri dengan menyusur yaitu menggosok-gosokkan gumpalan

tembakau pada gigi. Menyusur mempunyai fungsi untuk meratakan hasil

menyirih dan membersihkan gigi. Frekuensi kegiatan menyirih yang dilakukan

menjadikan penyirih tidak menjaga kebersihan mulut dengan baik (Kamisorei

& Devy, 2018).

Kebiasaan menyirih juga dapat mendorong terjadinya kerusakan

jaringan periodontal diantaranya kebersihan mulut yang tidak dijaga, iritasi

kandungan bahan menyirih secara terus menerus, usia penyirih. Jika pengunyah

sirih yang tidak rutin membersihkan gigi, maka dalam jangka waktu panjang

gigi mereka akan menghitam.

b. Membuang residu menyirih sembarang tempat

Menyirih akan menghasilkan sisa atau residu berupa ludah berwarna

coklat kemerahan dan ampas dari bahan menyirih. Ini menunjukkan bahwa

para pengunyah sirih memiliki kebiasaan yang bururk setelah menyirih yaitu

dengan membuang ludah dan menempatkan ampas di sembarang tempat.

Sebenarnya, ludah tersebut dapat ditampung dalam wadah yang disebut

tempolong sebelum ludah dibuang setelah tempolong penuh.

Mengunyah sirih dapat menghasilkan ludah berwarna coklat

kemerahan. Warna tersebut disebabkan keberadaan senyawa tannin dan katekin

dalam getah daun maupun ranting tumbuhan gambir serta adanya antosianin

dalam daun sirih hijau (Prabhu & Bhute, 2012; Muthoharoh, 2011).

Orang akan merasa risih atas bertebaran ludah residu dari menginang.

Selain itu, kebiasaan meludah sembarangan merupakan kebiasaan yang tidak

baik karena dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit yang menular yang

dapat ditimbulkan melalui air liur.


E. Kerangka Konsep

Menyirih

Lama Menyirih

Dampak

Status Gingiva
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi pustaka yang merupakan suatu kegiatan
menghimpun infomasi yang relevan dengan masalah yang menjadi obajek penelitian
dengan bersumber dari jurnal, buku, dan internet. Penjelasan mengenai suatu topik yang
telah di publikasikan oleh para serajana dan peneliti.
2. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan. Oleh karena itu teknik yang digunakan
dalam pengumpulan data adalah pengumpulan bahan-bahan pustaka yang koheren
dengan objek pembahasan yang dimaksud. Data yang ada dalam kepustakaan tersebut
dikumpulkan dan diolah dengan cara:
a. Research (pencarian data berdasarkan topik penelitian)
b. Editing
c. Organizing
d. Penemuan hasil penelitian
3. Analisis Data
Analisis data dalam kajian pustaka (library research) ini adalah analisis isi (contenct
analysis) yaitu menelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu
informasi tertulis atau tercetak dalam bentuk buku, jurnal, dan textbook. Adapun tahap
analisis isi yang di tempuh adalah:
a. Menentukan permasalahan
b. Menyusun kerangka pemikiran
c. Analisis data
d. Interpretasi data
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, 2007. Efek aplikasi topical Laktoferin dan Pier Betle Linn pada Mukosa Mulut terhadap

perkembengan Karies Gigi. Jurnal M.I Kedokteran Gigi, 22(1): 28-31.

Avinaninasia, 2011. Sirih Pinang: Budaya Yang Mengancam Kesehatan?.

https://avinaninasia.wordpress.com/ [diakses 15 Desember 2014]

Boediardjo, 1985, Pemeliharaan Kesehatan Gigi Keluarga, Airlangga Universiti press : Jakarta

Chatrchaiwiwatana, S, (2006). Dental Caries and Periodontitis Associated with

Betel Quit Chewing: Analysis of Two Data Sets. Journal Medical Association

Thailand, 89(7):4- 11.

Broadbent, J. M., Thomson, W. M., Boyens, J. V., & Poulton, R. (2011). Dental plaque and oral

health during the first 32 years of life. The Journal of the American Dental

Association, 142(4), 415-426

Dondy, 2009. Kebiasaan Menyirih terhadap Jaringan Periodontal. http://drgdondy.blogspot.com/

[diakses 15 Desember 2014]

Fathiazad, F., Delazar, A., Amiri, R., & Sarker, S. D. (2010). Extraction of flavonoids and

quantification of rutin from waste tobacco leaves. Iranian Journal of Pharmaceutical

Research, 222-227.

Kamisorei, R. V., & Devy, S. R. (2018). Gambaran Kepercayaan Tentang Khasiat Menyirih Pada

Masyarakat Papua Di Kelurahan Ardipura I Distrik Jayapura Selatan Kota

Jayapura. Jurnal Promkes, 5(2), 232- 244.

Karim, C. A., Gunawan, P., dan Wicaksono, D. A. 2013. Gambaran Status Gingiva pada Anak

Usia Sekolah Dasar di SD GMIM Tonsea Lama. Jurnal e-Gigi(eG). 1(2).


Luthfi Laukhatul Jannah. Perbedaan Nilai Status Kesehatan Gingiva Antara Prapubertas di SD

Dengan Pubertas di SMP Ta’mirul Islam Surakarta. Skripsi. Fakultas Kedokteran

Gigi Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2014

Meganda dkk,. (2011). Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras Dan Jaringan Pendukung Gigi.

Jakarta : EGC

Muhlisah, 2006, Antropologi Budaya, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Putri, dkk., 2010, Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras dan Jaringan Pendukung Gigi,

Jakarta : EGC

Putri MH, Herijulianti E, Nurjannah N. Ilmu pencegahan penyakit jaringan keras dan jaringan

pendukung gigi. Jakarta : EGC: 2010. p. 26-35, 196-9

Rahmawati, N., Bakhtiar, A., & Putra, D. P. (2012). Isolasi katekin dari gambir (Uncaria gambir

(HuRanter) Roxb) untuk sediaan farmasi dan kosmetik. Jurnal Penelitian Farmasi

Indonesia, 1(1), 6- 10.

Ridzuan, N.B. 2009. Kangker Rongga Mulut Disebabkan oleh Kebiasaan Menyirih. Skripsi,

Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatra Utara, Medan. Hal: 12, 13, 14, 15,

16

Anda mungkin juga menyukai