Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh
yang tidak dapat dipisahkan satu dan lainnya karena akan mempengaruhi
kesehatan tubuh keseluruhan. Gigi merupakan salah satu bagian tubuh
yang berfungsi untuk mengunyah, berbicara dan mempertahankan bentuk
muka, sehingga penting untuk menjaga kesehatan gigi sedini mungkin
agar dapat bertahan lama dalam rongga mulut. Kelainan-kelainan yang
bisa terjadi di dalam mulut adalah gigi berlubang, penyakit atau radang
gusi dan gigi berjejal. Karies gigi dan radang gusi (gingivitis) merupakan
penyakit gigi dan jaringan pendukung gigi yang banyak dijumpai pada
anak-anak sekolah dasar di Indonesia, serta cenderung meningkat setiap
dasawarsa.
Masalah terbesar yang dihadapi penduduk Indonesia seperti juga di
negara-negara berkembang lainnya di bidang kesehatan gigi dan mulut
adalah penyakit jaringan keras gigi (caries dentin) dan gusi (gingiva). Hal
ini karena prevalensi karies di Indonesia mencapai 80%. Usaha untuk
mengatasinya belum memberikan hasil yang nyata bila diukur dengan
indikator kesehatan gigi masyarakat. Tingginya prevalensi karies gigi
serta belum berhasilnya usaha untuk mengatasinya mungkin dipengaruhi
oleh faktor-faktor distribusi penduduk, faktor lingkungan, faktor perilaku,
dan faktor pelayanan kesehatan gigi yang berbeda-beda pada masyarakat
Indonesia. Peningkatan keadaan sosial ekonomi dan pola hidup juga
sangat berpengaruh pada peningkatan penyakit gigi dan mulut. Hal ini
antara lain disebabkan karena adanya perubahan perilaku masyarakat
serta kemampuan dalam menyediakan makanan yang bersifat kariogenik
seperti gula, permen, dan coklat.
Gingivitis atau radang gusi merupakan inflamasi atau peradangan
yang mengenai jaringan lunak di sekitar gigi atau jaringan gingiva.
Gingivitis disebabkan oleh faktor primer dan faktor sekunder. Faktor
primer gingivitis adalah plak, sedangkan faktor sekunder dibagi menjadi
2, yaitu faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor lokal diantaranya:
kebersihan mulut yang buruk, sisa-sisa makanan, akumulasi plak dan
mikroorganisme, sedangkan faktor sistemik, seperti: faktor genetic,
1
2

nutrisional, hormonal, dan hematologi. Gingivitis bisa menjadi


sebuah tumor ganas yang bisa mengancam nyawa seseorang. Salah satu
contoh peristiwa akibat gingivitis yaitu seorang gadis berusia 17 tahun
bernama Cucu Putri Asih asal cilacap, Jawa Tengah meninggal dunia
akibat gingivitis yang berkembang menjadi tumor ganas.
Berdasarkan hal yang telah dipaparkan, penulis tertarik untuk
membahas dan mengkaji peristiwa tewasnya seorang gadis 17 tahun asal
cilacap yang diakibatkan oleh peradangan gusi (gingivitis). Dengan
demikian penulis dapat memahami apa yang menjadi penyebab serta
pencegahan yang harus dilakukan agar terhidar dari penyakit gingivitis.

1.2 RUMUSAN MASALAH


a. Bagaimana peran serta kontribusi pemerintah dalam
pengobatan dan perawatan gigi dan mulut masyarakat,
sehingga sesuai standar perencanaan program kesehatan
masyarakat yang berkualitas?
b. Bagaimana prosedur pemerintah dalam perawatan gigi di
masyarakat yang baik dan benar serta pencegahan pada
masalah gigi masyarakat, sehingga sesuai dengan standar
perencanaan?

1.3 TUJUAN PENELITAN

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian adalah


sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui peran serta kontribusi pemerintah dalam


pengobatan dan perawatan gigi dan mulut masyarakat,
sehingga sesuai standar perencanaan program kesehatan
masyarakat yang berkualitas.
b. Untuk menganalisis prosedur pemerintah dalam perawatan
gigi di masyarakat yang baik dan benar serta pencegahan
pada masalah gigi masyarakat sehingga sesuai dengan
standar perencanaan.
3

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi bagi


masyarakat dan pemerintah, serta bagi penulis sendiri. Manfaat dari
penelitian ini antara lain sebagai berikut :

a. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi


evaluasi pemerintah terhadap kesehatan gigi dan mulut
masyarakat di Indonesia, dengan harapan penyelenggaraan
sosialisasi kesehatan terutama bidang gigi dan mulut di
Indonesia dapat semakin baik dan dapat digunakan sesuai
dengan perencanaan. Selain itu, penelitian ini juga
diharapkan dapat menjadi arahan untuk pemerintah dalam
menyusun prosedur pelayanan dan penyuluhan terhadap
kesehatan gigi dan mulut di Indonesia, sehingga peristiwa
yang pernah terjadi tidak terulang kembali.
b. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberi
konstribusi bagi masyarakat dalam menambah pengetahuan
mengenai kesalahan-kesalahan dalam perawatan gigi, faktor
yang berpengaruh terhadap kerusakan gigi, dan akibat yang
ditimbulkan. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat
menjadi petunjuk atau panduan dalam perawatan gigi dan
mulut guna mendukung program kesehatan masyarakat oleh
pemerintah.
c. Bagi penulis, penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam
menambah wawasan, kemampuan menganalisis, dan
pengalaman penulis yang dapat meningkatkan kemampuan
berfikir kritis terhadap suatu peristiwa. Penelitian ini juga
diharapkan dapat berguna di masa kini dan di masa yang
akan datang.

1.5 LANDASAN TEORI


a. Gingivitis
b. Peradangan
c. Faktor yang berpengaruh
d. Prosedur perawatan dan pengobatan gigi
e. Kerugian yang dialami
4

1.6 HIPOTESIS

Sakit gigi mungkin terlihat sepele. Tak begitu menyeramkan


dibandingkan kanker atau penyakit tidak menular lainnya. Namun, sakit
gigi yang banyak diakibatkan oleh lubang gigi sebenarnya dapat
berdampak besar bagi kualitas hidup. Itu dikatakan Prof.drg.Anton
Rahardjo,Ph.D
Anton mengatakan, lubang gigi bisa membuat anak kesulitan
mengunyah makanan, akibatnya mengganggu asupan gizi, daya tahan
tubuh, kualitas kecerdasan, serta emosional anak. “banyak studi yang
menunjukkan hubungan kuat terhadap parameter karies (lubang) gigi
dengan berbagai parameter kesehatan dan kualitas hidup.” Ucap anton.
Sedangkan di Indonesia, pengidap karies gigi cenderung meningkat
dalam tiga dasawarsa terakhir. Dalam survey Bulan Kesehatan Gigi
Nasional (BKGN) 2016, persentase anak usia 6 tahun di 25 provinsi
terkena karies gigi sulung sebesar 74,44 persen. Pada anak usia 12 tahun,
BKGN tahun 2015 menyebutkan bahwa persentase gigi berlubang
sebesar 53,9 persen. Dampak besar lubang gigi dibuktikan oleh penelitian
D. Maharani dan timnya di Bekasi, Jawa Barat. Riset yang melibatkan
800 murid Sekolah Dasar (SD) itu menunjukkan ada hubungan lubang
gigi dengan prestasi belajar, jumlah presensi, kepercayaan diri, dan
kualitas hidup anak.

1.7 SISTEMATIKA PENULISAN

Judul

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian
5

1.5 Landasan Teori


1.6 Hipotesis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1Gingivitis
2.2 Peradangan
2.3 Faktor yang berpengaruh
2.4 Prosedur Perawatan dan Pengobatan Gigi
2.5 Kerugian yang dialami

BAB 3 PENUTUP

3. 1 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1GINGIVITIS

Gingivitis lebih dikenal dengan istilah gusi bengkak atau gusi yang
meradang. Gingivitis merupakan perubahan patologis yang disertai
inflamasi atau peradangan yang mengenai jaringan lunak disekitar gigi
atau jaringan gingiva (nevil, 2002)1.Gingivitis dapat terjadi akibat
kebersihan gigi dan mulut yang buruk sehingga menyebabkan peradangan
pada gingiva atau gusi.
Perkembangan gingivitis terjadi dalam tiga tahapan yang berbeda-
beda, yaitu:
1. Gingivitis Tahap I
Awal terjadinya gingivitis yaitu pelebaran pembuluh darah. Perubahan
inflamasi awal ini terjadi sebagai respon dari leukosit terhadap aktivitas
mikrobial dan stimulasi subquent sel endotel. Melihat dari gambaran histologi,
leukosit dan netrofil meninggalkan kapiler dengan cara bermigrasi melewati
dinding kapiler sehingga jumlahnya meningkat pada jaringan penghubung
Junctional epitelium dan sulcus gingiva.
2. Gingivitis Tahap II
Tanda klinis yang terjadi ada tahap kedua ialah adanya kemerahan
(hiperemi sudah terlihat) terjadinya pendarahan pada saat probing . Jika dilihat
dari gambaran histologi yaitu infiltrasi leucosit dalam jaringan konektive
dibawah junctional epitelium leukasit +_ 75% dan netrofil yang bermigrasi
sebagai mana juga sel-sel plasma.2
3. Gingivitis tahap III
Bertambah beratnya lesi inflamasi, aliran darah bertambah lambat,
warna gingiva menjadi merah kebiruan. Perbedaan gingivitis tahap II dan III
meningkatnya jumlah sel plasma yang berubah menjadi sel inflamasi sel plasma
akan menginvasi ke konective tissue tidak hanya dibawah junctional epitelium ,
akan tetapi ke jaringan yang lebih dalam sekitar pembuluh darah terjadinya
pelebaran pada junctional epitelium dan pada ruangan interseluler diisi dengan
granuler seluler yaitu lisosom yang berasal dari netrofil yang hancur, limfosit
dan monosit, lisosom ini mengandung asam hidrolase yang dapat merusak
komponen jaringan. Aktivitas genolitic meningkat pada inflamasi jaringan

1 https://www.scribd.com/document/348302520/Gingivitis
2 https://id.m.wikipedia.org/wiki/Gingivitis

6
7

gingiva oleh enzim kologenase. Enzim kologenase ini secara normal terdapat
pada jaringan gingiva yang dapat di produksi oleh beberapa bakteri yang berada
di dalam mulut dan oleh neutrofil.
Karakteristik gingivitis adalah sebagai berikut:
a. Perubahan Warna Gingiva
Tanda klinis dari petradangan gingiva adalah
perubahan warna. Warna gingiva ditentukan oleh beberapa
faktor termasuk jumlah dan ukuran pembuluh darah,
ketebalan epitel, keratinisasi dan pigmen di dalam epitel.
Gingiva menjadi memerah ketika vaskularisasi meningkat
atau derajat keratinisasi epitel mengalami reduksi atau
menghilang.
Warna merah atau merah kebiruan akibat proliferasi
dan keratinisasi disebabkan adanya peradangan gingiva
kronis. Pembuluh darah vena akan memberikan kontribusi
menjadi warna kebiruan. Perubahan warna gingiva akan
memberikan kontribusi pada proses peradangan. Perubahan
warna terjadi pada papila interdental dan margin gingiva
yang menyebar pada attached gingiva. 3
b. Perubahan Konsistensi
Kondisi kronis maupun akut dapat menghasilkan
perubahan pada konsistensi gingiva normal yang kaku dan
tegas. Pada kondisi gingivitis kronis terjadi perubahan
destruktif atau edema dan reparatif atau fibrous secara
bersamaan serta konsistensi gingiva ditentukan berdasarkan
kondisi yang dominan.
c. Perubahan Klinis dan Histopatologis
Gingivitis terjadi perubahan histopatologis yang
menyebabkan perdarahan gingiva akibat vasodilatasi,
pelebaran kapiler dan penipisan atau ulserasi epitel. Kondisi
tersebut disebabkan karena kapiler melebar yang menjadi
lebih dekat ke permukaan, menipis dan epitelium kurang
protektif sehingga dapat menyebabkan ruptur pada kapiler
dan perdarahan gingiva.
d. Perubahan Tekstur Jaringan Gingiva
Tekstur permukaan gingiva normal seperti kulit jeruk
yang biasa disebut sebagai stippling. Stippling terdapat pada
3 http://nelmayulita.blogspot.com/2015/03/gingivitis.html?m=1
8

daerah subpapila dan terbatas pada attached gingiva secara


dominan, tetapi meluas sampai ke papila interdental.4
Tekstur permukaan gingiva ketika terjadi peradangan
kronis adalah halus, mengkilap dan kaku yang dihasilkan
oleh atropi epitel tergantung pada perubahan eksudatif atau
fibrotik. Pertumbuhan gingiva secara berlebih akibat obat
dan hiperkeratosis dengan tekstur kasar akan menghasilkan
permukaan yang berbentuk nodular pada gingiva.
e. Perubahan Posisi Gingiva
Adanya lesi pada gingiva merupakan salah satu
gambaran pada gingivitis. Lesi yang paling umum pada
mulut merupakan lesi traumatik seperti lesi akibat kimia,
fisik dan termal. Lesi akibat kimia termasuk karena aspirin,
hidrogen peroksida, perak nitrat, fenol dan bahan
endodontik. Lesi karena fisik termasuk tergigit, tindik pada
lidah dan cara menggosok gigi yang salah yang dapat
menyebabkan resesi gingiva. Lesi karena termal dapat
berasal dari makanan dan minuman yang panas.
Gambaran umum pada kasus gingivitis akut adalah
epitelium yang nekrotik, erosi atau ulserasi dan eritema,
sedangkan pada kasus gingivitis kronis terjadi dalam bentuk
resesi gingiva.
f. Perubahan Kontur gingiva
Perubahan pada kontur gingiva berhubungan dengan
peradangan gingiva atau gingivitis tetapi perubahan tersebut
dapat juga terjadi pada kondisi yang lain.
Peradangan gingiva terjadi resesi ke apikal
menyebabkan celah menjadi lebih lebar dan meluas ke
permukaan akar. Penebalan pada gingiva yang diamati pada
gigi kaninus ketika
resesi telah mencapai mucogingival junction disebut sebagai
istilah McCall festoon.5

klasifikasi gingivitis berdasarkan keparahannya dibedakan menjadi


2:
a. Gingivitis Akut
4 http://nelmayulita.blogspot.com/2015/03/gingivitis.html?m=1
5 http://nelmayulita.blogspot.com/2015/03/gingivitis.html?m=1
9

Gambaran klinis pada gingivitis akut adalah


pembengkakan yang berasal dari peradangan akut dan
gingiva yang lunak. Debris yang berwarna keabu-abuan
dengan pembentukan membran yang terdiri dari bakteri,
leukosit polimorfonuklear dan degenarasi epitel fibrous.
Pada gingivitis akut terjadi pembentukan vesikel
dengan edema interseluler dan intraseluler dengan
degenarasi nukleus dan sitoplasma serta rupture dinding sel.
b. Gingivitis Kronis
Gambaran gingivitis kronis adalah pembengkakan
lunak yang dapat membentuk cekungan sewaktu ditekan
yang terlihat infiltrasi cairan dan eksudat pada peradangan.
Pada saat dilakukan probing terjadi perdarahan dan
permukaan gingiva tampak kemerahan.
Degenerasi jaringan konektif dan epitel dapat memicu
peradangan dan perubahan pada jaringan tersebut. Jaringan
konektif yang mengalami pembengkakan dan peradangan
sehingga meluas sampai ke permukaan jaringan epitel.
Penebalan epitel, edema dan invasi leukosit dipisahkan oleh
daerah yang mengalami elongasi terhadap jaringan konektif.
Konsistensi kaku dan kasar dalam mikroskopis
nampak fibrosis dan proliferasi epitel adalah akibat dari
peradangan kronis yang berkepanjangan.

2.2 PERADANGAN
Inflamasi atau peradangan adalah upaya tubuh untuk perlindungan diri,
tujuannya adalah untuk menghilangkan rangsangan berbahaya, termasuk sel-
sel yang rusak, iritasi, atau patogen dan memulai proses penyembuhan. Kata
inflamasi berasal dari bahasa Latin "inflammo", yang berarti "Saya dibakar,
saya menyalakan".6
Peradangan adalah bagian dari respon kekebalan tubuh. Ketika sesuatu
yang berbahaya atau menjengkelkan mempengaruhi bagian dari tubuh kita,
ada respon biologis untuk mencoba untuk menghapusnya, tanda-tanda dan
gejala peradangan, peradangan akut khusus, menunjukkan bahwa tubuh
sedang berusaha untuk menyembuhkan dirinya sendiri. Peradangan tidak

6 http://www.kerjanya.net/faq/4914-inflamasi-peradangan.html
10

berarti infeksi, bahkan ketika infeksi menyebabkan peradangan. Infeksi ini


disebabkan oleh bakteri, virus atau jamur, sedangkan peradangan adalah
respon tubuh untuk itu.
Peradangan akut yaitu mulai dengan cepat (rapid onset) dan dengan cepat
menjadi parah. Tanda dan gejala hanya hadir selama beberapa hari, namun
dalam beberapa kasus dapat bertahan selama beberapa minggu.
Contoh penyakit, kondisi, dan situasi yang dapat menyebabkan
peradangan akut meliputi: penyakit bronkitis akut, usus buntu akut, tonsilitis
akut, infeksi meningitis akut, sinusitis akut, tumbuh kuku terinfeksi, sakit
tenggorokan dari pilek atau flu, goresan/luka di kulit, latihan sangat intens,
atau pukulan.
Peradangan kronik berarti peradangan jangka panjang, yang dapat
berlangsung selama beberapa bulan dan bahkan bertahun-tahun. Hal ini
dapat hasil dari:
● Kegagalan untuk menghilangkan apa pun yang menyebabkan
peradangan akut;
● Sebuah respon autoimun terhadap antigen diri sendiri (sistem
kekebalan tubuh menyerang jaringan sehat);
● Sebuah iritasi kronik intensitas rendah yang bertahan.
Contoh penyakit dan kondisi dengan peradangan kronis meliputi: asma,
ulkus peptikum kronik, rheumatoid arthritis, periodontitis kronik, ulcerative
colitis dan penyakit Crohn , sinusitis kronik, dan masih banyak lagi.
Terdapat lima tanda-tanda peradangan akut:
● Nyeri - daerah yang meradang cenderung nyeri, terutama ketika
disentuh. Daerah inflamasi menjadi lebih sensitif;
● Kemerahan - karena kapiler yang diisi dengan lebih banyak darah dari
biasanya;
● Immobilitas - mungkin ada hilangnya beberapa fungsi, seperti tidak
bergerak;
● Pembengkakan - disebabkan oleh akumulasi cairan;
● Panas - banyak darah di daerah yang terkena membuatnya terasa
panas saat disentuh

2.3 FAKTOR YANG BERPENGARUH


11

Menurut Manson & Eley (1993) gingivitis disebabkan oleh faktor


primer dan faktor sekunder.7 Faktor primer dari gingivitis adalah plak. Plak
gigi adalah deposit lunak yang membentuk biofilm yang menumpuk
kepermukaan gigi atau permukaan jaringan keras di rongga mulut.
Plak gigi mengalami perkembangan pada permukaan gigi dan
membentuk bagian pertahanan bakteri di dalam rongga mulut. Penggunaan
antibiotik yang berspektrum luas secara berkepanjangan adalah salah satu
contohnya. Kondisi tersebut dapat terjadi pertumbuhan mikroorganisme
secara berlebihan khususnya jamur dan bakteri.
Plak gigi tidak dapat dibersihkan hanya dengan berkumur ataupun
semprotan air, tetapi dapat dibersihkan secara sempurna dengan cara
mekanis. Plak gigi tidak dapat terlihat jika jumlahnya sedikit kecuali diberi
dengan larutan disklosing atau sudah mengalami diskolorisasi oleh
pigmenpigmen yang berada dalam rongga mulut. Plak gigi akan terlihat
berwarna abu-abu, abu-abu kekuningan dan kuning jika terjadi
penumpukan .
faktor sekunder dibagi menjadi 2, yaitu faktor lokal dan faktor
sistemik. Faktor lokal pada lingkungan gingiva merupakan predisposisi dari
akumulasi deposit plak yang menghalangi pembersihan plak. Faktor-faktor
tersebut adalah restorasi gagal, kavitas karies, tumpukan sisa makanan, gigi
tiruan sebagian lepasan yang desainnya tidak baik, pesawat orthodonti,
susunan gigi-geligi yang tidak teratur, merokok tembakau dan
mikroorganisme. Faktor lokal tersebut merupakan proses mulainya
peradangan gingiva.

Faktor sekunder gingivitis yang kedua adalah faktor sistemik. Faktor


sistemik dapat memodifikasi respons gingiva terhadap iritasi lokal.

Faktor sistemik adalah faktor yang mempengaruhi tubuh secara


keseluruhan, misalnya:

1) Faktor Genetik
Peradangan gingiva yang berasal dari faktor genetik terlihat pada
Hereditary gingival fibromatosis dan beberapa kelainan mukokutaneus
yang bermanifestasi sebagai peradangan gingiva. Hereditary gingival
fibromatosis (HGF) adalah suatu keadaan yang tidak biasa yang ditandai

7 https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://eprints.ums.ac.id/
31251/3/4._BAB_2.pdf&ved=2ahUKEwi_vIvo2P7dAhVLsY8KHXrvAy0QFjAAegQIBRAB&usg=AOvVaw3kpvsuCgO
uU8W-kCSwZUF1
12

oleh diffuse gingival enlargement, kadang-kadang menutupi sebagian


besar permukaan atau seluruh gigi. Peradangan timbul tanpa tergantung
dari pengangkatan plak secara efektif.

Macam-macam lesi yang dapat mempengaruhi adalah lichen


planus, pemphigoid, pemphigus vulgaris dan erythema multiforme.
8
Hyperplasia gingiva dapat berasal dari faktor genetik. Hyperplasia
gingiva dapat terjadi sebagai efek dari pengobatan sistemik seperti
phenytoin, sodium valproate, cyclosporine dan dihydropyridines.
Peradangan tergantung pada perluasan plak.

2) Faktor Nutrisional
Secara teoritis defisiensi dari nutrien utama dapat mempengaruhi
keadaan gingiva dan daya tahannya terhadap iritasi plak, tetapi karena
saling ketergantungan berbagai elemen diet yang seimbang, sangatlah
sulit untuk mendefinisikan akibat defisiensi spesifik pada seorang
manusia.

Peradangan gingiva karena malnutrisi ditandai dengan gingiva


tampak bengkak, berwarna merah terang karena defisiensi vitamin C.
Kekurangan vitamin C mempengaruhi fungsi imun sehingga
menurunkan kemampuan untuk melindungi diri dari produk-produk
seluler tubuh berupa radikal oksigen.

3) Faktor Hormonal
Perubahan hormon endokrin berlangsung semasa pubertas,
kehamilan, menopouse dan diabetes. Keadaan ini dapat menimbulkan
perubahan jaringan gingiva yang merubah respons terhadap
produkproduk plak.

Insidens gingivitis pada masa pubertas mencapai puncaknya dan


tetap terjadi walaupun dilakukan kontrol plak. Penemuan Sutclife
menyatakan bahwa peningkatan keparahan gingivitis tidak berhubungan
dengan meningkatnya deposit plak. Jaringan lunak di dalam rongga
mulut pada masa pubertas terjadi inflamasi yang bereaksi lebih hebat
terhadap jumlah plak yang tidak terlalu besar yang diikuti dengan

8 https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://eprints.ums.ac.id/
31251/3/4._BAB_2.pdf&ved=2ahUKEwi_vIvo2P7dAhVLsY8KHXrvAy0QFjAAegQIBRAB&usg=AOvVaw3kpvsuCgO
uU8W-kCSwZUF1
13

pembengkakan gingiva dan perdarahan. Setelah melewati masa pubertas


keparahan inflamasi gingiva cenderung berkurang (Jeffrey et al., 2011).9

4) Faktor Hematologi
Penyakit darah tidak menyebabkan gingivitis, tetapi dapat
menimbulkan perubahan jaringan yang merubah respons jaringan
terhadap plak. Penyakit hematologi yang menyebabkan perdarahan
gingiva, diantaranya adalah anemia, leukemia dan leukopenia

Presentase epitel jaringan ikat gingiva yang terkena radang


mengalami perdarahan lebih besar bila dibandingkan dengan gingiva
yang tidak mengalami perdarahan. Perdarahan pada gingiva adalah
sejalan dengan perubahan histopatologis yang terjadi pada jaringan ikat
periodonsium.

2.4 PROSEDUR PERAWATAN DAN PENGOBATAN PADA GIGI

Gigi sehat adalah gigi yang bersih tanpa lubang. Dengan merawat gigi
secara baik dan teratur. Perlu diketahui, makanan yang manis seperti cokelat
dan lengket seperti dodol jika tidak segera disikat dapat menyebabkan
kerusakan gigi. Juga minuman seperti teh, kopi, minuman manis, serta
kebiasaan merokok dapat menimbulkan lapisan tipis di gigi yang disebut
stain sehingga warna gigi jadi kusam atau kecokelat-cokelatan. Lapisan stain
yang kasar itu mudah ditempeli sisa-sisa makanan dan kuman, yang
akhirnya membentuk plak, jika tidak dibersihkan akan mengeras dan
menjadi karang gigi dan bisa merambat ke akar gigi. Akibatnya gigi mudah
berdarah, gigi gampang goyang dan mudah tanggal. Hal lain yang bisa
terjadi adalah terjadi abses atau bengkak pada gigi.
Terdapat 3 faktor yang harus diperhatikan mengenai cara merawat
gigi yang baik dan benar, di antaranya:

1. Pemilihan sikat gigi


Inilah adalah cara merawat gigi utama yang harus
diperhatikan. Bulu sikat jangan terlalu keras/lembek/jarang.
Ujung sikat gigi dan ujung bulu sikat sedekat mungkin, bila

9 https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://eprints.ums.ac.id/
31251/3/4._BAB_2.pdf&ved=2ahUKEwi_vIvo2P7dAhVLsY8KHXrvAy0QFjAAegQIBRAB&usg=AOvVaw3kpvsuCgO
uU8W-kCSwZUF1
14

tidak ujung sikat gigi sudah mentok ke bagian belakang tapi


bulu sikat tidak kena gigi, jadi ada bagian gigi yang tidak
tersikat. Ini biasanya terjadi pada gigi geraham bungsu.

2. Gerakan sikat gigi


Cara merawat gigi berikutnya adalah memperhatikan cara
menyikat. Gerakan vertikal dari arah gusi ke ujung gigi, untuk
rahang atas dari atas ke bawah. Sedangkan bagian luar, dalam
dan permukaan gigi yang untuk mengunyah disikat dengan
teliti. Usahakan untuk tidak menyikat terlalu keras.
Gusi harus tersikat agar sisa-sisa makanan lunak yang ada
di leher gigi hilang. Cara ini secara tidak sadar melakukan
pijatan pada gusi, sehingga gusi sehat, kenyal dan tidak mudah
berdarah. Selain itu, hal ini juga mencegah terjadinya karang
gigi.

3. Frekuensi sikat gigi


Dua kali sehari, pagi dan malam, terutama malam hari
sebelum tidur. Tentu saja sebaiknya sikat gigi dengan pasta gigi
yang mengandung fluoride yang dapat menguatkan email.

Selain beberapa cara di atas, rutinlah berkunjung ke dokter gigi 6


bulan sekali.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 SIMPULAN

Berdasarkan paparan diatas, Gingivitis lebih dikenal dengan istilah gusi


bengkak atau gusi yang meradang. Gingivitis merupakan perubahan patologis
yang disertai inflamasi. Inflamasi atau peradangan yang mengenai jaringan
lunak disertai gigi atau gingiva (nevil, 2002). Gingivitis terjadi akibat proses
peradangan gingiva yang disebabkan oleh faktor primer dan faktor sekunder.
Faktor primer gingivitis adalah kombinasi plak, sedangkan faktor sekunder
gingivitis dibagi menjadi 2 yaitu faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor lokal
diantaranya perilaku kebersihan rongga mulut yang buruk, dan sisa makanan
yang tidak dibersihkan. Faktor sistemik diantaranya genetik, nutrisional,
hormonal, hematologi, maupun penyakit sisitemik (newman, dkk, 2012).
Peradangan gusi atau gingivitis yang dibiarkan tanpa adanya penanganan
dapat memicu penyakit-penyakit berbahaya lainnya seperti kanker, dan tumor,
Bahkan bisa menyebabkan kematian. Pemerintah dalam hal ini juga ikut
berkontribusi dalam menjaga kesehatan gigi masyarakat, namun kurangnya
kesadaran masyarakat akan kebersihan gigi dan mulut menyebabkan target
pemerintah dalam mewujudkan kesehatan gigi masyarakat tidak terpenuhi.

5.2 SARAN

Melihat dari kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan gigi dan


mulut maka saran yang dapat penulis berikan kepada pembaca yaitu cari
tahu resiko-resiko apa saja yang bisa didapat apabila mengabaikan
kebersihan gigi dan mulut. Kemudian jaga kebersihan gigi dan mulut dengan
cara menggosok gigi setiap setelah makan pagi dan sebelum tidur,
memeriksakan ke dokter gigi minimal 2x setahun, makan makanan yang
berserat dan berair (sayur dan buah). Jangan mengunyah hanya pada satu sisi
gigi.

15

Anda mungkin juga menyukai