Anda di halaman 1dari 21

KESEHATAN RONGGA MULUT DAN PRESTASI BELAJAR

SISWA DI SEKOLAH

Pembimbing:
drg. Yufitri Mayasari, M.Kes

Disusun Oleh:
Retno Kinasih Nugraheni

2014-16-178

Spika Nabila

2014-16-179

Vinny Septri Handayani

2014-16-180

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)
JAKARTA
2015

PENDAHULUAN

Kesehatan rongga mulut merupakan bagian yang penting dari kesehatan


umum seseorang. Koop (2000) mengakui adanya hubungan antara kesehatan
rongga mulut dengan kesehatan umum. Koop yang merupakan seorang mantan
ahli bedah ini menyatakan Youre not healthy without good oral health.
Pernyataan tersebut diperkuat oleh David Satcher (2000) yang juga serorang
mantan ahli bedah melalui konferensi Surgeon General. Pada konferensi tersebut
dibuat suatu kesepakatan bahwa You cannot be healthy without good oral health
yang berarti Kamu tidak bisa sehat tanpa kesehatan rongga mulut yang baik.
Hal tersebut menjelaskan bahwa rongga mulut dapat dijadikan cerminan
kesehatan umum, karena rongga mulut merupakan gerbang utama organisme
infeksius untuk masuk ke dalam tubuh.1,2
Penyakit gigi seperti contohnya karies adalah penyakit kronis yang paling
banyak terjadi.2 Berdasarkan pernyataan Koop, maka anak-anak dengan pernyakit
gigi seperti karies dapat dikatakan tidak sehat dan mungkin dapat mempengaruhi
beberapa hal seperti psikologis, sosial, dan perkembangan mental. 3 Pada anakanak, penyakit gigi dapat menyebabkan permasalahan pada kesehatan tubuh
secara umum, menimbulkan rasa sakit yang signifikan, gangguan dalam makan,
dan kehilangan waktu sekolah.1 Perawatan penyakit rongga mulut kemungkinan
menyebabkan ketidakhadiran di sekolah dan hilangnya semangat beraktifitas.
Adanya pengaruh penyakit yang terjadi di rongga mulut terhadap ketidakhadiran
siswa di sekolah, maka makalah ini bertujuan untuk membahas lebih lanjut
mengenai hubungan kesehatan rongga mulut dengan prestasi siswa di sekolah.
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT GIGI PADA ANAK

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RIKESDAS) 2007 disebutkan


bahwa prevalensi nasional masalah gigi dan mulut adalah 23,5%. Sebanyak 19
provinsi dari 33 provinsi 57,6 % atau separuh dari seluruh provinsi di indonesia
mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut diatas prevalensi nasional, yaitu
Nanggroe Aceh Darusalam 30,5%, Jambi 25,1%, Bengkulu 24,7%, Jawa Barat
25,3%, Jawa Tengah 25,8%, DI Yogyakarta 23,6%, Nusa Tenggara Barat 25,5%,
Nusa Tenggara Timur 25,1%, Kalimantan Tengah 23,6%, Kalimantan Selatan
29,2%, Sulawesi Utara 29,8%, Sulawesi Tengah 31,2%, Sulawesi Selatan 25,3%,
Sulawesi Tenggara 27,5%, Gorontalo 33,1%, Sulawesi Barat 24,5%, Maluku
24,4%, Maluku Utara 24,0%, dan Papua Barat 23,7%.4
Prevalensi masalah gigi dan mulut bervariasi menurut karakteristik
responden. Prevalensi masalah gigi dan mulut menunjukkan kecenderungan
menurut umur. Semakin tinggi umur, semakin meningkat prevalensi masalah gigi
dan mulut. Kelompok umur < 1 tahun 1,1%, umur 1-4 tahun 6,9%, umur 5-9
tahun 21,6%, 10-14 tahun 20,6%, tetapi dimulai dari kelompok umur 55 tahun
prevalensi masalah gigi dan mulut menurun kembali.4
Sedangkan menurut data dari Riskesdas 2013, prevalensi nasional masalah
gigi dan mulut adalah 25,9%, sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi
masalah gigi dan mulut diatas angka nasional yaitu DKI Jakarta 29,1%, Jawa
Barat 28%, Yogyakarta 32,1%, Jawa Timur 28,6%, Nusa Tenggara Barat 26,9%,
Nusa Tenggara Timur 27,2%, Kalimantan Selatan 36,1%, Sulawesi Utara 31,6%,
Sulawesi Tengah 35,6%, Sulawesi Selatan 36,2%, Sulawesi Tenggara 28,6%,
Gorontalo 30,1%, Sulawesi Barat 32,2%, Maluku 27,2%, Maluku Utara 26,9%.5

Karies gigi merupakan salah satu penyakit gigi dan mulut yang paling
sering dijumpai di masyarakat.6 Umumnya anak-anak yang memasuki usia sekolah
mempunyai resiko tinggi terhadap karies gigi, karena pada usia ini anak-anak
memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan dan minuman yang bersifat
kariogenik.7 Karies gigi pada anak merupakan masalah serius dalam kesehatan
gigi dan mulut di Indonesia dengan prevalensi hingga 90,05%.8
Tingkat keparahan kerusakan gigi dapat digambarkan melalui Indeks
DMF-T. Indeks DMF-T merupakan penjumlahan dari tiga indeks D-T, M-T, dan
F-T. Indeks DMF-T ini meningkat seiring dengan bertambahnya umur prevalensi
nasional Indeks DMF-T yaitu 4,6. Indeks DMF-T Indonesia sebesar 4,6 dengan
nilai masing-masing: D-T=1,6; M-T=2,9; F-T=0,8; yang berarti kerusakan gigi
penduduk Indonesia 460 buah gigi per 100 orang.5
Salah satu faktor yang menyebabkan tingginya kerusakan gigi adalah tidak
menyikat gigi. Dilihat dari jumlah penduduk Indonesia yang tidak menyikat gigi
yaitu sebanyak 22,8% dan dari 77,2% yang menyikat gigi tersebut hanya 8,1%
yang menyikat gigi tepat pada waktunya. Fakta yang terjadi 72,1% penduduk
Indonesia memiliki masalah karies dan 46,5% diantaranya tidak melakukan
perawatan terhadap karies yang dideritanya. Kesadaran orang dewasa untuk
datang ke dokter gigi kurang dari 7% dan pada anak-anak hanya sekitar 4%
kunjungan ke dokter gigi.6 Hal ini menunjukkan kurangnya kesadaran akan
pentingnya memelihara kesehatan gigi dan mulut.
KESEHATAN RONGGA MULUT
Kesehatan rongga mulut merupakan bagian penting dan memiliki pengaruh

terhadap kesehatan umum.9 Pertumbuhan dan perkembangan anak dapat pula


dipengaruhi oleh kesehatan rongga mulut, selain itu dapat pula mempengaruhi
beberapa faktor lain seperti, kehidupan sosial ekonomi. Tingkat sosial ekonomi
mempengaruhi kondisi tempat tinggal yang padat hal itu dibuktikan bahwa
keluarga dengan tingkat status perekonomian yang rendah memiliki perhatian
yang kurang pada kesehatan rongga mulut.9,10 Kesehatan rongga mulut
berpengaruh pula pada fungsi fisik seperti bernapas, berbicara, tersenyum, rasa
percaya diri, intensitas interaksi dengan orang lain dan adaptasi sosial. 9 Adanya
rasa nyeri pada rongga mulut dapat berakibat kurang maksimalnya konsumsi
makanan dan asupan gizi yang masuk. Pada beberapa kondisi penyakit seperti
kanker oropharyngeal dan noma pada individu bisa berakibat lebih buruk karena
dapat mengancam jiwa dan sering mengakibatkan gangguan fungsional seumur
hidup.11
Biaya perawatan pada penyakit mulut membutuhkan banyak dana, tetapi
jumlahnya baru dapat dipastikan setelah perawatan selesai.12 Efek yang paling
umum pada hampir setiap manusia adalah nyeri pada wajah dan gigi. Prioritas
yang berbeda, atau bahkan keengganan untuk bertindak, adalah beberapa alasan
adanya kesenjangan antara kebutuhan, pelayanan yang diberikan. dan kebijakan
yang efektif untuk membahas masalah kesehatan rongga mulut.11
Indikator kesehatan rongga mulut menurut Departemen Kesehatan RI
(2008) dapat diukur melalui standar penilaian WHO seperti indeks DMF-T dan
OHI-S guna mengetahui derajat keparahan penyakit gigi dan mulut pada
masyarakat.13 Estetika pada gigi juga mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut,

susunan gigi yang berantakan, kurang beraturan, atau gigi menguning dianggap
memiliki kesehatan yang lebih rendah, meskipun gigi tersebut mempunyai
estetika yang masih asli, oleh karena itu gigi yang tidak pernah mengalami
kerusakan dapat dianggap sehat, dan gigi yang telah ditambal dianggap lebih sehat
dari gigi dengan kerusakan yang tidak diobati.14
Karies gigi merupakan kasus yang paling sering mengganggu kesehatan gigi
dan mulut. Karies gigi dapat mengakibatkan rasa sakit, terjadinya infeksi dan bila
tidak segera ditangani dapat berujung dengan terjadinya kehilangan gigi.15 Hal ini
berkaitan karena adanya gangguan asupan nutrisi dan memungkinkan terjadinya
pertumbuhan yang kurang baik.9
Tidak banyak dokter gigi yang mengerti mengenai mekanisme tahap awal
karies, bagaimana cara mengidentifikasi pasien yang berisiko karies dan
bagaimana tahap rencana perawatan yang baik dan benar untuk memastikan agar
penyakit tidak dapat berkembang.16 Dokter gigi pada umumnya menghabiskan
waktu mereka sebanyak 50% untuk melakukan perawatan pada karies gigi. 17
Namun sering kali mereka hanya merawat dan mengobati karies berdasarkan
proses yang terjadi, tetapi tidak menghilangkan faktor penyebabnya. 16
Karies gigi mempunyai proses yang kompleks, dimulai dari demineralisasi
enamel dan remineralisasi yang terjadi akibat asam organik yang dihasilkan oleh
mikroorganisme dalam plak gigi.18 Karies gigi adalah penyakit multifaktorial atau
terjadi karena beberapa faktor, yang dihasilkan dari interaksi antara faktor
lingkungan, perilaku dan genetik.16

Pengembangan tahap perawatan pada pasien dapat berupa pengobatan


secara minimal invansif, yang berkaitan dengan faktor-faktor risiko pada individu
tersebut.19 Faktor lain yang harus dipertimbangkan dalam menentukan tahap
perawatan antara lain, adanya lesi white spot dan status kegiatan mereka, riwayat
karies pada individu tersebut dan keluarganya, status sosial ekonomi, etnis, diet,
jumlah paparan flor, kualitas dan jumlah aliran saliva, kebersihan mulut, riwayat
kesehatan, adanya kelainan pada perkembangan enamel, dan bergantung pada
kemampuan untuk menjalankan dan mematuhi tahapan perawat.16
Dampak kesehatan mulut pada kehidupan anak begitu besar, sehingga
langkah-langkah dalam pencapaian pendidikan seperti kinerja di sekolah, daftar
kehadiran, dan tingkat konsentrasi didalam kelas dapat menjadi gambaran
indikator yang baik dari kesehatan mulut.9

PRESTASI BELAJAR SISWA


Prestasi belajar merupakan kalimat yang terdiri dari dua kata yakni
prestasi dan belajar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) prestasi
adalah hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan), sedangkan menurut
pendapat Malik (2003) prestasi diartikan sebagai hasil yang berupa indikator
adanya dan derajat dari perubahan tingkah laku siswa. Jadi prestasi adalah hasil
yang telah dicapai berupa indikator dan derajat dari perubahan tingkah laku
siswa.20

Setelah mengetahui pengertian prestasi, perlu juga diketahui pengertian


dari belajar itu sendiri. Menurut Hamalik (2001), belajar adalah proses perubahan
suatu tingkah laku seseorang melalui interaksi dengan lingkungannya. 20 Belajar
juga dapat diartikan sebagai aktivitas mental atau psikis seseorang yang
berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, kemudian interaksi tersebut
menghasilkan suatu perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan,
dan nilai suatu sikap, pengertian tersebut menurut Winkel (2000). 20 Sehingga
dapat disimpulkan belajar adalah proses perubahan tingkah laku seseorang melalui
interaksi dengan lingkungan dan menghasilkan adanya perubahan dalam
pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai suatu sikap.20
Pencapaian suatu prestasi belajar dalam proses belajar mengajar
didapatkan dari proses pengukuran yang kemudian dijadikan cerminan pencapaian
tingkat penguasaan materi bagi siswa. Menurut KBBI, prestasi belajar adalah
penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata
pelajaran tertentu, biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru. 20
Sedangkan menurut Nasution (1987) prestasi belajar adalah kesempurnaan yang
dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan berbuat, prestasi belajar dikatakan
sempurna apabila memenuhi tiga aspek yakni: kognitif, afektif dan psikomotor,
sebaliknya dikatakan prestasi kurang memuaskan jika seseorang belum mampu
memenuhi target dalam ketiga kriteria tersebut.21 Selanjutnya Winkel (1997)
mengatakan bahwa prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau
kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajar sesuai dengan
bobot yang dicapainya.21 Poerwanto (2007) memberikan pengertian prestasi

belajar yaitu hasil yang dicapai oleh seseorang dalam usaha belajar sebagaimana
yang dinyatakan dalam rapor.21
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka dapat dijelaskan bahwa
prestasi belajar merupakan tingkat kemanusiaan yang dimiliki siswa dalam
menerima, menolak dan menilai informasi-informasi yang diperoleh dalam proses
belajar mengajar.21 Prestasi belajar seseorang sesuai dengan tingkat keberhasilan
sesuatu dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai
atau rapor setiap bidang studi setelah mengalami proses belajar mengajar.21
Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil dari
evaluasi dapat memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya prestasi belajar
siswa.21
Prestasi belajar dipengaruhi oleh banyak faktor, berdasarkan penelitian
Hamdu (2011) motivasi belajar dengan prestasi belajar siswa memiliki pengaruh
yang signifikan.21 Selain motivasi belajar, prestasi belajar siswa juga dapat
ditentukan oleh kemandirian belajar yang tinggi dari siswa itu sendiri pernyataan
tersebut berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fitriana (2010). 20 Pendapat
lain dikatakan oleh Dalyono (2006), yaitu berhasil tidaknya seseorang dalam
belajar disebabkan oleh dua faktor: faktor pertama adalah faktor internal yang
mempengaruhi dari dalam diri siswa meliputi kesehatan, minat, bakat, intelegensi,
motivasi, dan cara belajar, dan faktor kedua adalah faktor eksternal yaitu
mempengaruhi dari luar diri siswa termasuk di dalamnya adalah kondisi keluarga,
sekolah, masyarakat, dan lingkungan sekitar.22

Hal tersebut didukung oleh pendapat Slameto (2010) mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi prestasi belajar, diantaranya yaitu: 231. Faktor dari
dalam diri siswa (internal): a. Faktor Jasmani, adalah faktor yang berhubungan
dengan kesehatan dan cacat tubuh, b. Faktor psikologis, faktor ini berhubungan
erat dengan intelegensi, perhatian, bakat, minat, motivasi, kematangan, kesiapan
dan keaktifan siswa dalam bermasyarakat, dan c. Faktor kelelahan, yang meliputi
kelelahan jasmani dan kelelahan rohani. 2. Faktor yang berasal dari luar (faktor
eksternal): a. Faktor keluarga, yang meliputi cara orang tua mendidik, relasi antara
anggota keluarga, suasana rumah tangga, keadaan ekonomi keluarga, pengertian
orang tua, dan latar belakang kebudayaan, b. Faktor sekolah, yang meliputi
metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan siswa, siswa dengan siswa
dan disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas
ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah, dan c. Faktor
masyarakat, yang meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, media massa, teman
bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.
Dengan

beberapa

pendapat

disimpulkan

banyaknya

faktor

yang

mempengaruhi siswa dalam pencapaian prestasi belajar, apabila faktor tersebut


dapat dimiliki dan dilaksanakan siswa dengan baik maka prestasi belajar yang
baik akan dicapai pula.22

HUBUNGAN KESEHATAN RONGGA MULUT DENGAN PRESTASI


BELAJAR SISWA DI SEKOLAH

10

Kesehatan rongga mulut siswa memiliki peranan dalam status kesehatan


secara umum dan kualitas hidup dari siswa. Dengan alasan itulah bahwa
kesehatan rongga mulut memiliki pengaruh cukup banyak, salah satunya adalah
terhadap kehidupan siswa di sekolah yang akhirnya akan mempengaruhi prestasi
siswa di sekolah.10 Kesehatan rongga mulut dapat diukur pada tingkat makro
dengan menilai keadaan sosial yang mempengaruhinya untuk keperluan kesehatan
masyarakat, dengan menunjukkan bahwa penyakit mulut dapat menciptakan
beban besar khususnya di kalangan kelompok yang kurang beruntung.24
Menurut WHO (World Health Organization) definisi dari keadaan yang
sehat meliputi keadaan fisik yang lengkap, sehat mental, dan mempunyai
keadaan sosial yang sejahtera, bukan hanya diukur dari ada atau tidaknya
penyakit. WHO telah menerapkan bahwa kesehatan sebagai multidimensi. 25
Konsep status kesehatan mencakup sebagai kesehatan biopsikososial dimana
gejala, fungsi fisik, dan emosional dan kesejahteraan sosial digabungkan. 26 WHO
menyarankan agar status kesehatan penduduk diukur dalam tiga hal yaitu: melihat
ada tidaknya kelainan patofisiologis, mengukur fungsi, dan penilaian individu atas
kesehatannya.25
Dengan demikian untuk menggambarkan status kesehatan gigi dan mulut
haruslah mencakup ada tidaknya penyakit, bagaimana status fungsi fisik
(pengunyahan), fungsi psikis (rasa malu), fungsi sosial (peranan sosial seharihari), dan kepuasan terhadap kesehatannya.25
Terdapat banyak penelitian mengenai pengukuran kualitas hidup dan
dampak psikologis dalam kesehatan gigi dan mulut (Oral Health Related Quality

11

of Life (OHRQoL)).27 Salah satu instrumen yang paling sering digunakan adalah
Oral Health Impact Profile-14 (OHIP-14). OHIP ini terdiri dari tujuh dimensi
dalam empat belas pertanyaan, yaitu keterbatasan fungsi, rasa sakit fisik,
ketidaknyamanan

psikis,

ketidakmampuan

fisik,

ketidakmampuan

psikis,

ketidakmampuan sosial, dan adanya masalah yang memperberat. 27,28 Jawaban


dinilai menggunakan skala Likert dengan evaluasi 5 poin: Tidak pernah = 0;
Jarang = 1; Kadang-kadang = 2; Berulang = 3; dan Selalu = 4.27
Dampak dari kualitas hidup dapat diukur melalui total skor dari 7 aspek
dimensi yang diukur. Skor yang lebih tinggi menunjukkan besarnya pengaruh
kelainan pada gigi dan mulut terhadap kualitas hidup dan psikologis individu.27
OHRQoL adalah suatu konsep multidimensi yang mengambarkan persepsi
masyarakat mengenai faktor yang penting dalam kehidupan sehari-hari mereka.
OHRQoL berhubungan dengan beberapa faktor yaitu, faktor fungsional, faktor
psikologi, faktor sosial dan pengalaman nyeri atau tidak nyaman. (Gambar 1)24

12

Gambar 1
Faktor yang berhubungan dengan OHRQoL24
Terdapat tiga kategori pengukuran OHRQoL seperti yang ditunjukkan oleh
Slade. Tiga kategori tersebut ialah indikator sosial, global self-rating OHRQoL
dan beberapa kuesioner dari OHRQoL.24
Metode menggunakan kuesioner adalah metode yang paling banyak
digunakan untuk menilai OHRQoL. Metode ini bervariasi dalam hal jumlah
pertanyaan, dan format pertanyaan dan tanggapannya.24 Secara teoritis, OHRQoL
merupakan fungsi dari berbagai gejala dan pengalaman, dan mewakili perspektif
subjektif. Dimensi OHRQoL yang umum digunakan ditunjukkan pada Gambar 2.
Dimensi yang ditunjukkan disertai masing-masing contoh spesifik yang terkait
dengan dimensinya.25

Gambar 2
Dimensi hubungan kesehatan mulut dengan kualitas hidup (OHRQoL).25

13

Terdapat hubungan antara gangguan kondisi kesehatan mulut dengan


kualitas kehidupan anak di sekolah mereka. De Paula, dkk (2015) melakukan
penelitian menggunakan the Chidren Perceptions Questionnaire CPQ 11-14 yaitu
pertanyaan dari kuisioner mengenai persepsi anak terhadap 525 anak berusia 12
tahun di Juiz de Fora, Brazil.14 Kuisioner tersebutlah yang bertujuan untuk
mengevaluasi bagaimana hubungan kesehatan rongga mulut dengan kualitas
kehidupan anak di sekolah (OHRQoL).14 Kuisioner CPQ meliputi pertanyaan
diantaranya tentang pernah atau tidak mereka tidak hadir di sekolah dikarenakan
sakit gigi, janji dokter gigi atau operasi, kemudian pertanyaan berikutnya
mengenai kesulitan dalam memperhatikan dan tidak berbicara atau membaca
keras di kelas karena gigi mereka, bibir, mulut atau rahang.29 Analisis multivariat
menunjukkan perbedaan yang signifikan ditemukan dalam hasil OHRQoL antara
kelompok tidak lulus dan lulus sekolah, khususnya dalam hal memperhatikan
pelajaran di kelas.14 Berarti dapat kita simpulkan bahwa ketidakhadiran siswa
dengan salah satu alasannya adalah sakit gigi berpengaruh terhadap kelulusan
siswa di sekolah.14 Selain itu terdapat pula penelitian yang dilakukan oleh
Piovesan C, dkk (2012) menggunakan kuisioner yang sama yaitu CPQ 11-14
terhadap 312 sampel anak berusia 12 tahun di Santa Maria, Brazil. Penelitian ini
menghasilkan rata-rata anak-anak kehilangan 6 hari dalam 3 bulan terakhir di
sekolahnya dipengaruhi oleh psikologi dan status sosio-ekonominya. 30 Selain itu
performa siswa yang pada penelitian ini berupa nilai dari tes dalam pelajaran
bahasa, dipengaruhi pula oleh psikologi dan status sosio-ekonominya. 30 Sehingga

14

dapat disimpulkan bahwa performa dan absensi siswa di sekolah dipengaruhi


psikologi dan status sosio-ekonomi.30
Pernyataan yang sama juga ditemukan pada penelitian Abanto J, dkk
(2011) bahwa anak-anak dari keluarga yang berpenghasilan rendah memiliki
dampak yang tinggi pada kualitas hidup mereka daripada anak-anak dari keluarga
yang berpenghasilan tinggi, kemudian pendapatan keluarga tetap menjadi patokan
penilaian OHRQoL setelah melihat dari dampak gangguan penyakit mulut. 31
Penelitian ini melibatkan orang tua dari 260 anak berumur 2-5 tahun di Sao Paulo,
Brazil untuk menjawab kuisioner Early Childhood Oral Health Impact Scale
(ECOHIS).31 Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan yang signifikan
hanya ditemukan antara keluarga berpendapatan rendah dan dampak negatif Early
Childhood Caries (ECC) pada OHRQoL.31 Sebaliknya, penghasilan keluarga yang
lebih besar, dapat dianggap sebagai faktor pendukung untuk OHRQoL dalam
kaitanya dengan ECC.31 Oleh karena itu, penting untuk menilai kondisi sosial
ekonomi secara umum untuk meneliti OHRQoL bahkan pada anak-anak
prasekolah sekalipun.31
Pourhashemi SJ, dkk (2015) melalukan penelitian mengenai pengaruh
kesehatan rongga mulut terhadap prestasi siswa di sekolah dengan sampel 300
siswa sekolah dasar dari kelas dua sampai kelas lima (7-14 tahun) di sembilan
daerah Tehran, Iran.10 Penelitian ini menghasilkan bahwa nilai ujian di sekolah
dan absensi siswa di sekolah terdapat hubungan dengan status indeks kebersihan
mulut (oral hygiene indices) mereka. Hal ini berdasarkan penelitian Pourhashemi
SJ, dkk (2015) yang secara signifikan menunjukkan bahwa ketika siswa tidak

15

hadir di sekolah karena permasalahan rongga mulutnya maka jumlah kehilangan


hari di sekolah mereka bertambah untuk melakukan perawatan gigi mereka. 10
Kemudian menyebabkan sedikit diantara siswa tersebut yang mengerjakan
pekerjaan rumah mereka. Selain itu status sosio-ekonomi juga merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi status kesehatan rongga mulut dan performa
siswa di sekolah.10 Status sosio-ekonomi yang rendah kemungkinan siswa kurang
mendapatkan perhatian mengenai cara menyikat gigi, dan tingkat OHI.10
Di samping status indeks kebersihan mulut, sama halnya dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh De Paula, dkk (2015), karies gigi pada siswa juga
dikatakan memiliki hubungan terhadap performa siswa di sekolah. Garg, dkk
(2012) melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara status kesehatan
rongga mulut dan performa di sekolah.32 Penelitian dilakukan terhadap 600 siswa
di kota Bengaluru, India. Penelitian menghasilkan secara signifikan siswa dengan
indeks karies (df-t) tinggi menunjukkan performa yang menurun di sekolah. Hal
itu ditunjukkan bahwa karies yang tidak dirawat dapat menyebabkan timbulnya
rasa nyeri dan infeksi yang menyebabkan proses belajar terganggu dan
menyebabkan permasalahan dalam makan dan berbicara.32
Hasil yang sama ditunjukkan dari penelitian yang dilakukan oleh Jackson
SL (2010) yaitu siswa yang memiliki status kesehatan mulut yang buruk tiga kali
lebih mungkin untuk kehilangan hari sekolahnya karena sakit gigi.33 Absensi
karena sakit berhubungan dengan perfoma siswa di sekolah yang buruk.
Penelitian ini dilakukan terhadap 2.183 siswa di North Carolina dengan

16

menggunakan survei Child Health Assessment and Monitoring Program


(CHAMP).33
Permasalahan sosial dan emosional hanya sedikit terlihat pada anak-anak
yang tidak mengalami karies gigi dibanding dengan anak-anak yang mengalami
karies gigi. Pernyataan tersebut dihasilkan melalui penelitian oleh Paula JS, dkk
(2012) terhadap 30 anak yang berumur delapan sampai sepuluh tahun. Penelitian
tersebut menggunakan Child Perceptions Quisioner (CPQ8-10) untuk menilai
persepsi anak dari kondisi sosialnya.34
Kesehatan rongga mulut berpengaruh terhadap prestasi siswa disekolah,
oleh karena itu penting untuk menjaga kesehatan rongga mulut. Pernyataan
tersebut didukung oleh penelitian dari Dorri M, dkk (2011) yang melibatkan 1.132
siswa di kota Mashhad, Iran. Penelitian ini menjelaskan bahwa prestasi siswa di
sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi frekuensi
menyikat gigi. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa benar adanya kebersihan
rongga mulut bukanlah faktor utama yang mempengaruhi prestasi siswa di
sekolah.35
Diantara beberapa hasil penelitian yang menunjukkan terdapat hubungan
yang signifikan antara kesehatan rongga mulut dan prestasi siswa di sekolah,
terdapat satu penelitian yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan diantara kesehatan rongga mulut dan prestasi siswa. Umardani MR
(2011) melakukan penelitian mengenai kebiasaan jajan, aktivitas fisik, status gizi
dan kesehatan serta hubungannya dengan prestasi belajar siswa sekolah dasar di
kota Bogor. Penelitiannya menunjukkan bahwa dari empat puluh siswa hanya dua

17

siswa dengan status kesehatan rendah memiliki prestasi belajar yang kurang.
Sehingga disimpulkan bahwa status kesehatan bukan satu-satunya faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar siswa.36
Penjelasan di atas juga dapat dihubungkan dengan pendapat Dalyono
(2006) yaitu berhasil tidaknya seseorang dalam belajar disebabkan oleh dua
faktor: salah satunya adalah faktor internal termasuk di dalamnya adalah
kesehatan.22 Dari beberapa hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa
kesehatan khususnya kesehatan rongga mulut adalah salah satu faktor yang
menentukan berhasil atau tidaknya seseorang dalam belajar atau menentukan
prestasi belajar siswa di sekolah.
Masalah pada gigi dapat berkaitan dengan penurunan jumlah kehadiran
siswa di sekolah dan terjadinya interaksi sosial yang kurang baik dengan
lingkungan sekitar seperti menurunnya keinginan untuk beraktivitas di luar
rumah, menjadi kurang bersemangat saat berinteraksi dengan teman sebaya
diakibatkan karena adanya rasa nyeri pada gigi, dan lebih banyak berdiam diri saat
diajak berkomunikasi dengan orang-orang sekitarnya. Permasalahan pada
kesehatan rongga mulut, dapat pula berakibat pada penurunan kehadiran orang tua
di tempat kerja karena terjadinya masalah gigi pada anak mereka.9
Tabel 1: Hubungan Kesehatan Rongga Mulut dan Prestasi Siswa di Sekolah
Tahun
De Paula, dkk. (2015)

Sampel
525 anak berusia 12 tahun

Keterangan
Ketidakhadiran siswa dengan

di Juiz de Fora, Brazil

salah satu alasannya adalah sakit


gigi berpengaruh terhadap
kelulusan siswa di sekolah.14

18

Piovesan C, dkk. (2012)

Abanto J, dkk. (2011)

312 sampel anak berusia

Performa dan absensi siswa di

12 tahun di Santa Maria,

sekolah dipengaruhi psikologi

Brazil
dan status sosio- ekonominya. 30
260 anak berumur 2-5 tahun Hubungan yang signifikan hanya
di Sao Paulo, Brazil

ditemukan antara keluarga


berpendapatan rendah dan
dampak negatif Early Childhood

Pourhashemi SJ,

Caries (ECC) pada OHRQoL.31


300 siswa sekolah dasar dari Nilai ujian di sekolah dan absensi

dkk. (2015)

kelas 2-5 (7-14 tahun) di 9

siswa di sekolah terdapat

daerah Tehran, Iran.

hubungan dengan status indeks


kebersihan mulut (oral hygiene
indices) mereka. Selain itu status
sosio-ekonomi juga merupakan
salah satu faktor yang
mempengaruhi status kesehatan
rongga mulut dan performa siswa

Garg, dkk. (2012)

di sekolah.10
600 siswa di kota Bengaluru, Secara signifikan siswa dengan
India.

indeks karies (df-t) tinggi


menunjukkan performa yang

Jackson SL (2010)

menurun di sekolah.32
2.183 siswa di North Carolina Siswa yang memiliki status
kesehatan mulut yang buruk
tiga kali lebih mungkin untuk

19

kehilangan hari sekolahnya


Paula JS, dkk. (2012)

30 anak berumur 8-10 tahun

karena sakit gigi.33


Permasalahan sosial dan
emosional hanya sedikit terlihat
pada anak-anak yang tidak
mengalami karies gigi
dibanding dengan anak-anak

Dorri M, dkk. (2011)

yang mengalami karies gigi.34


1.132 siswa di kota Mashhad, Kesehatan rongga mulut
Iran.

berpengaruh terhadap prestasi


siswa disekolah, oleh karena itu
penting untuk menjaga

Umardani MR (2011)

kesehatan rongga mulut.35


40 siswa SD di Kota Bogor. Status kesehatan bukan satusatunya faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar
siswa.36

20

RINGKASAN
Pada anak-anak, penyakit gigi dapat menyebabkan permasalahan pada
kesehatan tubuh secara umum, menimbulkan rasa sakit yang signifikan, gangguan
dalam makan, dan kehilangan waktu sekolah.1 Selain menyebabkan beberapa
masalah tersebut, penyakit gigi juga dapat berpengaruh terhadap ketidakhadiran
siswa di sekolah dan akhirnya berhubungan terhadap prestasi belajar siswa di
sekolah. Anak-anak umumnya yang memasuki usia sekolah mempunyai resiko
tinggi terhadap karies gigi, karena pada usia ini anak-anak memiliki kebiasaan
mengonsumsi makanan dan minuman yang bersifat kariogenik. 7 Tingkat
keparahan kerusakan gigi dapat digambarkan melalui Indeks DMF-T. Menurut
data dari Riskesdas tahun 2013, Indeks DMF-T Indonesia adalah 4,6.5 Banyaknya
faktor yang mempengaruhi siswa dalam pencapaian prestasi belajar, salah satunya
adalah faktor kesehatan khususnya kesehatan rongga mulut, apabila faktor
tersebut dapat dimiliki dan dilaksanakan siswa dengan baik maka prestasi belajar
yang baik akan dicapai pula.22 Metode menggunakan kuesioner adalah metode
yang paling banyak digunakan untuk menilai OHRQoL (Oral Health-Related
Quality of Life).24 Dari beberapa hasil penelitian yang beberapa diantaranya
menggunakan kuisioner dari OHRQoL disimpulkan bahwa kesehatan khususnya
kesehatan rongga mulut menjadi salah satu faktor yang menentukan berhasil atau
tidaknya seseorang dalam belajar atau menentukan prestasi belajar siswa di
sekolah.

21

Anda mungkin juga menyukai