Anda di halaman 1dari 29

GAMBARAN GINGIVITIS PADA REMAJA PUBERTAS

DI SMP NEGERI I ATAP DESA SURAU


KABUPATEN BENGKULU TENGAH
TAHUN 2019

Karya Tulis Ilmiah

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Keperawatan Gigi
Pada Program Studi DIII Jurusan Keperawatan Gigi Politeknik Kesehatan
Palembang

Oleh:
Rumondang Tanjung
NIM PO.

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
JURUSAN KEPERAWATAN GIGI
2019
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Undang-Undang kesehatan No.36 tahun 2009 Pasal 47 menyatakan bahwa
untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat,
diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan meyeluruh dalam bentuk upaya
kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan
dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif dan rehablitatif yang
dilaksanakan secara terpadu, meyeluruh dan berkesinambungan (Depkes RI, 2009).
Pembangunan di bidang kesehatan gigi merupakan bagian intergral pembangunan
kesehatan nasional, artinya dalam melaksanakan kesehatan pembangunan, pembangunan di
bidang kesehatan gigi tidak boleh ditinggalkan, tidak boleh dilupakan kerangka yang lebih
luas, yaitu pembangunan di bidang kesehatan umumnya. Derajat kesehatan masyarakat
ditentukan oleh berbagai faktor seperti penduduk, lingkungan, perilaku masyarakat dan
pelayanan kesehatan. Dalam mengatasi masalah kesehatan, untuk menunjang upaya
kesehatan agar menjadi derajat kesehatan optimal, upaya di bidang kesehatan gigi juga perlu
mendapat perhatian (Malik, 2008).
Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lainnya sebab kesehatan gigi dan mulut akan mempengaruhi
kesehatan tubuh. Pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut merupakan satu upaya di dalam
meningkatkan kesehatan gigi dan mulut (Riyanti, Eriska, 2005). Peranan rongga mulut
sangat besar bagi kesehatan dan kesejahteraan manusia. Secara umum, seseorang dikatakan
sehat bukan hanya tubuhnya yang sehat melainkan juga sehat rongga mulut dan giginya.
Oleh karena itu, kesehatan gigi dan mulut sangat berperan dalam menunjang kesehatan tubuh
seseorang (Sondang, 2001 cit. Gultom, 2008).
Gingivitis adalah suatu kelainan berupa peradangan pada gusi, gingivitis adalah suatu
bentuk dari penyakit periodontal (Isnaniah, 2008). pembesaran gingiva bisa terjadi pada
kondisi - kondisi tertentu : hormonal, berkaitan dengan kehamilan, pubertas, leukemia,
defisiensi vitamin C dan non spesifik. Pembesaran gingiva berkaitan dengan kehamilan bisa
terjadi dalam bentuk marginal atau dalam bentuk seperti tumor. Pembesaran bentuk marginal
adalah bentuk yang paling banyak di jumpai insidens sampai 70% (Daliemunte, 1995)
Gingivitis mengalami perubahan warna gusi mulai dari kemerahan sampai merah
kebiruan,sesuai dengan bertambahnya proses peradangan yang terus menerus. Umumnya
setiap individu mengalami peradangan gusi dengan keparahan dan keberadaannya sangat
bervariasi sesuai dengan umur,jenis kelamin, status sosial, ekonomi, tingkat pendidikan, dan
lain sebagainya (Forrester, 1998 cit. Riyanti, 2005).
Penyebab gingivitis bermula dari plak yang menempel pada gigi. Plak ini tidak
terlihat secara kasat mata, lengket dan merupakan kumpulan bakteri yang terbentuk ketika
karbohidrat dan gula dari makanan berinteraksi dengan bakteri normal yang terdapat di
mulut. Plak yang tidak dibersihkan dari gigi akan mengeras, dan sulit dibersihkan dengan
menyikat gigi dan menjadi rumah bagi bakteri. Semakin banyak plak dan tartar, semakin
beresiko terkena gingivitis.
Masa remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia yang sering
disebut sebagai masa pubertas yaitu masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa pada
tahap ini remaja akan mengalami suatu perubahan fisik, emosional, dan social sebagai ciri
dalam masa pubertas yang ditandai dengan gingiva mengalami pembengkakan yang merata,
berwarna merah kebiruan, dan oral hygiene jelek bagi usia remaja putri dan putra
(Sarwono, 2005).
Pada masa pubertas insidens gingivitis mencapai puncaknya. Prevalensi inflamasi
gingiva bevariasi cukup besar sesuai dengan usia salah satunya pada periode transisional,
periode ini berlangsung sejak gigi geligi campuran dari usia 5 atau 6 tahun sampai masa
pubertas, dan pada periode ini ditandai dengan ketidakteraturan susunan gigi dan perubahan
hormonal. Gingivitis kronis ditemukan pada 80% anak-anak di bawah usia 12 tahun dan
ditemukan pada hampir 100% remaja berusia 14 tahun (Manson, 1993).
Di Amerika Serikat, frekuensi sulit ditentukan karena kurangnya kesesuaian kriteria
pengukuran. Banyak orang menyakini bahwa gingivitis mulai terjadi pada anak – anak usia
dini dan 9 – 17% anak – anak yang berusia antara 3 – 11 tahun mengalami gingivitis pada
usia pubertas, prevalensi meningkat menjadi 70 – 90%. Belakangan ini, penyakit periodontal
yang merupakan bentuk akhir dari gingivitis kronis, secara perlahan menurun di antara orang
dewasa Amerika. Secara Internasional penelitian-penelitian di Australia, Swedia, Inggris
dan Switzerland melaporkan gingivitis pada 48 – 85% anak – anak yang berusia 3 – 6 tahun,
pada remaja kejadian di seluruh dunia sebanding dengan data yang di Amerika Serikat 70 –
90% (Idigbe, 2000)
Di Indonesia Gingivitis merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang banyak
dijumpai pada anak-anak maupun remaja di negara berkembang termasuk Indonesia, dan
cenderung meningkat pada setiap dasawarsa. Hasil penelitian menunjukkan 80% anak- anak
dan remaja menderita gingivitis. Angka ini diduga lebih parah di daerah daripada di kota
dengan anak-anak dan remaja golongan ekonomi menengah ke bawah kondisi ini tentu saja
akan berpengaruh pada derajat tumbuh kembang bahkan masa depan. Prevalensi Gingivitis
yang terjadi pada anak usia 3 tahun di bawah 5%, sedangkan pada usia 6 tahun 50%, dan
angka yang tertinggi adalah 90%, pada anak dengan usia 11 tahun sedangkan pada anak
dengan usia di antara 11 sampai 17 tahun mengalami sedikit penurunan yaitu 80% dan 90%
(Laila Suci, 2008).
Berdasarkan data observasi awal di SMP 1 Atap Desa Surau Kecamatan Taba
Penanjung Kabupaten Bengkulu Tengah pada 30 siswa terdapat 13 siswa yang mengalami
Gingivitis sedangkan di Puskesmas Taba Teret pada bulan Januari-Desember 2018, jumlah
pasien yang mengalami gingivitis pada remaja sebanyak 328 orang. Sedangkan pada orang
dewasa 250 orang. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian dengan
judul Gambaran Gingivitis Pada Remaja Pubertas di SMP 1 Atap Desa Surau Kecamatan
Taba Penanjung Kabupaten Bengkulu Tengah

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah pada penelitian adalah
penulis ingin mengetahui Gambaran Gingivitis Pada Remaja Pubertas di SMP 1 Atap Desa
Surau Kecamatan Taba Penanjung Kabupaten Bengkulu Tengah

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum :
Untuk mengetahui Gambaran Gingivitis pada Remaja Pubertas di SMP 1 Atap Desa Surau
Kecamatan Taba Penanjung Kabupaten Bengkulu Tengah
2. Tujuan Khusus :
a. Untuk mengetahui gambaran gingivitis ditinjau dari karakteristik jenis kelamin
b. Untuk mengetahui gambaran gingivitis ditinjau dari umur
c. Untuk mengetahui gambaran gingivitis ditinjau dari tingkat keparahan gingivitis pada
remaja
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Menambah wawasan ilmu pengetahuan penulis dan upaya untuk meningkatkan
kesehatan khususnya kesehatan gigi dan mulut.
2. Bagi Akademik
Hasil penelitian ini dapat di gunakan sebagai bahan referensi atau di jadikan sebagai
kajian pustaka bagi mahasiswa JKG Poltekkes Kemenkes Palembang
3. Bagi tempat penelitian
Memberi Gambaran tentang Gingivitis Pada Remaja Pubertas di SMP 1 Atap Desa
Surau Kecamatan Taba Penanjung Kabupaten Bengkulu Tengah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. GINGIVA
1. Pengertian Gingiva
Gingiva adalah bagian mukosa rongga mulut yang mengelilingi gigi dan menutupi
lingir (ridge) alveolar. Merupakan bagian dari aparatus pendukung gigi, periodonsium, dan
dengan membentuk hubungan dengan gigi, gingiva berfungsi melindungi jaringan di bawah
perlekatan gigi terhadap pengaruh lingkungan rongga mulut. Gingiva tergantung pada gigi
geligi ; bila ada gigi geligi, gingiva juga ada dan bila gigi di cabut gingiva akan hilang
(Manson,1993).
Gingiva merupakan bagian dari jaringan periodontal yang paling luar. Gingiva
seringkali dipakai indikator bila jaringan periodontal terkena penyakit. Hal ini disebabkan
karena kebanyakan penyakit periodontal dimulai dari gingiva, kadang – kadang gingiva juga
dapat menggambarkan keadaan tulang alveolar yang berada dibawahnya (Herijulianti,
2009).

2. Tanda-tanda Gingiva sehat


a) Warna Gingiva
Warna gingiva normal umumnya berwarna merah jambu (corak pink). Hal ini
diakibatkan oleh adanya suplai darah, tebal dan derajat lapisan keratin epitelium serta sel –
sel pigmen. Warna ini bervariasi pada setiap orang dan erat hubungannya dengan pigmentasi
kutaneous. Pigmentasi pada gingiva biasanya terjadi pada individu yang memiliki warna
kulit yang gelap. Pigmentasi pada attached gingiva mulai dari coklat sampai hitam. Warna
pada alveolar mukosa lebih merah, hal ini dsebabkan oleh karena alveolar muccosa tidak
mempunyai lapisan keratin dan epitelnya tipis.
b) Besar Gingiva
Besar gingiva ditentukan oleh jumlah elemen seluler, interseluler dan suplai darah.
Perubahan besar gingiva merupakan gambaran yang paling sering dijumpai pada penyakit
periodontal.
c) Kontur Gingiva
Kontur dan besar gingiva sangat bervariasi. Keadaan ini dipengaruhi oleh bentuk dan
susunan gigi geligi pada lengkungnya, lokalisasi dan luas area kontak proksimal dan dimensi
embrasur (interdental) gingiva oral maupun vestibular. Interdental papil menutupi bagian
interdental, sehingga tampak lancip.
d) Konsistensi
Gingiva melekat erat ke struktur dibawahnya dan tidak mempunyai lapisan submukosa
sehingga gingiva tidak dapat digerakkan dan kenyal.
e) Teksture
Permukaan attached gingiva berbintik-bintik seperti kulit jeruk. Bintik-bintik ini di
sebut stipiling.stipiling akan terlihat jelas apabila permukaan gingiva dikeringkan
(Herijulianti, 2009).

1. Gingivitis
a) Pengertian Gingivitis
Gingivitis adalah didefinisikan sebagai inflamasi gingiva. Definisi lain menyebutkan
bahwa gingivitis adalah radang pada gingival dimana epitelium jungsional masih untuk
melekat pada gigi pada kondisi sehingga perlekatannya belum mengalami perubahan. Jika
proses inflamasi telah melibatkan gingiva dan jaringan periodontal lainnya dan telah terjadi
lepasnya ikatan serat-serat periodontal, kondisi demikian di sebut sebagai periodontitis
(Megananda, dkk, 2011)
b) Penyebab Gingivitis
Gingivitis yang artinya peradangan pada jaringan gusi merupakan tahap paling awal dari
penyakit periodontal. Kondisi ini di sebabkan oleh iritasi dari plak yang biasanya menumpuk
di pinggiran gusi. Apabila plak ini tidak di bersihkan, bakteri-bakteri yang ada di dalamnya
akan menghasilkan toksin atau racun yang akan mengiritasi sehingga gusi akan mengalami
peradangan. Biasanya kondisi ini bisa di ketahui dari gusi yang terlihat berwarna merah,
membengkak, dan gampang berdarah kalau sedang menyikat gigi.(Ramadhan, 2010).
Menurut Daliemunthe (2008), faktor – faktor etiologi penyakit gingiva dapat
diklasifikasikan dengan berbagai cara. Berdasarkan keberadaannya, faktor – faktor tersebut
dapat di klasifikasikan atas :

1. Faktor etiologi lokal


a. Plak dental / plak bakteri adalah deposit lunak yang membentuk biofilm yang
menumpuk kepermukaan gigi atau permukaan keras lainnya di rongga mulut seperti
restorasi lepasan dan cekat.
b. Kalkulus dental adalah massa terkalsifikasi yang melekat kepermukaan gigi asli
maupun gigi tiruan. Biasanya kalkulus terdiri dari plak bakteri yang telah mengalami
mineralisasi. Berdasarkan lokasi perlekatannya di kaitkan dengan tepi gingiva, kalkulus
dental dapat dibedakan atas kalkulus suprangingival dan subgingival.
c. Material alba adalah deposit lunak, bersifat melekat, berwarna kuning atau utih
keabu-abuan, dan daya melekatnya lebih rendah di bandingkan plak dental.
d. Stein dental adalah deposit berpigmen pada permukaan gigi.
e. Debris / sisa makanan
c) Proses Terjadinya Gingivitis
Menurut John Besford, 1996 proses terjadinya gingivitis dimulai dari :
1) Tahap pertama
Plak yang terdapat pada gigi didekat gusi menyebabkan gusi menjadi merah (lebih tua dari
merah jambu), sedikit membengkak (membulat dan bercahaya, tidak tipis dan berbintik
seperti kulit jeruk), mudah berdarah ketika di sikat (karena adanya luka kecil pada poket
gusi), tidak ada rasa sakit.

2) Tahap kedua
Setelah beberapa bulan atau beberapa tahun peradangan ini berlangsung. Plak pada gigi
dapat menyebabkan serabut paling atas antara tulang rahang dan akar gigi membusuk, dan
ini diikuti dengan hilangnya sebagian tulang rahang pada tempat perlekatan. Poket gusi juga
menjadi lebih dalam dengan penurunan tinggi tulang rahang tersebut. Gusi tetap berwarna
merah, bengkak dan mudah berdarah ketika disikat. Tetapi tidak terasa sakit.
3) Tahap ketiga
Setelah beberapa tahun tanpa pembersihan plak yang baik, dapat terjadi tahap ketiga. Saat
ini akan lebih banyak lagi tulang rahang yang rusak dan gusi semakin turun, meskipun tidak
secepat kerusakan tulang. Poket gusi menjadi lebih dalam (lebih dari 6 mm). Karena tulang
hilang, gigi mulai terasa sedikit goyang, dan gigi depan kadang-kadang mulai bergerak dari
posisi semula. Kemerahan, pembengkakan, dan perdarahan masih tetap seperti sebelumnya,
dan tetap tidak ada rasa sakit.
4) Tahap terakhir
Tahap-tahap ini biasanya terjadi pada usia 40-an atau 50-an tahun, tetapi terkadang dapat
lebih awal. Setelah beberapa tahun lagi tetap tanpa pembersihan plak yang baik dan
perawatan gusi, tahap terakhir dapat dicapai. Sekarang kebanyakan tulang disekitar gigi telah
mengalami kerusakan sehingga beberapa gigi menjadi sangat goyang, dan mulai sakit. Pada
tahap ini merupakan suatu akibat gingivitis yang dibiarkan, sehingga gingivitis terus
berlanjut ketahap paling akut yaitu periodontitis.
Penyakit gingivitis berawal dari pembentukan dental plak. Dental plak adalah deposit
lunak berwarna putih kekuningan yang tersusun dari garam-garam saliva dan koloni
mikroorganisme mulut (pada umumnya Streptococcus mutan).
Dental plak adalah rumah ideal dari mikroorganisme mulut, kuman akan terus
berkumbang, membentuk asam dari sisa-sisa makan yang menempel. Dental plak yang
terletak pada gigi dekat gusi, prosesnya akan berlangsung mulai dari marginal dan mengarah
pada penyakit periodontal (Kanal,2008).
d) Gejala klinis
Menurut Drg. Donna Pratiwi, 2007 ada beberapa tanda-tanda gingivitis, yaitu:
1. Saat dan setelah menyikat gigi, ada noda darah yang tertinggal pada bulu sikat gigi
2. Saat meludah, ada darah didalam air liur
3. Gusi bisa dipisahkan dari gigi menggunakan tusuk gigi
4. Warna gusi mengkilap dan bengkak, kadang – kadang berdarah saat di sentuh
5. Tidak selalu disertai rasa sakit.
6. Terdapat akumulasi karang gigi disekitar leher gigi.

e) Pembagian gingivitis
Gingivitis terdiri dari 5 macam gingivitis, yaitu :
1. Gingivitis Marginalis adalah Peradangan gingiva bagian marginal yang merupakan stadium
awal dari penyakit periodontal (Rosad, 2008)
2. Gingivitis Pubertas adalah gingivitis yang sering terjadi pada anak-anak usia pubertas, yang
ditandai dengan gejala gingiva mengalami perubahan warna menjadi merah sampai kebiru-
biruan, konsistensi gingiva berubah menjadi lunak atau oedematous, licin dan berkilat dan
permukaan gingiva, terutama papila interdental yang terlibat terlihat licin dan berkilat.
3. Gingivitis Pregnancy adalah gingivitis yang sering terjadi pada ibu hamil biasanya ditandai
dengan gejala gingiva cenderung mudah berdarah, baik karena iritasi mekanis maupun
secara spontan, gingiva biasanya mengalami perubahan warna menjadi merah terang sampai
merah kebiru – biruan dan konsistensi gingiva bebas dan gingiva interdental adalah lunak
dan getas (mudah tercabik).
4. Scorbutic Gingivitis merupakan gingivitis yang terjadi karena defisiensi vitamin C, ditandai
adanya hiperplasi atau ulserasi dan berwarna merah terang atau merah menyala
5. Anug (Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis) merupakan satu-satunya gingivitis yang
akut, terjadi sangat mendadak dan cepat meluas. Biasanya terjadi pada masa pergantian gigi
di mana anak mempunyai oral hygiene buruk. Nama lain dari Anug adalah Vincent’s
Gingivitis atau Trench Mouth (Daliemunthe, 2008).
Selain itu ada jenis gingivitis lain, yaitu gingivitis yang berkaitan dengan plak saja.
Pada tipe gingivitis ini inflamasi merupakan perubahan patologis primer dan satu-satunya,
tanpa ada komplikasi dari faktor sistemik. Gingivitis ini di sebut juga dengan gingivitis
simple. Berdasarkan distribusinya di rongga mulut gingivitis ini bisa di bedakan atas:
1. Gingivitis Lokalisata (localized gingivitis), dimana inflamasi hanya melibatkan gingiva
pada sekelompok gigi saja.
2. Gingivitis Generalisata (generalized gingivitis), dimana inflamasi melibatkan gingiva pada
semua gigi geligi di dalam rongga mulut.
3. Gingivitis Marginal (marginal gingivitis), dimana inflamasi hanya melibatkan tepi gingiva,
meskipun sebagian gingival cekat bisa juga terlibat.
4. Gingivitis Pappilari (Pappilary gingivitis), dimana yang terinflamasi adalah papilla
Interdental dan tepi gingival yang berbatasan.
5. Gingivitis difus (diffuse gingivitis), dimana inflamasi telah mengenai tepi gingival, gingival
cekat dan papilla interdental.
f) Indeks Untuk Mengukur Gingivitis
Indeks Gingiva pertama kali di usulkan pada tahun 1963 untuk menilai tingkat
keparahan dan banyaknya peradangan gusi seseorang atau pada subjek di kelompok populasi
yang besar. GI hanya menilai keradangan gusi. Menurut metode ini, keempat area gusi pada
masing-masing gigi (fasial, mesial, distal dan lingual) di nilai tingkat peradangannya dan di
beri skor dari 0-3. Kriteria keparahan kondisi gingival dapat terlihat pada table 9.1.
Tabel 1 Nilai atau skor indeks gingival
Skor Keadaan gingival
0 Gingival normal: tidak ada peradangan, tidak ada perubahan warna
dan tidak ada perdarahan
1 Peradangan Ringan: terlihat ada sedikit perubahan warna dan sedikit
edema
2 Peradangan sedang: warna kemerahan, adanya edema, dan terjadi
pendarahan pada saat probing
3 Peradangan Berat: warna merah terang atau merah menyala, adanya
edema, ulserasi, kecenderungan adanya pendarahan spontan

Perdarahan dinilai dengan cara menelusuri dinding margin gusi pada bagian dalam saku
gusi dengan probe periodontal. Skor keempat area selanjutnya di jumlahkan dan dibagi
empat, dan merupakan skor gingival untuk gigi yang bersangkutan. Dengan menjumlahkan
seluruh skor gigi dan dibagi dengan jumlah gigi yang diperiksa, agar didapat skor GI
seseorang. Pada Tabel 9.2 dapat terlihat kriteria penilaian GI.

Tabel 2 kriteria penilaian indeks gingival (Megananda,dkk,2011)


Kriteria Skor
Sehat 0
Peradangan Ringan 0,1 – 1,0
Peradangan Sedang 1,1 – 2,0
Peradangan Berat 2,1 – 3,0

Untuk memudahkan pengukuran, dapat di pakai enam gigi terpilih yang di gunakan
sebagai gigi indeks, yaitu: Molar pertama kanan atas, Incisivus pertama kiri atas, Premolar
pertama kiri atas, Molar pertama kiri bawah, insicivus pertama kanan bawah, dan Premolar
pertama kanan bawah. Gigi-gigi indeks tersebut di kenal dengan nama Ramfjord Teeth.
Indeks Gingiva =
B. Remaja Pubertas
1. Pengertian Remaja
Masa remaja atau masa Adolesensi adalah suatu fase perkembangan yang dinamis
dalam kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan periode transisi dari masa anak-
anak ke masa dewasa yang di tandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental,
emosional, sosial dan berlangsung pada dekade kedua masa kehidupan (Morsintowarti B.
Narendra, dkk, 2002).

2. Pengertian Remaja Pubertas


Pubertas dilihat dari sisi kesehatan adalah proses perubahan fisik (biologis) dan psikis
yang tanda-tandanya dapat di kenali manusia dari fase anak-anak menjadi dewasa yang
berlangsung selama tiga sampai lima tahun (Badriyah,2004)
Pubertas adalah suatu bagian yang penting dari masa remaja dimana yang lebih di
tekankan adalah proses biologis yang pada akhirnya mengarah pada kemampuam
bereproduksi. Masa pubertas adalah masa transisi antara masa anak dan dewasa, dimana
terjadi suatu percepatan pertumbuhan (growth spurt), timbul
ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas dan terjadi perubahan psikologis yang menyolok
(Narendra, dkk, 2002)
3. Tahapan Masa Remaja
Menurut Morsintowarti B. Narendra, dkk, (2002), tahapan remaja dibagi dalam 3
tahapan :
a) Masa Remaja Awal (10-14 tahun)
Masa Remaja Awal ditandai dengan peningkatan yang cepat dari pertumbuhan dan
kematangan fisik.
b) Masa Remaja Menengah (15-16 tahun)
Masa Remaja Menengah ditandai dengan hampir lengkapnya pertumbuhan pubertas,
timbulnya keterampilan-keterampilan berpikir yang baru, peningkatan pengenalan
terhadap datangnya masa dewasa dan keinginan untuk memapankan jarak emosional dan
psikologis dengan orang tua.
c) Masa Remaja Akhir (17-20 tahun)
Masa Remaja Akhir ditandai dengan persiapan untuk peran sebagai seorang dewasa,
termasuk klarifikasi dari tujuan pekerjaan dan internalisasi suatu sistem nilai pribadi.
Mengenai umur kronologis berapa seorang anak dapat di katakana remaja, masih terdapat
berbagai pendapat. Buku-buku pediatri pada umumnya mendefinisikan remaja apabila
telah mencapai umur 10-18 tahun untuk anak perempuan dan 12-20 tahun untuk anak-
anak laki-laki. WHO mendefinisikan remaja bila anak telah mencapai umur 10-19 tahun.
Menurut Undang-Undang No. 4 1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah
individu yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum menikah. Menurut UU
Perburuhan anak di anggap remaja apabila telah mencapai umur 16-18 tahun atau sudah
menikah dan mempunyai tempat tinggal sendiri. Menurut UU Perkawinan No.1 tahun
1974 anak di anggap sudah remaja apabila sudah cukup matang untuk menikah yaitu 16
tahun untuk anak perempuan dan 19 tahun untuk anak laki-laki. Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan mengnggap remaja bila sudah berusia 18 tahun yang sesuai dengan saat
lulus Sekolah Menengah.

4. Perkembangan Gigi Pada Masa Remaja


Pada masa tahapan remaja awal gigi caninus dan molar akan lepas. Caninus tetap,
premolar I dan II, dan Molar II mulai tumbuh.pada masa tahapan remaja menengah terjadi
perkembangan pada sisitem skeletal. Sebagian besar tulang muka juga mengalami
percepatan tumbuh, pada anak perempuan khusus mandibula. Sebagai akibat bertambah
panjangnya mandibula, dan bertambah tingginya ramus mandibula, rahang lebih menonjol
dan lebih tebal daripada waktu masa anak-anak terutama pada anak laki-laki. Pada masa
remaja akhir juga terjadi perkembangan sistem skeletal, merupakan puncak perkembangan
dari sistem skeletal itu sendiri. Setelah puncak ini tercapai pertambahan pertumbuhan sedikit
sekali pada sistem skeletal. Yang masih tumbuh biasanya terbatas pada dagu akibat aposisi
dari tulang simfisis mandibula. Kemudian diikuti dengan pertumbuhan kedepan dari maxila
sehingga rahang atas lebih menonjol kedepan. Pada masa ini Molar 3 (wisdom teeth) mulai
tumbuh.

C. Gingivitis Pada Remaja Pubertas


Gingivitis merupakan bagian dari periodontitis yang menyerang anak-anak dan remaja
cukup banyak sesuai dengan kesepakatan di Workshop in clinical periodontic tahun 1984
kelainan ini di kelompokkan sebagai berikut:
Gingivitis ; bentuk periodontitis onset dini(early onset) ; necrotizing gingivitis dan
periodontitis berkaitan dengan penyakit sistemik. Periodontitis pada anak-anak yang sering
terjadi adalah pembesaran gingiva yang berkaitan dengan pubertas. Semuaperiodontitis
onset dini selalu di dahului oleh adanya mikroorganisme dalam tubuh akan berkembang
menjadi progresif pada individu yang suseptibel, dalam hal ini berkaitan dengan pertahanan
tubuh (Prayitno 2003).

Kesehatan

Gingivitis
Plak

Stress, merokok, faktor lain


Hormon Terapi obat

Nekrose ulseratif gingivitis dan periodontitis

mmmm

Gingivitis Pubertas

Pembengkakan gingiva

Plak Faktor host


Periodontitis

Skema penyakit periodontal yang berkaitan dengan anak-anak dan remaja (Prayitno,2009)

Pada masa pubertas insidens gingivitis meningkat yang ditandai dengan inflamasi
yang hebat, pembengkakan pada gingival, dan disertai pendarahan. Penyakit periodontal
dipengaruhi oleh hormone steroid. Peningkatan hormon estrogen dan progesteron selama
masa remaja dapat memperhebat inflamasi margin gingival bila ada faktor lokal penyebab
penyakit periodontal. (Anonim, 2011).

1. Penyakit Gingiva yang Dimodifikasi oleh Faktor –Faktor Sistemik


a) Gingivitis berkaitan dengan pubertas
Inflamasi gingiva yang sering terjadi pada anak-anak usia puber sering di
namakan sebagai gingivitis pubertas (pubertal gingivitis). Ciri-ciri klinisnya adalah
sebagai berikut:
Pendarahan Gingiva. – Seperti pada Gingivitis simple, pada tipe Gingivitis ini
kecenderungan perdarahan pada probing, bahkan bisa terjadi perdarahan gingiva
secara spontan atau karena iritasi makanan yang keras atau penyikatan gigi.
Perubahan warna. – Gingiva mengalami perubahan warna menjadi merah sampai
kebiru-biruan.
Perubahan konsistensi.- pada tipe gingivitis ini konsistensi gingival berubah
menjadi lunak atau oedematous, licin dan berkilat.
Perubahan tekstur permukaan.- permukaan gingiva, terutama papila interdental,
yang terlibat licin dan berkilat.
Perubahan kontur.- Gingiva interdental biasanya mengalami pembesaran sehingga
terlihat bulbolus(seperti bawang).
Pembentukan saku.- Pada gingivitis ini bisa berbentuk saku gusi.
Pada masa pubertas insidens gingivitis mencapai puncaknya. Oleh karena itu sejumlah
kecil plak yang ada pada kelompok usia yang lain hanya menyebabkan trejadinya kecil plak
yang ada pada kelompok usia yang lain hanya menyebabkan terjadinya sedikit inflamasi
gingival, akan dapat menyebabkan inflamasi yang hebat pada masa pubertas yang diikuti
dengan pembengkakan gingiva dan perdarahan. Bila masa pubertas sudah lewat, inflamasi
cenderung reda sendiri tetapi tidak dapat hilang sama sekali kecuali bila dilakukan
pengkontrolan plak yang adekuat.
Untuk mengkontrol gingivitis pada remaja, perlu di jelaskan pada pasien bahwa kondisi
ini adalah natural dan perawatan khusus perlu di lakukan selama periode ini. Skaling yang
teratur dan perawatan sehari-hari merupakan bentuk perawatan yang di perlukan; selain itu,
faktor-faktor retensi plak juga harus dihilangkan.
Prevalensi inflamasi gingiva bevariasi cukup besar sesuai dengan usia salah satunya
pada periode transisional, periode ini berlangsung sejak gigi geligi campuran dari usia 5 atau
6 tahun sampai masa pubertas. Di tandai dengan ketidakteraturan susunan gigi dan
perubahan hormonal. Gingivitis kronis di temukan pada 80% anak-anak di bawah usia 12
tahun dan di temukan pada hampir 100% remaja berusia 14 tahun. Setelah usia ini
terlampaui, biasanya terlihat penurunan prevalensi inflamasi. Kelihatannya disini ada
perbedaan jenis kelamin. Sebelum usia 14 tahun keparahan inflamasi untuk anak permpuan
lebih besar daripada anak laki-laki, skore pada anak perempuan mencapai puncaknya pada
usia 12 tahun; sedangkan skore pada anak laki-laki mencapai puncaknya pada usia 14 tahun
dan jauh lebih tinggi daripada masa puncak pada anak-anak perempuan keadaan ini
mungkin berhubungan dengan pola perubahan kebiasaan membersihkan gigi, tetapi
faktanya pada penelitian terhadap status gingiva di masa pubertas, Sutclife menemukan
bahwa peningkatan keparahan inflamasi tidak berhubungan dengan meningkatnya deposit
plak. Disini tentunya dapat di tarik kesimpulan bahwa pada masa pubertas jaringan bereaksi
lebih hebat terhadap jumlah plak yang tidak terlalu besar, dan setelah masa pubertas
keparahan inflamasi cenderung meningkat (Manson, 1993).
b) Hormon seks
Perubahan hormon seksual berlangsung semasa pubertas dan kehamilan, keadaan ini
dapat menimbulkan perubahan jaringan gingiva yang merubah respon terhadap produk-
produk plak (Manson, 1993)
1. Pubertas
Memasuki masa puber tidaklah mudah bagi para remaja, tatkala datang menstruasi
untuk pertama kalinya, dan jerawat mulai bermunculan. Pada saat pubertas, terjadi
peningkatan produksi hormon estrogen dan progesterone secara drastis. Peningkatan ini
menyebabkan meningkatnya aliran darah ke gusi, dan juga mengubah reaksi jaringan gusi
terhadap bakteri dan iritan yang ada di dalam plak. Kondisi ini menyebabkan gusi berwarna
lebih kemerahan, bengkak, dan lebih mudah berdarah saat menyikat gigi atau mengunyah
makanan yang terlalu keras. Untuk menyikapinya, kebiasaan untuk menjaga kebersihan dan
kesehatan gigi dan mulut idealnya sudah dibiasakan sejak dini sehingga pada datangnya
masa puber yang juga membawa perubahan dalam rongga mulut tidak akan menjadi masalah
yang berkelanjutan.
2. Mentruasi
Selama siklus mentruasi yang normalnya terjadi setiap bulan, terjadi perubahan
hormonal khususnya peningkatan progesterone. Kondisi di rongga mulut yang berkaitan
dengan perubahan tersebut di antaranya adalah gusi menjadi bengkak kemerahan dan mudah
berdarah, meski hal ini tidak di alami oleh smua wanita. Umumnya peradangan gusi
(gingivitis) tersebut terjadi pada 1-2 hari sebelum menstruasi kemudian berangsur
menghilang begitu menstruasi dimulai. Selain itu juga dapat timbul ulkus atau luka seperti
sariawan.
Bagi wanita yang mengalami masalah gigi dan mulut seperti yang tersebut di atas
selama menstruasi, kesadaran akan penjagaan Oral Hygiene adalah kunci utama untuk tetap
berada dalam kondisi prima setelah selesai menstruasi. Peradangan gusi dapat mengarah
kepada peradangan jaringan periodontal yang dapat menyebabkan kerusakan periodontal
termasuk gigi dan tulang alveolar(Mozartha, 2010)
BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep Penelitian


Penyakit gingivitis adalah peradangan gingiva yang merupakan kelainan jaringan
penyangga gigi yang paling sering terjadi dan hampir selalu tampak pada segala bentuk
kelainan gingiva. Penyebab utama penyakit gingivitis adalah mikroorganisme yang
berkolonisasi dipermukaan gigi (Fedi, dkk, 2005).
Berdasarkan konsep pemikiran di atas dapat buat skema penelitian sebagai berikut :

Umur Remaja

Penyakit Gingivitis

Jenis Kelamin

B. Variabel penelitian

1. Umur Remaja
2. Jenis kelamin
3. Penyakit Gingivitis
C. Definisi Operasional
Variabel Definisi Skala
No Cara Ukur Alat ukur Hasil ukur
Penelitian Operasional Ukur

1 Umur Umur Melihat kartu Identitas Remaja awal Interval


Remaja responden pada status pasien pada - 10-11 tahun
saat di lakukan pasien KSP - 12-13 tahun
pemeriksaan - 14-15 tahun

2 Jenis Jenis kelamin Melihat kartu Identitas - Laki-laki Nominal


kelamin responden pada status pasien pasien pada - perempuan
saat di lakukan KSP
pemeriksaan

3 Penyakit Peradangan pemeriksaan KSP, alat - Ringan Ordinal


gingivitis Gingiva yang diagnose (0,1-1,0)
merupakan set, - Sedang
kelainan gingival (1,1-2,0)
jaringan indeks (GI) - Parah
penyangga gigi dan (2,1-3,0)
periodontal
probe
BAB IV
METODELOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelietian ini bersifat deskriptif dimana penulis ingin melihat Gambaran
Gingivitis pada Remaja Pubertas di SMP 1 Atap Desa Surau Kecamatan Taba Penanjung
Kabupaten Bengkulu Tengah Tahun 2019
B. Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini sudah dilakukan di SMP 1 Atap Desa Surau Kecamatan Taba
Penanjung Kabupaten Bengkulu Tengah pada tanggal 07 – 08 Januari 2019.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa-siswi di SMP 1 Atap Desa Surau
Kecamatan Taba Penanjung Kabupaten Bengkulu Tengah berjumlah 85 orang
2. Sampel
Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel Accidental Sampling yaitu siswa
dan siswi yang mengalami gingivitis yang berjumlah 30 orang.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah diagnosa set, probe
periodontal dan mengisi Kartu Status Pasien (KSP).
E. Cara pengumpulan data
1. Data Primer
Meliputi kartu status pemeriksaan Gingivitis pada remaja pubertas di SMP 1 Atap
Desa Surau Kecamatan Taba Penanjung Kabupaten Bengkulu Tengah
2. Data sekunder
Meliputi data puskesmas yang diperoleh dari petugas kesehatan poli gigi
Puskesmas Taba Teret Kecamatan Taba Penanjung Kabupaten Bengkulu Tengah,
dan data siswa-siswi dari SMP 1 Atap Desa Surau Kecamatan Taba Penanjung
Kabupaten Bengkulu Tengah.
F. Pengolahan dan Analisis data
1. Pengolahan Data
Pengolahan data meliputi:
1. Editing
Editing yaitu melakukan pengecekan terhadap hasil pengisian kartu status pasien
yang bertujuan untuk memeriksa kembali jawaban yang telah ada, dan bila ada
kekurangan segera dilengkapi.
2. Coding
Coding yaitu memberikan kode pada kartu status pasien yang bertujuan agar
pengolahan data lebih mudah dan cepat.
3. Tabulating
Tabulating bertujuan mengelompokkan data ke dalam suatu tabel distribusi frekuensi
dengan tujuan agar mudah dibaca dan di analisis dengan menggunakan komputer.
2. Analisa Data
Analisa penelitian ini bertujuan untuk memberikan Gambaran Gingivitis Pada
Remaja Pubertas di SMP 1 Atap Desa Surau Kecamatan Taba Penanjung Kabupaten
Bengkulu Tengah dengan cara menyusun dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
3. Penyajian Data
Untuk menjelaskan hasil penelitian tentang Gambaran Gingivitis pada remaja
pubertas di SMP 1 Atap Desa Surau Kecamatan Taba Penanjung Kabupaten Bengkulu
Tengah dan untuk memudahkan peneliti mengambil kesimpulan, maka data disajikan
dalam bentuk tekstular dan tabular.
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang telah di lakukan pada tanggal 07 sampai 08 Januari 2019
tentang Gambaran Gingivitis Pada Remaja Pubertas di SMP 1 Atap Desa Surau Kecamatan
Taba Penanjung Kabupaten Bengkulu Tengah Tahun 2011, maka didapatkan hasil penelitian
sebagai berikut:
1. Data Umum
a. Jenis Kelamin
Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin pada murid gingivitis di
SMP 1 Atap Desa Surau Kecamatan Taba Penanjung Kabupaten Bengkulu Tengah 2019
dapat di lihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Responden Penderita Gingivitis Berdasarkan Jenis Kelamin
pada Murid SMP 1 Atap Desa Surau Kecamatan Taba Penanjung Kabupaten
Bengkulu Tengah
Tahun 2019

No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase(%)


1 Laki-laki 12 40
2 Perempuan 18 60
Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa responden yang berjenis kelamin
perempuan lebih banyak daripada laki-laki yaitu 60 %.

b. Umur
Distribusi frekuensi responden penderita gingivitis berdasarkan usia pada murid di
SMP 1 Atap Desa Surau Kecamatan Taba Penanjung Kabupaten Bengkulu Tengah 2019
dapat di lihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Penderita Gingivitis Berdasarkan Usia pada Murid SMP 1 Atap
Desa Surau Kecamatan Taba Penanjung Kabupaten Bengkulu Tengah 2019
No Umur (Tahun) Frekuensi Persentase(%)
1 10 – 11 0 0
2 12 – 13 23 76,7
3 14 – 15 7 23,3
Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa responden yang menderita gingivitis
terbanyak terdapat pada usia 12-13 tahun yaitu 76,7%.
2. Data khusus
a. Gingivitis
Distribusi frekuensi responden berdasarkan penyakit gingivitis pada murid SMP 1
Atap Desa Surau Kecamatan Taba Penanjung Kabupaten Bengkulu Tengah dapat di lihat
pada tabel di bawah ini :

Tabel 3
Distribusi Frekuensi Responden Penderita Gingivitis Berdasarkan Kriteria Penyakit
Gingivitis pada murid SMP 1 Atap Desa Surau Kecamatan Taba Penanjung
Kabupaten Bengkulu Tengah Tahun 2019

No Kriteria Frekuensi Persentase(%)


1 Ringan 11 36,7
2 Sedang 15 50
3 Berat 4 13,3
Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa responden penderita gingivitis


terbanyak adalah pada kriteria sedang yaitu 50%.
B. Pembahasan
Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu Gambaran Gingivitis pada Remaja
Pubertas di SMP 1 Atap Desa Surau Kecamatan Taba Penanjung Kabupaten Bengkulu
Tengah Tahun 2019. Dari 30 responden yang mengalami gingivitis terbanyak pada jenis
kelamin perempuan sebanyak 18 0rang (60%). Penulis berasumsi bahwa pada masa ini
apabila remaja kurang memperhatikan kebersihan gigi dan mulut mereka, khususnya
perempuan maka akan lebih rentan terkena masalah kesehatan gigi dan mulut khususnya
gingivitis. Dimana pada perempuan terjadi perubahan hormonal (pada saat menstruasi) yang
cukup signifikan terhadap masalah kesehatan gigi dan mulut sehingga lebih rentan terhadap
gingivitis jika mereka mengabaikan kebersihan gigi dan mulut. Pendapat Mozartha (2010),
yang menyatakan, Selama siklus menstruasi yang normalnya terjadi setiap bulan, terjadi
perubahan hormonal, khususnya peningkatan progesteron. Pada saat itu kondisi di rongga
mulut mengalami perubahan diantaranya gusi menjadi bengkak dan mudah berdarah. Pada
masa pubertas berlangsung perubahan hormon seksual yang mana dalam keadaan ini dapat
menimbulkan perubahan jaringan gingiva seperti insidens gingivitis akan mencapai
puncaknya, perubahan ini akan tetap terjadi walaupun kontrol plak tetap tidak berubah.
Tanda-tanda klinisnya yaitu: gusi berdarah, sensitive terhadap sentuhan atau penyikatan gigi,
dan bengkak atau sedikit kemerahan. (Manson 1993).
Dari 30 responden ternyata yang paling banyak pada usia 12-13 tahun sebanyak 23
orang (76,7%). Penulis berasumsi bahwa insidens gingivitis pada usia remaja (pubertas)
mencapai puncaknya dimana pada usia tersebut juga terjadi peningkatan hormonal yang juga
dapat mempengaruhi keparahan kondisi jaringan gigi dan mulut. Hal ini didukung oleh
pendapat Manson (1993) yang menyatakan bahwa, perubahan hormone seksual berlangsung
semasa pubertas dan kehamilan, keadaan ini dapat menimbulkan perubahan jaringan gingiva
yang merubah respon terhadap produk-produk plak. Hal senada diungkapkan Sutcliffe
dalam Manson (1993), pada masa pubertas insidens gingivitis mencapai puncaknya
walaupun kontrol plak tidak berubah.
Dari 30 responden ternyata yang paling banyak yaitu responden dengan kriteria
gingivitis sedang dengan jumlah 15 orang (50%), Penulis berasumsi bahwa hal ini
dikarenakan kurangnya kesadaran untuk memelihara kesehatan gigi dan mulut seperti
mengontrol gigi di klinik gigi, membersihkan karang gigi, atau kurangnya perawatan khusus
yang mesti di lakukan oleh remaja dalam menghadapi perubahan fisik khususnya kesehatan
gigi dan mulut, sehingga lebih mudah untuk terkena gingivitis. Penyebab gingivitis bermula
dari plak yang menempel pada gigi. Plak ini tidak terlihat secara kasat mata, lengket dan
merupakan kumpulan bakteri yang terbentuk ketika karbohidrat dan gula dari makanan
berinteraksi dengan bakteri normal yang terdapat di mulut. Plak yang tidak dibersihkan dari
gigi akan mengeras, dan sulit dibersihkan dengan menyikat gigi dan menjadi rumah bagi
bakteri. Semakin banyak plak dan tartar, semakin beresiko terkena gingivitis. Masa remaja
merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia yang sering disebut sebagai masa
pubertas yaitu masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa pada tahap ini remaja akan
mengalami suatu perubahan fisik, emosional, dan sosial sebagai ciri dalam masa pubertas
yang ditandai dengan gingiva mengalami pembengkakan yang merata, berwarna merah
kebiruan, dan oral hygiene jelek bagi usia remaja putri dan putra (Sarwono, 2005). Selain itu
Jauhari (1999) menyatakan bahwa, Kalkulus merupakan penyebab utama dari gingivitis dan
periodontitis, karena kalkulus secara terus menerus merangsang gingiva (periodontal
membran yang merupakan tempat bersarangnya bakteri-bakteri yang mengakibatkan
terjadinya infeksi gingiva (gingivitis) dan infeksi periodontal (periodontitis). Bila karang
gigi dibiarkan terus menerus tanpa dibersihkan, akan mengakibatkan karang gigi makin
berkembang kearah dalam (apikal) sehingga jaringan penyangga gigi berkurang dan rusak
yang mengakibatkan jaringan penyangga menjadi goyang dan kemudian lepas.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang Gambaran gingivitis pada
remaja pubertas di SMP 1 Atap Desa Surau Kecamatan Taba Penanjung Kabupaten
Bengkulu Tengah dapat di simpulkan sebagai berikut :
1. Gingivitis dilihat dari jenis kelamin terbanyak terdapat pada jenis kelamin perempuan
yaitu 18 orang (60%).
2. Gingivitis dilihat dari kelompok umur terbanyak terdapat pada umur 12-13 tahun yaitu
23 orang (76,7%).
3. Gingivitis dilihat dari keparahan gingivitis terbanyak terdapat pada kriteria sedang
yaitu 15 orang (50%).

B. Saran
1. Disarankan Kepada murid yang menderita gingivitis agar lebih rajin untuk
mengontrol kesehatan gigi dan mulut ke dokter gigi untuk mendapatkan perawatan.
2. Kepada pihak sekolah agar dapat bekerja sama dengan petugas kesehatan untuk
meningkatkan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut di sekolah, dan dapat memberikan
gambaran pengetahuan kepada anak didik mengenai gingivitis dan juga kebersihan
gigi dan mulut.
3. Kepada tenaga kesehatan gigi agar dapat melakukan upaya promotif, preventif, kuratif
agar dapat meningkatkan kesehatan gigi dan mulut remaja
DAFTAR PUSTAKA

Adenan, Aprillia. (1990). Studi Karies Masing-masing Permukaan Gigi Pada Murid Taman Kanak-kanak Yang
Berusia 4-5 Tahun di p.t.p. Xii Pengalengan Kabupaten Bandung. Jurnal kedokteran gigi PDGI p.37(2):19
Andlaw RJ. (1992). Perawatan Gigi Anak. Jakarta : Widya Medika P.35.
Anitasari S, Liliwati. (2005). Pengaruh Frekuensi Menyikat Gigi Terhadap Tingkat Kebersihan Gigi dan Mulut
Siswa Siswi Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Palaran Kotamadya Samarinda Propinsi Kalimantan
Timur. Medan : Dentika Dental Jurnal. 10. 1:22
Aryani S, Agustina. (1999). Sikap Siswa Terhadap Kesehatan Gigi. Surabaya : SLTP Ciputri. P. 6
Asmawati, Fransario AP. (2007). Analisis Hubungan Karies Gigi dan Starus Gizi Anak Usia 10-11 Tahun di SDN
I Bawakaraeng dan SDN 3 Bangkala. Jurnal Dentifasial. 6.2:80
Astuti S, Eko. (2007). Peran Siga Pada Karies Gigi Anak. Denpasar : Jurnal Kedokteran Gigi. P5 (1):18
Budipramana Els S. (1999). Distribusi dan Keparahan Karies pada Penderita di Klinik Kedokteran Gigi Anak
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga pada tahun 1990, 1994 dan 1998. Majalah Kedokteran Gigi.
32. (4):165
Chemiawan E, dkk. Prevelensi Nursing Mouth Caries pada Anak Usia 15-60 bulan Berdasarkan Frekuensi
Penyikatan Gigi di Posyandu Desa Cileunyi Wetan Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung
Forest. (1995). Pencegahan Penyakit Mulut. Jakarta: Hipokrates. P:27
Green Rm, Eccles JD. (1994). Konservasi Gigi. Jakarta: Widya Medika;1994,p.20
Kidd EAM. (1992). Dasar-dasar Karies , Penyakit dan Penanggulangannya. Jakarta: EGC.P.8,16-17
Natamiharja L. (1999). Pemilikan dan Pemakaian Sikat Gigi Masyarakat Kelurahan Beringin Kecamatan Medan
Baru. Majalah Kedokteran Gigi Universitas Sumatra Utara P.4(2):1-2
Nurlaila AM, Djohammas H, Darwita R. (2005). Hubungan Antara Status Gizi dengan Karies Gigi pada Murid-
Murid di Sekolah Dasar Kecamatan Karangantu. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. P12(1):1
Rahina Y. (2003). Prevelensi Karies Anak-Anak Pra Sekolah di TK Saraswati Denpasar, 2002. Jurnal
Kedokteran Gigi Mahasiswa. P 1(1):6
Sundoro E.H. (1998). Praktek Preventive Untuk Menanggulangi Karies. Jurnal Kedokteran Gigi Univesitas
Indonesia. P5(1):47
Soebroto, 1. (2009). Apa Yang Tidak Dikatakan Dokter Tentang Kesehatan Gigi Anda. Yogyakarta; Book Marks.
P 22. 104-6
Suwelo Is. (1992). Karies Gigi pada Anak dengan Pelbagi Faktor Etiologi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.P.6-
9, 14-23, 27-28
Taringan, R. (1990). Karies Gigi. Jakarta; Hipokrates.p.17, 41-46
Yani E.W.R. (2005). Hubungan Pola Menyikat Gigi dengan Karies Gigi. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas. P
12(1):16
Yuyus R, Magdarina DA, Sintiawati F, Tonny M. (2001). Derajat Kesehatan Gigi dan Mulut Murid Sekolah Dasar
di Kabupaten Bekasi, 1997/1998. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. P8(3):1-5
Yohana, L (2003). Kerusakan Gigi Anak-Anak SLUB Saraswati Denpasar 2003. Jurnal Kedokteran Gigi. P
15(4):266

Anda mungkin juga menyukai