Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Keperawatan Gigi
Pada Program Studi DIII Jurusan Keperawatan Gigi Politeknik Kesehatan
Palembang
Oleh:
Rumondang Tanjung
NIM PO.
A. Latar Belakang
Menurut Undang-Undang kesehatan No.36 tahun 2009 Pasal 47 menyatakan bahwa
untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat,
diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan meyeluruh dalam bentuk upaya
kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan
dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif dan rehablitatif yang
dilaksanakan secara terpadu, meyeluruh dan berkesinambungan (Depkes RI, 2009).
Pembangunan di bidang kesehatan gigi merupakan bagian intergral pembangunan
kesehatan nasional, artinya dalam melaksanakan kesehatan pembangunan, pembangunan di
bidang kesehatan gigi tidak boleh ditinggalkan, tidak boleh dilupakan kerangka yang lebih
luas, yaitu pembangunan di bidang kesehatan umumnya. Derajat kesehatan masyarakat
ditentukan oleh berbagai faktor seperti penduduk, lingkungan, perilaku masyarakat dan
pelayanan kesehatan. Dalam mengatasi masalah kesehatan, untuk menunjang upaya
kesehatan agar menjadi derajat kesehatan optimal, upaya di bidang kesehatan gigi juga perlu
mendapat perhatian (Malik, 2008).
Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lainnya sebab kesehatan gigi dan mulut akan mempengaruhi
kesehatan tubuh. Pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut merupakan satu upaya di dalam
meningkatkan kesehatan gigi dan mulut (Riyanti, Eriska, 2005). Peranan rongga mulut
sangat besar bagi kesehatan dan kesejahteraan manusia. Secara umum, seseorang dikatakan
sehat bukan hanya tubuhnya yang sehat melainkan juga sehat rongga mulut dan giginya.
Oleh karena itu, kesehatan gigi dan mulut sangat berperan dalam menunjang kesehatan tubuh
seseorang (Sondang, 2001 cit. Gultom, 2008).
Gingivitis adalah suatu kelainan berupa peradangan pada gusi, gingivitis adalah suatu
bentuk dari penyakit periodontal (Isnaniah, 2008). pembesaran gingiva bisa terjadi pada
kondisi - kondisi tertentu : hormonal, berkaitan dengan kehamilan, pubertas, leukemia,
defisiensi vitamin C dan non spesifik. Pembesaran gingiva berkaitan dengan kehamilan bisa
terjadi dalam bentuk marginal atau dalam bentuk seperti tumor. Pembesaran bentuk marginal
adalah bentuk yang paling banyak di jumpai insidens sampai 70% (Daliemunte, 1995)
Gingivitis mengalami perubahan warna gusi mulai dari kemerahan sampai merah
kebiruan,sesuai dengan bertambahnya proses peradangan yang terus menerus. Umumnya
setiap individu mengalami peradangan gusi dengan keparahan dan keberadaannya sangat
bervariasi sesuai dengan umur,jenis kelamin, status sosial, ekonomi, tingkat pendidikan, dan
lain sebagainya (Forrester, 1998 cit. Riyanti, 2005).
Penyebab gingivitis bermula dari plak yang menempel pada gigi. Plak ini tidak
terlihat secara kasat mata, lengket dan merupakan kumpulan bakteri yang terbentuk ketika
karbohidrat dan gula dari makanan berinteraksi dengan bakteri normal yang terdapat di
mulut. Plak yang tidak dibersihkan dari gigi akan mengeras, dan sulit dibersihkan dengan
menyikat gigi dan menjadi rumah bagi bakteri. Semakin banyak plak dan tartar, semakin
beresiko terkena gingivitis.
Masa remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia yang sering
disebut sebagai masa pubertas yaitu masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa pada
tahap ini remaja akan mengalami suatu perubahan fisik, emosional, dan social sebagai ciri
dalam masa pubertas yang ditandai dengan gingiva mengalami pembengkakan yang merata,
berwarna merah kebiruan, dan oral hygiene jelek bagi usia remaja putri dan putra
(Sarwono, 2005).
Pada masa pubertas insidens gingivitis mencapai puncaknya. Prevalensi inflamasi
gingiva bevariasi cukup besar sesuai dengan usia salah satunya pada periode transisional,
periode ini berlangsung sejak gigi geligi campuran dari usia 5 atau 6 tahun sampai masa
pubertas, dan pada periode ini ditandai dengan ketidakteraturan susunan gigi dan perubahan
hormonal. Gingivitis kronis ditemukan pada 80% anak-anak di bawah usia 12 tahun dan
ditemukan pada hampir 100% remaja berusia 14 tahun (Manson, 1993).
Di Amerika Serikat, frekuensi sulit ditentukan karena kurangnya kesesuaian kriteria
pengukuran. Banyak orang menyakini bahwa gingivitis mulai terjadi pada anak – anak usia
dini dan 9 – 17% anak – anak yang berusia antara 3 – 11 tahun mengalami gingivitis pada
usia pubertas, prevalensi meningkat menjadi 70 – 90%. Belakangan ini, penyakit periodontal
yang merupakan bentuk akhir dari gingivitis kronis, secara perlahan menurun di antara orang
dewasa Amerika. Secara Internasional penelitian-penelitian di Australia, Swedia, Inggris
dan Switzerland melaporkan gingivitis pada 48 – 85% anak – anak yang berusia 3 – 6 tahun,
pada remaja kejadian di seluruh dunia sebanding dengan data yang di Amerika Serikat 70 –
90% (Idigbe, 2000)
Di Indonesia Gingivitis merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang banyak
dijumpai pada anak-anak maupun remaja di negara berkembang termasuk Indonesia, dan
cenderung meningkat pada setiap dasawarsa. Hasil penelitian menunjukkan 80% anak- anak
dan remaja menderita gingivitis. Angka ini diduga lebih parah di daerah daripada di kota
dengan anak-anak dan remaja golongan ekonomi menengah ke bawah kondisi ini tentu saja
akan berpengaruh pada derajat tumbuh kembang bahkan masa depan. Prevalensi Gingivitis
yang terjadi pada anak usia 3 tahun di bawah 5%, sedangkan pada usia 6 tahun 50%, dan
angka yang tertinggi adalah 90%, pada anak dengan usia 11 tahun sedangkan pada anak
dengan usia di antara 11 sampai 17 tahun mengalami sedikit penurunan yaitu 80% dan 90%
(Laila Suci, 2008).
Berdasarkan data observasi awal di SMP 1 Atap Desa Surau Kecamatan Taba
Penanjung Kabupaten Bengkulu Tengah pada 30 siswa terdapat 13 siswa yang mengalami
Gingivitis sedangkan di Puskesmas Taba Teret pada bulan Januari-Desember 2018, jumlah
pasien yang mengalami gingivitis pada remaja sebanyak 328 orang. Sedangkan pada orang
dewasa 250 orang. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian dengan
judul Gambaran Gingivitis Pada Remaja Pubertas di SMP 1 Atap Desa Surau Kecamatan
Taba Penanjung Kabupaten Bengkulu Tengah
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah pada penelitian adalah
penulis ingin mengetahui Gambaran Gingivitis Pada Remaja Pubertas di SMP 1 Atap Desa
Surau Kecamatan Taba Penanjung Kabupaten Bengkulu Tengah
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum :
Untuk mengetahui Gambaran Gingivitis pada Remaja Pubertas di SMP 1 Atap Desa Surau
Kecamatan Taba Penanjung Kabupaten Bengkulu Tengah
2. Tujuan Khusus :
a. Untuk mengetahui gambaran gingivitis ditinjau dari karakteristik jenis kelamin
b. Untuk mengetahui gambaran gingivitis ditinjau dari umur
c. Untuk mengetahui gambaran gingivitis ditinjau dari tingkat keparahan gingivitis pada
remaja
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Menambah wawasan ilmu pengetahuan penulis dan upaya untuk meningkatkan
kesehatan khususnya kesehatan gigi dan mulut.
2. Bagi Akademik
Hasil penelitian ini dapat di gunakan sebagai bahan referensi atau di jadikan sebagai
kajian pustaka bagi mahasiswa JKG Poltekkes Kemenkes Palembang
3. Bagi tempat penelitian
Memberi Gambaran tentang Gingivitis Pada Remaja Pubertas di SMP 1 Atap Desa
Surau Kecamatan Taba Penanjung Kabupaten Bengkulu Tengah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. GINGIVA
1. Pengertian Gingiva
Gingiva adalah bagian mukosa rongga mulut yang mengelilingi gigi dan menutupi
lingir (ridge) alveolar. Merupakan bagian dari aparatus pendukung gigi, periodonsium, dan
dengan membentuk hubungan dengan gigi, gingiva berfungsi melindungi jaringan di bawah
perlekatan gigi terhadap pengaruh lingkungan rongga mulut. Gingiva tergantung pada gigi
geligi ; bila ada gigi geligi, gingiva juga ada dan bila gigi di cabut gingiva akan hilang
(Manson,1993).
Gingiva merupakan bagian dari jaringan periodontal yang paling luar. Gingiva
seringkali dipakai indikator bila jaringan periodontal terkena penyakit. Hal ini disebabkan
karena kebanyakan penyakit periodontal dimulai dari gingiva, kadang – kadang gingiva juga
dapat menggambarkan keadaan tulang alveolar yang berada dibawahnya (Herijulianti,
2009).
1. Gingivitis
a) Pengertian Gingivitis
Gingivitis adalah didefinisikan sebagai inflamasi gingiva. Definisi lain menyebutkan
bahwa gingivitis adalah radang pada gingival dimana epitelium jungsional masih untuk
melekat pada gigi pada kondisi sehingga perlekatannya belum mengalami perubahan. Jika
proses inflamasi telah melibatkan gingiva dan jaringan periodontal lainnya dan telah terjadi
lepasnya ikatan serat-serat periodontal, kondisi demikian di sebut sebagai periodontitis
(Megananda, dkk, 2011)
b) Penyebab Gingivitis
Gingivitis yang artinya peradangan pada jaringan gusi merupakan tahap paling awal dari
penyakit periodontal. Kondisi ini di sebabkan oleh iritasi dari plak yang biasanya menumpuk
di pinggiran gusi. Apabila plak ini tidak di bersihkan, bakteri-bakteri yang ada di dalamnya
akan menghasilkan toksin atau racun yang akan mengiritasi sehingga gusi akan mengalami
peradangan. Biasanya kondisi ini bisa di ketahui dari gusi yang terlihat berwarna merah,
membengkak, dan gampang berdarah kalau sedang menyikat gigi.(Ramadhan, 2010).
Menurut Daliemunthe (2008), faktor – faktor etiologi penyakit gingiva dapat
diklasifikasikan dengan berbagai cara. Berdasarkan keberadaannya, faktor – faktor tersebut
dapat di klasifikasikan atas :
2) Tahap kedua
Setelah beberapa bulan atau beberapa tahun peradangan ini berlangsung. Plak pada gigi
dapat menyebabkan serabut paling atas antara tulang rahang dan akar gigi membusuk, dan
ini diikuti dengan hilangnya sebagian tulang rahang pada tempat perlekatan. Poket gusi juga
menjadi lebih dalam dengan penurunan tinggi tulang rahang tersebut. Gusi tetap berwarna
merah, bengkak dan mudah berdarah ketika disikat. Tetapi tidak terasa sakit.
3) Tahap ketiga
Setelah beberapa tahun tanpa pembersihan plak yang baik, dapat terjadi tahap ketiga. Saat
ini akan lebih banyak lagi tulang rahang yang rusak dan gusi semakin turun, meskipun tidak
secepat kerusakan tulang. Poket gusi menjadi lebih dalam (lebih dari 6 mm). Karena tulang
hilang, gigi mulai terasa sedikit goyang, dan gigi depan kadang-kadang mulai bergerak dari
posisi semula. Kemerahan, pembengkakan, dan perdarahan masih tetap seperti sebelumnya,
dan tetap tidak ada rasa sakit.
4) Tahap terakhir
Tahap-tahap ini biasanya terjadi pada usia 40-an atau 50-an tahun, tetapi terkadang dapat
lebih awal. Setelah beberapa tahun lagi tetap tanpa pembersihan plak yang baik dan
perawatan gusi, tahap terakhir dapat dicapai. Sekarang kebanyakan tulang disekitar gigi telah
mengalami kerusakan sehingga beberapa gigi menjadi sangat goyang, dan mulai sakit. Pada
tahap ini merupakan suatu akibat gingivitis yang dibiarkan, sehingga gingivitis terus
berlanjut ketahap paling akut yaitu periodontitis.
Penyakit gingivitis berawal dari pembentukan dental plak. Dental plak adalah deposit
lunak berwarna putih kekuningan yang tersusun dari garam-garam saliva dan koloni
mikroorganisme mulut (pada umumnya Streptococcus mutan).
Dental plak adalah rumah ideal dari mikroorganisme mulut, kuman akan terus
berkumbang, membentuk asam dari sisa-sisa makan yang menempel. Dental plak yang
terletak pada gigi dekat gusi, prosesnya akan berlangsung mulai dari marginal dan mengarah
pada penyakit periodontal (Kanal,2008).
d) Gejala klinis
Menurut Drg. Donna Pratiwi, 2007 ada beberapa tanda-tanda gingivitis, yaitu:
1. Saat dan setelah menyikat gigi, ada noda darah yang tertinggal pada bulu sikat gigi
2. Saat meludah, ada darah didalam air liur
3. Gusi bisa dipisahkan dari gigi menggunakan tusuk gigi
4. Warna gusi mengkilap dan bengkak, kadang – kadang berdarah saat di sentuh
5. Tidak selalu disertai rasa sakit.
6. Terdapat akumulasi karang gigi disekitar leher gigi.
e) Pembagian gingivitis
Gingivitis terdiri dari 5 macam gingivitis, yaitu :
1. Gingivitis Marginalis adalah Peradangan gingiva bagian marginal yang merupakan stadium
awal dari penyakit periodontal (Rosad, 2008)
2. Gingivitis Pubertas adalah gingivitis yang sering terjadi pada anak-anak usia pubertas, yang
ditandai dengan gejala gingiva mengalami perubahan warna menjadi merah sampai kebiru-
biruan, konsistensi gingiva berubah menjadi lunak atau oedematous, licin dan berkilat dan
permukaan gingiva, terutama papila interdental yang terlibat terlihat licin dan berkilat.
3. Gingivitis Pregnancy adalah gingivitis yang sering terjadi pada ibu hamil biasanya ditandai
dengan gejala gingiva cenderung mudah berdarah, baik karena iritasi mekanis maupun
secara spontan, gingiva biasanya mengalami perubahan warna menjadi merah terang sampai
merah kebiru – biruan dan konsistensi gingiva bebas dan gingiva interdental adalah lunak
dan getas (mudah tercabik).
4. Scorbutic Gingivitis merupakan gingivitis yang terjadi karena defisiensi vitamin C, ditandai
adanya hiperplasi atau ulserasi dan berwarna merah terang atau merah menyala
5. Anug (Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis) merupakan satu-satunya gingivitis yang
akut, terjadi sangat mendadak dan cepat meluas. Biasanya terjadi pada masa pergantian gigi
di mana anak mempunyai oral hygiene buruk. Nama lain dari Anug adalah Vincent’s
Gingivitis atau Trench Mouth (Daliemunthe, 2008).
Selain itu ada jenis gingivitis lain, yaitu gingivitis yang berkaitan dengan plak saja.
Pada tipe gingivitis ini inflamasi merupakan perubahan patologis primer dan satu-satunya,
tanpa ada komplikasi dari faktor sistemik. Gingivitis ini di sebut juga dengan gingivitis
simple. Berdasarkan distribusinya di rongga mulut gingivitis ini bisa di bedakan atas:
1. Gingivitis Lokalisata (localized gingivitis), dimana inflamasi hanya melibatkan gingiva
pada sekelompok gigi saja.
2. Gingivitis Generalisata (generalized gingivitis), dimana inflamasi melibatkan gingiva pada
semua gigi geligi di dalam rongga mulut.
3. Gingivitis Marginal (marginal gingivitis), dimana inflamasi hanya melibatkan tepi gingiva,
meskipun sebagian gingival cekat bisa juga terlibat.
4. Gingivitis Pappilari (Pappilary gingivitis), dimana yang terinflamasi adalah papilla
Interdental dan tepi gingival yang berbatasan.
5. Gingivitis difus (diffuse gingivitis), dimana inflamasi telah mengenai tepi gingival, gingival
cekat dan papilla interdental.
f) Indeks Untuk Mengukur Gingivitis
Indeks Gingiva pertama kali di usulkan pada tahun 1963 untuk menilai tingkat
keparahan dan banyaknya peradangan gusi seseorang atau pada subjek di kelompok populasi
yang besar. GI hanya menilai keradangan gusi. Menurut metode ini, keempat area gusi pada
masing-masing gigi (fasial, mesial, distal dan lingual) di nilai tingkat peradangannya dan di
beri skor dari 0-3. Kriteria keparahan kondisi gingival dapat terlihat pada table 9.1.
Tabel 1 Nilai atau skor indeks gingival
Skor Keadaan gingival
0 Gingival normal: tidak ada peradangan, tidak ada perubahan warna
dan tidak ada perdarahan
1 Peradangan Ringan: terlihat ada sedikit perubahan warna dan sedikit
edema
2 Peradangan sedang: warna kemerahan, adanya edema, dan terjadi
pendarahan pada saat probing
3 Peradangan Berat: warna merah terang atau merah menyala, adanya
edema, ulserasi, kecenderungan adanya pendarahan spontan
Perdarahan dinilai dengan cara menelusuri dinding margin gusi pada bagian dalam saku
gusi dengan probe periodontal. Skor keempat area selanjutnya di jumlahkan dan dibagi
empat, dan merupakan skor gingival untuk gigi yang bersangkutan. Dengan menjumlahkan
seluruh skor gigi dan dibagi dengan jumlah gigi yang diperiksa, agar didapat skor GI
seseorang. Pada Tabel 9.2 dapat terlihat kriteria penilaian GI.
Untuk memudahkan pengukuran, dapat di pakai enam gigi terpilih yang di gunakan
sebagai gigi indeks, yaitu: Molar pertama kanan atas, Incisivus pertama kiri atas, Premolar
pertama kiri atas, Molar pertama kiri bawah, insicivus pertama kanan bawah, dan Premolar
pertama kanan bawah. Gigi-gigi indeks tersebut di kenal dengan nama Ramfjord Teeth.
Indeks Gingiva =
B. Remaja Pubertas
1. Pengertian Remaja
Masa remaja atau masa Adolesensi adalah suatu fase perkembangan yang dinamis
dalam kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan periode transisi dari masa anak-
anak ke masa dewasa yang di tandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental,
emosional, sosial dan berlangsung pada dekade kedua masa kehidupan (Morsintowarti B.
Narendra, dkk, 2002).
Kesehatan
Gingivitis
Plak
mmmm
Gingivitis Pubertas
Pembengkakan gingiva
Skema penyakit periodontal yang berkaitan dengan anak-anak dan remaja (Prayitno,2009)
Pada masa pubertas insidens gingivitis meningkat yang ditandai dengan inflamasi
yang hebat, pembengkakan pada gingival, dan disertai pendarahan. Penyakit periodontal
dipengaruhi oleh hormone steroid. Peningkatan hormon estrogen dan progesteron selama
masa remaja dapat memperhebat inflamasi margin gingival bila ada faktor lokal penyebab
penyakit periodontal. (Anonim, 2011).
Umur Remaja
Penyakit Gingivitis
Jenis Kelamin
B. Variabel penelitian
1. Umur Remaja
2. Jenis kelamin
3. Penyakit Gingivitis
C. Definisi Operasional
Variabel Definisi Skala
No Cara Ukur Alat ukur Hasil ukur
Penelitian Operasional Ukur
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang telah di lakukan pada tanggal 07 sampai 08 Januari 2019
tentang Gambaran Gingivitis Pada Remaja Pubertas di SMP 1 Atap Desa Surau Kecamatan
Taba Penanjung Kabupaten Bengkulu Tengah Tahun 2011, maka didapatkan hasil penelitian
sebagai berikut:
1. Data Umum
a. Jenis Kelamin
Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin pada murid gingivitis di
SMP 1 Atap Desa Surau Kecamatan Taba Penanjung Kabupaten Bengkulu Tengah 2019
dapat di lihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Responden Penderita Gingivitis Berdasarkan Jenis Kelamin
pada Murid SMP 1 Atap Desa Surau Kecamatan Taba Penanjung Kabupaten
Bengkulu Tengah
Tahun 2019
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa responden yang berjenis kelamin
perempuan lebih banyak daripada laki-laki yaitu 60 %.
b. Umur
Distribusi frekuensi responden penderita gingivitis berdasarkan usia pada murid di
SMP 1 Atap Desa Surau Kecamatan Taba Penanjung Kabupaten Bengkulu Tengah 2019
dapat di lihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Penderita Gingivitis Berdasarkan Usia pada Murid SMP 1 Atap
Desa Surau Kecamatan Taba Penanjung Kabupaten Bengkulu Tengah 2019
No Umur (Tahun) Frekuensi Persentase(%)
1 10 – 11 0 0
2 12 – 13 23 76,7
3 14 – 15 7 23,3
Jumlah 30 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa responden yang menderita gingivitis
terbanyak terdapat pada usia 12-13 tahun yaitu 76,7%.
2. Data khusus
a. Gingivitis
Distribusi frekuensi responden berdasarkan penyakit gingivitis pada murid SMP 1
Atap Desa Surau Kecamatan Taba Penanjung Kabupaten Bengkulu Tengah dapat di lihat
pada tabel di bawah ini :
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Responden Penderita Gingivitis Berdasarkan Kriteria Penyakit
Gingivitis pada murid SMP 1 Atap Desa Surau Kecamatan Taba Penanjung
Kabupaten Bengkulu Tengah Tahun 2019
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang Gambaran gingivitis pada
remaja pubertas di SMP 1 Atap Desa Surau Kecamatan Taba Penanjung Kabupaten
Bengkulu Tengah dapat di simpulkan sebagai berikut :
1. Gingivitis dilihat dari jenis kelamin terbanyak terdapat pada jenis kelamin perempuan
yaitu 18 orang (60%).
2. Gingivitis dilihat dari kelompok umur terbanyak terdapat pada umur 12-13 tahun yaitu
23 orang (76,7%).
3. Gingivitis dilihat dari keparahan gingivitis terbanyak terdapat pada kriteria sedang
yaitu 15 orang (50%).
B. Saran
1. Disarankan Kepada murid yang menderita gingivitis agar lebih rajin untuk
mengontrol kesehatan gigi dan mulut ke dokter gigi untuk mendapatkan perawatan.
2. Kepada pihak sekolah agar dapat bekerja sama dengan petugas kesehatan untuk
meningkatkan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut di sekolah, dan dapat memberikan
gambaran pengetahuan kepada anak didik mengenai gingivitis dan juga kebersihan
gigi dan mulut.
3. Kepada tenaga kesehatan gigi agar dapat melakukan upaya promotif, preventif, kuratif
agar dapat meningkatkan kesehatan gigi dan mulut remaja
DAFTAR PUSTAKA
Adenan, Aprillia. (1990). Studi Karies Masing-masing Permukaan Gigi Pada Murid Taman Kanak-kanak Yang
Berusia 4-5 Tahun di p.t.p. Xii Pengalengan Kabupaten Bandung. Jurnal kedokteran gigi PDGI p.37(2):19
Andlaw RJ. (1992). Perawatan Gigi Anak. Jakarta : Widya Medika P.35.
Anitasari S, Liliwati. (2005). Pengaruh Frekuensi Menyikat Gigi Terhadap Tingkat Kebersihan Gigi dan Mulut
Siswa Siswi Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Palaran Kotamadya Samarinda Propinsi Kalimantan
Timur. Medan : Dentika Dental Jurnal. 10. 1:22
Aryani S, Agustina. (1999). Sikap Siswa Terhadap Kesehatan Gigi. Surabaya : SLTP Ciputri. P. 6
Asmawati, Fransario AP. (2007). Analisis Hubungan Karies Gigi dan Starus Gizi Anak Usia 10-11 Tahun di SDN
I Bawakaraeng dan SDN 3 Bangkala. Jurnal Dentifasial. 6.2:80
Astuti S, Eko. (2007). Peran Siga Pada Karies Gigi Anak. Denpasar : Jurnal Kedokteran Gigi. P5 (1):18
Budipramana Els S. (1999). Distribusi dan Keparahan Karies pada Penderita di Klinik Kedokteran Gigi Anak
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga pada tahun 1990, 1994 dan 1998. Majalah Kedokteran Gigi.
32. (4):165
Chemiawan E, dkk. Prevelensi Nursing Mouth Caries pada Anak Usia 15-60 bulan Berdasarkan Frekuensi
Penyikatan Gigi di Posyandu Desa Cileunyi Wetan Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung
Forest. (1995). Pencegahan Penyakit Mulut. Jakarta: Hipokrates. P:27
Green Rm, Eccles JD. (1994). Konservasi Gigi. Jakarta: Widya Medika;1994,p.20
Kidd EAM. (1992). Dasar-dasar Karies , Penyakit dan Penanggulangannya. Jakarta: EGC.P.8,16-17
Natamiharja L. (1999). Pemilikan dan Pemakaian Sikat Gigi Masyarakat Kelurahan Beringin Kecamatan Medan
Baru. Majalah Kedokteran Gigi Universitas Sumatra Utara P.4(2):1-2
Nurlaila AM, Djohammas H, Darwita R. (2005). Hubungan Antara Status Gizi dengan Karies Gigi pada Murid-
Murid di Sekolah Dasar Kecamatan Karangantu. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. P12(1):1
Rahina Y. (2003). Prevelensi Karies Anak-Anak Pra Sekolah di TK Saraswati Denpasar, 2002. Jurnal
Kedokteran Gigi Mahasiswa. P 1(1):6
Sundoro E.H. (1998). Praktek Preventive Untuk Menanggulangi Karies. Jurnal Kedokteran Gigi Univesitas
Indonesia. P5(1):47
Soebroto, 1. (2009). Apa Yang Tidak Dikatakan Dokter Tentang Kesehatan Gigi Anda. Yogyakarta; Book Marks.
P 22. 104-6
Suwelo Is. (1992). Karies Gigi pada Anak dengan Pelbagi Faktor Etiologi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.P.6-
9, 14-23, 27-28
Taringan, R. (1990). Karies Gigi. Jakarta; Hipokrates.p.17, 41-46
Yani E.W.R. (2005). Hubungan Pola Menyikat Gigi dengan Karies Gigi. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas. P
12(1):16
Yuyus R, Magdarina DA, Sintiawati F, Tonny M. (2001). Derajat Kesehatan Gigi dan Mulut Murid Sekolah Dasar
di Kabupaten Bekasi, 1997/1998. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. P8(3):1-5
Yohana, L (2003). Kerusakan Gigi Anak-Anak SLUB Saraswati Denpasar 2003. Jurnal Kedokteran Gigi. P
15(4):266