Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

TRAUMA TUMPUL
Kepaniteraan Klinik Senior Fakultas Kedokteran
Universitas Methodist Indonesia

Disusun Oleh :
ANDRORI MAYA GITA SARI SIMBOLON
(211 210 161)
RASKAMI INDAWATI BR. PA
(211 210 022)

Pembimbing :
dr. REINHARD J.D. HUTAHAEAN, SH, Sp.F

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
INSTALASI JENAZAH DAN KEDOKTERAN FORENSIK
RSUD Dr. DJASAMEN SARAGIH
PEMATANGSIANTAR
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
RahmatNya sehingga penulis menyelesaikan penulisan makalah ini. Adapun tujuan
penulis makalah forensik yang berjudul TRAUMA TUMPUL ini adalah untuk
memenuhi tugas Kepanitaraan Klinik Senior di Bagian Departemen Kedokteran
Forensik dan Medikolegal FK-UMI RSUD DR. Djasamen Saragih Pematangsiantar.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pembimbing kami dr.
REINHARD J.D HUTAHAEAN, SH, SpF yang telah banyak membantu
memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini.
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.

Pematangsiantar, Desember 2015


Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
...............................................................................................................................
...............................................................................................................................
i
DAFTAR ISI
...............................................................................................................................
...............................................................................................................................
ii
TRAUMA TUMPUL
...............................................................................................................................
...............................................................................................................................
1

Pendahuluan
...................................................................................................................
...................................................................................................................
1

Definisi
...................................................................................................................
...................................................................................................................
1

Trauma Mekanik dan Trauma Tumpul


...................................................................................................................
...................................................................................................................
1

Luka Akibat Trauma Tumpul


...................................................................................................................
...................................................................................................................
2

Klasifikasi Trauma Tumpul Berdasarkan Jaringan atau Organ yang


Terkena

2
...................................................................................................................
...................................................................................................................
9

Kekerasan benda tumpul pada kulit dan jaringan bawah kulit


...................................................................................................................
...................................................................................................................
9

Kekerasan Benda Tumpul Pada Kepala


...................................................................................................................
...................................................................................................................
11

Cedera Kepala pada Penutup Otak


...................................................................................................................
...................................................................................................................
14

Perdarahan Epidural (Hematoma)


...................................................................................................................
...................................................................................................................
15

Perdarahan Subdural (Hematoma)


...................................................................................................................
...................................................................................................................
16

Perdarahan Subarakhnoid
...................................................................................................................
...................................................................................................................
17

Pola Trauma Tumpul


...................................................................................................................
...................................................................................................................
19

3
DAFTAR PUSTAKA
...............................................................................................................................
...............................................................................................................................
21

4
TRAUMA TUMPUL

Pendahuluan

Trauma atau kecelakaan merupakan hal yang sering dijumpai dalam kasus
forensik. Hasil dari trauma atau kecelakaan adalah luka, perdarahan, skar atau
hambatan dalam fungsi organ.

Agen penyebab trauma dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara, antara lain
akibat kekuatan mekanik, aksi suhu, agen kimia, agen elektromagnet, asfiksia dan
trauma emboli.

Dalam prakteknya seringkali terdapat kombinasi trauma yang disebabkan oleh


satu jenis penyebab, sehingga klasifikasi trauma ditentukan oleh alat penyebab dan
usaha yang menyebabkan trauma. Dan dalam pembahasan makalah ini akan
dipaparkan mengenai trauma yang diakibatkan oleh benda tumpul.

Definisi

Pengertian trauma (injury) dari aspek medikolegal sering berbeda dengan


pengertian medis. Pengertian medis menyatakan trauma atau perlukaan adalah
hilangnya diskontinuitas dari jaringan. Dalam pengertian medikolegal trauma adalah
pengetahuan tentang alat atau benda yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan
seseorang. Artiya orang yang sehat, tiba-tiba terganggu kesehatannya akibat efek dari
alat atau benda yang dapat menimbulkan kecelderaan. Aplikasinya dalam pelayanan
Kedokteran Forensik adalah untuk membuat terang suatu tindak kekerasan yang
terjadi pada seseoang.

1
Trauma Mekanik dan Trauma Tumpul

Trauma atau luka mekanik terjadi karena alat atau senjata dalam berbagai
bentuk, alami atau dibuat manusia. Senjata atau alat yang dibuat manusia seperti
kampak, pisau, panah, martil dan lain-lain. Bila ditelusuri, benda-benda ini telah ada
sejak zaman pra sejarah dalam usaha manusia mempertahankan hidup sampai dengan
pembuatan senjata-senjata masa kini seperti senjata api, bom dan senjata penghancur
lainnya. Akibat pada tubuh dapat dibedakan dari penyebabnya.

Benda tumpul yang sering mengakibatkan luka antara lain adalah batu, besi,
sepatu, tinju, lantai, jalan dan lain-lain. Adapun definisi dari benda tumpul itu sendiri
adalah :

Tidak bermata tajam


Konsistensi keras / kenyal
Permukaan halus / kasar

Kekerasan tumpul dapat terjadi karena 2 sebab yaitu alat atau senjata yang
mengenai atau melukai orang yang relatif tidak bergerak dan yang lain orang
bergerak ke arah objek atau alat yang tidak bergerak. Dalam bidang medikolegal
kadang-kadang hal ini perlu dijelaskan, walaupun terkadang sulit dipastikan.

Luka karena kererasan tumpul dapat berebentuk salah satu atau kombinasi dari
luka memar, luka lecet, luka robek, patah tulang atau luka tekan.

Luka Akibat Trauma Tumpul

Variasi mekanisme terjadinya trauma tumpul adalah:

1. Benda tumpul yang bergerak pada korban yang diam.


2. Korban yang bergerak pada benda tumpul yang diam.

Sekilas nampak sama dalam hasil lukanya namun jika diperhatikan lebih lanjut
terdapat perbedaan hasil pada kedua mekanisme itu. Organ atau jaringan pada tubuh

2
mempunyai beberapa cara menahan kerusakan yang disebabkan objek atau alat, daya
tahan tersebut menimbulkan berbagai tipe luka yakni:

1. Abrasi
2. Laserasi
3. Kontusi/ruptur
4. Fraktur
5. Kompresi
6. Perdarahan

a. Abrasi

Abrasi per definisi adalah pengelupasan kulit. Dapat terjadi superfisial jika
hanya epidermis saja yang terkena, lebih dalam ke lapisan bawah kulit (dermis)atau
lebih dalam lagi sampai ke jaringan lunak bawah kulit. Jika abrasi terjadi lebih dalam
dari lapisan epidermis pembuluh darah dapat terkena sehingga terjadi perdarahan.
Arah dari pengelupasan dapat ditentukan dengan pemeriksaan luka. Dua tanda yang
dapat digunakan. Tanda yang pertama adalah arah dimana epidermis bergulung, tanda
yang kedua adalah hubungan kedalaman pada luka yang menandakan ketidakteraturan
benda yang mengenainya.

Pola dari abrasi sendiri dapat menentukan bentuk dari benda yang
mengenainya. Waktu terjadinya luka sendiri sulit dinilai dengan mata telanjang.
Perkiraan kasar usia luka dapat ditentukan secara mikroskopik. Kategori yang
digunakan untuk menentukan usia luka adalah saat ini (beberapa jam sebelum), baru
terjadi (beberapa jam sebelum sampai beberapa hari), beberapa hari lau, lebih dari
benerapa hari. Efek lanjut dari abrasi sangat jarang terjadi. Infeksi dapat terjadi pada
abrasi yang luas.

b. Kontusio Superfisial.

3
Kata lazim yang digunakan adalah memar, terjadi karena tekanan yang besar
dalam waktu yang singkat. Penekanan ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh
darah kecil dan dapat menimbulkan perdarahan pada jaringan bawah kulit atau organ
dibawahnya. Pada orang dengan kulit berwarna memar sulit dilihat sehingga lebih
mudah terlihat dari nyeri tekan yang ditimbulkannya.

Perubahan warna pada memar berhubungan dengan waktu lamanya luka,


namun waktu tersebut bervariasi tergantung jenis luka dan individu yang terkena.
Tidak ada standart pasti untuk menentukan lamanya luka dari warna yang terlihat
secara pemeriksaan fisik.

Pada mayat waktu antara terjadinya luka memar, kematian dan pemeriksaan
menentukan juga karekteristik memar yang timbul. Semakin lama waktu antara
kematian dan pemeriksaan luka akan semakin membuat luka memar menjadi gelap.

Pemeriksaan mikroskopik adalah sarana yang dapat digunakan untuk


menentukan waktu terjadinya luka sebelum kematian. Namun sulit menentukan secara
pasti karena hal tersebut pun bergantung pada keahlian pemeriksa.

Efek samping yang terjadi pada luka memar antara lain terjadinya penurunan
darah dalam sirkulasi yang disebabkan memar yang luas dan masif sehingga dapat
menyebabkan syok, penurunan kesadaran, bahkan kematian. Yang kedua adalah
terjadinya agregasi darah di bawah kulit yang akan mengganggu aliran balik vena
pada organ yang terkena sehingga dapat menyebabkan ganggren dan kematian
jaringan. Yang ketiga, memar dapat menjadi tempat media berkembang biak kuman.
Kematian jaringan dengan kekurangan atau ketiadaaan aliran darah sirkulasi

4
menyebabkan saturasi oksigen menjadi rendah sehingga kuman anaerob dapat hidup,
kuman tersering adalah golongan clostridium yang dapat memproduksi gas gangren.

Efek lanjut lain dapat timbul pada tekanan mendadak dan luas pada jaringan
subkutan. Tekanan yang mendadak menyebabkan pecahnya sel sel lemak, cairan
lemak kemudian memasuki peredaran darah pada luka dan bergerak beserta aliran
darah dapat menyebabkan emboli lemak pulmoner atau emboli pada organ lain
termasuk otak. Pada mayat dengan kulit yang gelap sehingga memar sulit dinilai
sayatan pada kulit untuk mengetahui resapan darah pada jaringan subkutan dapat
dilakukan dan dilegalkan.

c. Kontusio pada organ dan jaringan dalam.

Semua organ dapat terjadi kontusio. Kontusio pada tiap organ memiliki
karakteristik yang berbeda. Pada organ vital seperti jantung dan otak jika terjadi
kontusio dapat menyebabkan kelainan fungsi dan bahkan kematian.

Kontusio pada otak, dengan perdarahan pada otak, dapat menyebabkan terjadi
peradangan dengan akumulasi bertahap produk asam yang dapat menyebabkan reaksi
peradangan bertambah hebat. Peradangan ini dapat menyebabkan penurunan
kesadaran, koma dan kematian. Kontusio dan perangan yang kecil pada otak dapat
menyebabkan gangguan fungsi organ lain yang luas dan kematian jika terkena pada
bagian vital yang mengontrol pernapasan dan peredaran darah.

Jantung juga sangat rentan jika terjadi kontusio. Kontusio ringan dan sempit
pada daeran yang bertanggungjawab pada inisiasi dan hantaran impuls dapat
menyebabkan gannguan pada irama jantung atau henti jantung. Kontusio luas yang
mengenai kerja otot jantung dapat menghambat pengosongan jantung dan
menyebabkan gagal jantung.

Kontusio pada organ lain dapat menyebabkan ruptur organ yang menyebabkan
perdarahan pada rongga tubuh.

5
d. Laserasi

Suatu pukulan yang mengenai bagian kecil area kulit dapat menyebabkan
kontusio dari jaringan subkutan, seperti pinggiran balok kayu, ujung dari pipa,
permukaan benda tersebut cukup lancip untuk menyebabkan sobekan pada kulit yang
menyebabkan laserasi. Laserasi disebabkan oleh benda yang permukaannya runcing
tetapi tidak begitu tajam sehingga merobek kulit dan jaringan bawah kulit dan
menyebabkan kerusakan jaringan kulit dan bawah kulit. Tepi dari laserasi ireguler dan
kasar, disekitarnya terdapat luka lecet yang diakibatkan oleh bagian yang lebih rata
dari benda tersebut yang mengalami indentasi.

Pada beberapa kasus, robeknya kulit atau membran mukosa dan jaringan
dibawahnya tidak sempurna dan terdapat jembatan jaringan. Jembatan jaringan, tepi
luka yang ireguler, kasar dan luka lecet membedakan laserasi dengan luka oleh benda
tajam seperti pisau. Tepi dari laserasi dapat menunjukkan arah terjadinya kekerasan.
Tepi yang paling rusak dan tepi laserasi yang landai menunjukkan arah awal
kekerasan. Sisi laserasi yang terdapat memar juga menunjukkan arah awal kekerasan.

Bentuk dari laserasi dapat menggambarkan bahan dari benda penyebab


kekerasan tersebut. Karena daya kekenyalan jaringan regangan jaringan yang
berlebihan terjadi sebelum robeknya jaringan terjadi. Sehingga pukulan yang terjadi
karena palu tidak harus berbentuk permukaan palu atau laserasi yang berbentuk
semisirkuler. Sering terjadi sobekan dari ujung laserasi yang sudutnya berbeda dengan
laserasi itu sendiri yang disebut dengan swallow tails. Beberapa benda dapat
menghasilkan pola laserasi yang mirip.

Seiring waktu, terjadi perubahan terhadap gambaran laserasi tersebut,


perubahan tersebut tampak pada lecet dan memarnya. Perubahan awal yaitu
pembekuan dari darah, yang berada pada dasar laserasi dan penyebarannya ke sekitar
kulit atau membran mukosa. Bekuan darah yang bercampur dengan bekuan dari
cairan jaringan bergabung membentuk eskar atau krusta. Jaringan parut pertama kali
tumbuh pada dasar laserasi, yang secara bertahap mengisi saluran luka. Kemudian,
epitel mulai tumbuh ke bawah di atas jaringan skar dan penyembuhan selesai. Skar
tersebut tidak mengandung apendises meliputi kelenjar keringat, rambut dan struktur
lain.

6
Perkiraan kejadian saat kejadian pada luka laserasi sulit ditentukan tidak
seperti luka atau memar. Pembagiannya adalah sangat segera segera, beberapa hari,
dan lebih dari beberapa hari. Laserasi yang terjadi setelah mati dapat dibedakan
ddengan yang terjadi saat korban hidup yaitu tidak adanya perdarahan.

Laserasi dapat menyebabkan perdarahan hebat. Sebuah laserasi kecil tanpa


adanya robekan arteri dapat menyebabkan akibat yang fatal bila perdarahan terjadi
terus menerus. Laserasi yang multipel yang mengenai jaringan kutis dan sub kutis
dapat menyebabkan perdarahan yang hebat sehingga menyebabkan sampai dengan
kematian. Adanya diskontinuitas kulit atau membran mukosa dapat menyebabkan
kuman yang berasal dari permukaan luka maupun dari sekitar kulit yang luka masuk
ke dalam jaringan. Port d entree tersebut tetap ada sampai dengan terjadinya
penyembuhan luka yang sempurna. Bila luka terjadi dekat persendian maka akan
terasa nyeri, khususnya pada saat sendi tersebut di gerakkan ke arah laserasi tersebut
sehingga dapat menyebabkan disfungsi dari sendi tersebut. Benturan yang terjadi pada
jaringan bawah kulit yang memiliki jaringan lemak dapat menyebabkan emboli lemak
pada paru atau sirkulasi sistemik. Laserasi juga dapat terjadi pada organ akibat dari
tekanan yang kuat dari suatu pukulan seperi pada organ jantung, aorta, hati dan limpa.

Hal yang harus diwaspadai dari laserasi organ yaitu robekan yang komplit
yang dapat terjadi dalam jangka waktu lama setelah trauma yang dapat menyebabkan
perdarahan hebat.

e. Kombinasi dari luka lecet, memar dan laserasi.

Luka leceet, memar dan laserasi dapat terjadi bersamaan. Benda yang sama
dapat menyebabkan memar pada pukulan pertama, laserasi pada pukulan selanjutnya
dan lecet pada pukulan selanjutnya. Tetapi ketiga jenis luka tersebut dapat terjadi
bersamaan pada satu pukulan.

f. Fraktur

7
Fraktur adalah suatu diskontinuitas tulang. Istilah fraktur pada bedah hanya
memiliki sedikit makna pada ilmu forensik. Pada bedah, fraktur dibagi menjadi
fraktur sederhana dan komplit atau terbuka.

Terjadinya fraktur selain disebabkan suatu trauma juga dipengaruhi beberapa


faktor seperti komposisi tulang tersebut. Anak-anak tulangnya masih lunak, sehingga
apabila terjadi trauma khususnya pada tulang tengkorak dapat menyebabkan
kerusakan otak yang hebat tanpa menyebabkan fraktur tulang tengkorak. Wanita usia
tua sering kali telah mengalami osteoporosis, dimana dapat terjadi fraktur pada trauma
yang ringan.

Pada kasus dimana tidak terlihat adanya deformitas maka untuk mengetahui
ada tidaknya fraktur dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan sinar X, mulai dari
fluoroskopi, foto polos. Xero radiografi merupakan teknik lain dalam mendiagnosa
adanya fraktur.

Fraktur mempunyai makna pada pemeriksaan forensik. Bentuk dari fraktur


dapat menggambarkan benda penyebabnya (khususnya fraktur tulang tengkorak), arah
kekerasan. Fraktur yang terjadi pada tulang yang sedang mengalami penyembuhan
berbeda dengan fraktur biasanya. Jangka waktu penyembuhan tulang berbeda-beda
setiap orang. Dari penampang makros dapat dibedakan menjadi fraktur yang baru,
sedang dalam penyembuhan, sebagian telah sembuh, dan telah sembuh sempurna.
Secara radiologis dapat dibedakan berdasarkan akumulasi kalsium pada kalus.
Mikroskopis dapat dibedakan daerah yang fraktur dan daerah penyembuhan.
Penggabungan dari metode diatas menjadikan akurasi yang cukup tinggi. Daerah
fraktur yang sudah sembuh tidaklah dapat menjadi seperti tulang aslinya.

Perdarahan merupakan salah satu komplikasi dari fraktur. Bila perdarahan sub
periosteum terjadi dapat menyebabkan nyeri yang hebat dan disfungsi organ tersebut.
Apabila terjadi robekan pembuluh darah kecil dapat menyebabkan darah terbendung
disekitar jaringan lunak yang menyebabkan pembengkakan dan aliran darah balik
dapat berkurang. Apabila terjadi robekan pada arteri yang besar terjadi kehilangan
darah yang banyak dan dapat menyebabkan pasien shok sampai meninggal. Shok
yang terjadi pada pasien fraktur tidaklah selalu sebanding dengan fraktur yang
dialaminya.

8
Selain itu juga dapat terjadi emboli lemak pada paru dan jaringan lain. Gejala
pada emboli lemak di sereberal dapat terjadi 2-4 hari setelah terjadinya fraktur dan
dapat menyebabkan kematian. Gejala pada emboli lemak di paru berupa distres
pernafasan dapat terjadi 14-16 jam setelah terjadinya fraktur yang juga dapat
menyebabkan kematian. Emboli sumsum tulan atau lemak merupakan tanda
antemortem dari sebuah fraktur.

Fraktur linier yang terjadi pada tulang tengkorak tanpa adanya fraktur depresi
tidaklah begitu berat kecuali terdapat robekan pembuluh darah yang dapat membuat
hematom ekstra dural, sehingga diperlukan depresi tulang secepatnya. Apabila ujung
tulang mengenai otak dapat merusak otak tersebut, sehingga dapat terjadi penurunan
kesadaran, kejang, koma hingga kematian.

g. Kompresi

Kompresi yang terjadi dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan efek
lokal maupun sistemik yaitu asfiksia traumatik sehingga dapat terjadi kematiaan
akibat tidak terjadi pertukaran udara.

h. Perdarahan

Perdarahan dapat muncul setelah terjadi kontusio, laserasi, fraktur, dan


kompresi. Kehilangan 1/10 volume darah tidak menyebabkan gangguan yang
bermakna. Kehilangan volume darah dapat menyebabkan pingsan meskipun
dalam kondisi berbaring. Kehilangan volume darah dan mendadak dapat
menyebabkan syok yang berakhir pada kematian. Kecepatan perdarahan yang terjadi
tergantung pada ukuran dari pembuluh darah yang terpotong dan jenis perlukaan yang
mengakibatkan terjadinya perdarahan. Pada arteri besar yang terpotong, akan terjadi
perdarahan banyak yang sulit dikontrol oleh tubuh sendiri.Apabila luka pada arteri
besar berupa sayatan, seperti luka yang disebabkan oleh pisau, perdarahan akan
berlangsung lambat dan mungkin intermiten. Luka pada arteri besar yang disebabkan
oleh tembakan akan mengakibatkan luka yang sulit untuk dihentikan oleh mekanisme

9
penghentian darah dari dinding pembuluh darah sendiri. Hal ini sesuai dengan prinsip
yang telah diketahui, yaitu perdarahan yang berasal dari arteri lebih berisiko
dibandingkan perdarahan yang berasal dari vena.

Hipertensi dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan cepat apabila


terjadi perlukaan pada arteri. Adanya gangguan pembekuan darah juga dapat
menyebabkan perdarahan yang lama. Kondisi ini terdapat pada orang-orang dengan
penyakit hemofili dan gangguan pembekuan darah, serta orang-orang yang mendapat
terapi antikoagulan. Pecandu alcohol biasanya tidak memiliki mekanisme pembekuan
darah yang normal, sehingga cenderung memiliki perdarahan yang berisiko.
Investigasi terhadap kematian yang diakibatkan oleh perdarahan memerlukan
pemeriksaan lengkap seluruh tubuh untuk mencari penyakit atau kondisi lain yang
turut berperan dalam menciptakan atau memperberat situasi perdarahan.

Klasifikasi Trauma Tumpul Berdasarkan Jaringan atau Organ yang Terkena

Klasifikasi luka akibat benda tumpul meurut jaringan atau organ yang terkena adalah
sebagai berikut :

1. Kulit

1. Luka Lecet
2. Luka Memar
3. Luka Robek

2. Kepala

1. Tengkorak
2. Jaringan Otak

3. Leher dan Tulang Belakang

4. Dada

1. Tulang

10
2. Organ dalam dada

5. Perut

1. Organ Parenchym
2. Organ berongga

6. Anggota Gerak

Kekerasan benda tumpul pada kulit dan jaringan bawah kulit

A. Luka Lecet (Abrasion)

Adalah luka akibat kekerasan benda yang memiliki permukaan yang kasar sehingga
sebagian atau seluruh lapisan epidermis hilang..

Contohnya :

Benda kasar : terseret di jalan aspal


Tali tampar : gantung diri
Benda runcing : duri, kuku
Meninggalkan bekas : ban mobil

Ciri luka lecet :

1. Sebagian/seluruh epitel hilang


2. Permukaan tertutup exudasi yang akan mengering (krusta)
3. Timbul reaksi radang (Sel PMN)
4. Biasanya pada penyembuhan tidak meninggalkan jaringan parut

Memperkirakan umur luka lecet:

Hari ke 1 3 : warna coklat kemerahan


Hari ke 4 6 : warna pelan-pelan menjadi gelap dan lebih suram
Hari ke 7 14 : pembentukan epidermis baru
Beberapa minggu : terjadi penyembuhan lengkap

11
Perbedaan luka lecet ante motem dan post mortem

ANTE MORTEM POST MORTEM


1. Coklat kemerahan 1. Kekuningan
2. Terdapat sisa sisa-sisa epitel 2. Epidermis terpisah sempurna dari
1. Tanda intravital (+) dermis
2. Sembarang tempat 3. Tanda intravital (-)
4. Pada daerah yang ada penonjolan
tulang

B. Luka Memar (Contusion)

Adalah kerusakan jaringan subkutan dimana pembuluh darah (kapiler) pecah sehingga
darah meresap ke jaringan sekitarnya, kulit tidak perlu rusak, menjadi bengkak,
berwarna merah kebiruan.

Memperkirakan umur luka memar :

Hari ke 1 : terjadi pembengkakan warna merah kebiruan


Hari ke 2 3 : warna biru kehitaman
Hari ke 4 6 : biru kehijauancoklat
> 1 minggu-4 minggu : menghilang / sembuh

Perbedaan Luka Memar dan Lebam mayat

Luka Memar Lebam mayat


1. Di sembarang tempat 1. Bagian tubuh yang terendah
2. Pembengkakan (+) 2. Pembengkakan (-)
3. Tanda Intravital (+) 3. Tanda Intravital (-)

12
4. Ditekan tidak menghilang 4. Ditekan Menghilang
5. Diiris : tidak menghilang 5. Diiris : dibersihkan dengan kapas
menjadi bersih

C. Luka Robek, Retak, Koyak (Laceration)

Adalah kerusakan seluruh tebal kulit dan jaringan bawah kulit yang mudah terjadi
pada kulit yang ada tulang di bawahnya dan biasanya pada penyembuhan
meninggalkan jaringan parut

Kekerasan Benda Tumpul Pada Kepala

1. Kulit

L. Lecet
L. Memar
L. Robek

2. Tengkorak

Fraktur Basis Cranii


Fraktur Calvaria

3. Otak

Contusio Cerebri
Laceratio Cerebri
Oedema Cerebri
Commotio Cerebri

4. Selaput Otak

Epidural Haemorrhage
Sub dural Haemorrhage
Sub arachnoid Haemorrhage

13
Fraktur Calvaria

Sifat Atap Tengkorak :

Terdiri dari tulang melengkung dan tebalnya kurang lebih sama


Ada bagian-bagian yang lemah, yaitu : Sutura, Os temporalis

Bentuk Fraktur :

1. Fracture Linear
2. Fracture Compositum
3. Fracture Berbentuk (depressed Fracture )
4. Ring Fracture

Fraktur Basis Cranii

Gejala :

Keluar darah dari hidung, mulut, telinga


Brill Haematoma

Sifat Basis Cranii :

Posisi kurang lebih mendatar


Terdiri dari tulang-tulang yang tebalnya tidak sama
Tulangnya tipis dan mudah patah
Berlubang-lubang

Contusio Cerebri

Hampir seluruh kontusio otak superfisial, hanya mengenai daerah abu-abu.


Beberapa dapat lebih dalam, mengenai daerah putih otak. Kontusio pada bagian

14
superfisial atau daerah abu-abu sangat penting dalam ilmu forensik. Rupturnya
pembuluh darah dengan terhambatnya aliran darah menuju otak menyebabkan
adanya pembengkakan dan seperti yang telah disebutkan sebelumnya, lingkaran
kekerasan dapat terbentuk apabila kontusio yang terbentuk cukup besar, edema otak
dapat menghambat sirkulasi darah yang menyebabkan kematian otak, koma, dan
kematian total. Poin kedua terpenting dalam hal medikolegal adalah penyembuhan
kontusio tersebut yang dapat menyebabkan jaringan parut yang akan menyebabkan
adanya fokus epilepsi.

Yang harus dipertimbangan adalah lokasi kontusio tipe superfisial yang


berhubungan dengan arah kekerasan yang terjadi. Hal ini bermakna jika pola luka
ditemukan dalam pemeriksaan kepala dan komponen yang terkena pada trauma sepeti
pada kulit kepala, kranium, dan otak.

Ketika bagian kepala terkena benda yang keras dan berat seperti palu atau
botol bir, hasilnya dapat berupa, kurang lebihnya, yaitu abrasi, kontusio, dan laserasi
dari kulit kepala. Kranium dapat patah atau tidak. Jika jaringan dibawahnya terkena,
hal ini disebut coup. Hal ini terjadi saat kepala relatif tidak bergerak.

Kita juga harus mempertimbangkan situasi lainnya dimana kepala yang


bergerak mengenai benda yang padat dan diam. Pada keadaan ini kerusakan pada kulit
kepala dan pada kranium dapat serupa dengan apa yang ditemukan pada benda yang
bergerak-kepala yang diam. Namun, kontusio yang terjadi, bukan pada tempat trauma
melainkan pada sisi yang berlawanan. Hal ini disebut kontusio contra-coup.

Pemeriksaan kepala penting untuk mengetahui pola trauma. Karena foto dari
semua komponen trauma kepala dari berbagai tipe kadang tidak tepat sesuai dengan
demontrasi yang ada., diagram dapat menjelaskan hubungan trauma yang terjadi.

Kadang-kadang dapat terjadi hal yang membingungkan, dapat saja kepala


yang diam dan terkena benda yang bergerak pada akhirnya akan jatuh atau mengenai
benda keras lainnya, sehingga gambaran yang ada akan tercampur, membingungkan,
yang tidak memerlukan penjelasan mendetail.

15
Tipe lain kontusio adalah penetrasi yang lebih dalam, biasanya mengenai
daerah putih atau abu-abu, diliputi oleh lapisan normal otak, dengan perdarahan kecil
atau besar. Perdarahan kecil dinamakan ball hemorrhages sesuai dengan
bentuknya yang bulat. Hal tersebut dapat serupa dengan perdarahan fokal yang
disebabkan hipertensi. Perdarahan yang lebih besar dan dalam biasanya berbentuk
ireguler dan hampir serupa dengan perdarahan apopletik atau stroke. Anamnesis yang
cukup mengenai keadaan saat kematian, ada atau tiadanya tanda trauma kepala, serta
adanya penyakit penyerta dapat membedakan trauma dengan kasus lain yang
menyebabkan perdarahan.

Perdarahan intraserebral tipe apopletik tidak berhubungan dengan trauma


biasanya melibatkan daerah dengan perdarahan yang dalam. Tempat predileksinya
adalah ganglia basal, pons, dan serebelum. Perdahan tersebut berhubungan dengan
malformasi arteri vena. Biasanya mengenai orang yang lebih muda dan tidak
mempunyai riwayat hipertensi.

Edema paru tipe neurogenik biasanya menyertai trauma kepala. Manifestasi


eksternal yang dapat ditemui adalah foam cone busa berwarna putih atau merah
muda pada mulut dan hidung. Hal tersebut dapat ditemui pada kematian akibat
tenggelam, overdosis, penyakit jantung yang didahului dekompensasio kordis.
Keberadaan gelembung tidak membuktikan adanya trauma kepala.

Laceratio Cerebri (Robek Otak)

Merupakan kerusakan jaringan otak (white and grey mater) disertai robeknya
Arachnoid.

Ada 2 macam :

1. Direct Laceration (Coup)


2. Countre Coup Laceration

16
Bagian yang mengalami kekerasan langsung dengan benda tumpul adalah Coup
sedangkan yang berlawanan adalah Counter-Coup. Counter-Coup terjadi bila ada
Oscilasi (getaran) otak yang membentur duramater dan ini terjadi bila kepala dalam
keadaan bergerak atau bebas bergerak.

Mekanisme Terjadinya Countre-Coup :

- Pada trauma tumpul kepala terdapat Acelerasi dan Decelerasi.

- Pada waktu Acelerasi terjadi gerakan tengkorak ke arah impact dan gerakan otak
berlawanan dengan arah impact

- Pada waktu Decelerasi kepala bergerak tiba-tiba membentur benda tumpul. sedang
otak bergerak ke arah berlawanan dgn bagian kepala yang mengalami kekerasan
tadi, sehingga otak membentur bagian berlawanan dgn bagian kepala yang
mengalami kekerasan langsung.

Oedema Cerebri

Tanda-tandanya :

Permukaan gyri menjadi lebih rata


Sulci menjadi lebih dangkal
Otak bertambah berat
Ventrikel-ventrikel mengecil
Karena adanya kompresi maka terjadi bekas cetakan Foramen Magnum pada
Cerebellum bagian bawah
Mikroskopis terdapat timbunan cairan intra cellular, peri cellular, dan peri
vascular

Commotio Cerebri (Gegar Otak)

Merupakan gangguan fungsi otak akibat trauma kepala, tanpa dapat ditentukan
kelainan anatomisnya pada otak. Gegar otak merupakan pengertian klinis dengan
gejala :

17
1. Pingsan : sebentar s/d 15 menit
2. Muntah
3. Amnesia
4. Pusing kepala
5. Tidak ada kelainan neurologi

Cedera Kepala pada Penutup Otak

Jaringan otak dilindungi oleh 3 lapisan jaringan. Lapisan paling luar disebut
duramater, atau sering dikenal sebagai dura. Lapisan ini tebal dan lebih dekat
berhubungan dengan tengkorak kepala dibandingakan otak. Antara tengkorak dan
dura terdapat ruang yang disebut ruang epidural atau ekstradural. Ruang ini penting
dalam bidang forensik.

Lapisan yang melekat langsung ke otak disebut piamater. Lapisan ini sangat
rapuh, melekat pada otak dan meluas masuk ke dalam sulkus-sulkus otak. Lapisan ini
tidak terlalu penting dalam bidang forensik.

Lapisan berikutnya yang terletak antara dura mater dan pia mater disebut
arakhnoid. Ruang yang dibentuk antara lapisan dura mater dan arakhnoid ini disebut
ruang subdural. Kedalaman ruang ini bervariasi di beberapa tempat. Perlu diingat,
cairan otak terdapat pada ruang subarakhnoid, bukan di ruang subdural.

Perdarahan kepala dapat terjadi pada ketiga ruang yaitu ruang epidural, subdural atau
ruang subarakhnoid, atau pada otak itu sendiri.

Perdarahan Epidural (Hematoma)

Merupakan perdarahan di atas selaput tebal otak

Penyebabnya : Fraktura tengkorak yang merobek P.Darah di luar duramater.

a. Meningica Media (tersering)


a. Meningica anterior
a. Meningica posterior (jarang)

18
Sinus Lateralis (jarang)

Darah merembes di antara tulang dan duramater dan membeku. Timbul gejala
kompresi otak. Jumlah yang mematikan kurang lebih 125 gram. Ada : PERIODE
LATENT. Pada anak anak-anak/bayi : jarang dapat terjadi Epidural Haemorrhage.

Perdarahan jenis ini berhubungan erat dengan fraktur pada tulang tengkorak. Apabila
fraktur mengenai jalinan pembuluh darah kecil yang dekat dengan bagian dalam
tengkorak, umumnya arteri meningea media, dapat menyebabkan arteri terkoyak dan
terjadi perdarahan yang cepat. Kumpulan darah akhirnya mendorong lapisan dura
menjauh dari tengkorak dan ruang epidural menjadi lebih luas. Akibat dari lapisan
dura yang terdorong ke dalam, otak mendapatkan kompresi atau tekanan yang
akhirnya menimbulkan gejala-gejala seperti nyeri kepala, penurunan kesadaran
bertahap mulai dari letargi, stupor dan akhirnya koma. Kematian akan terjadi bila
tidak dilakukan terapi dekompresi segera. Waktu antara timbulnya cedera kepala
sampai munculnya gejala-gejala yang diakibatkan perdarahan epidural disebut sebagai
lucid interval

Perdarahan Subdural (Hematoma)

Merupakan perdarahan di bawah selaput tebal otak.

Mekanisme terjadinya :

1. Laceratio jaringan otak dam arachnoid


2. Pecahnya pembuluh.darah di permukaan
3. Perlukaan kembali dari lacerasi lama
4. Fraktura daerah parietal dan temporal yang merobek duramater dan meningica
media
5. Jumlah perdarahan yang mematikan 60 gram

Perdarahan ini timbul apabila terjadi bridging vein yang pecah dan darah
berkumpul di ruang subdural. Perdarahan ini juga dapat menyebabkan kompresi pada
otak yang terletak di bawahnya. Karena perdarahan yang timbul berlangsung

19
perlahan, maka lucid interval juga lebih lama dibandingkan perdarahan epidural,
berkisar dari beberapa jam sampai beberapa hari. Jumlah perdarahan pada ruang ini
berkisar dibawah 120 cc, sehingga tidak menyebabkan perdarahan subdural yang
fatal.

Tidak semua perdarahan epidural atau subdural bersifat letal. Pada beberapa
kasus, perdarahan tidak berlanjut mencapai ukuran yang dapat menyebabkan
kompresi pada otak, sehingga hanya menimbulkan gejala-gejala yang ringan. Pada
beberapa kasus yang lain, memerlukan tindakan operatif segera untuk dekompresi
otak.

Penyembuhan pada perdarahan subdural dimulai dengan terjadinya


pembekuan pada perdarahan. Pembentukan skar dimulai dari sisi dura dan secara
bertahap meluas ke seluruh permukaan bekuan. Pada waktu yang bersamaan, darah
mengalami degradasi. Hasil akhir dari penyembuhan tersebut adalah terbentuknya
jaringan skar yang lunak dan tipis yang menempel pada dura. Sering kali, pembuluh
dara besar menetap pada skar, sehingga membuat skar tersebut rentan terhadap
perlukaan berikutnya yang dapat menimbulkan perdarahan kembali. Waktu yang
diperlukan untuk penyembuhan pada perdarahan subdural ini bervariasi antar
individu, tergantung pada kemampuan reparasi tubuh setiap individu sendiri.

Hampir semua kasus perdarahan subdural berhubungan dengan trauma,


meskipun dapat tidak berhubungan dengan trauma. Perdarahan ini dapat terjadi pada
orang-orang dengan gangguan mekanisme pembekuan darah atau pada pecandu
alcohol kronik, meskipun tidak menyebabkan perdarahan yang besar dan berbahaya.
Pada kasus-kasus perdarahan subdural akibat trauma, dapat timbul persarahan kecil
yang tidak berisiko apabila terjadi pada orang normal. Akan tetapi, pada orang-orang
yang memiliki gangguan pada mekanisme pembekuan darah, dapat bersifat fatal.

Adakalanya juga perdarahan subdural terjadi akibat perluasan dari perdarahan


di tempat lain. Salah satu contohnya adalah perdarahan intraserebral yang keluar dari
substansi otak melewati pia mater, kemudian masuk dan menembus lapisan arakhnoid
dan mencapai ruang subdural.

20
Perdarahan Subarakhnoid

Merupakan perdarahan di bawah selaput laba-laba otak.

Dapat diakibatkan karena :

1. Trauma
2. Penyakit/spontan seperti pecahnya aneurysma circulus willisi

Penyebab perdarahan subarakhnoid yang tersering ada 5, dan terbagi menjadi 2


kelompok besar, yaitu yang disebabkan trauma dan yang tidak berhubungan dengan
trauma. Penyebabnya antara lain:

1. Nontraumatik:
1. Ruptur aneurisma pada arteri yang memperdarahi otak
2. Perdarahan intraserebral akibat stroke yang memasuki subarakhnoid
2. Traumatik:
1. Trauma langsung pada daerah fokal otak yang akhirnya menyebabkan
perdarahan subarakhnoid
2. Trauma pada wajah atau leher dengan fraktur pada tulang servikal yang
menyebabkan robeknya arteri vertebralis
3. Robeknya salah satu arteri berdinding tipis pada dasar otak yang
diakibatkan gerakan hiperekstensi yang tiba-tiba dari kepala.

Arteri yang lemah dan membengkak seperti pada aneurisma, sangat rapuh
dindingnya dibandingkan arteri yang normal. Akibatnya, trauma yang ringan pun
dapat menyebabkan ruptur pada aneurisma yang mengakibatkan banjirnya ruang
subarakhnoid dengan darah dan akhirnya menimbulkan disfungsi yang serius atau
bahkan kematian.

Yang menjadi teka-teki pada bagian forensik adalah, apakah trauma yang
menyebabkan ruptur pada aneurisma yang sudah ada, atau seseorang mengalami nyeri
kepala lebih dahulu akibat mulai pecahnya aneurisma yang menyebabkan gangguan
tingkah laku berupa perilaku mudah berkelahi yang berujung pada trauma. Contoh
yang lain, apakah seseorang yang jatuh dari ketinggian tertentu menyebabkan ruptur
aneurisma, atau seseorang tersebut mengalami ruptur aneurisma terlebih dahulu yang

21
menyebabkan perdarahan subarakhnoid dan akhirnya kehilangan kesadaran dan
terjatuh. Pada beberapa kasus, investigasi yang teliti disertai dengan otopsi yang
cermat dapat memecahkan teka-teki tersebut.

Perdarahan subarakhnoid ringan yang terlokalisir dihasilkan dari tekanan


terhadap kepala yang disertai goncangan pada otak dan penutupnya yang ada di dalam
tengkorak. Tekanan dan goncangan ini menyebabkan robeknya pembuluh-pembuluh
darah kecil pada lapisan subarakhnoid, dan umumnya bukan merupakan perdarahan
yang berat. Apabila tidak ditemukan faktor pemberat lain seperti kemampuan
pembekuan darah yang buruk, perdarahan ini dapat menceritakan atau
mengungkapkan tekanan trauma yang terjadi pada kepala.

Jarang sekali, tamparan pada pada sisi samping kepala dan leher dapat
mengakibatkan fraktur pada prosesus lateralis salah satu tulang cervical superior.
Karena arteri vertebralis melewati bagian atas prosesus lateralis dari vertebra di
daerah leher, maka fraktur pada daerah tersebut dapat menyebabkan robeknya arteri
yang menimbulkan perdarahan masif yang biasanya menembus sampai lapisan
subarakhnoid pada bagian atas tulang belakang dan akhirnya terjadi penggenangan
pada ruang subarakhnoid oleh darah. Aliran darah ke atas meningkat dan perdarahan
meluas sampai ke dasar otak dan sisi lateral hemisfer serebri. Pada beberapa kasus,
kondisi ini sulit dibedakan dengan perdarahan nontraumatikyang mungkin disebabkan
oleh ruptur aneurisma.

Tipe perdarahan subarakhnoid traumatic yang akan dibicarakan kali ini


merupakan tipe perdarahan yang massif. Perdarahan ini melibatkan dasar otak dan
meluas hingga ke sisi lateral otak sehingga serupa dengan perdarahan yang
berhubungan dengan aneurisma pada arteri besar yang terdapat di dasar otak. Akan
tetapi, pada pemeriksaan yang cermat dan teliti, tidak ditemukan adanya aneurisma,
sedangkan arteri vertebralis tetap intak. Penyebab terjadinya perdarahan diduga akibat
pecahnya pembuluh darah berdinding tipis pada bagian bawah otak, serta tidak
terdapat aneurisma. Terdapat 2 bukti, meskipun tidak selalu ada, yang bisa
mendukung dugaan apakah kejadian ini murni dimulai oleh trauma terlebih dahulu.
Bukti pertama yaitu adanya riwayat gerakan hiperekstensi tiba-tiba pada daerah
kepala dan leher, yang nantinya dapat menyebabkan kolaps dan bahkan kematian.

22
Kekerasan Benda Tumpul Pada Leher

Berakibat :

Patah tulang leher


Robek P. darah, otot, oesophagus, trachea/larynx
Kerusakan syaraf

Kekerasan Benda Tumpul Pada Dada

Berakibat :

Patah os costae, sternum, scapula, clavicula


Robek organ jantung, paru, pericardium

Kekerasan Benda Tumpul Pada Perut

Berakibat :

Patah os pubis, os sacrum, symphysiolysis, Luxatio sendi sacro iliaca


Robek organ hepar, lien, ginjal. Pankreas, adrenal, lambung, usus, kandung
seni

Kekerasan Benda Tumpul Pada Vertebra

Dapat berakibat :

Fraktura, dislokasi os vertebrae

Dapat karena :

1. Trauma langsung
2. Tidak langsung karena tarikan / tekukan

Kekerasan benda Tumpul Pada Anggota Gerak

Berakibat :

23
Patah tulang, dislokasi sendi
Robek otot, P.darah, kerusakan saraf

Pola Trauma Tumpul

Terdapat beberapa pola trauma akibat kekerasan tumpul yang dapat dikenali, yang
mengarah kepada kepentingan medikolegal. Contohnya :

1. Luka terbuka tepi tidak rata pada kulit akibat terkena kaca spion pada saat
terjadi kecelakaan, Ketika terjadi benturan, kaca spion tersebut akan menjadi
fragmen-fagmen kecil. Luka yang terjadi dapat berupa abrasi, kontusio, dan
laserasi yang berbentuk segiempat atau sudut.
2. Pejalan kaki yang ditabrak kendaraan bermotor biasanya mendapatkan fraktur
tulang panjang kaki. Hal ini disebut bumper fractures. Adanya fraktur
tersebut yang disertai luka lainnya pada tubuh yang ditemukan di pinggir
jalan, memperlihatkan bahwa korban adalah pejalan kaki yang ditabrak oleh
kendaraan bermotor dan dapat diketahui tinggi bempernya. Karena hampir
seluruh kendaraan bermotor nose dive ketika mengerem mendadak,
pengukuran ketinggian bemper dan tinggi fraktur dari telapak kaki, dapat
mengindikasikan usaha pengendara kendaraan bermotor untuk mengerem pada
saat kecelakaan terjadi.
3. Penderita serangan jantung yang terjatuh dapat diketahui dengan adanya pola
luka pada dan di bawah area hat band dan biasanya terbatas pada satu sisi
wajah. Dengan adanya pola tersebut mengindikasikan jatuh sebagai penyebab,
bukan karena dipukul.
4. Pukulan pada daerah mulut dapat lebih terlihat dari dalam. Pukulan yang
kepalan tangan, luka tumpul yang terjadi dapat tidak begitu terlihat dari luar,
namun menimbulkan edem jaringan pada bagian dalam, tepat di depan gigi
geligi. Frenum pada bibir atas kadang rusak, terutama bila korban adalah bayi
yang sering mendapat pukulan pada kepala

Pola trauma banyak macamnya dan dapat bercerita pada pemeriksa medikolegal.
Kadangkala sukar dikenali, bukan karena korban tidak diperiksa, namun karena
pemeriksa cenderung memeriksa area per area, dan gagal mengenali polanya. Foto
korban dari depan maupun belakang cukup berguna untuk menetukan pola trauma.

24
Persiapan diagram tubuh yang memperlihatkan grafik lokasi dan penyebab trauma
adalah latihan yang yang baik untuk mengungkapkan pola trauma.

25
DAFTAR PUSTAKA

Apuranto Hariadi. Luka Akibat Benda Tumpul. Diunduh dari


www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/Departemen//LUKA%20TUMPUL.pdf

Traumatologi Forensik. Diunduh dari


http://www.freewebs.com/traumatologie2/index.htm

Amir Amri. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Kedua. 1995. Medan :
Percetakan Ramadhan. Hal 72-90

26

Anda mungkin juga menyukai