Pembimbing :
Penyusun :
FAKULTAS KEDOKTERAN
2019
1
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
Referat dengan judul “Acute Kidney Injury” telah diperiksa dan disetujui sebagai
salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan Dokter Muda di
bagian Ilmu Penyakit Dalam di RSU Haji Surabaya.
Pembimbing
2
DAFTAR ISI
3
BAB 1
PENDAHULUAN
Gangguan ginjal akut adalah suatu kondisi klinis yang spesifik dengan
manifestasi yang sangat bervariasi, mulai dari ringan tanpa gejala, hingga yang sangat
berat dengan disertai gagal organ multipel.
Definisi gangguan ginjal akut yang selama ini kita kenal dalam kepustakaan
barat sebagai "Acute Renal Failure (ARF)" diubah menjadi “Acute Kidney Injury (AKI)"
pada bulan April 2011, draft untuk Panduan Gangguan Ginjal Akut pertama kali
diajukan oleh Kidney Disease Improving Global Outcomes (KDIGO) Amerika Serikat,
yang antara lain berisi konsep baru, definisi dan kriteria diagnosis AKI untuk melengkapi
kriteria RIFLE dari Acute Dialysis Quality Inisiative-ADQI dan kriteria Acute Kidney
Injury Network-AKIN.1
Perubahan ini bukan sekedar penggantian nama atau stilah tetapi benar-benar
perubahan konsep secara mendasar. Pada saat digunakan definisi "acute renal failure"
(gagal ginjal akut), walaupun menggunakan istilah failure (gagal), tetapi nomenklatur ini
mencakup semua tahapan kelainan ginjal tanpa mencerminkan berat kondisi klinis
pasien. Dengan menggunakan istilah injury (gangguan) maka nomenklatur ini
menggambarkan tahapan gangguan ginjal, dari yang paling ringan sampai gagal ginjal
tahap akhir.1
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Secara tradisional, definisi gagal ginjal akut, adalah penurunan fungsi ginjal yang
terjadi mendadak, dalam beberapa jam sampai beberapa minggu, diikuti oleh
kegagalan ginjal untuk mengekskresi sisa metabolisme nitrogen dengan atau tanpa
disertai terjadinya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. 1
AKI adalah penurunan mendadak faal ginjal dalam 48 jam yaitu berupa kenaikan
kadar kreatinin serum ≥ 0,3 mg/dl, presentasi kenaikan kreatinin serum ≥ 50% (1,5 x
kenaikan dari nilai dasar), atau pengurangan produksi urin (oliguria yang tercatat ≤ 0,5
ml/kg/jam dalam waktu lebih dari 6 jam.3
Definisi diagnosis AKI harus cukup sensitif untuk mendeteksi gangguan ginjal
tahap dini dan cukup spesifik untuk menentukan prognosis pasien (outcome), sehingga
definisi AKI harus disertai tahapan-tahapan (kriteria) diagnosis. Kelompok ADQI
mengajukan suatu kriteria dengan memperhitungkan berbagai faktor yang
mempengaruhi perjalanan penyakit AKI, yang disebut kriteria RIFLE (Risk- Injury-
Failure- Loss- End- stage renal failure) (Tabel 2.1). Kriteria ini pertama kali
dipresentasikan pada International Conference on Continous Renal Replacement
Therapies, di San Diego pada tahun 2003, yang kemudian secara luas digunakan baik
untuk melakukan peneitian maupun menetapkan diagnosis dan prognosis pasien. 1
5
Terminal) >3 bulan
Kemudian ada upaya dari kelompok Acute Kidney Injury Network (AKIN) untuk
mempertajam kriteria RIFLE sehingga pasien AKI dapat dikenali lebih awal. Klasifikasi
ini lebih sederhana dan memakai batasan waktu 48 jam (Tabel 2.2). 3
Catatan: Kadar kreatinin referensi adalah kadar serum kreatinin ɔasien terendah
dalam 3 bulan terakhir. Seandainya nilai ini tidak diketahui, maka lakukan pemeriksaan
ulang serum kreatinin dalam 24 jam (kadar serum kreatinin yang pertama dijadikan
kadar referensi).1
Kriteria AKI menurut AKIN sebenarnya tidak berbeda dengan kriteria RIFLE.
Kriteria RIFLE R, I, dan F sama dengan kriteria AKIN pada tahap l, 2 dan 3. Pada
kriteria menurut AKIN, kriteria L dan E dihilangkan karena dianggap sebagai prognosis,
bukan tahapan penyakit. Selain itu, perubahan pada kriteria laju filtrasi glomerulus
(LFG) dilakukan berdasarkan penelitian terbaru bahwa kenaikan serum kreatinin
sebesar 0,3 mg/dl sudah meningkatkan angka kematian 4 kali lebih banyak, serta
sulitnya penggunaan LFG sebagai parameter penurunan fungsi ginjal, terutama jika
pasien berada dalam keadaan kritis atau dirawat di ruang intensif. 4
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat kita menggunakan kriteria
tersebut, yaitu :4
Tidak ada perbedaan dalam umur dan jenis kelamin
Dilakukan pemeriksaan kadar kreatinin serum paling sedikit 2 kali dalam 48 jam
6
Dalam menentukan urine output, hidrasi pasien harus dalam keadaan normal
dan tidak ada obstruksi pada saluran kemih
Diagnosis AKI harus dilengkapi dengan tahapan penyakit sesuai kriteria RIFLE
atau kriteria AKIN.
Perlu dibedakan antara diagnosis AKI, penyakit ginjal kronis, atau perburukan
fungsi ginjal pada chronic kidney disease (acute on CKD).
2.2. Epidemiologi
Data epidemiologi mengenai AKI sulit ditemukan, antara lain dikarenakan tidak
adanya keseragaman mengenai definisi dan variasi gejala klinik yang luas sehingga
sulit untuk membuat review kepusatakaan atau meta analisis. Dengan digunakannya
kriteria RIFLE sebagai dasar diagnosis, ternyata ditemukan angka kejadiannya jauh
meningkat. Angka kejadian AKI dapat dikelompokkan menjadi yang terjadi di populasi
umum (community based) dan yang terjadi di rumah sakit (hospital based). 5
Di negara maju, angka kejadian AKI di rumah sakit jauh lebih tinggi dibandingkan
negara berkembang, dan umumnya terjadi pada usia lanjut atau pasca operasi jantung.
Sedangkan di Negara berkembang, AKI lebih banyak terjadi pada usia muda atau anak-
anak, dengan etiologi dehidrasi, infeksi, toksik atau kasus-kasus obstetri. Meta-analisis
yang dilakukan oleh Needham (2005) menunjukkan angka kejadian AKI di intensive
care unit (ICU) adalah 1-5% dari seluruh pasien yang dirawat di rumah sakit dan angka
kematiannya mencapai 50-70%. Sedangkan metaanalisis yang dilakukan Lamier
dengan menggunakan kriteria RIFLE menunjukkan angka kejadian AKI di ICU
bervariasi antara 5-67% dari seluruh pasien yang dirawat dirumah sakit. 1
7
2.3. Patogenesis dan Etiologi
Patogenesis AKI merupakan kejadian yang sangat kompleks dan bervariasi serta
tergantung dari etiologinya. Berdasarkan penyebabnya, AKI terbagi menjadi 3 klasifikasi
yaitu: pre-renal, intrinsik dan post-renal.1
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebagai respons fisiologis terhadap
gangguan hipoperfusi ginjal yang ringan, maka untuk mempertahankan LFG terjadi
retensi urine dan natrium sehingga urine menjadi pekat dengan kadar natrium yang
rendah.1
Profil urine klasik pada pasien dengan azotemia prerenal adalah: kadar natrium
dalam urine rendah (<20 meq/L), ekskresi fraksional Natrium rendah (<1), ekskresi
fraksional urea rendah (<35%) dan osmolalitas urin tinggi. Mekanisme autoregulasi
diatas dapat terganggu atau tidak dapat lagi dipertahankan apabila pasien AKI prerenal
mengalami gangguan hipoperfusi ginjal yang berat atau berlangsung lama. 1
8
Etiologi pre-renal dapat terjadi pada AKI diluar rumah sakit (community-acquired)
atau didalam rumah sakit (hospital-acquired). Angka kejadian etiologi pre-renal
mencapai 70% dari seluruh AKI yang terjadi diluar rumah sakit dan 40% dan yang
terjadi didalam rumah sakit. Berbagai etiologi yang dapat menyebabkan AKI pre-renal
dapat dilihat pada tabel 2.3.1
9
Penyebab utama AKI intrinsik adalah nekrosis tubular akut (TNA). Penyebab
kerusakan ginjal pada TNA dapat dibagi menjadi dua yaitu: proses iskemik dan proses
nefrotoksik. Walaupun demikian, TNA umumunya diakibatkan oleh etiologi multifaktorial
yang biasanya terjadi pada keadaan penyakit akut dengan sepsis, hipotensi, atau
penggunaan obat-obatan yang nefrotoksik. 1
Patogenesis TNA iskemik terjadi dalam beberapa tahapan. Tahap awal adalah
tahap prerenal, diikuti dengan keadaan yang lebih menonjol akibat hipotensi
berkepanjangan serta iskemik ginjal, yang disebut tahap inisiasi (initiation). Tahap
inisiasi ditandai oleh kerusakan sel-sel epitel dan endotel, yang selanjutnya akan diikuti
oleh tahap ekstensi (extension). Pada tahap ekstensi ini bukan hanya terjadi gangguan
iskemia saja, tetapi juga kerusakan endotel mikrovaskular dan aktivasi jalur-jalur
inflamasi. Kemudian tahap ekstensi akan diikuti oleh "tahap pemeliharaan"
(maintanance) yang ditandai adanya perbaikan dan diferensiasi ulang (redifferentiation)
dari sel- sel epitel dan endotel sehingga terjadi perbaikan fungsi ginjal atau "fase
perbaikan" (recovery). Tahap-tahap seperti tersebut diatas dikemukakan dengan jelas
oleh Sutton dkk seperti terlihat pada gambar 2.1. 1
10
Gambar 2.1. Tahapan TNA Iskemik
11
Gambar 2.2. Tahapan Kerusakan Histopatologis
Mekanisme lain yang diduga menjadi penyebab penurunan LFG pada TNA
antara lain: vasokonstriksi yang dimediasi secara langsung oleh kerusakan endotel dan
secara tidak langsung akibat "tubuloglomerular feedback", mekanisme ini akan
berakibat langsung terhadap penurunan LFG. Selain itu , akibat dari mengendapnya
sel-sel epitel tubulus yang rusak serta membrana basalis yang menjadi gundul akan
terbentuk "cast" intralumen tubulus sehingga menimbulkan obstruksi. Membrana
basalis yang gundul tersebut akan pula menimbulkan kembalinya filtrat glomerulus ke
dalam jaringan mikrovaskuler (back-leak). 1
Etiologi intrinsik (renal) disebabkan oleh semua gangguan yang terjadi didalam
ginjal, baik di tubuli ginjal, parenkim (interstisial), glomeruli, maupun pembuluh darah
(vaskular) seperti yang tercantum pada table 2.4. Etiologi renal biasanya terjadi didalam
rumah sakit (hospital-acquired) atau terjadi sebagai kelanjutan AKI pre-renal
(hipoperfusi) yang terjadi diluar rumah sakit dan tidak dikelola dengan baik sehingga
berlanjut menjadi TNA.1
12
Etiologi TNA paling sering disebabkan oleh sepsis (50%), obat-obat yang bersifat
nefrotoksik (35%) dan keadaan iskemia (15%) (TNA iskemik). Gangguan ginjal akut
pre-renal dengan etiologi hipoperfusi, bila tidak ditangani dengan baik dapat berlanjut
menjadi TNA iskemik. Demikan juga AKI pre-renal pasca bedah yang biasanya
disebabkan oleh keadaan iskemia atau syok perioperatif, bila tidak dikelola dengan baik
dapat berlanjut menjadi TNA. Beberapa faktor dapat menjadi predisposisi AKI seperti:
hipertensi, gangguan jantung, gangguan hati, diabetes melitus, usia lanjut, atau
penyakit vascular perifer.1
13
Tabel 2.4. Etiologi AKI Renal
Gangguan ginjal akut post-renal terjadi akibat sumbatan dari sistem traktus
urogenitalis. Sumbatan dapat terjadi pada tingkat buli-buli dan uretra atau disebut juga
sumbatan tingkat bawah, atau terjadi pada ureter dan pelvis ginjal yang disebut dengan
sumbatan tingkat atas. Apabila terjadi pada tingkat atas, maka sumbatannya harus
bilateral atau terjadi pada hanya 1 buah ginjal yang berfungsi dimana ginjal satunya
sudah tak berfungsi. Pada anak-anak, sumbatan tingkat atas umumnya diakibatkan
oleh striktur ureter kongenital, atau striktur katup ureter. Pada wanita dewasa,
sumbatan tingkat atas umumnya disebabkan oleh keganasan di daerah retroperitoneal
atau pada panggul, sedangkan pada laki-laki biasanya diakibatkan oleh pembesaran
atau keganasan prostat. Sumbatan dapat bersifat total dan disertai anuria, atau parsial
yang biasanya tidak memiliki manifestasi klinik. Pemeriksaan pencitraan yang spesifik
diperlukan untuk mengevaluasi keadaan-keadaan tersebut di atas. 1
Gangguan ginjal akut post-renal terjadi akibat obstruksi pada saluran air kemih
apapun etiologinya. Obstruksi dapat terjadi di bawah kandung kemih (uretra) atau pada
kedua ureter yang akan menghambat aliran urine. 1
14
2.4. Diagnosis
Diagnosis klinik AKI dapat ditegakkan dengan cepat tanpa membutuhkan alat
canggih dan mahal seperti CT-Scan atau MRI, tetapi membutuhkan daya analisis yang
kuat dan pengetahuan patofisiologi yang memadai dalam mengevaluasi data-data yang
ada. Untuk itu, akan disajikan suatu algoritma yang komprehensif berdasarkan
pengalaman klinis dan didukung oleh data-data penelitian, yang diharapkan dapat
membantu menegakkan diagnosis secara dini dan tepat seperti terlihat pada gambar
2.3.
Kadar kreatinin darah terendah dalam 3 bulan terakhir, atau kadar kreatinin saat
awal masuk perawatan. Untuk mengetahui peningkatan kreatinin, maka dilakukan
pemeriksaan kreatinin ulang setelah 24 jam perawatan.
15
Gambar 2.3. Algoritme Diagnosa AKI
Peningkatan kadar kreatinin serum sebesar 2 0,3 mg/dl (2 26,4 µmol/l), atau
Peningkatan kadar kreatinin serum 2 1,5 kali (> 50%) bila dibandingkan dengan kadar
referensi yang diketahui dan diduga terjadi peningkatannya dalam 1 minggu, atau
Penurunan produksi urin menjadi kurang dari 0,5 cc/jam selama lebih dari 6 jam
Anamnesa dan pemeriksaan fisik AKI berdasarkan etiologinya dapat dilihat pada
tabel 2.6., 2.7., 2.8.:1
16
Tabel 2.6. Diagnosis Klinis AKI Pre Renal
17
Tabel 2.7. Diagnosis Klinis AKI Renal
18
1. Pemeriksaan Biokimia Darah
Saat ini yang digunakan sebagai penanda biologis (biomarker) diagnosis adalah
kadar kreatinin serum atau Urea-N, padahal kedua parameter diagnosis ini sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor lainnya. Laju filtrasi glomerulus sulit dilakukan pada
penderita dalam keadaan kritis, yang dapat dilakukan adalah menghitung perkiraan
LFG (estimated glomerular filtration rate - EGFR) berdasarkan kadar kreatinin serum
dengan menggunakan rumus MDRD (Modification of Diet in Renal Disease Study).
Kondisi ini mungkin yang menyebabkan pengelolaan AKI tidak mencapai hasil yang
memuaskan, karena terlambat diagnosis dan pengelolaannya. 1
Sampai saat ini belum ada penanda biologis yang ideal untuk AKI, yang dapat
membantu para klinisi menegakkan diagnosis secara cepat (dini) dengan sensitifitas
dan spesifitas yang tinggi. Dengan menegakkan diagnosis dini diharapkan terapi dapat
dilakukan lebih cepat sehingga angka kematian AKI yang saat ini masih tinggi dapat
diturunkan. Menurut American Society of Nephrology (2005) untuk mencapai tujuan
tersebut diatas mungkin diperlukan lebih dari satu penanda biologi yang tergabung
dalam satu panel (set), sebagaimana layaknya penanda biologis untuk infark miokard.
Spesimen untuk pemeriksaan penanda biologis AKI dapat berasal dari urin atau darah.
Sejak 7 tahun yang lalu telah dilaporkan lebih dari 20 penanda biologis untuk AKI, yang
masing- masing mempunyai kekhususan dalam sensitifitas dan spesifitas dalam
menegakkan diagnosis dini, menetapkan AKI yang sudah menetap, dan menentukan
prognosis. Penanda biologis tersebut masih dalam tahap penelitian, dan berdasarkan
jenisnya dapat diklasifikasikan seperti pada tabel 2.9. 1
2. Pemeriksaan Urin
Produksi urin per satuan waktu adalah cara menegakkan diagnosis menurut kriteria
RIFLE. Pemeriksaan urin analisis membantu dalam beberapa hal, walaupun sangat
tidak sensitif. Beberapa parameter yang sering digunakan adalah osmolalitas, fraksi
ekskresi Natrium (FENa), dan pemeriksaan sedimen.1
19
(Kadar Na Urin x Kadar kreatinin serum)
FENa = x 100
Kadar Na serum x Kadar kreatininurin
Pasien dengan oliguria, pengukuran FENa dapat membantu untuk membedakan pre-
renal dengan AKI renal yang menyebabkan AKI. FENa dapat dijelaskan dengan hasil
sebagai berikut: Nilai kurang dari 1 persen menunjukkan AKI akibat pre-renal, dimana
FENa > 2% menunjukkan AKI akibat gangguan renal. Pada pasien yang menjalani terapi
diuretik, FENa > 1% dapat disebabkan oleh proses natriuresis yang disebabkan oleh
diuretik, sehingga kurang dapat diandalakn sebagai AKI akibat pre-renal. FENa kurang
dari 1 persen tidak spesifik untuk AKI pre-renal karena hasil tersebut dapat disebabkan
oleh kondisi lainnya, seperti contrast nephropathy, rhabdomyolisis, acute
glomerulonephritis, dan infeksi saluran kemih.2
2.5. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada AKI dan memerlukan pengelolaan segera adalah: 1
Akibat retensi air atau asupan cairan yang hipotonis dapat terjadi hiponatremia
(dilusional). Pada hiponatremia yang berat dapat terjadi edema serebral dengan
gejala kejang atau gangguan neurologis lain. Dalam keadaan normal, kadar K
lebih tinggi di intraselular dibanding dengan ekstraselular. Hiperkalemia dapat
terjadi akibat peningkatan kadar kalium total atau terhambatnya translokasi
kalium dari ekstraselular ke intraselular. Hiperkalemia berat dapat menimbulkan
gangguan neurologis, gagal Napas atau henti jantung (cardiac arrest).
20
3. Asidosis metabolik
4. Gagal Jantung
Akibat kelebihan cairan intravaskular dapat terjadi edema perifer, asites atau
efusi pleura. Biła fungsi jantung memburuk akan terjadi gagal jantung akut
dengan edema paru yang dapat disertai hipertensi pada sindrom kardio-renal
atau hipotensi pada syok kardiogenik.
5. Gagal napas
Gagal napas sering terjadi pada AKI dan mekanismenya belum jelas. Beberapa
hal yang dapat menjadi penyebab gagal napas pada AKI adalah: kelebihan
cairan intravaskular (edema kardiogenik), disfungsi ventrikel kiri (edema
kardiogenik), peningkatan permeabilitas kapiler paru (Acute Respiratory Distress
Syndrome - ARDS), gangguan paru akut (acute lung injury)
6. Azotemia
2.6. Penatalaksanaan
21
a. Terlambat menegakkan diagnosis AKI karena tidak mengenal kondisi klinik yang
dihadap
Oleh karena itu agar pengelolaan AKI mencapai hasil yang diharapkan harus
memperhatikan berbagai faktor, dengan algoritme sebagai berikut:
Langkah 1
Mengenal kondisi klinis yang dihadapi
- Menentukan diagnosis AKI secara dini dan benar
- Menentukan etiologi AKI
- Mengenal komplikasi AKI
(komplikasi penyakit etiologi maupun komplikasi AKI)
Langkah 2
Pada tahap mana AKI yang dihadapi? Risk - injury – failure
Pemilihan jenis pengobatan yang tepat waktu, sangat tergantung pada tahap masa AKI
yang kita hadapi
Langkah 3
Memilih jenis pengobatan yang tepat
Secara garis besar ada 2 jenis pengobatan AKI yaitu terapi konservatif (suportif) dan
terapi pengganti ginjal (TPG)
22
Beberapa prinsip terapi konservatif:
23
Tabel 2.10. Terapi Konservatif AKI
Selain itu, terapi nutrisi pada pasien AKI harus menjadi bagian dari pengelolaan
secara keseluruhan karena dapat mempengaruhi perjalanan penyakit maupun
prognosis pasien. Tujuan dukungan nutrisi pada AKI antara lain: mencegah protein-
energy wasting (PEW), mempertahankan lean body mass dan status nutrisi,
menghindari gangguan metabolik yang lebih berat, mencegah komplikasi, mendukung
24
fungsi imunitas, meminimalisasi inflamasi, memperbaiki aktivitas anti oksidan dan fungsi
endotel serta mengurangi mortalitas.1
25
BAB 3
KESIMPULAN
Acute Kidney Injury (AKI) merupakan spektrum kerusakan ginjal secara akut,
yaitu proses yang menyebabkan kerusakan ginjal dalam waktu 48 jam dan
didefinisikans ebagai peningkatan kreatinin serum ≥ 0,3 mg/dl atau peningkatan 50%)
atau penurunan produksi urin berdasarkan kriteria AKIN. Penyebab dari AKI dapat
dikelompokkan menjadi pre-renal, renalis, dan post-renal, dimana untuk
membedakannya diperlukan langkah diagnosis yang baik.
Pemeriksaan berulang fungsi ginjal, yaitu kadar ureum, kreatinin, dan laju filtrasi
glomerulus harus dilakukan untuk memastikan tingkat keparahan dan kemungkinan
komplikasi dari AKI. Selain itu, analisis urin dan biomarkers juga dapat dilakukan jika
dibutuhkan diagnosis segera. Tatalaksana dari AKI dapat berupa terapi konservatif dan
juga terapi pengganti ginjal. Terapi pengganti ginjal dilakukan juga pasien sudah
memenuhi kriteria untuk dilakukan terapi dialisis segera. Beberapa komplikasi dari AKI
ada yang bersifat emergency sehingga dibutuhkan pengelolaan yang cepat dan tepat,
seperti volume overload, hiperkalemia, dan asidosis metabolik. Tindakan yang
dilakukan untuk dapat mendiagnosis AKI secara dini sangat dibutuhkan, sehingga
tatalaksana yang diberikan juga dapat memperbaiki prognosis pada pasien.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Rubin GS, Ria Bandiara. Gangguan Ginjal Akut (Acute Kidney Injury). In:
Sudoyo AW, Setiyohadi B, ed. Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam . Jilid 2.
Edisi ke-6. 2014. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal: 2149-2160.
2. R Mahboob, S Fariha, CS Michael. Acute Kidney Injury: A Guide to Diagnosis
and Management. Am Fam Physician. 2012 Oct 1;86 (7): 631-639.
3. H.M.S. Markum. Gagal Ginjal Akut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, ed.
Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke-4. 2006. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. Hal: 2168-2177.
4. Mehta RL, Kellum JA, Shah SV, et al. Acute Kidney Injury Network (AKIN):
Report of an Initiative to Improve Outcomes in Acute Kidney Injury. Critical Care
2007;11: R31.
5. Roesli, RMA. Diagnosis dan Pengelolaan Gangguan Ginjal Akut. 2008. Jakarta:
Puspa Swara.
27