PENDAHULUAN
Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan baik elektif maupun darurat
harus dipersiapkan dengan baik karena keberhasilan anestesi dan pembedahan sangat
dipengaruhi oleh persiapan pra anestesi (Dachlan, 1989). Pemilihan obat serta teknik anestesi
harus dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga pasien dapat cepat pulih sadar tanpa efek
Post operatif Nausea and Vomiting (PONV) merupakan The Big Little Problem
paska operasi. Insiden PONV mencapai 75-80% pada masa anestesia eter dan saat ini dapat
diturunkan menjadi 20-30% dengan obat-obat anestesia modern pengganti eter. Lebih sering
Mual dan muntah paska bedah merupakan satu dari efek samping yang paling sering
timbul akibat pembedahan (Quinn, 1994). PONV dapat mengubah suatu pembedahan yang
berhasil jadi bermasalah bagi pasien. Dalam banyak kasus pembedahan, menghindari PONV
1
11
bahkan sangat penting bagi pasien, sehingga menghindari PONV menjadi lebih penting
dibandingkan dengan rasa nyeri paska operasi (Koivuranta, 1997; Macario, 1999).
Banyak faktor timbulnya mual muntah paska bedah, maka pencegahannya tidak
mudah. Berbagai usaha terus dilakukan untuk mencegah atau menurunkan kekerapan mual dan
muntah paska bedah, juga menurunkan derajat mual dan muntah paska bedah dengan tujuan
agar tidak terjadi komplikasi seperti gangguan elektrolit, perdarahan didalam rongga perut dan
mencegah terjadinya aspirasi muntahan. Oleh karena itu pencegahan mual dan muntah paska
bedah harus dimulai sejak pra bedah, seperti penyiapan pasien untuk pembedahan, pemilihan
jenis obat dan teknik anestesia yang dipakai, juga pemilihan jenis obat premedikasi anti mual
Dalam penelitian ini digunakan jenis obat, ondansetron. ondansetron adalah obat yang
sering digunakan untuk mencegah PONV. Ondansetron merupakan obat selektif terhadap
antagonis reseptor 5-hidroksi-triptamin (5-HT3) di otak, dan bekerja pada aferen nervus vagus
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka timbul rumusan
masalah yaitu Efek Penambahan Ondansetron Terhadap Efek Samping Mual Muntah Pada
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Efek Samping Mual Muntah Pada
2
22
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi
2. Bagi Pasien
3. Bagi Peneliti
3
33
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Mual muntah pasca operasi atau Post Operative Nausea and Vomiting (PONV) tidak
mengenakkan bagi pasien dan potensial mengganggu penyembuhan pasca operatif. Kapur
mendeskripsikan PONV sebagai the big little problem pada pembedahan ambulatori. Mual
adalah suatu sensasi tidak enak yang bersifat subjektif yang berhubungan dengan keinginan
untuk muntah. Muntah adalah ekspulsi dengan tenaga penuh dari isi gaster. Retching adalah
ketika tidak ada isi lambung yang keluar walaupun dengan kekuatan otot untuk
mengeluarkannya. Hal ini merupakan mekanisme pertahanan yang penting untuk mencegah
penimbunan toksin. Stimulus yang bisa mecetuskan mual dan muntah berasal dari olfaktori,
visual, vestibular dan psikogenik. Kemoreseptor pada CTZ memonitor level substansi di
darah dan cairan serebrospial dan dan faktor faktor lainnya juga bisa mencetuskan
terjadinya PONV.
Muntah diawali dengan bernafas yang dalam, penutupan glotis dan naiknya langit
langit lunak. Diafragma lalu berkontraksi dengan kuat dan otot otot abdominal
berkontraksi untuk meningkatkan tekanan intra-gastrik. Hal ini menyebabkan isi lambung
Jalur alamiah dari muntah belum sepenuhnya dimengerti namun beberapa mekanisme
patofisiologi diketahui menyebabkan mual dan muntah telah diketahui. Koordinator utama
4
44
adalah pusat muntah, kumpulan saraf saraf yang berlokasi di medulla oblongata. Saraf
Sistem vestibular (yang berhubungan dengan mabuk darat dan mual karena
fisik)
Sensor utama stimulus somatik berlokasi di usus dan CTZ. Stimulus emetik dari usus
a) Mekanoreseptor : berlokasi pada dinding usus dan diaktifkan oleh kontraksi dan
b) Kemoreseptor : berlokasi pada mukosa usus bagian atas dan sensitif terhadap stimulus
kimia.
Pada area CTZ kaya akan reseptor dopamine dan 5-hydroxytryptamine, khususnya
5HT3. CTZ tidak dilindungi oleh sawar darah otak, oleh karena itu bisa terpapar oleh
stimulus stimulus (mis: obat obatan dan toksin). Bisa juga dipengaruhi oleh agen
anestesi, opioid dan faktor humoral (cth 5HT) yang terlepas pada saat operasi. Sistem
vestibular bisa menstimulasi PONV sebagai akibat dari operasi yang berhubungan dengan
telinga tengah, atau gerakan post operatif. Gerakan tiba tiba dari kepala pasien setelah
bangun menyebabkan gangguan vestibular telinga tengah, dan menambah insiden PONV.
5
55
Acetilkoline dan histamin berhubungan dengan transmisi sinyal dari sistem vestibular ke
pusat muntah. Pusat kortikal yang lebih tinggi (cth sistem limbik) juga berhubungan,
terutama jika adanya riwayat PONV. Hal ini mencetuskan mual dan muntah yang
berhubungan dengan rasa, penglihatan, bau, memori yang tidak enak dan rasa takut. Pusat
muntah adalah medulla oblongata yang letaknya sangat dekat dengan pusat viseral lainnya
a. Umur : insidensi PONV 5% pada bayi, 25% pada usia dibawah 5 tahun, 42 51%
c. Obesitas : dilaporkan bahwa pada pasien tersebut lebih mudah terjadi PONV baik
karena adipos yang berlebihan sehingga penyimpanan obat obat anestesi atau
d. Motion sickness : pasien yang mengalami motion sickness lebih mungkin terkena
PONV
6
66
2. Faktor faktor preoperatif
a. Makanan : waktu puasa yang panjang atau baru saja makan akan meningkatkan
insiden PONV
pencernaan. Hal ini menstimulasi CTZ dan menambah keluarnya 5-HT dari sel
a. Faktor anestesi
Anestetik : kedalaman anestesi atau inflasi gaster pada saat ventilasi dengan
vestibular
iv. Obat obat anestesi : opioid adalah opat penting yang berhubungan dengan
7
77
v. Agen inhalasi : eter dan cyclopropane menyebabkan insiden PONV yang
pada tekanan telinga tengah, stimulasi saraf simpatis dan distensi gaster.
b. Tehnik anestesi
c. Faktor pembedahan :
ii. Durasi operasi (setiap 30 menit penambahan waktu resiko PONV meningkat
sampai 60%). 2
Mekanisme terjadinya PONV sangat kompleks tapi faktor faktor tertentu diketahui
meningkatkan insiden. Faktor faktor preoperatif yang berhubungan dengan pasien seperti
umur, gender, keseimbangan hormonal, berat badan, isi lambung, riwayat sebelumnnya,
kecemasan dan riwayat mual muntah. Faktor faktor post operatif adalah tekhnik atau obat
8
88
yang berhubungan dengan hipotensi, nyeri, analgesia opioid, intake oral yang cepat dan
muntah melalui CTZ tanpa pengaruh dari jalur maupun waktu pemberiannya.
Intervensi untuk mencegah PONV tidaklah perlu untuk semua populasi pasien, bahkan
tanpa profilaksis pasien belum tentu mengalami simptom tersebut. Terlebih lagi intervensi
yang dilakukan kurang efikasinya, terutama yang monoterapi. Oleh karena itu, penting untuk
pengertian mengenai faktor resiko PONV belumlah lengkap, untuk mengerti tentang
patofisiologi dan faktor resiko PONV dipersulit oleh banyaknya faktor karena banyaknya
mengenai faktor resiko PONV mengalami peningkatan sejak awal 1990an dengan analisa
stastistik yang lebih baik dan adanya stratifikasi. Perkembangan dan prediksi dengan sistem
skoring berdasarkan penelitian dan publikasi penelitian yang menggunakan sistem skoring
untuk menentukan profilaksis, menuntun kita untuk mengaplikasikan faktor resiko tersebut
sehari hari.
9
99
Gambar 2.1-1 Patofisiologi timbulnya mual dan muntah (Swanson dan Orkin, 1983)
Untuk dewasa, Apfel dan Koivuranta telah membuat sistem skoring sederhana dengan 4
dan 5 faktor resiko. Menurut mereka bahwa penambahan lebih dari beberapa faktor resiko
hanya sedikit atau tidak sama sekali menambah akurasi. Dengan sistem skoring yang
sederhana menyingkirkan perhitungan yang sulit dan mengurangi perlunya anamnese yang
lebih rinci namun menunjukkan kekuatan yang lebih atau sama bila dibandingkan dengan
10
101
Skor Apfel mempunyai spesivisitas yang lebih tinggi dari skor Koivuranta dalam
memprediksi PONV pada pasien dengan anestesi umum. Hal ini menunjukkan Apfel lebih
baik dalam menentukan pasien mana yang akan mengalami PONV, maksudnya pasien
2.3. ONDANSETRON
dalam jumlah besar di trombosit dan saluran gastrointestinal( enterchromaffin sel dan plexus
myenteric). 5-HT juga berperan penting dalam neurotransmitter di Central nervous system,
retina, system limbic, hypothalamus, cerebellum dan spinal cord. Banyak type dari 5-HT ini,
antara lain 5-HT2A adalah reseptor yang berpengaruh pada kontraksi otot dan agregasi
trombosit. 5-HT3 adalah reseptor yang memediasi terjadinya mual muntah yang terdapat
saluran pencernaan dan area postrema di otak. 5-HT4 adalah reseptor untuk sekresi dan
11
111
peristaltic. 5-HT6 dan 5-HT7 adalah reseptor utama pada system limbic yang berperan
perifer( abdominal vagal afferent) dan sentral(chemoreseptot trigger zone di area postrema
dan tractus nucleus solitaries) yang berperan penting dalam terjadinya mual muntah.
Serotonin dilepaskan dari sel enterocromaffin di usus kecil yang menstimulasi vagal
afferent melalui 5-HT3 dan menstimulasi terjadinya muntah. Obat ini tidak mengganggu
Ondansetron telah tebukti sebagai antiemetic yang efektif untuk mencegah PONV,
chemotherapy dan radiasi yang menyebabkan mual muntah. Tetapi tidak mempunyai efek
pada mual muntah yang diakibatkan oleh gangguan vestibular. Prophylaksis ini harus kita
berikan terutama kepada pasien dengan resiko tinggi terjadinya PONV untuk mengurangi
5-HT3 reseptor antagonis mempunyai efek samping yang lebih minimal dibandingkan
obat lain. Ondansetron tidak menyebabkan sedasi, gangguan extrapyramidal ataupun depresi
pernafasan. Efek samping yang paling banyak dilaporkan adalah sakit kepala. Pada beberapa
obat ini, juga pada ibu hamil ataupun yang sedang menyusui karena mungkin disekresi
dalam asi. Pasien dengan penyakit hati mudah mengalami intoksikasi, tetapi pada pasien
12
121
Dosis yang dianjurkan untuk mencegah PONV adalah 4 mg pada akhir pembedahan,
dapat diulang setiap 4-8jam. waktu paruhnya adalah 3-4 jam pada orang dewasa sedangkan
pada anak-anak dibawah 15 tahun antara 2-3 jam, oleh karena itu ondansetron baik diberikan
pada akhir pembedahan. Ondansetron di metabolisme di hati melalui proses hydroxylasi dan
Apendiks disebut sebagai umbai cacing. Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat
awam sesugguhnya kurang tepat karena usus buntu yang sebenarnya adalh sekum (De jong,
2012).
penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah rongga abdomen,
Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan
dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan
penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi
dikarenakan oleh peritonitis dan syok ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur (Anonim,
2007).
2.5 ETIOLOGI
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai faktor
pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor
13
131
pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris
dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan
makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis.
fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini
Pada bagan gambar 2.1 menjelaskan bahwa Tekanan di dalam sekum akan meningkat (3)
jika katup ileosikal kompeten (2). Kombinasi tekanan tinggi di sekum dan peningkatan flora
kuman di kolon (4) akibat sembelit (1) menjadi pencetus radang dimukosa apendiks(5). Pencetus
lain ialah erosi dan tukak kecil di selpaut lender oleh E.Histolytica (6) dan penghambatan
14
141
evakuasi isi apendiks (7). Evakuasi isi ini terhambat oleh stenosis (8) atau penyumbatan lumen
atau gangguan motilitas oleh pita,adhesi (9) dan faktor yang mengurangi gerakan bebas
apendiks. Perkembangan dari apendisitis mukosa menjadi apendisitis komplit yang meliputi
sebua lapisan dinding apendiks tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor pencetus setempat yang
menghambat pengosongan lumen apendiks atau menganggu motilitas normal apendiks (10).
Tabel 2.1 : Berbagai spesies bakteri yang dapat diisolasi pada pasien appendicitis
2.6 ANATOMI
15cm), dan berpangkal di caecum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di
bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada
pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab
rendahnya insiden appendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak
15
151
Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang caecum, di
belakang colon ascendens, atau di tepi lateral colon ascendens. Gejala klinis appendisitis
superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis. Oleh
karena itu, nyeri visceral pada appendisitis bermula di sekitar umbilicus (Soybel, 2006).
Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral.
Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi apendiks akan mengalami
gangren.
Meskipun dasar Appendik berhubungan dengan Taenia caealis pada dasar Caecum, ujung
Appendix memiliki variasi lokasi seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini. Variasi
16
161
lokasi ini yang akan mempengaruhi lokasi nyeri perut yang terjadi apabila Appendik
mengalami peradangan.
2.7 PATOFISIOLOGI
Apendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang disebabkan oleh feses
yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai dengan pengamatan epidemiologi bahwa
apendisitis berhubungan dengan asupan serat dalam makanan yang rendah (Burkitt et al,
2007).
Pada stadium awal dari apendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi mukosa. Inflamasi
ini kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan lapisan muskular dan serosa
(peritoneal). Cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada permukaan serosa dan berlanjut
17
171
ke beberapa permukaan peritoneal yang bersebelahan, seperti usus atau dinding abdomen,
Appendisitis dapat mengenai semua kelompok usia. Meskipun sangat jarang pada
neonatus dan bayi, appendisitis akut kadang-kadang dapat terjadi dan diagnosis appendisitis
jauh lebih sulit dan kadang tertunda. Nyeri merupakan gejala yang pertama kali muncul.
Seringkali dirasakan sebagai nyeri tumpul, nyeri di periumbilikal yang samar-samar, tapi
seiring dengan waktu akan berlokasi di abdomen kanan bawah. Terjadi peningkatan nyeri
Variasi lokasi anatomis appendiks dapat mengubah gejala nyeri yang terjadi. Pada anak-
anak, dengan letak appendiks yang retrocecal atau pelvis, nyeri dapat mulai terjadi di
kuadran kanan bawah tanpa diawali nyeri pada periumbilikus. Nyeri pada flank, nyeri
punggung, dan nyeri alih pada testis juga merupakan gejala yang umum pada anak dengan
appendicitis retrocecal arau pelvis. Jika inflamasi dari appendiks terjadi di dekat ureter atau
bladder, gejala dapat berupa nyeri saat kencing atau perasaan tidak nyaman pada saat
Anorexia, mual, dan muntah biasanya terjadi dalam beberapa jam setelah onset
terjadinya nyeri. Muntah biasanya ringan. Diare dapat terjadi akibat infeksi sekunder dan
iritasi pada ileum terminal atau caecum. Gejala gastrointestinal yang berat yang terjadi
18
181
demikian, keluhan GIT ringan seperti indigesti atau perubahan bowel habit dapat terjadi
pada anak dengan appendisitis. Pada appendisitis tanpa komplikasi biasanya demam ringan
(37,5 -38,5 0 C). Jika suhu tubuh diatas 38,6 0 C, menandakan terjadi perforasi (De Jong,
2004).
2.9 DIAGNOSIS
Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut. Ini terjadi karena
hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi pada seluruh saluran cerna, sehingga
nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut. Muntah atau rangsangan viseral akibat aktivasi
n.vagus. Obstipasi karena penderita takut untuk mengejan. Panas akibat infeksi akut jika
timbul komplikasi. Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, antara 37,5-38,5 C.
Tetapi jika suhu lebih tinggi, diduga sudah terjadi perforasi (Departemen Bedah UGM,
2010).
Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi, penderita berjalan membungkuk sambil
memegangi perutnya yang sakit, kembung bila terjadi perforasi, dan penonjolan perut bagian
kanan bawah terlihat pada apendikuler abses (Departemen Bedah UGM, 2010).
Pada palpasi, abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung. Palpasi dinding
abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan, dimulai dari tempat yang jauh
1. Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan
bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis.
19
191
2. Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness (nyeri lepas tekan)
adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan
setelah sebelumnya dilakukan penekanan perlahan dan dalam di titik Mc. Burney.
3. Defens muskuler (+) karena rangsangan m. Rektus abdominis. Defence muscular adalah
peritoneum parietale.
4. Rovsing sign (+). Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah apabila
dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya
nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan.
5. Psoas sign (+) : dilakukan dengan posisi pasien berbaring pada sisi sebelah kiri sendi
pangkal kanan diekstensikan. Nyeri pada cara ini menggambarkan iritasi pada otot psoas
kanan dan indikasi iritasi retrocaecal dan retroperitoneal dari phlegmon atau abscess.
Dasar anatomis terjadinya psoas sign adalah appendiks yang terinflamasi yang terletak
retroperitoneal akan kontak dengan otot psoas pada saat dilakukan manuver ini.
6. Obturator sign (+): dilakukan dengan posisi pasien terlentang, kemudian gerakan
endorotasi tungkai kanan dari lateral ke medial. Nyeri pada cara ini menunjukkan
tanda ini untuk menegakkan lokasi Appendix yang telah mengalami radang atau
perforasi.
20
202
Gambar 2.3 : Posisi Pemeriksaan Obturator Sign
Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok. Auskultasi akan terdapat peristaltik normal,
peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis generalisata akibat apendisitis
tetapi kalau sudah terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus. Pada
pemeriksaan colok dubur (Rectal Toucher) akan terdapat nyeri pada jam 9-12 (Departemen
1. Laboratorium
Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari 90% anak dengan appendicitis
Peningkatan persentase jumlah neutrofil (shift to the left) dengan jumlah normal leukosit
menunjang diagnosis klinis appendicitis. Jumlah leukosit yang normal jarang ditemukan
21
212
Pemeriksaan urinalisis membantu untuk membedakan appendicitis dengan pyelonephritis
atau batu ginjal. Meskipun demikian, hematuria ringan dan pyuria dapat terjadi jika
2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi berupa foto barium usus buntu (Appendicogram) dapat membantu
melihat terjadinya sumbatan atau adanya kotoran (skibala) didalam lumen usus buntu.
3. Ultrasonografi
Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk menunjang diagnosis
bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan spesifitasnya lebih dari 90%. Gambaran USG
yang merupakan kriteria diagnosis appendicitis acuta adalah appendix dengan diameter
anteroposterior 7 mm atau lebih, didapatkan suatu appendicolith, adanya cairan atau massa
periappendix.
False positif dapat muncul dikarenakan infeksi sekunder appendix sebagai hasil dari
salphingitis atau inflammatory bowel disease. False negatif juga dapat muncul karena letak
appendix yang retrocaecal atau rongga usus yang terisi banyak udara yang menghalangi
appendix.
4. CT-Scan
akut jika diagnosisnya tidak jelas.sensitifitas dan spesifisitasnya kira-kira 95-98%. Pasien-
pasien yang obesitas, presentasi klinis tidak jelas, dan curiga adanya abscess, maka CT-scan
22
222
Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan
Manifestasi Skor
Gejala Adanya migrasi nyeri 1
Anoreksia 1
Mual/muntah 1
Tanda Nyeri RLQ 2
Nyeri lepas 1
Febris 1
Laboratorium Leukositosis 2
Shift to the left 1
Total poin 10
Keterangan:
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan
1. Gastroenteritis
23
232
Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut
lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltis sering ditemukan. Panas dan
2. Demam Dengue
Dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini didapatkan hasil tes
3. Kelainan ovulasi
Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri perut kanan
4. Infeksi panggul
Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya
lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih difus.
Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu. Jika
ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan pendarahan, akan
timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok
hipovolemik.
24
242
Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa dalam
rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vaginal, atau colok rektal.
berada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena tidak ada jalan keluar.
Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan
pankreatitis, divertikulitis kolon, obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam tifoid
2.11 PENATALAKSANAAN
Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan yang paling tepat dan merupakan satu-
satunya pilihan yang baik adalah apendiktomi. Pada appendicitis tanpa komplikasi, biasanya
tidak perlu diberikan antibiotik, kecuali pada appendicitis gangrenosa atau appendicitis
25
252
Gambar 2.4 : Bagan pengelolaan penderita tersangka apendicitis akut
Apendiktomi bisa dilakukan secara terbuka atau dengan laparoskopi. Bila apendiktomi
terbuka, insisi McBurney paling banyak dipilih oleh ahli bedah. Pada penderita yang
laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan
2.12 KOMPLIKASI
1. Appendicular infiltrat:
26
262
Infiltrat / massa yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari Appendix yang
meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus atau usus besar.
2. Appendicular abscess:
Abses yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari Appendix yang meradang
yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus, atau usus besar.
3. Perforasi
apendiks yang mengalami pendindingan sehingga berupa massa yang terdiri dari
4. Peritonitis
abdomen, biasanya diakibatkan dan peradangan, iskemia, trauma atau perforasi peritoneal
adalah steril (kecuali pada kasus peritoneal dialisis) tetapi dalam beberapa jam terjadi
kontaminasi bakteri. Akibatnya timbul edem jaringan dan pertambahan eksudat. Cairan
dalam rongga abdomen menjadi keruh dengan bertambahnya sejumlah protein, sel-sel
darah putih, sel-sel yang rusak dan darah. Respon yang segera dari saluran intestinal
adalah hipermotil tetapi segera dikuti oleh ileus paralitik dengan penimbunan udara dan
27
272
Gambar 2.5 : Bagan perjalanan alami apendikcitis akut
2.13 PROGNOSIS
Mortalitas dari Appendicitis di USA menurun terus dari 9,9% per 100.000 pada tahun 1939
sampai 0,2% per 100.000 pada tahun 1986. Faktor- faktor yang menyebabkan penurunan secara
signifikan insidensi Appendicitis adalah sarana diagnosis dan terapi, antibiotika, cairan i.v., yang
semakin baik, ketersediaan darah dan plasma, serta meningkatnya persentase pasien yang
Kebanyakan pasien setelah operasi appendektomi sembuh spontan tanpa penyulit, namun
komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan tertunda atau telah terjadi peritonitis/peradangan di
dalam rongga perut. Cepat dan lambatnya penyembuhan setelah operasi usus buntu tergantung
28
282
dari usia pasien, kondisi, keadaan umum pasien, penyakit penyerta misalnya diabetes mellitus,
komplikasi dan keadaan lainya yang biasanya sembuh antara 10 sampai 28 hari (Sanyoto, 2007).
Hernia merupakan penonjolan isis rongga melalui defek ataubagian lemah dari dinding
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah
dari dinding rongga bersangkutan pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau
bagian lemah dari bagian muskulo-aponeurotik dinding perut (De jong, 2015).
Hernia adalah adanya penonjolan peritoneum yang berisi alat visera dari rongga abdomen
melalui suatu lokus minoris resistensieae baik bawaan maupun didapat (De jong, 2015).
Region inguinal harus dipahami, pengetahuan tentanag region ini penting untuk terapi
operatif ari hernia. Sebagai tambahan, pengetahuan tentangposisi relative dari saraf, pembuluh
1. Kanalis Inguinalis
Kanalis inguinalis pada orang dewasa panjangnya kira-kira 4 cm dan terletak 2-4 cm
kearah caudal lagamentum inguinal. Kanal melebar diantara cincin internal dan eksternal.
Kanalis inguinalis mengandung salah satu vas deferens atau ligamentum uterus. Funikulus
spermatikus terdiri dari serat-serat otot cremaster, pleksus pampiniformis, arteri testicularis n
29
292
ramus genital nervus genitofemoralis, ductus deferens, arteri cremaster, limfatik, dan prosesus
Kanalis inguinalis harus dipahami dalam konteks anatomi tiga dimensi. Kanalis inginalis
berjalan dari lateral ke medial, dalam ke luar dan cepal ke caudal. Kanalis inguinalis dibangun
oleh aponeurosis obliquus ekternus dibagian superficial, dinding inferior dibangun oleh
ligamentum inguinal dan ligamentum lacunar. Dinding posterior (dasar) kanalis inguinalis
dibentuk oleh fascia transfersalis dan aponeurosis transverses abdominis. Dasar kanalis
inguinalils adalah bagian paling penting dari sudut pandang anatomi maupun bedah (Mansjoer,
2000).
Pembuluh darah epigastric inferior menjadi batas superolateral dari trigonum Hesselbach.
Tepi medial dari trigonum dibentuk oleh membrane rectus, dan ligamentum inguinal menjadi
batas inferior. Hernia yang melewati trigonum Hesselbach disebut sebagai direct hernia,
sedangkan hernia yang muncul lateral dari trigonum adalah hernia indirect (Burrhit et al, 2003).
30
303
Gambar 2.1 :Segitiga Hasselbach
Aponeurosis otot obliquus eksternus dibentuk oleh dua lapisan: superficial dan
profunda. Bersama dengan aponeorosis otot obliqus internus dan transversus abdominis,
mereka membentuk sarung rectus dan akhirnya linea alba. external oblique aponeurosis
menjadi batas superficial dari kanalis inguinalis. Ligamentum inguinal terletak dari spina
31
313
3. Otot Oblique internus
Otot obliq abdominis internus menjadi tepi atas dari kanalis inguinalis . bagian medial
dari internal oblique aponeurosis menyatu dengan serat dari aponeurosis transversus
conjoined tendon yang sebenarnya te;ah banyak diperdebatkan, tetapi diduga oleh banyak
4. Fascia Transversalis
fascia transversalis dapat dibagi menjadi dua bagian, satu terletak sedikit sebelum yang
lainnya, bagian dalam lebih tipis dari bagian luar; ia keluar dari tendon otot transversalis
pada bagian dalam dari spermatic cord dan berikatan ke linea semulunaris (Bhatia, 2003).
5. Ligamentum Cooper
Ligamentum Cooper terletak pada bagian belakang ramus pubis dan dibentuk oleh
ramus pubis dan fascia. Ligamentum cooper adalah titik fixasi yang penting dalam
6. Preperitoneal Space
Preperitoneal space terdiri dari jaringan lemak, lymphatics, pembuluh darah dan
saraf. Saraf preperitoneal yang harus diperhatikan oleh ahli bedah adalah nervus
cutaneous femoral lateral dan nervus genitofemoral. nervus cutaneous femoral lateral
32
323
berasal dari serabut L2 dan L3 dan kadang cabang dari nervus femoralis. Nervus ini
berjalan sepanjang permukaan anterior otot iliaca dan dibawah fascia iliaca dan dibawah
atau melelui perlekatan sebelah lateral ligamentum inguinal pada spina iliaca anterior
Nervus genitofemoral biasanya berasal dari L2 atau dari L1 dan L2 dan kadang dari
L3. Ia turun didepan otot psoas dan terbagi menjadi cabang genital dan femoral. Cabang
genital masuk ke kanalis inguinalis melalui cincin dalam sedangkan cabang femoral
masuk ke hiatus femoralis sebelah lateral dari arteri. ductus deferens berjalan melalui
preperitoneal space dari caudal ke cepal dan medial ke lateral ke cincin interna inguinal.
2.16 ETIOLOGI
1. Lemahnya dinding rongga perut. Dapat ada sejak lahir atau didapat kemudian dalam hidup.
3. Kongenital
Bayi sudah menderita hernia kerena adanya defek pada tempat tempat tertentu.
Bayi dilahirkan normal (kelainan belum tampak) tapi dia mempunyai defek pada
tempat tempat tertentu (predisposisi) dan beberapa bulan (0 1 tahun) setelah lahir
33
333
akan terjadi hernia melalui defek tersebut karena dipengaruhi oleh kenaikan tekanan
4. Aquisial adalah hernia yang buka disebabkan karena adanya defek bawaan tetapi disebabkan
Oleh faktor lain yang dialami manusia selama hidupnya, anatara lain:
a. Tekanan intraabdominal yang tinggi. Banyak dialami oleh pasien yang sering mengejan
b. Konstitusi tubuh. Orang kurus cenderung terkena hernia jaringan ikatnya yang sedikit.
Sedangkan pada orang gemuk juga dapat terkena hernia karena banyaknya jaringan
lemak pada tubuhnya yang menambah beban kerja jaringan ikat penyokong pada LMR
e. Sikatrik.
g. Merokok
h. Diabetes mellitus
1. Menurut lokasinya :
a. Hernia inguinalis adalah hernia yang terjadi dilipatan paha. Jenis ini merupakan yang
2. Menurut isinya :
34
343
a. Hernia usus halus
b. Hernia omentum
3. Menurut penyebabnya :
b. Hernia traumatic
obturaforia.
5. Menurut keadaannya :
a. Hernia inkarserata adalah bila isi kantong terperangkap, tidak dapat kembali kedalam
rongga perut disertai akibat yang berupa gangguan pasase atau vaskularisasi. Secara klinis
b. Hernia strangulata adalah jika bagian usus yang mengalami hernia terpuntir atau
membengkak, dapat mengganggu aliran darah normal dan pergerakan otot serta mungkin
35
353
b. Hernia spigelli yaitu hernia yang terjadi pada linen semi sirkularis diatas penyilangan vasa
c. Hernia richter yaitu hernia dimana hanya sebagian dinding usus yang terjepit.
7. Menurut sifatnya :
a. Hernia reponibel adalah bila isi hernia dapat keluar masuk. Isi hernis keluar jika berdiri
atau mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri
b. Hernia irreponibel adalah bila isi kantung hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam
rongga.
a. Hernia pantolan adalah hernia inguinalis dan hernia femuralis yang terjadi pada satu sisi
b. Hernia scrotalis adalah hernia inguinalis yang isinya masuk ke scrotum secara lengkap.
2.18 PATOFISIOLOGI
1. Hernia Inguinalis
Kanalis inguinalis dalam kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke 8 dari kehamilan,
terjadinya desensus vestikulorum melalui kanal tersebut. Penurunan testis itu akan menarik
peritoneum ke daerah scrotum sehingga terjadi tonjolan peritoneum yang disebut dengan
prosesus vaginalis peritonea. Bila bayi lahir umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi,
36
363
sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut. Tetapi dalam beberapa hal sering
belum menutup, karena testis yang kiri turun terlebih dahulu dari yang kanan, maka kanalis
inguinalis yang kanan lebih sering terbuka. Dalam keadaan normal, kanal yang terbuka ini akan
Bila prosesus terbuka sebagian, maka akan timbul hidrokel. Bila kanal terbuka terus,
karena prosesus tidak berobliterasi maka akan timbul hernia inguinalis lateralis kongenital.
Biasanya hernia pada orang dewasa ini terjadi kerana usia lanjut, karena pada umur tua otot
dinding rongga perut melemah. Sejalan dengan bertambahnya umur, organ dan jaringan tubuh
mengalami proses degenerasi. Pada orang tua kanalis tersebut telah menutup. Namun karena
daerah ini merupakan locus minoris resistance, maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan
intraabdominal meningkat seperti batuk batuk kronik, bersin yang kuat dan mengangkat barang
barang berat, mengejan. Kanal yang sudah tertutup dapat terbuka kembali dan timbul hernia
inguinalis lateralis karena terdorongnya sesuatu jaringan tubuh dan keluar melalui defek tersebut.
Akhirnya menekan dinding rongga yang telah melemas akibat trauma, hipertropi protat, asites,
kehamilan, obesitas, dan kelainan kongenital dan dapat terjadi pada semua (Mansjoer et al,
2000).
Pria lebih banyak dari wanita, karena adanya perbedaan proses perkembangan alat
reproduksi pria dan wanita semasa janin. Potensial komplikasi terjadi perlengketan antara isi
hernia dengan dinding kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali.
Terjadi penekanan terhadap cincin hernia, akibat semakin banyaknya usus yang masuk, cincin
hernia menjadi sempit dan menimbulkan gangguan penyaluran isi usus. Timbulnya edema bila
terjadi obtruksi usus yang kemudian menekan pembuluh darah dan kemudian terjadi nekrosis.
Bila terjadi penyumbatan dan perdarahan akan timbul perut kembung, muntah, konstipasi. Bila
37
373
inkarserata dibiarkan, maka lama kelamaan akan timbul edema sehingga terjadi penekanan
Juga dapat terjadi bukan karena terjepit melainkan ususnya terputar. Bila isi perut terjepit
dapat terjadi shock, demam, asidosis metabolik, abses. Komplikasi hernia tergantung pada
keadaan yang dialami oleh isi hernia. Antara lain obstruksi usus sederhana hingga perforasi
(lubangnya) usus yang akhirnya dapat menimbulkan abses lokal, fistel atau peritonitis (Mansjoer
et al, 2000).
Hernia ini merupakan jenis henia yang didapat (akuisita) disebabkan oleh faktor peninggian
tekanan intra abdomen kronik dan kelemahan otot dinding di trigonum Hesselbach. Jalannya
langsung (direct) ke ventral melalui annulus inguinalis subcutaneous. Hernia ini sama sekali
tidak berhubungan dengan pembungkus tali mani, umumnya terjadi bilateral, khususnya pada
laki-laki tua. Hernia jenis ini jarang, bahkan hampir tidak pernah, mengalami inkarserasi dan
strangulasi.
38
383
Hernia ini disebut lateralis karena menonjol dari perut di lateral pembuluh epigastrika
inferior. Dikenal sebagai indirek karena keluar melalui dua pintu dan saluran, yaitu annulus dan
kanalis inguinalis. Pada pemeriksaan hernia lateralis akan tampak tonjolan berbentuk lonjong.
Terjadi bila processus vaginalis peritonei pada waktu bayi dilahirkan sama sekali tidak
menutup. Sehingga kavum peritonei tetap berhubungan dengan rongga tunika vaginalis propria
testis. Dengan demikian isi perut dengan mudah masuk ke dalam kantong peritoneum tersebut
Terjadi bila penutupan processus vaginalis peritonei hanya pada suatu bagian saja. Sehingga
masih ada kantong peritoneum yang berasal dari processus vaginalis yang tidak menutup pada
waktu bayi dilahirkan. Sewaktu-waktu kentung peritonei ini dapat terisi dalaman perut, tetapi isi
hernia tidak berhubungan dengan tunika vaginalis propria testis (Ellis et al, 2006).
39
393
Gambar 2.5 : Hernia Inguinalis direct dan indirect
C. Hernia Pantalon
Merupakan kombinasi hernia inguinalis lateralis dan medialis pada satu sisi. Kedua kantung
hernia dipisah oleh vasa epigastrika inferior sehingga berbentuk seperti celana. Keadaan ini
ditemukan kira-kira 15% dari kasus hernia inguinalis. Diagnosis umumnya sukar untuk
ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, dan biasanya baru ditemukan sewaktu operasi (Ellis et al,
2006).
D. Hernia femoralis
Pada umumnya dijumpai pada perempuan tua, kejadian pada wanita kira-kira 4 kali lelaki.
Keluhan biasanya berupa benjolan di lipat paha. Sering penderita datang ke dokter atau rumah
sakit dengan hernia strangulata. Pada pemeriksaan fisik ditemukan benjolan di lipat paha di
bawah ligamentum inguinale, di medial vena femoralis dan lateral tuberkulum pubikum. Tidak
jarang yang lebih jelas adalah tanda sumbatan usus, sedangkan benjolan di lipat paha tidak
40
404
ditemukan, karena kecilnya atau karena penderita gemuk. Hernia ini masuk melalui annulus
femoralis ke dalam kanalis femoralis dan keluar pada fosa ovalis di lipat paha (Ellis et al, 2006).
Kanalis femoralis terletak medial dari v.femoralis di dalam lakuna vasorum dorsal dari
ligamentum inguinale, tempat v.safena magna bermuara di dalam v.femoralis. Foramen ini
sempit dan dibatasi oleh pinggir keras dan tajam. Batas kranioventral dibentuk oleh lig.
Inguinale, kaudodorsal oleh pinggir os. Pubis yang terdiri dari lig. Iliopektineale (lig. Cooper),
sebelah lateral oleh (sarung) v.femoralis, dan di sebelah medial oleh lig. Lakunare Gimbernati.
Hernia femoralis keluar melalui lakuna vasorum kaudal dari lig. Inguinale. Keadaan anatomi ini
Menurutnya sifatnya, hernia disebut hernia reponibel bila isi hernia dapat keluar masuk.
Selama hernia masih reponibel, tidak ada keluhan nyeri atau obsruksi usus. Bila isi kantong tidak
dapat direposisis kembali ke dalam rongga perut, hernia disebut hernia ireponibel. Ini biasanya
sakit
Reponibel/bebas + - - - -
Ireponibel/akreta - - - - -
Inkarserasi - + + + +
Strangulasi - ++ + ++ ++
Sumber : De jong, 2012
41
414
2.19 Diagnosis
Anamnesis
Hernia inguinalis lateralis biasanya terlihat sebagai benjolan pada daerah inguinal dan
meluas ke depan atau ke dalam skrotum. Kadang-kadang, anak akan datang dengan bengkak
skrotum tanpa benjolan sebelumnya pada daerah inguinal. Orang tuanya biasanya sebagai orang
pertama yang melihat benjolan ini, yang mungkin muncul hanya saat menangis atau mengejan.
Selama tidur atau apabila pada keadaan istirahat atau santai, hernia menghilang spontan tanpa
adanya benjolan atau pembesaran skrotum. Riwayat bengkak pada pangkal paha, labia, atau
skrotum berulang-ulang yang hilang secara spontan adalah tanda klasik untuk hernia inguinalis
Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
- Hernia reponibel terdapat benjolan dilipat paha yang muncul pada waktu berdiri,
- Hernia inguinal Lateralis : muncul benjolan di regio inguinalis yang berjalan dari
- Hernia skrotalis : benjolan yang terlihat sampai skrotum yang merupakan tojolan
42
424
- Hernia epigastrika : benjolan dilinea alba.
2. Palpasi
- Titik tengah antar SIAS dengan tuberkulum pubicum (AIL) ditekan lalu pasien
- Titik yang terletak di sebelah lateral tuberkulum pubikum (AIM) ditekan lalu pasien
disuruh mengejan jika terlihat benjolan di lateral titik yang kita tekan maka dapat
- Titik tengah antara kedua titik tersebut di atas (pertengahan canalis inguinalis)
ditekan lalu pasien disuruh mengejan jika terlihat benjolan di lateralnya berarti hernia
- Hernia inguinalis : kantong hernia yang kosong kadang dapat diraba pada funikulus
spermatikus sebagai gesekan dua permukaan sutera, tanda ini disebut sarung tanda
sarung tangan sutera. Kantong hernia yang berisi mungkin teraba usus, omentum
(seperti karet), atau ovarium. Dalam hal hernia dapat direposisi pada waktu jari
masih berada dalam annulus eksternus, pasien mulai mengedan kalau hernia
menyentuh ujung jari berarti hernia inguinalis lateralis dan kalau samping jari yang
43
434
menyentuh menandakan hernia inguinalis medialis. lipat paha dibawah ligamentum
3. Perkusi
Bila didapatkan perkusi perut kembung maka harus dipikirkan kemungkinan hernia
4. Auskultasi
5. Colok dubur
Tonjolan hernia yang nyeri yang merupakan tanda Howship romberg (hernia
obtutaratoria).
6. Tiga teknik pemeriksaan sederhana yaitu finger test, Ziemen test dan Tumb test.
44
444
- Bila impuls diujung jari berarti Hernia Inguinalis Lateralis.
- Posisi berbaring, bila ada benjolan masukkan dulu (biasanya oleh penderita).
45
454
c. jari ke 4 : Hernia Femoralis.
- Anulus internus ditekan dengan ibu jari dan penderita disuruh mengejan
46
464
Gambar2.8: Pemeriksaan Thumb Test
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan Ultrasound pada daerah inguinal dengan pasien dalam posisi supine
dan posisi berdiri dengan manuver valsafa dilaporkan memiliki sensitifitas dan
membedakan hernia incarserata dari suatu nodus limfatikus patologis atau penyebab lain
dari suatu massa yang teraba di inguinal. Pada pasien yang sangat jarang dengan nyeri
inguinal tetapi tak ada bukti fisik atau sonografi yang menunjukkan hernia inguinalis
(Michael, 2005).
2. CT scan
47
474
Dapat digunakan untuk mengevaluasi pelvis untuk mencari adanya hernia
1. Keganasan:
- Limfoma
- Retroperitoneal sarcoma
- Metastasis
- Tumor Testis
- Varikokel
- Epididymitis
- Torsio testis
- Hidrokel
- Testis ectopic
- Undescenden testis
4. Nodus limfatikus
5. Kista sebasea
6. Hidraenitis
7. Psoas abses
8. Hematoma
48
484
9. Ascites
2.21 Penatalaksanaan
Hampir semua hernia harus diterapi dengan operasi. Karena potensinya menimbulkan
komplikasi inkarserasii atau strangulasi lebih berat dibandingkan resiko yang minimal dari
operasi hernia (khususnya bila menggunakan anastesi local). Khusus pada hernia femoralis, tepi
kategori utama :
spermatikus. fascia transversalis kemudian dibuka, dilakukan inspeksi kanalis spinalis, celah
direct dan indirect. Kantung hernia biasanya diligasi dan dasar kanalis spinalis di
49
494
b. Teknik Bassini
- Komponen utama dari teknik bassini adalah membelah aponeurosis otot obliquus
- Memisahkan otot kremaster dengan cara reseksi untuk mencari hernia indirect
sekaligus menginspeksi dasar dari kanalis inguinal untuk mencari hernia direct.
transversalis).
lateral.
50
505
2. Open Posterior Repair
Posterior repair (iliopubic tract repair dan teknik Nyhus) dilakukan dengan membelah
lapisan dinding abdomen superior hingga ke cincin luar dan masuk ke properitoneal space.
Diseksi kemudian diperdalam kesemua bagian kanalis inguinalis. Perbedaan utama antara
teknik ini dan teknik open anterior adakah rekonrtuksi dilakukan dari bagian dalam.
Posterior repair sering digunakan pada hernia dengan kekambuhan karena menghindari
jaringan parut dari operasi sebelumnya. Operasi ini biasanya dilakukan dengan anastesi
awal yang sama degan teknik open anterior. Akan tetapi tidak menjahit lapisan fascia untuk
memperbaiki defek , tetapi menempatkan sebuah prostesis, mesh yang tidak diserap. Mesh
ini dapat memperbaiki defek hernia tanpa menimbulkan tegangan dan ditempatkan disekitar
fascia gambar 6. Hasil yang baik diperoleh dengan teknik ini dan angka kekambuhan
51
515
Gambar 2.10 : Open mesh repair
4. Laparoscopic
Operasi hernia Laparoscopic makin populer dalam beberapa tahun terakhir, tetapi juga
menimbulkan kontroversi. Pada awal pengembangan teknik ini, hernia diperbaiki dengan
menempatkanpotongan mesh yang besar di region inguinal diatas peritoneum. Teknik ini
ditinggalkan karena potensi obstruksi usus halus dan pembentuka fistel karena paparan usus
abdomendan memperbaiki region inguinal dari dalam. Ini memungkinkan mesh diletakkan
52
525
laparoskopic langsung yang mengharuskan masuk ke cavum peritoneal untuk diseksi.
Konsekuensinya, usus atau pembuluh darah bisa cidera selama operasi (Gary et al, 2002).
Komplikasi
Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isis hernia. Isi hernia
dapat tertahan dalam kantong hernia pada hernia ireponibel. Hal ini dapat erjadi kalau isi
kantong hernia besar, misalnya terdiri atas omentum, organ ekstraperitoneal, atau merupakan
hernia akreta. Di sini tidak muncul gejala klinis kecuali benjolan Dapat pula terjadi isi hernia
tercekik oleh cincin hernia sehingga terjadi hernia strangulata/ inkarserasi yang menimbulkan
gejala obstruksi usus yang sederhana. Bila cincin hernia sempit, kurang elastis, atau lebih
kaku seperti pada hernia hernia femoralis dan hernia obturatoria, lebih sering terjadi jepitan
53
535
Jepitan cincin hernia inguinalis lateralis akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi
hernia. Pada permulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem organ atau struktur di
dalam hernia dan transudasi ke dalam kantong hernia. Timbulnya udem menyebabkan jepitan
pada cincin hernia makin. bertambah sehingga akhirnya peredaran darah jaringan terganggu.
Isi hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia akan berisi transudant berupa cairan
serosanguinus. Kalau isi hernia terdiri usus, dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat
menimbulkan abses lokal, fistel, atau peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga perut.
Akibat penyumbatan usus terjadi aliran balik berupa muntah-muntah sampai dehidrasi dan
Komplikasi setelah operasi herniorraphy biasanya ringan dan dapat sembuh sendiri,
hematom dan infeksi luka adalah masalah yang paling sering terjadi. Komplikasi yang lebih
serius seperti perdarahan, osteitis atau atropy testis terjadi kurang dari 1 persen pada pasien
yang menjalani herriorraphy. Perbandingan komplikasi berat dan ringan dari teknik open dan
Laparoscopic Repair
Open Repair
Berat: Berat:
1.Hemorrhage
1.Hemorrhage
2. Cedera Kansung Kemih
2.Testicular atrophy
3. Cedera usus
3.Terpotongnya vas deferens
54
545
1.Scrotal ecchymosis 1. infeksi luka
4.kekambuhan
5.Hydrokel
6.Terpotongnya saraf
7.Terjepit saraf
55
555
BAB III
KERANGKA KONSEP
Chemoreseptor Triggerzone
(CTZ)
Pusat Mual
Muntah
Ondansentron
PONV
56
565
Keterangan :
Chemoreseptor Triggerzone (CTZ) yang mempengaruhi pusat mual muntah dipengaruhi oleh
beberapa factor yaitu factor pasien, factor prosedur dan factor anestesi. Pada penelitian upaya untuk
mengendalikan efek post operasi mual dan muntah adalah dengan menginjeksikan Ondansentron 4 mg,
Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui efek penambahan ondansetron terhadap efek
samping mual dan muntah dengan anestesi spinal pada operasi appendectomy dan hernioraphy di
RSUD Nganjuk.
57
575
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
Faktor Pasien
Faktor Preoperatif Faktor Intraoperatif Faktor Post Operatif
Random sampling
Kelompok 1 Kelompok 2
Pendataan mual muntah pasca operasi akan dibuat pada menit ke-0 s.d 3 jam
58
Pengolahan
585 data
Keterangan : Variabel Bebas
Variabel Terikat
Penelitian ini menyangkut kejadian mual dan muntah pasca operasi yang meliputi
berbagai faktor yang berpengaruh, namun pada penelitian ini peneliti berfokus pada faktor
a. Faktor anestesi :
ii. Anestetik : kedalaman anestesi atau inflasi gaster pada saat ventilasi
vestibular
59
595
iv. Obat obat anestesi : opioid adalah opat penting yang berhubungan
distensi gaster.
b. Tehnik anestesi : insiden PONV diprediksi lebih rendah dengan spinal anestesi
c. Faktor pembedahan :
60
606
ii. Durasi operasi (setiap 30 menit penambahan waktu resiko PONV
Pada penelitian ini tindakan pembiusan pada pasien yang menjalani pembedahan yang
terencana yaitu dengan pembiusan setengah badan. Yang dimaksud dengan pembiusan dengan
teknik pembiusan melalui tulang belakang (spinal) adalah pasien mendapatkan pembiusan
separuh badan, pasien tetap sadar namun bagian tubuh yang dioperasi tidak merasa sakit karena
Beberapa jenis obat bius lokal (anestesi lokal) telah digunakan untuk pembiusan melalui
tulang belakang daerah punggung (pembiusan spinal). Obat yang paling sering digunakan adalah
lidocain 5% dengan adjuvan adrenalin 0,1 mg Obat ini cara penggunaannya dengan
menyuntikkan melalui tulang belakang di daerah punggung. Setelah obat bekerja bagian tubuh
yang dioperasi tidak merasa sakit lagi karena telah mendapatkan pembiusan pada separuh badan
yang akan dilakukan operasi. Dapat timbul efek samping penurunan tekanan darah, namun hal
ini dapat dicegah dengan pemberian cairan infus sebelum dilalukan penyuntikan obat anestesi
lokal tersebut dan untuk efek sampingnya berupa mual serta muntah. Dengan memberikan
ondansetron 30 menit sebelum operasi diharapkan pasien tidak lagi merasa mual serta muntah
dalam 3 jam setelah operasi selesai. Selanjutnya peneliti menjelaskan pada pasien yang akan
diambil sebagai sukarelawan penelitian ini, berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan
sebelumnya. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan pilihan (alternatif)
kombinasi obat untuk menurunkan efek samping mual serta muntah setelah operasi, dengan
membandingkan penambahan obat ondansetron dan yang tidak diberi penambahan obat
ondansetron (placebo).
61
616
Pada penelitian ini pasien akan dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok A mendapat
perlakuan Pemberian obat premedikasi Inj. NaCl (Placebo) 0,9 % 2 ml , dan kelompok B
mendapat perlakuan Pemberian obat premedikasi Inj. Ondancentron 4mg/2ml selanjutnya kedua
kelompok dinduksi Lidocain 5% dengan adjuvan adrenalin 0,1 mg sebagai anestesi kemudian
dioperasi dan dilakukan pendataan mual muntah pasca operasi selama menit ke 0 sampai jam ke
3 dan selanjutnya akan dilakukan pengolahan data dengan menggunakan cara pengukuran PONV
1. Kriteria Inklusi
komplikasi
Pasien operasi dengan anestesi blok spinal
Pasien PS 1-2, operasi elektif
Dirawat di Ruang Bougenville
Setuju dan mampu berpartisipasi pada penelitian
Tidak ada kontra indikasi terhadap pemberian ondansetron
2. Kriteria Eksklusi
Pasien yang masuk dalam kriteria inklusi kemudian akan dikelurkan jika spinal
62
626
Dalam penelitian ini, peneliti dalam melakukan penelitian menggunakan jenis
penelitian double blind eksperimental studi yaitu selain subjek atau sampel dan peneliti,
tim monitoring penelitian juga tidak mengetahui kedalam kelompok mana subjek
dialokasikan. Kekuatan desain ini kami anggap dapat meminimalisir faktor perancu yang
hingga 25 Desember 2016 di Kamar operasi RSUD Nganjuk dan Ruang bougenville
RSUD Nganjuk.
4.4 SAMPEL
Sampel penelitian adalah pasien laki-laki dan perempuan yang akan melakukan
operasi elektif apendiktomi dan hernioraphy tanpa komplikasi. Operasi elektif yaitu
operasi terencana yang dilakukan pada region abdomen. Pasien sebelumnya telah ditanya
tentang adanya kontra indikasi pembesaran ondansetron dan riwayat alergi. Pasien yang
memenuhi syarat penelitian akan diinformasikan tentang prosedur penelitian serta akan
dilakukan.
hingga 18 Desember 2016. Peneliti mendata sampel yaitu pasien laki-laki dan perempuan
yang dirawat di RSUD Nganjuk di Ruang Bougenville yang akan melakukan operasi
penjelasan kepada setiap sampel dan meminta pasien menandatangani informed consent
Koordinasi yang dimaksud yaitu tim dokter anastesi melakukan injeksi ondansetron pada
sampel yang masuk dalam penelitian. Setelah operasi selesai, peneliti meminta sampel
untuk memperhatikan dan mencatat efek samping apa saja yang muncul. Sampel dikirim
kembali ke bougenville, kemudian peneliti mendata hasil pencatatan dari pasien dan
Dalam menganalisa data, peneliti menggunakan jenis analisa data secara kualitatif
yaitu peneliti akan menginterpretasikan hasil dari rangkuman setiap sampel atau subjek
penelitian. Penelitian kualitatif dipakai oleh peneliti karena adanya keterbatasan waktu.
DAFTAR PUSTAKA
64
646
Bhatia P& Dr. S. J. John. Laparoscopic Hernia Repair (a step by step approach). 2003.
Edisi I. Penerbit Global Digital Services, Bhatia Global Hospital & Endosurgery
Burhitt & O.R.G. Quick. 2003. Essential Surgery . Edisi III.Hal 348-356
De Jong et. 2012. Buku Ajar Ilmu Bedah. Sistem Organ dan tindak Bedahnya. Edisi3.
Hal:619-625. EGC.Jakarta
De Jong et. 2012. Buku Ajar Ilmu Bedah. Sistem Organ dan tindak bedahnya. Edisi3.
Hal:755-760. EGC.Jakarta
Operations Vol II. 10th edition. Ed: Zinner Mj, Schwartz SI, Ellis H, Ashley SW,
Gary G. Wind. 2002Applied Laparoscopic Anatomy (Abdomen and Pelvis). Edisi II.
Grace, P.A., Borley, N.R. 2006. Apendisitis Akut dalam At A Glance. Hal:106. Jakarta:
Erlangga;
Human Anatomy 205.Retrieved at December 12th 2016 From: http://www
.talkorigins.org/faqs/vestiges/vermiform_Appendix.jpg
Jaffe BM, Berger DH. 2005.The Appendix. In: Schwartzs Principles of Surgery Volume 2.
8th edition. Ed: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG,
Edisi III, Jilid II. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal 313-317. Penerbit
65
656
Michael M. Henry & Jeremy N. T. Thompson. 2005.Clinical Surgery. Edisi II.
Michael S. Kavic. 1997. Laparoscopic Hernia Repair. Edisi I. Penerbit Harwood Academic
Bollinger RR, Chang AE, Lowry SF, Mulvihill SJ, Pass HI, Thompson RW. New
66
666