Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Postoperative Nausea and Vomiting (PONV) merupakan kondisi mual dan


muntah yang terjadi selama 24-48 jam paska prosedur pembedahan dan anestesi yang
mempengaruhi sekitar 20-40% pasien. Penyebab PONV tergolong multifaktor
diantaranya resiko tinggi mengalami PONV terutama pada pasien wanita, akibat
teknik anestesi, akibat prosedur pembedahan yang berlangsung lama, riwayat PONV
pada pembedahan sebelumnya, dan penggunaan opiod.
Pada dasarnya mual dan muntah jarang berakibat fatal, namun tetap saja
merupakan pengalaman tidak menyenangkan bagi sebagian besar pasien. Sekitar 30%
insiden ketidakpuasaan pasien setelah melakukan prosedur pembedahan dan anestesia
adalah Postoperative Nausea and Vomiting (PONV) dan akan meningkat sekitar 80%
pada pasien dengan resiko tinggi. Beberapa kondisi mual dan muntah, menambah
waktu recovery pasien, akibat timbul dehensi luka, aspirasi isi lambung, perdarahan
dan gangguan keseimbangan elektrolit.
Mual dan muntah paska operasi dapat meningkatkan morbiditas pasien dan
meningkatkan length of stay rumah sakit yang pada akhirnya penambahan biaya
perawatan pasien Pada mual dan muntah yang berat bisa berakibat dehensi luka,
aspirasi isi lambung, perdarahan dan gangguan elektrolit. Bagi ahli anestesi, PONV

merupakan masalah kecil yang memiliki dampak berkepanjangan sehingga menjadi


salah satu perhatian utama yang diwaspasi pada masa preoperatif.
Meski telah terjadi perkembangan obat-obatan anastesi serta minimalisasi
tindakan invasif oleh operator pembedahan ternyata tidak dapat menurunkan angka
kejadian PONV secara spesifik. Diperkirakan, sekitar 30% dari total penggunaan
anestesi general tetap memungkinkan terjadinya PONV. Pada operasi ginekologi
laparoskopik tanpa diawali terapi profilaxis PONV dapat meningkatkan resiko
kejadian hingga 80%. Insiden PONV pada pasien anak meningkat 2 kali lipat
dibanding pada pasien dewasa, rata rata terjadi pada pasien anak diatas usia 3 tahun.
Insiden PONV pada anak juga meningkat pada pasien yang mengalami operasi
adenotonsillectomy, koreksi strabismus, operasi hernia, orchiopexy dan penile
surgery. Untuk mecegah PONV, negara-negara di Eropa dan Amerika menyiapkan
biaya tinggi (sekitar $50-$100).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Postoperative Nausea and Vomiting (PONV) merupakan kondisi mual dan


muntah yang terjadi selama 24-48 jam paska prosedur pembedahan dan anestesi yang
mempengaruhi sekitar 20-40% pasien. PONV terdiri dari 3 gejala utama, yaitu
Nausea, Vomiting, dan Retching. Nausea/mual adalah sensasi subjektif akan
keinginan untuk muntah tanpa gerakan ekspulsif otot, jika berat akan berhubungan
dengan peningkatan sekresi kelenjar ludah, gangguan vasomotor dan berkeringat.
Vomiting atau muntah adalah keluarnya isi lambung melalui mulut. Retching adalah
keinginan untuk muntah yang tidak produktif.
PONV dapat dikelompokkan ke dalam early PONV (mual dan/atau muntah
yang terjadi dalam 2-6 jam pascaoperasi), late PONV (mual dan/atau muntah yang
terjadi dalam 6-24 jam pascaoperasi) dan delayed PONV (mual dan/atau muntah yang
timbul setelah 24 jam pascaoperasi). PONV yang timbul segera atau lambat dapat
berbeda dalam patogenesisnya. Penggunaan anestesi inhalasi merupakan penyebab
PONV yang timbul segera, penggunaan opioid dan motion sickness akibat perpindahan
pasien merupakan penyebab dari PONV yang timbul lambat. Anestesi umum dengan
menggunakan anesthesia inhalasi berhubungan dengan insiden PONV yang bervariasi
antara 20-30%.

Dampak oleh PONV mungkin bersifat ringan dan sementara, namun tidak
menutup kemungkinan bisa menyebabkan dampak yang buruk pada kesembuhan
pasien. PONV berat akan membebankan pasien dengan rasa tidak nyaman, seperti
imobilisasi pada pasien paska pembedahan, keterbatasan asupan makanan dan
pengobatan secara oral, muntah yang banyak dan terus-menerus, aspirasi, delayed
recovery, dan peningkatan biaya perawatan.

2.1. ANATOMI DAN PATOFISIOLOGI PONV


Jalur alamiah dari muntah juga belum sepenuhnya dimengerti namun
beberapa mekanisme patofisiologi diketahui menyebabkan mual dan muntah telah
diketahui. Koordinator utama adalah pusat muntah, kumpulan saraf saraf yang
berlokasi di medulla oblongata. Saraf saraf ini menerima input dari:
1. Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) di area postrema.
2. Sistem vestibular (yang berhubungan dengan mabuk darat dan mual
karena penyakit telinga tengah).
3. Nervus vagus (yang membawa sinyal dari traktus gastrointestinal)
4. Sistem spinoreticular (yang mencetuskan mual yang berhubungan dengan
cedera fisik).
5. Nukleus traktus solitarius (yang melengkapi refleks dari gag refleks)

Sensor utama stimulus somatik berlokasi di usus dan CTZ. Stimulus emetik
dari usus berasal dari dua tipe serat saraf aferen vagus.
1. Mekanoreseptor : berlokasi pada dinding usus dan diaktifkan oleh
kontraksi dan distensi usus, kerusakan fisik dan manipulasi selama
operasi.
2. Kemoreseptor : berlokasi pada mukosa usus bagian atas dan sensitif
terhadap stimulus kimia.

Pusat muntah, disisi lateral dari retikular di medula oblongata, memperantarai


refleks muntah. Bagian ini sangat dekat dengan nukleus tractus solitarius dan area
postrema. Chemoreseptor Trigger Zone (CTZ) berlokasi di area postrema.
Rangsangan perifer dan sentral dapat merangsang kedua pusat muntah dan CTZ.
Afferent dari faring, GI tract, mediastinum, ginjal, peritoneum dan genital dapat
merangsang pusat muntah. Sentral dirangsang dari korteks serebral, cortical atas dan
pusat batang otak, nucleus tractus solitarius, CTZ, dan sistem vestibular di telinga dan
pusat penglihatan dapat juga merangsang pusat muntah. Karena area postrema tidak
efektif terhadap sawar darah otak, obat atau zat-zat kimia di darah atau di cairan otak
dapat langsung merangsang CTZ.
Kortikal atas dan sistem limbik dapat menimbulkan mual muntah yang
berhubungan dengan rasa, penglihatan, aroma, memori dan perasaaan takut yang

tidak nyaman. Nukleus traktus solitaries dapat juga menimbulkan mual muntah
dengan perangsangan simpatis dan parasimpatis melalui perangsangan jantung,
saluran billiaris, saluran cerna dan saluran kemih. Sistem vestibular dapat dirangsang
melalui pergerakan tiba-tiba yang menyebabkan gangguan pada vestibular telinga
tengah.
Reseptor sepeti 5-HT3, dopamin tipe 2 (D2), opioid dan neurokinin-1 (NK-1)
dapat dijumpai di CTZ. Nukleus tractus solitarius mempunyai konsentrasi yang tinggi
pada enkepalin, histaminergik, dan reseptor muskarinik kolinergik. Reseptor-reseptor
ini mengirim pesan ke pusat muntah ketika di rangsang. Sebenarnya reseptor NK-1
juga dapat ditemukan di pusat muntah. Pusat muntah mengkoordinasi impuls ke
vagus, frenik, dan saraf spinal, pernafasan dan otot- otot perut untuk melakukan
refleks muntah.

Gambar 2.1. Patofisologi PONV

Gambar 2.2. Mekanisme PONV

2.2.

FAKTOR RESIKO
Faktor resiko PONV dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Faktor Pasien : Pasien wanita, bukan perokok, memiliki riwayat PONV
atau Motion Sickness
2. Faktor Anestesi :

Faktor anestesi yang berpengaruh pada kejadian PONV termasuk


premedikasi, tehnik anestesi, pilihan obat anestesi (nitrous oksida, volatile
anestesi, obat induksi, opioid, dan obat-obat reversal), status hidrasi, nyeri
paska pembedahan, dan hipotensi selama induksi dan operasi adalah resiko
tinggi untuk terjadinya PONV.
a. Premedikasi
Opioid yang diberikan sebagai obat premedikasi pada pasien dapat
meningkatkan kejadian PONV karena opioid sendiri mempunyai
reseptor di CTZ, namun berbeda dengan efek obat golongan
benzodiazepine sebagai anti cemas, obat ini juga dapat meningkatkan
efek

hambatan

dari

GABA

dan

menurunkan

aktifitas

dari

dopaminergik, dan pelepasan 5-HT3 di otak. Fentanyl memiliki efek


anti emetik yang luas pada dosis yang lebih besar, memblok emesis
yang diinduksi oleh morfin, apomorfine, copper sulfat dan cisplatin,
dan efek ini dapat diantagonis oleh nalokson.
b. Obat anestesi inhalasi
Anestesi general dengan obat inhalasi anestesi berhubungan erat
dengan muntah paska operasi. PONV yang berhubungan dengan obat
inhalasi anestesi muncul setelah beberapa jam setelah operasi,
walaupun ini sesuai dengan lamanya pasien terpapar dengan obat
tersebut.36 Kejadian PONV paling sering terjadi setelah pemakaian
nitrous oksida. Nitrous oksida ini langsung merangsang pusat muntah

dan berinteraksio dengan reseptor opioid. Nitrous oksida juga masuk ke


rongga-rongga pada operasi telinga dan saluran cerna, yang dapat
mengaktifkan sistem vestibular dan meningkatkan pemasukan ke pusat
muntah.
c. Obat anestesi intra vena
Ada perbedaan antara obat anestesi inhalasi, obat anestesi intra vena
(TIVA)

dengan

propofol

dapat

menurunkan

kejadian

PONV.

Mekanisme kerjanya belum pasti, namun mungkin kerjanya dengan


antagonis dopamine D2 reseptor di area postrema.
d. Obat pelumpuh otot
Obat pelumpuh otot golongan non depolarizing biasa digunakan pada
prosedur

anestesi

general,

dimana

terdapat

penggunaan

obat

penghambat kolinesterase sebagai antagonis obat pelumpuh otot


tersebut. Obat penghambat kolinesterase ini dapat meningkatkan
PONV, namun etiologinya belum jelas.
e. Regional anestesi
Regional anestesi memiliki keuntungan dibanding dengan general
anestesi, karena tidak menggunakan nitrous oksida, obat anestesi
inhalasi, walaupun opioid dapat dihindarkan, namun resiko PONV bisa
muncul pada regional anestesi bila menggunakan opioid kedalam
epidural ataupun intratekal. Penggunaan opioid yang bersifat lipofilik
seperti fentanil atau sufentanil penyebarannya terbatas sebelum sefalad
dan dapat menurunkan kejadian PONV. Namun bila terjadi hipotensi

pada tehnik regional anestesi dapat menyebabkan iskemia batang otak


dan saluran cerna, dimana hal ini dapat meningkatkan kejadian PONV
f. Nyeri paska operasi
Nyeri paska operasi seperti nyeri visceral dan nyeri pelvis dapat
menyebabkan PONV. Nyeri dapat memperpanjang waktu pengosongan
lambung yang dapat menyebabkan mual setelah pembedahan.
Pergerakan tiba-tiba, perubahan posisi setelah operasi, dan pasien
ambulatori dapat menyebabkan PONV, terutama pasien yang masih
mengkonsumsi opioid.
3. Faktor Pembedahan:
a. Durasi pembedahan yang lama, dimana tiap pertambahan waktu
pembedahan selama 30 menit akan meningkatkan resiko.
b. Tipe operasi yang merupakan resiko tinggi untuk terjadinya mual
muntah seperti operasi mata, tht, gigi, payudara, ortopedi soulder,
laparoskopi, ginekologi, dan pada pasien-pasien anak seperti operasi
strabismus, adenotonsilektomi, orchidopexy

Untuk menyederhanakan factor resiko terjadinya PONV, dapat menggunakan


mekanisme skoring oleh Apfel :

10

Tabel 2.1. Scoring Apfel

2.3.
PENATALAKSANAAN PONV
2.3.1. Memaksimalkan Masa Preoperative
Terdapat beberapa cara untuk mencegah dan mengatasi terjadinya PONV pada
pasien paska pembedahan dan tindakan anestesi. Upaya pertama dan utama yang
dilakukan adalah dengan mengoptimalkan masa premedikasi dan preoperatif. Ahli
anestesi akan melakukan skrining faktor resiko pasien sebelum tindakan pembedahan
dilakukan.
Apabila mungkin, maka pemilihan jenis anestesi yang diutamakan adalah
regional anestesi dibanding dengan anestesi general untuk menekan kemungkinan
terjadinya PONV. Bila tidak memungkinkan untuk dilakukan anestesi general maka
dapat dilakukan anestesi general dengan menggunakan propofol sebagai obat induksi
anestesi. Propofol memiliki keunggulan untuk mengurangi kemungkinan PONV
daripada obat induksi jenis lainnya.
Hindari penggunaan opiod pada saat intraoperatif dan paska operatif,
sejumlah penelitian menggungkap bahwa dengan tidak digunakannnya opioid dalam
masa ini dapat menurunkan PONV. Pemberian oksigen yang cukup ternyata juga
dapat mengurangi PONV hingga 50% dengan mengurangi resiko hipoksia pada
gastrointestinal.
Terapi cairan intravena yang adekuat juga dapat mengurangi resiko PONV.
Mekanisme terapi cairan IV ini belum jelas, namun diduga behubungan dengan

11

pelepasan serotonin yang disebabkan oleh penurunan perfusi cairan ke intestine.


Pelepasan serotonin berlebihan akan merangsang CTZ dan releks vagal afferent
sehingga meningkatkan resiko mual dan muntah. Dengan perfusi cairan yang baik
dapat menghindari pelepasan serotonin.
Hindari penggunaan neostigmine sebagai agent reversal dari non depolarisasi
muscle relaxan., sebab neostigmine dapat dengan mudah memicu terjadinya PONV.
2.3.2. Farmakologi Profilaksis
a. Antagonist reseptor Serotonin:
Golongangolongan Antagonist reseptor Serotonin seperti Ondansetron,
Dolasetron, Granisetron, dan Tropisetron untuk profilaksis PONV. Obat ini
efektif bila diberikan pada saat akhir pembedahan. Golongan ini, bekerja
dengan menekan efek serotonin pada CTZ dan vagal affrnt
b. Antagonist Dopamin
Dopamin mempunyai reseptor di CTZ, bila reseptor ini dirangsang akan
terjadi muntah, hal ini dapat lawan dengan antagonisnya yaitu Benzamida
(Metoklopramide dan Domperidon), Phenotiazine (Clorpromazine dan
Proclorpromazine), dan Butirophenon (Haloperidol dan Droperidol).
c. Antihistamin
Prometazine memblok H1 dan Reseptor muskarinik di pusat muntah.
Dimenhidrinat merupakan antihistamin yang berefek sama seperti efek yang
dihasilkan oleh serotonin receptor antagonis.

12

d. Obat Antikholinergik
Scopolamin merupakan antikolinergik yang memblok rangsangan muntah
pada reseptor muscarinic pada korteks serebral dan memberi hasil yang sangat
efektif.
e. Steroid
Dalam hal ini obat yang sering digunakan adalah deksametason.
Deksametason berguna sebagai profilaksis PONV dengan cara menghambat
pelepasan prostaglandin.

Tabel 2.2. Dosis Obat Profilaksis dan Waktu Pemberian Antiemetik

13

2.3.3. Algoritma Manajemen Preoperatif Pencegahan PONV

14

Gambar 2.3. Algoritma Manajemen Preoperatif

2.3.4. Algoritma Manajemen Paskaoperatif Pencegahan PONV

15

Gambar 2.4. Algoritma Manajemen Paskaoperatif

BAB III

16

KESIMPULAN

Postoperative Nausea and Vomiting (PONV) merupakan kondisi yang tidak


menyenangkan dan merugikan bagi pasien setelah menjalani tindakan pembedahan
dan anestesi. Mual dan muntah pada pasien tentunya dapat mempengaruhi proses
penyembuhan pasien dan menyebabkan pasien harus menambah jam perawatan
mereka di rumah sakit. PONV meningkatkan resiko morbiditas bagi pasien terutama
pada pasien pasien beresiko tinggi seperti pada pasien wanita, pasien yang tidak
merokok, pasien dengan riwayat PONV pada operasi sebelumnya, dan pada pasien
yang memperoleh terapi opioid paskaoperatif.
Pengawasan dan monitoring pasien selama masa preoperatif diperlukan untuk
meminimalisasi kemungkinan terjadinya PONV setelah tindakan pembedahan
berlangsung. Selain itu terdapat pula sejumlah strategi untuk menghindari PONV,
yaitu a) menggunakan anestesi regional bila memungkinkan, b) menggunakan
propofol sebagai obat induksi dan rumatan anestesi, c) memberi suplementasi oksigen
intraoperatif, d) Memberi terapi cairan yg cukup, e) hindari menggunaan nitrous
okside f) hindari menggunaan agen volantil, g) meminimalisasi penggunaan opioid
intraoperatif dan paskaoperatif, h) meminimalisasi penggunaan neostigmine.
Terapi farmakologi profilaksis bagi pasien yang menjalani prosedur
pembedahan juga dapat menurunkan kemungkinan terjadi PONV. Beberapa pilihan

17

yg dapat digunakan seperti Antagonis reseptor serotonin, antagonis dopamine,


antikolinergik, steroid, antihistamin.

18

DAFTAR PUSTAKA

A Chandrakantan and P. S. A. Glass. 2011. Multimodal therapies for postoperative


nausea and vomiting and pain. British Journal of Anaesthesia.
Collins, Angela Smith.2011. Postoperative Nausea and Vomiting in Adults:
Implication for Critical Care. Critical Care Nurse Vol.31 No.6. Columbia.
Doubravaskaa, lenka et all. 2010. INCIDENCE OF POSTOPERATIVE NAUSEA
AND VOMITING IN PATIENTS AT A UNIVERSITY HOSPITAL. WHERE ARE
WE TODAY? Vol.154 no.1. Biomed Pap Med Fac Univ Palacky Olomouc
Czech Repub.
Lubarsky, David.2007. The Etiology and Incidence of PONV and the Economic
Benefits of Prophylaxis Introduction. Evidence Based Peri-Operative Medicine.
MC Cracken, Geof et al. 2008. Guideline for the Management of Postoperative
Nausea and Vomiting no.209. Executive and Council of the Society of
Obstetricians and Gynaecologists of Canada.
Smiths Anesthesia for Infants and Children. 8th ed. Philadelphia; Elsevier Mosby;
2011.
Veron, John et al.2014. Guideline for the prevention and treatment of Postoperative
Nausea and Vomiting (PONV) in adults. Nottingham University Hospital
Version 3: December 2014.

19

20

Anda mungkin juga menyukai