halaman
DAFTAR ISI i
KATA PENGANTAR ii
BAB 1 ILMU FILSAFAT 1
1.1 Sejarah Ilmu Filsafat 1
1.2 Pengertian Ilmu Filsafat 3
1.3 Ilmu Filsafat Dunia Barat dan Dunia Timur 6
1.4 Cabang-Cabang Ilmu Filsafat 6
BAB 2 FILSAFAT ILMU 8
2.1 Mengapa Belajar Filsafat Ilmu 9
2.2 Ilmu sebagai Objek Kajian Filsafat Ilmu 10
2.3 Perkembangan Ilmu di Zaman Modern 11
2.4 Perkembangan Ilmu di Zaman Postmodern 11
BAB 3 ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, DAN AKSIOLOGI KEILMUAN 13
3.1 Ontologi 13
3.2 Epistemologi 14
3.3 Aksiologi 17
3.4 Ukuran Kebenaran 19
3.5 Etika Keilmuan 23
BAB 4 FILSAFAT ILMU KEDOKTERAN GIGI 26
4.1 Perkembangan Ilmu Kesehatan 31
4.2 Keterkaitan Ilmu Logika dengan Ilmu Kedokteran Gigi 34
4.3 Makna Dan Konsep Sehat Menurut Filsafat 35
4.4 Manfaat Filsafat Ilmu bagi Calon Dokter Gigi 42
BAB 5 TANTANGAN KEILMUAN DI MASA DEPAN 46
5.1 Menuju Sinergi dan Integrasi Ilmu (Pendekatan Transdisiplin) 46
5.2 Agama, Ilmu, dan Masa Depan Manusia 46
DAFTAR PUSTAKA 48
i
KATA PENGANTAR
Om Swasti Astu
Puji Astungkara kehadapan Ide Hyang Widhi Wasa atas ware nugrahaNya, penulis dapat
menyelesaikan penerbitan buku ini. Ucapan terimakasih dan penghargaan tinggi penulis
haturkan kepada berbagai pihak yang telah mendukung penerbitan buku ini : pertama penulis
haturkan kepada keluarga yang telah memberikan dukungan penuh untuk menulis, kedua penulis
haturkan kepada Civitas Akademika Universitas Mahasaraswati Denpasar, ketiga penulis
haturkan kepada Penerbit Unmas Press yang telah menerbitkan buku ini.
Penulisan buku Filsafat Ilmu Kesehatan dan Kedokteran Gigi bertujuan untuk menunjang
Mata Kuliah Filsafat Ilmu di Fakultas Kedokteran Gigi Unmas Denpasar khususnya. Akhir kata
penulis sampaikan semoga buku ini bisa membantu mahasiswa dalam proses perkuliahan.
Adapun bagi pembaca selain kalangan kampus, buku ini berguna terutama untuk menyelami dan
memperluas wawasan tentang hakikat dan makna Ilmu Kesehatan dan Kedokteran Gigi secara
filosofis.
ii
BAB 1
ILMU FILSAFAT
1
bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan, dan yang dimaksud seorang filsuf adalah pencari
kebijaksanaan, pecinta kebijaksanaan dalam arti hakikat. Berfilsafat dapat diartikan
melakukan kegiatan berpikir secara menyeluruh, mendasar, dan spekulatif (Yuyun, 2005).
Beberapa filsuf menyebutkan pengertian filsafat sebagai berikut (Rahmat et al., 2013) :
Bertitik tolak dari berbagai pengertian filsafat tersebut di atas maka filsafat dapat
didefinisikan sebagai berikut : “ Filsafat adalah suatu proses mencari kebenaran yang hakiki
tentang Tuhan, alam, dan manusia. Kebenaran tersebut diperoleh dengan jalan melakukan
perenungan dan penyelidikan, yang dilaksanakan melalui pengamatan, penyelidikan, dan
penelitian. Pengamatan, penyelidikan, dan penelitian dilakukan dengan pendekatan dan
penalaran deduktif, induktif atau gabungan keduanya yang dilakukan secara kritis, terbuka,
toleran, ditinjau dari berbagai sudut pandang tanpa prasangka, bebas dari mitos, dan
legenda”.
Ciri-ciri pikiran kefilsafatan yaitu:
1. Suatu bagan konsepsional. Perenungan kefilsafatan berusaha untuk menyusun suatu
bagan konsepsional. Konsepsi (rencana kerja) merupakan hasil generalisasi serta
abstraksi dari pengalaman tentang hal-hal serta proses-proses satu demi satu. Karena
itu, filsafat merupakan pemikiran tentang hal-hal serta proses-proses dalam hubungan
yang umum.
2. Saling hubungan antar jawaban-jawaban kefilsafatan. Jawaban dari pertanyaan-
pertanyaan yang satu harus menyangkut dengan pertanyaan-pertanyaan lain.
3. Sebuah sistem filsafat harus bersifat koheren. Kefilsafatan harus berusaha menyusun
suatu bagan yang koheren (runtut), yang konsepsional. Bagan konsepsial yang
merupakan hasil perenungan kefilsafatan harus bersifat runtut.
4. Filsafat merupakan pemikiran secara rasional. Bagan yang telah disusun harus logis
pada setiap bagian-bagiannya. Secara logis yaitu harus saling berhubungan satu dengan
yang lain.
3
5. Filsafat senantiasa bersifat menyeluruh (komprehensif). Suatu sistem filsafat harus
bersifat komprehensif tidak ada sesuatupun yang berada di luar jangkauannya.
6. Suatu pandangan dunia. Perenungan kefilsafatan berusaha memahami segenap
kenyataan dengan jalan menyusun suatu pandangan dunia. Di dalam filsafat tidak boleh
ada misteri, harus sepenuhnya mejelaskan tentang prinsip penjelasan yang dipakainya.
7. Suatu definisi pendahuluan. Dalam perenungan kefilsafatan kita berusaha mencari
dasar-dasar bagi kepercayaan kita. Sebuah definisi yang memadai untuk menjelaskan
sesuatu menjadi bermakna seringkali tidak ditemukan pada permulaan, melainkan hanya
pada akhir suatu penyelidikan.
Filsafat menurut para filsuf disebut sebagai induk ilmu. Karena dari filsafatlah ilmu-
ilmu modern dan kontemporer berkembang. Karakteristik berpikir filsafat yang pertama
adalah sifat menyeluruh. Seorang ilmuwan tidak akan merasa puas jika hanya mengenal ilmu
dari sudut pandang ilmu itu sendiri. Jika ingin mengetahui hakikat ilmu, maka akan dikaitkan
dengan ilmu lainnya. Misalnya, ingin mengetahui kaitan ilmu dengan moral, ilmu dengan
agamanya, dan ingin merasa yakin bahwa ilmu itu akan membawa kebahagiaan terhadap
kehidupan dirinya.
Karakteristik berpikir filsafati yang kedua yakni sifat mendasar. Orang yang berpikir
filsafati tidak percaya begitu saja bahwa ilmu yang disampaikan itu benar. Mereka akan
berpikir bahwa mengapa ilmu itu dapat disebut benar ? Bagaimana proses penilaian yang
berdasarkan kriteria tersebut dilakukan? Apakah kriteria yang digunakan untuk menilai itu
benar ? Lalu benar itu apa? Dan seterusnya.
Karakteristik atau ciri berpikir filsafati yang ketiga adalah spekulatif. Artinya, hasil
pemikiran yang didapat dijadikan dasar bagi pemikiran selanjutnya. Hasil pemikiran selalu
dimaksudkan sebagai dasar untuk menjelajah wilayah pengetahuan yang baru (Surajiyo,
2005).
Dalam pemikiran ini, mereka tidak yakin pada titik awal yang menjadi jangkar
pemikiran yang mendasar, kemudian mereka akan berspekulasi. Tugas utama filsafat adalah
menetapkan dasar-dasar yang dapat diandalkan. Apakah yang disebut logis ?, apakah yang
disebut benar ?. Dengan ini kita akan mengetahui bahwa semua pengatahuan yang sekarang
ada dimulai dari spekulasi. Kemudian dari serangkaian spekulasi ini, akan muncul buah
pikiran yang dapat diandalkan yang merupakan titik awal dari penjelajahan ilmu
pengetahuan.
4
Filsafat merupakan hasil menjadi sadarnya manusia mengenai dirinya sendiri sebagai
pemikir, dan menjadi kritisnya manusia terhadap diri sendiri sebagai pemikir di dalam dunia
yang dipikirnya. Sebagai konskuensinya, filsuf tidak hanya membicarakan dunia yang ada di
sekitarnya serta dunia yang ada dalam dirinya, namun seorang filsuf juga harus
membicarakan perbuatan berpikir itu sendiri.
Menurut Yuyun (2005) dan Rahmat et al. (2013) menyebutkan bahwa telaah filsafat
menyangkut proses berpikir filsafat yang memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. Berpikir radikal. Berfilsafat adalah berpikir atau melakukan penelaahan secara
radikal yang berarti tidak pernah terpaku pada fenomena tertentu atau wujud
realitas tertentu. Seorang filsuf senantiasa mengibarkan hasrat ingin tahunya
untuk menemukan suatu akar dari suatu kenyataan yang menyeluruh. Apabila
akar dari suatu kenyataan ditemukan maka akar permasalahan dapat ditemukan
dan dipahami sebagaimana mestinya.
b. Mencari asas. Filsafat bukan hanya proses mencari kebenaran yang hanya
mengacu kepada bagian tertentu dari realitas melainkan secara keseluruhan.
Dalam memahami realitas secara keseluruhan, filsafat selalu berusaha mencari
asas yang paling hakiki dari realitas itu. Para filsuf Yunani yang mencari hakikat
kebenaran tentang alam semesta berusaha mengamati keanekaragaman realitas di
alam semesta, dan selanjutnya berpikir dan merenung “Kekuatan apakah yang ada
di balik alam ?” Selanjutnya mereka mendapatkan asas bahwa ada suatu kekuatan
di balik pergerakan alam. Pada zaman Socrates dan Plato asas kebenaran adalah
ide yang dilakukan dengan dialektika-kritis melalui penalaran deduktif. Namun
kemudian, Aristoteles mengemukakan asas kebenaran melalui pengamatan yang
dilakukan melalui penalaran induktif.
c. Memburu kebenaran. Filsafat adalah proses memburu kebenaran dari hakikat
seluruh realitas dan setiap hal yang dapat dipermasalahkan. Kegiatan memburu
kebenaran itu harus dilakukan secara kritis, terbuka, toleran, ditinjau dari berbagai
sudut pandang tanpa prasangka, bebas dari mitos dan legenda.
d. Mencari kejelasan. Keraguan merupakan penyebab lahirnya filsafat. Untuk
menghilangkan keraguan perlu dicari berbagai penjelasan mengenai seluruh
realitas. Kejelasan berarti dapat dijelaskan secara tuntas, tidak bersifat mistik,
serba rahasia atau kabur, dan gelap. Sehingga hal-hal yang berkaitan dengan
realitas secara menyeluruh dapat dipahami dengan tuntas.
5
e. Berpikir rasional. Berpikir rasional berarti berpikir logis, kritis, dan sistematis.
Oleh karena itu dengan berpikir rasional akan tidak mudah menerima suatu
kebenaran sebelum kebenaran yang dipersoalkan tersebut diuji terlebih dahulu.
7
BAB 2
FILSAFAT ILMU
Cabang Ilmu Filsafat yang membahas masalah ilmu adalah Filsafat Ilmu. Tujuan dari
Filsafat Ilmu adalah menganalisis mengenai ilmu pengetahuan dan cara-cara bagaimana ilmu
pengetahuan diperoleh. The Liang Gie (2012) mendefinisikan filsafat ilmu adalah segenap
pemikiran yang reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut
landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Filsafat
ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik
mengkaji hakikat ilmu pengetahuan ilmiah. Filsafat ilmu merupakan telaahan secara filsafat
yang ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu seperti: obyek apa?
Bagaimana hubungannya? Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana
prosesnya? Bagaimana prosedurnya? Hal apa saja yang perlu diperhatikan agar pengetahuan
tersebut benar? Apakah kriteriannya? Bagaimana teknik/caranya? Untuk apa pengetahuan
tersebut? Bagaimana kaitan dengan ilmu lain?.
Ilmu atau pengetahuan ilmiah, dalam bahasa Inggris disebut science, dalam bahasa
Yunani disebut episteme. Filsafat ilmu adalah suatu usaha akal manusia yang teratur dan taat
asas menuju penemuan keterangan tentang pengetahuan yang benar. Sasaran filsafat ilmu
adalah mengadakan penataan dan pengetahuan atas dasar asas-asas yang dapat menerangkan
terjadinya ilmu pengetahuan (Rahmat et al., 2013).
The Liang Gie (2012) mengutip dari Paul Freedman dari buku The Principles Of
Scientific Research memberi batasan ilmu sebagai berikut: “ ilmu adalah suatu bentuk aktiva
manusia yang dengan melakukannya umat manusia memperoleh suatu pengetahuan dan
senantiasa lebih lengkap dan lebih cermat tentang alam di masa lampau, sekarang dan
kemudian hari, serta suatu kemampuan yang meningkat untuk menyesuaikan dirinya pada
dan mengubah lingkungannya serta mengubah sifat-sifatnya sendiri “. The Liang Gie (2012)
mendefinisikan ilmu sebagai berikut: Ilmu adalah rangkaian aktivitas manusia yang rasional
dan kognitif dengan berbagai metode berupa aneka prosedur dan tata langkah sehingga
menghasilkan kumpulan pengetahuan yang sistematis mengenai gejala-gejala kealaman,
kemasyarakatan, atau keorangan untuk tujuan mencapai kebenaran, memperoleh pemahaman,
memberikan penjelasan, ataupun melakukan penerapan.
8
2.1 Mengapa Belajar Filsafat Ilmu
Filsafat Ilmu dipelajari untuk mengetahui sejak kapan munculnya ilmu pengetahuan,
serta untuk mampu berpikir sistematis dan kritis guna memperoleh kebenaran (Yunus, 2014).
Kemudian Tantera Keramas (2007) menegaskan bahwa Filsafat Ilmu dipelajari karena
kebenaran yang dikembangkan di setiap cabang Ilmu adalah disesuaikan dengan tujuan
mensejahterakan manusia, yang berbeda dengan kajian Ilmu Filsafat yang bertujuan untuk
mendapatkan kebenaran Mutlak (Absolut).
Kajian Filsafat Ilmu (tidak masalah jenis ilmunya) bertujuan memegang etika
keilmuan, mancari kegunaan yang terbaik dari ilmu itu, untuk mensejahterakan umat
manusia. Kajian Filsafat ilmu adalah vital sifatnya demi untuk mencegah agar ilmu itu tidak
menghancurkan manusia tetapi mensejahterakan (Tantera Keramas, 2008). Kajian yang
bermuara kepada “Cinta Kebenaran” (bahasa Inggris = philosophy) amat dimuliakan di
kampus-kampus Perguruan Tinggi di seluruh dunia.
Filsafat Ilmu dipelajari karena kebenaran yang dikembangkan di setiap cabang ilmu
adalah disesuaikan dengan tujuan mensejahterakan manusia. Kajian demikian jelas akan
berbeda hasilnya dari kajian Ilmu Filsafat yang ditujukan untuk mendapatkan kebenaran
Mutlak (Absolut). Pada kajian Filsafat Ilmu, kebenaran yang dicari adalah kajian-kajian
kebenaran yang mendekati kebenaran mutlak (Tantera Keramas, 2008). Kajian Filsafat Ilmu
bertujuan memegang etika keilmuan, mencari kegunaan yang terbaik dari ilmu itu untuk
kesejahteraan manusia. Beberapa kesimpulan tentang kepentingan kajian Filsafat Ilmu
adalah :
a. Agar memahami pemaknaan semua ilmu bagi kehidupan sekarang dan nanti
b. Kajian yang paling penting adalah Epistemologi, agar sebelum memberi arti
memahami betul kebenaran dari proses dan fungsinya. Kajian lanjutannya adalah
Aksiologi
c. Memastikan terbangunnya Ilmu yang mensejahterakan manusia
d. Ilmu IPA saling melengkapi dengan Ilmu Poleksosbud
Secara historis ilmu berasal dari kajian filsafat, pada awalnya filsafatlah yang
melakukan pembahasan tentang segala yang ada ini secara sistematis, rasional, dan logis,
termasuk hal yang empiris. Setelah berjalan beberapa lama kajian yang terkait dengan hal
yang empiris semakin bercabang dan berkembang, sehingga menimbulkan spesialisasi dan
menampakkan kegunaan yang praktis. Inilah proses terbentuknya ilmu secara
berkesinambungan (Yuyun, 1984). Dipertegas Oleh Bakhtiar (2013) bahwa filsafat menurut
para filosof disebut sebagai induknya ilmu, oleh karena dari filsafatlah, ilmu-ilmu modern
dan teknologi berkembang. Awalnya, filsafat terbagi menjadi teoritis dan praktis. Filsafat
teoritis mencakup fisika, matematika, dan logika, sedangkan filsafat praktis adalah ekonomi,
politik, hukum, dan etika.
Filsafat juga diharuskan dapat membimbing ilmu. Di sisi lain perkembangan ilmu
yang sangat cepat tidak saja membuat ilmu semakin jauh dari induknya, tetapi juga
mendorong munculnya arogansi yang tidak sehat antara satu bidang ilmu dengan yang lain.
Sehingga tugas filsafat diantaranya adalah menyatukan visi keilmuan itu sendiri agar tidak
terjadi bentrokan antara berbagai kepentingan.
Menurut Bakhtiar (2013) bahwa ilmu sebagai kajian filsafat sepatutnya mengikuti alur
filsafat, yaitu objek material yang didekati lewat pendekatan radikal, menyeluruh, dan
rasional. Begitu juga sifat pendekatan spekulatif dalam filsafat sepatutnya merupakan bagian
dari ilmu karenanya ilmu dilihat pada posisi yang tidak mutlak, sehingga masih ada ruang
untuk berspekulasi demi perkembangan ilmu.
10
2.3 Perkembangan Ilmu pada Zaman Modern
Konsep atau teori Pengetahuan modern berkembang berabad-abad, sejak manusia
mempelajari alam semesta. Thales sebagai Bapak ilmu pengetahuan, Aristoteles, Scorattes
sampai ke generasi Newton. Tokoh Nicolas Kopernicus, berkebangsaan Polandia yang
mencetuskan revolusi dunia ilmu. Teorinya menyatakan bahwa matahari merupakan pusat
tata surya yang diedari oleh bumi serta planet lainnya.
Perkembangan ilmu pada zaman modern merupakan perluasan dari perkembangan
ilmu pada zaman-zaman sebelumnya, misalnya temuan Brahe dan Kepler sampai saat ini
masih digunakan di bidang astronomi. Pemikiran maju di zaman modern membawa
kemajuan dengan langkah-langkah besar, seperti penemuan mesin uap, penemuan listrik,
penemuan atom, elektron, televisi, roket, dan penjelajahan ruang angkasa. Karya besar Isaac
Newton (1643-1727) seperti kalkulus dan optika, teori gravitasi (merupakan penjelasan dasar
dari lintasan planet, pengaruh pasang surut air laut dan peristiwa-peristiwa astronomi
lainnya). Tokoh Sir Issac Newton berkebangsaan Inggris yang mencetuskan hukum
gravitasi bumi, pencipta teleskop cermin. Teorinya sangat mempengaruhi alam pikiran
abad ke-18.
Penemuan gas CO2 oleh J. Black (1728-1799), kemudian penemuan O2 oleh Y.
Prestley (1733-1804), Perkembangan ilmu pengetahuan abad 18, 19 melahirkan ilmu ilmu
yang sangat bermanfaat bagi kehidupan umat manusia. Thomas Alpha Edison, dengan lampu
listriknya. Albert Enstein dengan teori atomnya. A. Einstein (1879-1917) memenangkan
hadiah Nobel pada tahun 1921, dengan teori Relativitas : memahami dunia bukan
berdasarkan peristiwa-peristiwanya, akan tetapi berdasarkan hubungan-hubungan yang
terjadi, memberikan sumbangan yang besar dalam eksplorasi terhadap angkasa luar,
khususnya melalui penerapan temuannya dalam pembuatan pesawat untuk menjelajah
angkasa luar (Rakhmat et al., 2013; Tantera Keramas, 2008).
12
BAB 3
ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN
AKSIOLOGI KEILMUAN
13
e. Keteraturan dalam alam seperti halnya sebuah mesin (mekanisme) ataukah keteraturan
yang bertujuan (teologi) ?
f. Apa hakikat hubungan sebab akibat ?
g. Apakah ruang dan waktu itu ?
h. Bagaimanakah terjadi hubungan antara fisik ragawi dan jiwa ?
i. Apa yang dimaksud dengan kesadaran ?
j. Manusia sebagai makhluk bebas atau tidak bebas ?
Ontologi ilmu membatasi diri pada ruang kajian keilmuan yang dapat dipikirkan
manusia secara rasional dan yang bisa diamati melalui panca indra manusia. Wilayah
Ontologi Ilmu terbatas pada jangkauan pengetahuan ilmiah manusia, yang sering kali secara
popular banyak orang menyebutnya dengan ilmu pengetahuan, apa hakikat kebenaran
rasional atau kebenaran deduktif dan kenyataan empiris yang tidak terlepas dari persepsi
ilmu tentang apa dan bagaimana (yang) “ada” itu. . Ilmu yang banyak dikatakan orang
dengan sebutan pengetahuan ilmiah, hanya merupakan salah satu pengetahuan dari kian
banyak pengetahuan yang mencoba menelaah kehidupan. Ilmu merupakan pengetahuan yang
mencoba menafsirkan alam ini sebagaimana adanya (Rahmat et al., 2013). Kalau memang
itu tujuannya maka kita tidak dapat melepaskan diri dari masalah-masalah yang ada di
dalamnya, makin jauh penjelajahan ilmiah, masalah-masalah tersebut mau tidak mau akan
timbul, seperti apakah dalam batu-batuan yang dipelajari di laboratorium terpendam proses
kimia-fisika?. Apakah manusia manusia yang begitu hidup, tertawa, menangis, dan jatuh
cinta semua itu proses kimia-fisika juga? Apakah pengetahuan yang didapatkan bersumber
pada kesadaran mental ataukah hanya rangsang pengindraan belaka ? (Yuyun, 2005).
14
manusia. Pertanyaan-pertanyaan dalam Ontologi adalah “apakah ada itu ?”, sedangkan
pertanyaan pokok dalam Epistemologi adalah”apa yang dapat saya ketahui ?”.
Tantera Keramas (2008) menyebutkan bahwa Epistemologi adalah cara berpikir
dengan mengkaji bagaimana benda itu mampu berasosiasi dengan benda lain di sekitarnya,
membuat hubungan sebab akibat, atau asosiasi sinergisme, dan lain-lain hal yang mungkin
terjadi. Contohnya dalam Ilmu Alam mengkaji bahan kimia satu sama lain membuat reaksi
“rekontruksi , dekonstruksi” sehingga melalui keterkaitan itu, bisa dianalisa fungsi dari
masing-masing bahan tersebut. Selanjutnya bisa dimengerti lebih rinci tentang “prosedur
terjadinya sesuatu itu”, tentang “proses” dalam rangkaian proses sebab akibat. Selanjutnya
digambarkan operasional benda itu relatif terhadap benda-benda lain di dalam satu sistem
sebab-akibat tentang masalah konkret (perbendaan) atau masalah dalam proses analisa kita
(tentang masalah sosial). Rangkaian sebab-akibat relatif terhadap benda-benda sekitarnya
ada hubungan logika sebab-akibat didasari pengalaman hidup, atau teori-teori ilmu seperti
yang telah dirintis dengan penemuan-penemuan sarjana terdahulu. Maka “Ilmu” apapun itu,
menjadi mendapatkan kajian tentang Kebenaran dari “Filsafat Ilmu”.
Rahmat et al. (2013) menyebutkan bahwa persoalan-persoalan dalam Epistemologi
adalah :
a. Apakah pengetahuan itu ?
b. Bagaimanakan manusia dapat mengetahui sesuatu ?
c. Dari mana pengetahuan itu dapat diperoleh ?
d. Bagaimanakah validitas pengetahuan itu dapat dinilai ?
Epistemologi Ilmu yang sering disebut dengan metode ilmiah, merupakan prosedur
dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut dengan Ilmu. Jadi Ilmu adalah pengetahuan
yang didapat dengan metode ilmiah. Metode merupakan suatu prosedur atau cara
mengetahui sesuatu yang mempunyai lengkah-langkah yang sistematis (Yuyun, 2005).
Langkah dalam Epistemologi Ilmu antara lain berpikir deduktif dan induktif. Berpikir
deduktif memberikan sifat yang rasional kepada pengetahuan ilmiah dan bersifat konsisten
dengan pengetahuan yang telah dikumpulkan sebelumnya. Secara sistematik dan kumulatif
pengetahuan ilmiah disusun setahap demi setahap dengan penyusunan argumentasi mengenai
sesuatu yang baru berdasarkan pengetahuan yang telah ada. Penjelasan yang bersifat rasional
ini dengan kriteria kebenaran koherensi tidak memberikan kesimpulan yang bersifat final,
sebab sesuai dengan hakikat rasioanalisme yang bersifat pluralistis, maka dimungkinkan
disusunnya berbagai penjelasan terhadap suatu obyek pemikiran tertentu. Alur berpikir
metode ilmiah pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut (Rahmat et al.,
2013) :
a. Perumusan masalah yang merupakan pertanyaan mengenai obyek empiris yang
jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait di
dalamnya.
b. Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis yang merupakan
argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai
faktor yang saling mengkait dan membentuk kontelasi permasalahan. Kerangka
berpikir ini disusun secara rasional berdasarkan premis-premis ilmiah yang telah
teruji kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan
dengan permasalahan.
c. Pengujian hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan
dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta
yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak.
d. Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis yang
diajukan itu ditolak atau diterima. Sekiranya dalam proses pengujian terdapat
fakta yang cukup mendukung hipotesis maka hipotesis itu diterima. Sebaliknya,
dalam pengujian tidak terdapat fakta yang cukup mendukung hipotesis maka
hipotesis itu ditolak
16
Konteks peradaban dunia yang melampaui batas-batas nasional juga ditandai oleh
ciri-ciri reseptualisasi masyarakat. Apabila peradaban global mengalami era Agraris
(gelombang ke-1), era Industri (gelombang ke-2), era Informatika (gelombang ke-3), maka
era keempat juga diiringi oleh suatu peradaban baru yang ditandai oleh respiritualisasi
masyarakat (gelombang ke-4). Kecenderungan global yang mengakibatkan suasana sekuler
telah juga menyadarkan umat manusia dan wawasan dunia. Wawasan dunia yang berubah,
dengan dilandasi pada disertai kesadaran bahwa bukan rasio dan logika saja yang menjadi
landasan intelektual, melainkan juga inspirasi, kreativitas, moral, dan intuisi (Semiawan,
2007).
Dengan metode ilmiah sebagai paradigma, maka ilmu dibandingkan dengan berbagai
pengetahuan lainnya dapat dikatakan berkembang dengan sangat cepat. Salah satu faktor
yang mendorong perkembangan ini adalah faktor sosial dari komunikasi ilmiah di mana
penemuan individual segera dapat diketahui dan dikaji oleh anggota masyarakat ilmuwan
lainnya (Yuyun, 2005).
17
dan dimanfaatkan sebagai sarana atau alat dalam meningkatkan taraf hidup, dengan
memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, dan kelestarian/keseimbangan alam.
Edwards (1967) mengartikan aksiologi sebagai Value dan Valuation, ada dalam tiga
bentuk yakni :
a. Nilai, digunakan sebagai kata benda abstrak, dalam pengertian yang lebih sempit
berarti baik, menarik, dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas adalah
segala bentuk kewajiban, kebenaran, dan kesucian. Penggunaan nilai yang lebih luas,
merupakan kata benda asli untuk seluruh macam kritik atau predikat pro dan kontra.
Teori nilai atau aksiologi adalah bagian dari etika, sebagai alat untuk mencapai
beberapa tujuan, sebagai nilai instrumental atau menjadi baik atau sesuatu menjadi
menarik, sebagai nilai inheren atau kebaikan seperti estetis dari sebuah karya seni,
sebagai nilai intrinsic atau menjadi baik dalam dirinya sendiri, sebagai nilai
kontributor atau nilai yang merupakan pengalaman yang memberikan kontribusi.
b. Nilai, sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika berkata sebuah nilai atau nilai-
nilai, ia seringkali dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti
nilainya, sistem nilainya.
c. Nilai, juga digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai, dan
dinilai. Menilai umumnya sinonim dengan evaluasi ketika hal tersebut secara aktif
digunakan untuk menilai perbuatan.
Teori tentang nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
Makna etika dipakai dalam dua bentuk arti, pertama, etika merupakan suatu kumpulan
pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan-perbuatan manusia. Seperti ungkapan
“saya pernah belajar etika”. Makna kedua, merupakan suatu predikat yang dipakai untuk
membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan. Seperti ungkapan “ia bersifat etis atau ia seorang
yang jujur”.
Etika menilai perbuatan manusia, maka lebih tepat kalau dikatakan bahwa obyek
formal etika adalah norma-norma kesusilaan manusia, dan dapat dikatakan pula bahwa etika
mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik di dalam suatu
kondisi yang normatif, yaitu suatu kondisi yang melibatkan norma-norma. Sedangkan
estetika berkaitan dengan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh
manusia terhadap lingkungan dan fenomena disekelilingnya (Bakhtiar, 2013).
Sedangkan nilai dalam ilmu pengetahuan, seorang ilmuwan haruslah bebas dalam
menentukan topik penelitiannya, bebas dalam melakukan eksperimen-eksperimen.
18
Kebebasan inilah yang nantinya akan dapat mengukur kualitas kemampuannya. Ketika
seorang ilmuwan bekerja, dia hanya tertuju pada proses kerja ilmiahnya dan dengan tujuan
agar penelitiannya berhasil dengan baik. Bagi ilmuwan kegiatan ilmiahnya dengan
kebenaran ilmiah adalah yang sangat penting. Nampaknya netralitas ilmu terletak pada
epistemologisnya, artinya tanpa berpihak kepada siapapun, selain kepada kebenaran yang
nyata.
20
lebih lanjut menyatakan bahwa kebenaran merupakan korespondensi antara idé
dengna fakta, dan arti korespondensi menurut Dewey adalah kegunaan praktis.
d. Kebenaran Proposisi. Sesuatu kebenaran dapat diperoleh bila proposisi-
proposisinya benar dalam logika Aristoteles, proposisi benar adalah bila sesuai
dengan persyaratan formal suatu proposisi. Proposisi adalah suatu pernyataan
yang berisi banyak konsep kompleks.
21
Dalam studi Filsafat Ilmu, pandangan tentang suatu ‘kebenaran’ itu sangat
tergantung dari sudut pandang filosofis dan teoritis yang dijadikan pijakannya. Disamping
teori-teori kebenaran di atas ada lagi teori kebenaran yang paralel dengan teori pengetahuan
yang dibangunnya, yaitu:
1. Teori Kebenaran Sintaksis
Teori ini berkembang di antara para filsuf analisa bahasa, seperti Friederich
Schleiermacher. Menurut teori ini, ‘suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu
mengikuti aturan sintaksis (gramatika) yang baku’.
2. Teori Kebenaran Semantis
Menurut teori kebenaran semantik, suatu proposisi memiliki nilai benar ditinjau dari segi
arti atau makna. Apakah proposisi itu pangkal tumpuannya pengacu (referent) yang
jelas?. Jadi, memiliki arti maksudnya menunjuk pada referensi atau kenyataan, juga
memiliki arti yang bersifat definitif.
3. Teori Kebenaran Non- Deskripsi
Teori ini dikembangkan oleh penganut filsafat fungsionalisme. Jadi, menurut teori ini
suatu statemen atau pernyataan itu akan mempunyai nilai benar ditentukan (tergantung)
peran dan fungsi pernyataan itu (mempunyai fungsi yang amat praktis dalam kehidupan
sehari-hari).
4. Teori Kebenaran Logik
Teori ini dikembangkan oleh kaum positivistik. Menurut teori ini, bahwa problema
kebenaran hanya merupakan kekacauan bahasa saja dan hal ini akibatnya merupakan
suatu pemborosan, karena pada dasarnya apapun pernyataan yang hendak dibuktikan
kebenarannya memiliki derajat logik yang sama yang masing-masing saling
melingkupinya.
5. Agama sebagai teori Kebenaran
Manusia adalah makhluk pencari kebenaran, salah satu cara untuk menemukan suatu
kebenaran adalah melalui agama. Agama dengan karakteristiknya sendiri memberikan
jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia, baik tentang alam,
manusia maupun tentang Tuhan. Kalau teori kebenaran sebelumnya lebih
mengedepankan akal, budi, rasio, dan kondisi manusia, maka dalam teori ini lebih
mengedepankan wahyu yang bersumber dari Tuhan. Penalaran dalam mencapai ilmu
pengetahuan yang benar dengan berfikir setelah melakukan penyelidikan dan
pengalaman. Sedangkan manusia mencari dan menentukan kebenaran sesuatu dalam
agama dengan jalan mempertanyakan atau mencari jawaban tentang masalah asasi dari
22
atau kepada kitab suci, dengan demikian suatu hal itu dianggap benar apabila sesuai
dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak.
Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis masalah-
masalah moral. Etika merupakan salah satu cabang filsafat tertua. Setidaknya etika telah
menjadi pembahasan menarik sejak masa Socrates. Disitu dipersoalkan mengenai masalah
kebaikan, keutamaan, dan keadilan (Wibowo, 2009).
Etika keilmuan merupakan etika normatif yang merumuskan prinsip-prinsip etis yang
dapat dipertanggungjawabkan secara rasional dan dapat diterapkan dalam ilmu pengetahuan.
Tujuan etika keilmuan adalah agar seorang ilmuwan dapat menerapkan prinsip-prinsip moral,
antara yang baik dan menghindari yang buruk dari perilaku keilmuannya, sehingga ia dapat
menjadi ilmuwan yang mampu mempertanggung jawabkan perilaku ilmiahnya (Kattsoff,
1987). Bagi seorang ilmuwan apabila ada kritikan terhadap ilmu, ia harus berjiwa besar, bersifat
terbuka untuk menerima kritik dari masyarakat. Tugas seorang ilmuwan harus menjelaskan hasil
penelitiannya sejernih mungkin atas dasar rasionalitas dan metodologis yang tepat (Bakhtiar,
2013).
Di bidang etika, tanggung jawab seorang ilmuwan, bukan lagi memberi informasi
namun harus memberi contoh. Dia harus bersifat obyektif, terbuka, menerima kritik,
menerima pendapat orang lain, kukuh dalam pendirian yang dianggap benar, dan kalau berani
mengakui kesalahan. Semua sifat ini, merupakan implikasi etis dari proses penemuan
kebenaran secara ilmiah. Di tengah situasi di mana nilai mengalami kegoncangan maka
seorang ilmuwan harus tampil ke depan. Pengetahuan yang dimilikinya merupakan kekuatan
yang akan memberinya keberanian. Hal yang sama harus dilakukan pada masyarakat yang
sedang membangun, seorang ilmuwan harus bersikap sebagai seorang pendidik dengan
memberikan contoh yang baik (Yuyun, 2005).
Solusi bagi ilmu yang terikat dengan nilai-nilai adalah ilmu tersebut harus terbuka
pada konteksnya, dan agamalah yang menjadi konteksnya itu. Agama mengarahkan ilmu
pengetahuan pada tujuan hakikinya, yakni memahami realitas alam, dan memahami
eksistensi Tuhan, agar manusia menjadi sadar akan hakikat penciptaan dirinya, dan tidak
23
mengarahkan ilmu pengetahuan “melulu” pada kemudahan-kemudahan material duniawi
(Bakhtiar, 2013).
Etika termasuk kelompok praktis dan dibagi menjadi dua kelompok : yaitu etika
umum dan etika khusus. Etika merupakan suatu pemikiran praktis dan mendasar tentang
ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika berkaitan erat dengan pelbagai
masalah-masalah nilai karena etika pada pokoknya membicarakam masalah-masalah predikat
nilai "susila dan asusila", "baik dan buruk". Kualitas ini dinamakan kebajikan yang
dilawankan dengan kejahatan yang berarti sifat-sifat yang menunjukkan bahwa orang yang
memilikinya dikatakan orang yang tidak asusila. Sesungguhnya etika lebih banyak
bersangkutan dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungannya dengan tingkah
laku manusia. Masalah dasar bagi etika khusus adalah bagaimana seseorang harus bertindak
dalam bidang atau masalah tertentu, dan bidang itu perlu ditata agar mampu menunjang
pencapaian kebaikan hidup manusia sebagai manusia.
Menurut Magnis Suseno (1987) etika khusus dibagi menjadi dua yaitu etika
individual dan etika sosial, yang keduanya berkaitan dengan tingkah laku manusia sebagai
warga masyarakat. Etika Individual membahas kewajiban manusia terhadap diri sendiri
dalam kaitannya dengan kedudukan manusia sebagai warga masyarakat. Etika sosial
membahas tentang kewajiban manusia sebagai warga masyarakat atau umat manusia. Dalam
masalah ini etika individual tidak dapat dipisahkan dengan etika sosial, karena kewajiban
terhadap diri sendiri dan sebagai anggota masyarakat atau umat manusia saling berkaitan dan
tidak dapat dipisahkan, etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia lain baik
secara langsung maupun dalam bentuk kelembagaan. Etika khusus dan etika umum
mempunyai tanggung jawab kepada ilmu dan profesi yang disandangnya, dalam hal ini para
ilmuwan berorientasi pada rasa dasar akan tanggung jawab profesi dan tanggung jawab
sebagai ilmuwan yang melatar belakangi corak pemikiran ilmiah dan sikap ilmiahnya,
dewasa ini dalam penerapan ilmu dan teknologi orang yang beranggapan atau dipengaruhi
dalam keadaan tidak sadar. Dalam kehidupan manusia terdapat dua sikap yaitu: pertama,
sikap manusia mengembangankan ilmu dan teknologi untuk menguasai alam dan
menundukkan alam. Kedua, sikap manusia yang mendewakan alam. Dalam hal ini manusia
menyerah kepada struktur dan norma yang ada pada alam. Disamping etika keilmuan yang
berupa sikap ilmiah berlaku secara umum, pada kenyataanya masih ada etika keilmuan yang
secara spesifik berlaku bagi kelompok-kelompok ilmuwan tertentu. Misalnya etika
kedokteran, etika rekayasa, etika bisnis, etika politik dan sebagainya. Para pihak ilmuwan dan
24
teknologi harus mengerti implikasi-implikasi etika dan sosial yang melekat pada cara
pemanfaatan ilmu dan teknologi.
25
BAB 4
FILSAFAT ILMU KESEHATAN
DAN KEDOKTERAN GIGI
Ilmu Kesehatan Masyarakat adalah cabang Ilmu Kesehatan yang mempelajari
kondisi-kondisi dan kejadian-kejadian sehat dan sakit pada masyarakat (Subur Prayitno,
1997). Definisi Ilmu Kesehatan Masyarakat menurut Winslow adalah ilmu dan seni daripada
:
- Mencegah penyakit
- Memperpanjang masa hidup
- Meningkatkan kesehatan fisik dan mental dan efisiensi, melalui usaha masyarakat
yang terorganisir, untuk :
- Sanitasi lingkungan
- Mengendalikan penyakit menular
- Mendidik masyarakat dalam prinsip-prinsip kesehatan perorangan
- Pengorganisasian usaha pelayanan medis dan perawatan, dengan tujuan :
- Diagnosa awal penyakit
- Pengobatan pencegahan suatu penyakit
- Mengembangkan usaha-usaha masyarakat, guna mencapai tingkatan hidup
setinggi-tingginya agar masyarakat dapat memperbaiki dan memelihara
kesehatannya.
Menurut Winslow, Ilmu Kesehatan Masyarakat yaitu ilmu dan seni mencegah
penyakit, memperpanjang hidup, meningkatkan kesehatan fisik dan mental, dan efisiensi
melalui usaha masyarakat yang terorganisir untuk meningkatkan sanitasi lingkungan, kontrol
infeksi di masyarakat, pendidikan individu tentang kebersihan perorangan, pengorganisasian
pelayanan medis dan perawatan, untuk diagnosa dini, pencegahan penyakit dan
pengembangan aspek sosial yang akan mendukung agar setiap orang di masyarakat
mempunyai standar kehidupan yang kuat untuk menjaga kesehatannya (Subur Prayitno,
1997).
26
Falsafah keyakinan terhadap nilai-nilai yang menjadi pedoman untuk mencapai tujuan
dan dipakai sebagai pandangan hidup. Falsafah kesehatan masyarakat adalah sebagai berikut
(Subekti, 2005 dalam Annur, 2012) :
1. Pelayanan kesehatan terjangkau dan dapat diperoleh oleh semua orang dan merupakan
bagian integral dari upaya kesehatan.
2. Upaya promotif dan preventif adalah upaya tanpa mengabaikan upaya kuratif dan
rehabilitatif.
3. Pelayanan kesehatan yang diberikan pada klien yang berlangsung secara
berkelanjutan.
4. Perawat sebagai provider dan klien sebagai pelayanan kesehatan menjadi suatu
hubungan yang saling mendukung dan mempengaruhi perubahan pelayanan
kesehatan.
5. Pengembangan tenaga kesehatan masyarakat direncanakan dalam pelayanan
kesehatan secara berkesinambungan.
6. Individu dalam suatu masyarakat ikut bertanggung jawab atas kesehatannya.
Masyarakat juga harus ikut mendorong, mendidik dan berpartisipasi secara aktif
dalam pelayanan kesehatan mereka sendiri.
27
Menurut Anonimus (2012) ruang lingkup kesehatan masyarakat adalah :
1. Promotif, upaya promotif dilakukan untuk meningkatkan kesehatan individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat
2. Preventif, upaya preventif untuk mencegah terjadinya penyakit dan gangguan
kesehatan terhadap individu, keluarga kelompok dan masyarakat
3. Kuratif, upaya kuratif bertujuan untuk mengobati anggota keluarga yang sakit
atau masalah kesehatan
4. Rehabilitatif, upaya pemulihan terhadap pasien yang dirawat di rumah atau
kelompok-kelompok yang menderita penyakit tertentu seperti TBC, kusta dan
cacat fisik lainnya
5. Resosialitatif, adalah upaya untuk mengembalikan penderita ke masyarakat
yang karena penyakitnya dikucilkan oleh masyarakat seperti penderita AIDS,
kusta dan wanita tuna susila.
28
menjadi "yang ada" secara logis" atau "rasional". Dulu mitos adalah anggapan umum yang
dianggap benar berdasar kepercayaan tanpa pembuktian. Misalnya jaman dulu ada mitos
kejadian penyakit lepra, disebut sebagai kutukan Tuhan. Sekarang kepastian ini dapat dilihat
dengan mikroskop atau dengan metode lain dan berlaku universal. Misal : Lepra adalah
penyakit yang disebabkan M. Leprae (Ilmu Pengetahuan Ilmiah). Jadi penyakit lepra yang
dulu dianggap kutukan Tuhan, kini dapat dijelaskan sebagai berikut: Aspek ontologi lepra
adalah penyakit yang disebabkan oleh M. Leprae. Aspek epistemologi lepra adalah
penyakit yang disebabkan oleh M. Lepra (Why) dan menular dalam jangka lama (How).
Aspek aksiologi, lepra adalah penyakit yang perlu diobati dan untuk menjaga martabatnya
ditempatkan di leproseri (etis).
Kesehatan masyarakat menurut Winslow (1920 dalam Rudianzyah, 2012), Kesehatan
Masyarakat (Public Health) adalah ilmu dan seni mencegah penyakit, memperpanjang hidup
dan meningkatkan kesehatan melalui “Usaha-usaha Pengorganisasian Masyarakat” untuk :
Perbaikan sanitasi lingkungan, Pemberantasan penyakit-penyakit menular, Pendidikan untuk
kebersihan perorangan, Pengorganisasian pelayanan-pelayanan medis dan perawatan untuk
diagnosis dini dan pengobatan, Pengembangan rekayasa sosial untuk menjamin setiap orang
terpenuhi kebutuhan hidup yang layak dalam memelihara kesehatannya.
Disiplin ilmu yang mendasari ilmu kesehatan masyarakat antara lain, mencakup; Ilmu
biologi, Ilmu kedokteran, Ilmu kimia, Fisika, Ilmu Lingkungan, Sosiologi, Antropologi (ilmu
yang mempelajari budaya pada masyarakat), Psikologi, Ilmu pendidikan. Oleh karena itu
ilmu kesehatan masyarakat merupakan ilmu yang multidisiplin. Menurut Ikatan Dokter
Amerika (1948), kesehatan masyarakat adalah ilmu dan seni memelihara, melindungi dan
meningkatkan kesehatan masyarakat melalui usaha-usaha pengorganisasian masyarakat.
Rudianzyah (2012) menyebutkan tujuan umum kesehatan masyarakat adalah
meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat sehingga tercapai derajat kesehatan
yang optimal agar dapat menjalankan fungsi kehidupan sesuai dengan kapasitas yang mereka
miliki. Sedangkan tujuan khusus kesehatan masyarakat adalah :
1. Terpelihara dan meningkatnya status kesehatan keluarga;
2. Terpelihara dan meningkatnya status kesehatan komunitas.
3. Terpelihara dan meningkatnya status gizi masyarakat.
4. Terpelihara dan meningkatnya status kesehatan jiwa masyarakat.
5. Meningkatnya jumlah dan cakupan pemeliharaan kesehatan dengan pembiayaan pra
upaya.
29
Sesuai international standard yang dibuat oleh Leavel dan Clark (Rudianzyah, 2012)
ada lima tahap pencegahan penyakit dalam mewujudkan kesehatan masyarakat :
Pertama disebut Health Promotion atau promosi kesehatan. Promosi kesehatan ini
berisi ajakan untuk hidup sehat. Contohnya menyanyikan lagu “bangun tidur ku terus mandi”,
mengajak orang-orang desa agar mandi memakai sabun, mengajak anak-anak untuk gosok
gigi sebelum tidur, mengajak orang untuk tidak merokok, mengajak orang untuk membuang
sampah sembarangan, mengajak orang untuk memakai helm atau masker saat berkendaraan,
dan lain lain.
Kedua Health Prevention and Health protection atau pencegahan kesehatan dan
perlindungan kesehatan. Tahap ini merupakan penerapan dari praktek hidup sehat. Contohnya
penyemprotan got untuk membunuh nyamuk malaria, mandi pakai sabun, pakai masker dan
helm saat berkendaraan, tidak merokok.
Ketiga yaitu Medical Curration (early diagnose and prompt treathment) atau
Pengobatan (deteksi dini dan pengobatan cepat tepat). Tahap ini adalah penanganan jika telah
ditemukan penyakit atau indikasi penyakit. Contohnya adalah check up ke rumah sakit, pergi
ke dokter, pergi ke puskesmas.
Keempat adalah Disability Limitation atau pembatasan kecacatan. Tahap ini untuk
membatasi cacat atau penyakit yang sudah terlanjur menyerang atau menjangkiti seseorang.
Contohnya kontrol ke rumah sakit, dokter mengunjungi pasien untuk menanyakan atau
memeriksa keadaan pasien pasca pengobatan.
Terakhir yaitu Health Rehabilitation atau pemulihan kembali. Tujuan dari rehabilitasi
ini adalah untuk mengajari pasien kembali ke masyarakat. Contohnya Rehabilitasi pecandu
narkoba, rehabilitasi penderita kusta, rehabilitasi penderita PEKAT (penyakit masyarakat).
Menurut Hendrick L. Blumm (Rudianzyah, 2012), terdapat 4 faktor yang
mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, yaitu faktor :
1. Perilaku/ Gaya hidup, Gaya hidup individu/masyarakat sangat mempengaruhi derajat
kesehatan. Contohnya : dalam masyarakat yang mengalami transisi dari masyarakat
tradisional menuju masyarakat modern, akan terjadi perubahan gaya hidup pada
masyarakat tersebut yang akan mempengaruhi derajat kesehatan
2. Lingkungan, meliputi lingkungan fisik (baik natural atau buatan manusia), dan
sosiokultur (ekonomi, pendidikan, pekerjaan dan lain lain). Pada lingkungan fisik,
kesehatan akan dipengaruhi oleh kualitas sanitasi lingkungan dimana manusia itu
berada.
3. Keturunan
30
4. Pelayanan Kesehatan.
33
4.2 Keterkaitan Ilmu Logika dengan Ilmu Kesehatan
Masuku (2011) menyebutkan bahwa ada dua cara pokok mendapatkan pengetahuan
dengan benar. Pertama, mendasarkan diri dengan rasio (logika). Kedua, mendasarkan diri
dengan pengalaman. Kaum rasionalis mengembangkan rasionalisme, dan pengalaman
mengembangkan empirisme. Kaum rasionalis mengembangkan metode deduktif dalam
menyusun pengetahuannya. Premis yang dipakai dari ide yang dianggapnya jelas dan dapat
diterima. Ide ini menurut mereka bukan ciptaan pikiran manusia. Prinsip itu sudah ada, jauh
sebelum manusia memikirkannya (idealisme). Sedangkan, kaum empiris menyatakan
sebaliknya, bahwa pengalaman diperoleh dari pengalaman yang konkret, bukan hasil
pemikiran yang abstrak.
Dengan adanya filsafat yang menjadi landasan dan cara berpikir logis yang digunakan
untuk menemukan kebenaran ilmiah tersebut, maka dapat dihasilkan sebuah ilmu
pengetahuan. Salah satunya adalah yang dikenal dengan ilmu kesehatan masyarakat. Ilmu
kesehatan masyarakat merupakan pengetahuan ilmiah yang juga cabang dari filsafat teoritis.
Ilmu kesehatan masyarakat diantaranya adalah upaya-upaya untuk mengatasi masalah-
masalah sanitasi yang mengganggu kesehatan. Dengan kata lain, kesehatan masyarakat
adalah sama dengan sanitasi. Upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan sanitasi
lingkungan adalah merupakan kegiatan kesehatan masyarakat. Pada awal abad ke-19,
kesehatan masyarakat sudah berkembang dengan baik dan diartikan sebagai suatu upaya
integrasi antara ilmu sanitasi dengan ilmu kedokteran. Sedangkan ilmu kedokteran itu sendiri
merupakan integrasi antara ilmu biologi dan ilmu sosial.
Dalam perkembangan selanjutnya, kesehatan masyarakat diartikan sebagai aplikasi
dan kegiatan terpadu antara sanitasi dan pengobatan (kedokteran) dalam mencegah penyakit
yang melanda penduduk atau masyarakat. Oleh karena masyarakat sebagai objek penerapan
ilmu kedokteran dan sanitasi mempunyai aspek sosial ekonomi dan budaya yang sangat
kompleks, akhirnya kesehatan masyarakat diartikan sebagai aplikasi keterpaduan antara ilmu
kedokteran, sanitasi, dan ilmu sosial dalam mencegah penyakit yang terjadi di masyarakat.
Dari pengalaman-pengalaman praktek kesehatan masyarakat yang telah berjalan
sampai pada awal abad ke-20, Winslow (1920) akhirnya membuat batasan kesehatan
masyarakat yang sampai sekarang masih relevan. Kesehatan masyarakat (public health)
adalah ilmu dan seni mencegah penyakit, memperpanjang hidup dan meningkatkan kesehatan
melalui usaha-usaha pengorganisasian masyarakat untuk : perbaikan sanitasi lingkungan;
pemberantasan penyakit-penyakit menular; pendidikan untuk kebersihan perorangan;
pengorganisasian pelayanan-pelayanan medis dan perawatan untuk diagnosis dini dan
34
pengobatan; pengembangan rekayasa sosial untuk menjamin setiap orang terpenuhi
kebutuhan hidup yang layak dalam memelihara kesehatannya.
Dari batasan tersebut tersirat bahwa kesehatan masyarakat adalah kombinasi antara
teori (ilmu) dan praktek (seni) yang bertujuan untuk mencegah penyakit, memperpanjang
hidup dan meningkatkan kesehatan penduduk (masyarakat). Ketiga tujuan tersebut sudah
barang tentu saling berkaitan dan mempunyai pengertian yang luas.
Filsafat merupakan pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat
segala yang ada, sebab asal dan hukumnya. Filsafat menjadi sebuah proses berpikir kritis,
yang meliputi usaha secara aktif, sistematis, dan mengikuti prinsip-prinsip logika untuk
mengerti dan mengevaluasi suatu informasi dengan tujuan menentukan apakah informasi itu
diterima atau ditolak. Untuk dapat diterima, maka informasi tersebut harus memiliki nilai-
nilai kebenaran. Suatu informasi yang telah sesuai dengan teori kebenaran tersebut barulah
dapat dikatakan sebagai sebuah pengetahuan. Salah satunya adalah Ilmu Kesehatan
Masyarakat yang merupakan perpaduan antara teori dan praktek yang bertujuan untuk
mencegah penyakit, memperpanjang hidup dan meningkatkan kesehatan masyarakat.
Ilmu logika digunakan dalam riset epidemiologi, kedokteran, dan kesehatan, untuk
merumuskan hipotesis, membangun teori, maupun mengembangkan pengetahuan umumnya.
Sains baik epidemiologi, kedokteran, dan kesehatan, adalah ilmu terapan. Sains tidak
dimaksudkan sebagai “menara gading” yang tidak berguna untuk perbaikan status kesehatan
masyarakat. Jadi sains tidak hanya membutuhkan cara berpikir logis dan runtut, tetapi juga
seni dan kreativitas dalam penarikan kesimpulan (Fadhillah, 2005).
Sistem Upaya Pelayanan Kesehatan Dasar menurut Deklarasi Alma Ata (1978) :
39
1. Kesehatan adalah keadaan sempurna dalam aspek fisik, mental dan sosial serta bebas dari
penyakit atau kecacatan merupakan hak azasi manusia yang fundamental
2. Ketidakseimbangan status kesehatan antara negara dan antar daerah dalam suatu negara
diakui dan disadari oleh semua negara
3. Pemerintah bertanggungjawab atas kesehatan masyarakatnya dan masyarakat berhak dan
terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaanya
4. Agar dalam tahun 2000 status kesehatan masyarakat di setiap negara memungkinkan
setiap penduduk hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
2. Faktor Eksternal
a. Praktek di keluarga, cara bagaimana keluarga menggunakan pelayanan kesehatan biasanya
mempengaruhi cara individu dalam melaksanakan kesehatannya
b. Faktor sosioekonomi, faktor sosial dan psikososial dapat meningkatkan risiko terjadinya
penyakit dan mempengaruhi cara seseorang mendefinisikan dan bereaksi terhadap
penyakitnya.
c. Latar belakang budaya, mempengaruhi keyakinan, nilai dan kebiasaan individu, termasuk
sistem pelayanan kesehatan dan cara pelaksanaan kesehatan pribadi.
41
pengembangan aspek sosial yang akan mendukung agar setiap orang di masyarakat
mempunyai standar kehidupan yang kuat untuk menjaga kesehatannya (Anonimus, 2007).
Sesuai pendapat The Liang Gie (2012) tentang definisi Filsafat Ilmu, maka dapat
didefinisikan bahwa Filsafat Ilmu Kesehatan Masyarakat adalah segenap pemikiran yang
reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan Ilmu
Kesehatan Masyarakat maupun hubungan Ilmu Kesehatan Masyarakat dengan segala segi
dari kehidupan manusia. Kemudian ditegaskan oleh Sidi Gazalba (dalam Bakhtiar, 2013)
bahwa berfilsafat adalah mencari kebenaran dari kebenaran untuk kebenaran, tetang segala
sesuatu yang dimasalahkan, dengan berfikir radikal, sistematik dan universal. Filsafat Ilmu
Pengetahuan membahas sebab musabab pengetahuan dan menggali tentang kebenaran,
kepastian, dan tahap-tahapannya, objektivitas, abstraksi, instuisi, dan juga pertanyaan
mengenai “darimana asalnya dan kemana arah pengetahuan itu ? (Syahriartato, 2013).
Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kegunaan
Filsafat dalam Ilmu Kesehatan dan Kedokteran Gigi adalah sebagai suatu tindakan yang
dilakukan untuk mencari, meninjau, mengamati dan menyelidiki setiap masalah ataupun
kejadian yang terjadi di masyarakat yang termasuk dalam ruang lingkup kesehatan dan
kedokteran gigi. Masalah tersebut diselidiki secara sistematis dengan lebih dalam untuk
mendapatkan kebenaran, solusi ataupun pencegahannya. Selain itu, dengan berfilsafat juga
dapat berpikir dengan lebih logis dan radikal sehingga setiap ide dan tindakan yang diperbuat
dapat lebih terarah dan bermanfaat baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Contohnya
dalam ruang lingkup kesehatan masyarakat yaitu kesehatan lingkungan. Jika suatu daerah
memiliki lingkungan yang udaranya tercemar maka kita akan menyelidiki apa penyebab
udara di daerah tersebut tercemar, akibat yang ditimbulkannya, dampak baik secara langsung
maupun tidak langsung serta solusi atau tindakan yang dilakukan untuk meminimalisir
pencemaran udara dan bahkan menghilangkannya. Semua hal tersebut dapat dilakukan
dengan berfilsafat.
Menurut Anonimus (2012) manfaat Filsafat Ilmu bagi calon ahli kesehatan
masyarakat secara umum adalah :
a) Dapat melihat kebenaran di antara kebenaran yang lain
b) Dapat memadukan antara ilmu, pengetahuan, logika, rasa dan sebagainya dalam
menjawab suatu fenomena.
Maka manfaat filsafat ilmu bagi calon ahli kesehatan masyarakat secara khusus adalah :
a) Membantu memandang suatu fenomena kesehatan masyarakat secara menyeluruh dan
mendasar, sehingga dapat dilihat suatu kebenaran di antara kebenaran yang lain.
42
b) Membantu calon ahli kesehatan masyarakat berfikir secara luas dan dari berbagai sudut
pandang disiplin ilmu.
c) Membantu calon ahli kesehatan masyarakat untuk berfikir secara kritis dalam menghadapi
fenomena yang terjadi di masyarakat.
d) Membantu calon ahli kesehatan masyarakat untuk mengembangkan ilmunya karena ilmu
sifatnya bukan merupakan kebenaran yang hakiki, tidak stagnan dan terus berkembang.
Purba (2013) menyebutkan bahwa Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat adalah cabang
ilmu kedokteran yang mempelajari tentang cara mempertahankan kesehatan gigi manusia dan
mengembalikan gigi manusia pada keadaan sehat dengan memberikan pengobatan pada
penyakit dan cedera. Kemudian disebutkan bahwa dokter (dari bahasa Latin, yang berarti
“guru”) adalah seseorang yang karena keilmuannya berusaha menyembuhkan orang-orang
yang sakit. Tidak semua orang yang menyembuhkan penyakit bisa disebut dokter. Untuk
menjadi dokter biasanya diperlukan pendidikan dan pelatihan khusus dan mempunyai gelar
dalam bidang kedokteran. Kata kedokteran berhubungan dengan penyembuhan. Hakekat
dari profesi dokter gigi adalah bisikan hati nurani dan panggilan jiwa untuk mengabdikan
diri pada semuanya, berlandaskan moralitas, kejujuran, keadilan, empati keikhlasan, dan
kepedulian sesama manusia. Dokter gigi merupakan profesi yang mempunyai kedudukan
tinggi di masyarakat. Filosofi tersebut di masyarakat modern masih terlihat keberadaan
dokter sebagai profesi yang mulia dan terhormat di jajaran sosialnya.
Tugas dokter gigi sesuai filosofinya adalah menjaga kesehatan serta mencegah
penyakit lebih penting daripada sekedar menyembuhkan penyakit dengan cara perpikir yang
sistimatis yakni menjaga kualitas hidup pasien, menyembuhkan pasien, mengurangi dan
menghilangkan penderitaan pasien. Berkenaan dengan ini Ilmu Gizi menjadi sangat penting
dalam mendukung Ilmu Kedokteran Gigi, merupakan akar tunggang utama dan paling dekat
dengan Ilmu Kedokteran Gigi, seperti tergambar dalam Gambar 4.1. berikut.
43
Gambar 4.1 Pohon Ilmu Kedokteran Gigi (Anonimus, 2017).
44
Dokter gigi juga menasehati penderita, bagaimana caranya untuk mencegah
timbulnya penyakit, mempertahankan dan meningkatkan kesehatan. Dokter gigi
harus meyakinkan pasien, bahwa mempertahankan kesehatan hanya mungkin dengan
usaha sendiri, dan adanya kesediaan dan kemampuan melakukan usaha-usaha yang
diperlukan (Purba, 2013).
Sifat yang penting dari seorang dokter adalah adanya belas kasihan dan cinta
sesama manusia, hanya orang yang baik dapat menjadi dokter yang baik. Dasar dari
medicine adalah simpati dan keinginan untuk menolong orang lain, dan apapun yang
dilakukan dengan tujuan ini harus disebut medicine.
Seorang dokter harus dapat dengan tenang dan kritis melakukan pekerjaannya, dan
harus mempunyai kepercayaan kepada diri sendiri. Dokter harus tangkas, harus mempunyai
kepribadian yang kuat, sehingga dapat melakukan pekerjaan di dalam keadaan yang serba
sulit.
45
BAB 5
TANTANGAN KEILMUAN DI MASA
DEPAN
46
teknologi harus didukung oleh Filsafat Ilmu agar bermanfaat bagi kehidupan bersama, bukan
hanya bersama sesama umat manusia, tetapi juga sesama makhluk ciptaan Tuhan.
Satu sisi ilmu berkembang dengan pesat, di sisi lain, timbul kekhawatiran yang sangat
besar terhadap perkembangan ilmu, karena tidak ada satu orangpun atau lembaga yang
memiliki otoritas untuk menghambat implikasi negatif dari ilmu. Naisbitt (2002)
menyebutkan bahwa era informasi menimbulkan gejala mabuk teknologi, yang ditandai
dengan beberapa indikator, yaitu : (1) Masyarakat lebih menyukai penyelesaian masalah
secara kilat, dari masalah agama sampai masalah gizi, (2) Masyarakat takut dan sekaligus
memuja teknologi, (3) Masyarakat mengaburkan perbedaan antara yang nyata dengan yang
semu, (4) Masyarakat menerima kekerasan sebagai sesuatu yang wajar, (5) Masyarakat
mencintai teknologi dalam bentuk mainan, (6) Masyarakat menjalani kehidupan yang
berjarak dan terenggut.
Ilmu dan teknologi semakin kehilangan rohnya yang fundamental, yang membuat
manusia tanpa sadar semakin menjadi budak ilmu dan teknologi. Karena itu Filsafat Ilmu
berusaha mengembalikan roh dan tujuan luhur ilmu agar ilmu tidak menjadi bumerang bagi
kehidupan manusia. Filsafat Ilmu mempertegaskan bahwa ilmu dan teknologi adalah
instrumen bukan tujuan. Dalam masyarakat beragama, ilmu adalah bagian yang tidak
terpisahkan dari nilai-nilai ketuhanan karena sumber ilmu yang hakiki adalah dari Tuhan,
manusia hanya menemukan sumber itu dan kemudian merekayasanya untuk kemudian
dijadikan instrument kehidupan, sehingga manusia tidak hanya bertanggung jawab kepada
sesama manusia, tetapi juga kepada Penciptanya. Perlu kejelian dan kecerdasan
memperhatikan sisi kebebasan dalam ilmu dan sistem nilai dalam agama agar keduanya tidak
saling bertolak belakang. Sehingga perlu rumusan yang jelas tentang ilmu secara filosofis
dan akademik serta agama agar ilmu dan teknologi tidak menjadi bagian yang lepas dari
nilai-nilai agama dan kemanusiaan, serta lingkungan (Bakhtiar, 2013).
Karakteristik agama dan ilmu memiliki persamaan, yakni sama-sama bertujuan
memberi ketenangan dan kemudahan bagi manusia. Tetapi agama lebih mengedepankan
moralitas dan menjaga tradisi yang sudah mapan (ritual), cenderung eksklusif, dan subyektif.
Sementara ilmu selalu mencari yang baru, tidak terlalu terikat dengan etika, progresif,
bersifat inklusif, dan obyektif. Karakteristik agama dan ilmu tidak selalu harus dilihat dalam
konteks yang berseberangan, tetapi juga perlu dipikirkan bagaimana keduanya bersinergi
dalam membantu kehidupan manusia yang lebih layak (Bakhtiar, 2013; Rahmat et al., 2013).
47
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana, NM. 2012. Bhuana Agung dan Bhuana Alit. Taman Dharma.
Blogspot.com/2012/07 Diakses 29 Juni 2015.
Aholiab Wathloly. 2001. Tanggung Jawab Pengetahuan. Kanisius. Yogyakarta.
Anonimus. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. FKM UI. Jakarta.
Anonimus.2012.Filsafat Ilmu Kesehatan Masyarakat.
http://diachs-an-nur.blogspot.co.id/2012/05/Filsafat-ekonomi-kedokteran-danhtml.
Diakses 29 Juni 2015
Bakhtiar. 2013. Filsafat Ilmu. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Edwards, P. 1967. The Encyclopedia of Philosohpy. Collier Macmillan Publisher. New
York.
Endang, SA. 1987. Ilmu Filsafat dan Agama. Bina Ilmu. Surabaya.
Fadhillah, S. (2005). Kaitan Filsafat Ilmu dan ilmu Logika serta Ilmu Kesehatan Masyarakat.
http://dillah.co.id/2005/06/kait-ilmu-filsafat--dan-ilmu-logika
Feibleman, LJK. 1976. Dictinary Philosohpy. Totowa New Jersay: Little Adam & Co.
Govindan,M. 2001. Babaji. Protona Findo Universal. Jakarta.
Jendra,IW dan G Arsa Dana. 2007. Makanan Satwik dan Kesehatan. Paramita. Surabaya.
Kattsoff, L.O. (1987). Element Of Philosophy. New York: The Ronald.
Kertajaya. 2013. Bhuana Agung. http://kk.wordpress.com/2013/bhuana-agung. Diakses 29
Juni 2015.
Masuku, D. 2011. Keterkaitan Ilmu Logika dengan Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Dahnarmasuku.co.id/2011/filsafat dan logika
Maswinara, IW. 2007. Awet Muda dan Pajang Umur dengan Ayurveda. Paramita.
Surabaya.
Mediawiki. 2015. Brahman. http://id.wikipedia.org/wiki/brahman. Diakses 29 juni 2015.
Naisbitt, J. 2002. High Technology High Touch. Pustaka Mizan. Jakarta.
Nala,IGN. 1993. Usada Bali. Upada Sastra. Denpasar.
Notoatmodjo, Soekidjo.2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat ; Prinsip-prinsip Dasar Ilmu
Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Mubarak, W I. 2012. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Salemba Medika.
Rahmat, A., C. Semiawan, D. Nomida, I. Arianto, Kinayanti, J., Martini, J., Nadiroh, Nusa,
P., Sabarti, A. 2013. Filsafat Ilmu Lanjutan. Kencana Prenada Media Group.
Jakarta.
Ravertz. J. R. 1982. The Philosophy Of Science. England : Oxford University.
Semiawan, D. 2007. Landasan Pembelajaran dalam Perkembangan Manusia. Pusat
Pengembangan Kemampuan Manusia. Jakarta.
Subur Prayitno. 1997. Dasar-Dasar Administrasi Kesehatan Masyarakat. Airlangga
University Press. Surabaya.
Sudarminta, J. 2002. Epistemologi Dasar. Pustaka Filsafat. Yogyakarta.
Surajiyo. 2005. Ilmu Filsafat. Jakarta : Bumi Aksara.
Syahriartato. 2013. Filsafat Ilmu Kesehatan Masyarakat. http://syahriartato.wordpress.com
(Diakses 9 Juli 2015).
Tantera Keramas, DM. 2008. Filsafat Ilmu. Paramita. Surabaya.
The Liang Gie. (2012). Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Liberty.
Wibowo. 2009. Aksiologi, Nilai dan Etika. http://wibowo.blogspot.com/2009/01/aksiologi-
nilai-dan-etika.htm.
48
Yadnya. IGAD. 2005. Berorientasi pada Konsep Tri Semaya. http://www.balipost.co.id
Yuyun, S.S. 2005. Filsafat Ilmu. Jakarta : Mulia sari.
Yuyun, SS. 1984. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer. Jakarta. Sinar Harapan.
49
.
50
51
52