Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebudayaan manusia dewasa ini ditandai dengan perkembangan ilmu


pengetahuan dan perkembangan teknologi yang teramat cepat. Perkembangan
tersebut tidak dapat dilepaskan dari peran dan pengaruh pemikiran filsafat
Barat. Filsafat Barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke-6 SM.
Filsafat muncul ketika orang-orang mulai memikirkan dan berdiskusi akan
keadaan alam, dunia dan lingkungan di sekitar mereka serta tidak
menggantungkan diri kepada agama untuk mencari jawaban atas pertanyaan.

Ilmu pengetahuan dan filsafat memang merupakan satu kesatuan yang


tidak bisa dibedakan antara satu dengan yang lain. Artinya filsafat adalah
bentuk awal dari ilmu pengetahuan, karena ditandai juga oleh kerja pikiran
yang membedakannya dengan kepercayaan Yunani Kuno yang cenderung
lebih membesarkan mitos (mitilogafi) sebagai bentuk kepercayaan masyarakat
pada saat itu. Keduanya berpijak pada kemampuan akal yang memikirkan
berbagai keadaan, maka terlihatlah perbedaan antara keduanya. Filsafat hanya
berada pada cakrawala pemikiran, sedangkan ilmu pengetahuan yang berada
dalam pengkajian sehingga menemukan bentuk berbeda dari bentuk aslinya.

Pada abad pertengahan terjadi pergeseran paradigma. Filsafat pada


zaman ini identik dengan agama, artinya pemikiran filsafat satu kesatuan
dengan agama (dogma gereja). Renaissance pada abad ke-15 dan Aufklaerung
pada abad ke-18 membawa perubahan pandangan terhadap filsafat, yaitu
filsafat memisahkan diri dari agama. Orang mulai bebas mengeluarkan
pendapatnya tanpa takut dihukum gereja. Sebagai kelanjutan dari zaman
renaissance, filsafat pada zaman modern tetap sekuler namun sekarang filsafat
ditinggalkan oleh ilmu pengetahuan. Artinya, ilmu pengetahuan berdiri sendiri
dan terpecah menjadi berbagai cabang yang berkembang dengan sangat cepat.

1
Untuk memudahkan memahami perkembangan ilmu di Barat perlu
dibuat sebuah periodesasi. Periodesasi ini didasarkan atas ciri pemikiran yang
dominan pada waktu itu. Periodesasi tersebut dikelompokkan menjadi empat
bagian, yaitu: Pertama, Zaman Yunani Kuno yang corak filsafatnya
kosmosentris. Para filosof pada masa ini mempertanyakan asal-usul alam
semesta dan jagad raya. Kedua, Zaman Abad Pertengahan dengan corak
filsafatnya yang teosentris. Para filosof pada masa ini memakai pemikiran
untuk memperkuat dogma-dogma gereja. Ketiga, Zaman Abad Modern
dengan corak antroposentris. Para filosof pada zaman ini memusatkan analisis
filsafatnya pada manusia. Keempat, Zaman Kontemporer dengan corak
logosentris yang artinya teks menjadi suatu tema sentral diskursus para filosof.

Untuk memahami lebih lanjut tentang latar belakang kelahiran, ciri-ciri


pemikiran dan tokoh-tokoh filosof pada masing-masing periodesasi tersebut,
maka penulis akan menjelaskan lebih detail dalam pembahasan makalah ini.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah ditujukan untuk merumuskan permasalahan yang di bahas


dalam pembahasan makalah ini. Rumusan masalah yang akan dibahas adalah:

1. Bagaimana sejarah perkembangan ilmu pengetahuan?


2. Bagaimana perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Barat?
3. Bagaimana perkembangan teori-teori tentang kebenaran ilmu?

C. Tujuan Pembahasan

Tujuan penulisan makalah ditujukan untuk mencari tujuan dibahasnya


pembahasan rumusan masalah dalam makalah. Tujuan penulisannya adalah:

1. Mengetahui sejarah perkembangan ilmu pengetahuan.


2. Mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Barat.
3. Mengetahui perkembangan teori-teori tentang kebenaran ilmu.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Ilmu dan Pengetahuan


1. Pengertian Ilmu dan Pengetahuan

Menurut Suhartono (2008) secara terminologis ilmu dan science punya


pengertian yang sama, yaitu pengetahuan. Ilmu berasal dari bahasa Arab,
alima, yang berarti tahu. Sementara dari bahasa Latin, berasal dari kata scio,
scire yang artinya tahu. Ilmu adalah akumulasi pengetahuan yang sistematis,
suatu pendekatan seluruh dunia empiris, yaitu dunia yang terikat oleh faktor
ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh pancaindra.1

Pengetahuan yaitu suatu istilah yang digunakan untuk menuturkan


apabila seseorang mengenal tentang sesuatu. Suatu hal yang menjadi
pengetahuannya yaitu selalu terdiri atas unsur yang mengetahui dan diketahui
serta kesadaran mengenai hal yang ingin diketahuinya itu. Oleh karena itu,
pengetahuan selalu menuntut adanya subjek yang mempunyai kesadaran untuk
mengetahui tentang sesuatu objek dan objek yang merupakan sesuatu yang
dihadapinya sebagai hal yang ingin diketahuinya. Jadi, bisa dikatakan
pengetahuan yaitu hasil tahu manusia terhadap sesuatu perbuatan manusia
untuk memahami suatu objek yang dihadapinya ataupun hasil usaha manusia.2

Ilmu dan pengetahuan berkaitan erat dengan penalaran manusia, yang


mana kemampuan penalaran menyebabkan manusia mampu mengembangkan
pengetahuan yang merupakan rahasia kekuatan manusia. Hakikat penalaran
merupakan proses berpikir dalam menarik kesimpulan berupa pengetahuan.
Sebagai kegiatan berpikir, maka penalaran mempunyai ciri-ciri, yaitu:
Pertama, menggunakan logika, yaitu suatu pola berpikir secara luas dengan
pola yang bersifat jamak (plural) dan bukan tunggal (singular). Kedua,
analitis. Ciri penalaran yaitu bersifat analitis proses berpikir. Berpikir yang
menyandarkan kepada analisis dan kerangka berpikir untuk tujuan analisisnya.

1
Zainil Abidin, Pengantar Filsafat Barat (Jakarta: Raja Grafindo, 2011) hal 35.
2
Budi Hardiman, Filsafat untuk Para Profesional (Jakarta: Kompas, 2015) hal 25.

3
2. Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Menurut Preus (2007), ilmu merupakan pengetahuan yang mencoba


menafsirkan alam ini sebagaimana adanya. Karena itu kita tidak bisa
melepaskan diri dari masalah yang ada di dalamnya dan mau tidak mau
masalah itu akan muncul dalam setiap penjelajahan ilmiah. Ilmu pengetahuan
sangat diperlukan untuk mengarungi kehidupan yang lebih bermanfaat dan
berguna bagi masa-masa selanjutnya. Dalam hal ini filsafat ilmu merupakan
salah satu konsep yang sulit dipahami. Karena pada awalnya ilmu berkembang
dari filsafat. Sehingga sering dinyatakan bahwa filsafat merupakan induk atau
ibu dari semua ilmu (mater scientiarum). Objek material filsafat juga bersifat
umum, yaitu seluruh kenyataan yang ada, sementara ilmu membutuhkan objek
yang bersifat khusus. Hal ini menyebabkan berpisahnya ilmu dari filsafat itu.3

Meskipun pada perkembangannya masing-masing ilmu memisahkan


diri dari filsafat, ini tidak berarti hubungan filsafat dengan ilmu khusus
menjadi terputus. Dengan ciri kekhususan yang dimiliki setiap ilmu, hal ini
menimbulkan batas-batas yang tegas di antara masing-masing ilmu. Dengan
kata lain, tidak ada bidang pengetahuan yang menjadi penghubung ilmu-ilmu
yang terpisah. Di sinilah filsafat berusaha untuk menyatupadukan masing-
masing ilmu. Tugas filsafat yaitu mengatasi spesialisasi dan merumuskan
pandangan hidup yang didasarkan atas pengalaman kemanusiaan yang luas.

Surajiyo mengatakan, perkembangan ilmu pengetahuan hingga sampai


sekarang tidaklah berlangsung secara mendadak tetapi melalui proses bertahap
dan evolutif. Karenanya, untuk memahami sejarah perkembangan ilmu
pengetahuan harus melakukan klasifikasi secara periodik. Ilmu hanya
merupakan salah satu pengetahuan dari sekian banyak pengetahuan yang
mencoba menelaah kehidupan dalam batas ontologis tertentu. Penetapan
lingkup batas penelaahan keilmuan yang bersifat empiris ini konsisten dengan
asas epystemologi keilmuan yang mensyaratkan adanya verifikasi empiris
dalam proses penemuan dan penyusunan yang bersifat benar secara ilmiah.4

3
Zainal Abidin, Pengantar Filsafat Barat (Jakarta: Raja Grafindo, 2011) hal 40.
4
Bertens, Filsafat Barat pada Abad XX (Jakarta: PT Gramedia, 1983) hal 25-26.

4
3. Dasar-dasar Ilmu Pengetahuan

Fuad dan Hamid, mengatakan ada tiga dasar ilmu yaitu ontologi,
epistemologi dan aksiologi. Oleh Jujun Suriasumantri, dijelaskan bahwa
landasan ontologis membicarakan mengenai objek apa yamg ditelaah ilmu?
Bagaimana wujud yang hakiki dari wujud itu? Bagaimana hubungan antara
objek tadi dan daya tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan?
Ontologi berarti ajaran mengenai yang ada atau segala sesuatu yang ada.
Dengan kata lain, tema ontologi yaitu tema yang membahas masalah
keberadaan tentang sesuatu, misalnya makhluk hidup dan alam semesta yang
semuanya merupakan suatu keberadaan yang dapat dibedakan secara empiris.5

Sisi lain terdapat keberadaan sesuatu yang tidak bisa ditangkap dan
hadir secara empiris atau konkret, yaitu metafisika. Metafisika (meta berarti di
belakang, fisika berarti sesuatu yang konkret), yaitu sebagai sesuatu yang
mengkaji tentang berbagai hal seperti gagasan, ide ataupun konsep. Gagasan
atau konsep itu semacam prinsip yang muncul atas dasar penalaran manusia.
Prinsip itu sendiri memang tidak dapat dibuktikan secara empiris, tetapi orang
akan mengenal prinsip itu apabila diaktualisasikan melalui suatu tulisan.
Sebagai contoh, gagasan Einstein tidak akan dikenal luas oleh masyarakat
ilmuwan apabila Einstein tidak membuktikan gagasannya tanpa menuliskan
gagasannya itu melalui berbagai penelitiannya secara trial eror (uji coba).6

Selanjutnya, landasan epistemologis membahas bagaimana proses


yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana
prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar mendapatkan
pengetahuan yang benar? Adakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang
membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? Dengan
kata lain, epistemologi tema yang mengkaji tentang pengetahuan (episteme).

Dalam pembahasan tentang epistemologi (pengetahuan), dibahas


berbagai hal seperti batas pengetahuan, sumber pengetahuan serta kriteria
tentang kebenaran. Batas pengetahuan yaitu pengalaman manusia dalam

5
Bakhtiar Amsal, Filsafat Ilmu (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007) hal 39.
6
Ermi Suharti, Pengantar Filsafat Ilmu (Yogyakarta: Prajna Media, 2003) hal 49.

5
mengkaji sesuatu yang menjadi minat penelitiannya. Oleh karena itulah setiap
ilmu pengetahuan, misalnya ilmu kedokteran dengan psikologi sangat berbeda
karena masing-masing ilmu memiliki ruang lingkup tersendiri. Ilmu
kedokteran membahas kesehatan manusia berkaitan dengan penyakit tertentu,
sedang psikologi sendiri membahas perilaku manusia dari aspek kejiwaannya.

Berikutnya, landasan aksiologis membahas pertanyaan untuk apa


pengetahuan yang berupa ilmu itu digunakan? Bagaimana kaitan antara cara
penggunaan tersebut dan kaidah-kaidah moral? Bagaimana kaitan antara
teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan
norma-norma moral dan profesional? Jadi, aksiologi membahas tentang
masalah nilai atau norma yang berlaku pada kehidupan manusia. Nilai
diartikan sebagai penilaian tentang apa yang telah dilakukan oleh manusia
kaitannya dengan relasi manusia, baik atau buruknya tindakan manusia.7

B. Perkembangan Ilmu di Dunia Barat


1. Zaman Yunani Kuno (Abad 6 SM – 6 M)

Kelahiran pemikiran filsafat Barat diawali pada abad ke-6 SM yang


ditandai dengan runtuhnya mitos dan dongeng-dongeng yang selama ini
menjadi pembenaran terhadap setiap gejala alam. Manusia sudah mulai
meninggalkan mitos-mitos yang bersifat irasional menuju pada pemikiran
yang rasional atau dalam bahasa lain disebut zaman peralihan dari mitos ke
logos. Sebelum masa itu sering diceritakan bahwa alam semesta dan kejadian
di dalamnya terjadi berkat kuasa gaib adikodrati atau dari para dewa-dewi.8

Persoalan filsafat yang diajukan pada zaman ini adalah tentang


keberadaan alam semesta, termasuk apa yang menjadi asal muasal alam raya
ini. Tokoh pertama yang tercatat mempersoalkan adalah Thales (625-545 SM),
diikuti oleh Anaximander (610 – 547 SM), diikuti oleh Anaximenes (585 –
528 SM). Hasil pemikiran mereka sangat sederhana untuk ukuran saat ini.
Walaupun demikian, untuk sampai pada kesimpulan tersebut masing-masing

7
Bakhtiar Amsal, Filsafat Ilmu (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007) hal 41.
8
Bertens, Panorama Filsafat Modern (Jakarta: Penerbit Teraju, 2005) hal 20.

6
filsuf melakukan kontemplasi yang tidak singkat. Dari hasil perenungan yang
mendalam itulah, Thales menyimpulkan bahwa asal muasal dari alam ini
adalah air, Anaximander menyimpulkan apeiron, yaitu suatu zat yang tidak
terbatas sifatnya, Anaximenes menyimpulkan udara, sedangkan Phytagoras
menyimpulkan bahwa bilangan merupakan intisari dari semua benda pokok.9

Zaman keemasan Yunani diawali oleh tokoh pemikir Socrates (470 –


399 SM), yang kemudian diikuti Platos (427 - 347 SM), dan Aristoteles (384 -
322). Masa socrates ini, mulai ada pergeseran fokus penyelidikan. Fokus
penyelidikan tidak lagi pada alam, tetapi fokus pada manusia. Karena filsafat
dirasa tidak dapat memberikan jawaban yang memuaskan. Socrates tidak
memberikan suatu ajaran yang sistematis, ia langsung menerapkan metode
filsafat langsung dalam kehidupan sehari-hari. Metode berfilsafat yang
diuraikannya disebut “dialektika” yang berarti bercakap-cakap, disebut
demikian karena dialog mempunyai peranan hakiki dalam filsafat Socrates.
Socrates menyebutkan metode berfilsafatnya itu “maeiutike tekhne” (seni
kebidanan), artinya fungsi filosof hanya membidani lahirnya pengetahuan.10

Tokoh besar lainnya pada zaman ini adalah Plato (428 – 348 SM), ia
merupakan murid dan pengagum Socrates. Maka tidak heran kalau pandangan
filsafatnya sangat dipengaruhi oleh gurunya tersebut. Kendatipun demikian, ia
lebih rajin menulis daripada gurunya. Terbukti dengan karangannya yang
terlahir yaitu Nomoi (undang-undang) yang belum selesai ia tulis sampai ia
menghembuskan nafas terakhirnya ketika Plato berumur 80 tahun usianya.

Plato menyumbangkan ajaran tentang “idea”. Yaitu menyatakan bahwa


adanya dua dunia, yakni dunia ide-ide yang hanya terbuka bagi rasio kita
(dunia rasional), dan dunia jasmani yang hanya terbuka bagi panca indera kita
(dunia inderawi). Ide dua dunia tersebut membawa Plato pada pandangannya
mengenai pra-eksistensi dan pasca-eksistensi jiwa. Menurutnya, sebelum
berada dalam badan, jiwa sudah mengalami pra-eksistensi dimana ia menatap
ide-ide. Namun kemudian ia mengalami inkarnasi dan masuk ke dalam tubuh.

9
Bertens, Filsafat Barat pada Abad XX (Jakarta: PT Gramedia, 1983) hal 30.
10
Bertens, Panorama Filsafat Modern (Jakarta: Penerbit Teraju, 2005) hal 25.

7
Pemikiran filsafat Yunani mencapai puncaknya pada murid Plato yang
bernama Aristoteles. Ia merupakan filosof pertama yang berhasil menemukan
pemecahan persoalan-persoalan besar fisafat yang dipersatukannya dalam satu
sistem meliputi: logika, filsafat alam, ilmu jiwa, metafisika (sebab pertama),
etika dan ilmu politik. Ia mengatakan bahwa tugas utama ilmu adalah mencari
penyebab-penyebab objek yang diselidiki. Kekurangan utama para filosof
sebelumnya adalah bahwa mereka tidak memeriksa semua penyebab semua.

Sesudah Aristoteles meninggal, ajarannya diteruskan oleh murid-


muridnya yang kemudian termasuk dalam apa yang disebut sebagai madzhab
Paripatetik. Dilihat dari sudut dampak pemikirannya terhadap sejarah filsafat,
Aristoteles memang bersaing dengan Plato. Pada abad pertengahan, filsafat
Aritoteles menjadi fundamental bagi ajaran Skolastik. Pada zaman ini, karya-
karya filsafat Aristoteles dianggap sebagai “tidak mungkin sesat”. Namun
anggapan ini kelak akan didobrak pada saat zaman modern dengan munculnya
seorang filosof dari Jerman yaitu yang bernama Immanuel Kant (1724 - 1804)
yang dijuluki sebagai der Alleszermalmer (sang penghancur segala sesuatu).11

2. Zaman Pertengahan (Abad 6 – 16 M)

Abad pertengahan dimulai setelah runtuhnya kerajaan Romawi pada


abad ke – 5 M dinyatakan seabagai abad pertengahan karena zaman ini berada
di tengan-tengah antara dua zaman, yaitu zaman kuno dan zaman modern.
Zaman pertengahan di Eropa adalah zaman keemasan bagi kekristenan. Abad
pertengahan selalu dibahas sebagai zaman yang khas karena dalam abad-abad
itu perkembangan alam pikiran Eropa sangat terkendala oleh keharusan untuk
disesuaikan dengan ajaran agama. Filosof yunani yang berpengaruh pada abad
pertengahan adalah Plato dan Aristoteles. Plato menampakan pengaruhnya
pada Agustinus, sedangkan Plato menampakkannya pada Thomas Aquinas.12

Pada zaman kristiani ini, bahwa filsafat itu sendiri mencapai dua kali
periode keemasan atau kejayaan yaitu zaman Patristik dan Skolastik, berikut:

11
Ermi Suharti, Pengantar Filsafat Ilmu (Yogyakarta: Prajna Media, 2003) hal 55.
12
Bertens, Panorama Filsafat Modern (Jakarta: Penerbit Teraju, 2005) hal 30-31.

8
a. Zaman Patristik

Patristik dalam bahasa latin disebut Patres (bapa-bapa gereja). Ajaran-


ajaran filsafat dari bapa-bapa gereja menunjukkan pengaruh Plotinos. Mereka
berusaha untuk memperlihatkan bahwa iman sesuai dengan pikiran-pikiran
paling dalam dari manusia. Mereka berhasil membela ajaran kristiani terhadap
tuduhan dari pemikir-pemikir kafir. Zaman Patristik dibagi atas Patristik
Yunani (Patristik Timur) dan Patristik Latin (Patristik Barat). Tokoh-tokoh
dari Patristik Yunani antara lain Clemens dari Alexandria, Origenes dan
Gregorius dari Nazianze, Gregorius dari Nizza, dan Dionysios. Sedang tokoh-
tokoh Patristik Latin Hilarius, Ambrosius, Hieronymus dan Augustinus.13

b. Zaman Skolastik

Skolastik dalam bahasa latin disebut scholasticus yang berarti guru.


Disebut scholastik karena dalam periode ini filsafat diajarkan dalam sekolah-
sekolah biara dan universitas-universitas menurut suatu kurikulum yang tetap
dan yang bersifat internasional. Tema-tema pokok dari ajaran mereka yaitu
hubungan antara iman dan akal budi, adanya hakikat Tuhan, antropologi, etika
dan juga politik. Tokoh-tokoh dari zaman Skolastik ini antara lain yaitu
Albertus Magnus, Thomas Aquino, Bonaventura dan Yohanes Duns Scotus.

3. Zaman Renaissans (14 – 16 M)

Peralihan dari zaman pertengahan ke zaman modern ditandai oleh


suatu era yang disebut dengan zaman Renaissans. Periode ini terjadi sekitar
tahun 1400 – 1600 masehi. Renasissans adalah suatu zaman yang sangat
menaruh perhatian dalam bidang seni lukis, patung, arsitektur, musik, sastra,
filsafat, ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada zaman ini berbagai gerakan
bersatu untuk menentang pola pemikiran abad pertengahan yang dogmatis,
sehingga melahirkan suatu perubahan revolusioner dalam pemikiran mansuia
dan membentuk suatu pola pemikiran baru dalam filsafat.14 Pada zaman ini,
manusia disebut sebagai animal rationale karena pada masa ini pemikiran
manusia mulai bebas dan berkembang. Penemuan-penemuan ilmu

13
Bertens, Panorama Filsafat Modern (Jakarta: Penerbit Teraju, 2005) hal 35.
14
Bernand, Filsafat Abad 20 (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1988) hal 45-46.

9
pengetahuan modern sudah mulai dirintis sejak zaman Renaissans. Ilmu
pengetahuan yang berkembang maju pada masa ini adalah bidang astronomi.
Tokoh-tokohnya adalah Copernicus, Johannes keppler juga Galileo Galilei.15

4. Zaman Modern (Abad 17 – 19 M)

Para filsuf zaman modern menegaskan bahwa pengetahuan tidak


berasal dari kitab suci atau ajaran agama, tidak juga dar penguasa, tetapi dari
diri manusia sendiri. Perbedaan filsafat abad pertengahan dengan abad modern
terletak apada otoritas kekuasaan politik dan ilmu pengetahuan. Jika pada abad
pertengahan dipegang oleh Gereja dengan dogma-dogmanya, maka zaman
modern otoritas kekuasaan terletak pada kemampuan akal manusia sendiri.

Filsafat zaman modern ini bercorak “antroposentris”, artinya manusia


menjadi pusat perhatian penyelidikan filsafat. Perkembangan ilmu
pengetahuan pada zaman modern sesungguhnya sudah dirintis sejak zaman
Renaissans. Seperti Rene Descrates, tokoh yang terkenal sebagai bapak filsafat
modern.16 Tokoh-tokoh yang muncul di era modern ini adalah berikut ini:

a. Rene Descrates juga seorang ahli ilmu pasti. Bagi Descrates tidak
menerima apapun sebagai hal yang benar, kecuali jika diyakini bahwa
memang benar. Untuk memudahkan penyelesaian masalah, perlu dipilah-
pilah menjadi bagian kecil. Berfikir runtut dari yang sederhana menuju hal
rumit. Pemeriksaan setelah mengerjakan sesuatu supaya tidak terlupakan.

b. Isaac Newton dengan temuannya teori Gravitasi, Calculus, dan Optika.


Munculnya teori gravitasi kelanjutan dari teori gerak yang dimunculkan
oleh Galileo dan Keppler. Jika Galileo gerakan itu lurus, Keppler
berbentuk elips tanpa menjelaskan sebabnya, maka teori gravitasi bahwa
keelipsan lintasan karena ada daya tarik antara dua benda yang berdekatan.

15
Bernadien, Membuka Gerban Filsafat (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011) hal 33.
16
Bernand, Filsafat pada Abad 20 (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1988) hal 47-48..

10
c. Charles darwin dengan teorinya yang paling populer adalah struggle for
life (perjuangan untuk hidup), yang kemudian setelahnya melahirkan teori
evolusi yang menyebutkan bahwa mulanya manusia berasal dari monyet.

d. J. J. Thompson dengan temuannya elektron, yang meruntuhkan teori


bahwa materi yang paling kecil adalah atom. Penemuan ini penting bagi
pengembangan fisika-nuklir yang mampu ubah atom jadi energi lain.17

5. Zaman Kontemporer (Abad ke – 20 sampai seterusnya)

Perkembangan dan kemajuan peradaban manusia tidak bisa dilepaskan


dari peran ilmu. Bahkan perubahan pola hidup manusia dari waktu ke waktu
sesungguhnya berjalan seiring dengan sejarah kemajuan dan perkembangan
ilmu. Kemajuan ilmu dan teknologi dari masa ke masa adalah ibarat mata
rantai yang tidak terputus satu sama lain. Hal – hal baru yang ditemukan pada
suatu masa menjadi unsur penting bagi penemuan lainnya di masa berikutnya.

Yang dimaksud dengan zaman kontemporer dalam konteks ini adalah


era-era tahun terakhir yang kita jalani hingga saat sekarang ini. Perkembangan
ilmu pada zaman kontemporer berkembang dengan sangat cepat, masing-
masing ilmu mengembangkan disiplin keilmuannya dengan berbagai macam
penemuan-penemuannya. Selain itu, terjadi juga penemuan-penemuan
teknologi canggih yang sangat pesat. Perkembangan filsafat sendiri pada
zaman ini ditandai oleh munculnya berbagai aliran filsafat yang kebanyakan
aliran tersebut merupakan kelanjutan dari aliran-aliran filsafat yang telah
berkembang pada abad modern, seperti: neo-thomisme, neo-kantianisme, neo-
hegelianisme, neo-marxisme, neo-positivisme dan sebagainya. Namun ada
juga aliran filsafat baru dengan ciri dan corak lain, seperti: fenomenologi,
eksistensialisme, pragmatisme, strukturalisme dan juga postmodernisme.18

a. Fenomenologi, merupakan suatu aliran yang lebih mengedepankan


metode. Fenomenologi berasal dari kata fenomenom/fenomena/gejala dan
fenomena tidak hanya ditangkap oleh kemampuan panca indera manusia
semata, akan tetapi dapat juga ditangkap melalui intuisi manusia sendiri.

17
Bernadien, Membuka Gerban Filsafat (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011) hal 35.
18
Gie The Liang, Pengantar Filsafat Ilmu (Yogyakarta: Liberty, 1999) hal 27-28.

11
b. Eksistensialisme, berasal dari kata eksistensi dari kata dasar exist yang
berarti keluar. Eksistensialisme adalah paham filsafat yang menekankan
keunikan dan kedudukan pertama eksistensi pengalaman kesadaran yang
dalam dan langsung. Tokohnya adalah Jean Paul Sartre. Ia berpendapat
bahwa rasio dialektika memang berbeda dengan rasio analisis itu sendiri.

c. Pragmatisme, adalah gerakan filsafat yang memakai akibat-akibat praktis


dari pikiran dan kepercayaan sebagai ukuran untuk menetapkan nilai
kebenaran. Pragmatisme merupakan aliran filsafat etika yang menyatakan
bahwa yang bernilai adalah yang bermanfaat saat sekarang ini. Tokohnya
yang terkenal adalah dokter ahli psikologi agama. James membedakan dua
bentuk pengetahuan yakni pengetahuan yang langsung diperoleh dengan
jalan pengamatan dan juga yang diperoleh dengan melalui pengertian.

d. Strukturalisme, adalah suatu metode analisis yang dikembangkan berbasis


model linguistik Saussure. Strukturalisme bertujuan untuk
mendeskripsikan keseluruhan pengorganisasian sistem tanda sebagai
bahasa. Strukturalisme menyatakan bahwa seluruh organisasi manusia
ditentukan secara luas oleh struktur sosial atau psikologi yang mempunyai
logika independen yang menarik, berkaitan dengan maksud, keinginan
maupun tujuan manusia. Bagi Freud, strukturnya adalah psyche, bagi marx
strukturnya adalah ekonomi, dan bagi Saussure strukturnya itu bahasa..19

e. Post Modernisme, adalah tren pemikiran abad 20 yang merambah ke


berbagai bidang disiplin filsafat dan dunia ilmu pengetahuan. Post
modernisme lahir sebagai reaksi terhadap kegagalan modernisme atau
merupakan koreksi terhadap paham filsafat modernisme yang dinilai
humanis. Era ini juga dikenal sebagai neo-modernisme, yang dimaksud
adalah pembaharuan kembali pemikiran modern dengan era sebelumnya
yang tradisionalisme. Ide yang terpokok adalah adanya hal-hal yang
spiritual dalam kehidupan materialis. Pola ini dianggap sebagai neo-kritik
terhadap perkembangan ilmu. Tokoh pelopornya yaitu Francois Lyotarl.20

19
Gie The Liang, Pengantar Filsafat Ilmu (Yogyakarta: Liberty, 1999) hal 29.
20
Bertens, Panorama Filsafat Modern (Jakarta: Penerbit Teraju, 2005) hal 40.

12
C. Perkembangan Teori-teori tentang Kebenaran Ilmu

Dalam perkembangan pemikiran filsafat perbincangan tentang


kebenaran sudah dimulai sejak Plato yang diteruskan oleh Aristoteles. Melalui
metode dialog Plato yang membangun teori pengetahuan cukup lengkap
sebagai teori pengetahuan yang paling awal. Sejak itulah teori pengetahuan
berkembang terus untuk mendapatkan berbagai penyempurnaan sampai kini.
Untuk mengetahui apakah pengetahuan mempunyai nilai kebenaran atau tidak.
Hal ini berhubungan erat dengan sikap, bagaimana cara memperoleh
pengetahuan? Apakah hanya kegiatan dan kemampuan akal pikir ataukah
melalui kegiatan indra? Yang jelas bagi seorang skeptis pengetahuan tidaklah
mempunyai nilai kebenaran, karena semua keraguan merupakan kebenaran.21

Definisi kebenaran secara terminologi berkembang dalam sejarah


filsafat. Dalam aliran filsafat masing-masing aliran mempunyai pandangan
yang berbeda tentang kebenaran. Hal ini tergantung dari sudut mana mereka
memandang.22 Secara garis besarnya paham-paham tersebut antara lain yaitu:

1. Paham idealisme, memberikan pengertian bahwa “kebenaran” adalah soal


yang mengenai seseorang yang bersangkutan. Kebenaran itu hanya ide,
hanya tanggapan. Demikian dikatakan Goerge Berkeley (1685 - 1757).

2. Paham realisme, berpendapat bahwa “kebenaran” adalah kesesuaian antara


pengetahuan dan kenyataan. Karena pengetahuan adalah suatu gambaran
yang sebenarnya dari apa yang ada dalam alam nyata, suatu gambaran
yang ada dalam akal adalah salinan dari yang asli yang terdapat di luar
akal. Aliran ini yaitu yang dipelopori oleh Herbert Spencer (1820 - 1903).

3. Kaum pragmatis, memberikan definisi “kebenaran” sebagai sesuatu


proporsi memuaskan. Peletak dasar paham ini adalah C. S. Peiree (1839 -
1914) William James menambahkan, kebenaran harus nilai dari suatu ide.

4. Paham fenomenologi, berpendapat bahwa “kebenaran” adalah suatu


kesesuaian antara pengetahuan dengan wujud atau akibat yang menggejala
sebagai sifat nyata yang merupakan norma dari suatu kebenaran nyata.

21
Bertens, Panorama Filsafat Modern (Jakarta: Penerbit Teraju, 2005) hal 42.
22
Bertens, Filsafat Barat pada Abad XX (Jakarta: PT Gramedia, 1983) hal 40.

13
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
kebenaran adalah segala yang bersumber dari akal (rasio), pengalaman serta
kegunaan yang dapat dibuktikan dengan realita yang ada. Dengan kata lain,
sebagai kebenaran ilmiah. Tapi ada kebenaran yang tak perlu dibuktikan atau
dicari pembuktiannya cukup kita terima dan yakin bahwa itu ialah
kebenaran.23 Beberapa macam teori kebenaran antara lain adalah berikut ini:

1) Teori Kebenaran Korespondensi. Teori ini menyatakan bahwa suatu


pernyataan itu benar kalau isi pengetahuan yang terkandung dalam teori
tersebut berkorespondensi sesuai dengan objek yang dirujuk oleh
pernyataan tersebut atau dengan kata lain sesuatu dianggap benar apabila
sesuai dengan materi yang dikandung oleh suatu pernyataan tertentu.

2) Teori Kebenaran Koherensi. Teori ini mendasarkan diri pada konsistensi


suatu argumentasi. Apabila ada konsistensi dalam alur berpikir, maka
kesimpulan yang diambil adalah benar. Sebaliknya jika argumen yang ada
tidak konsisten, maka kesimpulan yang diambil adalah salah. Secara
keseluruhan argumen yang bersifat konsisten tersebut juga harus koheren.

3) Teori Kebenaran Pragmatis. Teori ini berpandangan bahwa suatu teori


dikatakan benar bila teori keilmuan mampu menjelaskan, menggambarkan,
mengontrol dan juga menjawab suatu gejala tertentu. Pada intinya bahwa
suatu hal dikatakan benar jika bermanfaat dalam memecahkan masalah.

4) Terosi Kebenaran Sintaksis. Menurut teori ini, bahwa suatu pernyataan


dikatakan benar apabila peryataan-pernyataan tersebut memang mengikuti
aturan-aturan sintaksis yang telah berlaku atau syarat yang telah berlaku.24

5) Teori Kebenaran Semantis. Menurut teori ini, suatu pernyataan memiliki


kebenaran bila memiliki arti dan makna. Teori ini menguak proporsi dalam
referensi. Menunjukkan dengan jelas ciri khas dari sesuatu yang ada.

23
Ihsan Fuad, Filsafat Ilmu (Jakarta: Rineka Cipta, 2010) hal 54-55.
24
Susanto, Filsafat Ilmu (Jakarta: Bumi Aksara,2011) hal 57-58.

14
6) Teori Kebenaran Non-Deskripsi. Teori ini menyatakan bahwa pernyataan
dikatakan benar bila memiliki fungsi praktis dalam kehidupan sehari-hari.

7) Teori Kebenaran Logika yang Berlebihan. Menurut teori ini bahwa


problema kebenaran hanya merupakan kekacauan bahasa saja dan dapat
mengakibatkan pemborosan, karena itu pernyataan yang hendak
dibuktikan kebenarannya memilki suatu derajat logika yang pasti sama.25

Kebenaran ilmiah ada dari hasil penelitian ilmiah. Kebenaran tidak akan
muncul tanpa adanya prosedur yang dilalui. Prosedur itu melalui tahap-tahap
metode ilmiah yang berbentuk teori. Kebenaran ilmu bukanlah subjektif,
melainkan objektif yang berarti bahwa kebenaran teori atau sebuah paradigma
harus didukung fakta-fakta dan kenyataan yang objektif. Kebenaran ilmiah
memiliki struktur yang diskurisif atau rasional, empiris dan juga sekuler. 26

25
Bertens, Filsafat Barat pada Abad XX (Jakarta: PT Gramedia, 1983) hal 43.
26
Bertens, Panorama Filsafat Modern (Jakarta: Penerbit Teraju, 2005) hal 50.

15
BAB III
PENUTUP

Ilmu dan pengetahuan berkaitan erat dengan penalaran manusia,


kemampuan penalaran menyebabkan manusia mampu mengembangkan
pengetahuan yang merupakan rahasia kekuatan manusia. Hakikat penalaran
merupakan proses berpikir dalam menarik kesimpulan berupa pengetahuan.
Ada tiga dasar landasan ilmu yaitu ontologi, epistemologi dan juga aksiologi.

Untuk memudahkan memahami perkembangan ilmu di Barat perlu


dibuat sebuah periodesasi. Periodesasi ini didasarkan atas ciri pemikiran yang
dominan pada waktu itu. Periodesasi tersebut dikelompokkan menjadi empat
bagian, yaitu: Pertama, Zaman Yunani Kuno yang corak filsafatnya
kosmosentris. Para filosof pada masa ini mempertanyakan asal-usul alam
semesta dan jagad raya. Kedua, Zaman Abad Pertengahan dengan corak
filsafatnya yang teosentris. Para filosof pada masa ini memakai pemikiran
untuk memperkuat dogma-dogma gereja. Ketiga, Zaman Abad Modern
dengan corak antroposentris. Para filosof pada zaman ini memusatkan analisis
filsafatnya pada manusia. Keempat, Zaman Kontemporer dengan corak
logosentris yang artinya teks menjadi suatu tema sentral diskursus para filosof.

Kebenaran ilmiah ada dari hasil penelitian ilmiah. Kebenaran tidak


muncul tanpa adanya prosedur yang dilalui. Prosedur itu melalui tahap-tahap
metode ilmiah yang berbentuk teori. Kebenaran ilmu bukanlah subjektif,
melainkan objektif yang berarti bahwa kebenaran teori atau sebuah paradigma
harus didukung fakta-fakta dan kenyataan yang objektif. Kebenaran ilmiah
memiliki struktur yang diskurisif atau rasional, empiris dan juga sekuler.
Adapun teori-teori kebenaran ilmu yang telah dipaparkan diantaranya, Teori
Kebenaran Korespondensi, Teori Kebenaran Koherensi, Teori Kebenaran
Pragmatis, Teori Kebenaran Sintaksis, Teori Kebenaran Semantis, Teori
Kebenaran Non-Deskripsi dan juga Teori Kebenaran Logika yang Berlebihan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Susanto, Filsafat Ilmu, Jakarta: Bumi Aksara, 2011.


Ihsan Fuad, Filsafat Ilmu, Jakarta: Rineka Cipta, 2010.
Bertens, Panorama Filsafat Modern, Jakarta: Penerbit Teraju, 2005.
Gie The Liang, Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Liberty, 1999.
Bertens, Filsafat Barat pada Abad XX, Jakarta: PT Gramedia 1983.
Bakhtiar Amsal, Filsafat Ilmu, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.
Zainil Abidin, Pengantar Filsafat Barat, Jakarta: Raja Grafindo, 2011.
Ermi Suharti, Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Prajna Media, 2003.
Budi Hardiman, Filsafat untuk Para Profesional, Jakarta: Kompas, 2015.
Bernadien, Membuka Gerbang Filsafat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.

17

Anda mungkin juga menyukai