Anda di halaman 1dari 76

TUGAS INDIVIDU

FILSAFAT ILMU

TENTANG

KUMPULAN MATERI KE 1-16

(TUGAS INDIVIDU MATERI 1-MATERI 16)

Dosen Pembina Mata Kuliah:

Prof. Sufyarma Marsidin, M.Pd.


Prof. Nurhizrah Gistituati, M.Ed., Ed.D

OLEH

RAHAYU DEWANY

NIM : 21151024

PROGRAM STUDI S2 BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2021
Materi ke 1 Tentang Filsafat Ilmu dan Ilmu Filsafat

A. Pengertian Filsafat

Pengertian filsafat dapat ditinjau dari dua segi yakni secara etimologi dan
terminologi

a. Filsafat secara etimologi


Kata filsafat dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah Falsafah dan dalam
bahasa Inggris dikenal istilah Phylosophy serta dalam bahasa Yunani dengan
istilah Philosophia. Kata Philosophia terdiri atas Philein yang berarti cinta (love)
dan shopia yang berarti kebijaksanaan (wisdom) sehingga secara etimologi istilah
filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti yang sedalam-
dalamnya. Dengan demikan, seorang filsuf adalah pecinta atau pencari
kebijaksanaan.
b. Filsafat secara terminologi
Secara terminologi adalah arti yang dikandung oleh istilah filsafat. Hal ini
disebabkan karena filsafat itu sendiri memiliki banyak batasan maka sebagai
gambaran diperkenalkan oleh beberapa ahli dalam filsafat yaitu:
1) Plato, berpendapat bahwa filsafat adalah pengetahuan yang mencoba untuk
mencapai pengetahuan tentang kebenaran yang asli karena kebenaran itu
mutlak ditangan Tuhan.
2) Aristoteles, berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu(pengetahuan) yang
meliputi kebenaran yang didalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika,
retotika, etika dan estetika.
3) Prof. Dr. Fuad Hasan, filsafat adalah suatu ikhtiyar untuk berpikir radikal,
artinya mulai dari radiksnya suatu gejala, dari akarnya suatu hal yang hendak
dipermasalahkan.
4) Rene Descartes, mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu (pengetahuan) tentang
hakikat bagaiman alam maujud yang sebenarnya.

Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa pengertian filsafat adalah


sebuah kajian yang mencari kebijaksanaan atau kearifan suatu ilmu berdasarkan
pandangan hidup manusia secara menyeluruh dengan modal berpikir secara radikal
yaitu menggali kenyataan hingga keakarnya.
B. Aliran-Aliran dalam Filsafat
1. Aliran realisme : Aliran realisme merupakan suatu aliran dalam ilmu pengetahuan,
aliran ini memandang bahwa obyek pengetahuan manusia terletaka diluar diri
manusia contoh: pengetahuan tentang pohon, binatang, bumi dan kota.
2. Aliran rasionalisme: Rasionalisme merupakan aliran filsafat yang memandang
bahwa akal pikiran atau resiko adalah sebagai dasar pengetahuan manusia.
3. Aliran emperisme: Aliran emperisme merupakan suatu aliran dalam filsafat yang
tertuju pada keduniaan, yang menantang sikap mementingkan dogma agama yang
kaku.
4. Aliran positivisme: Aliran positivisme merupakan aliran yang berorientasi pada
ilmu pengetahuan alam

Berdasarkan aliran filsafat diatas dapat diketahui bahwa aliran filsafat


memandang obyek pengetahuan berada diluar diri manusia yang datang pada kita
melalui panca indera serta akal pikiran atau rasio adalah sebagai dasar pengetahuan
manusia.

C. Karakteristik Filsafat

Menurut (Jan Hendrik Rapar, 1996) ada lima karakteristik dalam filsafat yaitu:
berpikir radikal, mencari asas, memburu kebenaran, mencari kejelasan dan berpikir
rasional.

1. Berpikir radikal: berpikir secara radikal adalah karakter utama filsafat, karena
filosuf berpikir secara radikal, maka ia tidak akan pernah terpaku hanya pada
fenomena suatu entitas tertentu. Ia tidak akan pernah berhenti hanya pada suatu
wujud realitas tertentu.
2. Mencari asas: karakter filsafat berikutnya adalah mencari asas yang paling hakiki
dari keseluruhan realitas, yaitu berupaya menemukan sesuatu yang menjadi esensi
realitas, maka akan diketahui dengan pasti dan menjadi jelas keadaan realitas
tersebut, oleh karena itu, mencari asas adalah salah satu sifat dasar atau
karakteristik filsafat.
3. Memburu kebenaran: berfilsafat berarti memburu kebenaran tentang segala
sesuatu. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran yang tidak meragukan,
oleh sebab itu ia selalu terbuka untuk dipersoalkan kembali dan diuji demi meraih
kebenaran yang lebih hakiki.
4. Mencari kejelasan: berfilsafat berarti berupaya mendapatkan kejelasan mengenai
seluruh realitas.
5. Berpikir rasional: berpikir secara radikal, mencari asas, memburu kebenaran, dan
mencari kejelasan tidak dapat berhasil dengan baik tanpa berpikir secara rasional.
Berpikir secara rasional berarti berpikir logis, sistematis dan kritis. Berpikir logis
itu bukan hanya sekedar menggapai pengertian-pengertian yang dapat diterima
oleh akal sehat, melainkan sanggup menarik kesimpulan dan mengambil
keputusan yang tepat dan benar dari premis-premis yang digunakan.

Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa karakteristik filsafat merupakan


berpikir secara rasional dalam mengetahui suatu kebenaran yang hakiki sehingga dapat
diterima oleh akal sehat serta mampu menarik kesimpulan dan mengambil keputusan
secara baik dan tepat.

D. Filsafat Ilmu dan Ilmu Filsafat


1. Filsafat ilmu
Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan
mengenai hakikat ilmu. Filsafat ilmu mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi dan
implikasi dari ilmu yang termasuk di dalamnya antara lain ilmu alam dan ilmu
sosial. Filsafat ilmu sangat erat kaitannya dengan epistemologi dan ontologi.
Filsafat ilmu berusaha menjelaskan masalah seperti apa dan bagaimana suatu
konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep itu
dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta
memanfaatkan alam melalui teknologi, cara menentukan validitas dari sebuah
informasi, penggunaan metode ilmiah, cara mendapatkan kesimpulan dan
implikasinya terhadap masyarakat dan terhadap ilmu itu sendiri (Wikipedia
Indonesia, 2021).
Menurut Suriasumantri, (2010:33) filsafat ilmu merupakan bagian dari
epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu
(pengetahuan ilmiah). Dalam filsafat ilmu sering dibagi antara filsafat ilmu alam
dan filsafat ilmu sosial.
2. Ilmu filsafat

Ilmu filsafat merupakan ilmu tentang dasar-dasar filsafat yang mencakup


sistematika filsafat yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi, objek-objek,
sejarah dan metode-metode filsafat, Semesta atau semua yang ada disekitar
manusia dalam arti seluas-luasnya merupakan objek kajian dari ilmu filsafat,
pendekatan dalam ilmu filsafat bersifat integral artinya ilmu filsafat tidak hanya
mengkaji dari satu sudut pandang sajaa akan tetapi menyeluruh (Wikipedia
Indonesia,2021)

Berdasarkan pengertian dari filsafat ilmu dan ilmu filsafat dapat diketahui
bahwa filsafat ilmu dan ilmu filsafat mengkaji pengetahuan seluas-luasnya
termasuk pengetahuan secara ilmiah baik itu ilmu alam ataupun ilmu sosial.

E. Hubungan Filsafat dan Filsafat Ilmu

Filsafat merupakan induk dan prinsip dari segala ilmu. Filsafat adalah tempat
berpijak bagi segala ke ilmuan. Jika diibaratkan peperangan, maka filsafat adalah
amunisi pertama yang dijatuhkan ditempat peperangan, yang membuka jalan dan
merebut tempat berdiri untuk ilmu lainnya. Setelah semuanya aman terkendali dan
sudah di kuasai barulah filsafat menyerahkannya kepada kajian lain yang salah
satunya yaitu filsafat ilmu. Dan filsafat akan kembali berkelana dan berspekulasi
tentang berbagai kajian ilmu lainnya.

Kemudian filsafat ilmu sebagai cabang filsafat mengkaji berbagai ilmu yang
berhubungan dengan ilmu modern seperti makna dan interpretasi tentang konsep-
konsep ilmiah, hukum-hukum dan teori, struktur logis ilmu, dan metodologi berfikir
guna mencapai tujuan. Membahas mengenai konsep-konsep metodologis seperti
hipotesis, hukum, teori, faham tentang sifat dan sikap ilmiah, paradigma dalam ilmu
serta mengenai ilmu fisis dan berbagai masalah di dalamnya, ilmu tentang hidup,
berupa biologi, evolusi, genetika. Selain itu juga membahas teknologi dan penerapan
ilmu akibat teknologi serta pengembangan ilmiah bagi pembangunan dan
pengembangan masyarakat sosial(Iswara & Hadi, 2010).

Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa hubungan anatara filsafat


dan filsafat ilmu adalah sebagai jalan pembuka untuk cabang-cabang ilmu yang ada di
dunia sekarang ini. Filsafat yang membawa ilmu alam dan ilmu sosial dikenal oleh
sebagai ilmu pengetahuan yang ada saat ini yang dapat diterima oleh akal dengan
baik dan tepat.
Materi Ke 2 Tentang Sejarah Perkembangan Ilmu

Di kalangan para ahli sejarah banyak pendapat yang beragam dalam


mendefinisikan term sejarah, namun dapat disimpulkan bahwa pada intinya sejarah
adalah kesinambungan atau rentetan suatu peristiwa/ kejadian antara masa lampau,
masa sekarang dan masa depan. Hal ini dapat diketahui dari segi kronologis dan
geografis, yang bisa dilihat dengan kurun waktu dimana sejarah itu terjadi. Dalam
setiap periode sejarah pekembangan ilmu pengetahuan memiliki ciri khas atau
karakteristik tertentu. Tetapi dalam pembagian periodisasi perkembangan ilmu
pengetahuan ada perbedaan dalam berbagai literature yang ada.

Sedangkan perkembangan sejarah ilmu pengetahuan menurut (Amsal Bakhtiar,


2013) yang dibagi menjadi empat periode dijelaskan sebagai berikut:

1. Zaman Yunani Kuno

Yunani kuno adalah tempat bersejarah di mana sebuah bangsa memiliki


peradaban. Oleh karenanya Yunani kuno sangat identik dengan filsafat yang
merupakan induk dari ilmu pengetahuan. Padahal filsafat dalam pengertian yang
sederhana sudah berkembang jauh sebelum para filosof klasik Yunani menekuni dan
mengembangkannya. Filsafat di tangan mereka menjadi sesuatu yang sangat berharga
bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada generasi-generasi setelahnya. Ia ibarat
pembuka pintu-pintu aneka ragam disiplin ilmu yang pengaruhnya terasa hingga
sekarang.

Menurut (Bertrand Russel, 2004) diantara semua sejarah, tak ada yang begitu
mencengangkan atau begitu sulit diterangkan selain lahirnya peradaban di Yunani
secara mendadak. Memang banyak unsur peradaban yang telah ada ribuan tahun di
Mesir dan Mesopotamia. Namun unsur-unsur tertentu belum utuh sampai kemudian
bangsa Yunanilah yang menyempurnakannya.

Seiring dengan berkembangannya waktu, filsafat dijadikan sebagai landasan


berfikir oleh bangsa Yunani untuk menggali ilmu pengetahuan, sehingga berkembang
pada generasi-generasi setelahnya. Itu ibarat pembuka pintu-pintu aneka ragam
disiplin ilmu yang pengaruhnya terasa hingga sekarang. Karena itu, periode
perkembangan filsafat Yunani merupakan entri poin untuk memasuki peradaban baru
umat manusia.
Zaman ini berlangsung dari abad 6 SM sampai dengan sekitar abad 6 M.
Zaman ini menggunakan sikap an inquiring attitude (suatu sikap yang senang
menyelidiki sesuatu secara kritis) dan tidak menerima pengalaman yang didasarkan
pada sikap receptive attitude (sikap menerima segitu saja). Sehingga pada zaman ini
filsafat tumbuh dengan subur. Yunani mencapai puncak kejayaannya atau zaman
keemasannya. Sehingga pada zaman ini filsafat tumbuh dengan subur. Yunani
mencapai puncak kejayaannya atau zaman keemasannya.

Dapat disimpulkan bahwa perkembangan ilmu pada zaman Yunani kuno


sangat dikenal dengan induk dari ilmu pengetahuan. Seiring dengan
berkembangannya waktu, filsafat dijadikan sebagai landasan berfikir oleh bangsa
Yunani untuk menggali ilmu pengetahuan, sehingga berkembang pada generasi-
generasi setelahnya. Itu ibarat pembuka pintu-pintu aneka ragam disiplin ilmu yang
pengaruhnya terasa hingga sekarang.

Pada zaman ini banyak bermunculan ilmuwan yang terkemuka. Di antaranya


adalah:

a. Thales (624-545 SM). Kurang lebih enam ratus tahun sebelum Nabi Isa (Yesus)
terlahir, muncul sosok pertama dari tridente Miletus yaitu Thales yang
menggebrak cara berfikir mitologis masyarakat Yunani dalam menjelaskan segala
sesuatu. Sebagai Saudagar-Filosof, Thales amat gemar melakukan rihlah. Ia
bahkan pernah melakukan lawatan ke Mesir. Thales adalah filsuf pertama sebelum
masa Socrates. Menurutnya zat utama yang menjadi dasar segala materi adalah
air. Pada masanya, ia menjadi filsuf yang mempertanyakan isi dasar alam.
b. Pythagoras (580 SM–500 SM) Pythagoras lahir di Samos (daerah Ioni), tetapi
kemudian berada di Kroton (Italia Selatan). Ia adalah seorang matematikawan dan
filsuf Yunani yang paling dikenal melalui teoremanya. Dikenal sebagai Bapak
Bilangan, dan salah satu peninggalan Phytagoras yang terkenal adalah teorema
Pythagoras, yang menyatakan bahwa kuadrat hipotenusa dari suatusegitiga siku-
siku adalah sama dengan jumlah kuadrat dari kaki-kakinya (sisi-sisi siku-sikunya).
c. Socrates (469 SM-399 SM) Socrates lahir di Athena, dan merupakan generasi
pertama dari tiga ahli filsafat besar dari Yunani, yaitu Socrates, Plato dan
Aristoteles. Socrates adalah yang mengajar Plato, dan Plato pada gilirannya juga
mengajar Aristoteles. sumbangsih Socrates yang terpenting bagi pemikiran Barat
adalah metode penyelidikannya, yang dikenal sebagai metode elenchos, yang
banyak diterapkan untuk menguji konsep moral yang pokok. Karena itu, Socrates
dikenal sebagai bapak dan sumber etika atau filsafat moral, dan juga filsafat
secara umum. Periode setelah Socrates ini disebut dengan zaman keemasan
kelimuan bangsa Yunani, karena pada zaman ini kajian-kajian kelimuan yang
muncul adalah perpaduan antara filsafat alam dan filsafat tentang manusia. Tokoh
yang sangat menonjol adalah Plato (429-347 SM), yang sekaligus murid Socrates.
d. Plato (427 SM-347 SM) Ia adalah murid Socrates dan guru dari Aristoteles.
Karyanya yang paling terkenal ialah Republik (Politeia) di mana ia menguraikan
garis besar pandangannya pada keadaan ideal. Selain itu, ia juga menulis tentang
Hukum dan banyak dialog di mana Socrates adalah peserta utama. Sumbangsih
Plato yang terpenting tentu saja adalah ilmunya mengenai ide. Dunia fana ini tiada
lain hanyalah refleksi atau bayangan daripada dunia ideal. Di dunia ideal
semuanya sangat sempurna. Plato, yang hidup di awal abad ke-4 S.M., adalah
seorang filsuf earliest (paling tua) yang tulisan-tulisannya masih menghiasi dunia
akademisi hingga saat ini.
e. Aristoteles (384 SM- 322 SM) Aristoteles adalah seorang filsuf Yunani, murid
dari Plato dan guru dari Alexander yang Agung. Ia memberikan kontribusi di
bidang Metafisika, Fisika, Etika, Politik, Ilmu Kedokteran, dan Ilmu Alam. Di
bidang ilmu alam, ia merupakan orang pertama yang mengumpulkan dan
mengklasifikasikan spesies-spesies biologi secara sistematis. Sementara itu, di
bidang politik, Aristoteles percaya bahwa bentuk politik yang ideal adalah
gabungan dari bentuk demokrasi dan monarki. Dari kontribusinya, yang paling
penting adalah masalah logika dan Teologi (Metefisika). Logika Aristoteles
adalah suatu sistem berpikir deduktif (deductive reasoning), yang bahkan sampai
saat ini masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran tentang logika formal.
Meskipun demikian, dalam penelitian ilmiahnya ia menyadari pula pentingnya
observasi, eksperimen dan berpikir induktif (inductive thinking). Logika yang
digunakan untuk menjelaskan cara menarik kesimpulan yang dikemukakan oleh
Aristoteles didasarkan pada susunan pikir. Masa keemasan kelimuan bangsa
Yunani terjadi pada masa Aristoteles (384-322 SM). Ia berhasil menemukan
pemecahan persoalan-persoalan besar filsafat yang dipersatukannya dalam satu
sistem: logika, matematika, fisika, dan metafisika. Logika Aristoteles berdasarkan
pada analisis bahasa yang disebut silogisme (syllogisme).
Pada zaman yunani kuno banyak ilmuan yang termuka diantaranya: Thales
(624-545 SM) yaitu yang menggebrak cara berfikir mitologis masyarakat Yunani
dalam menjelaskan segala sesuatu. Pythagoras (580 SM–500 SM) Ia adalah seorang
matematikawan dan filsuf Yunani yang paling dikenal melalui teoremanya, dikenal
sebagai Bapak Bilangan. Socrates (469 SM-399 SM) sumbangsih Socrates yang
terpenting bagi pemikiran Barat adalah metode penyelidikannya, yang dikenal sebagai
metode elenchos, yang banyak diterapkan untuk menguji konsep moral yang pokok.
Plato (427 SM-347 SM) Sumbangsih Plato yang terpenting tentu saja adalah ilmunya
mengenai ide. Aristoteles (384 SM- 322 SM) Ia memberikan kontribusi di bidang
Metafisika, Fisika, Etika, Politik, Ilmu Kedokteran, dan Ilmu Alam. Di bidang ilmu
alam, ia merupakan orang pertama yang mengumpulkan dan mengklasifikasikan
spesies-spesies biologi secara sistematis

2. Zaman Periode Islam.

Tidak terbantahkan bahwa Islam sesungguhnya adalah ajaran yang sangat


cinta terhadap ilmu pengetahuan, hal ini sudah terlihat dari pesan yang terkandung
dalam al-Qur’an yang diwahyukan pertama kali kepada Nabi Muhammad saw, yaitu
surat al-‘Alaq dengan diawali kata perintah iqra yang berarti (bacalah). Gairah
intelektualitas di dunia Islam ini berkembang pada saat Eropa dan Barat mengalami
titik kegelapan,

Masa kegelapan Barat itu sebenarnya merupakan masa kegemilangan umat


Islam, suatu hal yang berusaha disembunyikan oleb Barat karena pemikiran ekonom
Muslim pada masa inilah yang kemudian banyak dicuri oleh para ekonom Barat.18
Pada saat itulah di Timur terutama di wilayah kekuasaan Islam terjadi perkembangan
ilmu pengetahuan yang pesat. Di saat Eropa pada zaman Pertengahan lebih berkutat
pada isu-isu keagamaan, maka peradaban dunia Islam melakukan penterjemahan
besar-besaran terhadap karya-karya filosof Yunani, dan berbagai temuan di lapangan
ilmiah lainnya.

Menurut (Harun Nasution. 1998) keilmuan berkembang pada zaman Islam


klasik (650-1250 M). Keilmuan ini dipengaruhi oleh persepsi tentang bagaimana
tingginya kedudukan akal seperti yang terdapat dalam al-Qur`an dan hadis. Persepsi
ini bertemu dengan persepsi yang sama dari Yunani melalui filsafat dan sains Yunani
yang berada di kota-kota pusat peradaban Yunani di Dunia Islam Zaman Klasik,
seperti Alexandria (Mesir), Jundisyapur (Irak), Antakia (Syiria), dan Bactra (Persia).
Sedangkan W. Montgomery Watt menambahkan lebih rinci bahwa ketika Irak, Syiria,
dan Mesir diduduki oleh orang Arab pada abad ketujuh, ilmu pengetahuan dan filsafat
Yunani dikembangkan di berbagai pusat belajar. Terdapat sebuah sekolah terkenal di
Alexandria, Mesir, tetapi kemudian dipindahkan pertama kali ke Syiria, dan kemudian
pada sekitar tahun 900 M ke Baghdad.

Sekitar abad ke 6-7 Masehi obor kemajuan ilmu pengetahuan berada di


pangkuan perdaban Islam. Dalam lapangan kedokteran muncul nama-nama terkenal
seperti: Al-H}āwī karya al-Rāzī (850-923) merupakan sebuah ensiklopedi mengenai
seluruh perkembangan ilmu kedokteran sampai masanya. Rhazas mengarang suatu
Encyclopedia ilmu kedokteran dengan judul Continens, Ibnu Sina (980-1037) menulis
buku-buku kedokteran (al-Qonun) yang menjadi standar dalam ilmu kedokteran di
Eropa. Al-Khawarizmi (Algorismus atau Alghoarismus) menyusun buku Aljabar pada
tahun 825 M, yang menjadi buku standar beberapa abad di Eropa. Ia juga menulis
perhitungan biasa (Arithmetics), yang menjadi pembuka jalan penggunaan cara
desimal di Eropa untuk menggantikan tulisan Romawi. Ibnu Rushd (1126-1198)
seorang filsuf yang menterjemahkan dan mengomentari karyakarya Aristoteles. Al
Idris (1100-1166) telah membuat 70 peta dari daerah yang dikenal pada masa itu
untuk disampaikan kepada Raja Boger II dari kerajaan Sicilia.

3. Masa Renaisans dan Modern

Michelet, sejarahwan terkenal, adalah orang pertama yang menggunakan


istilah renaisans. Para sejarahwan biasanya menggunakan istilah ini untuk menunjuk
berbagai periode kebangkitan intelektual, khususnya di Eropa, dan lebih khusus lagi
di Italia sepanjang abad ke-15 dan ke-16. Agak sulit menentukan garis batas yang
jelas antara abad pertengahan, zaman renaisans, dan zaman modern. Sementara orang
menganggap bahwa zaman modern hanyalah perluasan dari zaman renaisans.

Renaisans adalah periode perkembangan peradaban yang terletak di ujung atau


sesudah abad kegelapan sampai muncul abad modern. Renaisans merupakan era
sejarah yang penuh dengan kemajuan dan perubahan yang mengandung arti bagi
perkembangan ilmu. Ciri utama renaisans yaitu humanisme, individualisme,
sekulerisme, empirisisme, dan rasionalisme. Sains berkembang karena semangat dan
hasil empirisisme, sementara Kristen semakin ditinggalkan karena semangat
humanisme.

Pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak
abad ke-12 M itu menimbulkan gerakan kebangkitan kembali (renaisance) pusaka
Yunani di Eropa pada abad ke-14 M. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa kali
ini adalah melalui terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudian
diterjemahkan kembali ke dalam bahasa latin. Walaupun Islam akhirnya terusir dari
negeri Spanyol dengan cara yang sangat kejam, tetapi ia telah membidani gerakan-
gerakan penting di Eropa. Gerakan-gerakan itu adalah kebangkitan kembali
kebudayaan Yunani klasik (renaisance) pada abad ke-14 M, rasionalisme pada abad
ke-17 M, dan pencerahan (aufklarung) pada abad ke-18 M.

4. Periode Kontemporer

Zaman ini bermula dari abad 20 M dan masih berlangsung hingga saat ini.
Zaman ini ditandai dengan adanya teknologiteknologi canggih, dan spesialisasi ilmu-
ilmu yang semakin tajam dan mendalam. Pada zaman ini bidang fisika menempati
kedudukan paling tinggi dan banyak dibicarakan oleh para filsuf. Sebagian besar
aplikasi ilmu dan teknologi di abad 21 merupakan hasil penemuan mutakhir di abad
20. Pada zaman ini, ilmuwan yang menonjol dan banyak dibicarakan adalah
fisikawan. Bidang fisika menjadi titik pusat perkembangan ilmu pada masa ini.
Fisikawan yang paling terkenal pada abad ke-20 adalah Albert Einstein. Ia Alberth
Einstein adalah seorang ilmuwan fisika. (file:///C:/Users/user/Downloads/563-2189-1-
PB.pdf, 2021)

Pada zaman ini juga melihat integrasi fisika dan kimia, pada zaman ini disebut
dengan “Sains Besar”. Pada tahun ini juga James D. Watson, Francis Crick dan
Rosalind Franklin menjelaskan struktur dasar DNA, bahan genetik untuk
mengungkapkan kehidupan dalam segala bentuknya. Hal ini memicu rekayasa
genetika yang dimulai tahun 1990 untuk memetakan seluruh manusia genom (dalam
Human Genome Project) dan telah disebut-sebut sebagai berpotensi memiliki manfaat
medis yang besar.

Selain kimia dan fisika, teknologi komunikasi dan informasi berkembang


pesat pada zaman ini. Sebut saja beberapa penemuan yang dilansir oleh
nusantaranews.wordpress.com sebagai penemuan yang merubah warna dunia, yaitu:
Listrik, Elektronika (transistor dan IC), Robotika (mesin produksi dan mesin
pertanian), TV dan Radio, Teknologi Nuklir, Mesin Transportasi, Komputer, Internet,
Pesawat Terbang, Telepon dan Seluler, Rekayasa Pertanian dan DNA, Perminyakan,
Teknologi Luar Angkasa, AC dan Kulkas, Rekayasa Material, Teknologi Kesehatan
(laser, IR, USG), Fiber Optic, dan Fotografi (kamera, video). Kini, penemuan terbaru
di bidang Teknologi telah muncul kembali.

Berdasarkan keterangan diatas dapat diketahui bahwa perkembangan ilmu


pengetahuan dari zaman ke zaman ada empat priode yaitu yaitu pada zaman yunani
kuno, Periode Islam, Masa Renaisans dan Modern kemudian priode komtemporer.
Materi Ke 3 tentang Kearah Pemikiran Filsafat

A. Kearah Pemikiran Filsafat

Karakteristik berpikir filsafat yang pertama adalah sifat menyeluruh.


Seseorang yang mempelajari ilmu tidak hanya mengenal ilmu dari sudut pandang
ilmu itu sendiri melainkan ingin mengetahui hakikat ilmu dengan konstelasi
pengetahuan lainnya. Misalnya ingin mengetahui kaitan ilmu dengan moral atau
kaitan ilmu dengan agama.

Karakteristik berpikir filsafat yang kedua adalah sifat mendasar. Seorang yang
berpikir filsafati akan membongkar pemikirannya secara fundamental. Individu tidak
percaya begitu saja bahwa ilmu itu benar. Mengapa ilmu itu dapat dikatakan benar?
Bagaimana proses penilaian berdasarkan kriteria tersebut dilakukan? Apa kriteria itu
sendiri benar? Lalu benar itu sendiri apa?

Terkait dengan mencari kebenaran suatu ilmu, maka individu berspekulasi dan
hal ini menjadi ciri berfikir filsafat yang ketiga, yaitu spekulatif. Dengan hal ini maka
akan timbul pertanyaan terhadap filsafat, bukankan spekulasi merupakan suatu dasar
yang tidak dapat diadakan? Seorang filsuf akan menjawab memang benar demikian,
tetapi hal ini tidak bisa dihindarkan. Hal yang terpenting adalah bahwa dalam
prosesnya, baik dalam analisis maupun pembuktiannya, individu dapat memisahkan
spekulasi mana yang dapat diandalkan dan mana yang tidak dapat diandalkan. Tugas
utama filsafat adalah menetapkan dasar-dasar yang dapat diandalkan.

Dari hal tersebut dapat disadari bahwa semua pengetahuaan saat ini berawal
dari spekulasi. Dari serangkaian spekulasi dapat dipilih pemikiran yang dapat
diandalkan yang merupakan titik awal dari penjelajahan pengetahuan. Tanpa
menetapkan kriteria apa yang disebut benar maka tidak mungkin pengetahuan dapat
berkembang di atas kebenaran. Tanpa menetapakan apa yang disebut baik atau buruk
maka tidak mungkin berbicara mengenai moral. Demikan pula tanpa wawasan apa
yang disebut indah atau jelek tidak mungkin kita berbicara tentang kesenian.

B. Bidang telaah Filsafat

Apa yang sebenarnya ditelaah filsafat?. Selaras dengan dasarnya yang


spekulatif, maka filsafat menelaah segala masalah yang mungkin dapat dipikirkan
oleh manusia. Sesuai dengan fungsinya yang pionir, filsafat mempemasalahkan hal-
hal yang pokok. Pada tahap permulaan sekali, filsafat mempersoalkan hakikat
manusia. Tahap ini dimulai dari segenap pemikiran ahli-ahli filsafat sejak zaman
dahulu hingga saat ini dan tidak kunjung selesai memahami hakikat manusia. Setiap
ilmu, utamanya ilmu-ilmu sosial memiliki asumsi tertentu mengenai manusia. Tahap
kedua adalah pertanyaan yang berkisar tentang ada: tentang hakikat hidup dan
eksistensi manusia. Tahap ketiga, terkait dengan tugas utama filsafat, menurut
Wittegenstein bukanlah menghasilkan susunan pernyataan filsafati, melainkan
menyatakan sebuah pernyataan sejelas mungkin.

C. Cabang-Cabang Filsafat
1. Logika : apa yang disebut benar dan apa yang disebut salah (logika)
2. Etika : mana yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk (etika)
3. Estetika : apa yang termasuk indah dan apa yang termasuk jelek (estetika)
4. Metafisika : teori tentang ada (hakikat keberadaan zat, tentang hakikat pikiran
serta kaitan antara zat dan pikiran)
5. Politik : kajian mengenai organisasi sosial/ pemerintah yang ideal (politik)

Kelima cabang utama ini kemudian berkembang lagi menjadi cabang-cabang


filsafat yang mempunyai bidang kajian yang lebih spesifik diantara filsafat ilmu.
Cabang-Cabang filsafat tersebut antara lain : Epistemologi (filsafat pengetahuan)
Etika ( filsafat moral), Estetika (filsafat seni), Metafisika, Politik (filsafat
pemerintahan), Filsafat agama, Filsafat Ilmu, Filsafat Pendidikan, Filsafat Hukum,
Filsafat Sejarah, dan Filsafat Matematika.
Materi Ke 4 Tentang Dasar-Dasar Pengetahuan

Dasar-dasar pengetahuan diawali oleh Penalaran, Logika, Sumber


Pengetahuan dan Kriteria Kebenaran.

A. Penalaran

Pengetahuan dapat dikembangkan oleh manusia disebabkan dua hal utama


yakni, pertama, manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan
informasi dan jalan pikiran yang melatar belakangi informasi tersebut. Kedua,
kemampuan manusia untuk berpikir menurut suatu alur kerangka berpikir tertentu.
Secara garis besar cara berpikir seperti itu disebut penalaran. Bagian-bagian dari
penalaran yakni:

1. Hakekat Penalaran
Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sebuah kesimpulan
yang berupa pengetahuan. Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk yang
berpikir, merasa, bersikap, dan bertindak. Penalaran menghasilkan pengetahuan
yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir dan bukan dengan perasaan, meskipun
seperti yang dikatakan Pascal bahwa hati pun mempunyai logika tersendiri. Jadi
penalaran merupakan kegiatan berpikir yang mempunyai karakteristik tertentu
dalam menemukan kebenaran (pengetahuan).
2. Berpikir
Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang
benar. Apa yang disebut benar bagi setiap orang itu berbeda-beda sehingga
kegiatan proses berpikir untuk menghasilkan pengetahuan yang benar itu pun juga
berbeda-beda. Penalaran merupakan suatu proses penemuan kebenaran di mana
tiap-tiap jenis penalaran mempunyai kriteria kebenarannya masing-masing.
3. Perasaan
Perasaan merupakan suatu penarikan kesimpulan yang tidak berdasarkan
penalaran. Contohnya intuisi yang merupakan suatu kegiatan berpikir yang non
analitik (tidak mendasarkan diri pada suatu pola berpikir tertentu). Berpikir intuitif
memegang peranan yang penting dalam masyarakat yang berpikiran non analitik,
yang kemudian sering bergalau dengan perasaan.
4. Wahyu
Wahyu diberikan Tuhan lewat malaikat-malaikat dan nabi-nabinya ada yang
percaya dan ada yang tidak. Dengan wahyu kita mendapatkan keyakinan
meskipun kegiatan berpikirnya tidak menggunakan logika serta bersifat intuitif.
Dalam hal ini, manusia bersifat pasif sebagai penerima pemberitaan tersebut, yang
kemudian dipercaya atau tidak tergangantung dari keyakinan masing-masing.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan Panalaran, intuisi, dan wahyu


adalah sumber pengetahuan. Akan tetapi, penalaran merupakan cara berpikir dengan
pola tertentu yang disertai analisis. Sedangkan intuisi dan wahyu merupakan sumber
pengetahuan implisit yang tidak didasarkan pada pola berpikir tertentu, hanya
berdasarkan perasaan dan keyakinan.

B. Logika

Logika diturunkan dari kata “logie” bahasa Yunani, yang berhubungan dengan
kata “logos”, yang berarti fikiran atau perkataan sebagai pernyataan fikiran itu. Secara
etimologi, logika adalah bidang penyelidikan yang membahas fikiran, yang
dinyatakan dalam bahasa.

Menurut Anne, logika merupakan pengkajian berpikir shahih. Logika


merupakan pertimbangan akal pikiran supaya berpikir secara lurus, tepat dan

sistematis, yang kemudian dinyatakan lewat bahasa lisan atau tulisan. Secara luas
dapat dikatakan bahwa logika adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip-
prinsip dan norma-norma penyimpulan yang sah. Logika dibagi dalam dua cabang
pokok, yakni:

1. Logika Deduktif

Logika deduktif merupakan penarikan kesimpulan dari hal yang bersifat


umum menjadi khusus yang bersifat individual. Penarikan kesimpulan secara
deduktif, menggunakan pola berpikir silogismus yang disusun oleh dua
pernyataan dan satu kesimpulan.

2. Logika Induktif

Penarikan kesimpulan dari pernyataan yang bersifat umum dari kasus yang
bersifat individual.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa logika adalah akal
fikiran yang mempertimbangkan sebuah kebenaran kemudian dinyatakan melalui
lisan maupun tulisan, logika ada dua cabang yaitu logika deduktif dan induktif, logika
deduktif yang menarik kesimpulan yang bersifat umum ke khusus sedangkan logika
induktif yang menarik kesimpulan yang bersifat umum dari kasus yang yanga bersifat
individual.

C. Sumber Pengetahuan

Ada beberapa sumber untuk mendapatkan pengetahuan, antara lain:

1. Akal atau Rasio

Akal adalah sebagai salah satu peralatan rohaniah manusia yang berfungsi
untuk mengingat, menyimpulkan, menganalisa dan manilai apakah sesuai benar
dan salahnya

2. Pengalaman

Pengalaman adalah keseluruhan peristiwa yang terjadi dalam diri manusia,


interaksi manusia dengan alam, lingkungan dan kenyataan termasuk Yang Sang
Ilahi. Pengalaman terbagi menjadi dua:

a. Pengalaman primer, yaitu pengalaman langsung akan persentuhan indrawi


dengan benda-benda konkret di luar manusia dan peristiwa yang disaksikan
sendiri;
b. Pengalaman sekunder, yaitu pengalaman tak langsung atau reflektif mengenai
pengalaman primer.
3. Intuisi
Intuisi merupakan pengetahuan yang didapat tanpa melalui proses penalaran
tertentu. Intuisi besifat personal dan tidak dapat diramalkan. Pengetahuan intuitif
dapat dipergunakan sebagai hipotesis bagi analisis selanjutnya dalam menentukan
benar tidaknya pernyataan yang dikemukakan. Kegiatan intuitif dan analitik dapat
bekerjasama dalam menemukan suatu kebenaran.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dapat


bersumber dari akal atau rasio, pengalaman dan Intuisi. Akal atau rasio merupakan
salah satu peralatan rohaniah manusia yang berfungsi untuk mengingat serta
menyimpulkan informasi kemudian pengalaman merupakan peristiwa yang terjadi
pada diri manusia, interaksi manusia dengan alam termasuk interaksi dengan sang
pencipta, selanjutnya Intuisi merupakan pengetahuan yang diperoleh secara langsung
tanpa melalui penalaran tertentu.

D. Kriteria Kebenaran
1. Pengertian kebenaran
Kebenaran adalah persesuaian antara pengetahuan dan obyeknya. Kebenaran
menurut setiap individu relatif berbeda-beda, sehingga setiap jenis pengetahuan
mempunyai kriteria kebenaran yang tidak sama. Hal ini disebabkan oleh watak
pengetahuan yang berbeda.
2. Jenis-jenis Kebenaran
Ada tiga jenis kebenaran, yakni:
a. Kebenaran Epistimologis
Kebenaran epistimologis disebut juga kebenaran logis. Kebenaran
epistimologis merupakan kebenaran yang berhubungan dengan pengetahuan
manusia. Sebuah pengetahuan disebut benar dan kapan pengetahuan disebut
benar apabila apa yang terdapat dalam pikiran subjek sesuai dengan apa yang
ada dalam objek.
b. Kebenaran Ontologis
Kebenaran ontologis berkaitan dengan sifat dasar atau kodrat dari obyek.
Kebenaran ontologis merupakan kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat
pada hakikat segala sesuatu yang ada.
c. Kebenaran Semantik
Kebenaran semantik merupakan kebenaran yang terdapat dan melekat
dalam tutur kata dan bahasa. Kebenaran ini berkaitan dengan pemakaian
bahasa. Bahasa merupakan ungkapan dari kebenaran.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kriteria kebenaran


adalah dapat diketahui bahwa suatu pengetahuan itu sesuai dengan objeknya
kemudian ada tiga jenis keberan yaitu pertama kebenaran epistimologis kebenaran
yang berhubungan dengan pengetahuan manusia, kedua kebenaran ontologis yaitu
kebenaran yang melekat pada hakikat segala sesuatu yang ada, yang ketiga kebenaran
sematik merupakan kebnaran yang terdapat pada tutur kata.
Materi Ke 5 tentang Kebenaran Filsafat, Ilmu dan Agama

Kebenaran Filsafat, Ilmu dan Agama

Ilmu pengetahuan, Filsafat dan Agama sama-sama bertujuan untuk menenmukan


kebenaran, namun ketiganya mempunyai sumber kebenaran yang berbeda-beda.
Kebenaran ilmu pengetahuan bersumber dari rasio dan fakta, kebenaran filsafat
bersumber dari rasio dan instuisi sedangkan kebenaran agama bersumber dari wahyu.
Berikut penjelasan tentang kebenaran ilmu pengetahuan, filsafat dan agama.

A. Kebenaran Ilmu Pengetahuan


Kebenaran ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang cara mendapatkannya
dilakukan dengan langkah-langkah tertentu. Langkah-langkah tertentu tersebut
dinamakan Logico Hipotetico Verifikasi yaitu dengan mengajukan suatu
permasalahan dan untuk menjawab permasalahan tersebut disusunlah suatu kerangka
teori yang bermuara kepada jawaban sementara atau permasalahan tersebut
dinamakan Hipotesis. Hipotesis yang telah dirumuskan belum dapat diterima sebagai
sebuah kebenaran jika belum dilakukan pengujian, pengujian dilakukan untuk
menerima atau menolak hipotesis tersebut hasil pengujian hipotesis dapat disimpulkan
sebagai sebuah kebenaran atau tidak. (Mulyo Wiharto, 2005: 5)
Pengujian hipotesis dilakukan dengan mengumpulkan fakta yang berhubungan
dengan permasalahan yang tengah dikaji. Pengumpulan fakta dapat dilakukan dengan
teknik observasi, komunikasi dan bibliografi. Fakta yang terkumpul selanjutnya
diklasifikaiskan, disajikan dan dianalisis untuk menghasilkan suatu kesimpulan.
Hipotesis yang diterima dianggap menjadi pengetahuan yang ilmiah yang berbentuk
teori, prinsip dan hukum yang disusun berdasarkan rasio dan empiris atau
menggunakan pendekatan deduktif dan induktif.
Kebenaran ilmu pengetahuan tidak bersifat absolut, artinya kebenaran akan
diterima selama tidak ada fakta yang menolak kebenarannya. Pengetahuan ilmiah
harus teruji atau sesuai dengan fakta dan empiris, pengetahuan membedakan antara
pengetahuan yang sesuai dengan fatka dengan pengetahuan yang tidak sesuai dengan
fakta. Sifat teruji diperoleh dengan berpikir induktif, sifat rasional dan teruji
merupakan kelebihan sekaligus kelemahan ilmu pengetahuan.
Dikatakan sebagai kelebihan karena kedua sifat tersebut menjadikan ilmu
pengetahuan ilmu pengetahuan dapat memberikan penjelasan secara deduktif,
probabilistik, teleologis maupun secara genetik. Sedangkan kelemahan ilmu
pengetahuan yaitu tidak selalu memberikan jawaban yang memuaskan terhadap
masalah-masalah manusia. Ilmu pengetahuan manusia misalnya, hanya mempelajari
fenomena alam dan tidak memberikan jawaban apakah alam tersebut dijadikan
ataukah jadi dengan sendirinya. Ilmu pengetahuan social juga mempunyai
keterbatasan yang sama. Ilmu psikoloi misalnya, hanya menjelaskan tentang gejala
kejiwaan namun tidak mampu menjawab hakikat manusia.
Jadi dapat diketahui bahwa kebenaran ilmu pengetahuan tidak bersifat absolut.
Karena kebenaran ilmu pengetahuan dapat diterima selama tidak ada fakta yang
menolak kebenarannya kemudian kebenaran ilmu pengetahuan juga bersifat
pragmatis, artinya pengetahuan dipandang benar dan sahih sepanjang tidak ditolak
kebenarannya dan bermanfaat bagi manusia. Ilmu pengetahuan juga tidak selalu
memberikan jawaban yang memuaskan.
B. Kebenaran Filsafat
Ilmu pengetahuan alam maupun ilmu pengetahuan sosial, keduanya
mempunyai berbagai keterbatasan dan keterbatasan inilah yang memerlukan bantuan
filsafat dalam memberikan jawaban. Karena filsafat merupakan ilmu tentang
kebenaran yang diperoleh sebagai kebenaran hasil berpikir yang dilakukan secara
radikal, spekulatif dan universal.
Filsafat menghasilkan kebenaran hasil berpikir yang radikal, spekulatif dan
universal dengan melakukan perenungan kefilsafatan atau menggunakan metode
analisis dan sintesis. Metode analisis bermaksud melakukan pemeriksaan secara
konsepsional atas makna yang dikandung oleh istilah yang dipergunakan dan
pernyataan yang dibuat.
Berpikir secara radikar berarti berpikir secara mendasar. Berpikir secara
mendasar didahului dengan menerima segala sesuatu secara skeptis atau ragu-ragu.
Berpikir secara radikal dimulai dengan meragukan segala sesuatu atau segala fakta
yang diterima harus diuji dengan mengajukan kritikan atas makna yang dikandung
dalam fakta atau menarik kesimpulan atas fakta tersebut.
Berpikir spekulatif artinya secara sistematis memisahkan penjelasan yang
dapat diandalkan dengan penjelasan yang tidak dapat diandalkan . penjelasan disusun
secara konsisten dan rasional, sehingga bersifat runtut dan berhubungan secara logis
antara satu dengan yang lain. Berpikir universal artinya berpikir secara menyeluruh
atau berkaitan satu dengan yang lainnya. Hasil berpikir tersusun secara koheren,
sehingga bagian rangkaian yang satu terkandung pada rangkaian yang lain atau hasil
penyimpulan berasa dari perangkat pernyataan yang mendahuluinya.
Kebenaran hasil berpikir filsafat bersumber dari rasio dan karenanya
menghasilkan berbagai pemikiran yang beraneka ragam sebanyak orang yang
menghasilkan pemikiran tersebut. Setiap ahli filsafat tentu akan mempertahankan
argumentasi hasil pemikirannya dan memandang kebenaran dari sudut pandang
dirinya atau bersifat subyektif.
Berdasarkan uraian diatas sehingga dapat diketahui bahwa Filsafat adalah
kebenaran hasil berpikir yang dilakukan secara radikal, spekulatif dan universal.
Kebenaran filsafat diperoleh dengan melakukan perenungan kefilsafatan yang
merupakan percobaan untuk menyusun suatu sistem pengetahuan yang rasional dan
memadai. Perenungan kefilsafatan tidak berusaha menemukan fakta, tetapi
menerimanya dari mereka yang menemukan fakta tersebut. Fakta diuji dengan
mengajukan kritik atas makna yang dikandung suatu fakta dan menarik kesimpulan
umum atas fakta tersebut.
C. Kebenaran Agama
Ilmu pengetahuan tidak dapat menjawab permasalahan-pemasalahan tertentu
dan filsafat memberikan solusinya. Untuk permasalahan-permasalahan tertentu
filsafat tidak dapat memberikan jawaban yang memuaskan, maka manusia mencari
jawaban yang pasti dengan berpaling kepada agama. Agama merupakan segenap
kepercayaan, ajaran kebaktian dan kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan
tersebut.
Agama memberikan informasi yang sangat jelas dan cepat dalam memastikan
keberadaan Allah. Manusia tidak perlu bersusah payah mencari hakekat Allah dengan
mempergunakan ilmu pengetahuan atau pun filsafat. Dalam hal ini, Allah
memerintahkan manusia agar tidak memikirkan zat Allah, namun pikirkanlah zat-zat
ciptaan Allah, karena manusia tidak akan mungkin sampai kesana. Allah menegaskan
bahwa manusia tak akan mampu mempelajari zat-Nya seperti telah dituangkan dalam
surat Al Isra ayat 85 yang artinya : ”Tidaklah engkau diberikan pengetahuan
melainkan sedikit saja”
Agama memberikan penjelasan yang terang berderang tentang hakekat Allah,
sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh filsafat maupun ilmu pengetahuan. Melalui
wahyu, Allah secara sangat sederhana dan efektif memperkenalkan diri kepada
manusia melalui surat Al Alaq ayat 1-5 dengan firman-Nya : ”Bacalah, bacalah
dengan menyebut nama Allahmu yang menciptakan ... ”. Informasi ini sekaligus
mematahkan paham Atheisme yang menyangkal keberadaan Allah.
Agama merupakan kebenaran yang bersumber dari wahyu dan lazimnya
disebut sebagai agama wahyu, agama samawi, agama langit atau agama profetis yang
diturunkan melalui perantaraan seorang utusan/rosul. Agama memberikan petunjuk
tentang suatu kebenaran melalui kitab suci, sebagaimana Allah menerangkannya
dalam Al Qur’an surat An Nisa ayat 105 yang artinya : ”Sesungguhnya telah Kami
terangkan kepadamu Al Kitab yang membawa kebenaran”
Jadi berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa Agama adalah segenap
kepercayaan, ajaran kebaktian dan kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu.
Kebenaran agama bersifat mutlak karena berasal dari sesuatu yang mutlak dan
memberi penyelesaian yang memuaskan bagi banyak pihak. Agama memberi
kepastian yang mantap terhadap suatu bentuk kebenaran karena kebenaran agama
didasarkan pada suatu kepercayaan dan mengandung sistem credo atau tata
kepercayaan tentang sesuatu yang mutlak di luar manusia. Agama memberikan
petunjuk tentang berbagai bidang keilmuan, termasuk filsafat dan aspek-aspek
kehidupan. Petunjuk tersebut kebenarannya bernilai mutlak sebagai sesuatu yang
datang dari Yang Maha Mutlak.
Materi Ke 6 Tentang Ontologi, Epistemolgi dan Aksiologi
Secara garis besar filsafat memiliki tiga kajian utama yaitu: Ontologi,
Epistemologi dan Aksiologi

A. Ontologi

Ontologi secara bahasa Yunani terdiri dari dua kata; on: being, dan logos;
Logic. Jadi ontology ialah The theory of being qua being atau teori tentang
keberadaan sebagai keberadaan. Sementara menurut istilah ontology ialah ilmu yang
membahas tentang hakikat yang ada, berbentuk jasmani/konkret maupun
rohani/abstrak.

Hal senada juga menurut sumber lain disebutkan bahwa ontologi itu
membahas apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan
perkataan lain, suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada” sangatlah penting
untuk diketahui secara utuh, bahwa ontology merupakan pembahasan dalam rangka
untuk mencari atau mendapatkan hakekat sesuatu. Sering orang mempertanyakan
kembali ‘sesuatu’ apa ? atau ‘sesuatu’ yang manakah ? yaitu sesuatu apa saja, baik
berbentuk benda materi atau non-materi atau sering disebut dengan istilah abstrak.
Hingga kemudian kita mendapatkan ‘hakekat’ dari sesuatu tersebut, seperti yang
dahulu pernah dilakukan oleh filosof Yunani bernama Thales. Thales berkesimpulan
setelah melewati perenungan tentang air, ia mengatakan bahwa air itu adalah
substansi terdalam atau asal dari segala sesuatu, karena dengan air itulah kehidupan
bisa berjalan dan kehidupan itu bisa berkembang.

Contoh sederhana lainnya kita dapat berikan dengan ‘biologi’ misalnya, secara
ontology atau hakekat dari ilmu biologi adalah ilmu tentang kehidupan tumbuhan,
binatang, alam, bahkan manusia. Dengan kata lain, secara ontologi atau hakekat dari
ilmu biologi merupakan ilmu tentang mahluk hidup seperti tetumbuhan dan lainnya,
baik yang berada di darat, laut, dan udara. Tanpa suatu kajian ontologi tentang suatu
hal, mustahil adanya suatu pembahasan yang mendalam dan melebar karena secara
akar pembahasan belum terungkap. Namun sebaliknya jika suatu kajian telah dikaji
secara ontologis maka serta merta akan mengungkap berbagai hal yang berkaitan
dengan kajian tersebut, sehingga akan muncul berbagai macam hal yang ada
hubungannya dengan akar kajian yang sedang dibahas. Seperti biologi dengan
berbagai hal yang menyangkut dunia tetumbuhan, binatang, baik yang ada di darat
dan air, bahkan manusia dengan apa ada di diri tubuh manusia, dan lain halnya yang
ada dalam kehidupannya.

Jadi dapat diketahui bahwa ontologi merupakan salah satu kajian utama dari
filsafat, yang membahas tentang hakikat sesuatu yang ingin diketahui dengan sebenar-
benarnya karena didalam pengkajian mengenai teori tentang “ada” sangatlah penting
untuk diketahui secara utuh.

B. Epistemologi

Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal mula, susunan,


metode-metode, dan status sahnya pengetahuan. Kemudian Epistemologi adalah cara
mendapatkan pengetahuan yang benar, karena epistemologi itu adalah teori
pengetahuan, tidak lain dan tidak bukan merupakan kelanjutan yang tak terpisahkan
dari ontologi seperti yang telah dijelaskan di atas. Tanpa pemahaman yang utuh
tentang ontologi dari ‘suatu hakekat’, mustahil kita akan dapat memahami dan
menjawab dari pertanyaan “apa” yang sedang kita cari jawabannya.

Pengetahuan manusia dibagi menjadi tiga macam yaitu: pengetahuan sains,


pengetahuan filsafat dan pengetahuan mistik. Pengetahuan ini diperoleh manusia
melalui berbagai cara dan dengan menggunakan berbagai alat. Hal senada juga
dengan aspek epistemologi atau teori pengetahuan dari sesuatu, yang berurusan
dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasar, dan
pertanggung jawaban tentang pengetahuan yang dimilikinya. Proses pencarian
epistemology atau teori suatu pengetahuan yang sedang kita amati dan kita cari,
biasanya didasarkan atas pertimbangan sikap skeptis, karena dengan sikap ragu itulah
orang mencari tahu tentang berbagai hal yang melingkupinya. Maka dari sinilah
kemudian lahir berbagai pengetahuan baru yang tergali tentang sesuatu tersebut.

Misal sederhana yang akhirnya menyebabkan lahirnya ilmu kedokteran,


karena mulanya para ahli mempertanyakan tentang ilmu biologi yang berurusan
penyembuhan suatu penyakit mahluk hidup. Biologi sebagai induk dari ilmu
pengetahuan akhirnya menghasilkan cabang ilmu pengetahuan baru seperti ilmu
kedokteran, setelah mengalami skeptisme tentang mahluk hidup yang terserang suatu
penyakit yang harus ditemukan cara penyembuhannya. Maka dengan kata lain, jika
tahapan ontologi telah terungkap maka tahapan berikutnya adalah tahapan pencarian
pengetahuan atau teori suatu pengetahuan yang sedang diamati, sehingga kelak akan
tersusun suatu pembagian dan perbedaan antara suatu pengetahuan yang satu dengan
yang lainnya. Sebagaimana juga akan terungkap perbedaan antara suatu pengetahuan
yang satu dengan yang lainnya, setelah memasuki tahap epistemologi ini.

Jadi dapat diketahui bahwa epistemologi merupakan kajian kedua filsafat yang
menyelidiki asal mula, susunan, metode-metode dan status sahnya pengetahuan,
selain itu epistemologi juga merupakan cara mendapat pengetahuan yang benar,
karena tanpa pengetahuan yang utuh tidak mungkin dapat memberikan jawaban
mengenai suatu pertanyaan yang hendak diketahui.

C. Aksologi

Secara bahasa aksiologi berasal dari perkataan Axios (bahasa Yunani) yang
berarti nilai, dan kata Logos yang berarti; teori, jadi aksiologi mengandung pengertian
; teori tentang nilai. Sementara secara umum aksiologi dapat diartikan sebagai teori
nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh

Dari berbagai capaian manusia yang telah didapat dari ilmu pengetahuan dan
teknologi, telah banyak memberikan daya manfaat dan daya guna bagi kehidupan
manusia selama ini. Namun demikian selama temuan yang dihasilkan oleh ilmu
pengetahuan dan teknologi itu memberikan bermanfaat dan berguna tidaklah masalah,
tetapi pertanyaan selanjutnya adalah jika temuan teknologi itu berbentuk senjata dan
sejenisnya. Pada mulanya pembuatan senjata termasuk pembuatan bom ditujukan
untuk mempermudah kerja manusia dari berbagai kendala yang datangnya dari alam
atau lingkungan. Namun dalam perkembangannya ternyata temuan manusia tersebut
tidak lagi memberikan manfaat dan berguna tetapi justeru mendatangkan derita dan
kehancuran bagi kelangsungan hidup manusia lainnya. Oleh karena itu secara
aksiologi atau teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari suatu pengetahuan
yang didapat oleh manusia, dengan sendirinya dapat dikategorikan akan memberi
manfaat dan berguna ataukah sebaliknya.

Jadi dapat diketahui aksiologi merupakan kajian filsafat yang ketiga dalam
menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu yang mana aksiologi merupakan teori
nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh
Dari ketiga kajian filsafat dalam mengetahui hakikat ilmu yaitu ontologi,
epistemologi dan aksiologi sangat berkaitan karena ontology adalah suatu kajian yang
mengemukakan tentang hakikat sesuatu yang ingin diketahui sedangkan epistemologi
cara mendapatkan pengetahuan yang benar, karena epistemologi itu adalah teori
pengetahuan, tidak lain dan tidak bukan merupakan kelanjutan yang tak terpisahkan
dari ontologi seperti yang telah dijelaskan di atas. Tanpa pemahaman yang utuh
tentang ontologi dari ‘suatu hakekat’, mustahil kita akan dapat memahami dan
menjawab dari pertanyaan “apa” yang sedang kita cari jawabannya. Kemudian
aksiologi merupakan teori nilai mengenai pengetahuan yang diperoleh.
Materi Ke 7 Tentang Pengetahuan, Ilmu dan Teknologi

A. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan berasal dari bahasa Inggris yaitu: knowledge. Dalam


encyclopedia of philosophy, definisi pengetahuan adalah kepercayaan yang benar.
Sementara secara terminologi akan dikemukakan salah satu pendapat ahli mengenai
definisi tentang pengetahuan dibawah ini:

(Notoatmodjo, 2014) Pengetahuan atau knowledge adalah hasil penginderaan


manusia atau hasil tahu seseorang terhadap suatu objek melalui pancaindra yang
dimilikinya. Panca indra manusia guna penginderaan terhadap objek yakni
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan perabaan. Pada waktu penginderaan
untuk menghasilkan pengetahuan tersebut dipengaruhi oleh intensitas perhatiandan
persepsi terhadap objek. Pengetahuan seseorang sebagian besar diperoleh melalui
indra pendengaran dan indra penglihatan

Sedangkan menurut (Maier , 2007) Pengetahuan dalah fakta, kebenaran atau


informasi yang diperoleh melalui pengalaman atau pembelajaran disebut posteriori,
atau melalui pembelajaran melalui introspeksi disebut priori. Pengetahuan adalah
informasi yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Selain itu pengetahuan juga
diartikan berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan
akal. Pengetahuan terlihat pada seseorang menggunakan akal budinya untuk menggali
benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya.
Contoh ketika seseorang mencicipi masakan yang abru, ia mendapatkan pengetahuan
berupa bentuk, rasa dan aroma masakan tersebut.

1. Jenis Pengetahuan
a. Pengetahuan biasa. Yakni pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan dengan
istilah common sense atau nalar wajar; sesuatu yang masuk akal. Terkadang
disebut sebagai good sense pula yang berarti pengetahuan yang diterima
secara baik. Contohnya: semua orang menyebutnya sesuatu itu merah karena
itu memang merah, benda itu panas karena memang dirasakan panas dan
sebagainya. Terkadang terdapat beberapa pengetahuan biasa yang sebetulnya
kurang tepat hingga tidak benar, namun sudah diterima apa adanya oleh
masyarakat.
b. Pengetahuan ilmu. Merupakan ilmu sebagai terjemahan dari science yang
pada prinsipnya adalah usaha untuk mengorganisasikan,
mensistematisasikan common sense, suatu pengetahuan yang berasal dari
pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari atau dugaan lain

yang belum dibuktikan. Ilmu dapat merupakan suatu metode berpikir secara
objektif (objective thinking), tujuannya untuk menggambarkan dan memberi
makna terhadap dunia faktual. Pengetahuan yang diperoleh dengan ilmu,

diperolehnya melalui observasi, eksperimen, dan klasifikasi .. Analisis ilmu itu


objektif dan menyampingkan unsur pribadi atau subjektif, pemikiran logika
diutamakan, netral dan menjunjung fakta.
c. Pengetahuan filsafat. Yaitu pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang
kontemplatif dan spekulatif. Pengetahuan filsafat menekankan pada
universalitas kedalaman kajian mengenai Ilmu hanya pada satu bidang
pengetahuan yang mengerucut, sementara filsafat membahas hal yang lebih
luas namun tetap mendalam.
d. Pengetahuan agama. Merupakan pengetahuan yang hanya diperoleh dari
Tuhan lewat para utusan-Nya. Pengetahuan agama bersifat mutlak, absolut
dan wajib diyakini oleh para penganutnya tanpa bukti empiris sekalipun.

Jadi dapat diketahui bahwa pengetahuan adalah hasil tahu seseorang terhadap
suatu objek melalui pancaindra yang dimilikin baik itu dari pembelajaran ataupun
pengalaman atas dasar kesadaran diri sendiri kemudian diproses melalui pemikiran
sehingga memperoleh suatu pengetahuan. Terdapat empat jenis pengetahuan yaitu:
pertama pengetahuan biasa merupakan pengetahuan yang didapatkan melalui
penalaran yang wajar ataupun sesuatu yang masuk akal, kedua pengetahuan ilmu
yakni suatu pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam
kehidupan sehari-hari atau dugaan lain, kemudian pengetahuan berdasarkan ilmu
haruslah dianalisa terlebih dahulu untuk mendapatkan suatu pengetahuan ilmu yang
benar dan dapat diterima oleh masyarakat. Ketiga pengetahuan filsafat yakni
pengetahuan yang diperoleh melalui pemikiran secara universal dalam mengkaji ilmu
sedalam-dalamnya agar memperoleh suatu kebenaran. Keempat yakni pengetahuan
agama yang diproleh dari Tuhan melalui Utusan-Nya yang bersifat mutlak, absolut
dan wajib dinyakini oleh para penganutnya.
B. Ilmu

Istilah ilmu berasal dari bahasa arab yaitu ‘alima yang memiliki arti
mengetahui atau perbuatan dengan tujuan untuk mengetahui segala sesuatu.
Sedangkan ilmu menurut bahasa latin yakni science memiliki makna pengetahuan,
mengetahui atau memahami

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ilmu diartikan sebagai


pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara sistematis menurut metode-
metode tertentu yang dapat dipergunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di
bidang pengetahuan itu.

Sedangkan menurut (The Liang Gie, 1990) Ilmu adalah rangkaian aktivitas
manusia yang rasional dan kognitif dengan metode berupa aneka prosedur dan
susunan langkah sehingga akan menghasilkan kumpulan pengetahuan yang sistematis
mengenai gejala-gejala kealaman, kemasyarakatan atau keorangan untuk tujuan
mencapai kebenaran, memperoleh pemahaman dan memberikan penjelasan atau

melakukan penerapan. Jadi dapat diketahui bahwa ilmu adalah serangkaian proses
kegiatan yang dilakukan secara sistematis menurut metode-metode yang teah
ditentukan sehingga menghasilkan kumpulan-kumpulan pengetahuan yang benar.

C. Teknologi

Istilah teknologi sendiri berasal dari perpaduan dua kata,


yaitu techne dan logos. Kata techne dalam bahasa Yunani memiliki arti keterampilan
sedangkan logos berarti ilmu. Secara singkatnya, pengertian teknologi berarti ilmu
yang mempelajari tentang keterampilan. Penggunaan istilah teknologi sendiri diadopsi
dari bahasa Inggris “Technology” sejak abad ke-20.

Ridhlo Fahruddin (2013). Teknologi juga merupakan suatu tubuh dari ilmu
pengetahuan dan rekayasa yang dapat diaplikasikan pada perancangan produk, proses,
dan penelitian untuk mendapatkan pengetahuan baru (Simarmata, 2012:3). Teknologi
telah dikenal manusia sejak jutaan tahun yang lalu karena dorongan untuk hidup yang
lebih nyaman, lebih makmur, dan lebih sejahtera, meskipun istilah teknologi belum
dikenal. Kemajuan teknologi merupakan suatu hal yang tidak bisa kita hindari dalam
kehidupan ini, karena kemajuan teknologi akan berjalan sesuai dengan kemajuan ilmu
pengetahuan. Teknologi diciptakan untuk memberikan manfaat positif bagi kehidupan
manusia, memberikan banyak kemudahan, serta sebagai cara baru dalam melakukan
aktivitas manusia. Saat ini masyarakat sudah menikmati banyak manfaat yang
merupakan dampak dari inovasi-inovasi teknologi yang telah dihasilkan.

Jadi dapat diketahui bahwa teknologi merupakan sebuah terapan ilmu


pengetahuan yang dapat digunakan untuk perancangan proses dalam penelitian
sehingga menghasilkan sesuatu pengetahuan yang baru lagi, selain itu dengan adanya
teknologi lebih memudahkan manusia dalam mengases informasi ilmu pengetahuan
dan pengetahuan lainnya sebagainya dapat dibuktikan dan dirasakan bahwa banyak
sekali manfaat-manfaat yang diperoleh melalui teknologi.

Berdasarkan pengertian pengetahuan, ilmu dan teknologi dapat diuraikan


bahwa pengetahuan merupakan hasil yang diperoleh melalui panca indra yang
didapatkan dalam kegiatan pembelajaran maupun pengalaman secara sadar dan
diproses menggunakan akal dan pikiran sehingga memperoleh suatu pengetahuan,
sedangkan ilmu merupakan pengetahuan dalam suatu bidang yang telah diuji melalui
metode-metode yang sistematis sehingga menghasilkan kebenaran yang dapat
diterima oleh akal dan pikiran, kemudian teknologi merupakan ilmu keterampilan
yang diperoleh melalui pengetahuan. Dengan adanya teknologi memudahkan manusia
dalam mendapatkan informasi baik berupa ilmu pengetahuan dan informasi lainnya.
Teknologi akan terus berkembangan mengikuti perkembangan zaman sehingga
perlunya bagi kita untuk selalu mengkaji lebih dalam ilmu pengetahuan.
Materi Ke 8 Tentang Sarana Berpikir Ilmiah

A. Pengertian Sarana Berpikir Ilmiah


Berfikir menurut Salam (1997) adalah suatu aktifitas untuk menemukan
pengetahuan yang benar atau kebenaran. Berfikir juga dapat diartikan sebagai proses
yang dilakukan untuk menentukan langkah yang akan ditempuh. Ilmiah adalah ilmu.
Jadi berfikir ilmiah adalah proses atau aktifitas manusia untuk menemukan atau
mendapatkan ilmu yang bercirikan dengan adanya kausalitas, analisis dan sintesis.
Dalam epistemology atau perkembangan untuk mendapatkan ilmu, diperlukan
adanya sarana berfikir ilmiah. Sarana berpikir ilmiah pada dasarnya merupakan alat
yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Sarana
ilmiah merupakan suatu alat, dengan alat ini manusia melaksanakan kegiatan ilmiah.
Pada saat manusia melakukan tahapan kegiatan ilmiah diperlukan alat berpikir yang
sesuai dengan tahapan tersebut. Manusia mampu mengembangkan pengetahuannya
karena manusia berpikir mengikuti kerangka berpikir ilmiah dan menggunakan alat-
alat berpikir yang benar
Ada empat sarana berpikir ilmiah, yaitu: bahasa, logika, matematika dan
statistika (Suriasumantri, 2003:167). Sarana berpikir ilmiah berupa bahasa sebagai
alat komunikasi verbal untuk menyampaikan jalan pikiran kepada orang lain, logika
sebagai alat berpikir agar sesuai dengan aturan berpikir sehingga dapat diterima
kebenarannya oleh orang lain, matematika berperan dalam pola berpikir deduktif
sehingga orang lain lain dapat mengikuti dan melacak kembali proses berpikir untuk
menemukan kebenarannya, dan statistika berperan dalam pola berpikir induktif untuk
mencari kebenaran secara umum.
Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa berpikir merupakan proses
dalam menemukan kebenaran ilmu, didalam perkembangan mendapatkan kebenaran
ilmu diperlukan sarana berpikir ilmiah, sarana berpikir ilmiah merupakan alat yang
membantu kegiatan ilmiah dalam menemukan kebenaran ilmu. Ada empat sarana
berpikir ilmiah. yaitu, bahasa, logika, matematik dan statistian. Perlu kita ketahui
bahwa bahasa merupakan alat komunikasi verbal untuk menyampaikan jalan pikiran
kepada orang lain, dalam menyampaikan suatu informasi harus lah sesuai dengan
aturan berpikir sehingga dapat diterima secara logika oleh orang lain. Selanjutnya
matematika dan statistika merupakan pola pikir dalam menemukan kebenaran ilmu,
matematika berperan dalam berpikir deduktif sedangkan statistic berperan sebagai
pola pikir induktif.
B. Tujuan dan Fungsi Sarana Berpikir Ilmiah
1. Tujuan Sarana Berpikir Ilmiah
Suriasumantri (2003:167), Tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah untuk
memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara baik, sedangkan tujuan
mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan yang
memungkinkan kita untuk bisa memecahkan masalah kita sehari-hari.
Dapat dibedakan bahwa tujuan mempelajari sarana ilmiah dan tujuan
mempelajari ilmu. Tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah agar dapat
melakukan kegiatan penelaahan ilmiah. Untuk memaksimalkan kemampuan
manusia dalam berpikir menurut kerangka berpikir yang benar maka diperlukan
pengetahuan tentang sarana berpikir ilmiah dengan baik pula. Sedangkan tujuan
mempelajari ilmu adalah agara manusia dapat menyelesaikan permasalahan-
permasalahan yang terjadi dalam kehidupannya
2. Fungsi Sarana Berpikir Ilmiah
Sarana ilmiah mempunyai fungsi-fungsi yang khas dalam kegiatan ilmiah
secara menyeluruh dalam mencapai suatu tujuan tertentu (Suriasumantri,
2003:165). Keseluruhan tahapan kegiatan ilmiah membutuhkan alat bantu yang
berupa sarana berpikir ilmiah. Sarana berpikir ilmiah hanyalah alat bantu bagi
manusia untuk berpikir ilmiah agar memperoleh ilmu. Sarana berpikir ilmiah
bukanlah suatu ilmu yang diperoleh melalui proses kegiatan ilmiah.
Dapat diketahui bahwa sarana berpikir ilmiah berfungsi untuk menemukan
kebenaran suatu ilmu, atau dengan kata lain fungsi sarana ilmiah hanyalah sebagai
alat bantu didalam menemukan kebenarana ilmu dan Sarana berpikir ilmiah
bukanlah suatu ilmu yang diperoleh melalui proses kegiatan ilmiah.
Materi ke 9 Tentang (Ujian Tengah Semester)
Materi Ke 10 Tentang Metode Penelitian Ilmiah, Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis Disertasi
dan lain-lain), dan non ilmiah (cerita fiksi dan lainnya)
A. Pengertian Metode Penelitian Ilmiah

Menurut Sugiyono metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan


data dengan tujuan dapat dideskripsikan, dibuktikan, dikembangkan dan ditemukan
pengetahuan, teori, untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah
dalam kehidupan manusia (Sugiyono: 2012).

Jadi, metode penelitian merupakan cara ilmiah yang dilakukan sesorang untuk
memperoleh data tertentu untuk kegunaan tertentu pula, biasanya digunakan dalam
proses penelitian, sehingga nantinya hasil dari penelitian akan menghasilkan sebuah
pengetahuan yang baru yang dapat dideskripsikan, dibuktikan secara nyata serta dapat
dikembangkan menjadi pengetahuan yang lebih luas.

B. Karya Ilmiah

karya Tulis Ilmiah (KTI) Karya tulis ilmiah adalah karangan yang
memaparkan pendapat, hasil pengamatan, tinjauan, dan penelitian dalam bidang
tertentu yang disusun menurut metode tertentu dengan sistematika penulisan,
bersantun bahasa, dan isi yang kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan.
Sedangkan menurut Suriasumantri (1995) dalam Finoza (2010), karya tulis ilmiah
adalah tulisan yang memuat argumentasi penalaran keilmuan serta dikomunikasikan
lewat bahasa tulisan yang baku dengan sistematis-metodis dan sintesis analitis.
Sedangkan Menurut Eko Susilo (1995) karya ilmiah adalah salah satu karangan atau
tulisan yang didapat sesuai sifat keilmuannya dan didasari oleh hasil pengamatan,
pemantauan, penelitian dalam bidang tertentu, disusun menurut metode tertentu serta
sistematika penulisan yang bersantun bahasa dan isinya dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya atau keilmiahannya.

Jadi dapat simpulkan bahwa karya ilmiah merupakan sebuah karangan yang
berdasarkan hasil pengamatan, tinjauan dan penelitian dalam bidang tertentu yang
disusun secara sistematis, bahasa yang baku, serta isi didalamnya merupakan
kebenaran atau keilmiahan yang dapat dipertanggung jawabkan.
Berikut ini jenis-jenis karya ilmiah:
1. Pengertian Skripsi
Widharyanto (dalam Herlina, 2008) menyatakan bahwa skripsi adalah karya
ilmiah dalam suatu bidang studi yang dibuat oleh para mahasiswa strata satu pada
masa akhir studinya sebagai persyaratan untuk menyelesaikan program studi. Studi
yang dibuat harus berdasarkan pada suatu penelitian ilmiah, baik penelitian lapangan,
penelitian perpustakaan, atau penelitian pengembangan.
Sedangkan menurut Hariwijaya dan Djaelani (dalam Hayati, 2008) skripsi adalah
tulisan ilmiah yang dibuat sebagai syarat seorang mahasiswa menyelesaikan studi
program sarjananya. Skripsi ini sebagai bukti kemampuan akademik seorang
mahasiswa dalam penelitian. Skripsi menjadi syarat kelulusan di perguruan tinggi,
yang diwajibkan bagi mahasiswa S1 dengan tujuan agar mahasiswa dapat
mengungkapkan pikirannya secara sistematik.
https://www.e-jurnal.com/2013/10/pengertian-skripsi.html. Diakses pada tanggal 23
oktober 2021, pukul 22:47 WIB
Berdasarkan uraian diatas dapat dapat disimpulkan bahwa skripsi adalah suatu
karya ilmiah sebagai tugas akhir mahasiswa S-1 dalam menempuh pendidikan dan
menjadi syarat untuk mendapatkan gelar starata-1, kemudian dalam penelitian karya
ilmiah skripsi ini mahasiswa akan dibimbing oleh dosen senior sesuai dengan
bidangnya dalam menyelesaikan penelitian skripsi tersebut.
2. Pengertian Tesis
(Siti Kholipah dan Heni Subargihati, 2018:31) Tesis merupakan karya ilmiah
akhir oleh seorang mahasiswa dalam menyelesaikan Program Magister (S2). Tesis
merupakan bukti kemampuan seorang mahasiswa (S2) dalam penelitian dan
pengembangan ilmu pada salah satu bidang ilmu pendidikan, kemudian tingkat
pembahasan tesis lebih mendalam dari pada karya ilmiah skripsi. Pernyataan-
pernyataan dan teori didalam tesis didukung oleh argument yang lebih kuat jika
dibandingkan dengan skripsi. Tesis ditulis dengan bimbingan seorang dosen senior
yang bertanggung jawab dalam bidang tertentu.
Tesis berasa dari kata “Thesis” yang berarti pernyataan atau kesimpulan teoritis
dijunjung oleh argumentasi ilmiah dan referensi-referensi yang diakusi secara ilmiah.
Penulisan tesis bersandar pada metodologi: Metodologi penulisan dan metodologi
penelitian. Standarnya digantung pada institusi, terutama pembimbing. Dengan
bantuan pembimbng mahasiswa (merencanakan) sebuh masalah untuk
diteliti, ,melaksanakan penelitian dengan cara menggunakan instrument,
mengumpulkan data, menganalisis, sampai mengambil kesimpulan dan rekomendasi.
Dalam penulisannya pun dituntut dengan menggunakan istilah tesis: dari istilah
sampai table, dari abstrak sampai bibliografi. Artinya, kemampuan sekalipun dipandu
dosen pembimbing menjadi hal sangat mendasar. Pada dasarnya tesis sama dengan
skripsi akan tetapi tesis lebih dalam, tajam da dilakukan secara mandiri. Oleh karena
itu dapat disimpulkan bahwa tesis merupakan karya ilmiah akhir bagi mahasiswa
program megister dalam menyelesaikan pendidikan untuk mendapatkan gelar starata-
2. Dalam penulisan tesis mahasiswa akan dibimbing oleh dosen senior sesuai dengan
bidangnya agar dalam penulisan dilakukan secara sempurna. tesis dan skripsi hamper
sama akan tetapi pembahasan serta pengkajian dalam penelitian karya ilmiah tesis
lebih mendalam daripada skripsi.
3. Pengertian Disertasi
Disertasi adalah suatu karya tulis ilmiah berupa hasil dari penelitian yang
dilakukan oleh mahasiswa S3 sebagai salah satu syarat memperoleh gelar doktor.
Karya ilmiah tersebut digunakan untuk mengevaluasi kemampuan mahasiswa dalam
mengidentifikasi, memecahkan masalah secara ilmiah serta memberikan kebaruan
ilmu (novelty) dalam melakukan penelitian. https://penelitianilmiah.com/pengertian-
desertasi/.diakses pada tangga 24 oktober 2021, pukuk 11:37 WIB

Disertasi adalah suatu karya ilmiah yang dijadikan sebagai bukti terkait dengan
kemampuan akademik mahasiswa dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan
temuan baru pada suatu disiplin ilmu sesuai dengan bidang keilmuannya, disusun dan
dipertahankan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan program doktor (S3) atau
memperoleh derajat doktor.

Dalam pemilihan topik disertasi harus memenuhi beberapa syarat, diantaranya


adalah sebagai berikut:

1. Orisinal, baru, dan inovatif


2. Relevan dengan substansi bidang keilmuan
3. bukan duplikasi dan/atau plagiasi
Cara kepenulisan disertasi tergantung pada jenis penelitian yang digunakan
apakah penelitian kuantitatif, kualitatif, pengembangan, evaluasi, tindakan, analisis
isi, pustaka, atau penelitian campuran. Persamaannya terdapat pada unsur-unsur yang
termuat pada bagian awal dan akhir, sedangkan pada bagian inti atau isinya berbeda.
Namun secara garis besar sebagaimana tesis dan skripsi, disertasi terdiri dari lima bab
Jadi dapat diketahui bahwa disertasi adalah sebuah karya tulis ilmiah akhir
penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa S3 untuk menyelesaikan pendidikan serta
menjadi syarata lulus dan mendapatkan gelar Doktor, selanjutnya karya tulis ilmiah
disertasi merupakan sebuah penelitian temuan baru pada disiplin ilmu dan topi
disertasi juga harus memehuni syarat yang telah ditetapkan. Persamaan disertasi, tesis
dan skripsi adalah sama-sama dilakukan untuk menyelesaikan pendidikan di sebuah
perguruan tinggi kemudian dalam persamaan penulisannya terdapat pada bagian awal
dan akhirnya saja, akan tetapi didalam pembahasannya terdapat perbedaan diantara
ketiga penelitian ilmiah ini yaitu dimana dalam pembahasan disertasi kajian teoritik
yang didukung fakta empirik dan bersifat sangat mendalam.
4. Pengertian Makalah
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI.
https://kbbi.web.id/makalah.diakses pada tanggal 24 oktober 2021, pukul 13.48)
Makalah ialah tulisan resmi tentang suatu pokok yang dimaksud akan untuk
dibacakan dimuka umum dalam suatu persidangan dan yang sering disusun untuk
diterbitkan. Biasanya karya ilmiah makalah disusun oleh siswa maupun mahasiswa di
sekolah dan perguruan tinggi sebagai memenuhi tugas matapelajaran atau mata
kuliah. Sedangkan menurut Komarudin (2000: 111) Makalah ialah suatu karya tulis
yang dipergunakan untuk publikasi jurnal atau periodikal atau lisan.
Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa karya tulis ilmiah makalah
adalah sebuah tulisan resmi yang disusun oleh siswa maupun mahasiswa untuk
menyelesaikan tugas belajar mereka, selain itu makalah juga suata karya tulis yang
dapat digunakan untuk publikasi jurnal, artikel dan lain sebagainya.
5. Pengertian Jurnal Ilmiah
Adnan, dkk, (2005) menyebutkan bahwa jurnal ilmaih sebagai forum komunikasi
bagi anggota masyarakat ilmiah disiplin ilm ilmu tertentu. Karena dibaca oleh
masyarakat tertentu, maka jurnal ilmiah harus menyajikan artikel-artikel yang sesuai
dengan minat dan kepenting masyarakat tersebut. Isi dari jurnal adalah artikel ilmiah
yang berisi tulisan laporan sistematis mengenai hasil kajian atau hasil penelitian yang
sisajikan bagi masyarakat yang membutuhkan, gunanya untuk dipikirkan, dikaji
kembali dan diperdebatkan baik secara lisan maupun tulisan.
Yang dimaksud dengan laporan sistematis adalah laporan yang disusun dengan
mengikuti struktur dan format yang berlaku didalam penulisan jurnal ilmiah,
kemudian yang dimaksud dengan hasil kajian adalah hasil pemikiran intesif tentang
suatu topi, sedangkan yang dimaksud dengan hasil penelititian umumnya lebih
spesifik karena harus melibatkan data yang dipublish dijurnal ilmiah, laporan surat
kabar atau majalah, wawancara, dokumen dan lain sebagainya. (gunawan, sugeng dan
ali, 2018:4). Jurnal ilmiah memiliki peran dan fungsi yaitu: (1) sarana komunikasi
akademik antara para ilmuan (dosen/guru), (2) penyebaran (desiminasi) hasil-hasil
penelitian, (3) pengembangan budaya akdemik di perguruan tinggi, (4) sebagai
penukaran informasi untuk menghasilkan ide-ide baru akan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa jurnal ilmiah merupakan sebuah
komunikasi yang dapat digunakan oleh masyarakat pada umumnya untuk mengetahui
suatu disiplin ilmu tertentu, selain itu jurnal ilmiah juga sangat berguna bagi para
ilmuan pendidikan seperti dosen dan guru serta siswa/mahasiswa untuk memperoleh
suatu kajian ilmu pengetahuan dan ide-ide baru.
C. Karya Non Ilmiah
1. Pengertian Karya Non Ilmiah
Karya non ilmiah yang biasa dikenal dengan istilah karya tulis non ilmiah
merupakan jenis karya ilmiah yang berupa karangan yang seringkali tidak terikat
dengan aturan atau sistematika penulisan tertentu, yang disajikan dengan bahasa
yang lebih santai dibandingkan tulisan ilmiah.
Akan tetapi, terkadang juga ada pula karya non ilmiah yang menggunakan
bahasa formal dan teknis. Hal itu tentunya tergantung pada konsep penulisan yang
ingin diterapkan penulis, berbeda dengan karya ilmiah yang memang harus
menerapkan bahasa yang formal. https://penelitianilmiah.com/jenis-karya-non-
ilmiah/.diakses pada tanggal 24 oktober 2021, pukul 14.27 WIB
2. Jenis Karya Non Ilmiah
Terdapat bermacam-macam jenis karya tulis non ilmiah, diantaranya yaitu;
a. Puisi
Puisi meupakan suatu bentuk sastra yang menggunakan kualitas bahasa
yang estetis dan seringkali berirama (seperti fonestetik, simbolisme bunyi, dan
meter) untuk membangkitkan makna tersirat selain, atau menggantikan, makna
nyata yang biasa-biasa saja (makna tersurat).
b. Cerita Pendek (Cerpen)
Cerita pendek adalah sebuah prosa fiksi yang biasanya dapat dibaca dalam
satu kali duduk dan berfokus pada insiden yang berdiri sendiri atau rangkaian
insiden terkait, dengan maksud untuk membangkitkan “efek tunggal” atau
suasana hati. Cerita pendek menggunakan plot, resonansi, dan komponen
dinamis lainnya seperti dalam novel, tetapi biasanya pada tingkat yang lebih
rendah. Walaupun cerita pendek sebagian besar berbeda dari novel atau
novella/novel pendek, pengarang umumnya mengambil dari kumpulan umum
teknik sastra. Penulis cerita pendek dapat mendefinisikan karya mereka
sebagai bagian dari ekspresi artistik dan pribadi dari bentuk tersebut. Mereka
mungkin juga berusaha menolak kategorisasi berdasarkan genre dan formasi
tetap
c. Dongeng
Dongeng adalah salah satu contoh genre cerita rakyat yang berbentuk
cerita pendek. Cerita semacam itu biasanya menampilkan entitas seperti
kurcaci, naga, elf, peri, raksasa, gnome, goblin, griffin, putri duyung, hewan
yang bisa berbicara, unicorn, atau penyihir. Di sebagian besar budaya, tidak
ada garis jelas yang memisahkan mitos dari rakyat atau dongeng, semua ini
bersama-sama membentuk literatur masyarakat preliterate.
Dongeng terjadi baik dalam bentuk lisan maupun sastra; nama “dongeng”
(“conte de fées” dalam bahasa Prancis) pertama kali diberikan oleh Madame
d’Aulnoy pada akhir abad ke-17. Banyak dongeng hari ini telah berkembang
dari cerita berabad-abad yang muncul, dengan variasi, di berbagai budaya di
seluruh dunia. Sejarah dongeng sangat sulit dilacak karena hanya bentuk sastra
yang dapat bertahan. Namun, menurut para peneliti di universitas di Durham
dan Lisbon, cerita seperti itu mungkin berasal dari ribuan tahun yang lalu,
beberapa dari Zaman Perunggu lebih dari 6.500 tahun yang lalu.
d. Roman
Roman merupakan sejenis karya sastra dalam bentuk prosa isinya
melukiskan tentang perbuatan pelakunya menurut watak dan isi jiwa masing-
masing. Atau bisa juga dikatakan bahwa roman adalah bagian dari karya sastra
berbentuk prosa yang berisi pengalaman hidup dari para tokoh, yang bermula
dari dia lahir hingga dewasa bahkan sampai meninggal dunia.
Roman memiliki beberapa ciri diantaranya yaitu mengisahkan seorang
tokoh fiktif, dimana tokoh tersebut dikisahkan dari lahir hingga ajal
menjemputnya, roman memiliki jalan cerita yang lengkap, watak tokog
cikisahkan secara terperinci. Terdapat beragam jenis roman, salah satunya
yaitu roman percintaan, misalnya Roman ‘Gadis Empat Zaman’ karya Salkha
serta; Roman ‘Medan di Waktu Malam’ karya O. M. Taufik.
e. Novel
Novel adalah karya fiksi naratif yang relatif panjang, biasanya ditulis
dalam bentuk prosa, dan biasanya diterbitkan sebagai buku. Novel juga dapat
diartikan sebagai karya naratif dari prosa fiksi yang menceritakan tentang
pengalaman manusia tertentu dalam waktu yang cukup lama.
Menurut Margaret Doody, novel merupakan “sejarah yang
berkesinambungan dan komprehensif selama sekitar dua ribu tahun“, dengan
asal-usulnya dalam novel Yunani dan Romawi Kuno, dalam roman Ksatria,
dan dalam tradisi novel renaisans Italia. Gaya dan panjang prosa, serta pokok
bahasan fiksi atau semi-fiksi, adalah karakteristik novel yang paling jelas
menentukan. Tidak seperti karya puisi epik, ia menceritakan kisahnya
menggunakan prosa dan bukan sajak; tidak seperti cerita pendek, cerita ini
menceritakan narasi yang panjang dan bukan pilihan singkat. Namun, ada
elemen karakteristik lain yang membedakan novel sebagai bentuk sastra
tertentu.
f. Drama
Dalam karya sastra, drama adalah penggambaran peristiwa fiksi atau non
fiksi melalui dialog tertulis (baik prosa maupun puisi). Drama dapat
ditampilkan di atas panggung, di film, atau di radio. Drama biasanya disebut
drama, dan penciptanya dikenal sebagai “penulis naskah” atau “dramawan”.
Untuk membuat drama terkesan dramatis, penulis naskah berusaha untuk
secara progresif membangun perasaan ketegangan dan antisipasi penonton saat
cerita berkembang. Ketegangan dramatis terbangun saat penonton terus
bertanya-tanya “Apa yang terjadi selanjutnya?” dan mengantisipasi hasil dari
acara tersebut. Dalam sebuah misteri, misalnya, ketegangan dramatis dibangun
di sepanjang plot sampai klimaks yang menarik atau tak terduga terungkap.
Drama sangat bergantung pada dialog lisan agar penonton mendapat informasi
tentang perasaan, kepribadian, motivasi, dan rencana karakter. Karena
penonton melihat karakter dalam drama menjalani pengalaman mereka tanpa
komentar penjelasan dari penulis.
Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa karya ilmiah dan karya non
ilmiah terdapat perbedaan-perbedaan salah satunya adalah sistematika dalam
penulisannya yang mana karya ilmiah menulis ataupu menyusun sebuah karya ilmiah
dengan bahasa Indonesia yang baku serta sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan
dan harus diikuti. Sedangkan penulisan karya non ilmiah itu tidak terikat dan
penulisannya pun bersifat bebas, kemudian perbedaan karya ilmiah dan karya non
ilmiah adalah dimana karya ilmiah melakukan sebuah penelitian berdasarkan masalah
yang terjadi dilapangan sedangkan karya non ilmiah dapat ditulis melalui cerita,
sejarah dan pengalaman pribadi maupun pengalaman orang lain.
Materi Ke 11 Tentang Metafisika dan Logika
A. Metafisika
1. Pengertian Metafisika

Metafisika adalah cabang filsafat yang membahas persoalan tentang


keberadaan (being) atau eksistensi (existence). Istilah metafisika berasal dari kata
Yunani meta ta physika yang dapat diartikan sesuatu yang ada di balik atau di
belakang benda-benda fisik. Alistoteles tidak memakai istilah metafisika melainkan
proto philosophia (filsafat pertama). Filsafat pertama ini memuat uraian tentang
sesuatu yang ada di belakang gejala-gejala fisik seperti bergerak, berubah, hidup,
mati. Metafisika dapat didefinisikan sebagai studi atau pemikiran tentang sifat yang
terdalam (ultimate nature) dari kenyataan atau keberadaan.

Aristoteles menyebut beberapa istilah yang maknanya setara dengan


metafisika, yaitu: filsafat Pertama (First Philosophy), pengetahuan tentang sebab
(knowledge of Clillse), Studi tentang Ada sebagai Ada (the study ofBeing as Being),
Studi tentang usia (Being), studi tentang hal-hal abadi dan yang tidak dapat bergerak
(the study of the eternal and immovable), dan Theology (Alan R. White, 1987:31)

Selanjutnya menurut Suriasumantri (1990), Metafisika merupakan tempat


berpijak dari setiap telaah filsafati termasuk pemikiran ilmiah. Ia selanjutnya,
mengibaratkan pikiran sebagai roket yang meluncur ke bintang- bintang, menembus
ke galaksi dan awan, maka metafisika adalah landasan peluncurannya. Dunia yang
sepintas lalu kelihatan sangat nyata ini, menurutnya, menimbulkan berbagai spekulasi
filsafati tentang hakikatnya

Jadi dapat diketahui metafisika merupakan cabang filsafat yang membahas


tentang suatu keberadaan benda, sebab adaanya benda serta gejala-gelaja fisik seperti
bergerak, berubah, hidup dan mati yang hal tersebut merupakan hasil buah pemikiran
ilmiah yang bersifat mendalam.

Pada umumnya persoalan-persoalan metafisika dapat diklasifikasikan ke


dalam tiga bagian, yaitu ontologi (metafisika umum), kosmologi, dan antropologi. (a)
Persoalan Ontologi misalnya: Apa yang dimaksud dengan keberadaan atau eksistensi
itu? Bagaimanakah penggolongan keberadaan atau eksistensi? (b) Persoalan-
persoalan kosmologis (alam), persoalan yang bertalian dengan asal-mula,
perkembangan dan struktur alam Misalnya: Jenis keteraturan apa yang ada dalam
alam? Apa hakikat hubungan sebab dan akibat? Apakah ruang dan waktu itu? (c)
Persoalan-persoalan antropologi (manusia) misalnya: Bagaimana hubungan antara
badan dan jiwa? Apakah manusia itu memiliki kebebasan kehendak atau tidak?

Inilah persoalan-persoalan didalam metafisika dan para filsuf mengkaji dan


mencari jawaban atas persoalan-persoalan yang ada didalam metafisika tersebut.
Sehingga dari persoalan didalam metafisika ini menimbulkan beberapa aliran, Ada
yang melihat persoalan keberadaan itu dari segi kualitas dan kuantitas. Aliran
metafisika yang melihat Keberadaan dari segi kualitas yaitu: Matetialisme dan
Spilitualisme. Aliran metafisika yang melihat Keberadaan dari segi kuantitas adalah
Monisme, Dualisme, dan pluralisme. Adapun penjelasan kelima aliran tersebut adalah
sebagai berikut:

Aliran metafisika yang melihat dari segi kualitas meliputi :

a. Materialisme
Suatu pandangan metafisik yang menganggap bahwa tidak ada hal yang nyata
selain materi. Bahkan pikiran dan kesadaran hanyalah penjelmaan dati materi dan
dapat dikembalikan pada unsur-unsur fisik. Materi adalah sesuatu hal yang
kelihatan, dapat diraba, berbentuk, menempati mango Hal-hal yang bersifat
kerohanian seperti fikiran, jiwa, keyakinan, rasa sedih dan rasa senang, hanyalah
ungkapan proses kebendaan.
b. Spiritualisme
Suatu pandangan metafisika yang menganggap bahwa kenyataan yang
terdalam adalah roh (Pneuma, Nous, Reason, Logos) yaitu roh yang mengisi dan
mendasari seluruh alam.
Aliran metafisika yang melihat dari segi kuantitas meliputi :
c. Monisme
Aliran yang menyatakan bahwa hanya ada satu kenyataan fundamental.
Kenyataan tersebut dapat berupa jiwa, materi, Tuhan atau substansi lainnya tidak
dapat diketahui. Monisme ini berasal dari kata monas - adis, padanan kata dari
monade yang artinya kesatuan (Prent, 1969: 544)
d. Dualisme
Aliran yang menganggap adanya dua substansi yang masing-masing berdiri
sendiri. Tokoh-tokoh yang termasuk aliran ini adalah Plato (428-348 SM),
Immanuel Kant, Descartes.
e. Pluralisme
Aliran yang tidak mengakui adanya satu substansi atau dua substansi
melainkan banyak substansi. Dagobert D. Runes (1979: 221) menyatakan bahwa
pluralisme merupakan suatu teoti yang menganggap bahwa kenyataan itu tidak
terdiri dari satu substansi. Teoti-teori yang dapat dimasukkan dalam pluralisme
diantaranya teori para filsuf Yunani Kuno yang menganggap kenyataan terdiri dari
udara, tanah, api dan air, dalam upaya mencari Arkhe atau asalusul alam semesta
tingkatan monade dalam filsafat Leibniz; pandangan Herbart tentang banyak
benda dalam dirinya sendiri teori pragmatisme William James tentang "yang
banyak yang dapat diker
Berdasarkan uraian dari kelima aliran metafisika diatas yang mana dari
kelima aliran ini dibagi menjadi dua, yaitu aliran metafisika yang memandang dari
segi kualitas (Materialisme dan Spiritualisme) dan aliran metafisika yang
memandang dari segi kuantitas (Monisme, Dualisme dan pluralism) kelima aliran
ini memiliki pandangan yang berbeda-beda pada aliran materialism memandang
bahwa tidak ada keberadaan itu selain materi yaitu sesuatu yang dapat dilihat dan
diraba. Sedangkan spiritualisme memandang bahwa kenyataan itu adalah roh yang
mendasari seluruh alam, selanjutnya aliran Monisme yakin bahwa hanya satu
kenyataan yang fundamental yaitu jiwa materi dan Tuhan, kemudian aliran
Dualisme memandang bahwa ada dua substansi yang masing-maisng berdiri
sendiri, seorang tokoh yang beranama Plato pada aliran ini membedakan dua
subtansi tersebut dengan dua dunia yaitu dunia indera dan dunia ide maksudnya
segala sesuatu yang berubah itu dikenal melalui pengamatan sedangkan sesuatu
benda yang tidak berubah itu dikenal oleh akal.

B. Logika
1. Pengertian Logika
Menurut Poedjawijatana, logika adalah “filsafat berpikir”. Yang berpikir itu
manusia dan berpikir itu merupakan tindakan manusia. Tindakan ini mempunyai
tujuan, yaitu untuk tahu (Poedjawijatana, 1992: 9). Menurut K. Bertens dalam
Suraijaya mengatakan bahwa Logika adalah ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya
pemikiran kita (Suraijaya, 2005: 23). Dalam buku Logic and Language of
Education, Logika disebut sebagai penyelidikan tentang dasar-dasar dan metode-
metode berpikir (George. Kneller: 1996: 13).
Logika merupakan bagian dari filsafat yang memperbicangkan hakikat
ketepatan, cara meyusun pikiran yang dapat menggambarkan ketepatan
pengetahuan. Logika tidak mempersoalkan kebenaran sesuatu yang dipikirkan
tetapi membatasi diri pada ketetapan susunan berpikir menyangkut pengetahuan.
Jadi, Logika mempersyaratkan kebenaran, bukan wacana kebenarannya. Dan
bidang perhatian dan tugas logika adalah menyelidiki penalaran yang tepat, lurus,
dan semestinya sehingga dapat dibedakan dari penalaran yang tidak tepat.
Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa logika merupakan filsafat
berpikir. Berpikir itu dilakukan oleh manusia dengan tujuan tertentu yaitu untuk
mengetahui suatu hal yang ingin diketahui, logika juga sebagai penyelidik tentang
dasar-dasar dan metode-metode berpikir sehingga menghasilkan sebuah
pengetahuan yang benar. Setiap ilmu pengetahuan pasti mempunyai objek.
Objek adalah sesuatu yang merupakan bahan atau sasaran dari penelitian atau
pembentukan pengetahuan. Dilihat dari segi objeknya, objek logika ada dua yaitu
objek material (Mantiq Al-Maddi) dan objek formal (Mantiq As-Suwari). Objek
material adalah suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan
pengetahuan, yang diselidiki, dipandang, atau disorot oleh suatu disiplin ilmu.
Sedangkan objek formal adalah sudut pandang yang ditujukan pada bahan dari
penelitian atau pembentukan pengetahuan itu, atau dari sudut pandang apa objek
materia itu disoroti (Surajiyo, 1005: 11). Jadi, objek logika adalah suatu bahan
yang dijadikan sebagai pembentukkan pengetahuan yang diselidiki dan dipandang
oleh suatu didisiplin ilmu berdasarkan sudut pandangnya.
2. Pembagian logika
a. Logika dilihat dari jenisnya
Dalam jenisnya, logika terbagi menjadi dua macam, yaitu logika formal
dan logika material. Mungkin sama dalam pembagian pada objek logika,
namun terdapat perbedaan dalam pengertiannya.
1) Logika Formal, logika yang mempelajari azas-azas, aturan-aturan atau
hukum-hukum berpikir yang harus ditaati agar orang dapat berpikir
dengan benar dan mencapai kebenaran.
2) Logika Material, logika yang mempelajari langsung pekerjaan akal serta
menilai hasil-hasil logika formal dan mengujinya dengan kenyataan-
kenyataan praktis yang sesungguhnya (Hasbulllah Bakry, 1970: 17).
b. Logika dilihat dari metodenya
Dalam pembagian ini didasarkan pada pola berpikir ilmiah manusia yaitu
berpikir logika tradisional dan berpikir logika modern.
1) Logika Tradisional (al-mantiq al-qadim), logika Aristoteles yang bersifat
deduktif, artinya berpikir dari keputusan yang bersifat umum untuk
mendapatkan kesimpulan yang bersifat khusus.
2) Logika Modern (al-mantiq al-hadis), logika yang bersifat induksi, artinya
berpikir dari berangkat dari peristiwa yang bersifat khusus untuk
mendapatkan kesimpulan yang bersifat umum.
c. Logika dilihat dari kualitasnya
Bila dilihat dari aspek kualitas kemampuan orang berpikir, maka logika itu
dapat dikelompokkan menjadi dua tingkatan, yaitu logika naturalis dan logika
artifisialis atau logika ilmiah.
1) Logika Naturalis (al-mantiq al-fitri), logika yang berdasarkan kemampuan
akal pikiran bawaan manusia sejak lahir. Akal manusia yang normal dapat
berkerja secara spontan sesuai dengan hukum-hukum logika dasar.
Bagaimanapun rendahnya intelegensi seseorang, ia pasti dapat
membedakan sesuatu itu adalah berbeda dengan sesuatu lain, dan bahwa
dua kenyataan yang bertentangan tidaklah sama. Kemampuan berlogika
naturalis pad tiap-tiap orang berbeda-beda tergantung dari tingkatan
pengetahuannya.
2) Logika Artifisialis atau Ilmiah (al-mantiq al-shuri), logika yang bertugas
membantu al-mantiq al-fitri dan mengatasi kenyataan yang tidak dapat
ditanggulangi al-mantiq al-fitri guna menyusun hukum, patokan dan rumus
berpikir lurus. Logika ini memperluas, memperhalus, mempertajam serta
menunjukkan jalan pemikiran agar akal dapat bekerja lebih teliti, efisien,
mudah dan aman. Logika ini yang menjadi pembahasan logika sekarang
ini (Mundiri, 1993:13-14).
Berdasarkan pembagian logika diatas terdapat beberapa jenis yang
telah menguraikan penjelasan mengenasi jenis-jenis logika berdasarkan sudut
pandang, yang mana dapat diketahui dari semua jenis logika menjelaskan
bahwa logika adalah suatu kegiatan cara berpikir untuk mengetahui suatu
kebenaran melalui kemampuan-kemampuan berpikir seseorang tersebut.
Materi Ke 12 Tentang Alam Gaib dan Kemampuan Rasional

A. Alam Gaib
1. Pengertian Alam Gaib
Menurut Hamnuddin (2015) alam gaib adalah alam yang berada di luar
dimensi akal manusia. Alam gaib tidak dapat diamati dengan alat indera manusia.
Alam gaib diyakini sebagai suatu keberadaan oleh beberapa aliran filsafat, seperti:
aliran idealisme dan aliran animisme. Salam (2012) menjelaskan bahwa
pembahasan alam gaib termasuk dalam kajian filsafat metafisika. Metafisika
adalah bidang filsafat yang terkait dengan keberadaan dan hal-hal yang berada di
balik alam dunia nyata.
Malik (2016) menjelaskan bahwa pembahasan tentang alam gaib mencakup
tentang alam sebelum manusia dilahirkan sampai alam tempat manusia setelah
mengalami kematian. Alam sebelum manusia dilahirkan itu disebut dengan alam
rahim atau kandungan. Alam kandungan adalah alam tempat manusia sebelum
dilahirkan. Pada awal masa kandungan, roh belum ada dalam kandungan. Roh
mulai ditiupkan Tuhan ketika umur kandungan 120 hari atau sekitar tiga bulan.
Pembahasan mengenai roh manusia juga dibahas setelah manusia meninggal
dunia. Meninggal dunia artinya berpisahnya roh dari tubuh manusia. Setelah
berpisahnya roh ini, manusia akan berada pada alam selanjutnya. Alam
selanjutnya ini adalah alam akhirat. Alam kandungan dan alam akhirat ini adalah
alam gaib. Alam gaib tidak hanya meliputi alam kandungan dan alam akhirat saja.
Ketika manusia hidup di dunia ini, ada dua dimensi alam, yaitu alam nyata dan
alam gaib. Alam gaib adalah alam yang tidak dapat diamati manusia dengan lima
panca inderanya.

Berdasarkan uraian tentang pengertian alam gaib menurut para ahli diatas
dapat diketahui bahwa alam gaib adalah salah satu bahasan atau kajian dalam filsafat
metafisika yang mengkaji keberadaan atau sesuatu dibalik alam dunia nyata,
kemudian yang dikatakan alam gaib adalah alam dimana manusia belum dilahirkan
didunia dan manusia itu telah meninggal dunia, alam gaib ini juga alam yang tidak
dapat diamati oleh panca indra akan tetapi kita sebagai makhluk Tuhan Yang Maha
Esa harus menyakini alam gaib ini.
Menurut Jerome (2004) ada beberapa pembahasan alam gaib, yaitu:

a. Mistik
Mistik adalah konsep aliran mistisisme yang artinya rahasia. Pada dasarnya
mistik juga merujuk pada alam gaib. Menurut beberapa filsuf dan ahli tasawuf,
mistik juga dapat diartikan “gaib‟. Mistik adalah hal-hal yang berada di luar
jangkauan akal manusia dan keberadaannya di balik alam dunia nyata.
b. Supranatural
Supranatural adalah hukum yang berada di luar alam nyata manusia.
Supranatural sering dikaitkan dengan kekuatan atau energi yang tidak dapat
dibuktikan secara empiris oleh ilmu fisika. Supranatural juga dapat diartikan
sebagai sebuah kejadian atau kegiatan yang berhubungan dengan alam beserta
isinya serta melampaui daya nalar manusia pada umumnya, melawan kejadian
sehari hari dan membuat seseorang tidak bisa berpikir secara normal saja. Hal hal
tersebut berhubungan dengan energi baik dan jahat, mahluk gaib, ilmu serta
kegiatan yang diluar nalar manusia dan kejadian alam sehari hari. Kajian
supranatural bertujuan untuk ilmu gaib, mengenal mahluk gaib serta hal seputar
kegaiban itu sendiri, seperti: kebal, ilmu prewangan, teluh, pengasihan
c. Paranormal
Paranormal adalah sebutan bagi orang-orang yang dapat mengetahui
keberadaan alam gaib dan dapat merasakan alam gaib ini. Paranormal disebutkan
3 memiliki satu keenam, selain indera yang dimiliki manusia secara umum.
Paranormal dapat berinteraksi dengan makhluk alam gaib. Paranormal juga
mempelajari ilmu supranatural untuk mengasah kemampuannya berinteraksi
dengan alam gaib.
d. Makhluk gaib
Makhluk gaib adalah makhluk yang tidak dapat diamati oleh alat indera
manusia. Makhluk gaib sering juga disebut dengan makhluk halus, makhluk
astral, dan makhluk tidak kasat mata. Orang yang dapat mengamati makhluk gaib
ini adalah orang-orang yang mempelajari ilmu supranatural. Contoh makhluk gaib
adalah Malaikat dan Jin
keempat pembahasan didalam alam gaib ini menjelaskan bahwa alam gaib dapat
dilihat serta manusia memiliki kemampuan mengaplikasikan ilmu-ilmu alam gaib
tersebut pada dirinya seperti para normal, mereka dapat berinteraksi dengan makhluk
gaib, ilmu kebal dan ilmu-ilmu gaib lainnya, kejadian-kejadian alam gaib tersebut terjadi
hingga melampaui nalar manusia.

B. Kemampuan Rasional
Menurut Bagus (2002) rasio berasal dari kata bahasa Inggris, yaitu reason.
Kata ini berakar dari kata bahasa Latin “ratio” yang berarti hubungan, pikiran. Kata
rasional mengandung arti sifat, yang berarti masuk akal, menurut pikiran dan
pertimbangan yang logis, menurut pikiran yang sehat, cocok dengan akal. kata
rasionalisasi mengandung makna proses, cara membuat sesuatu dengan akal budi atau
menjadi masuk akal. dan rasionalisme mengandung pengertian paham.
Menurut Susanto (2011) rasionalisme adalah prinsip bahwa akal harus diberi
peranan utama dalam menjelaskan sesuatu. Secara umum kata rasionalisme menunjuk
pada pendekatan filosofis yang menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber utama
pengetahuan. Paham Rasionalisme ini beranggapan bahwa sumber pengetahuan
manusia adalah rasio. Jadi dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan yang
dimiliki oleh manusia harus dimulai dari rasio. Tanpa rasio maka mustahil manusia
itu dapat memperolah ilmu pengetahuan. Rasio itu adalah berpikir, maka berpikir
inilah yang kemudian membentuk pengetahuan, dan manusia yang berpikirlah yang
akan memperoleh pengetahuan.
Berdasarkan uraian diatas tentang kemampuan rasional dapat diketahui bahwa
sumber utama pengetahuan manusia itu adalah rasio (berpikir) jika Semakin banyak
manusia itu berpikir maka semakin banyak pula pengetahuan yang didapat.
Berdasarkan pengetahuan lah manusia berbuat dan menentukan tindakannya,
sehingga nantinya ada perbedaan prilaku, perbuatan, dan tindakan manusia sesuai
dengan perbedaan pengetahuan yang didapat. Namun demikian, rasio juga tidak bisa
berdiri sendiri. Ia juga butuh dunia nyata. Sehingga proses pemerolehan pengetahuan
ini ialah rasio yang bersentuhan dengan dunia nyata di dalam berbagai pengalaman
empirisnya. Maka dengan demikian, kualitas pengetahuan manusia ditentukan
seberapa banyak rasionya bekerja, semakin sering rasio bekerja dan bersentuhan
dengan realitas sekitar maka semakin dekat pula manusia itu kepada kesempunaan.
Materi Ke 13 Tentang Filsafat Ilmu Pendidikan dam Alirannya

A. Filsafat Ilmu Pendidikan dan Alirannya


1. Pengertian Filsafat Ilmu Pendidikan
(Fattah Hanurawan: 2014) Berpijak pada beberapa definisi tentang filsafat
ilmu itu maka kemudian dapat dibuat aplikasi pengertian filsafat ilmu dalam
bidang pendidikan, yang dapat disebut dengan istilah filsafat ilmu pendidikan.
Filsafat ilmu pendidikan adalah filsafat, khususnya cabang dari filsafat
pengetahuan (epistemologi), yang secara mendalam, spekulatif, dan komprehensif
mempelajari tentang hakekat ilmu pendidikan.
Apabila dilihat secara lebih mendalam, yaitu karena filsafat ilmu pendidikan
termasuk cabang dari filsafat maka dapat dikemukakan bahwa dasar-dasar
berpikir dalam melakukan perenungan filsafat ilmu pendidikan harus mengacu
pada dasar-dasar filsafat yang utama, yaitu dasar metafisika (ontologi), dasar
epistemologi, dan dasar aksiologi, Dasar metafisika ilmu berarti bahwa suatu ilmu
pendidikan harus memiliki dasar eksistensi untuk dapat menetapkan realitas
dirinya dalam dunia pengetahuan ilmiah secara khusus dan dunia pengetahuan
pada umumnya. Keberadaan ilmu pendidikan biasanya dihubungkan dengan
pandangan metafisika dan objek utama yang menjadi kajian ilmu.
Dalam bidang ilmu pendidikan, dasar metafisika yang terkait dengan objek
ilmu pendidikan dapat ditemui dalam keberadaan aliran-aliran besar dalam ilmu
pendidikan. Aliran-aliran besar dalam ilmu pendidikan itu misalnya dapat ditemui
dalam aliran pendidikan behavioristik yang menganut paham monisme
materialistik dan aliran pendidikan transpersonal yang cenderung bersifat plural.
Dasar epistemologi ilmu atau dasar filsafat pengetahuan ilmu berarti bahwa
suatu ilmu harus memiliki kriteria dasar bagi penentuan suatu pengetahuan dapat
disebut sebagai pengetahuan ilmiah. Dalam bidang ilmu pendidikan, dasar
epistemologi ilmu terkait dengan objek kajian ilmu pendidikan, metode
pemerolehan pengetahuan dalam ilmu pendidikan, batas-batas pengetahuan ilmu
pendidikan, dan validitas pengetahuan ilmiah dalam ilmu pendidikan (kriteria
kebenaran suatu pengetahuan ilmiah). Dasar aksiologi ilmu berarti bahwa ilmu
harus dapat menetapkan kriteria yang seharusnya ada tentang hubungan antara
ilmu dan nilai-nilai kemanusiaan. Nilai-nilai kemanusiaan itu mencakup nilai etika
dan nilai keindahan. Dalam ilmu pendidikan, dasar aksiologi terkait dengan
penerapan prinsip etika dan estetika dalam penelitian dan praktek ilmu
pendidikan.

Berdasarkan pengertian filsafat ilmu diatas dapat diketahui bahwa Filsafat


ilmu pendidikan merupakan cabang dari filsafat pengetahuan yang mengkaji,
menfasirkan serta mempelajari secara mendalam hakikat ilmu pendidikan.
Selanjutnya dalam melakukan perenungan filsafat ilmu pendidikan haruslah merujuk
kepada dasar-dasar filsafat utama, yaitu dasar metafisika yang merupakan objek suatu
ilmu pendidikan terdapat dalam aliran-aliran besar ilmu pendidikan yang cenderung
bersifat plural, dasar epistemolgi merupakan filsafat pengetahuan yang terkait dengan
objek kajian ilmu pendidikan, metode pemerolehan pengetahuan dalam ilmu
pendidikan, batas-batas pengetahuan ilmu pendidikan, dan validitas pengetahuan
ilmiah dalam ilmu pendidikan yang terakhir adalah dasar oksiologi merupakan kajian
yang menetapkan kriteria yang harus ada antara ilmu dan nilai-nilai kemanusiaanya,
artinya dasar aksiologi ini menerapkan prinsip etika dan estetika dalam penelitian dan
praktek ilmu pendidikan.

2. Aliran-Aliran dalam Filsafat Ilmu Pendidikan


a. Aliran Idealisme
Idealisme ini merupakan sebuah aliran yang memiliki pandangan bahwa
hakikat segala sesuatu ada pada tataran ide. Realitas yang berwujud
sebenarnya lebih dulu ada dalam realitas ide dan pikiran bukan pada hal yang
bersifat materi. Meskipun demikian, idealisme tidak mengingkari adanya
materi. Materi merupakan hal luar apa yang disebut hakikat terdalam, yakni
akal atau ruh , sehingga materi menjadi bungkus luar pada hakikat, pikiran,
akal, budi, ruh dan nilai. Dengan demikian idealisme sering menggunakan
term-term yang meliputi hal yang abstrak seperti ruh, akal, nilai dan
kepribadian. Idealism dipercaya bahwa watak suatu objek adalah spiritual, non
material dan idealistik
Aliran idealisme ini merupakan ide yang dimiliki oleh manusia yang
digunakan untuk berpikir dalam menemukan suatu hal yang baru sehingga
menghasilkan sebuah pengetahuan, dalam aliran ini mengkaji bahwa realitas
ide bukalah yang berisfat materi meskipun aliran idealism tidak mengingkari
adanya materi, karena materi merupakan hal luar dari hakikat terdalam yakni
ruh dan akal. Seperti tubuh manusia yang menjadi materi ruh dan otak lah
yang menjadi materi akal, sehingga dalam dunia pendidikan aliran idealisme
ini sangat penting karena akal dan ruhlah sebagai penggerak dalam kegiatan
pendidikan itu.
b. Aliran Konstruktivisme
Aliran konstruktivisme merupakan salah satu airan yang sudah tidak asing
lagi kita dengar dalam dunia pendidikan. Konstruktivisme memiliki makna
membangun. Dalam konteks dunia pendidikan, Konstruktivisme merupakan
suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern.
Bahwasanya Konstruktivisme ini sebuah teori yang bersifat membangun dari
segi kemampuan, pemahaman dalam proses pembelajaran. Sebab dengan
memiliki sifat membangun maka dapat diharapkan keaktifan dari pada siswa
akan meningkat kecerdasannya (Suparlan, 2019).
Konstruktivisme ini merupakan aktivitas yanga aktif, dimana siswa
membina sendiri pengetahuannya, mencari arti dari apa yang mereka pelajari
dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan ide-ide baru dengan
kerangka berpikir yang telah dimilikinya. Dengan kata lain, memahami apa
yang telah mereka pelajari dengan cara menerapkan konsep-konsep yang
diketahuinya kemudian mempraktikkannya ke dalam kehidupan sehari-hari
Dapat diketahui bahwa aliran Konstruktivisme merupakan aliran yang bersifat
membangu, menggerakkan serta melatih siswa untuk dapat mengembangkan ide-ide
dan pemikiran mereka atas pengetahuan yang diperoleh didalam dunia pendidikan
dengan kerangka berpikir, tujuannya agar siswa mampu mengembangkan
pengetahuan yang didapat secara mandiri serta siswa dapat berpikir secara kritis
dalam menemukan suatu pengetahuan secara benar.
c. Aliran Realisme
Realisme merupakan suatu aliran dalam ilmu pengetahuan. Menurut
aliaran ini ia mempersoalkan obyek pengetahuan manusia. Aliran realisme
memandang bahwa obyek pengetahuan manusia terletak di luar diri manusia,
contohnya: (1) pengetahuan tentang pohon, (2) pengetahuan tentang binatang,
(3) pengetahuan tentang bumi, (4) Pengetahuan tentang kota. Semua contoh
ini tidak hanya ada dalam pikiran manusia yang mengamatinya, malaikan juga
ada dengan sendirinya dan tidak tergantung pada jiwa manusia.
Aliran realisme ini dibagi menjadi dua golongan:
1) golongan Realisme Rasional
Aliran realisme rasional dibagi dua lagi (a) realisme klasik, (b)
realisme relegius. Kedua aliran ini (aliran realisme klasik dan aliran
realisme relegius) berpangkal pada filsafat Aristoteles. Namun demikian
ada perbedaan antara dua aliran ini. Perbedaanya adalah aliran realisme
klasik langsung dari pandangan Aristoteles, sedangkan aliran realisme
religius tidak langsung, ia berkembang pada filsafat Thomas Aquina, yaitu
filsafat kristen yang kemudian dikenal dengan aliran Thomisme,
pandangan dari kedua aliran realisme ini setuju bahwa dunia materi adalah
nyata dan berada diluar orang yang mengamatinya. Aliran Thomisme juga
berpendapat bahwa pengetahuan diperoleh melalui wahyu, berpikir dan
pengalaman. Penganut aliran realisme religius juga berpandangan bahwa
aturan-aturan keharminisan alam semesta ini merupakan ciptaan Tuhan,
maka kita harus mempelajarinya.
2) Golongan aliran realisme alam atau realisme ilmiah berkembangnya ilmu
pengetahuan alam.
Aliran realisme alam ini bersifat skeptis dan eksperimentil. Aliran ini
berpandangan bahwa dunia di sekeliling kita nyata, maka yang menjadi
tugas ilmu pengetahuan adalah menyelidiki semua isinya, dan ini bukan
tugas dari filsafat. Tugas filsafat tidak lain adalah mengkoordinasi konsep-
konsep dan penemuan-penemuan dari ilmu pengetahuan yang bermacam-
macam itu, menurut aliran ini alam bersifat menetap, memang ada
perubahan nya, akan tetapi perubahannya langsung sesuai dengan hukum-
hukum alam yang bersifat menetap yang membuat alam semesta ini terus
berlangsung menurut susunannya yang teratur.

Dapat diketahui bahwa aliran realisme ini memandang bahwa pengetahuan


manusia itu terletak diluar diri manusia yaitu pengetahuan yang diperoleh melalui
pancara indra yang kemudian dipahami oleh akan dan pikiran manusia itu sendiri
sehingga menjadi sebuah pengetahuan seperti pengetahuan tentang pohon,
pengetahuan tentang binatang dan pengetahuan tentang alam disekitar manusia itu
sendiri. Aliran realisme dibagi menjadi dua golongan yaitu (1)aliran golongan reaslim
rasional yang memandang bahwa pengetahuan manusia itu nyata diluar diri manusia
yang mengamatinya selain itu aliran realisme pada golongan ini juga memandang
bahwa pengetahuan manusia itu berasalah dari wahyu, berpikir dan pengalaman
manusia itu sendiri. Sedangkan golongan kedua (2) yaitu golongan aliran realisme
alam yang memandang bahwa dunia ini nyata maka tugas ilmu pengetahuan lah yang
menyelidikinya untuk mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi pada alam.

d. Aliran Progresivisme
Progresivisme secara bahasa dapat diartikan sebagai aliran yang
menginginkan kemajuan-kemajuan secara cepat. Dalam konteks filsafat
pendidikan, progresivisme merupakan suatu aliran yang menekankan bahwa
pendidikan bukanlah sekedar upaya pemberian sekumpulan pengetahuan
kepada subjek didik, tetapi hendaklah berisi ragam aktivitas yang mengarah
pada pelatihan kemampuan berpikir mereka secara menyeluruh, sehingga
mereka dapat berpikir secara sistematis melalui cara-cara ilmiah seperti
penyediaan ragam data empiris dan informasi teoritis, memberikan analisis,
pertimbangan, dan pembuatan kesimpulan menuju pemilihan alternatif yang
paling memungkinkan untuk pemecahan masalah yang tengah dihadapi.
Dengan pemilikan kemampuan berpikir yang baik, subjek-subjek didik
akan terampil membuat keputusan-keputusan terbaik pula untuk dirinya dan
masyarakatnya serta dengan mudah pula dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya.
Menurut Redja Mudyaharjo, Progresivisme adalah gerakan pendidikan
yang mengutamakan penyelenggaraan pendidikan disekolah berpusat pada
anak (child centered), sebagai reaksi terhadap pelaksanaan pendidikan yang
berpusat pada guru (teacher-centered) atau bahan pelajaran (subject-centered).

Dapat diketahui bahwa aliran progsivisme ini merupakan aliran filsafat


pendidikan yang memandang pada kemajuan didalam dunia pendidikan secara pesat
terutama dalam kemampuan siswa berpikir secara lebih kritis dengan cara melatih
kemampuan berpikir siswa tersebut, tidak hanya siswa aliran ini juga menuntut pada
guru atau pendidik untuk meningkatkan kemampuan dan kreativitasnya dalam proses
belajar mengajar.

e. Aliran Perenialisme
Perenialisme memandang bahwa akibat dari kehidupan di zaman modern
telah menimbulkan berbagai macam krisis diberbagai bidang kehidupan umat
manusia. Untuk mengatasi krisis perenialisme memberikan sebuah jalan
keluar berupa “ kembali kepada kebudayaan masa lampau”. Perenialisme ini
mengambil jalan regresif dikarenakan memiliki pandangan bahasanya tidak
ada jalan lain kecuali dengan kembali kepada prinsip umum yang telah
menjadi dasar tingkah laku dan perbuatan zaman Yunani Kuno dan abad
pertengahan. Yang dimaksud dengan ini adalah kepercayaan aksiomatis
mengenai pengetahuan, realitas dan nilai-nilai zaman tersebut (Muttaqin,
2016). Perenialisme merupakan filsafat yang susunan bangunan ilmunya
merupakan satu kesatuan. Oleh karenaa itu premis-premis yang disusun
merupakan hasil pikiran yang memberi kemungkinan agi seseorang untuk
bersikap tegas dan jujur. Dengan demikian perenialisme ini tidak sepaham
dengan prinsip-prinsip yang evolusionitis dan naturalistis (Budiwibowo, 2004)
Perenialisme sebagai salah satu aliran filsafat pendidikan yang mendasari
dirinya pada kenyakinan bahwa pengetahuan sejatinya yang didapat melalui
ruang dan waktu mestilah membentuk dasar pendidikan seseorang. Oleh sebab
itu tugas pendidikan itu mengajar, termasuk mengajar pengetahuan yang mana
pengetahuan termasuk kebenaran. Kebenaran tersebut dimana-mana sama,
sedemikian rupa menjadikan pendidikan itu dimanapun mesti sama.
Sedangkan peserta didik sebagai individu yang dipandang oleh kelompok
adalah makhluk rasional dan spiritual. Pendidikan menurut oleh kelompok
bukanlah semacam imitasi kehidupan, tetapi tidak lain adalah suatu upaya
mempersiapkan kehidupan. Berdasarkan penjelasan diatas, aliran Perenialisme
adalah aliran yang menyakini bahwa pengetahuan hanya dapat didapatkan
melalui proses pendidikan (ruang dan waktu). Karena dalam proses
pendidikan, tenaga pendidik akan mengajarkan pengetahuan, dan peserta didik
sebagai makhluk rasional dan spiritual dapat menguji kebenaran daripada
pengetahuan tersebut.
Materi Ke 14 Tentang Filsafat Moral (etika) dan Filsafat Estetika

A. Filsafat Moral (Etika)


1. Pengertian Filsafat Moral (Etika)
Etika secara etimologi berasal dari kata Yunani, yakni ethos yang berarti
watak kesusilaan atau adat. Secara teriminologi, etika adalah cabang filsafat yang
membicarakan tingkah laku atau perbuatan manusia dalam hubungannya dengan
baik buruk. Selanjutnya Semiawan, dkk (2005) menerangkan bahwa etika sebagai
prinsip atau standar prilaku manusia, yang kadang-kadang disebut dengan
“moral”. Makna etika terdapat dua bentuk arti, pertama, etika merupakan suatu
perkumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan-perbuatan
manusia. Kedua, merupakan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal-
hal, perbuatan-perbuatan, atau manusia-manusia lain.
Jadi dapat diketahui bahwa etika merupakan tingkah laku atau perbuatan
seseorang yang didalam tingkah laku manusia terdapat nilai yaitu nilai perbuatan
baik dan nilai perbuatan buruk dan itu lah etika, terkadang etika juga disebut
dengan moral.
Moral berasal dari kata Latin Mos jamaknya Mores yang berarti adat atau cara
hidup. Etika dan moral sama artinya, tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada
sedikit perbedaan. Etika pada umumnya diidentikkan dengan moral (atau
moralitas). Namun, meskipun sama terkait dengan baik buruknya tindakan
manusia, etika dan moral memiliki perbedaan pengertian. Secara singkat, jika
moral lebih condong kepada pengertian “nilai baik dan buruk dari setiap
perbuatan manusia itu sendiri”, maka etika berarti “ilmu yang mempelajari
tentang baik dan buruk”. Jadi, bisa dikatakan, etika berfungsi sebagai teori dari
perbuatan baik dan buruk (ethics atau ‘ilm al-akhlaq), dan moral (akhlaq) adalah
praktiknya. Dalam disiplin filsafat, terkadang etika disamakan dengan filsafat
moral.

Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa etika merupakan bagian dari
moral karena arti etika dan moral memiliki arti yang sama, akan tetepi terdapat sedikit
perbedaan dari pengertian etika dan moral ini, yang mana etika memiliki pengertian
tentang mempelajari perilaku baik dan buruk manusia sedangkan moral memiliki
pengertian tentang nilai baik dan buruk perbuatan manusia itu, serta perlu dibapahami
bahwa etika dan moral ini merupakan cabang filsafat yang membicarakan tentang
tingkah laku manusia.
2. Etika Sebagai Cabang Filsafat
Poedjawijatna (1996: 39) mengemukakan bahwa etika merupakan cabang
filsafat. Etika mencari kebenaran dan sebagai cabang filsafat ia mencari
keterangan (benar) yang sedalam-dalamnya. Sebagai tugas tertentu bagi etika, ia
mencari ukuran baik buruknya bagi tingkah laku manusia, etika hendak mencari
tindakan manusia manakah yang baik. Menurut Von Magnis (dalam Subair, 1990:
9-11) mengemukakan bahwa hidup kita seakan-akan terentang dalam suatu
jaringan norma yang berupa ketentuan, kewajiban, larangan, dan sebagainya.
Jaringan itu seolah-olah membelenggu kita, mencegah kita bertindak dari sesuatu
dengan segala keinginan, mengikat kita untuk melakukan sesuatu yang sebetulnya
kita benci. Maka timbullah pertanyaan: Dengan hak apa orang mengharapkan kita
tunduk terhadap norma itu?, dan bagaimana dapat menilai norma itu?.Tugas etika
mencari jawaban atas pertanyaan itu, etika merupakan penyelidikan filsafat
tentang bidang moral, yaitu mengenai kewajiban manusia serta tentang yang baik
dan yang buruk, sehingga etika didefinikan sebagai filsafat bidang moral.
Dikatakan etika sebagai cabang filsafat dibidang moral karena etika
merupakan sebuah kajian yang mencari kebenaran sedalam-dalamnya mengenai
perilaku manusia, karena tugas etika itu menilai perilaku baik dan buruknya
perilaku manusia. Dapat diketahui bahwa manusia merupakan makhluk sosial
yang hidup dalam kalangan masyarakat dengan norma-norma yang berlaku, akan
tetapi sebagai makhluk sosial tentu akan adanya suatu norma yang tidak sesuai
seperti yang diinginkan sehingga individu itu enggan dalam mengikuti aturan
norma yang berlaku, disini sifat dasar etika adalah sifat kritis, etika bertugas untuk
mempersoalkan norma yang dianggap berlaku, karena dianggap ada aturan-aturan
norma yang tidak sesuai sehingga tidak dapat mempertahankan atau bertanggung
jawab atas aturan-aturan yang ada. Sehingga hilanglah hak dan pertanggung
jawaban norma itu sendiri.
3. Aliran-Aliran dalam Filsafat Moral (Etika)
Menurut Mokh. Sya’roni (2014) terdapat 3 aliran etika yaitu:
a. Hedonisme
Hedonisme bertolak dari pendirian bahwa menurut kodratnya manusia
mengusahakan kenikmatan, yang dalam bahasa Yunani disebut “hedone”; dari
kata inilah timbul istilah “hedonisme”. Secara negatif usaha ini terungkap
dalam sikap menghindari rasa sakit, dan secara positif terungkap dalam sikap
mengejar apa saja yang dapat menimbulkan rasa nikmat.
Aliran Hedonisme ini memandang bahwa manusia yang berbuat dan
mengusahakan kenikmatan dalam kehidupannya maka ia akan memperoleh
sebuah kebaikan serta ini akan menjadi penghargaan bagi dirinya, begitu juga
sebaliknya jika manusia itu tidak berusaha dalam memperoleh kenimatakan
maka ia akan mendapatkan rasa sakit ataupun perbuatan buruk dalam
kehidupannya.
b. Aliran Utilisme
Aliran dijabarkan dari kata Latin “utilis”, yang berarti bermanfaat.
Utilisme mengatakan bahwa ciri pengenal kesusilaan ialah manfaat suatu
perbuatan. Suatu perbuatan dikatakan baik, jika membawa manfaat, dikatakan
buruk, jika menimbulkan mudarat.
Dalam aliran ini memandang bahwa suatu perbuatan itu dikatakan baik
jika bermanfaat bagi dirinya dan orang lain sedangkan perbuatan buruk itu
adalah suatu perbuatan yang hanya menimbulkan mudarat ataupun kerugian
bagi orang banyak
c. Aliran Deontology
Aliran deontologis melihat bahwa kerangka tindakan/perilaku manusia
dilihat sebagai kewajiban. Kata deon berasal dari Yunani yang artinya
kewajiban. Sudah jelas kelihatan bahwa teori deontologi menekankan pada
pelaksanaan kewajiban. Suatu perbuatan akan baik jika didasari atas
pelaksanaan kewajiban, jadi selama melakukan kewajiban berarti sudah
melakukan kebaikan.
B. Filfata Estetika
1. Pengertian Estetika
Estetika dari kata Yunani Aesthesis atau pengamatan adalah cabang filsafat
yang berbicara tentang keindahan. Objek dari estetika adalah pengamalan akan
keindahan. Dalam estetika yang dicari adalah hakikat dari keindahan, bentuk-
bentuk pengalaman keindahan (seperti keindahan jasmani dan keindahan rohani,
keindahan alam dan keindahan seni), diselidiki emosi manusia sebagai reaksi
terhadap yang indah, agung, tragis, bagus, mengharukan, dan sebagainya
(Surajino, 2014: 101). Menurut Semiawan, dkk (2005), menjelaskan estetika
sebagai “the study of nature of beauty in the fine art”, mempelajari tentang
hakikat keindahan didalam seni. Estetika merupakan cabang filsafat yang
mengkaji tentang hakikat indah dan buruk.
Filsafat Estetika ini merupakan cabang dari filsafat juga, yang membahas
tentang keindahan, menurut filsafat estetika objek dari keindahan itu berasal dari
pengalaman akan keindahan dan bagaimana bentuk-bentuk pengalaman keindahan
tersebut seperti keindahan jasmani dan keindahan rohani, seni dan alam hal inilah
yang dibahas serta dikaji didalam filsafat estetika.
a. Teori Estetika
1) Teori subyektif, obyektif pada sebuah nilai keindahan
Para filsuf itu disebut obyective aestheticians (ahli-ahli estetik
obyektif). Teori subyektif didukung antara lain : Henry Home, Earl of
Shaftesbury dan Edmund Burke. Filsufnya disebut subyective
aestheticians (ahli-ahli estetik subyektif). Teori obyektif berpendapat
keindahan atau ciri-ciri yang menciptakan nilai estetis ialah sifat
(kwalitas) yang memang telah melekat pada benda indah yang
bersangkutan, terlepas dari orang yang mengamatinya. Pengamatan
seseorang hanyalah menemukan atau menyingkapkan sifat-sifat indah
yang sudah ada pada sesuatu benda dan sama sekali tidak berpengaruh
untuk mengubahnya
Pada teori subyektif dan obyektif dalam sebuah nilai keindahan adalah
dikatakan sebuah nilai keindahan itu didukung oleh beberapa para ahli,
kemudian subyek pada sebuah nilai keindahan itu memandang bahwa nilai
ataupun ciri-ciri keindahan itu sesungguhnya tidak ada melainkan si
pengamatlah yang membeirkan tanggapan dan penilian atas suatu benda
itu. Sedangakan obyetif berdasarkan teori ini mengatakan bahwa nilai
ataupun sifat keindahan suatu benda ataupun sebuah pengalaman itu
memang sudah ada pada benda dan sesuatu tersebut hanya saja individu
yang mengamati suatu obyek keindahan itu mengambangkan dan
memperjelasakn keindahan yang sudah ada itu.
2) Teori Perimbangan Nilai Keindahan
Teori perimbangan tentang keindahan oleh Wladylaw Tatarkiewicz
disebut Teori Agung tentang keindahan (The Great Theory of Beauty) atau
dapat juga teori agung mengenai estetik Eropa. Teori Agung tentang
keindahan menjelaskan bahwa, keindahan terdiri dari perimbangan dari
bagian-bagian, atau lebih tepat lagi terdiri dari ukuran, persamaan dan
jumlah dari bagian-bagian serta hubunganhubungannya satu sama lain.
Contoh ; Arsitektur orang-orang Yunani. Keindahan dari sebuah atap
tercipta dari ukuran, jumlah dan susunan dari pilar-pilar yang menyangga
atap itu. Pilar-pilar itu mempunyai perimbangan tertentu yang tepat dalam
pelbagai dimensinya.
Didalam teori peirmbangan nilai keindahan ini memandang bahwa
keindahan itu dapat dinilai dari ukuran, persamaan serta bagian-bagian
yang ada pada benda tersebut, seperti yang telah dicontohkan diatas disini
dapat kita pahami bahwa nilai keindahan sebuah atap itu berdasarkan
ukuran dan jumlah serta susunan dari pilar-pilarnya, sehingga semakin
besar ukuran atap dan semakin banyak corak dengan desain yang dibuat
maka semakin tinggi nilai keindahan pada benda (atap) tersebut.
3) Teori Bentuk Estetis.
DeWitt H. Parker memeras ciri-ciri umum dari bentuk estetis menjadi
enam asas, yaitu:
a) Azas kesatuan utuh. Asas ini berarti bahwa setiap unsur dalam sesuatu
karya seni adalah perlu bagi nilai karya itu dan karya tersebut tidak
memuat unsur-unsur yang tidak perlu dan sebaliknya mengandung
semua yang diperlukan. Nilai dari suatu karya sebagai keseluruhan
tergantung pada hubungan timbal balik dari unsurunsurnya, yakni
setiap unsur memerlukan, menanggapi dan menuntut setiap unsur
lainnya.
b) Azas tema. Dalam setiap karya seni tedapat satu (atau beberapa) ide
induk atau peranan yang unggul berupa apa saja (bentuk, warna, pola
irama, tokoh atau makna) yang menjadi titik pemusatan dari nilai
keseluruhan karya itu. Ini menjadi kunci bagi penghargaan dan
pemahaman orang terhadap karya seni itu.
c) Azas variasi menurut tema. Tema dari sesuatu karya seni harus
disempurna-kan dan diperbagus dengan terus-menerus
mengumandangkannya. Agar tidak menimbulkan kebosanan
pengungkapan tema yang harus tetap sama itu perlu dilakukan dalam
pelbagai variasi.
d) Azas keseimbangan. Keseimbangan adalah kesamaan dari unsur-unsur
yang berlawanan atau bertentangan. Dalam karya seni walaupun unsur-
unsurnya tampaknya bertentangan tapi se-sungguhnya saling
memerlukan karena bersama-sama mereka menciptakan suatu
kebulatan. Unsur-unsur yang saling berlawanan itu tidak perlu hal yang
sama karena ini lalu menjadi kesetangkupan, melainkan yang utama
ialah kesamaan dalam nilai. Dengan kesamaan dari nilai-nilai yang
saling bertentangan terdapatlah keseimbangan secara estetis.
e) Azas perkembangan. Dengan asas ini dimaksudkan oleh Parker
kesatuan dari proses yang bagian-bagian awalnya menentukan bagian-
bagian selanjutnya dan bersama-sama menciptakan suatu makna yang
menyeluruh. Jadi misalnya dalam sebuah cerita hendaknya terdapat
suatu hubungan sebab dan akibat atau rantai tali-temali yang perlu
yang cirinya pokok berupa pertumbuhan atau penghimpunan dari
makna keseluruhan.
f) Azas tatajenjang. Kalau asas-asas variasi menurut tema, keseimbangan
dan perkembangan mendukung asas utama kesatuan utuh, maka asas
yang terakhir ini merupakan penyusunan khusus dari unsur-unsur
dalam asas-asas tersebut. Dalam karya seni yang rumit kadang-kadang
terdapat satu unsur yang memegang kedudukan mempin yang penting.
Unsur ini mendukung secara tegas tema yang bersangkutan dan
mempunyai kepentingan yang jauh lebih besar daripada unsur-unsur
lainnya (The Liang Gie, 1976: 46-48).
C. Filsafat Seni

Seni menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah ahli membuat karya yang
bermutu, dilihat dari segi kehalusannya, keindahannya, dan lain sebagainya.

1. Aristoteles: seni adalah peniruan terhadap alam tetapi sifatnya harus ideal.
2. Plato dan Rousseau: seni adalah hasil peniruan alam dengan segala seginya.
3. Ki Hajar Dewantara: seni adalah segala perbuatan manusia yang timbul dari
perasaan dan sifat indah sehingga menggerakan jiwa perasaan manusia.
4. Ahdian Karta Miharja: seni adalah kegiatan rohani yang mereflesikan realitas
dalam suatu karya yang bentuk dan isinya untuk membangkitkan pengalaman
tertentu dalam rohaninya penerimanya.
5. Prof. Drs. Suwaji Bastomi: seni adalah aktivitas batin dengan pengalaman estetika
yang menyatakan dalam bentuk agung yang mempunyai daya membangkitkan rasa
takjub dan haru.

Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa seni merupakan hasil dari
peniruan alam ataupun sebuah karya yang dilakukan oleh seseorang untuk
menampilkan sebuah keindahan alam yang diukir melalui alat-alat yang digunakan
dalam melukiskan ataupun mengukirkan suatu benda yang ada dialam selain itu seni
juga dapat mengukirkan pengalaman-pengalaman.
Materi Ke 15 Filsafat Ilmu Agama

A. Filsafat Ilmu Agama

Filsafat, sebagai sebuah metode berpikir yang sistematis merupakan salah satu
pendekatan tersendiri dalam memahami kebenaran. Dalam konteks keagamaan,
pemikiran tentang berbagai hal dan urusan. Karenanya dalam filsafat juga dibicarakan
bagaimana keberadaan Tuhan, dan juga persoalan kenabian, kedudukan dan fungsi
akal dan wahyu, penciptaan manusia serta ibadah yang dilakukan oleh manusia.
Secara lebih jelas, hal ini dapat dilihat pada uraian tentang objek filsafat, yaitu antara
lain sebagai berikut: - Dari apakah benda-benda dapat berubah menjadi lainnya,
seperti perubahan oksigen dan hidrogen menjadi air? - Apakah zaman itu yang
menjadi ukuran gerakan dan ukuran wujud seua perkara? - Apakah bedanya makhluk
hidup dengan makhluk yang tidak hidup? - Apakah ciri-ciri khas makhluk hidup itu? -
Apa jiwa itu, jiwa itu ada, apakah jiwa manusia itu abadi atau musnah? - Dan masih
ada pertanyaanpertanyaan yang lain Abd. Wahid (2012)

Selanjutnya Abd. Wahid (2012) Ilmu mengkaji hal-hal yang bersifat empiris
dan dapat dibuktikan, filsafat mencoba mencari jawaban terhadap masalah-masalah
yang tidak bisa dijawab oleh Ilmu dan jawabannya bersifat spekulatif, sedangkan
Agama merupakan jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh
filsafat dan jawabannya bersifat mutlak/dogmatis.

Dapat diketahui bahwa filsafat ilmu agama merupakan suatu hal yang saling
berkaitan antara satu dengan yang lain karena ketika saat mencari suatu jawaban dari
suatu masalah maka ilmu mencoba mengkaji secara empiris akan tetapi jika jawaban
tidak dapat diungkapkan maka filsafat mencoba mencari jawaban atas permasalahan
tersebut, selanjutnya jika jawaban itu tidak diperoleh maka agama lah yang dapat
memberikan jawaban yang sebenar-benarnya, karena didalam kitab agama merupakan
kalam Tuhan Yang maha Esa yang tidak dapat lagi diubah ataupun dibantah oleh
manusia.

B. Persamaan dan Persamaan Filsafat Ilmu Agama


A.Susanto (2010) Sama sama bertujuan mencari kebenaran. Ilmu pengetahuan
melalui metode ilmiahnya berupaya untuk mencari kebenaran. Metode ilmiah yang
digunakan dengan cara melakukan penyelidikan atau riset untuk membuktikan atau
mencari kebenaran tersebut. Filsafat dengan caranya tersendiri berusaha menemukan
hakikat sesuatu baik tentang alam, manusia, maupun tentang Tuhan.

Sementara agama, dengan karakteristiknya tersendiri memberikan jawaban


atas segala persoalan asasi perihal alam, manusia, dan Tuhan. Adapun persamaan
antara ilmu dan filsafat adalah bahwa keduanya menggunakan berpikir reflektif dalam
upaya menghadapi/memahami fakta-fakta dunia dan kehidupan, terhadap hal-hal
tersebut baik filsafat maupun ilmu bersikap kritis, berpikiran terbuka serta sangat
konsen pada kebenaran, di samping perhatiannya pada pengetahuan yang terorganisir
dan sistematis.

Dapat diketahui persamaan antara filsafat, ilmu dan agama ialah dimana ketiga
hal ini sama-sama bertujuan mencari kebenaran, filsafat dan ilmu sama-sama
menggunakan akal untuk berpikir dalam menemukan kebenaran itu sedangan agama
merupakan suatu hal yang sudah benar yang sudah ditetapkan oleh Tuhan yang Maha
Esa sehingga kebenarannya sangat mutlak tanpa diragukan dan tanpa memerlukan
bukti, sehingga filsafat dan ilmu menggunakan agama sebagai landasan dalam
memberikan jawaban atas persoalan yang tidak dapat dijawab oleh akal dan pikiran.

C. Perbedaan Filsafat, Ilmu dan Agama

Abd. Wahid (2012) Perbedaan filsafat dengan ilmu lebih berkaitan dengan
titik tekan, dimana ilmu mengkaji bidang yang terbatas, ilmu lebih bersifat analitis
dan deskriptif dalam pendekatannya, ilmu menggunakan observasi, eksperimen dan
klasifikasi data pengalaman indra serta berupaya untuk menemukan hukum-hukum
atas gejala-gejala tersebut, sedangkan filsafat berupaya mengkaji pengalaman secara
menyeluruh sehingga lebih bersifat inklusif dan mencakup hal- hal umum dalam
berbagai bidang pengalaman manusia, filsafat lebih bersifat sintetis dan kalaupun
analitis maka analisanya memasuki dimensi kehidupan secara menyeluruh dan utuh,
filsafat lebih tertarik pada pertanyaan kenapa dan bagaimana dalam mempertanyakan
masalah hubungan antara fakta khusus dengan skema masalah yang lebih luas, filsafat
juga mengkaji hubungan antara temuan-temuan ilmu dengan klaim agama, moral
serta seni. Dapat dipahami bahwa filsafat dan ilmu memiliki perbedaan dimana ilmu
merupakan bidang yang mengkaji sesuatu hal itu terbatas, sedangkan filsafat
mengkaji sesuatu itu secera universal atau menyeluruh tanpa ada batas.

A.Susanto (2010) Perbedaan yang mencolok antara ketiga aspek tersebut,


dimana ilmu dan filsafat bersumber dari akal budi atau rasio manusia , sedangkan
agama bersumberkan wahyu dari tuhan. Ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan
cara penyelidikan (riset), pengalaman (empiri), dan percobaan (eksperimen). Filsafat
menemukan kebenaran atau kebijakan dengan cara penggunaan akal budi atau rasio
yang dilakukan secara mendalam, menyeluruh, dan universal. Kebenaran yang
diperoleh atau ditemukan oleh filsafat adalah murni hasil pemikiran (logika) manusia.

Dengan cara perenungan (berpikir) yang mendalam (radikal) tentang hakikat segala
sesuatu (metafisika). Sedangkan agama mengajarkan kebenaran atau memberi
jawaban tentang berbagai masalah asasi melalui wahyu atau kitab suci yang berupa
firman Tuhan. Kebenaran yang diperoleh melalui ilmu pengetahuan dengan cara
penyelidikan tersebut adalah kebenaran positif, yaitu kebenaran yang masih berlaku
sampai dengan ditemukan kebenaran atau teori yang lebih kuat dalilnya atau
alasannya. Kebenaran filsafat adalah kebenaran spekulatif, berupa dugaan tidak dapat
dibuktikan secara empiris, riset, dan eksperimen. Baik kebenaran ilmu maupun
kebenaran filsafat, keduanya nisbi (relatif). Sedangkan kebenaran agama bersifat
mutlak (absolut), karena ajaran agama adalah wahyu yang diturunkan oleh yang maha
benar, yang maha mutlak.
Dapat dipahami bahwa ketiga hal ini memiliki perbedaan dalam menemukan
kebenaran, ilmu pengetahuan menemukan kebenaran melalui penelitian atau riset,
eksperimen yaitu percobaan, sedangkan filsafat menemukan kebenaran itu melalui
proses berpikir sehingga hasil kebenaran itu murni dari pemikiran manusia dengan
perenungan yang mendalam. Selanjutnya agama, kebenaran yang sudah ada melalui
wahyu dan kitab suci yang diturunkan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan kebenaran itu
bersifat positif yaitu kebenaran yang tidak diragukan lagi dan dapat diterima oleh akal
tanpa memerlukakn bukti yang konkret.
Materi Ke 16 Tentang Tanggung Jawab Ilmu dan Cendikiawan

A. Ilmuan
1. Pengertian Ilmuan
Kata ilmuwan ini muncul kira-kira tahun 1840 untuk membedakan ilmuwan
dengan para filsuf, kaum terpelajar, dan kaum cendikiawan. Dewasa ini, kata
ilmuwan tentu bukanlah hal yang asing. Secara sederhana ia diberi makna ahli
atau pakar; dalam KBBI, kata ilmuwan sendiri bermakna: orang yang ahli atau
banyak pengetahuannya mengenai suatu ilmu; orang yg berkecimpung dalam ilmu
pengetahuan (KBBI Online). Serta orang yang melakukan serangkaian aktivitas
yang disebut ilmu, kini lazim disebut pula sebagai ilmuwan (scientist).
Sedangkan dalam buku Filsafat Ilmu, kata ilmuwan memiliki beberapa
pengertian sebagaimana dalam pandangan McGraw-Hill Dictionary Of Scientific
and Technical Term, adalah seorang yang mempunyai kemampuan dan hasrat
untuk mencari pengetahuan baru, asasasas baru, dan bahan-bahan baru dalam
suatu bidang ilmu. Pandangan lain tentang ilmuwan dikemukakan oleh Maurice
Richer, Jr., menurutnya ilmuwan adalah mereka yang ikut serta dalam ilmu, dalam
cara-cara yang secara relatif langsung dan kreatif (The, 2000).
Ilmuwan merupakan profesi, gelar atau capaian professional yang diberikan
masyarakat kepada seorang yang mengabdikan dirinya. Pada kegiatan penelitian
ilmiah dalam rangka mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang
alam semesta, termasuk fenomena fisika, matematis dan kehidupan social
Dapat diketahui ilmuan merupakan seseorang yang melakukan kegiatan atau
aktivitas dalam mengkaji suatu ilmu pengetahuan hingga menjadi ahli atau pakar
ilmu dibidang pengetahuan yang ditekuninya itu. Dan masyakarat juga menyebut
seseorang yang ahli atau pakar dalam suatu bidang ilmu pengetahuan dengan
professional karena orang tersebut dalam mengetahui bidang kajian ilmu hingga
keakar-akarnya serta dapat menjawab segala permasalahan yang ada didalam ilmu
pengetahuan.
2. Ciri Ilmuan
Seorang Ilmuwan dapat dilihat dari beberapa aspek :
a. Dari cara kerja; Cara kerja untuk mengungkap segala sesuatu dengan metode
sains yaitu: mengamati, menjelaskan, merumuskan masalah, melakukan
eksperimen, mengumpulkan dan menganalisa data, membuat kesimpulan.
b. Dari kemampuan menjelaskan hasil dan cara memperolehnya, misalnya jika
seorang mengklaim telah melihat Gajah, maka ia harus mempu menjelaskan
ciri-ciri gajah, seperti: memiliki taring, badannya besar, kupingnya lebar.
c. Dari sikap terhadap alam dan permasalahan yang dihadapi. Sikap yang harus
dimiliki oleh seorang ilmuwan antara lain adalah: hasrat ingin tahu yang
tinggi, tidak mudah putus asa, terbuka untuk dikritik dan diuji, menghargai
dan menerima masukan, jujur, kritis, kreatif, sikap positif terhadap kegagalan,
rendah hati, hanya menyimpulkan dengan data memadai.

Dapat diketahui bahwa seseorang ilmu dapat dilihat berdasarkan ciri-ciri yang
dimilikinya ataupun yang dapat dilihat dari tingkah laku, cara dia berpikir dan
bagaimana seseorang itu dalam bersikap dengan orang lain. Ciri Seorang ilmuan akan
terlihat bagaiman dia menjawab pertanyaan dari pertanyaan yang diberikan seperti
menjawab dengan jelas serta diserta bukti yang nyata yang dapat diterima oleh akal
akan kebenarannya, kemudian seorang ilmuan akan menunjukkan rasa ingin tau atas
apa yang ingin diketahui olehnya, selanjutnya seorang ilmuan akan menerima
kritikan, masukan yang diberikan oleh orang disekitarnya mengenai pendapat-
pendapat yang dia kemukakan dengan sikap yang rendah hati.

3. Syarat Yang Harus Dipatuhi Ilmuan


Ada beberapa syarat yang harus dilalui seseorang agar layak disebut sebagai
ilmuwan, salah satunya adalah ilmuwan tersebut harus mengadakan penelitian
yang menghasilkan karya ilmiah yang bisa diterima di masyarakat, karya ilmiah
tersebut harus memenuhi sistematika-sistematika yang harus dipenuhi oleh
ilmuwan sebagai syarat agar penelitiannya layak disebut sebagai karya
ilmiah.Yang pokok dalam sistematika penulisan adalah logical sequence (urutan-
urutan logik) dari penulisan.
Menjadi seorang ilmuan bukanlah hal yang mudah, tidak semua orang dapat
menjadi ilmuan karena menjadi seorang ilmuan harus memenuhi syarat yang telah
ditentukakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh ilmuan adalah
menciptakan karya ilmiah melalui penelitian-penelitian sesuai dengan bidang yang
ditekuni dengan sistematika penulisan yang baik dan benar sehingga hasil dari
karya ilmiah yang dilakukan oleh seorang ilmuan itu dapat diterima dan diakui
kebenarannya oleh masyarakat.

B. Tanggung Jawab Ilmuan


1. Pengertian tanggung jawab keilmuan
Arti Tanggung jawab Ilmuan Aholiab Watloly (2001: 207-221) telah
meletakkan berbagai prinsip dasar dalam hal memahami tanggungjawab
pengetahuan dan keilmuan. Istilah tanggung jawab, secara etimologis menunjuk
pada dua sikap dasar ilmu dan ilmuwan, yaitu; tanggung dan jawab. Ilmu dan
ilmuan, termasuk lembaga keilmuan, dalam hal ini, wajib menanggung dan wajib
menjawab setiap hal yang diakibatkan oleh ilmu itu sendiri maupun
permasalahan-permasalahan yang tidak disebabkan olehnya.
Tanggung jawab mengandung makna penyebab (kausalitas), dalam arti
"bertanggung jawab atas". Tanggung jawab dalam arti demikian berarti; apa yang
harus ditanggung. Subyek yang menyebabkan dapat diminta
pertanggungjawabannya, meskipun permasalahan - permasalahan tersebut tidak
disebabkan oleh ilmu atau ilmuwan itu sendiri. Aspek tanggung jawab sebagai
sekap dasar keilmuan, dengan ini, telah menjadi satu dalam kehidupan keilmuan
itu sendiri dan sulit dipisahkan. Tanggung jawab keilmuan, tidak dapat
dilepaspisahkan dari perkembangan pengetahuan maupun keilmuan dari abad ke
abad
Kadang-kadang, tanggung jawab keilmuan tidak disebabkan oleh ilmu itu
sendiri, misalnya; dalam hal menyelesaikan setiap persoalan kemanusiaan, seperti;
bencana alam, keadaan alam yang kritis, konflik sosial, dan sebagainya. Tanggung
jawab keilmuan bukan saja dalam arti yang normative, misalnya berkaitan dengan
aspek moral yang bersifat legalistik saja, tetapi mencakup aspek yang lebih luas.
Misalnya, tanggung jawab keilmuan dalam menyelasaikan berbagai bentuk akibat
perubahan sosial yang berdampak terhadap tatanan moral masyarakat. Jadi,
tanggungjawab keilmuan juga memilki arti, mendudukkan manusia pada
kedudukan martabat dirinya, sehingga di satu sisi tidak diperalat oleh ilmu dan
ilmuwan demi mencapai prestise dan supremasi ilmu, atau di sisi lain, tidak
tergilas oleh kebodohan dan kemelaratan hidup karena lingkaran setan
ketidaktahuan yang melilit dirinya.
Di sisi lain, tanggung jawab keilmuan mesti di dasarkan pada keputusan bebas
manusia, sehingga melalui tanggung jawan keilmuan maka ilmu, ilmuwan,
manusia serta masyarakat dibebaskan atau dijernihkan dari berbagai pengaruh
emosional, sikap curiga, dendam, buruk sangka, dan berbagai sikap irasional.
Konsekuensinya, tanggung jawab keilmuan harus terus mengalir dari dalam lautan
luas tindakan manusia (ilmuwan) yang bertanggung jawab. Tanggung jawab
keilmuan menyangkut, baik masa lalu, masa kini, maupun masa depan.
Alasannya, karena penanganan ilmu atas realitas selalu cenderung berat sebelah
Dapat diketahui bahwa tanggung jawab seorang ilmuan adalah dapat
memberikan jawaban atas permasalahan-permasalahan ilmu pengetahuan yang ada
serta menanggung segala sebab akibat dari ilmu itu sendiri, selain itu seorang ilmuan
juga harus bisa menjawab persoalan yang tidak hanya dari permasalahan yang
disebabkan ilmu itu saja akan tetapi mampu menjawab segala permasalahan yang
mungkin bukan disebabkan oleh ilmu pengetahuan demi mendudukan manusia pada
kedudukan masyarakat agar menjadi manusia yang bermartabat.
2. Sifat Keterbatasan Tanggung jawab Keilmuan
Salah satu ciri pokok dari tanggung jawab keilmuan itu adalah sifat
keterbatasan. Tanggung jawab keilmuan memiliki sifat keterbatasan, dalam arti
bahwa, tanggung jawab itu sendiri tidak diasalkan atau diadakan sendiri oleh ilmu
dan ilmuwan sebagai manusia, tetapi merupakan pemberian kodrat. Sebagaimana
manusia tidak dapat menciptakan dirinya sendiri, tetapi menerimanya sebagai
pemberian kodrat maka demikian pula halnya ia tidak dapat menciptakan
tanggung jawab. Manusia hanya menerima dirinya dan tanggung jawabnya, serta
menjalaninya sebagai sebuah panggilan kodrati dan tunduk padanya.
Konsekuensinya, ilmuwan sebagai manusia tidak bertanggung jawab atas
tanggung jawab keilmuannya, sebab manusia tidak dapat dimintai pertanggung
jawaban atas kenyataan mengapa ia bertanggung jawab, sebab hal itu merupakan
tugas yang diterima dan dijalani atas dasar pemberian kodratnya. Manusia tidak
bertanggung jawab pada tanggung jawab, tetapi ia menerima tanggung jawab itu
sebagaimana adanya, dan menjalaninya dengan segala keterbatasannnya.
Seorang ilmuan juga memiliki keterbatasan kemampuan dalan tanggung jawab
keilmuannya. Menjadi seorang yang ahli dibidang ilmu pengetahuan (ilmuan),
merupakan kodrat yang diberikan oleh sang pencipta dan dapat dipertanggung
jawabkan oleh ilmuan berdasarkan ilmu pengetahuan yang ditekuni sehingga
menjadi sebuah ilmu pengetahuan, akan tetapi seorang ilmuan juga memiliki
keterbatasan dalam bertanggung jawab yaitu tanggung jawab atas terciptanya dia
dimuka bumi ini, oleh karena itu tanggung jawab seorang ilmuan itu terbatas.
Sehingga dapat diketahui bahwa manusia (ilmuan) hanya dapat mempertanggung
jawabkan atas kodrat yang diberikan yaitu pakar ilmu didalam bidangnya dan
tidak dapat menciptakan pertanggung jawaban itu
C. Cendikiawan
1. Pengertian Cendikiawan
Cendekiawan atau intelektual ialah orang yang menggunakan kecerdasannya
untuk bekerja, belajar, membayangkan, menggagas, atau menyoal dan menjawab
persoalan tentang berbagai gagasan. Kata cendekiawan berasal dari Chanakya,
seorang politikus dalam pemeritahan Chandragupta dari Kekaisaran Maurya.
Cendekiawan sering dikaitkan dengan mereka yang lulusan universitas.
Namun, Sharif Shaary, dramawan Malaysia terkenal, mengatakan bahwa
hakikatnya tidak semudah itu. Ia berkata:
“Belajar di universitas bukan jaminan seseorang dapat menjadi
cendekiawan… seorang cendekiawan adalah pemikir yang sentiasa
berpikir dan mengembangkan (serta) menyumbangkan gagasannya untuk
kesejahteraan masyarakat. Ia juga adalah seseorang yang mempergunakan
ilmu dan ketajaman pikirannya untuk mengkaji, menganalisis,
merumuskan segala perkara dalam kehidupan manusia, terutama
masyarakat di mana ia hadir khususnya dan di peringkat global umum
untuk mencari kebenaran dan menegakkan kebenaran itu. Lebih dari itu,
seorang intelektual juga seseorang yang mengenali kebenaran dan juga
berani memperjuangkan kebenaran itu, meskipun menghadapi tekanan dan
ancaman, terutama sekali kebenaran, kemajuan, dan kebebasan untuk
rakyat.”

Intelektual atau cendekiawan adalah berbeda, mereka adalah orang-orang


yang bukan hanya terpelajar tetapi juga terlibat dan melibatkan diri kedalam
pemecahan masalah kemasyarakatan. Selanjutnya yang membedakan seorang
cendekiawan atau intelektual dengan seorang ilmuwan adalah terletak pada
produk masalah yang dihasilkan. Ilmuwan dalam menghasilkan ilmu didapat
dengan cara memecahkan permasalahan yang ada dengan praktis, efektif dan
efisien. Sedangkan untuk cendekiawan atau intelektual dalam mendapatkan ilmu
dengan cara menaruh perhatian yang tulus terhadap masalah-masalah sosial
budaya yang ada di masyarakat. Ada beberapa ilmuwan yang dapat juga
dikategorikan sebagai seorang cendekiawan atau intelektual. Akan tetapi seorang
cendekiawan atau intelektual tidak dapat disebut sebagai seorang ilmuwan.
Dapat diketahui bahwa Cendikiawan atau intelektual adalah seseorang
yang memiliki kecerdasan yang tinggi, dan menjadikan kecerdasan yang dimiliki
untuk bekerja, belajar dan menjawab persoalan-persoalan tentang berbagai
gagasan seperti seorang guru, dosen, wartawan dan pengajara. Akan tetapi
cendikiawan dan ilmuan itu memiliki perbedaan walaupun sama-sama dalam
mengkaji ilmu pengetahuan, dimana seorang ilmuan menghasilkan ilmu
pengetahuan berdasarkan hasil penelitian karya ilmiah yang dilakukan sedangkan
seorang cendikiawan atau intelektual adalah dengan cara mempelajari ilmu-ilmu
yang diperoleh dari penjelasan guru, serta memperhatikan secara penuh akan
masalah-masalah sosial budaya di masyarakat.
2. Tanggung jawab cendikiawan
Menurut Mohammad Hatta, seorang cendekiawan dengan sendirinya memikul
tanggung jawab yang besar, lebih besar dari golongan masyarakat lainnya, karena
kualitasnya sebagai yang terpelajar. Cendekiawan memiliki kemampuan untuk
menguji yang benar dan yang salah dengan pendapat yang beralasan berdasarkan
ilmunya. Disini kaum intelegensia unggul, pertama-tama karena
keterpelajarannya, tapi ilmu itu sendiri yang memberi kualitas kepada
keterpelajarannya, tidak hanya terdiri dari keterampilan dan kecanggihan berolah
pikir. Ilmu, secara instrinsik mengandung nilai-nilai moral. Karena itu, maka
kaum intelegensia juga memiliki tanggung jawab moral, selain intelektual.
Moralitas itu berkaitan dengan keselamatan masyarakat, tidak saja sekarang tetapi
juga kemudian.
Menurut Hatta dengan mengutip Julien Benda, contoh perwujudan tanggung
jawab yang dimaksud yaitu, ”Memberi petunjuk dan memberi pimpinan kepada
perkembangan hidup kemasyarakatan dan bukannya malahan menyerah diri
kepada golongan yang berkuasa yang memperjuangkan kepentingan mereka
masing-masing”. Dan merupakan salah satu ciri pokok kecendikiawanan adalah
keterlibatannya. Cendekiawan adalah golongan yang berpikir, karena rasa
keterlibatannya, sebaliknya keterlibatannya tak terpisahkan dari keberpikirannya

Dapat diketahui bahawa tanggung jawab cendikiawan itu adalah memikul


tanggung jawab atas dasar keterpelajarannya, karena seorang cendikiawan atau
intelektual merupakan seorang yang terpelajar akan ilmu-ilmu pengetahuan yang
ditekuni yang sesuai dengan bidangnya sehingga mampu menguji kebenaran serta
mengetahui kesalahan-kesalahan sesuai dengan ilmunya.

DAFTAR PUSTAKA

Amsal Bakhtiar, 2013, Filsafat Ilmu, Jakarta: Raja Grafindo Persada


A. Susanto. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta : Bumi aksara
Abd. Wahid. 2012 . Korelasi Agama, Filsafat Dan Ilmu. Jurnal Substantia, Vol. 14,
No. 2
Bagus, L. 2002. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Bertrand Russell, 2004, Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dengan Kondisi Sosio-
Politik dari Zaman Kuno Hingga Sekarang, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Dardiri, A. 1986. Humaniora, Filsafat, Dan Logika. Jakarta: CV. Rajawali.

Dhaniel, Dhakidae. 2003. Cendikiawan dan Kekuasaan Dalam Negara Orde Baru.
Jakarta: Gramedia.

Eyerman, Ron. 1996. Cendekiawan Antara Budaya dan Politik. Jakarta : Yayasan
Obor Indonesia

file:///C:/Users/user/Downloads/563-2189-1-PB.pdf, diakses pada tanggal 25 Agustus,


2021

Fattah Hanurawan. 2014. Filsafat Ilmu Dalam Bidang Pendidikan


http://fppsi.um.ac.id/filsafat-ilmu-dalam-bidang-pendidikan-2/. Dikases pada
tanggal 11 November 2021. Pukul 13.03 Wib

Finoza, lamuddin. 2010. Komposisi Bahasa Indonesia (Untuk mahasiswa Non


jurusan Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Insan Mulia .

Habibah, S. (2017). Implikasi Filsafat Ilmu terhadap Perkembangan Ilmu


Pengetahuan dan Teknologi. DAR EL-ILMI: Jurnal Studi Keagamaan,
Pendidikan dan Humaniora, 4(1).

Harun Nasution, 1998, Islam Rasional , Bandung: Mizan


Hamnuddin. 2015. Filsafat: Aliran-aliran dalam Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara

https://dosenpintar.com/pengertian-ilmu-menurut-para-ahli-ciri-dan-fungsi/

http://eprints.ums.ac.id/39115/5/BAB%20I.pdf

http://e-jurnal.unisda.ac.id/index.php/dar/article/view/693/392

Hisarma Saragih dkk. 2021. Filsafat Pendidikan. Yayasan Kita Menulis

Iswara, S & Hadi Sriwiyana. 2010. Filsafat Ilmu dalam Pendidikan Tinggi.
Jakarta:Cintya Press.

Jan Rapar Hendrik, 1996, Pengantar Filsafat, Yogyakarta. Penerbit Kanisius.

Jurnal Hasil Riset, https://www.e-jurnal.com/2013/10/pengertian-skripsi.html.


Diakses pada tanggal 23 oktober 2021, pukul 22:47 WIB.

Kamus Besara Bahasa Indonesia. https://kbbi.web.id/makalah.diakses pada tanggal 24


oktober 2021, pukul 13.48

Komaruddin dan Yooke Tjuparmah S. 2000. Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah.
Jakarta: PT. Bumi Aksara

Musdiani, Aliran-Aliran dalam Filsafat, jurnal Vol. II No.2. Juli-Desember 2011


(diakses tanggal 19 Agustus 2021).

Mulyo Wiharto , Kebenaran Ilmu, Filsafat dan Agama. Jurnal Ilmiah Indonesia Vol 2
No 3 September 2005

Musdiani, 2011. Aliran-Aliran Dalam Filsafat. Dosen STKIP Bina Bangsa


Getsempena, Jalan Tgk Chik Di Tiro, Peuniti, Banda Aceh, Telepon 0651-
33427, Email: musdiani@stkipgetsempena.ac.id ISSN 2086 – 1397 Volume
II. Nomor 2. Diakses pada tanggal 11 November 2021. Pukul 15:04 Wib.

Mundiri. 2000. Logika. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Poedjawiatna. (1996). Etika Filsafat Tingkah Laku. Jakarta: Rineka Cipta

Rina Hayati. (2020). Jenis Karya Non Ilmiah dan Penjelasannya


https://penelitianilmiah.com/jenis-karya-non-ilmiah/.diakses pada tanggal
24 oktober 2021, pukul 14.27 WIB

Rizal Muntasyir. 1997. Jurnal filsafat (31657-73996-1-SM.pdf). diakses pada tanggal


30 oktober 2021, pukul 17.55 WIB

Suaedi, 2016, pengantar Filsafat Ilmu, Bogor, PT. Penerbit IPB Press
Suriasumantri, J.S. 2001. Filsafat Ilmu: sebuah pengantar popular. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.

Suriasumantri , Jujun S. 2017. Filsafat Ilmu Sebuah Pengetahuan Populer. Jakarta;


Pustaka Sinar Harapan,

Susanto, A. (2021). Filsafat ilmu: Suatu kajian dalam dimensi ontologis,


epistemologis, dan aksiologis. Bumi Aksara.

Salam, Burhanudin. (1997). Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta:


Rineka Cipta
Siti Kholipah dan Heni Subargihati. (2018). Teknik Penulisan Karya Ilmiah.
Lampung: Swalova Publshiing.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&B. Bandung:


Alfabeta

Surajiya, dkk. 2006. Dasar-Dasar Logika. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Salam, B. 2012. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rineka Cipta

Susanto, A. 2011. Filsafat Ilmu: Sesuatu Kajian dalam Dimensi Ontologis,


Epistemologis, dan Aksiologis. Jakarta: Bumi Aksara.

Semiawan, Conny, dkk. (2005). Panorama Filsafat. Jakarta: Litera Antar Nusa

Subair, Acmad Charris. (1990). Kuliah Etika. Jakarta: Rajawali Pers

Surajino. (2014). Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara

Sya’roni, M. (2014). Etika keilmuan: Sebuah kajian filsafat ilmu. Jurnal Theologia
25(1), 245-270

Sadulloh, U. 2003. Pengantar Filsafat Pendidikan. CV Alfabeta, Bandung. Sidi


Gazalba

The, Liang Gie. 2000. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty

The Liang Gie. (1983). Garis-Garis Besar Estetik (Filsafat Keindahan). Yogyakarta;
Supersukses
Udi Mufrodi Mawardi. Dialektika, Logika, Metafisika, Metode Ilmiah, Dan Ijtihad
Dalam Tradisi Skolastik Islam. Jurnal. Vol. 25, No. 3 (september-desember
2008)

Wikipedia Indonesia. 2020. Filsafat. https://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat (diakses


tanggal 19 Agustus 2021)

Anda mungkin juga menyukai