Anda di halaman 1dari 12

BAB II

PEMBAHASAN

A. Filsafat dan Filsafat Ilmu


1. Pengertian Filsafat

Filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno “philosophia”, dari akar kata philo
berarti cinta, dan sophia yang berarti kebijaksanaan atau hikmah. Jadi filsafat
secara etimologi berarti Love of Wisdom (Cinta kepada kebijaksanaan atau
kearifan). Bagi Socrates (469-399 SM) filsafat ialah kajian mengenai alam
semesta ini secara teori untuk mengenal diri sendiri. Sedangkan menurut Plato
(427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM) filsafat adalah kajian mengenai hal-
hal yang bersifat asasi dan abadi untuk menghamonikan kepercayaan mistik atau
agama dengan menggunakan akal pikiran.
Filsafat dirumuskan sebagai ilmu yang mempersoalkan segala sesuatu dalam
alam semesta ini secara keseluruhan, mendalam, dan sistematis, untuk
menemukan kebenarannya yang hakiki. Definisi tersebut menegaskan bahwa
filsafat sebagai sebuah ilmu, yang bersifat umum karena obyek pemikirannya
mencakup segala sesuatu yang ada (realitas) dalam alam semesta ini, baik yang
berkenaan dengan alam fisik dan manusia, maupun alam metafisik termasuk
mengenai Tuhan pencipta alam semesta itu. Filsafat membahas hal-hal itu secara
keseluruhan, artinya bukan bagian-bagian tertentu dari suatu realitas sebagaimana
yang biasanya dilakukan oleh ilmu pengetahuan positif.
Filsafat memikirkan segala sesuatu sampai ke akar-akarnya dalam setiap
masalah. Filsafat berttujuan untuk menemukan kebenaran sesungguhnya atau
kebenaran yang hakiki dari segala sesuatu, meskipun kebenaran itu tidak mudah
ditemukan atau sulit ditemukan. Namun dengan pemikiran filsafat yang demikian,
manusia semain sadar akan makna kehidupan. Dengan begitu, filsafat dijadikan
pandangan hidup oleh manusia (way of life).
Jadi filsafat bukan hanya sebagai suatu disiplin ilmu yang dapat dipelajari,
tetapi juga sebagai pandangan hidup. Sebagai pandangan hidup maka filsafat
melekat pada diri seseorang, yang merupakan cerminan dari kepribadiannya.
Filsafat yang dianutnya menjadi landasan dan pedoman bagi setiap perbuatan dan
tindakannya sehari-hari dalam hidupnya. Sekalipun seseorang tidak mempelajari
ilmu filsafat namun setiap orang memiliki filsafat tertentu yang dijadikan
pedoman hidupnya, karena filsafat berisi nilai-nilai kehidupan. Dengan
mempelajari ilmu filsafat maka seseorang akan terbantu dalam upayanya memilih
atau menentukan filsafat hidup yang cocok baginya.
Sekait dengan hal tersebut, ada pengertian filsafat lain dari para ahli
diantaranya: M.J. Langeveld (Darwis A. Soelaeman, 2019:8) bahwa Filsafat
adalah hasil pembuktian dan uraian dari keseluruhan upaya kita memikirkan dan
menyelami maslaah-masalah apapun juga dalam hubungannya dengan
keseluruhan sarwa sekalian secara radikal, yaitu mulai dari dasarnya hingga
konsekwensi-konsekwensinya yang terakhir.
Selanjutnya, Immanuel Kant (Suaedi, 2016 : 8) mengatakan bahwa filsafat
adalah ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup di dalamnya
empat persoalan :
a. Apa yang dapat kita ketahui, dijawab oleh metafisika
b. Apa yang boleh kita kerjakan, dijawab oleh etika
c. Apa yang dinamakan manusia, dijawab oleh antropologi
d. Sampai dimana harapan kita, dijawab oleh agama.
Menurut Plato (I made Dharma Atmaja, 2020:21) yang menyatakan bahwa filsafat
adalah ilmu untuk mendapatkan kebenaran yang murni; sedangkan menurut
Aristoteles (I made Dharma Atmaja: 2020:21) menyatakan bahwa filsafat
merupakan ilmu pengetahuan untuk mempelajari tentang realita.
Berdasarkan berbagai pengertian filsafat, definisi filsafat yang diberikan oleh
para filosof hampir selalu berbeda antara filosof yang satu dengan yang lain,
karena seperti dikatakan oleh Bertrand Russell, definisi filsafat akan berbeda-beda
bergantung pendirian kefilsafatan yang kita anut. Definisi filsafat selalu
merupakan hasil kesimpulan kegiatan berfilsafat dari pembuat definisi itu.
Hoogveld-Sassen mengatakan bahwa tidak seorangpun dapat mengatakan apa
filsafat itu tanpa melaksanakan kegiatan berfilsafat.
Sejalan dengan pendapat para ahli tersebut, maka berfilsafat atau berpikir
filsafat pada dasarnya merupakan cara berpikir yang mengacu pada kaidah-kaidah
tertentu secara disiplin dan bersifat menyeluruh atau mendalam. Berpikir filsafat
memerlukan latihan dan pembiasaan yang dilakukan secara terus-menerus
sehingga dalam setiap pemikiran setiap permasalahan atau subtansi akan
mendapatkan pencermatan yang mendalam untuk mencapai kebenaran jawaban,
dengan cara yang benar sebagai bentuk kecintaan terhadap kebenaran.

2. Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu merupakan landasan penting dalam perkembangan ilmu
pengetahuan. Berkembanganya zaman di abad 21 diiringi dengan perkembangan
teknologi yang semakin canggih sehingga semakin berkembangnya ilmu
pengetahuan. Sekait dengan hal tersebut, manusia sebagai pelaku dalam
perkembangan teknologi perlu menyadari bahwa filsafat memberikan batasan
logis megembangkan ilmu pengetahuan agar tida merugikan, manusia, alam, dan
lingkungan.
Filsafat ilmu merupakan penelusuran pengembangan filsafat pengetahuan. Objek
dari filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, setiap saat ilmu itu
berubah mengikuti perkembangan zaman dan keadaaan. Pengetahuan lama
menjadi pijakan untuk mencari pengetahuan baru.
Filsafat ilmu (philosophy of science) hampir semua penyakit dan ilmu dapat
dipelajari oleh kita. Filsafat ilmu adalah ikhtiar manusia untuk memahami
pengetahuan agar menjadi bijaksana. Dengan filsalat ilmu ke absahan atau cara
pandang harus bersifat ilmiah. Filsalat ilmu memperkenaIkan knowledge dan
science yang dapat ditransfer melalui proses pembelajaran atau pendidikan.
Dalam dunia pendidikan yang terkait dengan belajar dan pembelajaran, filsafat
ilmu merupakan rangkaian pendekatan cara berpikir yang menuntun arah
perkembangan dunia pendidikan. oleh sebab itu, dunia pendidikan tidak akan
pernah lepas dari landasan filosofis yang terkait dengan filsafat.
Filsafat ilmu adalah filsafat yang menelusuri dan menyelidiki sedalam dan
seluas mungkin segala sesuatu mengenal semua ilmu. Filsalat ilmu merupakan
bagian dan epistemologi yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu. Sedangkan
Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mernpunyai ciri-ciri tertentu. Menurut
The Liang Gie (Zaida et all, 2017:10) Filsafat ilmu adalah segenap pemikiran
reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut
landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dan kehidupan
manusia.
Dapat disimpulkan dari berbagai pernyataan di atas, Filsafat ilmu merupakan
suatu pengetahuan campuran yang eksistensi dan pemekarannya bergantung pada
huhungan timbal balik dan saling pengaruh antara filsalat dan ilmu. Sehubungan
dengan pendapat tersebut bahwa filsafat ilmu merupakan penerusan
pengembangan filsafat pengetahuan, Objek dan filsalat ilmu adalah ilmu
pengetahuan. Sampai di sini, dapat dipahami bahwa filsafat ilmu adalah segenap
pemikiran reflektif, radikal dan mendasar atas berbagai persoalan mengenai ilmu
pengetahuan, landasan dan hubungannya dengan segala segi kehidupan manusia.

B. Hakikat Ilmu
1. Pengertian Ilmu

Ilmu berasal dari kata ‘ilm berasal dari Bahasa Arab yang berarti
pengetahuan. Lawan katanya adalah Jahl yang berarti “ketidaktahuan atau
kebodohan”. Menurut KBBI (Kemendikbud, 2016), ilmu diartikan sebagai
pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara sistematis menurut
metdemetode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala
tertentu di bidang pengetahuan itu.
Ilmu merupakan pengetahuan yang rasional, sistematik, konfrehensif,
konsisten, dan bersifat umum tentang fakta dari pengamatan yang telah dilakukan
(Jurnal, Susan Lestari). Ilmu menurut Jujun S. Suriasumantri adalah suatu cara
berpikir dalam menghasilkan suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan yang
dapat diandalkan. Berpikir bukan satu-satunya cara dalam mendapatkan
pengetahuan, demikian juga ilmu bukan satu-satunya dari kegiatan berpikir. Ilmu
merupakan produk dari proses berpikir menurut langkah-langkah tertentu yang
secara umum dapat disebut sebagai berpikir ilmiah. (Sumarto : 2017)
Lebih lanjut Koento Wibisono (Moch. Khafidz Fuad Raya, 2021 : 230),
mengemukakan bahwa hakekat ilmu menyangkut masalah keyakinan ontologik,
yaitu suatu keyakinan yang harus dipilih oleh sang ilmuwan dalam menjawab
pertanyaan tentang apakah “ada” (being, sein, het zijn) itu. Inilah awal mula
sehingga seseorang akan memilih pandangan yang idealistis-spiritualistis,
materialistis, agnostisistis dan lain sebagainya, yang implikasinya akan sangat
menentukan dalam pemilihan epistemologi, yaitu cara-cara, paradigma yang akan
diambil dalam upaya menuju sasaran yang hendak dijangkaunya, serta pemilihan
aksiologi yaitu nilai-nilai, ukuran-ukuran mana yang akan dipergunakan dalam
seseorang mengembangkan ilmu.
Selanjutnya, dalam istilah bahasa inggris ilmu disebut science. Menurut Karl
Pearson (Rusmini, 2014:87) mengatakan ilmu adalah lukisan atau keterangan
yang komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang
sederhana. Lebih lanjut, Karl Pearson dalam bukunya (1911:339) objek ilmu
adalah untuk menggambarkan dengan kata-kata yang paling sedikit rentang
fenomena yang luas. Sekait dengan hal tersebut, Karl Pearson menjelaskan obyek
ilmu yang begitu luas dapat digambarkan melalui kata-kata sederhana sehingga
mudah difahami. Oleh karena itu, seluas apapun ilmu jika diberikan penjelasan
yang mudah difahami akan lebih mudah dicerna oleh pembaca.
Al-Ghozali mendefinisikan bahwa Ilmu secara etimologi berasal dari bahasa
Arab, yaitu ‘ilm berarti “tahu”. Ada dimensi lain dari ‘ilm yaitu “kenal”, yang
lebih intens dan dalam dibanding “tahu”. Dalam bahasa Inggris juga ada dua
makna tersebut terkandung dalam kata knowledge. Penerjemahan kata to know
berarti “tahu” dan “kenal” tergantung pada konteksnya. (Artikel Indra Ari Fajari :
2016). Beliau berpendapat bahwa untuk mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia
dan akhirat, seseorang itu hendaklah mempunyai ilmu dan kemudian wajib untuk
diamalkan dengan baik dan ikhlas (Mahmud Zainuri : 2021). Beliaupun
mengelompokkan ilmu secara garis besar menjadi dua, yaitu perennial knowledge
(abadi/absolut) mutlak sifatnya dan dogmatis, dan acquired knowledge bersumber
dari karuniah dan nafsiah. (Maksudin : 2013. h 10)
Hakikat ilmu merupakan tiang pennyangga bagi eksistensi ilmu dan
menjadi objek formal filsafat ilmu adalah ontologi, epistimologi, dan aksiologi.
(M. Nafiur Rofiq ; 2018)
Merujuk pada pengertian di atas, nampak bahwa Ilmu memang mengandung
arti pengetahuan, tapi bukan sembarang pengetahuan melainkan pengetahuan
dengan ciri-ciri khusus yaitu yang tersusun secara sistematis, dan untuk mencapai
hal itu diperlukan upaya mencari penjelasan atau keterangan. Lebih jauh dengan
memperhatikan pengertian-pengertian Ilmu sebagaimana diungkapkan di atas,
dapatlah ditarik beberapa kesimpulan berkaitan dengan pengertian ilmu yaitu :
a. Ilmu adalah sejenis pengetahuan
b. Tersusun atau disusun secara sistematis
c. Sistimatisasi dilakukan dengan menggunakan metode tertentu
d. Pemerolehannya dilakukan dengan cara studi, observasi, eksperimen.

2. Komponen-Komponen Ilmu
a. Ontologi
Ontologi mempersoalkan tentang yang ada atau tentang realitas (reality),
dalam alam semesta ini, yang meliputi: alam (kosmos), manusia
(antropos), dan Tuhan (Theos), sehingga dikenal adanya fisafat alam
(kosmologi), filsafat manusia (antropologi filsafat), dan filsafat
ketuhanan (theologi). Ontologi disebut juga filsafat Metafisika karena
yang dipersoalkan itu termasuk juga realitas non-fisik atau di luar fisik
(beyond the physic), seperti hal-hal yang gaib.
Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu
perwjudan tertentu. Dalam kaitan dengan ilmu, aspek ontologis
mempertanyakan tentang objek yang ditelaah oleh ilmu. Secara
onotlogis ilmu membatasi lingkup penelahaahan kelimuannya hanya
pada daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia dan
terbatas pada hal yang sesuai dengan akal manusia (Sumarto, 2017 : 41).
b. Epistemologi
Epistemologi atau teori pengetahuan, yang mempersoalkan tentang
kebenaran (truth) meliputi: dasar atau sumber pengetahuan, luas
pengetahuan, metode pengetahuan, dan kebenaran pengetahuan. Ada
juga yang memasukkan logika ke dalam ruang lingkup epistemologi
karena logika merupakan bagian fisafat yang membahas tentang sarana
berpikir logis.
Dalam epitemologi ilmu, persoalan utamanya adalah tentang “logika
apa” atau struktur logis (logical structure) yang bagaimana yang
“dipakai” dalam membangun ilmu. (Muslih, 2016 : 13)
c. Aksiologi
Aksiologi yang mempersoalkan tentang nilai-nilai kehidupan. Aksiologi
disebit juga filsafat nilai, yang meliputi: etika, estetika, dan religi. Etika
adalah bagian filsafat aksiologi yang menilai perbuatan seseorang dari
segi baik atau buruk. Estetika adalah bagian filsafat yang menilai
sesuatu dari segi indah atau tidak indah. Sedangkan religi merupakan
sumber nilai yang berasal dari agama dan kepercayaan tertentu. Dengan
demikian, sumber nilai bisa dari manusia (Individu dan masyarakat) dan
bisa dai agama atau kepercayaan.
(Darwis A. Soelaiman, 2019 : 38)

3. Pengertian Pengetahuan
Secara etimologi, pengetahuan berasal dari bahasa Inggris knowledge.
Sedangkan secara terminologi, Sidi Gazalba (Rusmini, 2014: 79) menjelaskan
bahwa pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu.
Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti, dan pandai.
Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran.
Pada awalnya, pengetahuan diperoleh dengan cara memercayai cerita orang
lain karena manusia tidak dapat belajar segala sesuatu melalui pengalamannya
sendiri. Pengalaman adalah pengetahuan sementara yang tidak kekal (transitory
knowledge). (Anas Salahudin, 2011 : 14)
Pengetahuan adalah suatu istilah yang digunakan untuk mengatakan apabila
seseorang mengenal tentang sesuatu. Dalam hal ini, suatu hal yang menjadi
pengetahuannya selalu terdiri dari 1) unsur yang mengetahui, 2) hal yang ingin
diketahui, dan 3) kesadaran mengenai hal yang ingin diketahui tersebut. Artinya,
pengetahuan selalu menuntut adanya subjek yang mempunyai kesadaran untuk
mengetahui tentang sesuatu dan objek sebagai hal yang ingin diketahuinya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (Kemendikbud, 2016),
pengetahuan berarti segala sesuatu yang diketahui; kepandaian: atau segala
sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal (mata pelajaran). Menurut
Pudjawidjana, pengetahuan adalah reaksi dari manusia atas rangsangannya oleh
alam sekitar melalui persentuhan melalui objek dengan indera dan pengetahuan
merupakan hasil yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan sebuah objek
tertentu. Sedangkan menurut Notoatmodjo, pengetahuan adalah merupakan hasil
dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga.
Adapun yang menyatakan bahwa Pengetahuan adalah keseluruhan gagasan,
pemikiran, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan
segala isinya, termasuk manusia dan kehidupannya. (Darwis A. Soelaiman, 2019.
h.26)
Dari beberapa pengertian pengetahuan di atas dapat disimpulkan bahwa
pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui yang diperoleh dari
persentuhan panca indera terhadap objek tertentu. Pengetahuan pada dasarnya
merupakan hasil dari proses melihat, mendengar, merasakan, dan berfikir yang
menjadi dasar manusia dan bersikap dan bertindak.
4. Hubungan Ilmu dengan Pengetahuan
Hubungan berarti ada komunikasi, sangkut paut, sejalan, searah, ada
kesamaan, kebersamaan, bersatu, dan sepenanggungan. (Yatimin Abdullah, 2006:
155). Pembahasan hubungan ilmu dan pengetahuan terkait proses bagaimana
keterkaitan pengetahuan mempengaruhi ilmu dan sebaliknya. Dalam memahami
suatu pengetahuan diperlukan sebuah pendekatan, hal ini terkait jenis pengetahuan
itu sendiri yaitu pengetahuan rasional (melalui penalaran rasional), pengetahuan
empiris (melalui pengalaman konkrit), dan pengetahuan intuitif (melalui perasaan
secara individu). Sehinga dapat disimpulkan bahwa pengetahuan adalah hasil tau
manusia atas kerjasama antara subjek yang mengetahui dan objek yang diketahui.
Pengetahuan bersifat dinamis, dalam artian terus berkembang menuju
kesempurnaan.
Perkembangan pengetahuan sangat dipengaruhi oleh ilmu dimana ilmu
dibangun berdasarkan metode ilmiah yang bersifat objektif, ada aturan atau
prosedur eksplisit yang mengikat; bersifat empiris karena dapat dibuktikan,
diketahui dan diukur; dapat menjelaskan dan memprediksi peristiwa dalam bidang
ilmunya. Pengetahuan berkembang secara signifikan karena mengikuti kaidah
ilmiah, seperti karya ilmiah yang ditulis secara ilmiah, dalam pengertiannya
tulisan ilmiah adalah karya seorang ilmuwan (yang berupa hasil pengembangan)
yang ingin mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang diperoleh
melalui kepustakaan, kumpulan pengalaman, dan pengetahuan orang lain
sebelumnya Dwiloka (Syampadzi Nurroh, 2017: 18).
Dari uraian di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwasannya ilmu dan
pengetahuan adalah suatu cara berpikir yang diperoleh secara empiris
(Pengalaman, pengamatan, dan percobaan) tersusun secara sistematis, bersifat
obyektif dan progresif (mengundang jawaban dan penemuan baru) serta terbuka
kemungkinan untuk dikritik orang lain dan bersifat universal tidak terbatas ruang
dan waktu yang berlaku kapan saja serat di mana saja.
BAB III
SIMPULAN DAN REKOENDASI

A. SIMPULAN
Filsafat pada dasarnya merupakan cara berpikir yang mengacu pada kaidah-
kaidah tertentu secara disiplin dan bersifat menyeluruh atau mendalam. Berpikir
filsafat memerlukan latihan dan pembiasaan yang dilakukan secara terus-menerus
sehingga dalam setiap pemikiran setiap permasalahan atau subtansi akan
mendapatkan pencermatan yang mendalam untuk mencapai kebenaran jawaban,
dengan cara yang benar sebagai bentuk kecintaan terhadap kebenaran.
Filsafat ilmu merupakan suatu pengetahuan campuran yang eksistensi dan
pemekarannya bergantung pada huhungan timbal balik dan saling pengaruh
antara filsalat dan ilmu. Sehubungan dengan pendapat tersebut bahwa filsafat ilmu
merupakan penerusan pengembangan filsafat pengetahuan, Objek dan filsalat
ilmu adalah ilmu pengetahuan.Sampai disini, dapat dipahami bahwa filsafat ilmu
adalah segenap pemikiran reflektif, radikal dan mendasar atas berbagai persoalan
mengenai ilmu pengetahuan, landasan dan hubungannya dengan segala segi
kehidupan manusia.
Ilmu memang mengandung arti pengetahuan, tapi bukan sembarang
pengetahuan melainkan pengetahuan dengan ciri-ciri khusus yaitu yang tersusun
secara sistematis, dan untuk mencapai hal itu diperlukan upaya mencari
penjelasan atau keterangan.
Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui yang diperoleh dari
persentuhan panca indera terhadap objek tertentu. Pengetahuan pada dasarnya
merupakan hasil dari proses melihat, mendengar, merasakan, dan berfikir yang
menjadi dasar manusia dan bersikap dan bertindak.
Ilmu dan pengetahuan saling berhubungan satu sama lain, Perkembangan
pengetahuan sangat dipengaruhi oleh ilmu dimana ilmudibangun berdasarkan
metode ilmiah yang bersifat objektif, ada aturan atau prosedur eksplisit yang
mengikat; bersifat empiris karena dapat dibuktikan, diketahui dan diukur; dapat
menjelaskan dan memprediksi peristiwa dalam bidang ilmunya
B. Rekomendasi
1. Pemahaman akan cakrawala keilmuan harus ditingkatkan agar guru dapat
memahami secara utuh mengenai cakrawala keilmuan yang mendukung
tugasnya sebagai guru.
2. Rekomendasi untuk penulis, makalah ini hanya membahas sebagian kecil
dari cakrawala keilmuan, semoga kedepan ada perbaikan bagi penulis lain
dalam menyusun makalah cakrawala keilmuan yang lebih baik.
DAFTAR RUJUKAN

A.Soelaiman, D. (2019). Filsafat Ilmu Pengetahuan. Banda Aceh: Bandar Publishing.

Abdullah, M. Y. (2006). Studi Islam Kontemporer. Jakarta: AMZAH.

Fajari, I. A. (2016). Klasifikasi Ilmu Pengetahuan Menurut Imam Al-Ghazali. Artikel , 4-5.

Hermawan, A. H. (2011). Filsafat Islam. Bandung: CV. Insan Mandiri.

Lestari, S. (2021). Islamisasi Pengetahuan Menurut Ismail Raji Al-Faruqi. Skripsi , 16-18.

Maksudin. (2013). Paradigma Agama dan Sains Nondikotomik. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Muslih, M. (2016). Filsafat Ilmu. Jakarta: LESFI.

Tafsir, A. (2010). Filsafat Ilmu. Bandung: Rosdakarya.

Zainuri, M. (2021). Konsep Ilmu Perspektif Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali dalam
Kitab Minhajul 'Abidin. Skripsi , 14.

Anda mungkin juga menyukai