Anda di halaman 1dari 12

BATASAN FILSAFAT SECARA UMUM

DOSEN PEMBIMBING :

Drs. Sahat Saragih, M.Si

NAMA KELOMPOK:

 Mohammad Ilham Arief 15119000022 )


 Roisa Damayanti ( 1511900038 )
 Maria Yosefina Johar (1511900048 )
 Benyamin Alexandre (1511900059 )
 Maria Claudiani Wela Roja (1511900065 )
 Daniel Christanto (1511900070 )

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
2019
KATA PENGANTAR
Filsafat merupakan induk dari segala ilmu. Pembahasannya yang luas sering kali membuat
kita acap kali berpikir sampai manakah batasan batasan daripada ilmu filsafat ini. Dalam
kesempatan kali ini kami selaku penulis makalah ingin menuangkan sudut pandang sudut
pandang yang mungkin bias menjadi acuan dalam diskusi mengenai ruang lingkup serta
Batasan Batasan dari Filsafat secara umum. Menyadari keterbatasan akan akal manusia,
mungkin pembahasan kami hanya akan mencangkup sebagian kecil daripada filsafat itu
sendiri.
BATASAN ILMU DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT ILMU

Term Filsafat berasal dari 2 suku kata, yakni Phylo dan Shopia yang berarti
Cinta dan Kebijaksanaan. Secara bahasa filsafat berarti mencintai kebijaksanaan,
Adapun secara istilah berarti mencari kebenaran menurut ukuran-ukuran tertentu.
Ilmu pengetahuan diasumsikan lahir dari hasil pemikiran manusia melalui kajian
filsafat secara mendalam, sehingga filsafat diasumsikan sebagai induk dari segala
macam ilmu pengetahuan. Ilmu diidentikan dengan term pengetahuan (knowledge).
Jadi filsafat ilmu adalah filsafat tentang pengetahuan (the phylosophy of knowledge).
Namun ada juga yang memaknai istilah ilmu setara dengan science. Dalam kajian
filsafat ilmu, term ilmu pengetahuan (knowledge) diartikan sebagai segala sesuatu
yang telah diketahui oleh manusia.
Sedangkan ilmu logika adalah disiplin ilmu sebagai cabang dari filsafat yang
menjelaskan tentang cara berfikir dan alat untuk mencari pengetahuan yang benar.
Prinsip dasar logika terbagi empat, yaitu: prinsip kontradiksi, prinsip identitas, prinsip
persamaan, prinsip perbandingan dan prinsip hubungan sebab akibat. Berfikir
sistematis menurut ilmu logika ditujukan untuk mencintai kebenaran, mencari
klasifikasi dari segi persamaan dan perbedaan, memperoleh definisi yang tepat dan
menemukan kesimpulan yang dianggap benar.

Pengertian filsafat, dalam sejarah perkembangan pemikiran kefilsafatan, antara satu ahli
filsafat dan ahli filsafat lainnya selalu berbeda, dan hampir sama banyaknya dengan ahli
filsafat itu sendiri. Pengertian filsafat dapat ditinjau dari dua segi, yakni secara etimologi dan
secara terminologi.
1. Filsafat secara Etimologi
Kata filsafat, yang dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah falsafah dan dalam bahasa
Inggris dikenal dengan istilah philosophy adalah berasal dari bahasa Yunani philosophia.
Kata philosophia terdiri atas kata philein yang berarti cinta (love) dan sophia yang berarti
kebijaksanaan (wisdom), sehingga secara etimologi istilah filsafat berarti cinta kebijaksanaan
(love of wisdom) dalam arti yang sedalam-dalamnya. Dengan demikian, seorang filsuf adalah
pencinta atau pencari kebijaksanaan. Kata filsafat pertama kali digunakan oleh Pythagoras
(582-496 SM). Arti filsafat pada saat itu belum begitu jelas, kemudian pengertian filsafat itu
diperjelas seperti yang banyak dipakai sekarang ini dan juga digunakan oleh Socrates (470-
399 M) dan para filsuf lainnya. [1]
2. Filsafat secara Terminologi
Secara terminologi dalam arti yang dikandung oleh istilah filsafat. Dikarenakan batasan dari
filsafat itu banyak maka sebagai gambaran perlu diperkenalkan beberapa batasan.
a. Plato
Plato berpendapat bahwa filsafat adalah pengetahuan yang mencoba untuk mencapai
pengetahuan tentang kebenaran yang asli.
b. Aristoteles
Menurut Aristoteles, filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang
didalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan
estetika (filsafat keindahan).

c. Al Farabi
Filsuf Arab ini mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu (pengetahuan) tentang hakikat
bagaimana alam maujud yang sebenarnya.
d. Hasbullah Bakry
Menurut Bakry, ilmu filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam
mengenai ketuhanan, alam semesta dan juga manusia sehingga dapat menghasilkan
pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan
bagaimana sikap manusia seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.[2]
e. Notonegoro
Notonegoro berpendapat bahwa filsafat itu menelaah hal-hal yang menjadi objeknya dari
sudut intinya yang mutlak dan yang terdalam, yang tetap dan yang tidak berubah, yang
disebut hakikat.
Adapun Ali Mudhofir dalam buku Surajiyo memberikan arti filsafat sangat beragam, yaitu
sebagai berikut.
a. Filsafat sebagai suatu sikap
Filsafat adalah suatu sikap terhadap kehidupan dan alam semesta. Sikap secara filsafat adalah
sikap menyelidiki secara kritis, terbuka, toleran, dan selalu bersedia meninjau suatu problem
dari semua sudut pandang.
b. Filsafat sebagai suatu metode
Filsafat sebagai metode, artinya cara berpikir secara mendalam (reflektif), penyelidikan yang
menggunakan alasan, berpikir secara hati-hati dan teliti. Filsafat berusaha untuk memikirkan
seluruh pengalaman manusia secara mendalam dan jelas.
c. Filsafat sebagai analisis logis tentang bahasa dan penjelasan makna istilah, kebanyakan
filsuf memakai metode analisis untuk menjelaskan arti suatu istilah dan pemakaian bahasa.
Beberapa filsuf mengatakan bahwa analisis tentang arti bahasa merupakan tugas pokok
filsafat dan tugas analisis konsep sebagai satu-satunya fungsi filsafat. Para filsuf analitis
seperti G. E. Moore, B. Russel, L. Wittgeenstein, G. Ryle, J. L. Austin, dan yang lainnya
berpendapat bahwa tujuan filsafat adalah menyingkirkan berbagai kekaburan dengan cara
menjelaskan arti istilah atau ungkapan yang dipakai dalam ilmu pengetahuan dan dipakai
dalam kehidupan sehari-hari. Mereka berpendirian bahwa bahasa merupakan laboratorium
para filsuf, yaitu tempat menyemai dan mengembangkan ide-ide.
Filsafat adalah tidak lebih dari suatu usaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan terakhir,
tidak secara dangkal atau dogmatis seperti yang kita lakukan pada kehidupan sehari-hari atau
bahkan dalam kebiasaan ilmu pengetahuan. Akan tetapi secara kritis, dalam arti: setelah
segala sesuatunya diselidiki problem-probelm apa yang dapat ditimbulkan oleh pertanyaan-
pertanyaan yang demikian itu dan setelah kita menjadi sadar dari segala kekaburan dan
kebingungan, yang mmenjadi dasar bagi pengertian kita sehari-hari.[3]
Barangkali karena rumitnya mendefinisikan filsafat dan ternyata hasilnya juga relatif sangat
beragam, maka Muhammad Hatta tidak mau terlalu gegabah memberikan definisi filsafat.
Menurut dia sebaiknya filsafat tidak diberikan defenisi terlebih dahulu, biarkan saja orang
mempelajarinya secara serius, nanti dia akan faham dengan sendirinya. Pendapat Hatta ini
mendapat dukungan dari Langeveld. Pendapat ini memang ada benarnya, sebab inti sari
filsafat sesungguhnya terdapat pada pembahasannya. Akan tetapi – khususnya bagi pemula –
sekedar untuk dijadikan patokan awal maka defenisi itu masih sangat diperlukan.
Pendapat ini benar adanya, sebab intisari berfilsafat itu terdapat dalam pembahasan bukan
pada defenisi. Namun, defenisi filsafat untuk dijadikan patokan awal diperlukan untuk
memberi arah dan cakupan objek yang dibahas, terutama yang terkait dengan filsafat ini.
Karena itu, disini dikemukakan beberapa defenisi dari para filosof terkemuka yang cukup
representatif, baik dari segi zaman maupun kualitas pemikiran.[4]
Sementara itu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan filsafat
sebagai :
a. Pengetahuan dan penyelidikan dengan akal mengenai hakikat segala yang ada, sebab, dan
hukumnya.
b. Teori yang mendasari alam pemikiran atau suatu kegiatan
c. Ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemology.
Secara umum filsafat berarti upaya manusia untuk memahami sesuatu secara sistimatis,
radikal dan kritis. Filsafat disini bukanlah suatu produk, melainkan proses, proses yang
nantinya akan menentukan sesuatu itu dapat diterima atau tidak. Dari uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa filsafat adalah suatu studi atau cara berfikir yang dilakukan secara
reflektif atau mendalam untuk menyelidiki fenomena-fenomena yang terjadi dalam
kehidupan dengan menggunakan alasan yang diperoleh dari pemikiran kritis yang penuh
dengan kehati-hatian. Filsafat didalami tidak dengan melakukan eksperimen-eksperimen,
tetapi dengan menggunakan pemikiran yang mendalam untuk menggungkapkan masalah
secara persis, mencari solusi dengan memberi argumen dan alasan yang tepat.
Pemahaman yang mendorong timbulnya filsafat pada seseorang karena adanya sikap heran
atau takjub yang melahirkan suatu pertanyaan. Pertanyaan itu memerlukan jawaban dan
untuk mencari jawaban tersebut perlu adanya pemikiran-pemikiran yang mendalam untuk
menemukan kebenarannya. Sehingga melahirkan keseriusan untuk melakukan penyelidikan
secara sistimatis. Jadi dengan berfilsafat maka keinginan untuk mengetahui fenomena-
fenomena dapat dimengerti dengan lebih mudah.
Filsafat merupakan usaha untuk memperoleh pandangan yang menyeluruh, filsafat yang
mencoba menggabungkan kaasimpulan dari berbagai ilmu dan pengalaman manusia menjadi
suatu pandangan dunia yang konsisten. Para filsuf berhasrat meninjau kehidupan tidak
dengan sudut pandaang yang khusus sebagaimana di lakukan oleh seorang ilmuawan. Para
filsuf memakai pandangan yang menyeluruh terhadap kehidupan sebagai suatu totalitas.
Tujuan filsafat adalah mengambil alih hasil-hasil pengalaman manusia dalam bidang
keagamaan, etika, dan ilmu pengatahuan, kemudian hasil-hasil tersebut di renungkan secara
menyeluruh Dengan cara ini diharapkan dapat diperoleh beberapa kesimpulan umum tentang
sifat-sifat dasar alam semesta, kedudukan manusia di dalamnya serta berbagai pandangan ke
depan.

Manfaat Mempelajari Filsafat


Menurut Harold H. Titus, filsafat adalah suatu usaha untuk memahami alam semesta,
maknanya dan nilainya. Oemar A. Hosein mengatakan: Ilmu memberi kepada kita
pengetahuan, dan filsafat memberikan hikmah. Filsafat memberikan kepuasan kepada
keinginan manusia akan pengetahuan yang tersusun dengan tertib, akan kebenaran.
Radhakrishnan dalam bukunya, History of Philosophy menyebutkan: Tugas filsafat bukanlah
sekedar mencerminkan semangat masa ketika kita hidupi, melainkan membimbingnya maju.
Fungsi filsafat adalah kreatif, menerapkan nilai, menerapkan tujuan, menentukan arah dan
menuntun pada jalan baru.
Berbeda dengan pendapat Soemadi Soejabrata, yaitu mempelajari filsafat adalah untuk
mempertajam pikiran maka H. De Vos berpendapat bahwa filsafat tidak hanya cukup
diketahui, tetapi harus dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan filsafat adalah mencari hakikat kebenaran
sesuatu, baik dalam logika (kebenaran berpikir), etika (berperilaku), maupun Metafisika
(hakikat keaslian).Manfaat mempelajari filsafat ada bermacam-macam. Namun sekurang-
kurangnya ada empat macam faedah, yaitu :
1. Agar terlatih berpikir serius
2. Agar mampu memahami filsafat
3. Agar mungkin menjadi filsafat
4. Agar menjadi warga negara yang baik
Berfilsafat ialah berusaha menemukan kebenaran tentang segala sesuatu dengan
menggunakan pemikiran secara serius. Kemampuan berpikir serius diperlukan oleh orang
biasa, penting bagi orang-orang penting yang memegang posisi penting dalam membangun
dunia. Plato menghendaki kepala negara seharusnya filosuf. Belajar filsafat merupakan salah
satu bentuk latihan untuk memperoleh kemampuan memecahkan masalah secara serius,
menemukan akar persoalan yang terdalam, menemukan sebab terakhir satu penampakkan.[5]
Dengan uraian di atas jelaslah bagi kita bahwa secara kongkrit manfaat mempelajari filsafat
adalah :
1. Filsafat menolong mendidik, membangun diri kita sendiri; dengan berpikir lebih
mendalam, kita mengalami dan menyadari kerohanian kita. Rahasia hidup yang kita selidiki
justru memaksa kita berpikir,untuk hidup dengan sesadar-sadarnya, dan memberikan isi
kepada hidup kita sendiri.
2. Filsafat memberikan kebiasaan dan kepandaian untuk melihat dan memecahkan
persoalan-persoalan dalam hidup sehari-hari. Orang yang hidup secara dangkal saja,tidak
mudah melihat persoalan-persoalan, apalagi melihat pemecahannya. Daalam filsafaat kita di
latih melihat dulu apa yang menjadi persoalan dan ini merupakan syarat mutlak untuk
memacahkaannya.
3. Filsafat memberikan pandangan yang luas, membendung akuisme dan aku-
sentrisme (dalam segala hal yang melihat dan mementingkan kepentingan dan kesenangan si
aku ).
4. Filsafat merupakan latihan untuk berpikir sendiri, hingga kita tak hanya ikut-ikutan
saaja, membuntut pada pandangan umum, percaya akan setiap seboyan dalam surat kaabar,
tetapi secara kritis menyelidiki apa yang dikemukakan orang, mempunyai pendapat
sendiri, berdiri sendiri, dengan cita-cita mencari kebenaran.
5. Filsafat memberikan dasar,-dasar, baik untuk hidup kita sendiri (terutama dalam etika)
maupun untuk ilmu-ilmu pengetahuan dan lainnya, seperti sosiologi, Ilmu jiwa, ilmu
mendidik, dan sebagainya.
Studi filsafat harus membantu orang-orang untuk membangun keyakinan keagammaan atas
dasar yang matang secara intelektual. Filsafat dapat mendukung kepercayaan keagamaan
seseorang, asal saja kepercayaan tersebut tidak bergantung kepada konsepsi, yang pra ilmiah,
yang usang, yang sempit dan yang dogmatis. Urusan (concerns) utama agama ialah harmoni,
pengaturan, ikatan, pengabdian, perdamaian, kejujuran, pembebasan, dan Tuhan.
Tujuan filsafat adalah mencari hakikat dari suatu objek atau gejala secara mendalam,
sedangkan pada ilmu pengetahuan empiris hanya membicarakan gejala-gejala.
Membicarakan gejala untuk masuk kepada hakikat itulah yang menjadi fokus filsafat.Untuk
sampai kepada hakikat harus melalui suatu metode yang khas dari filsafat. Jadi, dalam filsafat
itu harus reflektif, radikal, dan integral. Reflektif di sini berarti manusia menangkap objek
secara intensional, dan sebagai hasil dari proses tersebut adalah keseluruhan nilai dan makna
yang diungkapkan manusia dari objek yang di hadapinya.Filsafat juga bersifat integral yang
berarti mempunyao kecenderungan untuk memperoleh pengetahuan yang utuh sebagai suatu
keseluruhan. Jadi, Filsafat ingin memandang objeknya secara utuh. Filsafat membahas
lapisan terakhir dari segala sesuatu atau membahas yang paling mendasar.[6]

Ruang Lingkup Filsafat


Secara umum, filsafat mempunyai objek yaitu segala sesuatu yang ada dan mungkin ada dan
boleh juga diaplikasikan, yaitu tuhan, alam semesta, dan sebagainya. Objek adalah sesuatu
yang merupakan bahan dari suatu penelitian atau pembentukan pengetahuan. Setiap ilmu
pengetahuan pasti mempunyai objek, yang dibedakan menjadi dua, yaitu objek material dan
objek formal. Apabila diperhatikan secara seksama objek filsafat tersebut dapat dikatagorikan
kepada dua:
1. Objek Material Filsafat
Objek material adalah suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan
pengetahuan itu. Objek material juga adalah hal yang diselidiki, dipandang, atau disorot oleh
suatu disiplin ilmu. Objek material mencakup apa saja, baik hal-hal konkret ataupun hal yang
abstrak.
Objek material dari filsafat ada beberapa istilah dari para cendekiawan, namun semua itu
sebenarnya tidak ada yang bertentangan.
a. Mohammad Noor Syam berpendapat, ‘Para ahli menerangkan bahwa objek filsafat itu
dibedakan atas objek material atau objek materil filsafat; segala sesuatu yang ada dan yang
mungkin ada, baik materil konkretm psikis maupun nonmateril abstrak, psikis. Termasuk
pula pengertian abstrak-logis, konsepsional, spiritual, dan nilai-nilai. Dengan demikian, objek
filsafat tidak terbatas’.[7]
b. Poedjawijatna berpendapat, ‘jadi, objek material filsafat ialah ada dan yang mungkin
ada. Dapatkah dikatakan bahwa filsafat itu keseluruhan dari segala ilmu yang menyelidiki
segala sesuatunya juga?’ Dapat dikatakan bahwa objek filsafat yang kami maksud adalah
objek materialnya – sama dengan objek material dari ilmu seluruhnya. Akan tetapi, filsafat
tetap filsafat dan bukan merupakan kumpulan atau keseluruhan ilmu’. [8]
c. Oemar Amir Hoesin berpendapat, masalah lapangan penyelidikan filsafat adalah
‘karena manusia mempunyai kecenderungan hendak berpikir tentang segala sesuatu dalam
alam semesta, terhadap segala yang ada dan yang mungkin ada. Objek sebagaimana tersebut
adalah menjadi objek materi filsafat’.
d. Louis O. Kattsoff berpendapat, ‘lapangan kerja filsafat itu bukan main luasnya, meliputi
segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu apa saja yang ingin diketahui manusia’.
e. H.A. Dardiri berpendapat, objek material filsafat adalah segala sesuatu yang ada, baik
yang ada dalam pikiran, ada dalam kenyataan maupun ada dalam kemungkinan. Kemudian,
apakah gerangan segala sesuatu yang ada itu?
Segala sesuatu yang ada dapat dibagi dua, yaitu
1) Ada yang bersifat umum, dan
2) Ada yang bersifat khusus.
Ilmu yang menyelidiki tentang hal ada pada umumnya disebut ontologi. Adapun ada yang
bersifat khusus dibagi dua, yaitu ada yang mutlak, dan ada yang tidak mutlak. Ilmu yang
menyelidiki tentang ada yang bersifat mutlak disebut theodicea. Ada yang tidak mutlak
dibagi lagi menjadi dua, yaitu alam dan manusia. Ilmu yang menyelidiki alam disebut
kosmologi dan ilmu yang menyelidiki manusia disebut metafisik.
f. Abbas Hammami M. berpendapat, sehingga dalam filsafat objek materil itu
adalah ada yang mengatakan, alam semesta, semua keberadaan, masalah hidup, masalah
manusia, masalah Tuhan, dan lainnya. Karena untuk menjadikan satu pendapat tentang
tumpuan yang berbeda akhirnya dikatakan bahwa segala sesuatu ada lah yang merupakan
objek materil
Setelah meneropong berbagai pendapat dari para ahli di atas dapat ditarik suatu kesimpulan
bahwa objek material dari filsafat sangat luas mencakup segala sesuatu yang ada.
Adapun permasalahn dalam kefisafatan mengandung ciri-ciri seperti yang dikemukakan Ali
Mudhofir, yaitu sebagai berikut.
a. Bersifat sangat umum. Artinya, persoalan kefilsafatan tidak bersangkutan dengan
objek-objek khusu. Sebagian besar masalah kefilsafatan berkaitan ide-ide dasar. Misalnya,
filsafat tidak menanyakan “berapa harta yang Anda sedekahkan dalam satu bulan?” Akan
tetapi, filsafat menyakan “apa keadilan itu?”
b. Tidak menyangkut fakta disebabkan persoalan filsafat lebih bersifat spekulatif.
Persoalan yang dihadapi dapat melampaui pengetahuan ilmiah.
c. Bersangkutan dengan nilai-nilai (values), artinya persoalan kefilsafatan bertalian
dengan nilai, baik nilai moral, estetis, agama, dan sosial. Nilai dalam pengertian ini adalah
suatu kualitas abstrak yang ada pada sesuatu hal.
d. Bersifat kritis, artinya filsafat merupakan analisis secara kritis terhadap konsep dan arti
yang biasanya diterima dengan begitu saja oleh suatu ilmu tanpa pemeriksaan secara kritis.
e. Bersifat sinoptik, artinya persoalan filsafat mencakup struktur kenyataan secara
keseluruhan. Filsafat merupakan ilmu yang membuat susunan kenyataan sebagai keseluruh.
f. Bersifat implikatif, artinya kalau sesuatu persoalan kefilsafatan sudah dijawab, dari
jawaban tersebut akan memunculkan persoalan baru yang saling berhubungan. Jawaban yang
dikemukakan mengandung akibat lebih jauh yang menyentuh berbagai kepentingan manusia.

2. Objek Formal Filsafat


Objek formal merubah objek khusus filsafat yang sedalam-dalamnya. Objek formal adalah
sudut pandang dari mana sang subjek menelaah objek materialnya. Suatu obyek material
dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang sehingga menghasilkan ilmu yang berbeda-
beda. Objek formal ini dapat dipahami melalui dua kegiatan:
a. Aktivitas berfikir murni (reflective thinking) artinya kegiatan akal manusia dengan
usaha untuk mengerti dengan usaha untuk mengerti secara mendalam segala sesuatunya
sampai ke akar-akarnya.
b. Produk kegiatan berfikir murni, artinya hasil dari pemikiran atau penyelidikan dalam
wujud ilmu atau ideologi.
Mengenai objek formal ini ada juga yang mengindentikan dengan metafisika, yaitu hal-hal
diluar jangkauan panca indra, seperti persoalan esensi dan substansi alam, yaitu sebab utama
terjadinya alam. Metafisika berasal dari bahasa yunani, yaitu metha artinya di belakang,
sedangkan fisika artinya fisik atau nyata. Untuk itu dapat dipahami
pengertian methafisika adalah pemikiran yang jauh dan mendalam dibalik apa yang bisa
dijangkau oleh panca indra seperti Tuhan, asal alam, hakikat manusia, dan sebagainya.
Bagi plato (+ 427-347 SM) filsafat adalah penyelidikan tentang sebab-sebab dan asas-asas
yang paling akhir dari segala sesuatu yang ada. Sementara bagi Aritoteles (+ 384-322 SM)
filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berupaya mempelajari “peri ada selaku ada” (being as
being) atau “peri ada sebagaimana adanya” (being as such). Dari dua pernyataan tersebut,
dapatlah diketahui bahwa “ada” merupakan objek materi dari filsafat. Karena fisafat berusaha
memberikan penjelasan tentang dunia seluruhnya, termasuk dirinya sendirinya, maka “ada”
disini meliputi segala sesuatu yang ada dan, bahkan, yang mungkin ada atau seluruh ada.
Jadi, secara singkat dapat dikatakan, jika filsafat itu bersifat holistik atau keseluruhan,
sementara ilmu pengetahuan lainnya bersifat Fragmental atau bagian-bagian.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup kajian filsafat mencakup. Obyek material adalah aspek-aspek yang dipelajari
dalam filsafat, yang sudah ada dan mungkin ada serta ditemui dalam kehidupan manusia.
Sebagai contoh, alam dan pemanfaatannya. Obyek formal adalah cara-cara mengetahui
obyek-obyek tertentu melalui suatu proses penalaran, penga-laman, kebiasaan dan instuisi
manusia. Sebagai contoh, terbang menggunakan kapal merupakan salah satu cara untuk
mempercepat proses transportasi.
Dalm bidang kajian filsafat untuk memperoleh pengetahuan dilakukan dengan
memperhatikan 3 aspek: Pertama, ontologis yaitu mengetahui hakikat sesuatu. Pada
umumnya berupa definisi-definisi dan pengertian-pengertian tentang sesuatu itu. Kedua,
efistimologis yaitu bagaimana cara mengetahui sesuatu. Pada umumnya berupa metode-
metode atau pendekatan-pendekatan dalam memahami sesuatu. Ketiga, Aksiologis yaitu
tujuan mengetahui sesuatu. Umumnya ditujukan untuk mengetahui manfaat atau kegunaan
dari sesuatu.

Sumber, Karakteristik dan Ukuran Kebenaran Ilmu Pengetahuan


1. Sumber Ilmu Pengetahuan
Di kalangan pemikir filsafat Barat, ilmu pengetahuan dapat diperoleh melalui tiga cara:
Pertama, pendekatan rasio yaitu memperoleh pengetahuan dengan penalaran akal secara
kritis, logis, sistematis dan filosofis; Kedua, pendekatan inderawi yaitu memperoleh
pengetahuan dari pengalaman-pengalaman dan telaah terhadap realitas yang dialami oleh
manusia; Ketiga, pendekatan intuisi yaitu memperoleh pengetahuan dengan menggunakan
ketajaman naluri terhadap objek-objek yang ingin diketahui. Ketiga hal tersebut dilakukan
manusia melalui pendekatan filsafat ontologis (mengetahui hakikat sesuatu), pendekatan
epistimologis (bagaimana mengetahui sesuatu) dan pendekatan aksiologis (mengetahui fungsi
dan tujuan sesuatu).
Di kalangan filosof muslim, sumber pengetahuan dalam filsafat diperoleh dari wahyu, akal,
pengalaman dan intuisi. Wahyu merupakan sumber dari segala sumber ilmu pengetahuan,
karakteristik kebenarannya bersifat mutlak/absolut karena ia berasal dari firman-firman Allah
dan Sunnah Nabi. Sementara akal merupakan alat untuk mencari pengetahuan dan kebenaran
berdasarkan nalar/rasio yang kebenarannya berifat relatif. Sedangkan pengalaman menjadi
alat untuk memperoleh kebenaran yang berdasarkan pengalaman inderawi. Adapun intuisi
merupakan alat untuk mencari kebenaran berdasarkan naluri atau instinct. Akal hanya
dimiliki oleh manusia, sedangkan pengalaman dan naluri tidak hanya dimiliki manusia tetapi
juga oleh hewan. Tingkat kebenaran pengalaman dan naluri umumnya bersifat relatif dan
memerlukan pengujian.

2. Tujuan
Tujuan dari mempelajari filsafat antara lain.
a. Mampu mengetahui dan memahami segala sesuatu berdasar pengetahuan secara mendalam
dan komprehensif melalui penalaran yang kritis, logis, sistematis dan universal untuk
menemukan kebenaran yang dikehendaki.
b. Mampu menjelaskan kembali aspek-aspek yang dipelajari dalam filsafat secara kritis,
logis, sistematis dan universal berdasarkan standar kebenaran tertentu.
c. Mampu mengimplementasikan aspek-aspek yang dipelajari dalam filsafat secara praktis.

3. Metode Memahami Filsafat


a. Metode Deduktif (umum – khusus), yakni menjelaskan obyek-obyek kajian filsafat dari
umum ke khusus. Sebagai contoh, menjelaskan Mudharabah di Bank Syari’ah diawali dengan
menjelaskan prinsip bagi hasil sebagai prinsip umum yang diterapkan di Bank Syari’ah, yang
selanjutnya menjelaskan prinsip mudharabah secara spesifik sebagai turunan dari prinsip bagi
hasil tersebut.
b. Metode Induktif (khusus – umum), yakni menjelaskan obyek-obyek kajian filsafat dari
khusus ke umum. Sebagai contoh, menjelaskan secara spesifik lebih awal tentang prinsip
mudharabah di Bank Syari’ah sebagai turunan dari prinsip bagi hasil secara keseluruhan yang
bersifat umum.

Pendekatan Memahami Filsafat


1. Pendekatan Deskriptif, yaitu menggambarkan keseluruhan obyek-obyek kajian filsafat baik
secara deduktif maupun induktif, yang umumnya diperoleh dari hasil pengamatan di
lapangan. Sebagai contoh, menjelaskan implementasi prinsip mudharabah di Bank Syari’ah
berdasarkan fenomena dan fakta yang terjadi di Bank Syari’ah.
2. Pendekatan Naratif, yaitu menguraian secara rinci keseluruhan obyek-obyek kajian filsafat
baik secara deduktif maupun induktif, yang umumnya diperoleh dari hasil penalaran secara
kritis dan rasional. Sebagai contoh, menjelaskan implementasi prinsip mudharabah di Bank
Syari’ah berdasarkan asumsi-asumsi teoritik yang erat kaitannya dengan Bank Syari’ah.

Prinsip-prinsip Dasar Logika


1. Prinsip kontradiksi, yaitu memahami suatu obyek/masalah/kasus dengan penalaran logis
yang bermakna sebaliknya. Sebagai contoh, halal adalah kebalikan dari haram.
2. Prinsip identitas, yaitu memahami suatu obyek/masalah/kasus dengan penalaran logis pada
segiri ciri/karakteristiknya. Sebagai contoh, memahami harta milik sebagai suatu kekayaan
yang dimiliki.
3. Prinsip persamaan, yaitu memahami suatu obyek/masalah/kasus dengan penalaran logis
pada segi persamaan dengan yang lainnya. Sebagai contoh, mengeluarkan zakat maal atas
emas yang telah mencapai nishab 92,6 gram setara dengan jumlah uang yang dimiliki di
tabungan seharga emas itu.
4. Prinsip perbandingan, yaitu memahami suatu obyek/masalah/kasus dengan penalaran logis
pada segi perbandingan dengan yang lainnya. Sebagai contoh, melaksanakan kurban dengan
kambing 7 ekor sebanding dengan 1 ekor sapi.
5. Prinsip hubungan sebab akibat, yaitu memahami suatu obyek/masalah/kasus dengan
penalaran pada pola hubungan sebab akibat. Sebagai contoh, upah/gaji adalah akibat yang
diperoleh dari suatu sebab pekerjaan yang dilakukan dalam akad ijarah.
Dari pendekatan- pendekatan itu, dalam perkembangannya telah melahirkan berbagai aliran
dalam filsafat, di antaranya yaitu filsafat rasionalisme, empirisisme, pragmatisme, kritisisme,
positivisme, modernisme dan post-modernisme. Bahkan masing-masing aliran tersebut,
tumbuh dan berkembang serta melahirkan berbagai aliran baru yang lahir seiring dengan
perkembangan pengetahuan dan pemikiran manusia tentang berbagai objek (objek formal dan
objek material).
Dari aliran-aliran filsafat tersebut, maka lahirlah ilmu pengetahuan yang secara umum dibagi
ke dalam tiga bagian besar struktur ilmu pengetahuan: Pertama, ilmu alam (natural science)
yaitu ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan objek-objek yang tampak pada alam; Kedua,
ilmu social (social science) yaitu ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan objek-objek yang
terdapat pada manusia dan hubungannya dengan manusia dan makhluk hidup lainnya; Ketiga,
ilmu humaniora (humanioral science) yaitu ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan tata
aturan, nilai-nilai, norma-norma, etika dan estetika serta kaidah-kaidah yang ada dan berlaku
pada manusia.
Sebagai ilmu pengetahuan yang menjelaskan objek-objek yang terdapat pada alam, ilmu alam
(natural science) banyak melahirkan berbagai cabang disiplin ilmu yang termasuk dalam lima
garis besar ilmu alam yaitu: (1) Astronomi; (2) Fisika (Teknik Mekanika, Teknik
Hidronamika, Teknik Aerodinamika, Teknik Bunyi/ Akustik, Teknik Iluminasi/Cahaya-
Optik, Teknik Listrik-Magnetisme, Teknik Elektronika, Teknik Nuklir); (3) Kimia (Kimia
Organik, Kimia Teknik, Teknik Metalogi); (4) Ilmu Bumi (Paleontologi, Ekologi, Geofisika,
Geokimia, Meneralogi, Geografi, Oceanografi); dan (5) Ilmu Hayat (Biofisika, Botani,
Fisiologi, Anatomi, Histologi, Zoologi).
Sedangkan ilmu sosial mencakup atas ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan hubungan
antar sesama manusia yang terbagi menjadi lima garis besar yaitu: (1) Sosiologi (Sosiologi
Komunikasi, Sosiologi Politik, Sosiologi Pendidikan); (2) Antropologi (Antropologi Budaya,
Antropologi Ekonomi, Antropologi Politik); (3) Psikologi (Psikologi Pendidikan, Psikologi
Anak, Psikologi Abnormal); (4) Ekonomi (Ekonomi Makro, Ekonomi Lingkungan, Ekonomi
Pedesaan); (5) Politik (Politik Dalam Negeri, Politik Hukum, Politik Internasional).
Adapun ilmu humaniora lebih berkaitan dengan nilai-nilai etika dan estetika yang terbagi
menjadi tujuh garis besar yaitu: (1) Seni (Seni Abstrak, Seni Grafika, Seni Pahat, Seni Tari);
(2) Hukum (Hukum Pidana, Hukum Tata Usaha Negara, Hukum Adat); (3) Filsafat (Filsafat
Pengetahuan, Filsafat Manusia, Filsafat Pendidikan; (4) Bahasa; (5) Sastra; (6) Agama
(Islam, Kristen, Hindu, Budha, Confusius) ; (7) Sejarah (Sejarah Indonesia, Sejarah Dunia).

Anda mungkin juga menyukai