Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KAITAN FILSAFAT DAN ILMU PENGETAHUAN


Dosen Pengampu: Ridwan Mubarok, M.Ag

Disusun Oleh:

Muhammad Alfauzi Ismatullah - 1214020109


Muhamad Ardiansyah - 1214020102
Muhamad Fikri Aufa - 1214020106
Muhamad Dhika Buldansyah - 1214020104
Nisya Ayu Artanti - 1214020129

KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Filsafat adalah ilmu yang mempelajari, membaca, dan mamahami sebuah realitas. Ilmu
filsafat seringkali menanyakan perihal sesuatu dan berkat itu pula banyak cabang ilmu lahir
dari berfilsafat. Menuurut ibnu rusyd sederhananya filsfasat adalah berfikir. Maka sebagai
mahluk yang berfikir kegiatan berfilsafat tidak bisa dipisahkan dari diri manusia.
Filsafat bertujuan melahirkan kebijaksanaan dalam hidup dan bernalar. Sebagaimana
etimologinya filsafat diambil dari dua kata yakni “filo” dan “Sofia” yang berarti Cinta dan
Hikmat, sedangkan untuk orang yang mendalami filsafat dikatakan sebagai filsuf. Dari
namanya secara bahasa kita mengetahui betul tujuan dari berfilsafat adalah menjadi bijak.
Bijak berarti tidak mudah menghakimi, tidak mudah tersulut emosi, tidak pula meninggi, dan
smua hal yang bersifat kebijaksanaan universal.

Lalu bagaimana dengan ilmu pengetahuan ?. dalam jikat yang tulis oleh al-halaj kata ilmu
berasala dari bahasa arab yakni ilmun yang artinya pengetahuan. Tetapi, alhallaj mempunyai
definisi sendiri tentang ilmu menurut Al-hallaj bahwa ilmu terdiri dari tiga huruf yakni ain,
lam, dan mim. Ain bermakna alim (berwawasan), lam – lathif (lembut), dan mim – mulk
(kekayaan/kerajaan). Jika disimpulkan ilmu itu bersifat meluaskan berwawasan, melembutkan
hati, dan meninggikan derajat manusia.

Jika dikatakan demikian adakah korelasi antara filsafat dan ilmu ? atau dimanakah letak
korelasinya filsafat dan ilmu pengetahuan?. Untuk menjawab pertanyaan ini mari kita kaji dan
diskusikan !.

Rumusan masalah
- apa pengertian filsafat
- apa pengertian ilmu pengetahuan
- kaitan filsafat dengan ilmu pengetahuan

Tujuan
- mengerti definisi filsafat
- mengerti definisi ilmu pengetahuan
- mengerti kaitan filsafat dengan ilmu pengetahuan
BAB II
PEMBAHASAN

1. Definisi Filsafat
Secara etimologis, filsafat berasal dari beberapa bahasa, yaitu bahasa Inggris dan Yunani.
Filsafat dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy, sedangkan dalam bahasa Yunani, filsafat
merupakan gabungan dua kata, yaitu philein yang berarti cinta atau philos yang berarti mencintai,
menghormati, menikmati, dan Sophia dan sofein yang artinya kehikmatan, kebenaran, kebaikan,
kebijaksanaan, atau kejernihan. Berdasarkan teori tersebut, berfilsafat atau filsafat berarti
mencintai, menikmati kebijaksaan atau kebenaran. Hal ini sejalan dengan apa yang diucapkan ahli
filsafat Yunani kuno, Socrates, bahwa filosof adalah orang yang mencintai atau mencari
kebijaksanaan atau kebenaran. Jadi, filosof bukanlah orang yang bijaksana atau berpengetahuan
benar, melainkan orang yang sedang belajar dan mencari kebenaran atau kebijaksaan. Dalam
bahasa Indonesia, filsafat berasal dari bahasa Arab filsafah, yang juga berakar pada istilah Yunani.
(Wiramihardja, 2007)
Pythagoras adalah orang yang pertama-tama memperkenalkan istilah philosophia, yang
kemudian dikenal dengan istilah filsafat. Pythagoras memberikan defenisi filsafat sebagai the love
wisdom. Menurutnya, manusia yang paling tinggi nilainya adalah manusia pecinta kebijakan (lover
of wisdom), sedangkan yang dimaksud dengan wisdom adalah kegiatan melakukan perenungan
tentang Tuhan. Pythagoras sendiri mengganggap dirinya seorang philosophos (pecinta kebijakan),
baginya kebijakan yang sesungguhnya hanyalah dimiliki semata-mata oleh Tuhan. (Susanto, 2013)

Pengertian filsafat itu juga dapat dibedakan dari dua segi, yaitu segi yang statis dan dari
segi yang dinamis. Dikatakan dinamis karena dimana pada akhirnya orang harus mencari
kebijaksanaan itu dengan beraneka macam cara dan metode yang dimiliki dan kemampuan yang
ada, dan dikatakan statis karena orang dapat mencukupkan diri atau merasa cukup untuk sekedar
mencintai kebijaksanaan tersebut. Akan tetapi walaupun demikian, secara terinci dan secara khusus
filsafat itu dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk mencari kebenaran yang sesungguhnya dari
segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada atau mencari hakikat segala sesuatu yang secara
ringkas dapat dikatakan sebagai usaha mencari kebenaran yang hakiki. (Abbas, 2010)
Al-Kindi, seorang filosof muslim pertama memberikan pendapat bahwa filsafat adalah
penegetahuan tentang hakikat segala sesuatu dalam batas-batas kemampuan manusia, karena tujuan
para filosof dalam berteori adalah mencari kebenaran, maka dalam praktiknya pun harus
menyesuaikan dengan kebenaran pula. Sebenarnya masih banyak defenisi, konsepsi, dan
interpretasi mengenai filsafat dari berbagai ahli yang merumuskan bahwa filsafat berhubungan
dengan bentuk kalimat yang logis dari bahasa keilmuan, dengan penilaian, dengan perbincangan
kritis, pra anggapan ilmu, atau dengan ukuran baku tindakan. Setiap filosof dari suatu aliran filsafat
membuat perumusannya masing-masing agar cocok dengan kesimpulan sendiri. (Susanto, 2013)
Seorang murid Plato yang paling terkemuka ialah Aristoteles, menurutnya Sophia
(kearifan) merupakan kebajikan intelektual yang tertinggi, sedang philosophia merupakan padanan
kata dari “episteme” dalam arti suatu kumpulan teratur pengetahuan rasional mengenai sesuatu
objek yang sesuai. Aristoteles menulis tentang apa yang disebutnya dalam perkataan Yunani prote
philosophia (artinya filsafat pertama) sebagai bagian dari epistemenitu. Ia memberikan dua macam
defenisi terhadap protes philosophia itu, yakni sebagai ilmu tentang asas-asas pertama (the science
of firts principles) dan sebagai suatu ilmu yang menyelediki peradaan sebagai peradaan dan ciri-ciri
yang tergolong pada objek itu berdasarkan sifat alaminya sendiri. Dalam perkembangannya
kemudian prote philosophia dari Aristoteles disebut metafisika. Ini merupakan suatu istilah tehnis
untuk pengertian filsafat spekulatif. (Gie, 2007)

Dengan memperhatikan batasan-batasan yang tentunya masih banyak yang belum


dicantumkan, dapat ditarik benang merahnya sebagai kesimpulan bahwa filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan memper-gunakan
akal sampai pada hakikatnya. Filsafat bukannya mempersoalkan gejala-gejala atau fenomena,
tetapi yang dicari adalah hakikat dari suatu fenomena. Hakikat adalah suatu prinsip yang
menyatakan sesuatu adalah sesuatu itu. Filsafat adalah usaha untuk mengetahui segala sesuatu.
Jadi, segala sesuatu yang yang mempunyai kualitas tertentu pasti dia adalah being. Filsafat
mempunyai tujuan untuk membicarakan keberadaan. Jadi, filsafat membahas lapisan yang terakhir
dari segala sesuatu atau membahas masalah-masalah yang paling dasar. Tujuan filsafat adalah
mencari hakikat dari suatu objek atau gejala secara mendalam. Adapun pada ilmu pengetahuan
empiris hanya membicarakan gejala-gejala. Membicarakan gejala untuk masuk ke hakikat itulah
dalam filsafat. Untuk sampai ke hakikat harus melalui suatu metode yang khas dari filsafat.
(Surajiyo, 2013)
Secara historis, hal-hal yang mendorong timbulnya filsafat ini sebagaimana dijelaskan Moh.
Hatta dalam bukunya Alam Pikiran Yunani, ada dua hal. Pertama, dongeng dan takhayul yang
dimiliki suatu masyarakat atau suatu bangsa. Diantara masyarakat tersebut ada saja orang-orang
yang tidak percaya begitu saja. Kemudian ia kritis dan ingin mengetahui kebenaran dongeng
tersebut, lalu disitulah muncul filsafat. Kedua, keindahan alam yang besar, terutama ketika malam
hari. Hal tersebut menyebabkan keingintahuan orang-orang bangsa Yunani untuk mengetahui
rahasia alam tersebut. keingintahuan untuk mengetahui rahasia alam berupa pertanyaan-pertanyaan
ini akhirnya menimbulkan filsafat juga. (Susanto, 2013)

Namun, perlu dicatat bahwa pertanyaan yang dapat menimbulkan filsafat bukanlah
pertanyaan yang sembarang. Pertanyaan-pertanyaan sederhana seperti “Apa warna langit pada
siang hari yang cerah?”, tidak akan menimbulkan filsafat, hal itu cukup dijawab oleh mata kita.
Begitu pun pertanyaan seperti “Kapan awan akan mulai turun menjadi hujan?”’ pertanyaan tersebut
pun tidak akan menimbulkan filsafat, cukup dijawab dengan melakukan riset saja. Pertanyaan yang
dapat menimbulkan filsafat adlah pertanyaan mendalam, yang bobotnya berat dan tidak terjawab
oleh indera kita. Coba saja Anda jawab pertanyaan dari Thales, “Apa sebenarnya bahan alam
semesta ini?”, atau pertanyaan lain, “Dari unsur apa alam semesta ini tercipta?” pertanyaan seperti
inilah yang membuat indera kita tidak mampu menjawa bahkan sains pun terdiam. Dan jawaban
terhaadap pertanyaan Thales ini pun memerlukan pemikiran yang mendalam. (Susanto, 2013)
Ilmu filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai
ketuhanan, alam semesta, dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang
bagaimana ilmu filsafat dapat dicapai oleh akal manusia dan bagaimana seharusnya sikap manusia
setelah mencapai pengetahuan itu. (Wiramihardja, 2007) Sebagai manusia yang beriman, sudah
seharusnya kita bersyukur kepada Allah SWT. yang telah membekali kita akal. Melalui akal itulah
kita mampu bernalar sehingga kita menjadi makhluk yang berbudaya, yang lebih mulia
dibandingkan dengan makhluk lainnya. Sekiranya hewan yang diberi aka oleh Allah SWT., maka
kita harus khawatir, karena mungkin yang akan dilestarikan agar tidak punah bukanlah harimau
Jawa atau harimau Sumatera, melainkan manusia Jawa atau manusia Sumatera. (Susanto, 2013)
Filsafat, sebagai sebuah metode berpikir yang sistematis merupakan salah satu pendekatan
tersendiri dalam memahami kebenaran. Dalam konteks keagamaan, pemikiran tentang berbagai hal
dan urusan. Karenanya dalam filsafat juga dibicarakan bagaimana keberadaan Tuhan, dan juga
persoalan kenabian, kedudukan dan fungsi akal dan wahyu, penciptaan manusia serta ibadah yang
dilakukan oleh manusia. (Abbas, 2010)
Salah satu bentuk rasa syukur kita terhadap anugerah besar tersebut adalah memanfaatkan
dan mendayagunakan segala potensi yang dimiliki oleh manusia, terutama potensi akal.
Pendayagunaan akal tersebut dapat dilakukan melalui pembelajaran filsafat. Karena dengan filsafat
kita sebagai manusia mampu berpikir, bernalar, dan memahami diri serta lingkungannya, dan
berefleksi tentang bagaimana kehidupan yang lebih baik dan optimal. Persoalannya adalah banyak
orang enggan untuk belajar filsafat. Penyebabnya adalah karena adanya anggapan bahwa filsafat
adalah salah satu ilmu yang sulit dipelajari dan dipahami. Padahal sesungguhnya tidak, belajar
filsafat bisa sangat menyenangkan, sebagaimana dikemukakan oleh Ahmad Tafsir bahwa
munculnya anggapan mempelajari filsafat itu susah, dikarenakan adanya kesalahan dalam memulai
mempelajari pengantar filsafat, lalu ketahuilah sistematikanya, setelah itu barulah Anda membaca
buku-buku filsafat. Filsafat tidak sulit karena filsafat adalah pemikiran. Dan setiap orang memiliki
alat untuk berpikir. (Susanto, 2013)
Dengan otak, yang beratnya kurang dari satu setengah kilo gram ini, manusia dapat berpikir
dan menyimpan memori yang jumlahnya bisa berbilyun-bilyun ingatan, kebiasaan, kemampuan,
keinginan, harapan dan ketakutan. Menurut Gilbert Highet dalam Jujun S. Suriasumantri di dalam
otak manusia tersimpan pola, suara, perhitungan dan berbagai dorongan. Bahkan, bisikan yang
terdengar tiga puluh tahun yang lalu, atau kenangan kebahagiaan yang tak kunjung datang namun
terus terbayangkan, tekan jari yang pasti ada pada sebuah gitar, perkembangan 10.000 langkah
catur, lengkung yang persis dari sebuah bibir. Demikian juga gambaran sebuah bukit, seuntai nada
dan gaungan, kesedihan dan gairah, wajah-wajah asing yang singgah, semerbak wangi sebuah
kebun, doa, penemuan, sajak, lelucon, nyanyian, hitungan, kemenangan lama, ketakutan terhadap
neraka, kasih terhadap Tuhan, bayangan rumput yang tegak seperti pedang telanjang, atau langit
yang semarak penuh dengan bintang-bintang yang telah berlalu sekian lama masih bisa diingat dan
dimunculkan lagi dalam memori otak manusia tersebut. Otak manusia senantiasa bekerja seperti
jantung yang tak berhenti berdenyut, siang dan malam, sejak kecil sampai tua renta. (Susanto,
2013)

Manusia sebagai makhluk istimewa yang diciptakan oleh Allah SWT., memiliki potensi-
potensi yang tidak dimiliki oleh makhluk lain, baik itu potensi yang berupa fisik maupun nonfisik.
Semua potensi fisik manusia memiliki fungsi yang sangat luar biasa kegunaannya bagi
keberlangsungan hidup manusia itu sendiri, begitu juga dengan potensi nonfisik yang terdiri atas
ruh, jiwa, akal, dan rasa, semuanya menunjukkan manusia sebagai makhluk yang sempurna dan
istimewa. Dengan potensi ruh, jiwa, dan akalnya manusia mampu menjadi makhluk yang lebih
mulia kedudukannya dari makhluk lainnya. Dengan akalnya manusia mampu berpikir, bernalar,
dan memahami diri serta lingkungannya, berefleksi tentang bagaimana ia sebagai seorang manusia
memandang dunianya dan bagaimana ia menata hidupnya. (Susanto, 2013)
Menurut Wirodiningrat, filsafat mempunyai karakteristik sendiri, yaitu menyeluruh,
mendasar, dan spekulatif. Menyeluruh artinya bahwa filsafat mencakup tentang pemikiran dan
pengkajian yang luas, sebagaimana objek filsafat yang dikemukakan, tidak membatasi diri dan
bukan hanya ditinjau dari sudut pandang tertentu. Kajian filsafat dapat dipakai untuk mengetahui
hubungan antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lain, hubungan ilmu dengan moral, seni, dan
tujuan hidup. Sedangkan mendasar artinya bahwa filsafat adalah suatu kajian yang mendalam,
kajian yang mendetail, yang sampai kepada hasul fundamental atau esensial, sehingga dapat
dijadikan dasar berpijak bagi segenap nilai dan keilmuan. Adapun filsafat memiliki ciri spekulatif,
karena hasil pemikiran filsafat yang diperoleh dijadikan dasar bagi pemikiran selanjutnya. Hasil
pemikirannya selalu ditujukan sebagai dasar untuk menghasilkan pengetahuan yang baru. (Susanto,
2013)
Berdasarkan defenisi filsafat tersebut, boleh jadi ada pihak yang merasa asing dengan
permasalahan ini, terutama di Indonesia. Pada umumnya, sistem pendidikan di Indonesia
menempatkan filsafat sebagai studi pada taraf pendidikan tinggi, itu pun hanya pada disiplin ilmu
tertentu. Boleh jadi, mereka menginginkan pemahaman yang benar mengenai filsafat dan betanya-
tanya bagaimana caranya mempelajari filsafat. Dengan pemahaman filsafat seperti itu, terutama
dengan mengaitkannya pada defenisi tersebut, terdapat ciri khas, baik dalam cara berpikir maupun
masalah yang dipikirkannya. Hal ini jelas berbeda dengan cara seseorang saat mempelajari ilmu
berhitung atau ilmu bumi yang sistematikanya suduh umum dan baku yang telah dipelajari sejak
sekolah dasar. Mengenai caranya, sebagian pihak berpendapat, bahwa antara mempelajari filsafat
dan ilmu pengetahuan lain, pada dasarnya adalah sama. (Wiramihardja, 2007)
Secara umum, Langeveld mengatakan bahwa apabila seseorang ingin belajar berfilsafat,
mulailah berfilsafat. Caranya, mulailah memikirkan segala hal secara mendalam, yaitu janganlah
berpikir yang tidak terbatas pada asumsi-asumsi, melainkan sampai pada konsekuensi-
konsekuensinya yang terakhir. Kecerdasan dan pendalaman minat akan mengantarkan seseorang
pada pemahaman filsafat yang lebih besar, seperti pemahaman yang lebih banyak dan mendalam
terhadap biologi dan ilmu-ilmu lainnya. Sebagai tambahan, apabila kita telah biasa mempelajari
ilmu pengetahuan secara konvensional, kalau kita bertindak dari asumsi tersebut, untuk
mempelajari filsafat, kita harus tertarik memperbincangkan asumsi tersebut. Sebagai contoh, karya
ilmiah untuk mahasiswa tingkat tinggi disebut S-3 dengan gelar Ph. D. mahasiswa tersebut
disyaratkan menemukan proporsi-proporsi baru yang tidak lain dari asumsi-asumsi baru, kemudian
diperluas menjadi teori baru. Orang yang sedang mempelajari filsafat, hendaknya tidak berhenti
sampai pada asumsi, tetapi melampauinya sampai pada konsekuensi-konsekuensi yang terakhir.
(Wiramihardja, 2007)

Makhluk hidup yang kita kenal saat ini, terdiri atas tumbuh-tumbuhan yang hanya
memiliki metabolism. Bintang selain memiliki metabolism, juga memilki naluri, sedangkan
manusia selain memilki metabolisme dan naluri, juga memilki akal termasuk moral, kalbu, nilai,
dan norma. Ada kepercayaan atau keyakinan lain, bahwa Tuhan hanya menurunkan dua jenis
makhluk hidup ke bumi, yaitu tumbuhan dan binatang. Makhluk yang disebut binatang ini selain
ada yang hanya memilki ciri nafsu, juga memilki rasio (akal budi). Artinya, terdapat perbedaan
yang gradual di antara keduanya. Suatu hal yang patut dipertanyakan karena berfilsafat senantiasa
melahirkan keheranan dan pertayaan-pertanyaan baru. Lantas, mengapa manusia terus menerus
bertanya dan berpikir karenanya? Orang ynag yang memilki keinginan untuk memahami lebih
banyak hal, akan menimbulkan rasa heran terhadap banyak hal. Dengan timbulnya rasa heran,
berarti ia memilki keingintahuan terhadap apa pun atau segala hal. Hal ini penting bagi manusia
karena lebih banyak pengetahuan akan lebih menjamin rasa aman sehingga akan tercapai tujuan
hidup yang lebih besar. Dengan pengetahuan yang lebih banyak, manusia dapat menyesuaikan diri
secara lebih bak terhadap lingkungannya sehingga keamanan dan hasil yang diraihnya akan lebih
baik pula. Tentu saja setiap orang memilki bats kemampuan tertentu, termasuk daya pikirnya. Jadi,
keheranan seseorang terhadap apa pun bersifat individual sesuai dengan kemampuan dan
keadaannya, namun tetap universal. Berdasarkan hal tersebut, lahirlah istilah keheranan orang-
orang bodoh. Artinya, keheranan yang sekadar heran sebagai akibat dari sedikitnya pengetahuan,
minat, usaha, serta kemampuan mereka dalam berpikir lebih lanjut dan sungguh-sungguh.
Berfilsafat tentu tidak demikian, tetapi harus dilandasi oleh keheranan yang perlu ditindaklanjuti.
Tujuannya adalah untuk menggali pengetahuan yang lebih mendalam serta kaya akan informasi
yang berada di balik gejala yang diherankannya itu. Oleh Karena itu, timbul pertanyaan, “Apa saja
yang diherankan manusia?” Jawabannya adalah segala hal karena setiap yang ada dapat melahirkan
dampak pada manusia, kehidupan, dan lingkungan hidupnya. (Wiramihardja, 2007)
Filsaafat telah mengajarkan kita untuk lebih mengenal diri sendiri secara totalitas, sehingga
dengan pemahaman itu sendiri dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya. Filsafat mengajarkan
kita agar terlatih berpikir serius, berpikir secara radikal, mengkaji sesuatu sampai ke akar-akarnya.
Berfilsafat adalah berusaha menemukan kebenaran tentang segala sesuatu dengan menggunakan
pemikiran secara serius. Kemampuan berpikir serius diperlukan oleh orang biasa, terlebih lagi bagi
orang-orang yang memegang posisi penting dalam membangun dunia, memimpin masyarakat,
menjadi penguasa dalam pemerintahan. Kemampuan berpikir serius itu, mendalam adalah salah
satu cirinya, ini tidak akan dimiliki tanpa melalui latihan. Belajar filsafat merupakan salah satu
bentuk latihan untuk memperoleh kemampuan berpikir serius. Kemampuan ini akan memberikan
bekal yang berharga dalam upaya memecahkan masalah secara serius, menemukan akar persoalan
yang terdalam, dan menemukan sebab terakhir suatu penampakan. (Susanto, 2013)
Setiap orang tidak perlu mengetahui isi filsafat. Akan tetapi, orang-orang yang ingin
berpartisipasi dalam membangun dunia perlu mengetahui ajaran-ajaran filsafat. Karena dunia
dibentuk oleh dua kekuatan yaitu agama dana tau filsafat. Barang siapa yang ingin memahami
dunia maka ia harus memahami dunia atau filsafat yang mewarnai dunia tersebut. dengan memiliki
kemampuan berpikir serius, seseorang mungkin saja akan mampu menemukan rumusan baru dalam
menyelesaikan masalah-masalah dunia dana lam sekitarnya. Mungkin itu berupa kritik, mungkin
juga berupa usul. Apabila argumentasinya kuat, maka kritik dan usul tersebut bisa menjadi suatu
sistem pemikiran. Bagi para pemula, dengan belajar filsafat diharapkan akan dapat menambah ilmu
pengetahuan, karena dengan bertambahnya ilmu pengetahuan akan bertambah cakrawala
pemikiran, cakrawala pandang yang semakin luas. Hal ini mengandung implikasi, bahwa dengan
memahami filsafat ini dapat membantu penyelesaian masalah yang selalu kita hadapi dengan cara
yang lebih bijaksana. (Susanto, 2013)
Selain itu, dengan mempelajari filsafat, kita akan dihadapkan kepada pemikiran para tokoh
atau filosof yang mengkaji tentang segala hal, yang fisik dan metafisik. Dari para tokoh atau filosof
inilah kita akan memperoleh ide-ide yang fundamental. Dengan ide-ide itulah akan membawa
manusia ke arah suatu kemampuan untuk memperbaiki kesadarannya dalam segala tindakannya,
sehingga manusia akan lebih hidup, lebih tanggap terhadap diri dan lingkungannya, lebih sadar
terhadap hak dan kewajibannya, lebih bijaksana dalam segala tindakannya. (Susanto, 2013)
Manfaat mengkaji filsafat menurut Franz Magnis Suseno adalah bahwa filsafat merupakan
sarana yang baik untuk menggali kembali kekayaan, kebudayaan, tradisi, dan filsafat Indonesia
serta untuk mengaktualisasikannya. Filsafatlah yang paling sanggup untuk mendekati warisan
rohani, tidak hanya secara verbalistik, melainkan juga secara evaluatif kritis, dan reflektif, sehingga
kekayaan rohani bangsa dapat menjadi modal dalam pembentukan identitas modern bangsa
Indonesia secara terus menerus. (Susanto, 2013) menurut para filsuf kegunaan secara umum
filsafat adalah sebagai berikut.
 Plato merasakan bahwa berpikir dan memikirkan itu sebagai suatu nikmat yang luar
biasa sehingga filsafat diberi predikat sebagai keinginan yang maha beharga.
 Rene Descartes yang termasyhur sebagai pelopor filsafat modern dan pelopor
pembaruan dalam abad ke-17 terkenal dengan ucapannya cogito ergosum (Karena
berpikir maka saya ada). Tokoh ini menyangsikan segala-galanya, tetapi dalam serba
sangsi itu ada satu hal yang pasti, ialah bahwa aku bersangsi dan bersangsi berarti
berpikir. Berfilsafat berarti berpangkalan kepada suatu kebenaran yang fundamental
atau pengalaman yang asasi.
 Alfred North Whitehead seorang filsuf modern merumuskan filsafat sebagai berikut:
“Filsafat adalah keinsafan dan pandangan jauh ke depan dan suatu kesadaran akan
hidup pendeknya, kesadaran akan kepentingan yang memberi semangat kepada seluruh
usaha peradaban”.
 Maurice Marleau Ponty seorang filsuf modern Existensialisme mengatakan bahwa jasa
dari filsafat baru ialah terletak dalam sumber penyelidikannya, sumber itu adalah
eksistensi dan dengan sumber itu kita bisa berpikir tentang manusia.

Menurut Asmoro Achmadi, mempelajari filsafat adalah sangat penting, dimana dengan
ilmu tersebut manusia akan dibekali suatu kebijaksanaan yang didalamnya memuat nilai-nilai
kehidupan yang sangat diperlukan oleh umat. Manfaat lain filsafat adalah didasarkan pada
pengertian filsafat sebagai suatu integrase atau pengintegrasi sehingga dapat melakukan fungsi
integrasi ilmu pengetahuan. Sebagian besar orang hanya menyangkutkan apa yang paling dekat dan
apa yang paling dibutuhkannya pada saat dan tempat tertentu. Alam raya, ilmu pengetahuan,
benda-benda, dan manusia hanya dipandangnya dari beberapa bagian kecil yang penting, serta
menurut waktu, tempat, dan keadaan tertentu. Dengan demikian, pandangannya tentang segala
sesuatu adalah sempit dan ekslusif. Alam raya seolah-olah dibagi-bagi, manusia seolah-olah
dipotong-potong menjadi badan dan jiwa, sedangkan jiwanya dibagi-bagi menjadi emosi, motivasi,
intelegensi dan lain-lain. Masyarakat dikotak-kotakan sehingga akan kehilangan arti menyeluruh
dan hakikatnya. Filsafat memandang segala sesuatu dalam suatu sistem keseluruhan dan dalam
segala aspeknya, sebagai akibat dari pandangan dasar atau akarnya. (Wiramihardja, 2007)
Menurut pandangan saya, filsafat adalah suatu cara yang digunakan untuk memperoleh
kebenaran atau kebijakan tentang alam semesta dan isinya melalui pemikiran yang mendalam,
tidak terbatas, dan mencari kebenaran atau kebijakan tersebut sampai ke akar-akarnya. Dalam
pemikiran tersebut akan timbul pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa di jawab oleh indera
manusia, dan disanalah manusia mulai berfilsafat. Semenjak dilahirkan manusia sebenarnya telah
mulai berfilsafat, mereka ingin mengetahui dari mana mereka berasal, siapa yang menciptakan
mereka, untuk apa mereka dilahirkan, dan pertanyaan-peratnyaan mendalam lainnya. Sehingga dari
pemikiran tersebut, pertanyaan yang terdapat dalam otak mereka akan terjawab oleh pemikiran-
pemikran yang mendalam tentang hakekat manusia. Filsafat membantu manusia untuk
mengembangkan pemikiran-pemikirannya yang tidak terbatas. Filsafat membuktikan bahwa
manusia mempunyai akal dan pemikiran yang kritis terhadap suatu kejadian. Filsafat sebenarnya
merupakan sebuah ilmu yang tidak sulit untuk dipahami, tetapi kebanyakan orang terlebih dahulu
menganggap filsafat itu sebagai sesuatu yang sut untuk dipahami, sehingga orang-orang yang ingin
belajar filsafat terpengaruh untuk tidak mempelajarinya. Maka, mulailah untuk melatih diri untuk
bisa menyukai filsafat, karena yang terpenting adalah belajar berfilsafat bukan belajar filsafat.
2. Definisi Ilmu
Istilah ilmu atau science merupakan suatu perkataan yang cukup bermakna ganda, yaitu
mengandung lebih daripada satu arti. Oleh karena itu, dalam memakai istilah tersebut seseorang
harus menegaskan atau sekurang-kurangnya menyadari arti mana yang dimaksud. Menurut
cakupannya pertama-tama ilmu merupakan sebuah istilah umum untuk menyebut segenap
pengetahuan ilmiah yang dipandang sebagai satu kebulatan. Jadi, dalam arti yang pertama ini ilmu
mengacu pada ilmu seumumnya (science-in-general). (Gie, 2007)
Ilmu adalah merupakan suatu pengetahuan, sedangkan pengetahuan merupakan informasi
yang didapatkan dan segala sesuatu yang diketahui manusia. Itulah bedanya filsafat dengan ilmu,
karena ilmu itu sendiri merupakan pengetahuan yang berupa informasi yang didalami sehingga
menguasai pengetahuan tersebut yang menjadi suatu ilmu. Ilmu pengetahuan merupakan rangkaian
kata yang sangat berbeda namun memiliki kaitan yang sangat kuat. Ilmu dan pengetahuan memang
terkadang sulit dibedakan oleh sebagian orang karena memiliki makna yang berkaitan dan sangat
berhubungan erat. Membicarakan masalah ilmu pengetahuan dan definisinya memang sebenarnya
tidak semudah yang diperkirakan. Adanya berbagai definisi tentang ilmu pengetahuan ternyata
belum dapat menolong untuk memahami hakikat ilmu pengetahuan itu. (Dafrita, 2015)
Tidak semua pengetahuan dapat dikatakan ilmu, sebab kalau semua pengetahuan dikatakan
ilmu tentu banyak yang bisa dikatakan ilmu, karena pengetahuan itu sifatnya baru sebatas tahu,
akan tetapi sebaliknya semua ilmu adalah pengetahuan, akan tetapi yang dikatakan ilmu adalah
pengetahuan yang di susun secara sistematis, memiliki metode dan berdiri sendiri, tidak memihak
kepada sesuatu. Dikalangan masyarakat umum Indonesia, dipahami bahwa ilmu itu adalah
pengetahuan tentang segala sesuatu yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang
dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang pengetahuan itu, dan yang lebih
awam lagi mengartikan ilmu itu dengan pengetahuan dan kepandaian tentang sesuatu persoalan,
baik itu persoalan sosial kemasyarakatan maupun persoalan ekonomi, persoalan agama dan lain-
lain sebagainya, seperti soal pergaulan, soal pertukangan, soal duniawi, soal akhirat, soal lahir, soal
batin, soal dagang, soal adat istiadat, soal pertanian, soal gali sumur dan lain-lain sebagainya. Ilmu
itu juga dapat dikatakan dengan sekumpulan pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman-
pengalaman yang dilalui atau yang diterima, baik itu pengetahuan lewat pengalaman mimpi, lewat
pengalaman perjalanan, lewat pengalaman spritual, lewat pengalaman bekerja dan lain-lain
sebagainya. Kemudian, pengetahuan itu disusun secara sistematis, dengan memiliki metode, harus
bersifat atau berlaku untuk umum dan tidak boleh memihak kepada sesuatu serta berdiri sendiri
atau otonom. (Abbas, 2010)
Dalam Encyclopedia Americana, ilmu adalah pengetahuan yang bersifat positif dan
sistematis. Paul Freedman, dalam The Principles of Scientific Research mendefinisikan ilmu
sebagai bentuk aktifitas manusia yang dengan melakukannya umat manusia memperoleh suatu
pengetahuan dan senantiasa lebih lengkap dan cermat tentang alam di masa lampau, sekarang dan
kemudian hari, serta suatu kemampuan yang meningkat untuk menyesuaikan dirinya dan
mengubah lingkungannya serta mengubah sifat-sifatnya sendiri. S. Ornby mengartikan ilmu
sebagai susunan atau kumpulan pengetahuan yang diperoleh melalui penelitian dan percobaan dari
fakta-fakta. Poincare, menyebutkan bahwa ilmu berisi kaidah-kaidah dalam arti definisi yang
tersembunyi. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam proses untuk memperoleh suatu ilmu adalah
dengan melalui pendekatan filsafat. Menurut Slamet Ibrahim, pada zaman Plato sampai pada masa
Al-Kindi, batas antara filsafat dan ilmu pengetahuan boleh dikatakan tidak ada. Seorang filosof
(ahli filsafat) pasti menguasai semua ilmu pengetahuan. Perkembangan daya berpikir manusia yang
mengembangkan filsafat pada tingkat praktis dikalahkan oleh perkembangan ilmu yang didukung
oleh teknologi. Wilayah kajian filsafat menjadi lebih sempit dibandingkan dengan wilayah kajian
ilmu. Sehingga ada anggapan filsafat tidak dibutuhkan lagi. Filsafat kurang membumi sedangkan
ilmu lebih bermanfaat dan lebih praktis. Padahal filsafat menghendaki pengetahuan yang
komprehensif yang luas, umum, dan universal dan hal ini tidak dapat diperoleh dalam ilmu.
Sehingga filsafat dapat ditempatkan pada posisi dimana pemikiran manusia tidak mungkin dapat
dijangkau oleh ilmu. (Wahid, 2012)

Mohammad Hatta, mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan
hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun itu menurut
kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut bangunannya dari dalam. Karl Pearson,
mengatakan ilmu adalah lukisan atau keterangan yang komprehensif dan konsisten tentang fakta
pengalaman dengan istilah yang sederhana. Afanasyef, menyatakan ilmu adalah manusia tentang
alam, masyarakat dan pikiran. Ia mencerminkan alam dan konsep-konsep, kategori dan hukum-
hukum, yang ketetapannya dan kebenarannya diuji dengan pengalaman praktis. (Dafrita, 2015)

Arti yang kedua dari ilmu menunjuk pada masing-masing bidang pengetahuan ilmiah yang
mempelajari sesuatu poko soal tertentu. Dalam arti ini ilmu berarti sesuatu cabang ilmu khusus
seperti misalnya antropologi, biologi, geografi, atau sosiologi. Istilah Inggris science kadang-
kadang diberi arti sebagai ilmu khusus yang lebih terbatas lagi, yakni sebagai pengetahuan
sistematis mengenai dunia fisis atau material. (Gie, 2007)
Pengertian ilmu sebagai pengetahuan itu sesuai dengan asal-usul istilah Inggris science
yang berasal dari perkataan latin Scientia yang diturunkan dari kata scire. Perkataan yang terakhir
ini artinya mengetahui. Tetapi pengetahuan sesungguhnya hanyalah hasil atau produk dari sesuatu
kegiatan yang dilakukan oleh manusia. Perkataan latin scire juga berarti belajar. Dengan demikian,
dapatlah dipahami bilamana ada makna tambahan dari ilmu sebagai aktivitas. Demikianlah Charles
Singer merumuskan bahwa ilmu adalah proses yang membuat pengetahuan. Oleh karena itu, ilmu
dapat dipandang sebagai suatu bentuk aktivitas manusia, maka dari makna ini orang dapat
melangkah lebih lanjut untuk sampai pada metode dari aktivitas itu. Menurut Prof. Harold H. Titus,
banyak orang telah mempergunakan istilah ilmu untuk menyebut suatu metode guna memperoleh
pengetahuan yang objektif dan dapat diperiksa kebenaranya. (Gie, 2007)

Pengertian ilmu itu saling bertautan logis dan berpangkal pada satu kenyataan yang sama
bahwa ilmu hanya terdapat dalam masyarakat manusia. Suatu penjelasan yang sistematis harus
dimulai dengan segi pada manusia yang menjadi pelaku dari fenomenon yang disebut ilmu.
Hanyalah manusia yang memiliki kemampuan rasional, melakukan aktivitas kognitif, dan
mendambakan berbagai tujuan yang berkaitan dengan ilmu. Jadi, tepatlah bilamana pengertian ilmu
pertama dipahami dari seginya sebagai serangkaian aktivitas yang rasional, kognitif, dan bertujuan.
Sesuatu aktivitas hanya dapat mencapai tujuannya bilamana dilaksanakan dengan metode yang
tepat. Dengan demikian, penjelasan mengenai aktivitas para ilmuwan yang merupakan penelitian
akan beralih pada metode ilmiah yang dipergunakan. Ilmu lalu mempunyai pengertian yang kedua
sebagai metode. Dari serangkaian kegiatan studi atau penyelidikan secara berulang-ulang dan harus
dilaksanakan dengan tata cara yang metodis, akhirnya dapat dibuahkan hasil berupa keterangan
baru atau tambahan mengenai sesuatu hal. Dengan demikian, pada pembahasan terakhir pengertian
ilmu mempunyai arti sebagai pengetahuan. (Gie, 2007)
Menurut pendapat Prof.Dr.Ir. M. Natsir Nessa, M. Si, Ilmu adalah bagian dari pengetahuan
yang terklarifikasi, tersistem, terukur, dapat dibuktikan kebenarannya secara empiris. Sedangkan
pengetahuan adalah informasi berupa common sense, keseluruhan pengetahuan yang belum,
tersusun baik metafisik maupun fisik. Kedudukan ilmu lebih tinggi dari pengetahuan karena
memiliki metode dan mekanisme tertentu. (Nessa, 2014)
Dalam kamus bahasa Indonesia ilmu didefinisikan sebagai pengetahuan tentang suatu
bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk
menerangkan gejala tertentu di bidang pengetahuan. Pengertian ilmu pengetahuan adalah sebuah
sarana atau definisi tentang alam semesta yang diterjemahkan kedalam bahasa yang bisa
dimengerti oleh manusia sebagai usaha untuk mengetahui dan mengingat tentang sesuatu. Dalam
kata lain dapat kita ketahui definisi arti ilmu yaitu sesuatu yang didapat dari kegiatan membaca dan
memahami benda-benda maupun peristiwa, diwaktu kecil kita belajar membaca huruf abjad, lalu
berlanjut menelaah kata-kata dan seiring bertambahnya usia secara sadar atau tidak sadar
sebenarnya kita terus belajar membaca, hanya saja yang dibaca sudah berkembang bukan hanya
dalam bentuk bahasa tulis namun membaca alam semesta seisinya sebagai usaha dalam
menemukan kebenaran. Dengan ilmu maka hidup menjadi mudah, karena ilmu juga merupakan
alat untuk menjalani kehidupan. (Dafrita, 2015)

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu bukan sekedar pengetahuan
(knowledge), tetapi merupakan rangkuman dari sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori
yang disepakati atau berlaku umum dan diperoleh melalui serangkaian prosedur sistematik, diuji
dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Ilmu merupakan suatu
pengetahuan, sedangkan pengetahuan merupakan informasi yang didapatkan dan segala sesuatu
yang diketahui manusia. Itulah bedanya dengan ilmu, karena ilmu itu sendiri merupakan
pengetahuan yang berupa informasi yang didalami sehingga menguasai pengetahuan tersebut yang
menjadi suatu ilmu. (Dafrita, 2015)
Barangkali sudah menjadi sifat manusia yang ingin mengerti segala sesuatu yang ada,
bahkan yang mungkin ada. Namun demikian, sekalipun penyelidikan orang dalam ilmu sudah amat
mendalam, tetapi belum sedalam-dalamnya, karena tujuan ilmu bukan untuk menggali objek
sedalam-dalamnya, ia membatasi diri. Adapun batasannya ialah pengalaman. Tentu saja tidak
selalu penggalian itu tercapai, jadi ada keterbatasannya, tetapi ia diusahakan supaya
keterbatasannya lenyap dan tenaganya dicurahkan supaya tercapai kebenaran. Berbeda dengan
ilmu, filsafat berusaha mencari kebijaksanaan, menyelidiki hakikat yang sebenarnya dari segala
sesuatu, usaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya tentang segala sesuatu, segala yang ada dan
yang mungkin ada. Sedangkan ilmu, seperti yang disebutkan di atas, membatasi diri, berhenti pada
dan berdasarkan atas pengalaman. Filsafat tidak membatasi diri, ia berusaha mencari keterangan
yang sedalam-dalamnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa yang menjadi objek filsafat
ialah segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada. (Susanto, 2013)
Ilmu pengetahuan itu harus memiliki instrumen, paling tidak ada lima instrumen ilmu
pengetahuan yang mungkin dapat digunakan, yaitu: pertama, pengalaman yang memfungsikan
inderawinya sebagai instrumen utama untuk mendapatkan gambaran atau arti dari sesuatu itu,
(pengetahuan perseptual indriyawi), dengan kata lain pengalaman adalah sensoris yang
menentukan kebenaran tentang sesuatu, pengalaman itu ada yang bersifat objektif, yaitu
pengalaman terhadap alam di luar diri yang berada atau terjadi secara mandiri dan di luar diri dan
ada pengalaman yang bersifat subjektif, yaitu pengalaman milik pribadi, berada di dalam diri
seperti rasa takut, rasa bahagia, rasa enak atau rasa malu dan lain-lain sebagainya. Pengalaman
hanya melalui pengamatan semata-mata, kebenaran yang dicari itu akan mengalami distorsi
(penyimpangan), konsep dan konstruk akan terungkap dalam rumusan yang berbeda. Kedua,
berpikir (rasio) atau menalar dimana akal atau intelek berfungsi dalam upaya mencapai kebenaran.
Berpikir itu tidak bisa terlepas dari realitas, juga tidak bisa terlepas dari potensi-potensi yang ada di
dalam diri manusia. Berpikir adalah suatu sistem dan proses kognitif yang kompleks, justeru
kekompleksannya inilah yang merangsang para pakar untuk terus menelitinya. Ketiga, intuisi
adalah sebagai kejadian eksperensial dan di dalam kalangan ahli psikologi menggambarkan intuisi
itu sebagai kejadian prilaku, yang juga bisa sampai kepada kebenaran. Keempat, fatwa yaitu
pernyataan atau pendapat dari kalangan para ahli atau pakar (di dalam Islam disebut dengan alim
jamaknya ulama) yang ahli atau pakar di bidangnya masing-masing. Kelima, wahyu yang
merupakan sumber ilmu pengetahuan yang memiliki sifat kebenaran yang mutlak (absolut), akan
tetapi keterungkapan kebenarannya itu sangat tergantung kepada bagaimana manusia itu
menganalisis dan menafsirkan makna dan maksud dari wahyu itu. (Abbas, 2010)
Menurut saya, ilmu adalah serangkaian pengetahuan yang sistematis, dapat di uji
kebenaranya dan menggunakan metode-metode untuk mendapatkan. Tidak semua pengetahuan
dapat dikatakan ilmu itu memang benar, karena pengetahuan didapatkan bisa kapan saja dan diman
saja, sedangkan ilmu harus melalui proses-proses tertentu yang terdiri dari beberapa pengetahuan
dan disimpulkan menjadi suatu ilmu. Oleh karena itu orang-orang sering menyebut ilmu dengan
ilmu pengetahuan. Padahal sebenarnya ada perbedaan di antara keduanya.
3. Kaitan Filsafat Dan Ilmu Pengetahuan
Filsafat berbicara tentang ilmu, begitulah Kattsof mengutarakan jalinan filsafat dengan
ilmu. Bahasa yang dipakai dalam filsafat berusaha untuk berbicara mengenai ilmu dan bukannya di
dalamnya ilmu. Sementara itu Saifullah memberikan kesimpulan umum bahwa pada dasarnya
filsafat tiada lain adalah hasil pemikiran manusia, hasil spekulasi manusia betapa pun tidak
sempurnanya daya kemampuan pikiran manusia. Antara filsafat dan ilmu memiliki persamaan,
dalam hal bahwa keduanya merupakan hasil ciptaan pikiran manusia, yaitu berpikir filosofis,
spekulatif, dan empiris ilmiah. Perbedaan antara keduanya, terutama untuk filsafat menentukan
tujuan hidup dan ilmu menentukan sarana untuk hidup. Karenanya, filsafat inilah kemudian disebut
sebagai induknya ilmu pengetahuan. (Susanto, 2013)

Meskipun secara historis antara ilmu dan filsafat pernah merupakan suatu kesatuan, namun
dalam perkembangannya mengalami divergensi, dimana dominasi ilmu lebih kuat mempengaruhi
pemikiran manusia, kondisi ini mendorong pada upaya untuk memposisikan keduanya secara tepat
sesuai dengan batas wilayahnya masing-masing, bukan untuk me-ngisolasinya melainkan untuk
lebih jernih melihat hubungan keduanya dalam konteks lebih memahami khazanah intelektual
manusia. Harold H. Titus mengakui kesulitan untuk menyatakan secara tegas dan ringkas mengenai
hubungan antara ilmu dan filsafat, karena terdapat persamaan sekaligus perbedaan antara ilmu dan
filsafat, di samping di kalangan ilmuwan sendiri terdapat perbedaan pandangan dalam hal sifat dan
keterbatasan ilmu, demikian juga di kalangan filsuf terdapat perbedaan pandangan dalam
memberikan makna dan tugas filsafat. Adapun persamaan (lebih tepatnya persesuaian) antara ilmu
dan filsafat adalah bahwa keduanya menggunakan berpikir reflektif dalam upaya menghadapi atau
memahami fakta-fakta dunia dan kehidupan, terhadap hal-hal tersebut baik filsafat maupun ilmu
bersikap kritis, berpikiran terbuka serta sangat konsen pada kebenaran, di samping perhatiannya
pada pengetahuan yang terorganisir dan sistematis. (Wahid, 2012)
Sementara itu perbedaan filsafat dengan ilmu lebih berkaitan dengan titik tekan, dimana
ilmu mengkaji bidang yang terbatas, ilmu lebih bersifat analitis dan deskriptif dalam
pendekatannya, ilmu menggunakan observasi, eksperimen dan klasifikasi data pengalaman indra
serta berupaya untuk menemukan hukum-hukum atas gejala-gejala tersebut, sedangkan filsafat
berupaya mengkaji pengalaman secara menyeluruh sehingga lebih bersifat inklusif dan mencakup
hal-hal umum dalam berbagai bidang pengalaman manusia, filsafat lebih bersifat sintetis dan
kalaupun analitis maka analisanya memasuki dimensi kehidupan secara menyeluruh dan utuh,
filsafat lebih tertarik pada pertanyaan kenapa dan bagaimana dalam mempertanyakan masalah
hubungan antara fakta khusus dengan skema masalah yang lebih luas, filsafat juga mengkaji
hubungan antara temuan-temuan ilmu dengan klaim agama, moral serta seni. Dengan
memperhatikan ungkapan di atas nampak bahwa filsafat mempunyai batasan yang lebih luas dan
menyeluruh ketimbang ilmu, ini berarti bahwa apa yang sudah tidak bisa dijawab oleh ilmu, maka
filsafat berupaya mencari jawabannya, bahkan ilmu itu sendiri bisa dipertanyakan atau dijadikan
objek kajian filsafat (Filsafat Ilmu), namun demikian filsafat dan ilmu mempunyai kesamaan dalam
menghadapi objek kajiannya yakni berpikir reflektif dan sistematis, meski dengan titik tekan
pendekatan yang berbeda. (Wahid, 2012)
Filsafat dan keseluruhan ilmu itu bertemu pada satu titik, titik itu adalah semua yang ada
dan yang mungkin ada, yang disebut dengan objek material, akan tetapi ilmu dan filsafat tetap
berbeda, tidak sama, karena berbeda pada objek formanya. Objek forma ilmu itu adalah mencari
sebab yang sedalam-dalamnya, sedangkan objek forma filsafat adalah mencari keterangan yang
sedalam-dalamnya. Ilmu pengetahuan, dengan metodenya sendiri mencoba berusaha mencari
kebenaran tentang alam semesta beserta isinya dan termasuk di dalamnya adalah manusia. Filsafat
dengan wataknya sendiri, juga berusaha mencari kebenaran, baik kebenaran tentang alam maupun
tentang manusia (sesuatu yang belum atau tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan, karena di
luar atau di atas jangkauannya) ataupun tentang Tuhan, Sang Pencipta segalagalanya. (Abbas,
2010)
Filsafat mencoba mencari kebenaran dengan cara menjelajahi atau menziarahi akal-budi
secara radikal (berpikir sampai ke akar-akarnya), mengakar, sistematis (logis dengan urutan dan
adanya saling hubungan yang teratur) dan intergral (universal atau berpikir mengenai keseluruhan)
serta tidak merasa terikat oleh ikatan apapun, kecuali oleh ikatan tangannya sendiri, yaitu logika.
Ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan menggunakan metode atau cara penyelidikan (riset),
pengalaman (empiris) dan percobaan (eksperimen) atau sangat terkait dengan tiga aspek, yaitu
aspek hipotesis, aspek teori, dan aspek dalil hokum. Selanjutnya kebenaran ada yang bersifat
spekulatif atau kebetulan saja adalah kebenaran yang bersifat dugaan atau perkiraan yang tidak
dapat dibuktikan secara empiris, secara riset dan secara eksperimental. Kebenaran ilmu
pengetahuan adalah kebenaran yang bersifat positif, bukan bersifat spekulasi atau kebetulan saja,
yaitu kebenaran yang masih berlaku sampai saat ini yang dapat diuji. Baik kebenaran filsafat
maupun kebenaran ilmu pengetahuan kedua-duanya bersifat nisbi atau relatif, artinya sifatnya
sementara dan sewaktu-waktu dapat berubah sesuai dengan perkembangan pemikiran manusia,
yang sangat tergantung kepada situasi dan kondisi, termasuk perubahan alam. (Abbas, 2010)
Mengenai lapangan pembahasan ilmu dan filsafat. Lapangan ilmu penegetahuan
mrmpunyai daerah-daerah tertentu, yaitu alam dengan segala kejadiannya. Sedangkan lapangan
filsafat adalah tentang hakikat yang umum dan luas. Megenai tujuannya, tujuan ilmu pengetahuan
ialah berusaha menentukan sifat-sifat dari kejadian alam yang di dalamnya juga terdapat manusia.
Sedangkan filsaaft bertujuan untuk mengetahui tentang asal-usul manusia, hubungan manusia
dengan alam semesta dan bagaimana akhirnya (hari kemudiannya). Mengenai cara
pembahasannya, filsafat dalam pembahasannya tidak mempergunakan percobaan-percobaan serta
penyelidikannya mempergunakan pikiran dan akal. Sedangkan ilmu pengetahuan dalam
pembahasan dan penyelidikannya mempergunakan panca indera dan percobaan-percobaan.
Mengenai kesimpulannya, ilmu pengetahuan dalam menentukan kesimpulan-kesimpulannya dapat
diterapkan dengan dalil-dalil yakin yang didasarkan pada penglhatan dan percobaan-percobaan.
Sebaliknya, filsafat dalm menentukan kesimpulan tidak memberi keyakinan mutlak, sebagai
kesimpulan selalu mengandung keraguan yang mengakibatkan perbedaan-perbedaan pendapat di
antara ahli-ahli filsafat, serta jauh dari kepastian, kerja sama, serta keyakinan. (Susanto, 2013)
Dengan demikian, ilmu mengkaji hal-hal yang bersifat empiris dan dapat dibuktikan,
filsafat mencoba mencari jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh Ilmu
dan jawabannya bersifat spekulatif, sedangkan Agama merupakan jawaban terhadap masalah-
masalah yang tidak bisa dijawab oleh filsafat dan jawabannya bersifat mutlak atau dogmatis.
Menurut Sidi Gazalba, Pengetahuan ilmu lapangannya segala sesuatu yang dapat diteliti (riset dan
atau eksperimen) batasnya sampai kepada yang tidak atau belum dapat dilakukan penelitian.
Pengetahuan filsafat segala sesuatu yang dapat dipikirkan oleh budi (rasio) manusia yang alami
(bersifat alam) dan nisbi batasnya ialah batas alam namun demikian ia juga mencoba memikirkan
sesuatu yang di luar alam, yang disebut oleh agama “Tuhan”. Sementara itu Oemar Amin Housin,
mengatakan bahwa ilmu memberikan kepada kita pengetahuan, dan filsafat memberikan hikmat.
Dari sini nampak jelas bahwa ilmu dan filsafat mempunyai wilayah kajian-kajian tersendiri.
(Wahid, 2012)
Adapun persamaan (lebih tepatnya persesuaian) antara ilmu dan filsafat adalah bahwa
keduanya menggunakan berpikir reflektif dalam upaya menghadapi atau memahami fakta-fakta
dunia dan kehidupan, terhadap hal-hal tersebut baik filsafat maupun ilmu bersikap kritis, berpikiran
terbuka serta sangat konsen pada kebenaran, di samping perhatiannya pada pengetahuan yang
terorganisir dan sistematis. Sementara itu perbedaan filsafat dengan ilmu lebih berkaitan dengan
titik tekan, dimana ilmu mengkaji bidang yang terbatas, ilmu lebih bersifat analitis dan deskriptif
dalam pendekatannya, ilmu menggunakan observasi, eksperimen dan klasifikasi data pengalaman
indra serta berupaya untuk menemukan hukum-hukum atas gejala-gejala tersebut, sedangkan
filsafat berupaya mengkaji pengalaman secara menyeluruh sehingga lebih bersifat inklusif dan
mencakup hal-hal umum dalam berbagai bidang pengalaman manusia, filsafat lebih bersifat sintetis
dan kalaupun analitis maka analisanya memasuki dimensi kehidupan secara menyeluruh dan utuh,
filsafat lebih tertarik pada pertanyaan kenapa dan bagaimana dalam mempertanyakan masalah
hubungan antara fakta khusus dengan skema masalah yang lebih luas, filsafat juga mengkaji
hubungan antara temuan-temuan ilmu dengan klaim agama, moral serta seni. Dengan kata lain,
filsafat mempunyai batasan yang lebih luas dan menyeluruh ketimbang ilmu, ini berarti bahwa apa
yang sudah tidak bisa dijawab oleh ilmu, maka filsafat berupaya mencari jawabannya, bahkan ilmu
itu sendiri bisa dipertanyakan atau dijadikan objek kajian filsafat (Filsafat Ilmu), namun demikian
filsafat dan ilmu mempunyai kesamaan dalam menghadapi objek kajiannya yakni berpikir reflektif
dan sistematis, meski dengan titik tekan pendekatan yang berbeda. (Wahid, 2012).

BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan

Sebagai penutup dari makalah ini, dapat disimpulkan bahwa filsafat adalah suatu cara yang
digunakan untuk mengetahui kebenaran atau kebijakan tentag alam semesta dan isinya melalui
pemikiran yang mendalam dan tidak terbatas terhadap suatu kajian atau objek yang diteliti.
Sedangkan ilmu adalah serangkaian pengetahuan yang sistematis, dapat diuji, dan dan hanya
sampai pada tahap tahu yang diperoleh melalui beberapa proses untuk mendapatkannya.
Filsafat dan ilmu tidak dapat dipisahkan dalam suatu pembelajaran. Filsafat dan ilmu
merupakan suatu pengetahuan yang hampir sama. Keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu
untuk mencari kebenaran, tetapi memilki metode-metode yang berbeda dalam menemukan suatu
kebenaran tersebut. Ilmu membutuhkan pemikiran yang mendalam agar bisa dipahami dengan
sangat baik. Maka dari itu filsafat dan ilmu sangat berhubungan erat karena saling berkaitan dalam
menemukan kebenaran. Meskipun kebenaran keduanya hanya sementara atau sewaktu-waktu dapat
berubah dikarenakan perkembangan zaman yang semakin maju dan perubahan kondisi alam.
Filsafat mencoba menjawab petanyaan-pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh ilmu, maka dari itu
bisang kajian filsafat lebih luas daripada ilmu.
Dalam mempelajari filsafat kita mendapatkan banyak manfaat yang salah satu adalah bisa
mengembangkan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang mempunyai rasa keingintahuan yang
dalam terhadap sesuatu yang dianggap baru. Filsafat juga bisa membuat pemikiran-pemikran
menjadi tidak terbatas pada satu objek kajian saja, tetapi pada banyak objek lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Abbas, P. (2010). Hubungan filsafat, ilmu, dan agama. Hubungan filsafat.

Dafrita, I. E. (2015). Ilmu Dan Hakekat Ilmu Pengetahuan Dalam Nilai Agama. Ilmu Dan Hakekat Ilmu
Pengetahuan Dalam Nilai Agama.

Gie, T. L. (2007). Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.

Nessa, M. N. (2014). Buku Ajar Filsafat Ilmu. Buku Ajar Filsafat Ilmu.

Surajiyo. (2013). Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Susanto. (2013). Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Wahid, A. (2012). Korelasi Agama, Filsafat, dan Ilmu. Korelasi Agama, Filsafat, dan Ilmu.

Wiramihardja, S. A. (2007). Pengantar Filsafat. Bandung: PT Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai