Anda di halaman 1dari 13

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah


Filsafat ilmu berasal dari zaman Yunani kuno, di mana filsafat ilmu lahir karena
munculnya sebuah pengetahuan dari Barat. Akan tetapi, pada perkembangannya
ternyata ilmu pengetahuan di abad ke-17 mengalami perpecahan, di mana ilmu dan
filsafat berdiri sendiri. Filsafat ilmu berasal dari zaman Yunani kuno, di mana filsafat
ilmu lahir karena munculnya sebuah pengetahuan dari Barat. Akan tetapi, pada
perkembangannya ternyata ilmu pengetahuan di abad ke-17 mengalami perpecahan,
di mana ilmu dan filsafat berdiri sendiri. dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat,
sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut. Koento
Wibisono menyatakan bahwa filsafat itu sendiri telah mengantarkan adanya suatu
konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana “pohon ilmu pengetahuan” telah tumbuh
mekar-bercabang secara subur.
Pada awalnya bangsa Yunani dan bangsa lainnya di berbagai belahan dunia
beranggapan bahwa semua fenomena yang terjadi di alam semesta dipengaruhi
oleh keberadaan dewa, oleh karena itu para dewa harus dihormati dan disembah
sebagai tanda pengabdian. Filsafat mampu mengubah pola pikir tersebut menjadi
pola pikir yang tergantung pada rasio. Salah satu fenomena alam yaitu gerhana
tidak lagi dianggap sebagai kekuatan dewa tetapi adalah fenomena alam yang
disebabkan oleh bumi, bulan dan matahari yang berada pada garis sejajar yang
diungkap dalam bidang keilmuan sains.
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dapat dipahami bahwa para
filsuf Yunani kuno ternyata telah merintis tentang pengertian apa itu filsafat ilmu
dan bagaimana ilmu pengetahuan itu harus diletakkan. Ilmu pengetahuan
menampakkan diri sebagai masyarakat, sebagai proses dan sebagai produk, di
mana kaidah-kaidah ilmu pengetahuan itu dikatakan oleh Robert Merton adalah
universalisme, komunalisme, disinterestedness dan skeptisisme yang terarah.1

1
Wibisono Siswomihardjo, “Diktat Mata Kuliah Filsafat Ilmu”, dalam Syahrul Kirom, Filsafat
Ilmu dan Arah Pengembangan Pancasila: Relevansinya dalam Mengatasi Persoalan
Kebangsaan (Jurnal Filsafat Vol.21, Nomor 2, Agustus 2011), h. 102
2

Manusia adalah mahluk yang memiliki akal. Akal dan pemikiran adalah dua
ikatan dalam menentukan kebenaran. Setiap individu memiliki pendapat yang
berbeda. Disisi lain pendapat dikatan benar oleh orang lain, begitupun sebaliknya
belum tentu dianggap benar oleh orang lain. Kedua ikatan inilah adalah suatu
usaha dalam menentukan hal kebenaran terhadap sesuatu.
Salah satu filsafat adalah mencari kebenaran demi kebenaran itu sendiri dan
kebenaran yang dicari adalah kebenaran yang hakiki, kebenaran yang
memungkinkan dan lebih pasti.2
Filsafat bukan hanya proses mencari kebenaran yang hanya mengacu kepada
bagian tertentu dari realitas melainkan secara keseluruhan. Secara keseluruhan
filsafat berusaha mencari hal yang paling hakiki dari realitas tersebut. Para filsuf
Yunani mengamati berbagai realitas alam semesta untuk mencari hakikat
kebenaran tentang berbagai hal perubahan alam semesta.
Secara umum filsafat berarti upaya manusia untuk memahami segala sesuatu
secara sistematis, radikal dan kritis. Berarti filsafat merupakan sebuah proses
bukan sebuah produk, maka proses yang dilakukan adalah berpikir kritis yaitu
usaha secara aktif, sistematis dan mengutip prinsip-prinsip logika untuk mengerti
dan mengevaluasi informasi dengan tujuan menentukan apakahinformasi itu
diterima atau ditolak dengan demikian filsafat akan terus berubah hingga satu titik
tertentu.3
Kata Filsafat dan ilmu merupakan dua kata yang saling berkaitan satu sama
lainnya, baik secara subtansial maupun historis hal ini karena berbagai ilmu yang
lahir tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan dan kemajuan
teknologi memperkuat adanya filsafat. Filsafat mampu mengubah berbagai pola
pemikiran bangsa Yunani dan umat manusia dalam pandangan mitosentris
menjadi logosentris. Perubahan pola pikir ini memiliki implikasi yang besar
terhadap perubahan seperti ditemukannya teori-teori ilmiah dan hukum-hukum
alam yang mengungkapkan berbagai fenomena alam baik alam semesta maupun
alam manusia.

2
Muhammad Saleh Tajuddin, Filsafat Ilmu ( Makassar: Alauddin Press, 2019), h. 15-16.
3
Indah Binarni, “Petunjuk Islam Tentang Ilmu Pengetahuan,” dalam Syafrizal Helmi Situmorang.
Filsafat Ilmu dan Metode Riset (Medan: USU Press, 2008), h. 2.
3

Setelah sekian tahun lamanya berbagai perubahan dan perkembangan itu


membuat bangsa Yunani memahami tentang kewajiban hidup dan bertindak etik.
ternyata pada pandangan mereka terutama bangsa Yunani menyimpulkan bahwa
segala fenomena dan kejadian itu pada dasarnya hanya pada satu kebenaran. Ilmu
yang cara pandangnya serta metodenya adalah satu saja yaitu ingin tahu karena ia
cinta pada pengetahuan sehingga diberilah dengan nama atau istilah
“Philoshopia”. Philosophia artinya cinta akan pengetahuan atau pengetahuan akan
hikmat.4
Mencintai kebenaran/ pengetahuan adalah sebuah awal proses manusia mau
menggunakan daya pikirnya, sehingga dengan ini mampu membedakan mana
realitas dan yang mana ilusi. Bangsa Yunani awalnya sangat percaya dengan
dongeng dan takhayul, tetapi semuanya telah berubah dan mereka mampu
membedakan kedua sisi tersebut.
Dasar inilah sehingga para filosof menyebut filsafat sebagai induk ilmu.
Sebab ilmu-ilmu modern dan kontemporer berkembang, sehingga manusia dapat
memiliki dan menikmati ilmu yaitu teknologi. Menurut Amsal Baktiar, awal
mulanya filsafat terbagi pada teoritis dan praktis. Filsafat teoritis mencakup
metafisika, fisika, matematika dan logika. Sedangkan filsafat praktis adalah
ekonomi, politik, hukum, dan etika. Setiap bidang ilmu ini kemudian berkembang
dan memspesialisasi seperti fisika berkembang menjadi biologi, biologi
berkembang menjadi anatomi, kedokteran pun terspesialisasi menjadi beberapa
bagian. Perkembangan ini dapat diibaratkan sebuah pohon dengan cabang dan
ranting yang semakin lama semakin rindang.5
Dalam perkembangan selanjutnya filsafat tidak hanya sebagai induk dan
sumber ilmu, tetapi sudah mengalami mengalami spesialisasi ilmu dan ilmu itu
sendiri. Disisi lain perkembangan ilmu yang sangat cepat tidak membuat ilmu itu
semakin jauh dari induknya, tetapi juga mendorong lahirnya arogansi dan
kompartementaliasi yang tidak sehat antara satu bidang ilmu dengan bidang ilmu
lainnya. Tugas filsafat adalah menyatukan visi keilmuan itu sendiri agar tidak

4
Zulhairani, “Filsafat Pendidikan Islam”, dalam Nihaya dan Abdullah. Filsafat Umum dari Yunani
Kuno Sampai Neo-Modern (Makassar : Alauddin Press, 2011), h. 6
5
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 2-3
4

terjadi ketimpangan antar berbagai tujuan dan kepentingan. Dalam konteks inilah
kemudian ilmu sebagai kajian filsafat sangat relevan untuk dikaji dan didalami.
Oleh karena itu, dalam tulisan ini sangat penting untuk membahas secara
mendalam tentang bagaimana definisi filsafat secara etimologi, terminologi dan
menurut para ahli sehingga kajian dari filsafat ilmu dapat menambah pengetahuan
yang lebih luas.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang
dapat diuraikan yaitu:
1. Bagaimanakah definisi filsafat secara etimologi?
2. Bagaimanakah definisi filsafat secara terminologi?
3. Bagaimanakah definisi filsafat ilmu dari menurut para ahli?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi filsafat ilmu secara etimologi.
2. Untuk mengetahui definisi filsafat ilmu secara terminologi.
3. Untuk mengetahui definisi filsafat ilmu dari menurut para ahli.
5

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Filsafat Ilmu secara Etimologi


1. Pengertian Filsafat secara Etimologi
Filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu philosophia. Kata dasarnya
adalah philein/philia dan Sophia. Philein atau philia artinya cinta atau
mencintai, sedangkan Sophia artinya kearifan.6 Sedangkan dalam bahasa
inggris filsafat yaitu Phylosophy. Orang-orang filsafat disebut filosof yang
dalam bahasa Arab disebut Failasuf. Jadi, secara etimologi, filsafat berarti
cinta kebijaksanaan atau kebenaran (love of wisdom).
Definisi filsafat ini pertama kali diperkenalkan sekaligus dipergunakan
oleh tokoh filosof yaitu Phytagoras (572-497 SM), kemudian membagi kedua
kata tersebut menjadi dua yaitu “Philos” (cinta) dan “Sophie” (pengetahuan)
tentang kebenaran. Sophia mengandung arti yang lebih luas daripada
kebijaksanaan yaitu kerajinan, kebenaran pertama, pengetahuan yang luas,
kebajikan intelektual, pertimbangan yang sehat dan kecerdikan dalam
memutuskan hal-hal praktis. Kemudian Phytagoras membagi tiga tipe
manusia yaitu manusia yang mencintai kesenangan, manusia yang mencintai
kegiatan, dan manusia yang mencintai kebijaksanaan. Menurut pandangannya
tujuan dari kebijaksanaan menyangkut pada kemajuan menuju keselamatan
dalam hal keagamaan.
Istilah filsafat juga diperkenalkan di negara Arab dengan makna hikmat.
Kata hikmat sering digunakan oleh para pemikir Arab yang merupakan
persamaan kata dari filsafat itu sendiri. Dalam sejarah pemikiran islam, istilah
filsafat yang memiliki artian hikmat ini berasal dari bahasa Arab yaitu “Al-
hikmat”.
Dalam Al-Quran dan budaya Arab istilah “hikmat” yang berarti arif atau
bijak. Filsafat itu sendiri bukan hikmat, melainkan cinta yang sangat

6
The Liang Gie, “Suatu Konsepsi Ke Arah Penerbitan Bidah Filsafat”, dalam Asmoro Achmadi,
Filsafat Umum, (Jakarta : Rajawali Pers, 2014), h. 5
6

mendalam terhadap hikmat. Dengan pengertian tersebut, maka yang


dinamakan filsuf adalah orang yang mencintai dan mencari hikmat dan
berusaha mendapatkannya. Hikmat mengandung kematangan pandangan dan
pikiran yang jauh, pemahaman dan pengamatan yang tidak dapat dicapai oleh
pengetahuan saja, dengan hikmat filsuf akan mengetahui pelaksanaan
pengetahuan dan dapat melaksanakannya.
Menurut Harun Nasution bahwa bangsa Arab terlebih dahulu datang ke
Indonesia sekaligus mempengaruhi bahasa Indonesia daripada bangsa Inggris.
Oleh karena itu ia konsisten menggunakan kata falsafat, seperti falsafat
agama dan falsafat mistisme dalam islam.7
2. Pengetian Ilmu secara Etimologi
Kata “Ilmu” berasal dari bahasa Arab yaitu ‘Alima, Ya’lamu, Ilman yang
berarti mengerti dan mehami benar-benar sedangkan dalam bahasa Inggris
disebut scince yang berarti pengetahuan. Sience itu sendiri berasal dari bahasa
yunani yaitu “s cio”, “scire” yang artinya pengetahuan. Pengetahuan adalah
aktivitas sistematis yang membangun dan mengatur pengetahuan dalam
bentuk penjelasan dan prediksi tentang alam semesta.8
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, ilmu memiliki pengertian yaitu
suatu pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem
menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerapkan
gejala-gejala tertentu dibidang pengetahuan.9
Ilmu adalah aktivitas intelektual yang sistematis untuk menyelidiki,
menemukan dan meningkatkan pemahaman secara rasional dan empiris dari
berbagai segi kenyataan tentang alam semesta. Segi-segi ini dibatasi agar
memperoleh rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian
dengan membatasi lingkup pandangannya.10 Dalam mempelajari filsafat ilmu
maka kita akan memahami sekaligus menyadari bahwa pada dasarnya ilmu

7
Kamaruddin Mustamin, Pengantar Filsafat Ilmu: dari Sejarah Ke Epesemologi (Makassar:
Alauddin Pers, 2014), h. 20
8
Soejono, “Filsafat Ilmu Pengetahuan”, dalam siti makhmudah, Hakikat Ilmu Pengetahuan dalam
Perspektif Modern dan Islam, (Jurnal Volume 4, Nomor 2, Januari 2018), h. 203-204
9
KBBI.kemdikbud.go.id/entri/nul
10
B. Arief Sidharta, Apakah Filsafat dan Filsafat Ilmu itu (Bandung: Pustaka Sutra, 2008), h. 7
7

itu tidak tetap (statis) namun bersifat dinamis dengan berbagai perubahan dan
perkembangan akal dan budi. Sesuatu yang dianggap sebagai ilmu yang
dianutnya pada masa tertentu tidak berlaku lagi atau akan ditinggalkan karna
tidak sesuai dengan perubahan zaman karena dari masa ke masa pembuktian
dan lahirlah pengetahuan baru yang sesuai dengan zamannya.
Dari uraian diatas maka akan memperoleh suatu gambaran bahwa filsafat
ilmu merupakan bagian dari filsafat pengetahuan secara umum, ini
dikarenakan ilmu itu sendiri merupakan suatu bentuk pengetahuan dengan
karakteristik khusus yaitu diperlukannya pembatasan yang dapat
menggambarkan dan memberi makna khusus dalam mempelajari objek-objek
yang ada terkait dengan filsafat ilmu.
Adanya ilmu dapat membekali manusia akan kebijaksanaan yang
didalamnya terdapat nilai-nilai kehidupan yang sangat diperlukan oleh umat
manusia. Hanya ilmu filsafat yang dapat diharapkan mampu memberi
manusia suatu integrasi dalam mampu mendekatkan manusia pada nilai-nilai
pada kehidupan, untuk mengetahui mana yang pantas kita tolak dan mana
yang pantas kita terima.

B. Definisi Filsafat Ilmu secara Terminologi


1. Pengertian Filsafat secara Terminologi
Secara terminologi filsafat dapat diartikan sebagai usaha maksimal
manusia dalam hal mencari kejelasan dan kecermatan secara gigih yang
dilakukan secara terus menerus sampai kepada akarnya (radiks).11
Filsafat merupakan satu analisa secara berhati-hati terhadap penalaran-
penalaran mengenai suatu masalah, dan penyusunan secara sengaja terhadap
sesuatu secara sistematis, suatu sudut pandang yang menjadi dasar atas suatu
tindakan. Filsafat dapat diartikan sebagai ilmu yang menyelidiki fakta-fakta,
prinsip-prinsip dari realitas (kenyataan), juga tabiat serta tingkah laku
manusia.

11
Nihaya dan Abdullah, Filsafat Umum dari Yunani kuno sampai Neo-Moderen (Makassar:
Alauddin Pers, 2011), h. 10
8

Fuad Hasan, menyimpulkan bahwa “Filsafat adalah suatu ikhtisar untuk


berfikir radikal, dalam arti mulai dari radiks atau akar-akarnya suatu
fenomena atau gejala, dari akar-akarnya suatu hal yang dimasalahkan dan
dengan jalan penjajakan yang radikal itu filsafat berusaha untuk sampai
kepada kesimpulan-kesimpulan yang universal”.12
Harold H. Titus mengemukakan empat pengertian praktis filsafat yaitu:
a) Philoshophy is an atude life and universe (filsafat adalah suatu sikap
tentang hidup dan tentang alam semesta)
b) Philoshopy is an method of reflection thinking and resoned unquiry
(filsafat adalah metode pemikiran reklektif dan penyelidikan akhliah)
c) Philoshopy is a group of problem (filsafat adalah suatu perangkap
masalah)
Beberapa uraian tentang definisi filsafat menurut Nihaya dan Abdullah
sebagai berikut:
a) Filsafat adalah “Ilmu Istimewa” yang mencoba menjawab masalah-
masalah yang tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa, karena
masalah-masalah tersebut berada pada atau diluar jangkauan ilmu
pengetahuan biasa.
b) Filsafat adalah hasil daya upaya manusia dengan akal budinya untuk
memahami secara mendalam dan menyelami secara radikal dan integral
secara sistematika hakikat sarwa yang ada: hakikat Tuhan-alam, semesta-
manusia, sikap manusia sebagai konsekuensi daripada pemahamannya.
2. Pengertian Ilmu secara Terminologi
Adapun beberapa definisi ilmu menurut terminologi, antara lain sebagai
berikut:
a) Ilmu adalah sebagian pengetahuan bersifat koheran, empiris, sistematis,
dapat diukur, dan dibuktikan. Berbeda dengan iman, yaitu pengetahuan
didasarkan atas keyakinan kepada yang gaib dan penghayatan serta
mengalaman pribadi.

12
Endang saifuddin, op.cit dalam Nihaya dan Abdullah, Filsafat Umum dari Yunani kuno sampai
Neo-Moderen (Makassar: Alauddin Pers, 2011), h. 12
9

b) Berbeda dengan pengetahuan, ilmu tidak pernah mengartikan kepingan


pengetahuan satu putusan tersendiri, sebaliknya ilmu menandakan seluruh
kesatuan ide yang mengacu ke objek (alam objek) yang sama dan saling
berkaitan secara logis. Karena itu, koherensi sistematik adalah hakikat
ilmu. Prinsip-prinsip objek dan hubungan-hubungannya yang tercermin
dalam kaitan-kaitan logis yang dapat dilihat dengan jelas. Bahwa prinsip-
prinsip metafisis objek menyingkapkan dirinya sendiri kepada kita dalam
prosedur ilmu secara lamban, didasarkan pada sifat khusus intelek kita
yang tidak dapat dicirikan oleh visi ruhani terhadap realitas tetapi oleh
berfikir.
c) Ilmu tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan masing-
masing penalaran perorangan, sebab ilmu dapat memuat di dalamnya
dirinya sendiri hipotensi-hipotensi dan teori-teori yang belum sepenuhnya
dimantapkan.
d) Dipihak lain, yang seringkali berkaitan dengan konsep ilmu (pengetahuan
ilmiah) adalah ide bahwa metode-metode yang berhasil dan hasil-hasil
yang terbukti pada dasarnya harus terbuka kepada semua pencari ilmu.
Kendati demikian, rupanya baik untuk tidak memasukkan persyaratan ini
dalam definisi ilmu, karena objektivitas ilmu dan kesamaan hakiki daya
persyaratan ini pada umumnya terjamin.
e) Ciri hakiki lainnya dari ilmu ialah metodologi,sebab kaitan logis yang
dicari ilmu tidak dicapai dengan penggabungan tidak teratur dan tidak
terarah dari banyak pengamatan-pengamatan dan berfikir metodis, tertata
rapi. Alat bantu metodologis yang penting adalah terminologi ilmiah, yang
disebut belakangan ini mencoba konsep-konsep ilmu.
f) Kesatuan setiap ilmu bersumber didalam kesatuan objeknya. Teori
skolastik mengenai ilmu membuat pembedaan antara objek material dan
objek formal, dimana dahulu objek konkret yang disimak ilmu sedangkan
kemudian adalah aspek khusus atau sudut pandang terhadap objek
material. Ciri khas setiap ilmu adalah objek formalnya., sementara objek
material yang sama dapat dikaji oleh banyak ilmu lain. Pembagian objek
10

studi mengantar ke spesialisasi ilmu yang terus bertambah. Gerakan ini


diiringi bahaya pandangan sempit atas bidang penelitian yang terbatas.
Sementara penangkapan yang luas terhadap saling keterkaitan seluruh
realitas lenyap dari pandangan.
Menurut Mohammad Hatta, mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan
yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan
masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut bangunannya dari dalam.13
Ilmu merupakan sebagian pengetahuan yang mempunyai ciri, tanda, syarat
tertentu yaitu sistematika, rasional, empiris, universal, objektif, dapat
diukur, terbuka dan kumulatif.

C. Definisi Filsafat Ilmu menurut Para Ahli


Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat pengetahuan yang secara
spesifik mengkaji hakikat ilmu atau pengetahuan ilmiah. Ilmu merupakan
cabang dari pengetahuan. Menurut Yuyun S. Sumantri menguraikan bahwa
filsafat ilmu merupakan kajian secara filsafat yang bertujuan untuk menjawab
berbagai pertanyaan mengenai hakikat ilmu.14
Berikut ini adalah definisi filsafat ilmu meurut para ahli:
1. Robert Ackerman mengatakan bahwa filsafat ilmu dalam suatu segi adalah
sebuah tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan
perbandingan terhadap pendapat-pendapat lampau yang telah dibuktikan
atau dalam kerangka ukuran-ukuran yang dikembangkan dari pendapat-
pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu demikan bukan suatu cabang
yang bebas dari praktek ilmiah senyatanya.
2. Peter Caws mengatakan bahwa filsafat ilmu merupakan suatu bagian
filsafat yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat seumumnya
melakukan pada seluruh pengalaman manusia.

13
Muntasyir dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu (Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2010), h. 25
14
Sabarti Akhadiah dan Winda, Filsafat Ilmu Lanjutan (Cet. II; Jakarta: kencana, 2013), h. 104
11

3. Lewis White Beck mengatakan bahwa filsafat ilmu mempertanyan dan


menilai metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menetapkan nilai
pentingnya usaha ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
4. John Macmurray mengatakan bahwa filsafat ilmu terutama bersangkutan
dengan pemeriksaan kritis terhadap pandangan-pandangan umum,
prasangka-prasangka alamiah yang terkandung dalam asumsi-asumsi ilmu
atau yang berasal dari keasyikan dengan ilmu.
5. Stephen R. Toulmin mengatakan bahwa filsafat ilmu pertama-tama
mencoba menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses penyelidikan
ilmiah prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola perbincangan, metode-
metode pergantian dan perhitungan, anggapan-anggapan metafisis dan
selanjutnya menilai landasan-landasan dan tinjauan logika formal,
metodologis, praktis dan metafisika.
12

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa berfilsafat merupakan
kegiatan berpikir yang khas, yaitu radikal, sistematis dan universal untuk
mencari kearifan, kebenaran yang sesungguhnya dari segala sesuatu.
Berfilsafat berarti berpikir merangkum (sinopsis) tentang pokok-pokok
atau dasar-dasar dari hal yang ditelaahnya.
2. Berfilsafat merupakan salah satu kegiatan manusia yang memiliki peran
penting dalam menentukan dan menemukan eksistensinya. Kearifan
merupakan hasil dari filsafat dari usaha mencapai hubungan-hubungan
antara berbagai pengetahuan dan menentukan implikasinya
3. Filsafat ilmu juga bermakna segenap pemikiran reflektif terhadap
persoalan persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu
maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan umat manusia.
4. Filsafat ilmu merupakan satu bidang pengetahuan campuran yang
eksistensi dan pemekarannya bergantung pada hubungan timbal-balik dan
saling-pengaruh antara filsafat dan ilmu.
B. Saran-saran
Adapu hal-hal yang dapat disarankan yaitu:
1. Sebagai umat manusia hendaknya kita selalu berpikir dan menanamkan
pemahaman yang relialistis terhadap aliran-aliran yang ada dalam filsafat
sebagai wahana pengetahuan tentang filsafat ilmu.
2. Adanya kekurangan dari penyusunan makalah ini hendaknya menjadi
motivasi bagi teman-teman untuk lebih memperluas ide, wawasan serta
menggali lebih dalam tentang makna filsafat ini yang sesungguhnya.
13

Daftar Pustaka

Achmadi, Asmoro. Filsafat Umum. Jakarta : Rajawali Pers, 2014.

Bakhtiar, Amsal Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali Pers, 2012.

KBBI.kemdikbud.go.id/entri/nul

Kirom, Syahrul. Filsafat Ilmu dan Arah Pengembangan Pancasila: Relevansinya


dalam Mengatasi Persoalan Kebangsaan . Jurnal Filsafat Vol.21, Nomor 2,
Agustus 2011.

Makhmudah, Siti. Hakikat Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Modern dan


Islam. Jurnal Volume 4, Nomor 2, Januari 2018.

Muntasyir dan Misnal Munir. Filsafat Ilmu. Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2010.

Mustafa, mustari. Filsafat introduksi kritis. Cet. I; Makassar: Alauddin Pers, 2011.

Mustamin, Kamaruddin. Pengantar Filsafat Ilmu: dari Sejarah Ke Epesemologi.


Makassar: Alauddin Pers, 2014.

Nihaya dan Abdullah. Filsafat Umum dari Yunani kuno sampai Neo-Moderen.
Makassar: Alauddin Pers, 2011.

Sabarti Akhadiah dan Winda. Filsafat Ilmu Lanjutan. Cet. II; Jakarta: Kencana
Pranada Media Group, 2013.

Sidharta, Arief. Apakah Filsafat dan Filsafat Ilmu itu. Bandung: Pustaka Sutra,
2008.

Situmorang, Syafrizal Helmi. Filsafat Ilmu dan Metode Riset. Medan: USU Press,
2008.

Tajuddin, Muhammad Saleh. Filsafat Ilmu . Makassar: Alauddin Press, 2019.

Anda mungkin juga menyukai