BID’AH
Disusun oleh :
2012
1|Page
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya dan tidak lupa pula shalawat serta salam kami panjatkan kepada Nabi Besar kita
Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman kegelapan menuju zaman yang
terang benderang seperti saat ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Studi Islam 1
serta teman-teman yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ BID’AH ”. Kami menyadari bahwa masih
terdapat kekurangan dalam makalah ini, sehingga kami senantiasa terbuka untuk menerima saran
dan kritikan pembaca demi penyempurnaan makalah berikutnya. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Penyusun
2|Page
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ……………………………………………………… 23
B. Saran ……………………………………………………… 23
3|Page
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam yang diturunkan Allah SWT sejak manusia pertama, dalam arti manusia yang
berakal dan berbudaya, dan mencapai kesempurnaan sebagai ajaran-Nya pada era Nabi Besar
Muhammad SAW, merupakan suatu pandangan hidup (way of life). Suatu doktrin ideologi
yang dengan sendirinya tentu tidak bisa mendakomodasi pandangan hidup lainnya. Namun,
pada umumnya manusia lupa atau mengingkari asal kejadiannya sebagai hamba Allah dan
khalifah-Nya. Mereka menerima ajaran tersebut dalam berbagai tingkat kemampuan,
persepsi, dan interpretasi masing-masing sehingga timbul berbagai aliran dan pandangan,
bahkan pertentangan yang bermuara pada pembentukan golongan-golongan. Padahal, selama
ini manusia telah menerima dan mendapat petunjuk serta bimbingan yang mengantarkannya
pada kebenaran. Mereka akhirnya mengolah petunjuk dan bimbingan itu bukan dengan
mempergunakan petunjuk pelaksanaan yang telah disediakan Allah dan ditegas-jelaskan
rasul Allah. Mereka mengolahnya semata-mata berdasarkan rasio dan dengan
memperturutkan hawa nafsunya. Padahal, rasio itu jangkauannya terbatas, sedangkan hawa
napsu tidak akan membawa manusia, kecuali kepada kejahatan dan ketidakbaikkan.
Tak dapat disangkal lagi bila fenomena yang ada menunjukkan tak sedikit dari kaum
muslimin yang begitu hobi melakukan praktek bid’ah dan khurafat, yang lebih mengenaskan
bid’ah dan khurafat itu dikemas sedemikian rupa agar tampak seolah-olah suatu ibadah yang
disyariatkan, lebih tampil menarik dan mampu memikat perhatian banyak orang.
Allah juga berfirman (yang artinya), “Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah
jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang
lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu
diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.” (QS Al An’am: 153).
4|Page
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu bid’ah?
2. Apa penyebab-penyebab timbulnya bid’ah?
3. Sebutkan macam-macam bid’ah?
4. Mengapa bid’ah dikatakan sesat?
5. Sebutkan contoh-contoh bid’ah dalam kehidupan sehari-hari?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang bid’ah
2. Untuk mengetahui macam-macam bid’ah
3. Untuh mengetahui hukum-hukum bid’ah
4. Untuk mengetahui penyebab-penyebab munculnya bid’ah
5. Untuk mengetahui contoh-contoh bid’ah dalan kehidupan sehari-hari
5|Page
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bid’ah
Bid’ah dalam bahasa: diambil dari kata al bid’ah yang artinya membuat sesuatu yang baru
tanpa ada contoh sebelumnya, misalnya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
Maksudnya: Bukanlah aku yang pertama kali membawa risalah dari Allah SWT kepada
para hamba-Nya, akan tetapi sudah banyak rasul-rasul yang mendahuluiku.
Dari penjelasan diatas, kita mengetahui bahwa yang disebut bid’ah adalah sesuatu hal
yang tidak terdapat pada konteks ajaran islam yang dibawa oleh Rasullulah SAW, baik dalam
masalah aqidah maupun syariah yang aturan-aturannya sudah dijelaskan dalam Al Qur’an
dan As Sunnah secara rinci. Adapun masalah-masalah yang bersangkutan dengan hubungan
social seperti urusan mengatur Negara, pertanian, agama, kedokteran, strategi perang, dan
lain-lain semua itu tidak bisa dikategorikan bid’ah.
6|Page
B. Macam-macam Bid’ah
Bid’ah dalam agama ada dua macam :
1. Bid’ah Qauliyah I’tiqadiyah (bid’ah pendangan dalam keyakinan ), seperti; perkataan
kelompok jahmiyah, Mu’taziah serta seluruh kelompok sesat lainnya dan keyakinan-
keyakinan mereka.
2. Bid’ah dalam agama, seperti: beribadah kepada Allah SWT dengan bentuk ibadah kepada
Allah SWT dengan bentuk ibadah yang tidak diajarkan. Bid’ah ini banyak bagian-
bagiannya :
Bagian pertama, bid’ah yang terjadi pada asal usul ibadah. Misalnya dengan membuat
ibadah yang tidak ada dasarnya dalam syariat, membuat ibadah yang tidak ada dasarnya
dalam syariat, membuat ibadah yang tidak ada ajaran syariatnya atau puasa yang tidak
ada ajaran syariatnya atau perayaan-perayaan yang tidak ada syariatnya seperti perayaan
Maulid Nabi Muhammad SAW dan lain macamnya.
Bagian kedua, bid’ah berupa penambahan terhadap ibadah yang memang disyariatkan.
Misalnya menambah rakaat kelima pada shalat Dhuhur atau Shalat Ashar.
Bagian ketiga, bid’ah yang terjadi pada cara pelaksanaan ibadah yang disyariatkan,
misalnya melaksanakan ibadah tersebut dengan cara yang tidak sesuai dengan yang
diajarkan. Seperti: membaca dzikir dengan cara koor ( bersama-sama ) dan berlagu, juga
seperti; memperketat diri melaksanakan ibadah sampai batas keluar dari yang
dicontohkan Rasullulah SAW.
Bagian keempat, bid’ah berupa pengkhususan waktu tertentu untuk melaksanakan
ibadah yang disyariatkan, sementara syariat Islam tidak mengkhususkan waktu tersebut.
Seperti mengkhususkan hari Nisfu Sya’ban ( pertengahan Bulan Sya’ban ) untuk
berpuasa dan shalat malam. Ibadah puasa dan shalat malam itu, memang disyariatkan
akan tetapi pengkhususan waktu tertentu membutuhkan dalil lagi.
C. Hukum Bid’ah Dalam Agama
Ibnu abdus Salam membagi hukum bid’ah itu kedalam lima bagian :
1. Bid’ah wajibah, yakni bid’ah yang diwajibkan. Contohnya belajar ilmu nahwu,
memperindah cetakan Al qur’an dan hadist, belajar ilmu kedokteran, biologi, strategi
perang, kepemimpinan, dan ilmu-ilmu serta sarana prasarana yang sifatnya mendukung
pada perkembangan dan kejayaan Islam.
7|Page
2. Bid’ah muharramah, yakni bid’ah yang diharamkan. Contohnya: mengikuti faham-faham
sesat seperti qadariah, jabariah, atau mujasimah, serta berbuat syirik kepada Allah.
Bid’ah ini disebut pula bid’ah dhalalah ( sesat ).
3. Bid’ah mandhubah, yakni bid’ah yang diperbolehkan jika dipandang baik untuk
kemaslahatan umat meskti tidak terdapat pada masa Rasullulah saw. Contohnya:
membangun pesantren, sekolah, rumah sakit, atau penelitian-penelitian ilmiah,
penemuan-penemuan modern yang sifatnya memperjelas kebenaran isi ayat Al qur’an.
4. Bid’ah makruhah, yakni bid’ah yang dimakruhkan. Contohnya memperindah dan
menghiasi masjid, tempat ibadah, mushhaf yang berlebihan.
5. Bid’ah mubahah, yakni bid’ah yang di mubahkan. Contohnya: berjabatan tangan setelah
shalat subuh dan isya, membuat hidangan ( makanan dan minuman )serta bersolek untuk
ibadah.
D. PENYEBAB-PENYEBAB BID’AH
Syaikh Al Buraikaan dalam Kitabnya yang berjudul Ta’rifal Khalaf telah mengemukakan
dan menyimpulkan dari apa yang ditulis oleh Al Imaam Al Barbahaar هdalam Kitabnya
tersebut diatas, bahwa Bid’ah itu muncul dengan banyak sebab. Diantaranya adalah:
2. Bid’ah muncul dari Kalimat Jidaal, debat, permusuhan dalam urusan dien.
Imaam Al Barbahaary berkata: “Bagaimana seseorang itu akan berani melakukan jiddal,
debat dan melakukan penentangan dalam urusan dien, sedangkan Rasululloh SAW
bersabda:
“Tidak ada yang melakukan jiddal (debat) terhadap ayat-ayat Allooh, kecuali orang-
orang kaafir.” (Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud no: 4605 dan Imaam Ibnu Hibban
8|Page
no: 1464, dari Shohabat Abu Hurairoh menurut Syaikh Syuaib Al Arnaa’uth Sanadnya
adalah Hasan).
Jadi kalau ada orang yang mempertentangkan, memperdebatkan Al Qur’an dstnya, maka
menurut Allah SWT mereka itu meniru budaya orang kaafir. Alloh SWT berfirman
dalam QS. An Nisaa’ (4) ayat 65:
Artinya:
“Maka demi Robb-mu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu (Muhammad) hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan,
kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan
yang kamu (Muhammad) berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.”
Jadi hendaknya kaum muslimin itu berserah diri, pasrah, ridho dengan peninggalan
Rosululloh SAW dan diam (menghentikan diri) dan tidak boleh melanggar batasan yang
bukan merupakan kewenangannya. Kalau didalam dirinya masih ada rasa keberatan,
maka ia terancam menjadi orang yang dinyatakan “Tidak beriman” sebagaimana firman
Allooh SWT diatas.
Imaam Al Barbahaary berkata: “Ketika Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah tersembunyi, tidak
menampakkan Sunnahnya, maka akan muncul kebid’ahan dan menyebar dimana-mana.”
Maka kalau kita ingin mengerem Bid’ah, kita harus sepakat untuk beramal dengan
Sunnah Rosululloh SAW.
9|Page
4. Berhukum dengan Qiyas dan Analogi Akal.
Imaam Al Barbahaary berkata: “Mereka meletakkan Qiyas (– padahal Qiyas tidak boleh
dipakai dalam perkara Aqidah –), lalu mereka membawa kepastian, kemampuan,
kekuasaan Alloh SWT dan ayat-ayat serta hukum Alloh SWT, perintah dan larangan-Nya
kedalam akal dan pendapat mereka. Apa yang cocok dengan akal mereka maka mereka
terima dan apa yang menyelisihi akal mereka maka mereka pun menolaknya. Ketika akal
menjadi penentu terhadap hukum, maka itu akan menjadi dasar munculnya Bid’ah.”
Paham-paham yang sesat seperti paham Qodariyah, Mu’tazilah, dll; semuanya itu
merupakan Bid’ah karena mereka menggunakan akal mereka sebagai dasar. Tersesatnya
mereka itu karena mendewakan akal manusia yang sebenarnya adalah terbatas. Berbeda
dengan Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah, maka Ahlus Sunnah meletakkan segala perkara
pada tuntunan Wahyu yang berasal dari Alloh SWT (Al Qur’an) dan Rosuululloh SAW
(As Sunnah).
Imaam Al Barbahaary berkata, “Jika engkau lihat seseorang duduk bersama Ahlul
Bid’ah, maka hindarilah orang tersebut. Ketahuilah bahwa duduk bersama Ahlul Bid’ah
adalah tidak benar, karena mereka adalah pengikut hawa nafsu.”
7. Menentang apa yang dibawakan oleh Rosuululloh SAW baik berupa Al Qur’an maupun
Sunnah Rosuululloh SAW.
10 | P a g e
Imaam Al Barbarhaary ه هللاKK رحمberkata, “Ketahuilah, bila manusia itu berdiri diatas
sesuatu yang baru, tidak melewati batasan darinya sedikitpun, atau tidak melahirkan
suatu perkataan, dan tidak mendapatkan sesuatu yang bersumber dari Rosuululloh SAW
dan para Shohabatnya; maka sesungguhnya tidak akan terjadi Bid’ah.”
Maksudnya, jika seseorang ketika melihat sesuatu amalan, lalu ia senantiasa menimbang-
nimbang amalan tersebut dengan ayat-ayat Al Qur’an maupun Hadits-Hadits Shohiih dari
Rosuulullooh SAW, maka tidak akan terjadi Bid’ah
Imaam Al Barbahaary berkata, “Hendaknya engkau hindari Kultus dalam urusan Dien.
Karena yang demikian itu bukanlah jalan menuju kebenaran.”
Bila ada orang yang mengatakan sesuatu tetapi tanpa landasan ‘Ilmu Dien yang jelas,
maka itu adalah berpeluang untuk memunculkan suatu Bid’ah.
Imaam Al Barbahaary berkata, “Barangsiapa yang mengatakan tentang urusan Dien
dengan pendapatnya, Qiyasnya, ta’wiilnya, tanpa membawa Hujjah dari Sunnah dan Al
Jamaa’ah, maka sesungguhnya ia mengatakan sesuatu yang ia tidak ketahui. Siapa yang
mengatakan sesuatu yang tidak diketahui, maka ia adalah orang yang mengada-ada.
Sesungguhnya kebenaran hanyalah berdasarkan pada apa-apa yang dibawa oleh
Rosuulullooh SAW.
10. Berbicara tentang Allah SWT tetapi tidak berdasarkan pada Al Qur’an dan Sunnah
Rosuululloh SAW.
11 | P a g e
bila dikembalikan pada jabaran-jabaran diatas adalah kembali pada apa yang diisyaratkan
oleh Rosulloh SAW seperti disebutkan diatas, yaitu bermuara pada:
Tahriif Al Ghoolin
Intihaal Al Mubthiliin
Ta’wiil Al Jaahiliin
Sedangkan di antara penyebab yang mendorong munculnya bid’ah adalah sebagai berikut:
Setiap kali bertambah panjang perjalanan masa dan bertambah jauh manusia dari ajaran-
ajaran Islam maka akan bertambah sedikitlah ilmu dan semakin meluas kebodohan.Hal
ini seperti yang dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam
sabdanya,
“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu itu dengan cara mencabutnya sekaligus dari
hamba-hamba-Nya, akan tetapi Dia mencabut ilmu dengan mewafatkan ulama. Sehingga
bila tidak tersisa seorang alim pun maka manusia akan mengangkat pemimpin-pemimpin
yang bodoh, lalu para pemimpin bodoh itu ditanya, kemudian mereka menjawab
(berfatwa) dengan tanpa didasari ilmu pengetahuan, akhirnya mereka sesat dan
menyesatkan.”
Maka tidak ada yang dapat memberantas kebid’ahan selain ilmu dan para ulama.Bila
ilmu dan ulama tidak ada, maka akan timbul dan merebaklah berbagai macam bid’ah dan
semakin bertambah giat pula para pelakunya (karena mereka menyangka kebid’ahan itu
bagian dari agama, red)
Barang siapa yang berpaling dari al-Qur’an dan as-Sunnah maka berarti dia telah
mengikuti hawa nafsu. Allah subhanahu wata’ala berfirman,artinya,
12 | P a g e
“Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu, ketahuilah bahwa sesungguhnya
mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat
dari pada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari
Allah sedikit pun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
zalim.” (QS. 28:50)
artinya,
“Maka pernah kah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai ilahnya
dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati
pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya. Maka siapakah
yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah(membiarkannya sesat. Maka mengapa
kamu tidak mengambil pelajaran.” (QS. 45:23)
Dan berbagai bentuk perbuatan bid’ah itu tidak lain adalah merupakan hasil dari hawa
nafsu yang diikuti.
3. Fanatisme
Yaitu sikap fanatik dan melampaui batas terhadap pendapat atau tokoh tertentu.
Fanatisme ini dapat menghalangi seseorang dari mengikuti dalil dan mengetahui
kebenaran. Allah subhanahu wata’ala berfirman,
artinya,
“Dan apabila dikatakan kepada mereka:”Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah”.
Mereka menjawab, “(Tidak) tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari
(perbuatan) nenek moyang kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun
nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apa pun, dan tidak mendapat
petunjuk”.(QS.2:170)
13 | P a g e
Begitulah sikap orang-orang yang fanatik terhadap pendapat atau orang tertentu baik di
masa lalu maupun sekarang ini, dari sebagian pengikut aliran-aliran sufi dan orang orang
quburiyyin (orang yang meminta atau bertawassul kepada kubur). Apabila mereka diajak
untuk mengikuti al-Qur’an dan as-Sunnah dan meninggal kan apa yang mereka kerjakan
yang bertentangan dengan keduanya mereka mengeluarkan hujjah dengan pendapat
(madzhab) mereka dan dengan pendapat guru-guru, orang tua dan nenek moyang mereka,
walaupun bertentangan dengan al-Qur’an dan as-Sunnah.
Sikap meniru-niru orang kafir termasuk hal yang paling banyak menjerumuskan
seseorang ke dalam perbuatan bid’ah, sebagimana disinyalir di dalam sebuah hadits Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam dari Abu Waqid al Laitsi radhiyallahu ‘anhu, dia
berkata,“Kami pernah keluar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ke perang
Hunain, saat itu kami baru saja lepas dari kekafiran (baru masuk Islam). Orang-orang
musyrik kala itu mempunyai pohon bidara yang mereka sering menetap berdiam di sisi
pohon itu serta menggantungkan senjata-senjata mereka pada pohon itu. Pohon tersebut
dikenal dengan nama “dzatul anwath” (tempat menggantungkan). Maka tatkala kami
melewati sebuah pohon bidara, kami berkata, “Wahai Rasulullah jadikanlah buat kami
pohon ini sebagai dzatul anwath sebagaimana mereka (orang-orang musyrik) juga
mempunyai dzatul anwath. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Allahu
Akbar, demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh kalian telah mengatakan
seperti yang telah dikatakan Bani Israil kepada Musa, “Hai Musa, buatlah untuk kami
sebuah ilah (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa ilah (berhala)”. Musa
menjawab, “Sesungguh nya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat
Ilah)”. (QS. 7:138),
“Sungguh kalian akan meniru cara-cara kaum sebelum kalian.” (HR at-Tirmidzi)
Di dalam hadits ini dijelaskan bahwa meniru-niru orang kafir adalah merupakan salah
satu hal yang mendorong kaum bani Israil untuk meminta permintaan yang jelek, yaitu
menuntut Nabi Musa agar membuatkan bagi mereka tuhan-tuhan berhala yang dapat
14 | P a g e
merekasembah.
Dan sikap meniru ini pulalah yang telah mendorong para shahabat meminta kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menjadikan bagi mereka sebuah pohon
yang dapat diminta berkahnya dari selain Allah subhanahu wata’ala. Dan itu pulalah yang
terjadi sekarang ini, dimana sebagian kaum muslimin senang meniru-niru kaum kufar
dalam praktek-praktek bid’ah dan kesyirikan.
15 | P a g e
karena aku menunggu pendapatmu atau menunggu perintahmu!” Abdulah bin ms’ud
menjawab:” Tidakkah kau pertintahkan mereka untuk menghitung kesalahan-kesalahan
mereka, dan kau berikan jaminann kepada mereka bahwa tidak ada sedikitpun kebaikan
dari mereka yang akan hilang begitu saja?” kemudian ia pergi dan kamipun ikut
bersamanya, hingga tiba disalah satu kelompok dari kelompok yang ada dimasjid dan
berdiri dihadapan mereka, lalu berkata ;”apa yang kalian sedang kerjakan?” Mereka
mennjawab:”ya Abu Abdir Rahman, ini adalah batu-batu kecil yang kami pergunakan
untuk menghitung takbid, tahlil, tasbih dan tahmid.” Abdulah Bin mas’ud berkata :”
hitunglah kesalahan-kesalahan kalian. Aku akan menjamin bahwa tidak ada sedikit pun
dari kebikan-kebaikan kalian yang akan hilang begitu saja. Celaka kalian wahai umat
Muhammad, alangkah cepatnya kebinasaan kalian, lihatlah sahabat-sahabat nabi saw ,
masih banyak, baju-baju beliau belum rusak dan bejana-bejana beliau belum percah.
Demi Allah yang jiwaku berada ditangan Nya, sungguh apakah kalian ini berada pada
ajaran yang lebih bak dari ajaran Muhammad ataukah kalian sedang membuka pintu
kesesatan’. Mereka menjawab:”Demi Allah, Abu Abdir Rahman kami tidak
menginginkan kecualli kebaikan’. Abdulah bin Mas’ud berkata: betapa banyak orang
yang menginginkan kebaikan tapi ia tidak dapat meraihnya, sesungguhnya Rasulullah
saw bersabda kepada kami bahwa ada sekelompok orang yang membaca Al-Qur’an tapi
hanya sebatas sampai pada kerongkongan mereka saja. Demi Allah, aku tidah tahu,
barangkali sebagian besar mereka dari kalian-kalian ini.” Kemudian dia pergi dan Amar
bin maslahamah berkata: “ kami lihat sebagian besar mereka memrangi kita pada perang
Nahrawan bersama dengan kelompok Khawarij.” (HR. Ad-Darimy).
3. Ada seorang laki-laki yang datang kepada Imam Malik bin Anas rahimatumullah dia
bertanya,” Darimana saya akan mulai berihram?” imam malik menjawab:” dari miqat
yang ditentukan Rasullulah saw yang beliau berihram dari sana.’ Dia bertanya lagi:”
bagaiman jika aku berihram dari tempat yang lebih jauh dari itu?” dijawab:’aku tidak
setuju itu.” Tanyanya lagi:”apa yang tidak kau suka dari itu?” Imam Malik berkata:’ aku
takut kau terjatuh pada sebuah fitnah!” dia berkata lagi :” fitnah apa yang terjadi dalam
kebaikan? Imam Malik berkata:” Allah SWT berfirman:
16 | P a g e
‘ maka hendaklah orang-orang yang menjyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa
fitnah (cobaan) atau ditimpa adzab yang pedih”, ( an-nur: 63)
Dan fitnah apakah yang lebih besar daripada engkau dikhususkan dengan sebuah karunia
yang tidak diberikan kepada Rasullulah saw?”
F. Beberapa contoh Bid’ah masa kini
1. Perayaan Bertepatan Dengan Kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam
Pada Bulan Rabiul Awal.
Merayakan kelahiran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah bid’ah, karena perayaan
tersebut tidak ada dasarnya dalam Kitab dan Sunnah, juga dalam perbuatan Salaf Shalih
dan pada generasi-generasi pilihan terdahulu. Perayaan maulid Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam baru terjadi setelah abad ke empat Hijriyah.
Imam Abu Ja’far Tajuddin berkata : “Saya tidak tahu bahwa perayaan ini mempunyai
dasar dalam Kitab dan Sunnah, dan tidak pula keterangan yang dinukil bahwa hal
tersebut pernah dilakukan oleh seorang dari para ulama yang merupakan panutan dalam
beragama, yang sangat kuat dan berpegang teguh terhadap atsar (keterangan) generasi
terdahulu. Perayaan itu tiada lain adalah bid’ah yang diada-adakan oleh orang-orang yang
tidak punya kerjaan dan merupakan tempat pelampiasan nafsu yang sangat dimanfaatkan
oleh orang-orang yang hobi makan” [Risalatul Maurid fi Amalil Maulid]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata : “Begitu pula praktek yang diada-
adakan oleh sebagian manusia, baik karena hanya meniru orang-orang nasrani
sehubungan dengan kelahiran Nabi Isa ‘Alaihis Salam atau karena alasan cinta kepada
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka menjadikan kelahiran Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam sebagai sebuah perayaan. Padahal tanggal kelahiran beliau masih menjadi
ajang perselisihan.
Dan hal semacam ini belum pernah dilakukan oleh ulama salaf (terdahulu). Jika
sekiranya hal tersebut memang merupakan kebaikan yang murni atau merupakan
pendapat yang kuat, tentu mereka itu lebih berhak (pasti) melakukannya dari pada kita,
17 | P a g e
sebab mereka itu lebih cinta dan lebih hormat pada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dari pada kita. Mereka itu lebih giat terhadap perbuatan baik.
Termasuk di antara bid’ah juga adalah tabarruk (mengharapkan berkah) dari makhluk.
Dan ini merupakan salah satu bentuk dari watsaniyah (pengabdian terhadap mahluk) dan
juga dijadikan jaringan bisnis untuk mendapatkan uang dari orang-orang awam.
Tabarruk artinya memohon berkah dan berkah artinya tetapnya dan bertambahnya
kebaikan yang ada pada sesuatu. Dan memohon tetap dan bertambahnya kebaikan
tidaklah mungkin bisa diharapkan kecuali dari yang memiliki dan mampu untuk itu dan
dia adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah-lah yang menurunkan berkah dan
mengekalkannya. Adapun mahluk, dia tidak mampu menetapkan dan mengekalkannya.
Adapun tabarruk yang dilakukan para sahabat dengan rambut, ludah dan sesuatu yang
18 | P a g e
terpisah/terlepas dari tubuh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana
disinggung terdahulu, hal tersebut hanya khusus Rasulullah di masa hidup beliau dan saat
beliau berada di antara mereka ; dengan dalil bahwa para sahabat tidak ber-tabarruk
dengan bekas kamar dan kuburan beliau setelah wafat.
Mereka juga tidak pergi ke tempat-tempat shalat atau tempat-tempat duduk untuk ber-
tabarruk, apalagi kuburan-kuburan para wali. Mereka juga tidak ber-tabarruk dari orang-
orang shalih seperti Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu, Umar Radhiyallahu ‘anhu dan yang
lainnya dari para sahabat yang mulia. Baik semasa hidup ataupun setelah meninggal.
Mereka tidak pergi ke Gua Hira untuk shalat dan berdo’a di situ, dan tidak pula ke
tempat-tempat lainnya, seperti gunung-gunung yang katanya disana terdapat kuburan
nabi-nabi dan lain sebagainya, tidak pula ke tempat yang dibangun di atas peninggalan
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Selain itu, tidak ada seorangpun dari ulama salaf yang mengusap-ngusap dan
mencium tempat-tempat shalat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di
Madinah ataupun di Makkah. Apabila tempat yang pernah di injak kaki Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam yan mulia dan juga dipakai untuk shalat, tidak ada syari’at
yang mengajarkan umat beliau untuk mengusap-ngusap atau menciuminya, maka
bagaimana bisa dijadikan hujjah untuk tabarruk, dengan mengatakan bahwa (si fulan
yang wali) –bukan lagi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah shalat atau tidur
disana ?! Para ulama telah mengetahui secara pasti berdasarkan dalil-dalil dari syariat
Islam, bahwa menciumi dan mengusap-ngusap sesuatu untuk ber-tabarruk tidaklah
termasuk syariat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam”
3. Bid’ah Dalam Hal Ibadah Dan Taqarrub Kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Bid’ah-bid’ah yang berkaitan dengan ibadah, pada saat ini cukup banyak. Pada dasarnya
ibadah itu bersifat tauqif (terbatas pada ada dan tidak adanya dalil), oleh karenanya tidak
ada sesuatu yang disyariatkan dalam hal ibadah kecuali dengan dalil. Sesuatu yang tidak
ada dalilnya termasuk kategori bid’ah, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam.
19 | P a g e
“Artinya : Barangsiapa mengerjakan amalan yang tidak ada padanya perintah kami maka
dia tertolak” [Hadits Riwayat Muslim].
Ibadah-ibadah yang banyak dipraktekkan pada masa sekarang ini, sungguh banyak sekali,
di antaranya ; Mengeraskan niat ketika shalat. Misalnya dengan membaca dengan suara
keras.
“Artinya : Aku berniat untuk shalat ini dan itu karena Allah Ta’ala”
Ini termasuk bid’ah, karena tidak diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
Niat itu tempatnya adalah hati. Jadi dia adalah aktifitas hati bukan aktifitas lisan.
Termasuk juga dzikir berjama’ah setelah shalat. Sebab yang disyariatkan yaitu bahwa
setiap membaca dzikir yang diajarkan itu sendiri-sendiri, di antara juga adalah meminta
membaca surat Al-Fatihah pada kesempatan-kesempatan tertentu dan setelah membaca
do’a serta ditujukan kepada orang-orang yang sudah meninggal. Termasuk juga dalam
katagori bid’ah, mengadakan acara duka cita untuk orang-orang yang sudah meninggal,
membuatkan makanan, menyewa tukang-tukang baca dengan dugaan bahwa hal tersebut
dapat memberikan manfaat kepada si mayyit. Semua itu adalah bid’ah yang tidak
mempunyai dasar sama sekali dan termasuk beban dan belenggu yang Allah Subhanahu
wa Ta’ala sekali-kali tidak menurunkan hujjah untuk itu.
20 | P a g e
Termasuk bid’ah pula yaitu perayaan-perayaan yang diadakan pada kesempatan-
kesempatan keagamaan seperti Isra’ Mi’raj dan hijrahnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Perayaan-perayaan tersebut sama sekali tidak mempunyai dasar dalam syari’at,
termasuk pula hal-hal yang dilakukan khusus pada bulan Rajab, shalat sunnah dan puasa
khusus. Sebab tidak ada bedanya dengan keistimewaannya dibandingkan dengan bulan-
bulan yang lain, baik dalam pelaksanaan umrah, puasa, shalat, menyembelih kurban dan
lain sebagainya.
Yang termasuk bid’ah pula yaitu dzikir-dzikir sufi dengan segala macamnya. Semuanya
bid’ah dan diada-adakan karena dia bertentangan dengan dzikir-dzikir yang disyariatkan
baik dari segi redaksinya, bentuk pembacaannya dan waktu-waktunya.
Di antaranya pula adalah mengkhususkan malam Nisfu Sya’ban dengan ibadah tertentu
seperti shalat malam dan berpuasa pada siang harinya. Tidak ada keterangan yang pasti
dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang amalan khususnya untuk saat itu,
termasuk bid’ah pula yaitu membangun di atas kuburan dan mejadikannya seperti masjid
serta menziarahinya untuk ber-tabarruk dan bertawasul kepada orang mati dan lain
sebagainya dari tujuan-tujuan lain yang berbau syirik.
Akhirnya, kami ingin mengatakan bahwa bid’ah-bid’ah itu ialah pengantar pada
kekafiran. Bid’ah adalah menambah-nambahkan ke dalam agama ini sesuatu yang tidak
disyari’atkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan RasulNya. Bid’ah lebih jelek dari
maksiat besar sekalipun. Syetan akan bergembira dengan terjadinya praktek bid’ah
melebihi kegembiraannya terhadap maksiat yang besar. Sebab, orang yang melakukan
maksiat, dia tahu apa yang dia lakukannya itu maksiat (pelanggaran) maka (ada
kemungkinan) dia akan bertaubat. Sementara orang yang melakukan bid’ah, dia meyakini
bahwa perbuatannya itu adalah cara mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala, maka dia tidak akan bertaubat. Bid’ah-bid’ah itu akan dapat mengikis sunnah-
sunnah dan menjadikan pelakunya enggan untuk mengamalkannya.
Bid’ah akan dapat menjauhkan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan akan mendatangkan
21 | P a g e
kemarahan dan siksaanNya serta menjadi penyebab rusak dan melencengnya hati dari
kebenaran.
4. Perilaku bid`ah hasanah yang hingga kini terus diamalkan oleh umat Islam
Berjamaah shalat tahajjud sebulan suntuk yang dikhususkan mulai awwal hingga
bulan Ramadhan seperti yang dilakukan di Masjid Nabawi dan Masjidil Haram saat
ini.
Ucapan: Shalaatul Qiyaami atsaabakumullah, sebelum shalat tahajjud di Masjid
Nabawi dan Masjidil Haram tersebut, termasuk bid`ah hasanah yang tidak pernah
dilakukan oleh Nabi dan para shahabat.
Memberi predikat terhadap sebuah hadits dengan derajat shahih, hasan, dhaif,
mutawatir dan ahad. Baik Nabi SAW dan para shahabat tidak pernah melakukan hal
semacam itu.
Berdakwah menggunakan media radio,kaset,CD,TV, internet dan media cetak
termasuk bid`ah hasanah.
Membagi-bagi tauhid menjadi Tauhid Rububiyah, Uluhiyah, Asma wa shifat
sebagaimana yang diajarkan oleh tokoh-tokoh Wahhabi/Salafi ini jelas-jelas bid`ah
yang tidak ada tuntunanya baik dari Alquran maupun hadits Nabi SAW, namun
tidaklah dikatakan jelek.
Mendirikan ormas seperti NU, Muhammadiyyah, Al-irsyad, Salafi Indonesia,
Jamaah Tabligh, dsb termasuk bid\`ah hasanah.
Mendirikan sekolah formal dengan sistem klasikal termasuk bid`ah hasanah.
Penulisan Alquran menjadi buku dan diperbanyak lewat pecatakan, serta pemberian
harakatnya termasuk bid`ah hasanah.
Pengelompokan hadits shahih dalam satu buku karangan seperti kitab Shahih
Bukhari dan Shahih Muslim termasuk bid`ah hasanah
Penerjemahan Alquran ke berbagai bahasa, seperti yang diterbitkan oleh Depag,
termasuk bid`ah hasanah, bahkan di Indonesia, terjemahan Depag ini dijadikan kitab
rujukan oleh banyak pihak, termasuk oleh kelompok Wahhabi/Salafi Indonesia.
22 | P a g e
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Bidah merupakan pelanggaran yang sangat besar dari sisi melampaui batasan-batasan
hukum Allah dalam membuat syariat, karena sangatlah jelas bahwa hal ini menyalahi
dalam meyakini kesempurnaan syariat.Menuduh Rasulullah Muhammad SAW
menghianati risalah, menuduh bahwa syariat Islam masih kurang dan membutuhkan
tambahan serta belum sempurna. Jadi secara umum dapat diketahui bahwa semua bid’ah
dalam perkara ibadah/agama adalah haram atau dilarang sesuai kaedah ushul fiqih bahwa
hukum asal ibadah adalah haram kecuali bila ada perintah dan tidaklah tepat pula
penggunaan istilah bid’ah hasanah jika dikaitkan dengan ibadah atau agama sebagaimana
pandangan orang banyak.
2. Bid’ah dalam agama ada dua macam : Bid’ah Qauliyah I’tiqadiyah (bid’ah pendangan
dalam keyakinan ) dan Bid’ah dalam agama.
3. Ibnu abdus Salam membagi hukum bid’ah itu kedalam lima bagian :Bid’ah wajibah,
Bid’ah muharramah, Bid’ah mubahah, Bid’ah makruhah, dan Bid’ah mandhubah.
4. Berkaitan dengan moral dan peran manusia,maka penyebab yang paling dominan sebagai
penyebab terjadinya Bid’ah yaitu tidak adanya pemahaman dan komitmen agama yang
baik dikalangan masyarakat.
5. Iman memiliki fungsi dan hikmah yang besar bagi kehidupan untuk melenyapkan Bid’ah.
B. SARAN
1. Setelah disadari bahwa Bid’ah kesalahan yang besar yang menyalahi hukum-hukum
Allah dan tidak diajarkan dalam agama Islam maka hendaklah masyarakat mampu
meramu pendidikan agama Islam yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang diajarkan
dalam agama islam.
2. Masyarakat hendaknya mampu mengadakan penelitian-penelitian sederhana yang
bertujuan untuk menemukan formula-formula baru bagi system pembelajaran agam islam
yang lebih inovatif untuk meningkatkan mutu pendidikan tentang agama islam yang
menambah dan memperkuat iman kita terhadap Allah.
23 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
24 | P a g e