MUAMALAH
Disusun Oleh :
1. Firmansyah 0910581320012
2. Muhammad Yusran Sukri 0910580620016
3. Fitmah 0910580420033
4. Sri Wahyuni 0910580420097
5. Evhyana Komala 0910581320010
6. Nurdilah Indah Rahman 0910581220002
7. Nilam Cahya Agus Salim 0910581020003
8. ST.Khaerani 0910581020001
TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikumwarahmatullahi wabarakatuh.
Segala puji bagi Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana yang telah
memberi petunjuk agama yang lurus kepada hamba-Nya dan hanya kepada-
Nya.Salawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW
yang membimbing umatnya dengan suri tauladan-Nya yang baik. Dan segala
syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberikan anugrah, kesempatan dan
pemikiran kepada kami untuk dapat menyelesaikan makalah ini.
Kelompok 4
DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................... i
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................1
C. Tujuan........................................................................................................1
BAB II Pembahasan...........................................................................................2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Muamalah merupakan bagian yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Islam memberikan aturan-aturan yang global untuk
memberikan kesempatan bagi perkembangan hidup manusia yang seiring
berkembangnya zaman, berbeda tempat serta situasi. Karena memang
pada dasarnya alam semesta ini diciptakan oleh Allah Swt untuk
memenuhi kebutuhan manusia yang mana didalam Al-Quran telah diatur
hal-hal sedemikian itu. Oleh kerna itu manusia diharapkan bisa
menjalankan aturan-aturan yang telah diatur dalam Al-Quran. Persoalan
muamalah merupakan persoalan yang senantiasa aktual ditengah-tengah
masyarakat karena ia berkembang sesuai dengan perkembangan dan
peradaban pengetahuan dan kebutuhan manusia itu sendiri. Dengan
demikian persoalan muamalah suatu hal pokok yang menjadi tujuan
penting agama Islam dalam memperbaiki kehidupan manusia.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Makalah
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini yaitu
agar kita dapat mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan
Muamalah dan ruang lingkupnya serta prinsip bermuamalah serta dapat
memaparkan makna spiritual tentang keejayaan hidp
BAB II
PEMBAHASAN
A.Hakekat Muamalah
Allah menciptakan manusia dan dunia ini bukan tanpa aturan. Ada
hukum-hukum yang harus dipatuhi dalam menjalani setiap aktivitas di dunia ini,
mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi. Hukum-hukum Allah dalam
muamalah pada hakikatnya adalah untuk kemaslahatan kita dan menghilangkan
segala kemudharatan. Istilah muamalah biasanya juga dimaknai sebagai
hubungan sosial antar sesama manusia. Hidup seorang manusia akan dipandang
lebih baik ketika bisa memberikan manfaat bagi banyak orang. Untuk itu
seseorang perlu meningkatkan kualitas muamalahnya, yang dapat dilakukan
dengan cara mengevaluasi dan mengintrospeksi diri sendiri sudah sejauh
mana kita melakukan muamalah. Selanjutnya harus berniat dan berjanji untuk
lebih baik dalam melakukan muamalah dan dalam melakukan muamalah
hendaklah kita mempunyai pengetahuan atau ilmu tentang muamalah yang
sedang dilakukan tersebut. Dengan kita memahami dan berusaha untuk selalu
meningkatkan kualitas muamalah, maka selain mendapat pahala dan karunia
dari Allah SWT, juga akan bermanfaat dalam menjaga hubungan antar manusia
yang lebih harmonis serta menjaga ketertiban hidup bermasyarakat.
Ayat Alquran tentang muamalah yang sesuai kondisi ini, yaitu : An Nisa’ ayat
29 :
Sumber hukum fiqih muamalah secara umum berasal dari tiga sumber utama,
yaitu Al Quran dan Hadits, dan ijtihad.
1. Al Qur’an
QS Al Muthaffifin ayat 1-6 yang artinya : “1). Celakalah bagi orang-orang yang
curang (dalam menakar dan menimbang), 2) (yaitu) orang-orang yang apabila
menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, 3) dan apabila mereka
menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka mengurangi, 4) Tidakkah
orang-orang itu mengira, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, 5)
pada suatu hari yang besar, 6) (yaitu) pada hari (ketika) semua orang bangkit
menghadap Tuhan seluruh alam“
QS Ali Imran ayat 3 yang artinya : “Hai orang-orang yg beriman, janganlah
kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah
agar kamu mendapat keberuntungan”
2. Hadits
Seperti yang telah diketahui bahwa Hadits merupakan sumber hukum bagi
umat Islam yang kedua setelah Al Qur’an. yang digunakan oleh umat Islam
sebagai panduan dalam melaksanakan berbagai macam aktivitas, baik yang
berkaitan dengan urusan dunia maupun urusan akhirat. Hadits adalah segala
sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah SAW, baik berupa perkataan
(sabda), perbuatan, maupun ketetapan yang dijadikan sebagai landasan syari’at
Islam. Hadits tentang muamalah antara lain :
“Janganlah kalian berbuat zhalim, ingatlah tidak halal harta seorang kecuali
dengan keridhoan darinya” (HR al-Baihaqi).
Dari Abdullah bin mas’ud r.a dari Nabi SAW beliau bersabda : Riba itu terdiri
73 pintu. Yang paling ringan diantarannya adalah seperti seseorang laki-laki
yang berzina dengan ibunya, dan sehebat-hebattnya riba adalah merusak
kehormatan seorang muslim. (HR. Ibnu Majah).
3. Ijtihad
Sumber hukum yang ketiga setelah Al Qur’an dan hadits adalah ijtihad, yaitu
proses menetapkan suatu perkara baru dengan akal sehat dan pertimbangan
yang matang, dimana perkara tersebut tidak dibahas dalam Al Qur’an dan
hadits. Ijtihad merupakan sumber yang sering digunakan dalam perkembangan
fiqih muamalah sebagai solusi terhadap suatu permasalahan yang harus
diterapkan hukumnya, tetapi tidak ditemukan dalam Al Qur’an maupun Hadits.
Allah SWT menciptakan dunia beserta isinya dan terlepas dari itu semua,
Allah menciptakan dunia untuk tujuan tertentu. Kehidupan dunia seringkali
membuat manusia terlena dan tidak mengingat bahwa kehidupan tersebut
tidaklah abadi. Dalam kehidupan dunia, manusia melewati fase-fase tertentu
dan dalam setiap fase kehidupan tersebut manusia mengalami berbagai macam
hal. Manusia sendiri tidak bisa mengatur apakah dirinya akan lahir didunia dan
dimana ia akan dilahirkan, semuanya sudah diatur oleh Allah SWT . Suka
ataupun tidak, setiap . yang terlahir didunia harus menjalani kehidupan dan
berusaha untuk bertahan hidup dengan segala kemampuannya. Tapi, apakah kita
benar-benar mengerti apakah sebenarnya dunia itu dan bagaimana pandangan
islam tentang dunia? Untuk mengetahuinya dengan lebih jelas, simak penjelasan
berikut ini mengenai dunia menurut islam :
Dunia menurut islam hakikatnya hanyalah permainan dan sifatnya fana atau
tidak abadi. Dunia adalah tempat dimana manusia hidup dan beraktifitas serta
menjalankan segala urusannya terutama untuk beribadah kepada Allah SWT.
Dunia diciptakan oleh Allah beserta isinya untuk mendukung kehidupan
manusia dan memenuhi segala kebutuhannya, meskipun demikian keindahan
dunia dan segala yang ada didalamnya justru membuat manusia lupa atas tujuan
penciptaannya dan melupakan Allah SWT. Allah SWT berfirman dalam surat
Al hadid ayat 20 bahwa dunia ini sebenarnya hanya permainan belaka,
sebagaimana yang disebutkan berikut ini
بَ ث أَ ْع َج
ٍ ِل َغ ْيRَال َواأْل َوْ اَل ِد ۖ َك َمث َ Rاثُ ٌر فِي اأْل َ ْمRRا ُخ ٌر بَ ْينَ ُك ْم َوتَ َكRRَةٌ َوتَفRَا ْعلَ ُموا أَنَّ َما ْال َحيَاةُ ال ُّد ْنيَا لَ ِعبٌ َولَ ْه ٌو َو ِزين
ِ وR
ٌ ًًّرا ثُ َّم يَ ُكونُ ُحطَا ًما ۖ َوفِي اآْل ِخ َر ِة َع َذابٌ َش ِدي ٌد َو َم ْغفِ َرةٌ ِمنَ هَّللا ِ َو ِرضْ َوRˆ َْال ُكفَّا َر نَبَاتُهُ ثُ َّم يَ ِهي ُج فَت ََراهُ ُمصْ ف
ان ۚ َو َما
ِ ع ْال ُغر
ُور ُ ْال َحيَاةُ ال ُّد ْنيَا إِاَّل َمتَا
Sungguh dunia ini penuh dengan tipu daya dan muslihat dan membuat
manusia terlena dibuatnya. Bahkan Rasulullah SAW juga merasa khawatir
apabila umatnya terpedaya oleh dunia dan melupakan kehidupan akhirat sebagai
tujuan hidupnya, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits berikut :
إِ َّن ِم َّما أَخَافُ َعلَ ْي ُك ْم من بعدي ما يفتح عليكم من زهرة الدنيا و زينتها
“Sesungguhnya di antara yang aku khawatirkan pada diri kalian setelah
peninggalanku ialah dibukakannya bunga dunia dan pernak-perniknya untuk
kalian
Saat ini manusia berlomba-lomba mengejar dunia dan berusaha untuk mencari
kesenangan dunia dengan berbagai cara termasuk dengan cara-cara yang
diharamkan. Banyak manusia yang terperdaya dunia dan tidak menganggap
bahwa dunia sebenarnya hanya tempat singgah saja dan akhirat adalah sesuatu
yang seharusnya dikejar. Terlalu larut dalam dunia justru akan membuat
manusia lupa dengan akhirat dan akhirnya melupakan kewajibannya kepada
Allah SWT termasuk meninggalkan shalat wajib dan ibadah lainnya..
Dibandingkan dengan dunia, akhirat adalah tempat yang kekal dan abadi jadi
sudah selayaknya manusia lebih mendahulukan kepentingan akhirat
dibandingkan dengan kepentingan duniawi. Allah SWT berfirman :
ْ اَل هَا َمRص
َو َم ْنR*ذ ُمو ًما َّم ْدحُورًاR ْ َهُ َجهَنَّ َم يRَا لRَ ُد ثُ َّم َج َع ْلنRا ُء لِ َمن ُّن ِريRاجلَةَ َعج َّْلنَا لَهُ فِيهَا َما ن ََش
ِ َّمن َكانَ ي ُِري ُد ْال َع
ك َكانَ َس ْعيُهُم َّم ْش ُكورًا Rَ ِى لَهَا َس ْعيَهَا َوه َُو ُم ْؤ ِم ٌن فَأُو ٰلَئRٰ أَ َرا َد اآْل ِخ َرةَ َو َس َع
Sesungguhnya Allah SWT menciptakan dunia beserta isinya untuk manusia dan
dengan tujuan agar manusia beribadah kepada Allah SWT. Oleh sebab itu
selama hidup di dunia selayaknya manusia berlomba-lomba dalam kebaikan dan
selalu menjalankan kewajiban dan menjauhi larangannya sebagai bentuk rasa
iman dan taqwa kepada Allah SWT (baca fungsi iman kepada Allah dan
manfaat beriman kepada Allah). Allah SWT berfirman :
Dunia ini memang nampak sangat menarik dan menggoda. Semoga kita
senantiasa bisa istiqomah untuk menjalankan kewajiban kita kepada Allah
SWT.
C. MAKNA SPIRITUAL TENTANG KEJAYAAN HIDUP
Secara etimologi kata “sprit” berasal dari kata Latin “spiritus”, yang
diantaranya berarti “roh, jiwa, sukma, kesadaran diri, wujud tak berbadan, nafas
hidup, nyawa hidup.” Dalam perkembangan selanjutnya kata spirit diartikan
secara lebih luas lagi. Para filosuf, mengonotasikan “spirit” dengan (1) kekuatan
yang menganimasi dan memberi energi pada cosmos, (2) kesadaran yang
berkaitan dengan kemampuan, keinginan, dan intelegensi, (3) makhluk
immaterial, (4) wujud ideal akal pikiran (intelektualitas, rasionalitas, moralitas,
kesucian atau keilahian).
Selain itu, dikutip pada buku yang sama, Sayyed Hosseein Nash salah seorang
spiritualis Islam mendefinisikan spiritual sebagai sesuatu yang mengacu pada
apa yang terkait dengan dunia ruh, dekat dengan Ilahi, mengandung kebatinan
dan interioritas yang disamakan dengan yang hakiki. Spiritualitas menurut Ibn
‘Arabi adalah pengerahan segenap potensi rohaniyah dalam diri manusia yang
harus tunduk pada ketentuan syar’I dalam melihat segala macam bentuk realitas
baik dalam dunia empiris maupun dalam dunia kebatinan.
َ َد خRْ َ قَ ْد أَ ْفلَ َح َمن زَ َّكاهَا ) َوق. فَأ َ ْلهَ َمهَا فُجُو َرهَا َوتَ ْق َواهَا. س َو َما َس َّواهَا
اب َم ْن َدسَّاهَا ٍ َونَ ْف
“Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya, maka Allah mengilhamkan
kepada jiwa itu (perilaku) kejahatan dan ketakwaannya. Sungguh beruntung
orang yang menyucikannya, dan sungguh merugi orang yang mengotorinya.”
(Qs. asy-Syams/91: 7-10).6
Pada ayat di atas, setelah bersumpah dengan matahari, bulan, siang, malam,
langit, dan bumi, Allah bersumpah atas nama jati diri/jiwa manusia dan
penciptaannya yang sempurna. Lalu Allah mengilhamkan kefasikan dan
ketakwaan ke dalam jiwa/diri manusia.
Menurut Ibn ‘Asyur, kata ‘nafs’ dalam ayat berbentuk nakirah (tanpa alif lam
ta‘rif), ini menunjukkan nama jenis, sehingga mencakup jati diri seluruh
manusia. Hal ini senada dengan penggunaan kata yang sama secara nakirah
dalam ayat 5 surat al-Infithar:
ْ ت َوأَ َّخ َر
)5 :]82[ ت (االنفطار ْ ت نَ ْفسٌ َما قَ َّد َم
ْ َعلِ َم
“Maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakan dan yang
dilalaikannya. (Q. S. al-Infithar [82]:8.
Oleh karena itu kata ‘wa ma sawwaha’ mengandung penjelasan bahwa Allah
menciptakan diri setiap manusia dalam kondisi yang sama, tidak berbeda antar
satu dengan lainnya. Sebab kesempurnaan bentuk manusia (taswiyyah) tercapai
setelah proses pembentukan janin sempurna, yaitu pada awal masa kanak-
kanak. Karena taswiyyah merupakan pembentukan fisik manusia, penyiapan
kemampuan motorik, dan intelektual. Seiring pertumbuhannya, potensi dalam
diri manusia meningkat sehingga ia siap menerima ilham dari Allah. Kata ilham
sebagaimana pengertian dalam ayat tidak dikenal di kalangan orang Arab
sebelum Islam, sehingga penjelasan untuk kata ilham tidak bisa dicari dalam
syair-syair Arab kuno. Tidak diketahui kapan pertama kali kata ini muncul,
namun diyakini Alquran lah yang menghidupkan kata ini, sebab ia adalah kata
yang mendalam dan mengandung makna kejiwaan. Menurut Ibn Asyur, kata
ilham diambil dari kata “allahm“ yang berarti tegukan dalam sekali gerak.
Secara terminologis, kata ilham digunakan untuk menyatakan konsep keilmuan
tertentu di kalangan para ahli sufi. Ia diartikan sebagai hadirnya pengetahuan
dalam diri manusia tanpa harus melalui usaha belajar dan penalaran. Dengan
kata lain, ini merupakan ilmu yang tidak berdasar dalil, yaitu ilmu yang hadir
seumpama insting bagi manusia. Bandingannya, seperti hadirnya pengetahuan
pada seseorang agar segera menghindar saat berhadapan dengan hal yang tidak
baik baginya.
Dengan pengertian seperti di atas, Ibn Abbas menafsirkan kata “fa alhamaha
fujuraha wa taqwaha,” bahwa Allah mengajarkan manusia (‘arrafaha) tentang
jalan fasik, dan jalan takwa. Tidak jauh berbeda, Mujahid juga menafsirkan kata
alhamaha sebagai ‘arrafaha; bahwa Allah memperkenalkan jalan taat dan jalan
maksiat bagi manusia. Penafsiran serupa juga dinyatakan oleh al-Farra’, namun
ada juga ulama yang melakukan penafsiran berbeda. Tanpa pengilhaman kedua
hal itu, akal tidak akan mampu memahami apa itu fasik dan takwa, demikian
pula manusia tidak akan mampu memahami apa itu dosa dan pahala. Hal ini lah
yang mempertautkan pernyataan ayat 8 dengan konsekuensinya dalam ayat 9
dan Redaksi dan munasabah menunjukkan bahwa kedua ayat ini merupakan
kesatuan dengan ayat sebelumnya, jadi tidak bisa ditafsirkan secara terpenggal.
Logika yang terbangun; setelah Allah menjelaskan adanya pengilhaman fujur
dan taqwa dalam diri manusia, lalu Allah menyatakan konsekuensinya:
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan
sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”
Logika ini cukup relevan dengan redaksi ayat, sebab ayat 8 menggunakan
waw‘athaf yang berarti fujur dan taqwa sama-sama diilhamkan dalam jiwa
manusia, maka pernyataan dalam ayat 9 dan 10 menunjukkan akibat dari fujur
dan taqwa itu.Dari itu manusia patut disifatkan sebagai orang yang beruntung
atau rugi, karena ia sendiri yang memilih untuk menyucikan, atau mengotori
jiwanya. Sebab sebelumnya ia telah diberi ilham sehingga dapat membedakan
antara fujur dantaqwa, bahkan para nabi pun telah diutus untuk memberinya
pengajaran. Ayat-ayat diatas menyatakan bahwa dalam penciptaannya (jiwa) itu
Allah telah mengilhamkan jalan kefasikan dan ketaqwaan kepadanya.
Beruntunglah bagi orang yang mau menjaga dan membina untuk kesucian
jiwanya dan rugilah orang yang tidak mau menjaga dan membina jiwanya,
membiarkan dan mengotorinya. Jalan untuk menjaga dan membina jiwa banyak
tantangan dan godaan, sedangkan jalan untuk mengotorinya mudah dan tanpa
perjuangan. Menjaga dan membina jiwa hanya dapat dengan tunduk kepada
semua aturan Allah, beribadah kepada-Nya, selalu ingat dan bertaqarrub
kepada-Nya, melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-
Nya.
“Wahai jiwa-jiwa yang tenang (27), kembalilah kepada Tuhanmu dengan rela
dan diridlai (28), masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku (29),
masuklah ke dalam sorga-Ku (30).
Jiwa inilah yang diseru oleh ayat ini: “Wahai jiwa yang telah mencapai
ketentraman.” (ayat 27). Yang telah menyerah penuh dan tawakkal kepada
Tuhannya: Telah tenang, karena telah mencapai yakin: terhadap Tuhan.
Berkata Ibnu ‘Atha’: “Yaitu jiwa yang telah mencapai ma’rifat sehingga tak
sabar lagi bercerai dari Tuhannya walau sekejap mata.” Tuhan itu senantiasa
ada dalam ingatannya.
Berkata sahabat Rasulullah SAW ‘Amr bin Al-‘Ash (Hadis mauquf): “Apabila
seorang hamba yang beriman akan meninggal, diutus Tuhan kepadanya dua
orang malaikat, dan dikirim beserta keduanya suatu bingkisan dari dalam
syurga. Lalu kedua malaikat itu menyampaikan katanya: “Keluarlah, wahai jiwa
yang telah mencapai keternteramannya, dengan ridha dan diridhai Allah.
Keluarlah kepada Roh dan Raihan. Tuhan senang kepadamu, Tuhan tidak marah
kepadamu.” Maka keluarlah Roh itu, lebih harum dari kasturi.”
“Kembalilah kepada Tuhanmu, dalam keadaan ridha dan diridhai.” (ayat 28).
Artinya: setelah payah engkau dalam perjuangan hidup di dunia yang fana,
sekarang pulanglah engkau kembali kepada Tuhanmu, dalam perasaan sangat
lega karena ridha; dan Tuhan pun ridha, karena telah menyaksikan sendiri
kepatuhanmu kepadaNya dan tak pernah mengeluh.
الَّ ِذي ي ُْؤتِي َمالَهُ يَتَزَ َّكى. َو َسي َُجنَّبُهَا ْاألَ ْتقَى
“Dan orang yang paling bertakwa akan dijauhkan dari api neraka, yaitu orang
yang menginfakkan hartanya serta menyucikan dirinya.” (Qs. al-Lail/92: 17-
18).
Kedua ayat ini menjelaskan bahwa pembersihan jiwa pada hakikatnya adalah
ketakwaan kepada Allah. Dan memang tujuannya adalah ketakwaan kepada
Allah.
Di sini perlu juga dipahami dengan baik sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam berikut,
لمRR رواه مس.اRRَا َو َموْ الَهRRَ أَ ْنتَ َولِيُّه،اRRَ ُر َم ْن َز َّكاهRRْ أَ ْنتَ َخيRاRRَ َو َز ِّكه،اRRَي تَ ْق َواهRRت نَ ْف ِس
ِ “اَللَّهُ َّم آYa Allah!
Anugerahkanlah ketakwaan pada jiwaku, bersihkanlah ia, Engkau adalah
sebaik-baik yang membersihkan jiwa. Engkaulah Penguasa dan Pemiliknya.”
(HR. Muslim).
Dengan qalbu serta jiwa yang bersih dan bertakwa, akan tercapailah maksud
diciptakannya manusia. Yaitu hanya beribadah dan menyembah kepada Allah
saja. Allah berfirman,
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah
kepada-Ku saja.” (Qs. adz-Dzaariyaat/51: 56).
1. Muamalah Adabiyah
2. Muamalah Madiyah
Jual-beli ( bai’ )
Gadai ( rahn )
Pailit ( taflis )
Perlu diketahui bahwa ruang lingkup muamalah juga mencakup seluruh aspek
kehidupan manusia seperti bidang ekonomi, sosial, politik, dan sebagainya.
Menurut Abdul Wahhab Khallaf, berdasarkan tujuannya, muamalah dalam
Islam memiliki ruang lingkup yang meliputi :
1. Hukum Keluarga (Ahkam Al Ahwal Al-Syakhiyyah)
Definisi hukum acara adalah hukum yang berkaitan dengan sumpah, persaksian,
tata cara mempertahankan hak dan memutuskan siapa yang terbukti bersalah,
sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Pada hukum ini bertujuan untuk
mengatur dan merealisasikan keadilan di dalam kehidupan masyarakat.
Merupakan hukum yang berkaitan dengan hak-hak dari fakir miskin di dalam
harta orang kaya, mengatur sumber keuangan negara, pendistribusian serta
permasalahan pembelanjaan negara dalam rangka untuk kepentingan
kesejahteraan rakyatnya.
E. PRINSIP-PRINSIP BERMUAMALAH
Prinsip Umum
Dalam prinsip umum muamalah terdapat empat hal yang utama, yaitu :
Hukum asal dalam muamalah pada dasarnya adalah mubah kecuali ada
dalil yang mengharamkannya.
Perinsip khusus
Sementara itu prinsip khusus muamalah dibagi menjadi dua, yaitu yang
diperintahkan dan yang dilarang.
F. AKHLAK BERMUAMALAH
“Nasihatilah diriku di kala aku sendiri, Jangan kau nasihati aku di tengah
keramaian Karena nasihat di muka umum adalah bagian dari penghinaan
yang tak suka aku mendengarnya, Jika engkau enggan dan tetap melanggar
kata-kataku Maka jangan menyesal jika aku enggan menurutimu.” (Imam
syafi’i)
AGAMA islam adalah nasihat, yakni nasihat yang berkaitan mengenai
kebenaran dan kesabaran. Nasihat mengenai ketakwaan. Nasihat mengenai amar
ma’ruf nahi mungkar. Nasihat laksana telaga yang diminum airnya ditengah
kehausan dalam pengembaraan. Nasihat adalah sedekah laksana senyuman dan
laksana perkataan yang baik. Oleh karenanya nasihat itu akan bermanfaat.
Nasihat adalah amal shalih namun letakkanlah nasihat itu pada tempatnya dan
situasinya agar ia menyentuh hati.
Nasihat tidak selamanya berupa perkataan namun perilaku yang baik juga
merupakan nasihat atau pelajaran yang berharga. Dalam bermuamalah
hendaklah memperhatikan beberapa nasehat berikut ini :
7. Memahami transaksi.
15.Jangan berjudi.
Jujur adalah mata uang yang berharga dan berlaku dimana-mana. Begitulah
menurut kata bijak yang sering kita dengar. Kejujuran didalam berdagang akan
memberikan keberkahan kepada penjual dan pembeli. Kejujuran adalah akhlak
para nabi dan rasul. Semoga kita dimudahkan untuk senantiasa jujur.
Sikap keterbukaan dan toleransi didalam perdagangan adalah sikap yang penuh
dengan rahmat dan kasih sayang dari Allah. Semoga kita bisa meraihnya.
“Semoga Allah merahmati seorang hamba yang bersikap penuh toleransi ketika
menual, membeli, dan menagih hutang.” (HR. Bukhari)
Sikap terbaik bagi penjual ialah memberi tahu kepada pembeli atau konsumen
tentang kelebihan dan kekurangan atau cacat barang yang akan dibelinya.
Berikanlah saran dan informasi kepada pembeli untuk memudahkan didalam
memilih barang yang akan dibelinya. Dan janganlah pelit informasi dan
menyembunyikan kecacatan barang supaya laku keras.
“Seorang muslim adalah saudara muslim lainnya. Tidak halal bagi seorang
muslim menjual barang yang mengandung cacat kepada orang lain, kecuali jika
ia menjelaskan.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah)
5. Janganlah menimbun
Rasa senang ketika menimbun barang itu laksana berdiri diatas penderitaan
orang lain dan ia memanfaatkan rasa butuh orang lain atas barang tersebut dan
mereka melepas barang yang ia tinbun dengan harga tinggi. Semoga Allah
lindungi kita dari praktik seperti ini.
Teriring doa, semoga keluarga kita dijauhkan oleh Allah dari riba baik dalam
praktiknya maupun debu ribanya. Riba itu dosanya lebih berat dari pada 36 kali
berzina dan bisa menghilangkan indahnya keberkahan.
“Satu dirham hasil riba yang dimakan seseorang, padahal ia tahu lebih berat
dosanya dari pada 36 kali berzina.” (HR. Ahmad )
Teriring doa, semoga keluarga kita dijauhkan dari harta yang haram,
dimudahkan dalam menjemput harta yang halal, dan dimudahkan didalam
menginfakkan harta yang halal tersebut serta senantiasa diliputi oleh
keberkahan dari harta yang halal.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, beliau berkata, “Mata pencaharian yang halal
lebih sulit dari pada memindah gunung.” Dagang adalah satu diantara tegaknya
agama dan dunia.
Nasr bin Yahya berkata, Telah sampai kepada kami sebagian nasihat para ahli
ilmu, “Tak akan tegak agama dan dunia, kecuali dengan empat perkara : ulama,
umara (pemimpin), prajurit, dan pengusaha (Dagang).”
Sebagai seorang pedagang perlu adanya ilmu agar ia terjaga dari sikap yang
tidak baik atau curang, saling merugikan dan tenggelam dalam lautan riba.
“Seorang pedagang jika tidak faham fikih akan tenggelam dalam riba,
tenggelam dan makin terbenam.” (Ali bin Abi Thalib)
Oleh karenanya belajar bab jual beli, muamalah, dan perdagangan serta akhlak
didalam berdagang perlu dipahami dan direnungkan sebelum terjun ke dunia
perdagangan atau wirausaha dikarenakan kemaslahatan yang besar bagi yang
memahami dan mempraktikannya dalam dunia perdagangan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Semoga apa yang telah kami sajikan tadi dapat diambil intisarinya kemudian
diamalkan juga semoga berguna bagi kehidupan kita dimasa yang akan datang.
Daftar Pustaka