Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

MUAMALAH

Disusun Oleh :

1. Firmansyah 0910581320012
2. Muhammad Yusran Sukri 0910580620016
3. Fitmah 0910580420033
4. Sri Wahyuni 0910580420097
5. Evhyana Komala 0910581320010
6. Nurdilah Indah Rahman 0910581220002
7. Nilam Cahya Agus Salim 0910581020003
8. ST.Khaerani 0910581020001

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDENRENG RAPPANG

TAHUN 2020/2021

KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikumwarahmatullahi wabarakatuh.

Segala puji bagi Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana yang telah
memberi petunjuk agama yang lurus kepada hamba-Nya dan hanya kepada-
Nya.Salawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW
yang membimbing umatnya dengan suri tauladan-Nya yang baik. Dan segala
syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberikan anugrah, kesempatan dan
pemikiran kepada kami untuk dapat menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini merupakan pengetahuan tentang konsep akidah dalam islam.


Semua ini dirangkup dalam makalah ini, agar pemahaman terhadap
permasalahan lebih mudah dipahami dan lebih singkat dan akurat. Sistematika
makalah ini dimulai dengan pengantar yang merupakan persepsi atas materi
yang telah dan akan dibahas dalam bab tersebut. Selanjutnya pembaca akan
masuk pada inti pembahasan dan diakhiri dengan kesimpulan, saran dan
makalah ini.

Diharapkan pembaca dapat mengkaji berbagai permasalahan tentang


konsep akidah islam, kami penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu proses pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.

Rappang, Juni 2002

Kelompok 4

DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................... i

Kata Pengantar ..................................................................................................ii

Daftar Isi ............................................................................................................iii

BAB I Pendahuluan .........................................................................................1

A. Latar Belakang...........................................................................................1

B. Rumusan Masalah......................................................................................1

C. Tujuan........................................................................................................1

BAB II Pembahasan...........................................................................................2

A. Hakekat Muamalah................ ....................................................................1


B. Pandangan Islam Tentang Kehidupan Dunia............ ................................4
C. Makna Spiritual Tentang Kejayaan Hidup.................................................8
D. Ruang Lingkup Muamalah.......................................................................12
E. Prinsip Bermuamalah...............................................................................17
F. Akhlak Bermuamalah...............................................................................18
BAB III Penutup..................................................................................................4

A. Kesimpulan .................................................................................. ............4


B. Saran .........................................................................................................4

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................iv

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Muamalah merupakan bagian yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Islam memberikan aturan-aturan yang global untuk
memberikan kesempatan bagi perkembangan hidup manusia yang seiring
berkembangnya zaman, berbeda tempat serta situasi. Karena memang
pada dasarnya alam semesta ini diciptakan oleh Allah Swt untuk
memenuhi kebutuhan manusia yang mana didalam Al-Quran telah diatur
hal-hal sedemikian itu. Oleh kerna itu manusia diharapkan bisa
menjalankan aturan-aturan yang telah diatur dalam Al-Quran. Persoalan
muamalah merupakan persoalan yang senantiasa aktual ditengah-tengah
masyarakat karena ia berkembang sesuai dengan perkembangan dan
peradaban pengetahuan dan kebutuhan manusia itu sendiri. Dengan
demikian persoalan muamalah suatu hal pokok yang menjadi tujuan
penting agama Islam dalam memperbaiki kehidupan manusia.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Hakekat Muamalah


2. Bagaimana Pandangan Islam Tentang Kehidupan Dunia
3. Apa Makna Spiritual Tentang Kejayaan Hidup
4. Apa Ruang Lingkup Muamalah
5. Apa Prinsip Bermuamalah
Akhlak Bermuamalah

C. Tujuan Makalah

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini yaitu
agar kita dapat mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan
Muamalah dan ruang lingkupnya serta prinsip bermuamalah serta dapat
memaparkan makna spiritual tentang keejayaan hidp
BAB II

PEMBAHASAN

A.Hakekat Muamalah

Allah menciptakan manusia dan dunia ini bukan tanpa aturan. Ada
hukum-hukum yang harus dipatuhi dalam menjalani setiap aktivitas di dunia ini,
mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi. Hukum-hukum Allah dalam
muamalah pada hakikatnya adalah untuk kemaslahatan kita dan menghilangkan
segala kemudharatan. Istilah muamalah biasanya juga dimaknai sebagai
hubungan sosial antar sesama manusia. Hidup seorang manusia akan dipandang
lebih baik ketika bisa memberikan manfaat bagi banyak orang. Untuk itu
seseorang perlu meningkatkan kualitas muamalahnya, yang dapat dilakukan
dengan cara mengevaluasi dan mengintrospeksi diri sendiri sudah sejauh
mana kita melakukan muamalah. Selanjutnya harus berniat dan berjanji untuk
lebih baik dalam melakukan muamalah dan dalam melakukan muamalah
hendaklah kita mempunyai pengetahuan atau ilmu tentang muamalah yang
sedang dilakukan tersebut. Dengan kita memahami dan berusaha untuk selalu
meningkatkan kualitas muamalah, maka selain mendapat pahala dan karunia
dari Allah SWT, juga akan bermanfaat dalam menjaga hubungan antar manusia
yang lebih harmonis serta menjaga ketertiban hidup bermasyarakat.

Muamalah merupakan praktek ajaran Islam tentang hablum minannas


yang berdimensi sosial atau komunal. Ada bermacam macam muamalah.
Sebagai contoh muamalah dalam kehidupan sehari-hari antara lain kegiatan jual
beli, hutang piutang, sewa menyewa, kerjasama dan sebagainya. Kegiatan-
kegiatan tersebut tidak akan bisa berjalan dengan lancar tanpa berbagai aturan
dan hukum sebagai pegangan. Sebagai mahluk ciptaan Allah SWT dan mahluk
sosial sudah sepantasnya kita mempelajari, memahami dan mempraktekkan
hukum muamalah yang telah diatur sesuai syariat Islam. Penerapan muamalah
dalam kehidupan sehari-hari yang sesuai syariat Islam, secara tidak langsung
berarti kita juga telah ikut serta dalam upaya menegakkan nilai-nilai Islam yang
merupakan misi sepanjang hidup setiap insan muslim.Muamalah merupakan
cabang dari ilmu syariah dalam cakupan ilmu fiqih. Secara garis besar kegiatan
muamalah mencakup dua aspek, yaitu aspek adabiyah dan madiyah.

Aspek adabiyah mencakup kegiatan muamalah yang berkaitan dengan


kegiatan adab dan akhlak, misalnya menghargai sesama, saling meridhoi, hak
dan kewajiban, kejujuran, kesopanan, penipuan dan sebagainya. Sedangkan
aspek madiyah adalah aspek yang berkaitan dengan kebendaan, misalnya benda
yang halal, haram dan subhat untuk dimiliki, diupayakan dan diperjualbelikan,
benda yang bisa mengakibatkan kemaslahatan, kemudharatan, dan lain
sebagainya.
Dari segi bahasa, muamalah berasal dari kata aamala, yuamilu, muamalat
yang artinya saling melakukan, saling bertindak atau saling mengamalkan.
Dengan demikian arti muamalah melibatkan lebih dari satu orang dalam
prakteknya, sehingga akan timbul adanya hak dan kewajiban. Sedangkan dari
segi istilah, pengertian muamalah berdasarkan fiqih mempunyai dua arti, yaitu
pengertian dalam arti luas dan pengertian dalam arti sempit. Dalam arti luas,
muamalah merupakan aturan Allah yang mengatur masalah hubungan manusia
dan usaha mereka dalam mendapatkan kebutuhan jasmani dengan jalan yang
terbaik. Sedangkan dalam arti sempit, muamalah merupakan kegiatan tukar
menukar suatu barang yang bermanfaat dengan menggunakan cara-cara yang
sesuai aturan Islam.

Jadi muamalah menyangkut perbuatan seorang manusia sebagai hamba


ciptaan Allah SWT. Menurut pendapat lain, muamalah adalah hubungan
kerjasama antar manusia yang dilakukan atas suatu perikatan-perikatan dan
perjanjian-perjanjian yang saling meridhoi demi tercapainya kemaslahatan
bersama.

Ayat Alquran tentang muamalah yang sesuai kondisi ini, yaitu : An Nisa’ ayat
29 :

“Hai orang-orang yg beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu


dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yg berlaku dengan
suka sama-suka di antara kamu”

Muamalah dalam Islam merupakan aturan-aturan dan hukum yang


mengatur tata cara memenuhi kebutuhan dunia dengan cara yang benar menurut
syariat Islam. Muamalah ini akan membantu kita mengetahui mana yang haram
dan mana yang halal. Maka dari itu kita harus mempelajari apa saja syarat dan
rukunnya, sehingga upaya kita dalam memenuhi kebutuhan dunia tidak
melanggar aturan dan hukum Islam.

Sedangkan pengertian fiqih muamalah adalah ilmu yang berkaitan dengan


muamalah, yaitu kegiatan atau transaksi yang berdasarkan aturan-aturan dan
hukum-hukum syariat, yang berkaitan dengan perilaku manusia dalam
kehidupannya dan didasari oleh dalil-dalil Islam secara rinci. Ruang lingkup
fiqh muamalah adalah meliputi seluruh kegiatan muamalah manusia yang
berupa perintah – perintah maupun larangan – larangan dalam bermuamalah,
berdasarkan hukum-hukum Islam seperti wajib, sunnah, halal, haram, makruh
dan mubah.
Kedudukan Muamalah dalam Islam

Islam menetapkan aturan-aturan yang fleksibel dalam bidang muamalah, karena


bidang tersebut amat dinamis, mengalami perkembangan.

Meskipun bersifat fleksibel, Islam memberikan ketentuan agar perkembangan di


bidang muamalah tidak menimbulkan kemudharatan atau kerugian dalam
masyarakat.

Meskipun bidang muamalah berkaitan dengan kehidupan duniawi, namun


dalam prakteknya tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan ukhrawi, sehingga
dalam ketentuan-ketentuannya mengandung aspek halal, haram, sah, batal, dsb.

Sumber Hukum Muamalah

Sumber hukum fiqih muamalah secara umum berasal dari tiga sumber utama,
yaitu Al Quran dan Hadits, dan ijtihad.

1. Al Qur’an

Seperti yang telah diketahui bahwa Al Qur’an merupakan referensi utama


yang memuat pedoman dasar bagi umat manusia. Khususnya dalam
menemukan dan menarik suatu perkara dalam kehidupan. Sudah seharusnya
setiap muslim selalu berpegang teguh kepada hukum-hukum yang terdapat di
dalam Al Qur’an sebagai petunjuk agar menjadi manusia yang taat kepada
Allah SWT, yaitu mengikuti segala perintah Allah dan menjauhi segala
larangannya. Ayat tentang muamalah antara lain :

QS An Nisa’ Ayat 58 yang artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu


menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya dan (menyuruh
kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan
dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepada kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”

QS Al Muthaffifin ayat 1-6 yang artinya : “1). Celakalah bagi orang-orang yang
curang (dalam menakar dan menimbang), 2) (yaitu) orang-orang yang apabila
menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, 3) dan apabila mereka
menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka mengurangi, 4) Tidakkah
orang-orang itu mengira, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, 5)
pada suatu hari yang besar, 6) (yaitu) pada hari (ketika) semua orang bangkit
menghadap Tuhan seluruh alam“
QS Ali Imran ayat 3 yang artinya : “Hai orang-orang yg beriman, janganlah
kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah
agar kamu mendapat keberuntungan”

2. Hadits

Seperti yang telah diketahui bahwa Hadits merupakan sumber hukum bagi
umat Islam yang kedua setelah Al Qur’an. yang digunakan oleh umat Islam
sebagai panduan dalam melaksanakan berbagai macam aktivitas, baik yang
berkaitan dengan urusan dunia maupun urusan akhirat. Hadits adalah segala
sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah SAW, baik berupa perkataan
(sabda), perbuatan, maupun ketetapan yang dijadikan sebagai landasan syari’at
Islam. Hadits tentang muamalah antara lain :

“Sesungguhnya jika Allah mengharamkan atas suatu kaum memakan sesuatu,


maka Allah mengharamkan pula hasil penjualannya” (HR. Abu Daud)

“Janganlah kalian berbuat zhalim, ingatlah tidak halal harta seorang kecuali
dengan keridhoan darinya” (HR al-Baihaqi).

Dari Abdullah bin mas’ud r.a dari Nabi SAW beliau bersabda : Riba itu terdiri
73 pintu. Yang paling ringan diantarannya adalah seperti seseorang laki-laki
yang berzina dengan ibunya, dan sehebat-hebattnya riba adalah merusak
kehormatan seorang muslim. (HR. Ibnu Majah).

3. Ijtihad

Sumber hukum yang ketiga setelah Al Qur’an dan hadits adalah ijtihad, yaitu
proses menetapkan suatu perkara baru dengan akal sehat dan pertimbangan
yang matang, dimana perkara tersebut tidak dibahas dalam Al Qur’an dan
hadits. Ijtihad merupakan sumber yang sering digunakan dalam perkembangan
fiqih muamalah sebagai solusi terhadap suatu permasalahan yang harus
diterapkan hukumnya, tetapi tidak ditemukan dalam Al Qur’an maupun Hadits.

B. PANDANGAN ISLAM TENTANG KEHIDUPAN DUNIA

Allah SWT menciptakan dunia beserta isinya dan terlepas dari itu semua,
Allah menciptakan dunia untuk tujuan tertentu. Kehidupan dunia seringkali
membuat manusia terlena dan tidak mengingat bahwa kehidupan tersebut
tidaklah abadi. Dalam kehidupan dunia, manusia melewati fase-fase tertentu
dan dalam setiap fase kehidupan tersebut manusia mengalami berbagai macam
hal. Manusia sendiri tidak bisa mengatur apakah dirinya akan lahir didunia dan
dimana ia akan dilahirkan, semuanya sudah diatur oleh Allah SWT . Suka
ataupun tidak, setiap . yang terlahir didunia harus menjalani kehidupan dan
berusaha untuk bertahan hidup dengan segala kemampuannya. Tapi, apakah kita
benar-benar mengerti apakah sebenarnya dunia itu dan bagaimana pandangan
islam tentang dunia? Untuk mengetahuinya dengan lebih jelas, simak penjelasan
berikut ini mengenai dunia menurut islam :

1. Hakikat Dunia Dalam Islam

Dunia menurut islam hakikatnya hanyalah permainan dan sifatnya fana atau
tidak abadi. Dunia adalah tempat dimana manusia hidup dan beraktifitas serta
menjalankan segala urusannya terutama untuk beribadah kepada Allah SWT.
Dunia diciptakan oleh Allah beserta isinya untuk mendukung kehidupan
manusia dan memenuhi segala kebutuhannya, meskipun demikian keindahan
dunia dan segala yang ada didalamnya justru membuat manusia lupa atas tujuan
penciptaannya dan melupakan Allah SWT. Allah SWT berfirman dalam surat
Al hadid ayat 20 bahwa dunia ini sebenarnya hanya permainan belaka,
sebagaimana yang disebutkan berikut ini

‫ب‬َ ‫ث أَ ْع َج‬
ٍ ‫ ِل َغ ْي‬Rَ‫ال َواأْل َوْ اَل ِد ۖ َك َمث‬ َ R‫اثُ ٌر فِي اأْل َ ْم‬RR‫ا ُخ ٌر بَ ْينَ ُك ْم َوتَ َك‬RRَ‫ةٌ َوتَف‬Rَ‫ا ْعلَ ُموا أَنَّ َما ْال َحيَاةُ ال ُّد ْنيَا لَ ِعبٌ َولَ ْه ٌو َو ِزين‬
ِ ‫و‬R
ٌ ‫ًًّرا ثُ َّم يَ ُكونُ ُحطَا ًما ۖ َوفِي اآْل ِخ َر ِة َع َذابٌ َش ِدي ٌد َو َم ْغفِ َرةٌ ِمنَ هَّللا ِ َو ِرضْ َو‬Rˆ َ‫ْال ُكفَّا َر نَبَاتُهُ ثُ َّم يَ ِهي ُج فَت ََراهُ ُمصْ ف‬
‫ان ۚ َو َما‬
ِ ‫ع ْال ُغر‬
‫ُور‬ ُ ‫ْال َحيَاةُ ال ُّد ْنيَا إِاَّل َمتَا‬

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan


suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta
berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang
tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi
kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di
akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-
Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (Qs
Al Hadid ; 20)”

2. Tipu daya Dunia

Sungguh dunia ini penuh dengan tipu daya dan muslihat dan membuat
manusia terlena dibuatnya. Bahkan Rasulullah SAW juga merasa khawatir
apabila umatnya terpedaya oleh dunia dan melupakan kehidupan akhirat sebagai
tujuan hidupnya, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits berikut :

‫إِ َّن ِم َّما أَخَافُ َعلَ ْي ُك ْم من بعدي ما يفتح عليكم من زهرة الدنيا و زينتها‬
“Sesungguhnya di antara yang aku khawatirkan pada diri kalian setelah
peninggalanku ialah dibukakannya bunga dunia dan pernak-perniknya untuk
kalian

3. Keutamaan Akhirat Dibandingkan Dunia

Saat ini manusia berlomba-lomba mengejar dunia dan berusaha untuk mencari
kesenangan dunia dengan berbagai cara termasuk dengan cara-cara yang
diharamkan. Banyak manusia yang terperdaya dunia dan tidak menganggap
bahwa dunia sebenarnya hanya tempat singgah saja dan akhirat adalah sesuatu
yang seharusnya dikejar. Terlalu larut dalam dunia justru akan membuat
manusia lupa dengan akhirat dan akhirnya melupakan kewajibannya kepada
Allah SWT termasuk meninggalkan shalat wajib dan ibadah lainnya..
Dibandingkan dengan dunia, akhirat adalah tempat yang kekal dan abadi jadi
sudah selayaknya manusia lebih mendahulukan kepentingan akhirat
dibandingkan dengan kepentingan duniawi. Allah SWT berfirman :
ْ ‫اَل هَا َم‬R‫ص‬
‫ َو َم ْن‬R*‫ذ ُمو ًما َّم ْدحُورًا‬R ْ َ‫هُ َجهَنَّ َم ي‬Rَ‫ا ل‬Rَ‫ ُد ثُ َّم َج َع ْلن‬R‫ا ُء لِ َمن ُّن ِري‬R‫اجلَةَ َعج َّْلنَا لَهُ فِيهَا َما ن ََش‬
ِ ‫َّمن َكانَ ي ُِري ُد ْال َع‬
‫ك َكانَ َس ْعيُهُم َّم ْش ُكورًا‬ Rَ ِ‫ى لَهَا َس ْعيَهَا َوه َُو ُم ْؤ ِم ٌن فَأُو ٰلَئ‬Rٰ ‫أَ َرا َد اآْل ِخ َرةَ َو َس َع‬

“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami


segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami
kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya
dalam keadaan tercela dan terusir. Dan barangsiapa yang menghendaki
kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia
adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi
dengan baik.” (QS Al-Isra’: 18-19).

4. Balasan Bagi Mereka Yang Mementingkan Dunia

Seringkali manusia tidak sadar bahwa ia lebih mengutamakan dunia


dibandingkat akhirat dan manusia tersebut akhirnya melalaikan kewajiban
kepada Allah SWT sebagaimana orang-orang kafir. Orang-orang kafir didunia
gemar berfoya-foya dan bersenang-senang dengan harta yang mereka miliki dan
terkadang mereka juga menertawakan mereka yang berbuat amal shaleh dan
bersabar atas segala ujian yang diberikan Allah SWT. Allah sendiri menjamin
bahwa orang-orang mukmin yang bersabar didunia untuk kehidupan diakhirat,
mereka akan mendapat balasannya diakhirat kelak demikian juga para kaum
kafir. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT dalam ayat berikut :
‫وا إِلَ ٰى أَ ْهلِ ِه ُم‬RRُ‫ا َم ُزونَ * َوإِ َذا انقَلَب‬RR‫رُّ وا بِ ِه ْم يَتَ َغ‬RR‫ َح ُكونَ * َوإِ َذا َم‬R ‫ض‬
ْ َ‫وا ي‬RRُ‫انُوا ِمنَ الَّ ِذينَ آ َمن‬RR‫ َك‬R‫وا‬RR‫إِ َّن الَّ ِذينَ أَجْ َر ُم‬
َ‫وا ِمن‬RRُ‫م الَّ ِذينَ آ َمن‬Rَ ْ‫ضالُّونَ * َو َما أُرْ ِسلُوا َعلَ ْي ِه ْم َحافِ ِظينَ * فَ ْاليَو‬ َ َ‫انقَلَبُوا فَ ِك ِهينَ * َوإِ َذا َرأَوْ هُ ْم قَالُوا إِ َّن ٰهَؤُاَل ِء ل‬
َ‫ب ْال ُكفَّا ُر َما َكانُوا يَ ْف َعلُون‬ َ ‫ك يَنظُرُونَ * هَلْ ثُ ِّو‬ ِ ِ‫ار يَضْ َح ُكونَ * َعلَى اأْل َ َرائ‬ ِ َّ‫ْال ُكف‬
“Sesungguhnya orang-orang yang berdosa, adalah mereka yang menertawakan
orang-orang yang beriman. Dan apabila orang-orang yang beriman lalu di
hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya. Dan apabila
orang-orang yang berdosa itu kembali kepada kaumnya, mereka kembali
dengan gembira. Dan apabila mereka melihat orang-orang mukmin, mereka
mengatakan: “Sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat”,
padahal orang-orang yang berdosa itu tidak dikirim untuk penjaga bagi orang-
orang mukmin.Maka pada hari ini, orang-orang yang beriman menertawakan
orang-orang kafir,mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang.
Sesungguhnya orang-orang kafir telah diberi ganjaran terhadap apa yang dahulu
mereka kerjakan.” (QS Al-Muthaffifin: 29-36)

5. Berlomba-lomba Dalam kebaikan

Sesungguhnya Allah SWT menciptakan dunia beserta isinya untuk manusia dan
dengan tujuan agar manusia beribadah kepada Allah SWT. Oleh sebab itu
selama hidup di dunia selayaknya manusia berlomba-lomba dalam kebaikan dan
selalu menjalankan kewajiban dan menjauhi larangannya sebagai bentuk rasa
iman dan taqwa kepada Allah SWT (baca fungsi iman kepada Allah dan
manfaat beriman kepada Allah). Allah SWT berfirman :

َ‫ك‬RRِ‫لِ ِه ۚ ٰ َذل‬R‫ُس‬ ْ ‫ َّد‬R‫ض أُ ِع‬


ُ ‫وا بِاهَّلل ِ َور‬RRُ‫ت لِلَّ ِذينَ آ َمن‬ ِ ْ‫ض ال َّس َما ِء َواأْل َر‬ ُ ْ‫َسابِقُوا إِلَ ٰى َم ْغفِ َر ٍة ِم ْن َربِّ ُك ْم َو َجنَّ ٍة َعر‬
ِ ْ‫ضهَا َك َعر‬
‫فَضْ ُل هَّللا ِ ي ُْؤتِي ِه َم ْن يَ َشا ُء ۚ َوهَّللا ُ ُذو ْالفَضْ ِل ْال َع ِظ ِيم‬

“Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan


surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang
yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah,
diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai
karunia yang besar” (QS Al Hadid 21)

Dunia ini memang nampak sangat menarik dan menggoda. Semoga kita
senantiasa bisa istiqomah untuk menjalankan kewajiban kita kepada Allah
SWT.
C. MAKNA SPIRITUAL TENTANG KEJAYAAN HIDUP

Secara etimologi kata “sprit” berasal dari kata Latin “spiritus”, yang
diantaranya berarti “roh, jiwa, sukma, kesadaran diri, wujud tak berbadan, nafas
hidup, nyawa hidup.” Dalam perkembangan selanjutnya kata spirit diartikan
secara lebih luas lagi. Para filosuf, mengonotasikan “spirit” dengan (1) kekuatan
yang menganimasi dan memberi energi pada cosmos, (2) kesadaran yang
berkaitan dengan kemampuan, keinginan, dan intelegensi, (3) makhluk
immaterial, (4) wujud ideal akal pikiran (intelektualitas, rasionalitas, moralitas,
kesucian atau keilahian).

Sementara itu, Allama Mirsa Ali Al-Qadhi dikutip dalam bukunya


Dr.H.M.Ruslan,MA mengatakan bahwa spiriritualitas adalah tahapan perjalanan
batin seorang manusia untuk mencari dunia yang lebih tinggi dengan bantuan
riyadahat dan berbagai amalan pengekangan diri sehingga perhatiannya tidak
berpaling dari Allah, semata-mata untuk mencapai puncak kebahagiaan abadi.

Selain itu, dikutip pada buku yang sama, Sayyed Hosseein Nash salah seorang
spiritualis Islam mendefinisikan spiritual sebagai sesuatu yang mengacu pada
apa yang terkait dengan dunia ruh, dekat dengan Ilahi, mengandung kebatinan
dan interioritas yang disamakan dengan yang hakiki. Spiritualitas menurut Ibn
‘Arabi adalah pengerahan segenap potensi rohaniyah dalam diri manusia yang
harus tunduk pada ketentuan syar’I dalam melihat segala macam bentuk realitas
baik dalam dunia empiris maupun dalam dunia kebatinan.

Penjelasan Al-Qur’an tentang spiritual

Sebagaimana disebutkan bahwa ranah spiritual esensinya bukanlah materi atau


jasadiah akan tetapi ia merupakan konsep metafisika yang pengkajiannya
melalui pendalaman kejiwaan yang seringkali disandarkan pada wilayah agama.
Islam sebagai salah satu agama yang diturunkan oleh Allah SWT juga tidak
terlepas dari ajaran spiritual yang melambangkan kesalahenan pribadi seorang
muslim. Dalam hal ini, Allah SWT menjelaskan dalam surat Asy-Syams ayat 7-
10 sebagai berikut:

َ َ‫د خ‬Rْ َ‫ قَ ْد أَ ْفلَ َح َمن زَ َّكاهَا ) َوق‬. ‫ فَأ َ ْلهَ َمهَا فُجُو َرهَا َوتَ ْق َواهَا‬. ‫س َو َما َس َّواهَا‬
‫اب َم ْن َدسَّاهَا‬ ٍ ‫َونَ ْف‬
“Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya, maka Allah mengilhamkan
kepada jiwa itu (perilaku) kejahatan dan ketakwaannya. Sungguh beruntung
orang yang menyucikannya, dan sungguh merugi orang yang mengotorinya.”
(Qs. asy-Syams/91: 7-10).6
Pada ayat di atas, setelah bersumpah dengan matahari, bulan, siang, malam,
langit, dan bumi, Allah bersumpah atas nama jati diri/jiwa manusia dan
penciptaannya yang sempurna. Lalu Allah mengilhamkan kefasikan dan
ketakwaan ke dalam jiwa/diri manusia.

Al-Qurthubi mengatakan bahwa sebagian ulama mengartikan kata ‘nafs’


sebagai Nabi Adam, namun sebagian yang lain mengartikannya secara umum,
yaitu jati diri manusia itu sendiri.

Menurut Ibn ‘Asyur, kata ‘nafs’ dalam ayat berbentuk nakirah (tanpa alif lam
ta‘rif), ini menunjukkan nama jenis, sehingga mencakup jati diri seluruh
manusia. Hal ini senada dengan penggunaan kata yang sama secara nakirah
dalam ayat 5 surat al-Infithar:
ْ ‫ت َوأَ َّخ َر‬
)5 :]82[ ‫ت (االنفطار‬ ْ ‫ت نَ ْفسٌ َما قَ َّد َم‬
ْ ‫َعلِ َم‬

“Maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakan dan yang
dilalaikannya. (Q. S. al-Infithar [82]:8.

Oleh karena itu kata ‘wa ma sawwaha’ mengandung penjelasan bahwa Allah
menciptakan diri setiap manusia dalam kondisi yang sama, tidak berbeda antar
satu dengan lainnya. Sebab kesempurnaan bentuk manusia (taswiyyah) tercapai
setelah proses pembentukan janin sempurna, yaitu pada awal masa kanak-
kanak. Karena taswiyyah merupakan pembentukan fisik manusia, penyiapan
kemampuan motorik, dan intelektual. Seiring pertumbuhannya, potensi dalam
diri manusia meningkat sehingga ia siap menerima ilham dari Allah. Kata ilham
sebagaimana pengertian dalam ayat tidak dikenal di kalangan orang Arab
sebelum Islam, sehingga penjelasan untuk kata ilham tidak bisa dicari dalam
syair-syair Arab kuno. Tidak diketahui kapan pertama kali kata ini muncul,
namun diyakini Alquran lah yang menghidupkan kata ini, sebab ia adalah kata
yang mendalam dan mengandung makna kejiwaan. Menurut Ibn Asyur, kata
ilham diambil dari kata “allahm“ yang berarti tegukan dalam sekali gerak.
Secara terminologis, kata ilham digunakan untuk menyatakan konsep keilmuan
tertentu di kalangan para ahli sufi. Ia diartikan sebagai hadirnya pengetahuan
dalam diri manusia tanpa harus melalui usaha belajar dan penalaran. Dengan
kata lain, ini merupakan ilmu yang tidak berdasar dalil, yaitu ilmu yang hadir
seumpama insting bagi manusia. Bandingannya, seperti hadirnya pengetahuan
pada seseorang agar segera menghindar saat berhadapan dengan hal yang tidak
baik baginya.
Dengan pengertian seperti di atas, Ibn Abbas menafsirkan kata “fa alhamaha
fujuraha wa taqwaha,” bahwa Allah mengajarkan manusia (‘arrafaha) tentang
jalan fasik, dan jalan takwa. Tidak jauh berbeda, Mujahid juga menafsirkan kata
alhamaha sebagai ‘arrafaha; bahwa Allah memperkenalkan jalan taat dan jalan
maksiat bagi manusia. Penafsiran serupa juga dinyatakan oleh al-Farra’, namun
ada juga ulama yang melakukan penafsiran berbeda. Tanpa pengilhaman kedua
hal itu, akal tidak akan mampu memahami apa itu fasik dan takwa, demikian
pula manusia tidak akan mampu memahami apa itu dosa dan pahala. Hal ini lah
yang mempertautkan pernyataan ayat 8 dengan konsekuensinya dalam ayat 9
dan Redaksi dan munasabah menunjukkan bahwa kedua ayat ini merupakan
kesatuan dengan ayat sebelumnya, jadi tidak bisa ditafsirkan secara terpenggal.
Logika yang terbangun; setelah Allah menjelaskan adanya pengilhaman fujur
dan taqwa dalam diri manusia, lalu Allah menyatakan konsekuensinya:
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan
sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”

Logika ini cukup relevan dengan redaksi ayat, sebab ayat 8 menggunakan
waw‘athaf yang berarti fujur dan taqwa sama-sama diilhamkan dalam jiwa
manusia, maka pernyataan dalam ayat 9 dan 10 menunjukkan akibat dari fujur
dan taqwa itu.Dari itu manusia patut disifatkan sebagai orang yang beruntung
atau rugi, karena ia sendiri yang memilih untuk menyucikan, atau mengotori
jiwanya. Sebab sebelumnya ia telah diberi ilham sehingga dapat membedakan
antara fujur dantaqwa, bahkan para nabi pun telah diutus untuk memberinya
pengajaran. Ayat-ayat diatas menyatakan bahwa dalam penciptaannya (jiwa) itu
Allah telah mengilhamkan jalan kefasikan dan ketaqwaan kepadanya.
Beruntunglah bagi orang yang mau menjaga dan membina untuk kesucian
jiwanya dan rugilah orang yang tidak mau menjaga dan membina jiwanya,
membiarkan dan mengotorinya. Jalan untuk menjaga dan membina jiwa banyak
tantangan dan godaan, sedangkan jalan untuk mengotorinya mudah dan tanpa
perjuangan. Menjaga dan membina jiwa hanya dapat dengan tunduk kepada
semua aturan Allah, beribadah kepada-Nya, selalu ingat dan bertaqarrub
kepada-Nya, melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-
Nya.

Dengan itulah jiwa terbina membentuk pribadi yang teguh memegang


kebenaran dan keadilan untuk mencapai kesempurnaan hidup, kebahagiaan di
dunia dan akhirat kelak, Insya Allah. Jiwa inilah yang akan mencapai
ketenangan dan ketentraman dan jiwa inilah yang akan mendapatkan
penghormatan yang tinggi dan agung mendapatkan panggilan yang penuh rindu
dan kasih sayang-Nya. Seperti yang difirmankan Allah dalam QS.Al-Fajr: 27-
30:

)28(‫) ارجعى إلى ربك راضية مرضية‬27( ‫يأيتها النفس المطمئنة‬

)30( ‫) فادخلى جنتى‬29( ‫فادخلى فى عبادى‬

“Wahai jiwa-jiwa yang tenang (27), kembalilah kepada Tuhanmu dengan rela
dan diridlai (28), masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku (29),
masuklah ke dalam sorga-Ku (30).

[Q. S. al-Fajr, 89: 27-30].10

Jiwa inilah yang diseru oleh ayat ini: “Wahai jiwa yang telah mencapai
ketentraman.” (ayat 27). Yang telah menyerah penuh dan tawakkal kepada
Tuhannya: Telah tenang, karena telah mencapai yakin: terhadap Tuhan.

Berkata Ibnu ‘Atha’: “Yaitu jiwa yang telah mencapai ma’rifat sehingga tak
sabar lagi bercerai dari Tuhannya walau sekejap mata.” Tuhan itu senantiasa
ada dalam ingatannya.

Berkata Hasan Al-Bishri tentang muthmainnah ini: “Apabila Tuhan Allah


berkehendak mengambil nyawa hamba-Nya yang beriman, tenteramlah jiwanya
terhadap Allah, dan tenteram pula Allah terhadapnya.”

Berkata sahabat Rasulullah SAW ‘Amr bin Al-‘Ash (Hadis mauquf): “Apabila
seorang hamba yang beriman akan meninggal, diutus Tuhan kepadanya dua
orang malaikat, dan dikirim beserta keduanya suatu bingkisan dari dalam
syurga. Lalu kedua malaikat itu menyampaikan katanya: “Keluarlah, wahai jiwa
yang telah mencapai keternteramannya, dengan ridha dan diridhai Allah.
Keluarlah kepada Roh dan Raihan. Tuhan senang kepadamu, Tuhan tidak marah
kepadamu.” Maka keluarlah Roh itu, lebih harum dari kasturi.”

“Kembalilah kepada Tuhanmu, dalam keadaan ridha dan diridhai.” (ayat 28).
Artinya: setelah payah engkau dalam perjuangan hidup di dunia yang fana,
sekarang pulanglah engkau kembali kepada Tuhanmu, dalam perasaan sangat
lega karena ridha; dan Tuhan pun ridha, karena telah menyaksikan sendiri
kepatuhanmu kepadaNya dan tak pernah mengeluh.

“Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku.” (ayat 29). Di sana


telah menunggu hamba-hamba-Ku yang lain, yang sama taraf perjuangan hidup
mereka dengan kamu; bersama-sama di tempat yang tinggi dan mulia. Bersama
para Nabi, para Rasul, para shadiqqin dan syuhadaa. “Wa hasuna ulaa-ika
rafiiqa”; Itulah semuanya yang sebaik-baik teman.

“Dan masuklah ke dalam syurga-Ku.” (ayat 30). Di situlah kamu berlepas


menerima cucuran nikmat yang tidak akan putus-putus daripada Tuhan; Nikmat
yang belum pernah mata melihatnya, belum pernah telinga mendengarnya, dan
lebih daripada apa yang dapat dikhayalkan oleh hati manusia. Dan ada pula satu
penafsiran yang lain dari yang lain; yaitu annafs diartikan dengan roh manusia,
dan rabbiki diartikan tubuh tempat roh itu dahulunya bersarang. Maka
diartikannya ayat ini: “Wahai Roh yang telah mencapai tenteram, kembalilah
kamu kepada tubuhmu yang dahulu telah kamu tinggalkan ketika maut
memanggil,” sebagai pemberitahu bahwa di hari kiamat nyawa dikembalikan ke
tubuhnya yang asli. Penafsiran ini didasarkan kepada qiraat (bacaan) Ibnu
Abbas, Fii ‘Abdii dan qiraat umum Fii “Ibaadil.

Begitu pula firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

‫فَالَ تُزَ ُّكوا أَنفُ َس ُك ْم ه َُو أَ ْعلَ ُم بِ َم ِن اتَّقَى‬

“Maka, janganlah kamu menganggap dirimu suci. Allah lebih mengetahui


tentang siapa yang bertakwa.” (Qs. an-Najm/53: 32).

Serta firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

‫ الَّ ِذي ي ُْؤتِي َمالَهُ يَتَزَ َّكى‬. ‫َو َسي َُجنَّبُهَا ْاألَ ْتقَى‬

“Dan orang yang paling bertakwa akan dijauhkan dari api neraka, yaitu orang
yang menginfakkan hartanya serta menyucikan dirinya.” (Qs. al-Lail/92: 17-
18).

Kedua ayat ini menjelaskan bahwa pembersihan jiwa pada hakikatnya adalah
ketakwaan kepada Allah. Dan memang tujuannya adalah ketakwaan kepada
Allah.

Di sini perlu juga dipahami dengan baik sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam berikut,

‫لم‬RR‫ رواه مس‬.‫ا‬RRَ‫ا َو َموْ الَه‬RRَ‫ أَ ْنتَ َولِيُّه‬،‫ا‬RRَ‫ ُر َم ْن َز َّكاه‬RRْ‫ أَ ْنتَ َخي‬R‫ا‬RRَ‫ َو َز ِّكه‬،‫ا‬RRَ‫ي تَ ْق َواه‬RR‫ت نَ ْف ِس‬
ِ ‫“اَللَّهُ َّم آ‬Ya Allah!
Anugerahkanlah ketakwaan pada jiwaku, bersihkanlah ia, Engkau adalah
sebaik-baik yang membersihkan jiwa. Engkaulah Penguasa dan Pemiliknya.”
(HR. Muslim).
Dengan qalbu serta jiwa yang bersih dan bertakwa, akan tercapailah maksud
diciptakannya manusia. Yaitu hanya beribadah dan menyembah kepada Allah
saja. Allah berfirman,

َ ‫ت ْال ِج َّن َو ْا ِإل‬


ِ ‫نس إِالَّلِيَ ْعبُد‬
‫ُون‬ ُ ‫َو َما َخلَ ْق‬

“Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah
kepada-Ku saja.” (Qs. adz-Dzaariyaat/51: 56).

D. RUANG LINGKUP MUAMALAH

Pada ruang lingkup fiqih muamalah meliputi seluruh kegiatan muamalah


manusia berdasarkan hukum-hukum Islam, baik berupa perintah maupun
larangan-larangannya yang terkait dengan hubungan manusia dengan manusia
lainnya. Di atas sudah dijelaskan bahwa berdasarkan aspeknya, muamalah
dibagi menjadi dua jenis, yaitu muamalah adabiyah dan madiyah.

1. Muamalah Adabiyah

Penjelasan muamalah adabiyah adalah muamalah yang berkaitan dengan


bagaimana cara tukar menukar benda ditinjau dari segi subjeknya, yaitu
manusia. Muamalah adabiyah mengatur tentang batasan-batasan yang boleh
dilakukan atau tidak boleh dilakukan oleh manusia terhadap benda yang
berkaitan dengan adab dan akhlak, seperti kejujuran, kesopanan, menghargai
sesama, saling meridhoi, dengki, dendam, penipuan dan segala sesuatu yang
berkaitan dengan aktivitas manusia dalam hidup bermasyarakat dalam
mengelola suatu benda Pada muamalah adabiyah memberikan panduan yang
syara’ bagi perilaku manusia untuk melakukan tindakan hukum terhadap sebuah
benda. Semua perilaku manusia harus memenuhi prasyarat etis normatif
sehingga perilaku tersebut dianggap layak untuk dilakukan.

2.  Muamalah Madiyah

Sedangkan muamalah madiyah adalah muamalah yang berkaitan dengan objek


muamalah atau bendanya. Muamalah madiyah menetapkan aturan secara syara’
terkait dengan objek bendanya. Apakah suatu benda halal, haram, dan syubhat
untuk dimiliki, diupayakan dan diperjualbelikan, apakah suatu benda bisa
menyebabkan kemaslahatan atau kemudharatan bagi manusia, dan beberapa
segi lainnya. Dengan kata lain, muamalah madiyah bertujuan untuk
memberikan panduan kepada manusia bahwa dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya yang bersifat kebendaan dan bersifat sementara bukan sekedar
memperoleh keuntungan semata, tetapi juga bertujuan untuk memperoleh ridha
Allah SWT, dengan cara melakukan muamalah sesuai dengan aturan main yang
sesuai dengan aturan-aturan yang ditetapkan secara syara’. Ruang lingkup
muamalah yang bersifat madiyah antara lain adalah sebagai berikut :

 Jual-beli ( bai’ )

 Gadai ( rahn )

 Jaminan dan tanggungan ( Kafalah dan Dhaman )

 Pemindahan hutang ( hiwalah )

 Pailit ( taflis )

 Perseroan atau perkongsian ( syirkah )

 Perseroan harta dan tenaga ( mudharabah )

 Sewa menyewa tanah (mukhabarah)

 Upah (ujral al-amah)

 Gugatan (asy syuf’ah)

 Sayembara (al ji’alah)

 Batas bertindak (al hajru)

 Pembagian kekayaan bersama (al qisamah)

 Pemberian (al hibbah)

 Pembebasan (al ibra’), damai (ash shulhu)

 Masalah-masalah seperti bunga bank, kredit, asuransi dan masalah-


masalah baru lainnya.

Perlu diketahui bahwa ruang lingkup muamalah juga mencakup seluruh aspek
kehidupan manusia seperti bidang ekonomi, sosial, politik, dan sebagainya.
Menurut Abdul Wahhab Khallaf, berdasarkan tujuannya, muamalah dalam
Islam memiliki ruang lingkup yang meliputi :
1. Hukum Keluarga (Ahkam Al Ahwal Al-Syakhiyyah)

Merupakan hukum yang berkaitan dengan urusan keluarga dan


pembentukannya yang bertujuan untuk membangun dan memelihara keluarga
sebagai bagian terkecil. Meliputi hukum tentang hak maupun kewajiban suami,
istri, dan anak serta hubungan keluarga satu dengan lainnya

2. Hukum Perdata (Al Ahkam Al Maliyah)

Merupakan hukum yang mengatur hubungan individu-individu dalam


bermuamalah serta bentuk-bentuk hubungannya, seperti jual beli, sewa-
menyewa, hutang piutang, perjanjian, perserikatan dan lain sebagainya. Jadi
hukum perdata berkaitan dengan kekayaan dan hak-hak atas pemeliharaannya
sehingga tercipta hubungan yang harmonis di dalam masyarakat.

3. Hukum Pidana (Al-Ahkam Al-Jinaiyyah)

Merupakan hukum yang berkaitan dengan segala bentuk kejahatan, pelanggaran


hukum dan ketentuan sanksi-sanksi hukumnya. Tujuannya adalah untuk
menjaga ketentraman dan keamanan hidup umat manusia termasuk harta
kekayaannya, kehormatannya, dan membatasi hubungan antara pelaku tindak
pidana kejahatan dengan masyarakat maupun korban.

4. Hukum Acara (Al-Ahkam Al-Murafa’at)

Definisi hukum acara adalah hukum yang berkaitan dengan sumpah, persaksian,
tata cara mempertahankan hak dan memutuskan siapa yang terbukti bersalah,
sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Pada hukum ini bertujuan untuk
mengatur dan merealisasikan keadilan di dalam kehidupan masyarakat.

5. Hukum Perundang-Undangan (Al-Ahkam Al-Dusturiyyah)

Merupakan hukum yang berkaitan dengan perundang-undangan yang berlaku


untuk membatasi hubungan hakim dengan terhukum serta menetapkan hak-hak
perorangan dan kelompok.

6. Hukum Kenegaraan (Al-Ahkam Al-Duwaliyyah)

Merupakan hukum yang berkaitan dengan hubungan antara penguasa


(pemerintah) dengan rakyatnya, hubungan antar kelompok masyarakat dalam
suatu negara maupun antar negara. Hukum ini bertujuan untuk mengatur
mengatur hubungan di antara umat Islam dengan yang lainnya yang ada dalam
suatu Negara, hubungan pemerintah dan rakyatnya serta hubungan yang terjadi
antar negara pada masa damai dan masa perang.

7. Hukum Keuangan dan Ekonomi (Al-Ahkam Al-Iqtishadiyyah Wa Al-


Maliyyah)

Merupakan hukum yang berkaitan dengan hak-hak dari fakir miskin di dalam
harta orang kaya, mengatur sumber keuangan negara, pendistribusian serta
permasalahan pembelanjaan negara dalam rangka untuk kepentingan
kesejahteraan rakyatnya.

E. PRINSIP-PRINSIP BERMUAMALAH

Hakikat diturunkannya syari’at Islam adalah mendatangkan kemaslahatan dan


menghindarkan kerusakan, yang tercermin dalam bentuk perintah dan larangan
dari Allah SWT dan Rasul-Nya. Setiap bentuk perintah yang mesti dikerjakan,
pasti di situ juga mengandung kemaslahatan bagi manusia. Sebaliknya, setiap
bentuk larangan yang mesti ditinggalkan, pasti juga mengandung kemudharatan
bagi manusia. Walaupun seringkali hikmah dari perintah dan larangan tersebut
terungkap jauh setelah dalilnya diturunkan. Demikian pula dengan ketentuan
dalam muamalah, adalah jelas untuk kemaslahatan manusia secara umum.
Ketentuan-ketentuan muamalah secara syari’at Islam yang tidak akan
mengabaikan aspek penting dalam kesinambungan hidup manusia. Secara garis
besar, terdapat dua prinsip dalam muamalah yakni prinsip umum dan prinsip
khusus.

Prinsip Umum

Dalam prinsip umum muamalah terdapat empat hal yang utama, yaitu :

 Hukum asal dalam muamalah pada dasarnya adalah mubah kecuali ada
dalil yang mengharamkannya.

 Muamalah dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan


kemaslahatan / manfaat dan menghindarkan mudharat dalam masyarakat.

 Pelaksanaan Muamalah didasarkan dengan tujuan memelihara nilai


keseimbangan (tawazun) berbagai segi kehidupan, yang antara lain
meliputi keseimbangan antara pembangunan material dan spiritual,
pemanfaatan serta pelestarian sumber daya.
 Muamalah dilaksanakan dengan memelihara nilai keadilan dan
menghindari unsur-unsur kezaliman.

Perinsip khusus

Sementara itu prinsip khusus muamalah dibagi menjadi dua, yaitu yang
diperintahkan dan yang dilarang.

Adapun yang diperintahkan dalam muamalah terdapat tiga prinsip, yaitu :

 Objek transaksi harus yang halal, artinya dilarang melakukan aktivitas


ekonomi atau bisnis terkait yang haram.

 Adanya keridhaan semua pihak terkait muamalah tersebut, tanpa ada


paksaan.

 Pengelolaan dana / aset yang amanah dan jujur.

Sedangkan yang dilarang dalam muamalah antara lain :

 Riba, merupakan setiap tambahan / manfaat yang berasal dari kelebihan


nilai pokok pinjaman yang diberikan peminjam. Riba juga sebagai suatu
kegiatan yang menimbulkan eksploitasi dan ketidakadilan yang secara
ekonomi menimbulkan dampak sangat merugikan masyarakat

 Gharar, adalah mengandung ketidakjelasan, spekulasi, taruhan, bahaya,


cenderung pada kerusa kan.

 Tadlis (penipuan), misalnya penipuan dalam transaksi jual beli dengan


menyembunyikan atas adanya kecacatan barang yang diperjualbelikan.

 Berakad dengan orang-orang yang tidak cakap dalam hokum, seperti


orang gila, anak kecil, terpaksa, dan lain sebagainya.

F. AKHLAK BERMUAMALAH

“Nasihatilah diriku di kala aku sendiri, Jangan kau nasihati aku di tengah
keramaian Karena nasihat di muka umum adalah bagian dari penghinaan
yang tak suka aku mendengarnya, Jika engkau enggan dan tetap melanggar
kata-kataku Maka jangan menyesal jika aku enggan menurutimu.” (Imam
syafi’i)
AGAMA islam adalah nasihat, yakni nasihat yang berkaitan mengenai
kebenaran dan kesabaran. Nasihat mengenai ketakwaan. Nasihat mengenai amar
ma’ruf nahi mungkar. Nasihat laksana telaga yang diminum airnya ditengah
kehausan dalam pengembaraan. Nasihat adalah sedekah laksana senyuman dan
laksana perkataan yang baik. Oleh karenanya nasihat itu akan bermanfaat.
Nasihat adalah amal shalih namun letakkanlah nasihat itu pada tempatnya dan
situasinya agar ia menyentuh hati.

Nasihat tidak selamanya berupa perkataan namun perilaku yang baik juga
merupakan nasihat atau pelajaran yang berharga. Dalam bermuamalah
hendaklah memperhatikan beberapa nasehat berikut ini :

1. Menghindari tirani, sombong, syaitan, serakah dan jelek

2. Menjamin hak kepemilikan dan kebebasan

3. Bekerjasama saat susah dan senang.

4. Mematuhi peraturan dalam setiap perjanjian.

5. Membeli secara sopan dan sederhana.

6. Tidak menipu/berbohong dalam setiap perjanjian.

7. Memahami transaksi.

8. Menghindari transaksi yang tidak sesuai syari’at Islam.

9. Memberi toleransi bagi yang sulit membayar utang.

10.Jangan menunda2 bayar utang jika mampu.

11.Tidak menjual barang yang dilarang.

12.Memakai alat timbangan/ukur yang benar.

13.Jangan melakukan pembelian didepan.

14.Tidak membeli/menjual barang yang dicuri.

15.Jangan berjudi.

16.Jangan memakan riba.

Akhlak pedagang yang perlu dijaga antara lain :


1.  Jagalah Kejujuran

Jujur adalah mata uang yang berharga dan berlaku dimana-mana. Begitulah
menurut kata bijak yang sering kita dengar. Kejujuran didalam berdagang akan
memberikan keberkahan kepada penjual dan pembeli. Kejujuran adalah akhlak
para nabi dan rasul. Semoga kita dimudahkan untuk senantiasa jujur.

“Penjual dan pembeli boleh meneruskan/memutuskan transaksi selama belum


berpisah. Jika keduanya jujur, keduanya akan diberkahi. Namun, jika keduanya
berdusta dan saling tertutup., hilanglah berkah jual beli keduanya.” (Muttafaq
“alaihi).

2. Bersikap terbuka dan toleransi

Sikap keterbukaan dan toleransi didalam perdagangan adalah sikap yang penuh
dengan rahmat dan kasih sayang dari Allah. Semoga kita bisa meraihnya.
“Semoga Allah merahmati seorang hamba yang bersikap penuh toleransi ketika
menual, membeli, dan menagih hutang.” (HR. Bukhari)

3. Janganlah menipu dan bersikap curang.

Menipu didalam perdagangan akan merugikan konsumen dan mampu


menghilangkan tingkat kepercayaan konsumen kepada penjual. Semoga Allah
jauhkan dari sifat ini.

“Barangsiapa yang menipu bukanlah golongan kami. Makar dan tipuan


tempatnya adalah neraka.” (HR. Thabrani)

4. Seringlah memberikan saran dan informasi

Sikap terbaik bagi penjual ialah memberi tahu kepada pembeli atau konsumen
tentang kelebihan dan kekurangan atau cacat barang yang akan dibelinya.
Berikanlah saran dan informasi kepada pembeli untuk memudahkan didalam
memilih barang yang akan dibelinya. Dan janganlah pelit informasi dan
menyembunyikan kecacatan barang supaya laku keras.

“Seorang muslim adalah saudara muslim lainnya. Tidak halal bagi seorang
muslim menjual barang yang mengandung cacat kepada orang lain, kecuali jika
ia menjelaskan.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah)

4. Jangan mengurangi takaran


Marilah kita renungkan sejenak betapa keuntungan yang tidak seberapa dan kita
berlaku curang itu tidak sebanding dengan beratnya hukuman yang kita terima
di akhirat kelak. Oleh karenanya takarlah sesuai takaran, dan takarlah dengan
baik serta janganlah mengurangi takaran.

“Celaka bagi orang-orang yang mengurangi takaran.” (QS. Al-Muthaffifin : 1)

5. Janganlah menimbun

Rasa senang ketika menimbun barang itu laksana berdiri diatas penderitaan
orang lain dan ia memanfaatkan rasa butuh orang lain atas barang tersebut dan
mereka melepas barang yang ia tinbun dengan harga tinggi. Semoga Allah
lindungi kita dari praktik seperti ini.

“Barangsiapa menimbun, maka ia berdosa.” (HR. Muslim)

6. Jauhi sumpah bohong

Menebar sumpah yang sebenarnya dusta kepada pembeli untuk meyakinkan


pembeli agar segera membeli adalah perbuatan yang tidak terpuji dan akan
menghilangkan berkahnya didalam berdagang.

“Sumpah dusta itu melariskan barang dagangan, namun menghilangkan berkah


usaha.” (Muttafaq ‘Alaihi)

7. Janganlah mendekati riba

Teriring doa, semoga keluarga kita dijauhkan oleh Allah dari riba baik dalam
praktiknya maupun debu ribanya. Riba itu dosanya lebih berat dari pada 36 kali
berzina dan bisa menghilangkan indahnya keberkahan.

“Satu dirham hasil riba yang dimakan seseorang, padahal ia tahu lebih berat
dosanya dari pada 36 kali berzina.” (HR. Ahmad )

8. Menjauhkan diri keluarga dari harta haram

Teriring doa, semoga keluarga kita dijauhkan dari harta yang haram,
dimudahkan dalam menjemput harta yang halal, dan dimudahkan didalam
menginfakkan harta yang halal tersebut serta senantiasa diliputi oleh
keberkahan dari harta yang halal.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, beliau berkata, “Mata pencaharian yang halal
lebih sulit dari pada memindah gunung.” Dagang adalah satu diantara tegaknya
agama dan dunia.

Nasr bin Yahya berkata, Telah sampai kepada kami sebagian nasihat para ahli
ilmu, “Tak akan tegak agama dan dunia, kecuali dengan empat perkara : ulama,
umara (pemimpin), prajurit, dan pengusaha (Dagang).”

Sebagai seorang pedagang perlu adanya ilmu agar ia terjaga dari sikap yang
tidak baik atau curang, saling merugikan dan tenggelam dalam lautan riba.

“Seorang pedagang jika tidak faham fikih akan tenggelam dalam riba,
tenggelam dan makin terbenam.” (Ali bin Abi Thalib)

Barangsiapa yang belum belajar agama, jangan berdagang di pasar kami.”


(Umar bin Khaththab)

Oleh karenanya belajar bab jual beli, muamalah, dan perdagangan serta akhlak
didalam berdagang perlu dipahami dan direnungkan sebelum terjun ke dunia
perdagangan atau wirausaha dikarenakan kemaslahatan yang besar bagi yang
memahami dan mempraktikannya dalam dunia perdagangan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Muamalah pada hakikatnya adalah untuk kemaslahatan kita dan menghilangkan


segala kemudharatan. Istilah muamalah biasanya juga dimaknai sebagai
hubungan sosial antar sesama manusia. Hidup seorang manusia akan dipandang
lebih baik ketika bisa memberikan manfaat bagi banyak orang. Untuk itu
seseorang perlu meningkatkan kualitas muamalahnya, yang dapat dilakukan
dengan cara mengevaluasi dan mengintrospeksi diri sendiri sudah sejauh
mana kita melakukan muamalah.

B. Saran

Semoga apa yang telah kami sajikan tadi dapat diambil intisarinya kemudian
diamalkan juga semoga berguna bagi kehidupan kita dimasa yang akan datang.
Daftar Pustaka

Subair, (2020). Muamalah, https://subair3.wordpress.com/2020/05/07/12-


muamalah/ , diakses pada 24 juni 2021, 06:40

Anda mungkin juga menyukai