A. PENGERTIAN ISLAM
Apa bila dicari asal katanya, Islam berasal dari kata aslama yang merupakan
turunan dari kata assalmu, assalamu dan assalamatu yang artinya bersih dan selamat dari
kecacatan lahir batin. Dari asal kata ini dapat diartikan bahwa dalam Islam terkandung
makna suci, bersih tanpa cacat atau sempurna. Kata Islam juga dapat diambil dari kata
assilmu dan assalmu yang berarti perdamaian dan keamanan. Dari asal kata ini Islam
mengandung makna perdamaian dan keselamatan. Karena itu kata assalamu ‘alaikum
merupakan tanda kecintaan seorang muslim kepada orang lain, dan dengan ucapan itu, ia
selalu menebarkan doa dan kedamaian kepada sesama. Kata assalamu, assalmu dan assilmu
juga berarti menyerahkan diri, tunduk dan taat. Semua asal kata di atas berasal dari tiga
huruf, yaitu sin, lam dan mim (dibaca salima) yang artinya sejahtera, tidak tercela dan
selamat.
Dari pengertian kata sebagaimana diungkapkan di atas, dapat disimpulkan bahwa
Islam mengandung arti berserah diri, tunduk, patuh dan taat sepenuhnya kepada kehendak
Allah SWT. Kepatuhan dan ketundukan kepada Allah itu melahirkan keselamatan dan
kesejahteraan diri serta kedamaian kepada sesama manusia dan lingkungannya.
Pengertian Islam secara terminologis diungkapkan Abdullah Almadoosi (1962)
bahwa Islam adalah kaidah hidup yang duturunkan kepada manusia sejak digelar ke muka
bumi, terbina dalam bentuknya yang terakhir dan sempurna, seperti tergambar dalam Al-
Qur’an yang suci yang diwahyukan Tuhan kepada Nabi-Nya yang terkahir, yakni Nabi
Muhammad ibn Abdullah, suatu kaidah hidup yang memuat tuntunan jelas dan lengkap
mengenai aspek hidup manusia, baik spiritual maupun material.
Dari definisi ini dapat disimpulkan, bahwa Islam adalah agama yang diturunkan
Allah kepada manusia melalui rasul-rasul-Nya, berisi hokum-hukum yang mengatur
hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan manusia dan manusia dengan alam
semesta. Agama yang diturunkan Allah ke muka bumi sejak Nabi Adam sampai Nabi
Muhammad SAW adalah agama Islam sebagaimana diungkapkan Al-Qur’an :
ِ ْ َّللا
اْلس ََْلم ِ َّ َإِ َّن الدِينَ ِع ْند
Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. (QS. Ali Imran : 19)
Semua rasul mengajarkan keesaan Allah (tauhid) sebagai dasar keyakinan bagi
ummatnya. Sedangkan aturan-aturan pengamalannya disesuaikan dengan tingkat
perkembangan budaya manusia pada zamannya. Karena itu di antara para rasul itu
terdapat perbedaan dalam syariat. Setelah rasul-rasul yang membawanya wafat, agama
Islam yang dianut oleh para pengikutnya itu mengalami perkembangan dan perubahan baik
nama maupun isi ajarannya. Akhirnya Islam menjadi nama bagi satu-satunya agama, yaitu
agama yang di bawa oleh Nabi Muhammad SAW.
Agama Islam yang diturunkan kepada Nabi SAW adalah Islam yang terakhir
diturunkan Allah kepada manusia. Karena itu tidak akan ada lagi rasul yang diutus ke muka
bumi. Kesempurnaan ajaran Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad sesuai dengan
tingkat budaya manusia yang telah mencapai puncaknya, sehingga Islam akan sesuai dengan
budaya manusia sampai sejarah manusai berakhir pada kiamat nanti.
dalam rangka evolusi agama Allah berakhir dan paripurna dalam pangkuan tugas Nabi
Muhammad saw. Beliau penutup Nabi dan Rasul, karenanya membawa konsekuensi
universal dan abadi untuk seluruh manusia hingga ke akhir zaman. Allah SWT menggariskan
tujuan risalah beliau dalam Qur’an :
َس ْلنَاكَ إِ ََّّل َرحْ َمةً ِل ْلعَالَ ِمين
َ َو َما أ َ ْر
“Tiada Kami utus engkau melainkan rakhmat bagi sekalian alam.” (QS. Al-Anbiya : 107)
Tugas Nabi Muhammad ialah membawa rakhmat bagi sekalian alam. Lawan dari
pada rakhmat ialah bencana dan malapetaka. Maka jika dirumuskan dalam bentuk kalimat
yang menggunakan kata peniadaan, kita lalu mendapat pengertian baru tapi lebih tegas
bahwa Islam itu “bukan bencana alam”, melainkan membawa keselamatan, kesejahteraan
dan kebahagiaan manusia lahir dan batin, baik secara perseorangan maupun bersama-sama
dalam masyarakat.
Islam itu ibarat Ratu Adil yang menjadi tumpuan harapan manusia. Ia harus
mengangkat manusia dari kehinaan menjadi mulia, menunjuki manusia yang tersesat,
membebaskan manusia dari kezaliman, melepaskan manusia dari rantai perbudakan,
memerdekakan manusia dari kemiskinan rohani dan materi, dan sebagainya. Manusia akan
merasakan nikmat dan bahagia karena Islam.
Sejarah hidup dan perjuangan Nabi Muhammad saw adalah contoh dimana waktu
itu Islam bangkit ibarat Ratu Adil, membawa nikmat, kebahagiaan dan kebanggaan manusia.
Rasulullah mewujudkan Islam menjadi rahmat alam dan kebahagiaan manusia.
Kesempurnaan tujuan risalah Islam barulah terlaksana kalau pemeluknya dan manusia
lainnya yang bertetangga dengan Islam merasakan nikmatnya Islam.
Bagaimana yang disebut merasakan nikmatnya Islam? Seperti halnya seorang fakir
yang saleh mendapat sebuah hadiah rumah yang komplit isinya dari pelbagai macam
perabot, lengkap dengan makanan-minuman yang dibutuhkan, dihalaman dengan taman-
taman yang indah permai, dan sekitarnya adalah tetangga yang ramah tamah lagi baik-baik.
Semua kebutuhan rohani dan jasmani terpenuhi. Sehingga orang itu laksana masuk kedalam
syurga dunia. Jadi merealisasikan risalah islam, ialah kita mewujudkan islam ini menjadi
syurga bagi manusia di dunia. Sebab itulah Islam tidak hanya mengajarkan segi-segi
rohaniah dan pemujaan saja, tidak pula menyuruh manusia uzlah dari masyarakat dan dunia
materi. Tetapi islam mengajarkan keharusan terciptanya keseimbangan hidup duniawi yang
material dan kehidupan rohani yang sempurna. Kehidupan material yang baik dalam rangka
peningkatan rohaniah yang kudus, sebaliknya pula pemenuhan hidup rohaniah yang tinggi
dan kudus untuk mencapai kehidupan duniawi material yang legal dan halal serta dalam
ridha Allah swt. Karenanya Islam adalah kekuatan yang hidup, dinamis, suatu kode yang
cocok dan berdampingan dengan tabiat alam, atau kode yang meliputi segala aspek
kehidupan insani.
Kebenaran risalah Islam sebagai rahmat bagi manusia, terletak pada kesempurnaan
Islam sendiri. Islam adalah dalam satu kesatuan ajaran-ajaran yang satu dengan yang lainnya
mempunyai nisbat dan hubungan yang saling berkait. Maka Islam dapat kita lihat serempak
dalam tiga segi : akidah, syari’ah dan niz}a>m.
Dalam satu tinjauan, Islam adalah suatu akidah atau keyakinan (kepercayaan).
Mulai daripada Islam itu sendiri secara totalitas adalah suatu keyakinan, bahwa nilai-nilai
yang diajarkan kebenarannya mutlak karena bersumber dari Yang Maha Mutlak. Maka
segala yang diperintahkan-Nya dan diizinkan-Nya adalah suatu yang hak (benar), sedang
segala yang ditentang Nya adalah batil. Alasan lainnya bahwa esensi ajaran-ajaran Islam
ialah pada rukun-rukun iman, yang isinya adalah pokok-pokok kepercayaan yang harus
diimani sepenuhnya. Dan seluruh seruan iman itu, bahkan semua panggilan Islam berfokus
dan menuju kepada iman terhadap keesaan Allah swt ialah Tauhid. Ajaran Tauhid inilah
Pendidikan Agama Islam |3
yang menjadi awal, inti dan akhir dari seluruh ajaran Islam. Jika Islam ditinjau dari segi ini,
nampaklah Islam itu sebagai suatu akidah.
Apabila Islam ditinjau dari segi lain, Islam adalah suatu syari’ah, artinya sebagai
suatu hukum dan perundang-undangan. Qur’an dan sunnah Rasulullah adalah dua sumber
asasi dari ajaran-ajaran Islam dan sekaligus menjadi sumber hukum dan perundang-
undangan Islam, yang mengatur dengan teliti tentang masalah kehidupan manusia, baik
yang berhubungan dengan Allah maupun yang berhubungan antar manusia atau dengan
alam. Maka kita mengenal adanya hukum yang lima (al-ahkaamul khamsah) dalam Islam :
1. Wajib, yaitu suatu yang kalau tidak dikerjakan menyebabkan seseorang berdosa.
2. Haram, yaitu suatu perbuatan yang terlarang dikerjakan, jika dilakukan menyebabkan
berdosa.
3. Mubah, suatu perbuatan yang dibolehkan, yang jika tidak dilakukan atau dilakukan,
tidaklah menjadikan seseorang berdosa. Istilah lainnya adalah halal.
4. Mandub, atau Sunat, yaitu suatu perbuatan yang dianjurkan dan dipuji, tetapi tidak
berdosa jika ditinggalkan.
5. Makruh, suatu perbuatan yang tidak diinginkan, artinya perbuatan yang berpahala jika
tidak dilakukan, tetapi tidak berdosa jika dilakukan.
Dapat dipastikan bahwa tidak ada lagi segi-segi kehidupan manusia dan laku
perbuatan, mulai yang kecil-kecil sampai yang besar-besar, semua mempunyai hubungan
dengan salah satu dari lima macam hukum itu.
Penerapan hukum-hukum itu dalam kehidupan sehari-hari punya variasi.
Umpamanya, hal-hal yang wajib dilaksanakan menurut kadar kemampuan manusia,
pelaksanaannya fleksibel. Sedang yang haram, harus ditinggalkan tanpa ditawar-tawar.
Walaupun suatu saat yang haram dapat berubah menjadi mubah atau halal, manakala
seseorang dalam situasi yang disebut darurat, yaitu menyelamatkan jiwa dan kehidupan.
Apabila ajaran tauhid bertujuan membebaskan manusia dari seribu macam
penyakit mental dan bertujuan memberikan kebahagiaan rohaniah bagi manusia, maka
hukum-hukum Islam bertujuan mengatur secara tertib laku perbuatan manusia agar tidak
terjerumus ke dalam lembah kehinaan, dosa dan kehancuran; jadi juga untuk kebahagiaan
manusia. Maka tujuan tauhid dan hukum Islam adalah sinkron, untuk kesejahteraan dan
kebahagiaan manusia.
Dengan peninjauan Islam dari segi-segi hukum, kita akan memahami Islam sebagai
suatu syari’ah. Akan tetapi kalau Islam ditinjau dari segi lain lagi, Islam adalah suatu nizam.
Apa yang dimaksud dengan nizam, adalah serupa dengan sistem, cara hidup atau way of life.
Islam sebagai suatu sistem, pertama kali kita lihat sebagai sistem imam (kepercayaan),
kemudian sistem ibadah (penyembahan), sistem akhlak. Islam adalah pula suatu cara hidup
(way of life), umpamanya : cara hidup dalam keluarga, cara hidup bertetangga, cara hidup
sosial, cara hidup dalam bidang politik, cara hidup ekonomi, dan selanjutnya.
Sistem-sistem Islam dan cara-cara hidup secara Islam adalah berbeda dengan
seribu sistem dan cara hidup (way of life) yang ada di dunia ini, suatu sistem dan cara hidup
yang berbeda dengan kapitalisme, tidak serupa dengan sosialisme, dan sangat bertentangan
dengan komunisme, dan tidak ada persamaannya dengan isme dan way of life mana pun.
Konsekuensi dari keharusan terwujudnya risalah Islam, maka setiap pemeluk Islam
memikul tanggung jawab bekerja dan memperjuangkannya. Hendaklah Islam itu menjadi
cita-cita hidup dan perjuangannya. Hendaklah Islam menjadi program hidup untuk
menerapkannya menjadi akidah manusia, menjadi hukum dan kode etik dalam pergaulan
hidup, dan hendaklah islam menjadi way of life manusia. Tugas kewajiban yang demikian
dinamakan jihad, artinya perjuangan suci, atau dengan istilah dakwah yaitu usaha
mengubah situasi yang belum islam ke dalam situasi yang islamis.
Pendidikan Agama Islam |4
Allah menjanjikan bagi mereka yang beriman dan berbakti, keampunan dan ganjaran yang
besar.
mereka sulit merasakan keindahan Islam, sebab tidak dialaminya dalam praktek hidupnya.
Faktor detail yang menyebabkannya adalah :
1. Mereka kaum orientalis yang mempelajari Islam kurang mengerti Bahasa Arab,
pembahasan mereka tergantung pada terjemahan yang kurang tepat.
2. Mereka yang mengerti Bahasa Arab, dan terlatih berfikir dalam bidang agama dalam
pembahasannya tentang masalah Timur kurang dilengkapi dengan pelbagai ilmu
masyarakat., sehinng dalam penyelidikannya kurang tepat karena agama dan mayarakat
Timur berbeda jauh dengan barat.
3. Mereka kurang persiapan agama, sehingga penyelidikan mereka tentang Timur
cenderung kering.
4. Kurang luasnya pengertian mereka tentang ide, ideal dan aspirasi masyarakat Timur. Hal
ini disebabkan, karena anggapan mereka yang skeptis, bahwa apa saja yang ditulis
dengan bahasa Arab adalah “tidak orisinil”.
5. Sikap mereka yang menganggap bahwa bangsa-bangsa Timur lebih rendah dan lebih
bodoh dari bangsa Barat. Sikap yang typis kolonialistis-imperialistis.
Apa yang dianamakan orientalisme, atau pengetahuan orang-orang Barat tentang
agama, kebudayaan, sastra dan bahasa-bahasa Timur sudah lama berkembang di Barat.
Latar belakang sejarah dapat kita lihat adanya perhatian Barat terhadap soal-soal Timur,
mulai timbul sejak Perang Salib (1096 – 1297). Bahwa kontak Barat dengan Timur dalam
Perang Salib itu, membukakan kesadaran baru terhadap Timur. Bahwa masyarakat Islam
yang dulu dianggap sebagai golongan masyarakat yang biadab tidak sopan, dengan
perantaraan Perang Salib, Barat sadar bahwa sebenarnya umat Islam itu adalah suatu
golongan umat manusia yang sopan dan berkebudayaan. Mereka insaf bahwa peradaban
dan kebudayaan dunia Islam pada waktu itu lebih maju dibanding dengan sivilisasi yang
sedang mereka miliki. Yang lebih mendorong lagi Barat untuk mempelajari dunia Timur
khususnya masyarakat Islam, ialah ekspansi Turki ke negara-negara Barat. Kota demi kota
jatuh ke tangan Turki Islam. Konstantinopel jatuh pada tahun 1453, disusul dengan Belgrado
pada tahun 1521, dan pada tahun 1529 tentara Turki sampai ke pintu gerbang Vienna,
disusul lagi dengan tergulungnya armada Spanyol yang besar dari pantai Aljazair.
Pada masa itulah timbul karangan-karangan tentang Islam oleh orang-orang Barat.
Dalam studi itu mereka mempelajari bahasa, ilmu dan kebudayaannya. Dengan itu pula
mereka menyempurnakan pengetahuannya tentang bahasa Ibrani, bahasa kitab Perjanjian
Lama, dalam hubungan dagang dan politik serta sebagai usaha Nasranisasi daerah-daerah
Islam.
Oleh karena itu jangan mengguanakan literatur orientalis, kecuali kalau dasar
pengetahuan Islam cukup kuat, maka studi terhadap buku-buku orientalisntentang islam
malah perlu, sebagai usaha memperluas ilmu pengetahuan juga sebagai bahan
pertimbangan. Kesalahan sementara orang mempelajari Islam ialah dengan jalan
mempelajari kenyataan umat Islam an sich, bukan agama Islam sendiri yang dipelajarinya.
Sikap konservatif sebagian golongan Islam, keterbelakangan di bidang pendidikan,
keawaman, kebodohan, disintegrasi dan kemiskinan masyarakat Islam itulah yang dinilai
sebagai Islamnya.
Imperialis Belanda selam tiga seperempat abad melakukan eksploitasi pada rakyat
yang mengakibatkan kemiskinan dan keterbelakangan, dan politik devide et impera (pecah
belah dan jajah) menghasilkan desintegrasi. Dengan “politik sopan” (athische politiek) di
bidang pendidikan mengakibatkan terisolasinya umat Islam dengan ajaran-ajaran agamanya,
sebagaimana umat Islam kemudian tidak mengenal lagi ajaran agamanya yang benar.
“Politik sopan” Belanda ini memang suatu politik licik imperialis dalam usaha
memukul secara sistematis terhadap Islam. Melalui pendidikan Barat, anak-anak kaum elite,
Pendidikan Agama Islam |7
Syariat atau system nilai Islam ditetapkan Allah sendiri. Dalam kaitan ini Allah disebut
Syari’ atau pencipta hokum. Allah berfirman :
َّ ي َب ْينَه ْم َوإِ َّن
الظا ِل ِمينَ لَه ْم ِ ص ِل لَق
َ ض َّ ِين َما لَ ْم يَأْذَ ْن بِ ِه
ْ ََّللا َولَ ْو ََّل َك ِل َمة ْالف ِ أ َ ْم لَه ْم ش َر َكاء ش ََرعوا لَه ْم ِمنَ الد
عذَابٌ أ َ ِلي ٌم
َ
Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk
mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang
menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-
orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih. (QS. As-Syura : 21)
Sistem nilai Islam secara umum meliputi dua bidang :
1. Syraiat mengatur hubungan manusia secara vertical dengan Allah. Dalam konteks ini
syariat berisikan ketentuan tentang tata cara peribadatan manusia kepada Allah,
sperti kewajiban shalat, puasa, zakat dan haji. Hubungan manusia dengan Allah ini
kemudian disebut Ibadah mahdhah atau ibadah khusus, karena sifatnya yang khas dan
sudah ditentukan secara pasti oleh Allah secara rinci oleh rasulullah.
2. Syariat mengatur hubungan manusia secara horizontal, yakni hubungan sesama
manusia dan makhluk lainnya yang disebut muamalah. Muamalah meliputi ketentuan
perundang-undangan yang mengatur segala aktivitas hidup menusia dalam pergaulan
dengan sesamanya dan dengan alam sekitarnya.
Adanya subsistem muamalah ini membuktikan bahwa Islam tidak meninggalkan
urusan dunia, bahkan tidak pula melakukan pemisahan antara persoalan dunia dan
akhirat. Bagi Islam, ibadah yang diwajibkan Allah atas hamba-Nya bukan sekedar
menjalankan peribadatan yang bersifat formal belaka, melainkan disuruhnya agar
semua kativitas hidup dijalankan sesuai konsep dasar Islam tentang tujuan
diciptakannya manusia supaya beribadah. Firman Allah.
َّللا ِ ت َْط َمئِ ُّن ا ْلقلوب َّ ا َّلذِينَ ءَا َمنوا َوت َْط َمئِ ُّن قلوبه ْم ب ِ ِذ ْك ِر
َّ َّللا ِ َأ ََّل ب ِ ِذ ْك ِر
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.
(QS. Ar-Ra’d : 28)
3. Setelah biji ditanam, perlu di beri sinar matahari yang cukup agar terjadi proses
fotosintesa yang akan menghasilkan energi. Maka demikian halnya keimanan yang
sudah tumbuh itu perlu dicerahkan melalui proses belajar, membaca, diskusi,
mendengarkan ceramah-ceramah ke-Islaman, mencari informasi yang benar tentang
ajaran Islam. Sementara tafakur terhadap ayat-ayat keuniyah dan ayat-ayat
qur’aniyah merupakan proses memanaskan atau proses fotosintesa seperti pada
tumbuh-tumbuhan.
َّ َ ا َّلذِينَ يَ ْذكرون،ِاْل ْلبَاب
َ َّللا َ ْ ت ِْلو ِلي ِ ف ال َّل ْي ِل َوال َّن َه
ٍ ار َْليَا ِ اختِ ََل ِ ت َوا ْ َْل ْر
ْ ض َو َّ إ ِ َّن فِي َخ ْلقِ ال
ِ س َم َوا
َض َربَّنَا َما َخ َل ْقتَ َه َذا بَا ِط ًَل س ْب َحانَك َ ْ ت َو
ِ اْل ْر ِ س َم َواَّ قِيَا ًما َوقعودًا َوعَ َلى جنوب ِ ِه ْم َويَتَ َف َّكرونَ فِي َخ ْلقِ ال
ار َ َف ِقنَا عَ َذا
ِ ب ال َّن
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan
siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan
kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali Imran : 191-192)
4. Jika pohon itu sudah tumbuh maka perlu dipelihara dan dijaga agar terhindar dari
penyakit. Proses terhdap iman atau pengobatannya adalam memperbanyak istighfar,
meminta ampunan kepada Allah dan berdoa agar dihindarkan dari berbagai
malapetaka.
َّ اح َش ًة َأ ْو َظ َلموا َأ ْنفسَه ْم َذ َكروا
َ َّللا َ َفا ْستَ ْغ َفروا ِلذنوب ِ ِه ْم َو َم ْن يَ ْغ ِفر ال ُّذنو
َّ ب إ ِ ََّّل
َّللا َو َل ْم ِ َوا َّلذِينَ إ ِ َذا َفعَلوا َف
أو َلئِكَ َجزَ اؤه ْم َم ْغ ِف َرةٌ ِم ْن َرب ِ ِه ْم َو َجنَّاتٌ تَج ِْري ِم ْن تَ ْحتِهَا، َص ُّروا عَ َلى َما َفعَلوا َوه ْم يَعْ َلمون ِ ي
ْ َ
َاْل ْنهَار َخا ِلدِينَ فِيهَا َونِعْم َ أجْر العَا ِملِين َْ
Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya
diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa
mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan
mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka
itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya
mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik
pahala orang-orang yang beramal. (QS. Ali-Imran : 135-136)
Demikianlah keterkaitan antara aqidah, syariah dan akhlak atau iman, islam dan ihsan
yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak bisa dipisah-pisahkan. Keutuhan
merupakan ciri utama konsep Islam, baik keutuhan dalam ajaran itu sendiri atauapun
keutuhan pelaksanaan dalam bentuk perilaku.
Dalam Islam tidak dikenal pemisahan. Ia adalah satu, sebab dating dari sumber yang
satu, bergerak menuju tujuan yang satu pula, yaitu Allah SWT. Oleh karena itu pikiran-
pikiran yang cenderung kepada pemisahan-pemisahan ajaran maupun perilaku tidak
ditopang oleh dasar-dasar Islam, misalnya pemisahan antara dunia-akhirat, hidup-mati
atau agama-non agama, sama sekali tidak memiliki landasannya dalam Al-Qur’an.
Dalam semua pikiran dan perilakunya. Ia menjadi landasan bagi seluruh dimensi hidup
manusia, baik berkenaan dengan idiologi, politik, ekonomi, maupun sosial dan budaya.
E. SUMBER AJARAN ISLAM
1. Al-Qur’an
a. Pengertian dan Nama-nama Al-Qur’an
P e n d i d i k a n A g a m a I s l a m | 11
Secara etimologis (bahasa) Al-Qur’an berarti “bacaan” atau yang dibaca, berasal
dari kata qara’a yang berarti “membaca” (lihat QS. 75:18). Secara terminologis (istilah) Al-
Qur’an berarti kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dengan bahasa Arab
melalui malaikat Jibril, sebagai mu’jizat dan argumentasi dalam mendakwahkan
kerasulannya serta sebagai pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia
dan di akhirat. (Muslim dkk., ) Definisi lain dalam al-Qur’an dan Terjemahannya Depag RI
disebutkan, Al-Qur’an ialah Kalam Allah SWT yang merupakan mu’jizat yang diwahyukan
kepada Nabi Muhammad SAW yang ditulis dimushaf dan diriwayatkan dengan mutawatir
serta membacanya adalah ibadat.
Selain disebut Al-Qur’an, kitab suci ini disebut pula :
1) Al-Furqon, artinya pembeda, yakni membedakan antara yang hak dengan yang batil.
ً َ ت أ َ َّن لَه ْم أ
ً جْرا َك ِب
يرا َّ ي أ َ ْق َوم َويبَشِر ْالمؤْ ِمنِينَ الَّذِينَ يَ ْع َملونَ ال
ِ صا ِل َحا َ ِإ َّن َهذَا ْالق ْر َءانَ يَ ْهدِي ِللَّتِي ِه
Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan
memberi kabar gembira pada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal shaleh bahwa
bagi mereka adalah pahala yang besar (Al-Israa : 17:9)
P e n d i d i k a n A g a m a I s l a m | 12
1
Sayyid Qutb, Tafsi>r fi> Z}ila>l al-Qur’a>n,
P e n d i d i k a n A g a m a I s l a m | 13
dan sikap jiwa qur’ani. Al-Qur’an akan sampai kepada puncak keagamaannya manakala
nilai-nilai yang dibawanya telah berubah dalam perbuatan nyata manusia. Manusia akan
sampai pada puncak kualits hidupnya manakala aktivitas hidupnya berlandaskan nilai-
nilai Al-Qur’an.
Meyakini kebenaran dan keagunagan Al-Qur’an serta memahami dan mengamalkannya
merupakan garansi bagi kehidupan dan keselamatan hidup manusia di dunia dan akhirat.
َ َ س ِم ْعنَا َوأ
ط ْعنَا َوأولَئِكَ هم َ َّللا َو َرسو ِل ِه ِليَحْك َم بَ ْينَه ْم أ َ ْن يَقولوا
ِ َّ إِنَّ َما َكانَ قَ ْو َل ْالمؤْ ِمنِينَ إِذَا دعوا إِلَى
َْالم ْف ِلحون
Sesungguhnya jawaban orang-orang mu'min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan
rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan." "Kami
mendengar dan kami patuh." Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (An-Nur :
51)
Al-Qur’an diturunkan bukan untuk mempersempit gerak hidup manusia atau memberi
beban yang menyukarkannya. Nilai-nilai AL-Qur’an membimbing dan mengarahkan
manusia supaya bergerak selaras fitrahny. Syariat Al-Qur’an itu mudah dan
memudahkan. Namun demikian, mengamalkan Al-Qur’an memerlukan perjuangan
dengan penuh kesungguhan dan kesabaran. Perjuangan adalah dinamika hidup yang
diwarnai dengan hambatan, rintangan dan tantangan. Keberhasilan perjuangan
ditentukan oleh kualitas tantangan dan hambatannya. Semakin berat hambatan dan
tantangannya, semakin berkualitas pula hasil perjuangannya. Kunci sukses suatu
perjuangan adalah kesungguhan dan kesabaran.
ً صبِ ْر ِلح ْك ِم َربِكَ َو ََّل ت ِط ْع ِم ْنه ْم َءاثِ ًما أ َ ْو َكف
ورا ْ فَا
Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu, dan janganlah
kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antara mereka. (Al-Insan : 24)
4) Mendakwahkan Al-Qur’an
Yaitu mensosialisasikan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an kepada orang lain
dari mulai lingkungan keluarga hingga masyarakat pada umumnya. Mendakwahkan Al-
Qur’an kepada orang lain dasarnya adalah membantu mereka untuk keluar dari
kebodohan, kealpaan dan kelalaian, serta menyelamatkan mereka dari bahaya kesesatan.
Karena itu, tugas mendakwahkan AL-Qur’an merupakan refleksi dari rasa cinta dan kasih
saying kepada sesama manusia.
اّلل َو َل ْو َءا َمنَ أ َ ْهل
ِ َّ ِع ِن ْالم ْن َك ِر َوتؤْ ِمنونَ ب ِ اس تَأْمرونَ ِب ْال َم ْعر
َ َوف َوت َ ْن َه ْون ْ ك ْنت ْم َخي َْر أ َّم ٍة أ ْخ ِر َج
ِ َّت ِللن
ْ ْ َ ْ
َب لَ َكانَ َخي ًْرا لَه ْم ِم ْنهم المؤْ ِمنونَ َوأكثرهم الفَا ِسقون
َ ِ ْال ِكت َا
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (Ali Imran : 110)
2. As-sunnah
a. Pengertian Sunnah
Dalam bahasa arab Sunnah berarti jalan yang lurus dan perilaku yang terbiasa.
Sedang dalam terminologi islam, Sunnah diartikan sebagai “Perkataan, perbuatan dan
diamnya Nabi yang berarti izin/persetujuan. Dengan demikian istilah sunnah sebenarnya
merupakan kependekan dari kata Sunnatur Rasul ( Sunnah Rasullulah ). Berbeda tentunya
dengan istilah Sunnatullah (sunnah Allah) yang berarti sebagai hukum-hukum yang berlaku
bagi alam.
Selain istilah sunnah, digunakan pula istilah hadits, yang berarti berita atau catatan
tentang perbuatan, perkataan, dan peridzinan/persetujuan Nabi. Sekalipun mengenai kedua
P e n d i d i k a n A g a m a I s l a m | 15
istilah tersebut ada yang memandang berbeda, namun di sini keduanya diartikan sama,
sebab sunnahpun sampainya kepada kita sekarang ini dalam bentuk catatan atau berita.
Bukankah Al-Qur’an pun disampaikan melalui lisan atau ucapan dan perbuatan
Nabi? Lantas apa bedanya ucapan Nabi yang berupa Al-Qur’an dengan ucapannya yang
berupa sunnah atau hadits? Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang isi dan redaksinya bukan
dari Nabi, dalam hal ini beliau hanya bertugas menyampaikan dan setiap turun wahyu (Al-
Qur’an) beliau langsung memerintahkan untuk menuliskannya. Lain halnya dengan sunnah
atau hadits, isi dan redaksinya dari Nabi, hanya saja dan tentu dengan bimbingan Allah.
Berbeda pula dengan hadits Qudsi yang isinya dari Allah (firman allah) sedang redaksinya
disusun oleh Nabi. Jika Al-Qur’an diperintahkan untuk menuliskannya, maka sebaliknya
hubungannya dengan sunnah atu hadits qudsi, diriwayatkan bahwa Nabi pernah berkata
“janganlah kamu menulis sesuatu daripada ku selain Al-Qur’an”.
Sesuai dengan definisi sunnah tersebut di atas, sunnah dapat dibedakan menjadi
tiga macam :
1) Sunnah qauliyah, yakni perkataan atau sabda yang beliau sampaikan dalam berbagai
kesempatan, baik berupa perintah, larangan, teguran, pujian, penjelasan,dan lain-lain.
Contoh:
2) “Lihatlah orang yang lebih rendah dari padamu (dalam masalah kehidupan). Demikian itu
lebih pantas supaya kamu tidak memperemehkan nikmat Allah yang telah diberikan
kepadamu.”
3) Sunnah fi’liyah, yakni segala perbuatan dan tindakan yang dilakukan oleh Rasulullah
S.a.w., seperti perbuatan beliau dalam melaksanakan kewajiban shalat yang lima waktu
dan lain-lain.
4) Sunnah taqririyah, yakni sikap Rasulullah S.a.w. membiarkan perbuatan para sahabat
yang menunjukkan bahwa beliau menyetujui dan mengidzinkannya. Misalnya kejadian
suatu jamuan makan dihidangkan masakan daging biawak. Jamuan itu dihadiri oleh
Rasulullah, beliau menyaksikan sebagian para sahabat memakan masakan daging itu,
beliau sendiri tidak memakannya, dan tidak pula menyuruh atau melarang memakannya.
Beliau diam saja dan membiarkan para sahabat memakannya. Diamnya Rasulullah itu
termasuk Sunnah yang menunjukkan bahwa daging biawak boleh dimakan.
b. Fungsi dan Peran Sunnah
Melihat uraian tentang pengertian sunnah diatas, jelas bahwa sunnah merupakan
penjelasan operasional dari nilai atau prinsip-prinsip yang terkandung dalam Al-Qur’an atau
dengan kata lain, merupakan model pengaktualisasian dari padanya dalam konteks
kehidupan nyata. “ Penjelasan operasional “, tidak berarti bahwa sunnah tidak memiliki
nilai-nilai universal. Tidak diragukan lagi, bahwa semua perkataan, perbuatan, diam dan
semua aktifitas Rasulullah SAW. merupakan model dan teladan yang bisa dan harus
diteladani oleh semua manusia, sebab beliau adalah satu-satunya utusan sebagai Rahmatan
Lil’alamien (sebagai rahmat bagi seluruh alam).
Dalam Al-Qur’an Al Karim Allah berfirman :
َاس َما ن ِز َل ِإلَ ْي ِه ْم َولَ َعلَّه ْم يَتَفَ َّكرون ِ َالزب ِر َوأ َ ْنزَ ْلنَا ِإلَيْك
ِ َّالذ ْك َر ِلتبَ ِينَ ِللن ِ ِب ْالبَ ِينَا
ُّ ت َو
Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia
apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkannya (QS. 16:44)
ً َِّللا بِإِذْنِ ِه َو ِس َرا ًجا من
يرا ً س ْلنَاكَ شَا ِهدًا َومبَش ًِرا َونَذ
ِ َّ َودَا ِعيًا إِلَى،ِيرا َ ي إِنَّا أ َ ْر
ُّ ِيَاأَيُّ َها ال َّنب
Hai Nabi, sesungguhnya kami mengutusmu untuk jadi saksi (contoh konkret), dan pembawa
kabar gembira dan pemberi peringatan dan untuk jadi penyeru kepada agama Allah
dengan ijinnya dan untuk menjadi cahaya yang menerangi (QS 33:45-46)
َ َّ َّللا َو ْاليَ ْو َم ْاْل ِخ َر َوذَ َك َر
ً َِّللا َكث
يرا َ َّ سنَةٌ ِل َم ْن َكانَ يَ ْرجو ِ َّ لَقَدْ َكانَ لَك ْم فِي َرسو ِل
َ َّللا أس َْوة ٌ َح
P e n d i d i k a n A g a m a I s l a m | 16
Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu)bagi
orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
mnyebut Allah. (QS. 33:21)
Dengan demikian sunnah sebagai sumber kedua yang merupakan penjelasan rinci
dari sumber pertama harus menjadi landasan dan rujukan dalam memecahkan berbagai segi
kehidupan, harus diyakini bahwa bimbingan dan arahannya mampu mengantarkan manusia
pada kesuksesan dan kebahagiaan lahir batin dan dunia akhirat.
Ajaran Islam telah final dan secara utuh tercermin dalam kepribadian dan
perikehidupan Rasulullah, dan semuanya telah tertuang dalam sunnah atau hadist-
hadistnya. Di dalamnya telah teruarai batas dan kriteria tingkat-tingkat kehidupan manusia
dari yang terbaik sampai yang terjelek. Dengan demikian seorang muslim akan menemukan
rumusan konsep manusia yang paling ideal (baik) secara jelas dan konkret, sebab konsep ini
telah diaktualisasikan dalam bentuk contoh-contoh yang konkret dan manusiawi. Konsep ini
akan berlaku untuk siapa saja, sebab ia berdiri di atas landasan yang bersifat universal dan
absolut.
Jika kita mempertanyakan kepada orang-orang, bagaimanakah konsep manusia
yang paling demokratis, tiap negara akan memberikan konsep yang berbeda secara
prinsipal, sebab semuanya berdiri diatas landasan dan falsafah yang yang bersifat relatif,
atau menurut sebagian ahli dikatakannya sebagai filsafat keraguan. Selain itu, sunnah akan
mampu memberikan keyakinan bahwa ajaran Islam itu manusiawi, artinya ia akan tapat,
selaras dan harmonis dengan fithrah manusia, sebab ajaran ini telah diaplikasikan yang oleh
mahluk sejenis manusia juga, yaitu Rasulullah dan sahabatnya yang secara utuh,
menyeluruh, konkret. Hasilnya ternyata sangat mengagumkan dan mengejutkan dunia.
Sedangkan manusia adalah manusia, artinya manusia mempunyai hakikat atau esensi yang
sama.
Dalam memotivasi untuk dimungkinkannya meneladani Rasulullah, konsep Islam
dalam banyak ayat atau hadis, mengangkat aspek kemanusiawian (basyariah) Rasul. Seperti
dalam firman Allah :
َ احد ٌ فَ َم ْن َكانَ يَ ْرجوا ِلقَا َء َربِ ِه فَ ْليَ ْع َم ْل
َ ع َم ًَل
صا ِل ًحا َو ََّل ِ ي أَنَّ َما إِلَهك ْم إِلَهٌ َو
َّ ق ْل إِنَّ َما أَنَا بَش ٌَر ِمثْلك ْم يو َحى ِإ َل
ي ْش ِر ْك بِ ِعبَادَةِ َربِ ِه أ َ َحدًا
Sesunggguhnya aku ini hanya seorang manusia (basyar) seperti kamu, yang diwahyukan
kepadaku “ bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Maha Esa”.(QS.
18:110)
Sebagai basyar Rasulullah sama seperti manusia pada umumnya, jika manusia pada
umumnya suka ngantuk dan perlu tidur, begitu juga beliau, jika manusia pada umumnya
suka lapar dan perlu makan, maka begitu juga Rasulullah dan lain sebagainya. Jadi
kemampuan beliau bertahajud tiap malam, bukan karena beliau tidak terganggu dengan
kantuk, banyak berpuasa sunat bukan kantuk dan lapar dan sifat kemanusiaan (basyariah)
lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa siapapun mempunyai kemungkinan dapat meniru
sunnah Rasul. Jika Rasulullah mempunyai sifat basyariah yang berbeda dengan manusia
pada umumnya, tidak pernah terkena kantuk misalnya, maka umatnya punya alasan untuk
tidak meneladaninya. Mungkin bisa berkata ; “Wajar saja Rasulullah bisa tahajud tiap
malam, sebab beliau tidak pernah kena kantuk.”
Masalah selanjutnya, apakah sunnah yang harus diikuti itu mencakup budaya
kehidupan Rasulullah secara kontekstual di masa itu? Mengenai berbusana misalnya,
apakah harus mengikuti mode pakaian yang dikenakan oleh Rasul waktu itu, atau mengikuti
prinsip-prinsipnya? Itu sudah pasti dan tidak bisa ditawar-tawar lagi, dan dengan mengikuti
prinsip-prinsip ini Islam akan tetap mendapat tempat secara khas di manapun berada.
c. Macam-macam Sunnah/Hadits
P e n d i d i k a n A g a m a I s l a m | 17
Yaitu hadits-hadits yang diriwayatkan oleh orang-orang adil (baik), kuat hafalannya,
sempurna ketelitiannya, sanadnya bersambung sampai kepada rasul, tidak mempunyai
cacat dan tidak bertentangan dalil atau periwayatan yang lebih kuat.
b. Sunnah/Hadits Hasan :
Yaitu sunnah/hadits yang diriwayatkan oleh orang adil (baik),sanadnya bersambung
sampai kepada Rosullulloh, tidak mempunyai cacat, dan tidak bertentangan dengan dalil
atau periwayatan yang lebih kuat, tapi kekuatan hafalan atau ketelitian perowinya kurang
baik.
c. Sunnah/Hadits Dha’if :
Yaitu sunnah/hadits yang lemah karena perowinya tidak adil, terputus sanadnya, punya
cacat, bertentangan dengan dalil atau periwayatan yang lebih kuat, atau karena cacat
lainnya. Lebih dari 20 macam hadits yang dikategorikan dha’if.
d. Sunnah/Hadits Maudhu’ :
Yaitu hadits yang dibuat oleh seseorang (karangan sendiri) kemudian dikatakan sebagai
perkataan atau perbuatan Rasullullah saw.
3. Ijtihad
a. Pengertian Ijtihad
Kata ijtihad dan jihad mempunyai akar kata yang sama, yaitu jahada yang berarti
“mengerahkan kemampuan”. Dalam pemikiran islam kedua istilah tersebut telah memiliki
arah yang berbeda. Jihad diartikan sebagai pengerahan kemampuan secara maksimal yang
lebih cenderung pada segi fisik, sementara ijtihad lebih cenderung pada segi potensi
keilmiahan.
Secara terminologis ijtihad berarti mengerahkan segala kemampuan secara
maksimal dalam mengungkapkan kejelasan hukum islam atau maksudnya untuk menjawab
dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang muncul.
Mendudukan ijtihad sebagai sumber ajaran islam tentu tidak bisa disejajarkan dan
diperlakukan secara sama dengan dua sumber pokok lainnya. Ijtihad lebih tepat dikatakan
sebagai sumber kekuatan, alat, atau cara untuk meneropong dua sumber pokok itu dalam
kaitannya dengan fenomena-fenomena kehidupan.
Melihat karakteristik dua sumber pokok ajaran Islam itu (Al-Qur’an dan Sunnah
Rasul), yang bersifat umum, abadi dan menyeluruh, bisa dipastikan bahwa ijtihad akan terus
diperlukan sepanjang zaman, terlebih-lebih di abad modern, dimana laju perkembangan
kehidupan berjalan sangat cepat. Sebab di manapun, kapanpun dan di zaman apapun
kedua sumber pokok itu mampu memberikan jalan yang terbaik bagi manusia. Di sini ijtihad
mampu tampil mengantisipasi permasalahan-permasalahan dan memberikan makna
esensial pada kehidupan dengan tetap berdasar yang hanya mengagungkan Al-qur’an dan
sunnah Rasul.
Selain itu, risalah Islam adalah risalah rahmat bagi semesta alam dan merupakan
nikmat bagi manusia. Dalam kehidupan duniawi ummat Islam perlu merumuskan dan
menegakkan suatu system kebudayaan Islam yang mampu menciptakan kebaikan bagi
manusia seluruhnya. Suatu system kebudayaan yang harus mengalami perkembangan terus
dan maju sebagaimana watak dari kebudayaan itu sendiri, yang selalu seirama dengan
semangat dan tuntutan zaman, tapi tetap dengan nafas Islam. Maka dalam usaha
menghadapi kehidupan yang serba berubah terus itu dan menjawab setiap tantangan
zaman, Islam meletakkan suatu doktrin pemikiran bebas yang bernama ijtihad. Kalau Qur’an
dan Sunnah sebagai dua sumber asasi ajaran Islam, maka ijtihad berfungsi sebagai alat
penggeraknya, tanpa daya ijtihad, kedua sumber itu menjadi lumpuh. Sebab itu pula, ijtihad
menjadi sumber tambahan Islam.
P e n d i d i k a n A g a m a I s l a m | 19
b. Macam-macam ijtihad
Ditinjau dari segi materinya, macam dan bentuk-bentuk ijtihad dibedakan menjadi
tiga macam atau bentuk :
1) Menjelaskan hukum-hukum
Dalam masalah-masalah yang berkembang pada kehidupan manusia terdapat masalah
yang sudah mendapat penegasan masalah hukumnya secara pasti dalam Al-qur’an dan
sunnah. Dalam keadaan semacam ini, seorang ahli hukum (mujtahid) tidak berhak
merubah hukum dan kaidah-kaidah yang telah ditetapkannya. Namun demikian, tidak
berarti bahwa ia sama sekali tidak punya celah untuk berijtihad, ia masih punya celah
atau lapangan untuk berijtihad, sekitar, [1] Mengungkap secara cermat hakekat hukum
itu dalam kaitannya dengan kenyataan, [2] Memberikan batasan pengertian dan maksud
hukum itu, [3] Menjelaskan situasi dan kondisi yang membutuhkan hukum itu, [4]
Menetapkan bentuk-bentuk pengaplikasian hukum itu dalam masalah-masalah baru. Jika
hukum itu bersifat global, maka berilah rinciannya sejelas mungkin.
2) Qiyas
Bentuk kedua dari ijtihad ini menyangkut masalah-masalah yang tidak ditemukan
penegasan hukumnya dari Al-qur’an dan sunnah, akan tetapi ditemukan hukum-hukum
untuk masalah yang mempunyai persamaan dengan masalah tersebut. Dalam kasus
semacam ini, ijtihad harus berusaha secermat mungkin untuk menemukan ‘illat (alasan)
yang menyebabkan adanya hukum tersebut. Kemudian memproyeksikan dan
menerapkan hukum-hukum itu pada masalah-masalah (yang belum ditemukan
hukumnya itu) yang memiliki persamaan ‘illat (factor sebab dan kondisi) dengannya, dan
mengecualikan masalah-masalah yang tidak memilikinya.
3) Istinbath
Macam ketiga ini menyangkut masalah-masalah yang tidak ditemukan hukumnya secara
tegas/jelas dari syara (Al-qur’an dan sunnah), tetapi ditemukan di dalamnya kaidah-
kaidah yang mengacu pada kebiasaan. Dalam kasus semacam ini ijtihad berusaha
mengungkap tuntutan dan tujuan syara’ berkenaan dengan kaidah tersebut. Menyangkut
masalah-masalah praktisnya, dibuat aturan yang berdiri diatas kaidah-kaidah itu disatu
pihak, dan merealisasikan tujuan syara’ dipihak lain.
Ditinjau dari segi pelaksanaannya, ijtihad dibagi menjadi dua macam yaitu ijtihad
fardi dan ijtihad jama’I
1) Ijtihad fardi
Yang dimaksud ijtihad fardi adalah setiap ijtihad yang belum atau tidak memperoleh
persetujuan dari mujtahid lainnya. Adanya ijtihad ini bisa dikaji dari hadits Rasullullah
yang berkenaan dengan pembenaran beliau terhadap jawaban Mu’adz bin jabal. Yaitu
ketika ia menjawab bahwa akan melakukan ijtihad apabila tidak menemukan hukumnya
dari Al-Qur’an dan sunnah. Yang akan melakukan ijtihad itu tentu Mu’adz sendiri, dan
ternyata Rasullullah membenarkannya.
2) Ijtihad jama’i
Yang dimaksud dengan ijtihad jama’i adalah setiap ijtihad yang telah mendapat
persetujuan dari para mujtahid lainnya. Keberadaan ijtihad jama’i ini bisa dikaji dari
hadits yang diterima dari Ali bin Abi thalib. Ia bertanya kepada Rasullullah : “Ya
Rasullullah, sesuatu terjadi pada kita yang tidak ditemukan dalam Al-qur’an dan juga
dalam Sunnah ? Rasul menjawab : “Kumpulkan orang-orang yang alim ( ahli ibadah ) dari
kalangan orang-orang yang beriman, kemudian bermusyawarahlah di antara kamu dan
janganlahkamu memutuskannya dengan pendapat seorang.”
P e n d i d i k a n A g a m a I s l a m | 20
ِ س ِإ ََّّل ِل َي ْعبد
)56( ون ِ ْ َو َما َخلَ ْقت ْال ِج َّن َو
َ اْل ْن
(QS. Al-Dzariyat/51: 56)
2. Manusia dengan manusia
ِ ت َو ْاْل َ ْر
ض َربَّنَا ِ س َم َاوا ِ َّللا ِق َيا ًما َوقعودًا َو َعلَى جنو ِب ِه ْم َو َيتَفَ َّكرونَ ِفي خ َْل
َّ ق ال َ َّ ََّالذِينَ َي ْذكرون
)191( ار َ اط ًَل س ْب َحانَكَ فَ ِقنَا
َ َ عذ
ِ َّاب الن ِ ََما َخلَ ْقتَ َهذَا ب
(QS. Ali ‘Imran/3: 191)
2
Yusuf al-Qaradhawi, Pengantar Kajian Islam, hlm. 162-215.
3
Yusuf al-Qaradhawi, Pengantar Kajian Islam, hlm. 163.
P e n d i d i k a n A g a m a I s l a m | 21
Maksudnya yaitu Islam menjadikan tujuan akhir dan orientasinya adalah hubungan
baik dengan Allah dan mendapatkan ridha-Nya. Tujuan ini selanjutnya menjadi tujuan
manusia, orientasi, dan cita-citanya dalam kehidupan.4 Di dalam al-Qur’an disebutkan,
)6( سان ِإنَّكَ َكا ِد ٌح ِإلَى َر ِبكَ َكدْ ًحا فَم ََلقِي ِه ِ ْ يَا أَيُّ َها
َ اْل ْن
Wahai manusia! Sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju
Rabb-mu, maka pasti kamu akan menemui-Nya. (QS. al-Insiqaq/84: 6)
)42( َوأ َ َّن إِلَى َربِكَ ْالم ْنت َ َهى
Dan bahwasanya kepada Rabb-mu lah kesudahan (segala sesuatu). (QS. al-Najm/53:
43)
Bagian karakteristik yang ini memberikan manfaat dan pengaruh dalam diri manusia
dan kehidupannya, di antaranya yaitu: mengetahui eksistensi manusia; mengikuti
fitrah manusia di mana Allah menciptakannya dalam fitrah tersebut; menyelamatkan
jiwa dari keterpecahan dan konflik batin; dan terbebasnya jiwa manusia dari
penghambaan kepada egoisme dan nafsu syahwat.5
b) Rabba>niyyah al-mas}dar wa al-manhaj (rabba>niyyah dalam sumber acuan dan
konsep)
Maksud dari rabba>niyyah adalah bahwa manhaj rabba>niyyah merupakan manhaj
yang telah digambarkan oleh Islam untuk mencapai tujuan dan sasarannya. Manhaj
tersebut murni dan orisinil berupa akidah, ibadah, akhlak (moral), dan hukum, karena
bersumber dari wahyu Allah Swt melalui Nabi Muhammad Saw, serta memiliki
kelebihan dari pada manhaj-manhaj lainnya yang ada di dunia, karena manhaj
tersebut tidak mengalami penyimpangan, tidak terdapat kontroversi tentangnya, tidak
akomodatif dengan persepsi keliru manusia dan penyimpangan-penyimpangan yang
dilakukannya. 6 Allah Swt berfirman,
)174( َان ِم ْن َر ِبك ْم َوأ َ ْنزَ ْلنَا ِإلَ ْيك ْم نو ًرا م ِبينًا
ٌ َيا أَيُّ َها النَّاس قَدْ َجا َءك ْم ب ْره
Wahai manusia! Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Rabb-
mu (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya
yang terang benderang (al-Qur’an). (QS. al-Nisa/4: 174)
2. Insa>niyyah
Islam adalah agama untuk umat manusia yang akan menuntun manusia untuk senantiasa
berhubungan dengan Allah Swt dan mencari keridhaan-Nya. Dalam hal ini Islam memiliki
kecenderungan pendekatan manusiawi (insa>>niyyah) yang konstan, jelas, dan murni,
baik dalam aqidah, ibadah, akhlak, dan hukum-hukumnya, maksudnya adalah bahwa
Islam dengan sifatnya yang rabba>niyyah dalam tujuan dan orientasinya, ia juga bersifat
insa>>niyyah (manusiawi) dalam tujuan dan orientasinya. Hal tersebut sebagai bentuk
penghargaan Islam terhadap kemanusiaannya manusia agar manusia mendapatkan
kebahagiaan dan kenikmatan di sisi Allah Swt.7
Sebagai agama yang menekankan tiga prinsip kemanusiaa, yaitu persaudaraan,
persamaan, dan kebebasan, Islam memberikan gambaran praktis bagi implementasinya
dan mengikatnya secara erat dengan akidah, syariah, dan akhlak muamalahnya, sehingga
prinsip-prinsip tersebut dapat dilaksanakan secara nyata.
3. Syumu>liyyah (Universal)
4
Yusuf al-Qaradhawi, Pengantar Kajian Islam, hlm. 164.
5
Yusuf al-Qaradhawi, Pengantar Kajian Islam, hlm. 165-168.
6
Yusuf al-Qaradhawi, Pengantar Kajian Islam, hlm. 168-173.
7
Yusuf al-Qaradhawi, Pengantar Kajian Islam, hlm. 175-176.
P e n d i d i k a n A g a m a I s l a m | 22
Makna karakteristik Islam yang satu ini yaitu bahwa Islam merupakan agama yang
mencakup dan meliputi semua zaman secara menyeluruh, meliputi semua kehidupan dan
semua eksistensi manusia pada setiap generasi. Maka Islam bukanlah risalah untuk
zaman tertentu dengan generasi manusia tertentu, melainkan risalah keabadian yang
dibawa oleh Nabi Muhammad Saw sampai terjadinya kiamat kelak. Sehingga Islam pun –
dengan prinsip aqidah dan akhlaknya merupakan risalah setiap nabi yang diutus sebelum
Nabi Muhammad- dapat dikatakan sebagai risalah masa depan sekaligus risalah masa
lampau, menjadikannya sebagai risalah yang tampil paling berbeda dari seluruh agama,
madzhab, sekte, aliran filsatat yang ada yang dikenal manusia sepanjang sejarah
kehidupannya.8 Allah Swt berfirman,
)107( َس ْلنَاكَ إِ ََّّل َرحْ َمةً ِل ْلعَالَ ِمين
َ َو َما أ َ ْر
Dan tiadalah Kami mengutusmu (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
alam semesta. (QS. Al-Anbiya/21: 107)
Keuniversalan Islam termanivestasikan dalam ibadah, aqidah, serta akhlak.
4. Wasat}iyyah (pertengahan)
Maksud karakteristi wasat}iyyah adalah sikap pertengahan dan sikap seimbang antara
dua kutub yang berlawanan dan bertentangan, di mana salah satunya tidak berpengaruh
sendirian sementara kutub yang lainnya dibuang, kemudia salah satu dari dua kutub
tersebut tidak diambil secara berlebihan melebihi yang semestinya sehingga menzalimi
kutub lawannya. Contohnya, kutub rabba>niyyah dan insa>niyyah, spiritualisme dan
materialisme, keakhiratan dan keduniaan, wahyu dan akal, proyeksi ke masa lampau dan
prospeksi ke masa depan, individualisme dan sosialisme, realisme dan idealisme, dan
sebagainya. Maka, Islam hadir memberikan tempat dan porsi kepada setiap kutub dan
memberikan haknya secara adil tanpa mengurangi dan tanpa melampaui batas. 9 Allah
Swt berfirman,
ْ ) أ َ ََّّل ت7( َض َع ْال ِميزَ ان
) َوأَقِيموا ْال َو ْزنَ ِب ْال ِقس ِْط َو ََّل ت ْخسِروا8( َطغ َْوا فِي ْال ِميزَ ا ِن َ س َما َء َرفَعَ َها َو َو
َّ َوال
9( َْال ِميزَ ان
Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu
jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil
dan janganlah kamu mengurangi neraca itu. (QS. Al-Rahman/55: 7-9)
5. Perpaduan antara keteguhan prinsip (s\abat}) dan fleksibelitas (muru>nah)
Maksudnya adalah bahwa Islam memadukan antara keteguhan prinsip (s\abat}) dan
fleksibelitas (muru>nah) dalam keharmonisan yang indah, dengan meletakkan masing-
masing keduanya pada tempatnya yang benar, teguh dalam hal yang harus kekal dan
lestari, dan luwes (fleksibilitas) dalam hal yang seyogyanya berubah dan berubah secara
aktual. Karakteristik ini menjadikan Islam –lagi dan lagi- sebagai agama dengan syariat
yang tidak terdapat dalam agama-agama sama>wiy, lebih-lebih lagi pada agama-agama
dunia.10
Indikasi ke-s\abat}-an tersebut terpancar dalam al-Qur’an dan Sunnah, sedangkan
indikasi ke-muru>nah-an dapat ditemukan dalam sumber-sumber ijtihad para ulama
tentang sejauh mana batas otoritasnya. Sebagai contoh perpaduan antara keteguhan
prinsip dan fleksibilitas yang tercantum dalam al-Qur’an, yaitu pada ayat berikut ini yang
membahas tentang prinsip musyawarah.
)159(..َوشَا ِو ْره ْم فِي ْاْل َ ْم ِر
..dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.. (QS. Ali ‘Imran/3: 159)
8
Yusuf al-Qaradhawi, Pengantar Kajian Islam, hlm. 186-187.
9
Yusuf al-Qaradhawi, Pengantar Kajian Islam, hlm. 197-198.
10
Yusuf al-Qaradhawi, Pengantar Kajian Islam, hlm. 214-215.
P e n d i d i k a n A g a m a I s l a m | 23
Maksud dari ayat di atas bahwa prinsip musyawarah harus tetap ada dalam kehidupan
politik dan sosial umat Islam dan tidak boleh ada pemaksaan dan sikap otoriter bagi para
penguasa. Sedangkan ke-muru>nah-an dalam hal ini tergambar dari tidak adanya bentuk
khusus yang menjadi standar keharusan bagi format syura di setiap zaman dan keadaan,
sehingga ketika miliu masyarakat bergeser di setiap masa, umat Islam dapat
melaksanakan prinsip musyawarah tersebut dengan menyesuaikannya dengan situasi
dan kondisi yang mereka alami saat itu. 11
11
Yusuf al-Qaradhawi, Pengantar Kajian Islam, hlm. 215-219.